• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam di Pengadilan Agama (Studi Kasus Talak Khuluk atau Gugat Cerai di Pengadilan Agama Serang Provinsi Banten)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penerapan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam di Pengadilan Agama (Studi Kasus Talak Khuluk atau Gugat Cerai di Pengadilan Agama Serang Provinsi Banten)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO 1 TAHUN 1974 dan KOMPILASI HUKUM ISLAM DI

PENGADILAN AGAMA

(Studi Kasus Talak Khuluk atau Gugat Cerai di Pengadilan Agama Serang Provinsi Banten)

PENELITI

Dr. Hj. Ru'fah Abdullah, M.M.

Atu Karomah, S.H., M.Si

PUSAT PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN

KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2019

(2)

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

Judul

Penelitian

: Penerapan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam di Pengadilan Agama (Studi Kasus Talak Khuluk atau Gugat Cerai di Pengadilan Agama Provinsi Banten

Kluster : Penelitian Interdisipliner

Peneliti : Dr. Hj. Ru;fah Abdullah M.M (Ketua) (Lektor Kepala Pembina Utama Muda/ IV- c) Atu Karomah, S.H., M.Si. (Anggota) (Lektor Kepala/ Pembina/IV-a)

Waktu Juni-November 2019

Jumlah Biaya Rp. 30.000.000

Serang, Desember 2019 Kepala Puslitpen,

Dr. Ayattullah Humaeni, M.A NIP. 19780325 200604 1 001

Peneliti,

Dr. Hj. Bu fah Abdullah, M.M.

NIP.19582711 198503 2 002 Mengetahui, Ketua LP2M

Dr. Wazin, M.Si

NIP. 19630225 199003 1 005

(3)

ABSTRAK

Perceraian pada dasarnya merupakan hak suami terhadap isterinya, bagi kalangan kaum gender ini dipadang tidak adil, karena isteri harus memikul beban penderitaan yang dilakukan oleh suami. Maka dalam posisi selanjutnya syari'ah meletakan khulu' sebagai solusi bagi isteri terhadap suaminya, bilamana suami itu berlaku sewenang-wenang diluar ketentuan hukum syara'.

Khulu sebagai salah satu jalan putusnya perkawinan yang diajukan oleh isteri merupakan sesuatu yang masih mengandung kerancuan dalam hukum Peradilan Agama, karena tidak membedakan antara cerai gugat biasa dengan khulu' yang sesunggunya, sebagaimana yang berlaku dalam hukum Islam. Apalagi Kompilasi Hukum Islam tampaknya hanya sekedar mengatur tata cara khulu' dengan menyebut akibat khulu' bahwa isteri tidak dapat dirujuk dan khuluk mengurangi bilangan talak suami.

Sengaja Penulis membahas masalah ini untuk dijadikan pertimbangan bagi seorang isteri untuk memilih mengajukan perceraian dengan menggugat cerai suaminya ketimbang mengajukan perceraian dengan jalan khulu.

Karena mengajukan gugat cerai biasa akan lebih mudah

banding kesulitan dan beban yang harus ditanggung jika

mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu'

sehingga ada kemungkinan perceraian dengan jalan khulu'

yang disediakan bagi masyarakat pencari keadilan akan

diabaikan begitu saja.

(4)

Dalam hukum materiil Peradilan Agama yang tertuang Kompilasi Hukum Islam khulu' harus dilakukan oleh isteri dengan disertai alasan-alasan yang telah disebutkan dalam pasal 116. Keberadaan khulu' memang sudah sejak dulu relevan dengan kebutuhan hukum keluarga. Begitu pula dalam Kompilasi Hukum Islam, penyebutan khulu' merupakan suatu kemajuan dan relevan dengan kebutuhan hukum keluarga Islam masa kini.

Untuk mengupas persoalan ini sengaja penulis meneliti tentang khulu' dengan penelitian pustaka (library research) dengan tipe penelitian deskriptif analitis dan dengan menggunakan pendekatan normative. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan pendataan dan pengumpulan sumber-sumber pustaka primer dan sekunder. Metode penalaran yang digunakan terhadap akumulasi data yang telah diperoleh melalui teknik pengumpulan data yaitu deduksi, induksi.

Hukum Islam maupun Kompilasi Hukum Islam mempunyai pandangan yang sama bahwa khulu dapat menjadi salah satu jalan alternatif bagi perempuan (isteri) untuk bisa mengaktualisasikan kebebasan memilih dalam memutuskan hubungan perkawinan.

Kata Kunci: Khulu', Iwadh', KHI, Cerai

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah atas segala kehendak-Nya yang telah menurunkan kemampuan dan membuka tabir melalui akal pikiran kepada hamba-Nya untuk menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam disampaikan kepada Muhammad Rasulullah yang telah mengajarkan kepada umatnya segala sesuatu yang bermanfaat, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Diantaranya adalah memberikan tuntunan kepada pasangan suami isteri untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga mereka dengan cara yang ma'ruf yang sesuai dengan aturan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Shalawat dan salam juga saya sampaikan kepada keluarga beliau, salvabat- sahabatnya serta orang-orang yang berjalan diatas jalan mereka hingga akhir zaman.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung penelitian ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.

Serang, Desember 2019.

Penulis

DAFTAR ISI

(6)

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN...….iii

ABSTRAK……….………iv

KATA PENGANTAR……….…………..v

DAFTAR ISI………vi

BAB 1...1

A. Latar Belakang Masalah.

B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Signifikasi Penelitian

E. Penelitian Penelitian Terdahulu yang Relevan F. Kerangka Konseptual Metode Penelitian G. Metode Penelitian.

BAB II...

A. Pengertian Khulu' B. Syarat-syarat Khulu'

C. Kondisi Geografis Pengadilan Agama Tigaraksa Kelas IA

BAB III……….

(7)

A. Analisa Dasar Hukum

B. Prosedur Penyelesaian Perkara

C. Akibat Hukum Perceraian (Cerai Gugat) D. Kedudukan Anak

E. Analisis Cerai Gugat di Pengadilan Agama Banten

BAB IV………

A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan sebuah permasalahan yang sangat sakral, dalam melaksanakannya merupakan sebuah ibadah. Demikian juga pernikahan berfungsi untuk mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling tolong menolong dalam kasih sayang dan cinta serta saling menghormati. Wanita muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas di dalam rumah tangganya, seperti mengatur rumah, mendidik anak- anaknya dan menciptakan suasana yang menyenangkan, agar suaminya dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.

1

Dalam pelaksanaan pernikahan di Indonesia, sangat unik, penuh dengan adat istiadat dan budaya yang sangat melekat pada setiap masyarakat, dengan beragamnya budaya tersebut diharapkan akan menjunjung pada kekekalan dalam rumah tangga yang diharapkan oleh setiap pasangan suami istri

Namun demikian kehidupan rumah tangga sebagai perjanjian yang sangat kuat itu, tidak selamanya berjalan dengan mulus, sebagaimana yang dicita-citakan sebelumnya, terpaan angin topan, guncangan badai dan dahsyatnya riupan angin ternyata dapat merobohkan sebuat

1 Kamil Muhammad 'Uwaidah, Penerjemah M.Abdul Ghoffar, Fiqih wanita, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2016, Halm: 376

(9)

bangunan yang sangat kuat, sehingga pada akhirnya bangunan kokoh tersebut porak poranda dihempas angin yang berhembus bertolak belakang dengan arah tujuan bahtera yang ditumpanginya.

Kehidupan sebuah rumah tangga tidak akan lepas dari aneka problematika kehidupan, dua pasang suami istri, yang sudah barang tentu berasal dari keluarga yang berlatar belakang berbeda, baik tradisinya, wataknya, tingkah lakunya dan lain sebagainya, tidaklah mudah dipadukan dalam sebuah rumah tangga bahagia, kecuali bila tercipta sikap saling pengertian, tenggang rasa dan toleran.

Banyaknya problema dalam rumah tangga tersebut di atas pada akhirnya salah satu pihak, suami atau istri tidak puas dengan kondisi yang ada, mulai merenggang dan saling tuduh, yang pada ahirnya tidak bisa didamaikan oleh pihak keluarga.

Perceraian adalah suatu pebuatan yang halal tapi dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana hadits Rasulallah SAW Yang halal yang paling dibenci Allah ialah perceraian" (HR. Abu Daud dan dinyatakan shahih oleh Al-Hakim.

2

Akan tetapi karena salah satu jalan keluar untuk mencapai ketentraman adalah, satu-satunya jalan keluar untuk menghadapi krisis rumah tangga adalah cerai

2 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta 1987, halm: 168

(10)

gugat, atau khulu. Menurut Mukhtar Yahya dalam ceramahnya tentang kedudukan wanita dalam Islam, yang dikutip oleh Kamal Muchtar, bahwa talak atau cerai itu disyari'atkan bukan sebagaimana yang terfaham oleh kebanyakan kaum muslimin.

Talak disyariatkan sebagai obat, dan sebagai jalan keluar bagi suatu kesulitan yang tidak dapat dipecahkan lagi, atau sebagai obat bagi suatu penyakit yang sudah parah yang tidak ada obatnya yang lain lagi.

3

Perceraian adalah perhapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.

4

Dan diperkuat pula dengan adanya Undang-undang yang mengatur tentang bolehnya seorang istri mendatangi Pengadilan Agama untuk khulu' atau gugat cerat. Yang Dasar dibolehkannya Khudu ini dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 229. Dimana Khulu adalah kesepakatan perceraian antara suami isteri atas permintaan isteri dengan imbalan sejumlah uang atau harta yang diserahkan kepada suami, dengan alasan pembenar karena suaminya tidak dapat memenuhi kewajiban, suami berperilaku jelek, cacat fisik yang dapat menyebabkan terganggunya keharmonisan dan sebagainya. Sebagaimana kasus yang terjadi di beberapa Pengadilan Agama di Propinsi Banten yang rata- rata 60% kasus Cerai Gugat yang masuk di Pengadilan Agama Cilegon, Pandeglang dan Tigaraksa.

3 Kamal Muchtar ibid, halm: 158

4 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta Pt Internasa, 2003) hlm 42

(11)

Kasus gugat cerai ini semakin meningkat secara signifikan di Provinsi Banten, yaitu sejak tahun 2016 sampai dengan 2019. Peneliti melihat bahwa kasus khulu' atau gugat cerai di setiap Pengadilan grafiknya sangat tinggi dibanding dengan kasus-ksus yang lainnya, bahkan dengan kasus cerai sekalipun.

5

Dalam kasus ini peneliti melihat di tiga Pengadilan, yaitu: Pengadilan Agama Cilegon, Pengadilan Agama Pandeglang, dan Pengadilan Agama Tigaraksa inilah yang tertinggi dari Pengadilan- pengadilan yang lainnya.

Dari beberapa kasus tersebut diatas penulis ingin meneliti seberapa banyak kasus cerai gugat dibandingkan dengan cerai talak, Apa yang menyebabkan timbulnya cerai gugat lebih banyak terjadi di pengadilan provinsi Banten dan ppa pertimbangan hakim dalam memutus cerai gugat (isteri yang mengajukan gugat cerai kepada suaminya) penerapan Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam terhadap isteri yang menggugat cerai suaminya (Cerai Gugar). serta

B. Perumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

5 Data diambil dari Pengadilan Agama: Cilegon, Pandeglang dan Tigaraksa, Propinsi Banten 2018

(12)

1. Bagaimanakah penerapan Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam terhadap istri yang menggugat cerai?

2. Berapa banyak perbandingan kasus cerai gugat dibandingkan dengan cerai talak di pengadilan agama Tigaraksa, Cilegon dan Pandeglang?

3. Apa yang menyebabkan kasus cerai gugat di pengadilan Tigaraksa, Cilegon dan Pandeglang!

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pandangan para fuqaha terhadap istri yang menggugat cerai suami.

2. Untuk mengetahui tanggapan hakim terhadap istri yang menggugat cerai suami.

3. Untuk mengetahui adakah kontribusi Undang- undang terhadap istri yang menggugat cerai suami.

D. Signifikasi Penelitian

Penelitian ini mempunyai signifikasi atau kegunaan bagi:

1. Kaum muslimin, terutama para cendekiawan yang

menggeluti bidang keislaman atau fiqih. Para

dosen, dan para mahasiswa Universitas Islam

Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanudin Banten,

untuk lebih mengetahui dan mendalami masalah-

(13)

masalah berkaitan dengan hukum istri mengajukan gugar cerai kepada suaminya.

2. Universitas Islam Negeri (khususnya UIN SMHB Banten), untuk menjadi bahan masukan dalam rangka memahami kontemporer.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penulis melihat penelitian terdahulu yang relevan adalah 1. Keputusan Khulu'di pengadilan Agama Pandeglang

terhadap Pasal 118,119,148 (KHI), bahasannya tentang wanita yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu' harus disertai dengan alasan alasan, serta memanggil kedua belah pihak untuk mendengankan akibat-akibat dari khulu.

2. Cerai Gugat Akibat Kekerasan Psikis (KDRT)

Studi Kasus Putusan Hakim di Pengadilan Agama

Serang Perkara Nomor 1149/ Pdt.G/2017/ PA/ Srg

oleh Fikri Auliya S1 Fakultas Syariah UIN SMH

Banten. Memiliki Persamaan Membahas tentang

cerai gugat. Perbedaannya Fikri Aulia Membahas

analisis Purusan Hakim di Pengadilan Agama

Serang terhadap gugatan isteri (cerai gugat) korban

KDRT sementara Penulis membahas tentang

pandangan para Fuqoha, hakim tentang cerai gugat

serta kontribusi lahirnya Undang-Undang

(14)

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam terhadap istri yang menggugat cerai suami.

3. Al Syiqoq dalam putusan perkawinan di pengadilan agama Tanah Luwu Oleh Dr. Mustaming S.Ag.

MHI. Persamaannya penelitian ini masih meneliti tentang cerai gugat (khulu) yang disebabkan karena adanya Syiqaq akibat Nusyuz yang dilakukan istrinya sehingga tidak adanya kedamaian dalam rumah tangga yang seharusnya sakinah mawaddah Perbedaannya Penulis juga menelusuri warahmah.

peran Undang-undang terhadap perceraian yang diajukan oleh istri terhadap suaminya dan alasan lainnya disamping adanya nusyuz dan syiqoq.

F. Kerangka Konseptual

Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa sesungguhnya masyarakat Islam yang berada di Indonesia ini khususnya, tidaklah semua memahami tentang hukum istri yang menggugat cerai suami. Pada kenyataannya masih banyak yang belum memahami tentang hal tersebut.

Dengan minimnya pengetahuan tentang gugat cerai, secara utuh akan membawa dampak positif terhadap keharmonisan suatu rumah tangga yang dibangun.

Teori yang terdapat dalam penelitian ini dalah teori

Eksistensi. Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan

tentang adanya hukum Islam dalam hukum nasional

(15)

Indonesia. Menurut teori ini bentuk eksistensi (keberadaan) hukum Islam dalam hukum Nasional itu ialah:

1) Ada dalam arti hukum Islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya, 2) Ada, dalam arti adanya kemandiriannya yang

diakui berkekuatan hukum nasioanal dan sebagai hukum nasioanal.

3) Ada hukum nasional, dalam arti norma hukum Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring bahan- bahan hukum nasional Indonesia

4) Ada dalam hukum nasional, dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional Indonesia

6

Berdasarkan teori Eksistensi di atas, maka keberadaan hukum Islam, dalam tata hukum nasional, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat di ganggu gugat dan terbantahkan adanya di Indonesia ini, sebagai hukum nasional yang harus diakui dan dilaksnakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi hukum Islam merupakan cikal bakal atau bahan utama dalam meramu hukum nasional.

6 Suparman usman, Hukum Islam,asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam tata Hukum Indonesia,Gaya Media Pratama, Jakarta, Halm:119

(16)

Kehidupan suami istri akan berlangsung dengan baik, aman, damai diliputi oleh saling rasa cinta mencintai, kasih sayang, apabila masing-masing pihak menjalankan hak- hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing, sebagaimana yang telah digariskan oleh agama.

Sosok ideal yang patut dicontoh dalam rumah tangga adalah Rasulallah SAW dan istrinya Khodijah, ia berdua membangun rumah tangga hanya ingin mencari kepuasan dan kekayaan dalam bentuk lain, yaitu: kepuasan jiwa, kekayaan hati dan kemuliaan akhlak. Dan kesemuanya itu tidak mungkin akan dimiliki secara sempurna oleh kecuali Muhammad Rasulallah SAW.

Dalam setiap rumah tangga tidak ada yang menginginkan terjadinya perselisihan dan berdampak pada perceraian atau gugat cerai, namun karena tidak ada lagi cara yang dapat ditempuh dalam mewujudkan perdamaian diantara kedua belah pihak, maka terpaksa untuk bercerai atau gugat cerai dengan cara yang baik dan tidak ada permusuhan.

Menurut Nur Taufik Sanusi dalam Penelitian Al- Syiqaq dalam putusan perkawinan di Tanah Luwu oleh Dr.

Mustaming S.Ag. MSI perceraian disebabkan banyaknya

pasangan yang menikah tanpa tahu hak dan kewajiban

sebagai figur suami isteri juga tidak adanya figur untuk

kelangsungan rumah tangganya tangganya disamping

minimnya pengetahuan tentang langkah-langkah yang

diajarkan Al Qur'an ketika terjadi konflik sehingga urusan

(17)

kecil dan sepele ikut memperparah terjadinya konflik.

7

Apalagi jika karenanya timbul kebencian di antara pasangan tersebut.

Dalam hal pihak istri yang tidak melaksanakan kewajibannya (mays). Dimana pengertian nuryuz dalam Al- Quran yaitu meninggalkan kewajiban selaku isteri seperti isteri meninggalkan rumah tanpa izin suami QS An Nisa (4) ayat 128.

8

Imam khomeni menjelaskan secara bahasa penentangan sedangkan dalam istilah fiqih praktis sesbagai yang dijelaskan Imam Khomeni dalam kitabnya istri nusyuz adalah isteri yang telah keluar dari ketaatan kepada suaminya dan tidak menjalankan segala kewajiban yang telah diperintahkan kepada suaminya dan tidak menjalankan segala kewajiban yang telah diperintahkan kepadanya seperti tidak memelihara kebutuhan biologis suaminya sampai tidak menjauhkan dirinya dari hal-hal yang tidak disukai dan menyebabkan suami tidak bergairah, tidak berhias dan membersihkan diri dan keluar rumah tanpa izin suaminya. Nusyuz adalah situasi dalam rumah tangga karena suatu hal mengganggu keharmonisan rumah tangga,

9

maka suami dengan hak yang dimilikinya

7 Dr. Mustaming.Al-Syiqaq dalam putusan perkawinan di Pengadilan Agama Tanah Luwu

8 Rasyid Ridho (Tafsir Almanar, Juz II Daarul ma'rifah tt hal.77)

9 Imam Khomeni dalam www. Nusyud.com.id juz II (Berut Darul Fikri 1977 Hal.248

(18)

dapat mentalak istrinya, apabila ia bahwa ia tidak sanggup melanjutkan perkawinan dengan istrinya itu. berpendapat

Sebaiknya apabila yang tidak sanggup menjalankan hal tersebut adalah dari pihak istri, maka untuk melepaskan diri dari tindakan-tindakan suaminya yang tidak disenangi itu, maka istri dibolehkan oleh agama untuk meminta cerai kepada suaminya atau ke Pengadilan, bahwa ia siap untuk membayar kepada suaminya ('iwadl) asal suami mau menceraikannya., sesuai firman Allah SWT:

“….Maka jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat melaksanakan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya". Q.S. Al- Baqarah (2): 229.

10

Dan Hadits Rasulallah SAW:

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: " Telah datang istri Tsabit bin Qais kepad Rasulallah SAW, ia berkata: Ya Rasulallah, Tsabit bin Qais tidak aku cela tentang budi pekerti dan agamanya, tetapi aku tidak menyukai pengengkaran (nikmatt) di dalam Islam. Maka berkata Rasulallah" Maukah kamu mengembalikan kebunnya"

(yang dahulu diberikan sebagai mas kawin) kepadanya?.

10 Yayasan Penyelenggara penerjemah al-Qur'an, Mushaf Al- qur'an terjemah, Pena pundi aksara, Jakarta 2002, halm: 36

(19)

Istri Tsabit menjawab" mau" Maka beliau Rasulallah (kepada Tsabit): Terimalah kebun itu dan talaklah ia satu kali". H.R. Bukhari.

11

Dalam pasal 114 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan bahwa purusnya perkwinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.

12

Khulu' adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau 'iwadl, kepada dan atas persetujuan suaminya. Demikian yang dijelaskan oleh bab 1 Ketentun umum huruf I (KHI).

Dengan demikian khulu termasuk cerai gugat.

Pada Pasal 22 PP Nomor 9/1975 ayat (1) menguraikan bahwa gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, suami istri terus menerus dalam perselisihan, diajukan kepada pengadilan ditempat kediaman tergugat. Ayat (2) menjelaskan: gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri itu.

13

11 Sayid Sabik, Fiqh Sunnah, Darul Fikri, Beirut, 1971, halm: 76

12 Seri Hukum Dan Perundangan, Hukum Perkawinan Indonesia, Penerbit SL.Media, Tangerang, Tanpa tahun, halm:96

13 H.Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cetakan ke 1.

Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, halm: 238

(20)

Hikmah dibolehkannya talak atau gugat cerai adalah, karena dinamika kehidupan rumah tangga kadang- kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan pembentukan rumah tangga. Dalam keadaan seperti ini, bila dilanjurkan maka rumah tangga akan menimbulkan mudharat terhadap kedua belah pihak. Dalam rangka menolak terjadinya kemudharatan lebih jauh, maka lebih baik ditempuh dengan perceraian atau gugat cerai. Dengan demikian cerai atau gugat cerai dalam Islam adalah, hanya bertujuan untuk mencari kemaslahatan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif (Studi kasus), penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu, kelompok, institusi, atau masyarakat tertentu, tentang latar belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor, atau interaksi-interaksi (sosial) yang terjadi didalamnya, dan melakukan wawancara terhadap narasumber di lokasi penelitian. Dalam hal ini lokasi yang kita teliti meliputi Pengadilan Agama Pandeglang, Cilegon dany Tigaraksa Tangerang.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menggunakan data, penulis menggunakan:

(21)

a. Observasi Observasi adalah merupakan proses pengumpulan dan yang dilakukan dengan cara mendatangi objek atau lokasi untuk menghimpun dan mengumpulkan data yang akan digunakan untuk mendukung penelitian.

b. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung dengan yang diwawancarai.

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Wawancara yang dilakukan Peneliti adalah mewawancarai Fuqoha, Hakim dan beberapa keputusan Hakim untuk melihat sejauh mana kontribusi lahirnya Undang- Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam terhadap cerai gugat terhadap suaminya yang dilakukan oleh para istri. Hasil ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.

14

14 M. Syamsudin Operasionalisasi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007, halm:108

(22)

BAB II

A. Pengertian Khulu’

Khulu‟ adalah tebusan yang dibayar oleh seorng istri kepada suami yang membencinya, agar ia (suami) dapat menceraikannya

15

Khulu‟ berarti berarti “ menanggalkan”, seperti mennggalkan pakaian. Kemudian dipakai dengan arti „menanggalkan istri”, karena istri itu adalah pakean dari suami dan suami adalah pakean dari istri, sebagaimana firman allah swt dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 187

….. َّهنُهلَّ َّ ساَبِل َّْمُتْ نَاَو َّْمُكهل َّ ساَبِل َّهنُى

“Mereka para(istri) adalah pakaian (suami) dan kamu adalah mereka…” Q.S Al baqarah (2): 187.

16

Khulu‟ menurut istilah ilmu fiqih berarti;

menghilangkan atau membuka buhul akad nikah dengan kesediaan istri membayar iwadh (ganti rugi) kepada pemilik akad nikah itu (suami) dengan menggunakan perkataan cerai atau khulu‟. Iwad dapat berupa pengembalian mahar oleh istri kepad suami atau sejumlah barang, uang atau suatu yang dipandang mempunyai nilai yang telah disepakati oleh kedua suami istri.

17

Allah swt berfirman dalam Q.S.Al-Baqarah (2): 229

15 Kamil Muhammad „Uwaidah, Penerjemah abdul Ghoffar,FIQIH WANITA,Cet ke 23,Pustaka Alkautsar,Jakarta 2006, halm:443

16 Lajnah Pentashih mushaf al-Qur‟an, Cetakan pertama, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2008, halm: 29

17 Kamal Mukhtar, asas-asas Hukum islam tentang Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta, 1974, halm: 181

(23)

ََّدْوُدُحَّاَمْيِقُيَّ هلََآَّاَفاَهيََّّْنَآَّهلَِاَّأً ْيَشَّهنُىْوُمُتْ يَ تٰآَّاهِمَِّاْوُذُخَْتََّْنَاَّْمُكَلَُّّلَِيََّ َلََو

َّ ْتَدَتْ فاَّاَمْيِفَّاَمِهْيَلَعََّحاَنُجَّ َلََفََِّّّٰۙللّاََّدْوُدُحَّاَمْيِقُيَّ هلََاَّْمُتْفِخَّْنِاَفََِّّّٰۗللّا وِب

َّ ٖ

َّۗۗ

ََّكْلِت َّ

َُّدْوُدُح َّ

َِّّٰللّا َّ

ََّلََف َّ

اَىْوُدَتْعَ ت َّ

َّْنَمَو ۗ َّ

َّهدَعَ ته ي َّ

ََّدْوُدُح َّ

َِّّٰللّا َّ

ََّكِٕى ٰۤ َّ

ٰلوُاَف

َُّمُى َّ

َّ

ََّنْوُمِلّٰظلا

“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang tidak kamu berikan kepada mereka kecuali kalua keduanya hawatir tidak akan mendapat menjalankan hukum-hukum Allah, jika kamu hawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikanoleh istriuntuk dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah maka itulah orang-orang yang dhalim”.Q.S. Al- Baqarah (2): 229

Ayat tersebut diatas, menunjukkan bahwa Islam memberikn kekebasan kepada wanita, untuk berbuat hukum sesuai dengan penderitaannya yang ia alami, yaitu khulu‟ karena rumah tangga yang susah untuk didamaikan antara kedua belah pihak, yang pada ahirnya terpaksa untuk mengajukan khulu‟.

Dalam sisi lain Allah mengingatkan kepa

hambanya untuk tidak tergesa-gesa dalam memutuskan

permsalahan, akan tetapi Islam menganjurkan untuk

bersabar, sesuai dengan firman allah dalam Q.S. An-Nisa

(4):19

(24)

َّهنُىْوُلُضْعَ تَّ َلََوََّّۗأًىْرَكََّء ٰۤا َسِّنلاَّاوُثِرَتَّْنَاَّْمُكَلَُّّلَِيََّ َلََّاْوُ نَمٰاََّنْي ِذهلاَّاَهُّ يَٰٓيٰ

َّهنُىْوُمُتْ يَ تٰآَّاَمَِّضْعَ بِبَّاْوُ بَىْذَتِل

َّهنُىْوُرِشاَعَوَّ ٍَّةَنِّيَ بُّمٍَّةَشِحاَفِبََّْنٌِتْهيََّّْنَآَّهلَِا

ََّّأًرْ يَخَِّوْيِفَُّّٰللّاََّلَعَْيَهوَّأً ْيَشَّاْوُىَرْكَتَّْنَاَّىٰٓسَعَ فَّهنُىْوُمُتْىِرَكَّْنِاَفَّ َّ ِفْوُرْعَمْلِبِ

أًرْ يِثَك

“dan pergaulilah mereka (istri-istri) dengan baik, jika kamu benci kepada mereka, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal justru di situ Allah jadikan banyak sekali kebikannya”. Q.S. An-Nisa (4):19

18

Ayat tersebut diatas mengindikasikan bahwa, islam tidak bergesa-gesa dalam memutuskan permasalahan dalam sebuah rumah tangga yang penuh dengan beraneka macam perselisihan anatara kedua belah pihak, dimana terkadang anatara keduanya saling melontarkan kesalahan-kesalahannya, dan berakhir pada perceraian. Sebagaimana sabda rasulallah saw: “ Janganlah kamu seorang mukmin laki-laki membenci seorang mukmin perempuan, jika ia membenci sesuatu tingkah lakunya, tentu ada tingkah lakunya yang lain yang disenanginya” Percekcokan dalam rumah tangga diawali dari hal-hal yang ringan-ringan, tetapi karena keduanya tidak ada yang saling mengalah, tidak saling memaafkan, baik istrinya ataupun suaminya yang pada ahirnya permasalahan sekecil apapun menjadi besar,

18 Lajnah Pentashih mushaf al-qur‟an, halm : 80

(25)

sehingga kehidupan rumah tangga menjadi rapuh, tidak ada keharmonisan dan tidak biasa lagi didamaikan oleh pihak haramain (dua keluarga dari pihak istri dan pihak suami).

Suami sebagai pengayom berubah menjadi pembohong, sedangkan istri sebgai belahan jiwa malah menjadi pemarah, rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal yang menyejukkan berubah bagaikan neraka.

Rumah tangga yang selalu diselimuti dengan berbagai macam ketidak adilan, ketidak puasan, seram, menakutkan, was-was, saling mencurigai, inilah yang tidak dikehendaki oleh Allah swt, dengan demikian sekiranya rumah tangga yang selalu muncul permasalahan, dan tidak biasa diselesaikan oleh kedua belah pihak mempelai atau oleh hakamain (dua belah pihak keluarga suami dan istri), maka jalan stu satunya adalah perceraian.

Perceraian disini sebagai obat yang dapat mengobati pasien yang sedang sakit, bukan sebaliknya menyakiti hati laki-laki atau perempuan, karena sebetulnya perceraian itu dibenci oleh Allah.

Kasus tersebut sebenarnya pada masa Rasulallah pun telah terjadi seperti kasusnya Habibah binti Sahl Al- Anshariyah, beliau adalah istri bin qais bin syammas, sebgaimana dalam hadits Rasullah saw

َّصَّبيهنلاَّلىإَّساشمَّنبَّسيقَّنبَّتبثاَّةأَرْماَّ ِتَءاَجَّ:َلاَقٍَّساهبَعَِّنْباَِّنَع

َُّهَرْكَأَّنىكلَّوَّنيدَّلََّوٍَّقُلُخَّ ِفَِِّوْيَلَعَُّبِتْعَأَّاَمَّلىِإَِّاللهََّلوُسرََّيَّٰ:ْتَلاَقَ ف نيدرتأَّ:صَّاللهَّلوسرَّلاقفَّ.ِم َلَْسِْلْاَّ ِفََِّرْفُكلا

َّ:تلاقَّ؟وتقيِدَحَِّوْيَلَع َّ

(26)

َّيراعلماوَّةقيلطتَّاهقلطوَّةقيدلحاَّ ِلَبْ قَأَّصَِّهللّاَُّلوُسَرََّلاَقَ فَّ.معن

َّراطولأاَّلوأَّفَِّ،نياسنلاو 8:2:6

)

“Istri Tsabit bin Qais bin Syammas dating kepada Rasulallah saw, smbil berkata: hai Rasulallah saya tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi aku tidak ingin mengingkari ajaran Islam, maka jawab Rasulullah saw,maukah kamu mengembalikan kebunnya (Tsabit suaminya) ?, jawabnya: Mau, maka Rasulallah saw bersabda, terimalah (Tsabit) kebun itu dan talaklah ia satu kali”.

Hadits tersebut diatas menunjukkan bahwa ketika seorang istri tidak lagi menyukai tingkah laku dari suaminya, maka hak istri untuk meminta berpisah dengn suaminya, dngn syarat pemberian suami dikembalikan padanya, dan suami dapat menerima pemberian dari istri tersebut.

Selanjutnya syariah menegaskan bahwa hkulu‟

adalah kehendak istri dan bukan kehendak suami, atau karena tekanan dari pihak suami untuk kepentingannya (mendapatkan kembali pemberiannya itu). Kalau khulu‟

itu dari kehendak suami atau karena tekanan dari suami, berarti paksaan dari suaminya untuk mengorbankan hartanya guna keuntungan suami, maka hal ini bertentangan dengan Q.S. An-Nisa (4): 20-21.

َّ َلََفَّأًراَطْنِقَّهنُهىٰدْحِاَّْمُتْ يَ تٰاهوَّ ٍۙجْوَزََّناَكهمٍَّجْوَزََّلاَدْبِتْساَُُّّتُّْدَرَاَّْنِاَو

َُّوْنِمَّاْوُذُخَْتَ

وَنْوُذُخَْتََاََّّۗأً ْيَش

َّ ٖ

ًَّٔناَتْهُ ب أًْثِْاهو َّ

أًنْ يِبُّم َّ

(27)

“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seorang diantara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali sedikitpun darinya, apabila kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata”.Q.S. An-Nisa (4):20.

19

Dan Q.S An-Nisa (4):21

وَنْوُذُخَْتَََّفْيَكَو

َّ ٖ

َّْدَقَو ىٰضْفَا َّ

َّْمُكُضْعَ ب َّ

َّ

َّٰلىِا

ٍَّضْعَ ب َّ

ََّنْذَخَاهو َّ

َّْمُكْنِم َّ

أًقاَثْ يِّم َّ

َّ

أًظْيِلَغ

“Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikhan) dari kamu”.Q.S. An-Nisa (4):21

Dua ayat tersebut khulu itu datangnya dari pihak istri, bukn atas dasar tekanan dan paksaan suami, khulu‟

akibat ketidak sukaan istri pada suaminya.

Pada bab 1 Kompilasi hukum islam tentang ketentuan umum huruf I diterangkan sebagai berikut: “ Khulu adalah perceraian yang terjadi tas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya.

20

Jadi dengan demikian khulu‟

termasuk dalam katagori cerai gugat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9/1975 yang merupakan peraturan pelaksanaan UU No. 1/1974 dalam hal teknis, yang menyangkut kompetensi wilayah pengadilan, seperti

19 Al-Qur‟an, halm: 81

20 Seri hukum dan Perundangan, Hukum Perkawinan Indonesia,S.L Media, halm: 65

(28)

dalam cerai talak, mengalami perubahan. Hal ini tampak dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesi.

Pertama: dalm PP Nomor 9/1975 gugatan perceraian bisa diajukan oleh suami atau istri, maka dalam UU No.7/1989 dan kompilasi , gugatan perceraian diajukan oleh istri (atau kuasanya)

Kedua: Prinsipnya Pengadilan tempat mengajukan gugatan perceraian dalam PP diajukan di Pengadilan tempat pengajuan gugatan perceraian dalam PP diajukan di pengadilan yang mewilayahi tempat gugatan, maka dalam UU No.7/1989 dan kmpilasidi Pengadilan yang mewilayahi tempat kediaman penggugat . Untuk penjelasan selengkapnya diuraikan sebagai berikut. Pasal 73 UU No.7/1989 menyatakan:

1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang derah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.

Berikutnya diatur mengenai alat-alat bukti yang menguatkan alasan alasan diajukannya gugatan. Pasal 21PPNomor9/1975 menambahkan masalah tempat mengajukan gugatan kaitannya dengan alasan-alasannya, diatur dalam UU P No.1 Tahun 1974 sebagai berikut:

Pasal 21

1. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam

(29)

pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

2. gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah melampaui 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

3. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

Sedangkan dalam Pasal 22 UUP dinyatakan sebagai berikut:

Pasal 22 UUP

1. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf f, suami istri terus menerus dalam perselisihan, diajukan kepada pengadilan ditempat kediaman tergugat.

2. Gugatan tersebut dlam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak kluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri itu.

Adapun yang menyangkut alasan-alasan dan dukungann alat buktinya, dijelaskan dalam Pasal 74, 75, dan 76 UU No.7/1989 dan pasal 133, 134 dan 135 kompilasi.

Pasal 24.

21

21 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Cetakan ke 1, raja Grafindo persada, Jakarta 2013, halm: 237-238.

(30)

B. Syarat-syarat Khulu’

Khulu‟ akan menjadi sah apabila memenuhi bebrapa persyaratan, antara lain yaitu :

1. Kerelaan dan persetujuan

Sepakat para ahli fiqih bahwa khulu‟ dapat dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat kerugian dipihak orang lain, sebagaima firman Allah dalam Q.S. An-Nisa (4):19

َّهنُىْوُلُضْعَ تَّ َلََوََّّۗأًىْرَكََّء ٰۤا َسِّنلاَّاوُثِرَتَّْنَاَّْمُكَلَُّّلَِيََّ َلََّاْوُ نَمٰاََّنْي ِذهلاَّاَهُّ يَٰٓيٰ

َّْوُ بَىْذَتِل

ٍَّةَنِّيَ بُّمٍَّةَشِحاَفِبََّْنٌِتْهيََّّْنَآَّهلَِاَّهنُىْوُمُتْ يَ تٰآَّاَمَِّضْعَ بِبَّا

“ Hai orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebahagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya (mahar), terkecuali apabila mereka mengerjakan pekerjaan yang keji yang nyata”.

22

Apabila sumi tidak mengabulkan permintaan khulu‟

dari istrinya, sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri, maka ia dapat mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan. Hakim hendaklah memberi keputusan perceraian antara kedua suami istri itu, apabila ada alat-alat bukti yang dijadikan dasar-dasar gugatan oleh pihak istri.

2. Istri yang dapat di khulu‟

Sepakat para ahli fiqih bahwa istri yang dapat di khulu‟ itu ialah istri yang mukallaf dan telah terikt dengan dengan akad nikah yang sah dengan suaminya. Bila istri

22Al-Qur‟an, halm: 81

(31)

belum cukup umur, maka yang berhak mengajuksn khulu‟

adalah walinya.

Sepakat para ahli fiqih bahwa seorang istri yang sedang sakit berat mengajukan khulu‟kepada suaminya.

Dalam hal ini para fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan iwadl yang hrus diberikan istri kepada pihak suami Sebab-sebab perbedaan ialah :

seandainya istri yng dalam keadaan sakit berat itu mempunyai harta yang banyak, diduga permintaan khulu‟

kepada suaminya bertujuan agar pihak suami tidak mendapat bahagian dari harta warisan istrinya yang seharusnya diperoleh, ketika jika mereka masih terikat dengan tali perkawinan.

Menurut Imam Malik berpendapat bahwa: jumlah iwadl yang diterima oleh pihak suami dari pihak istrinya yang sakit keras itu, ialah jumlahnya sama dengan dengan jumlah warisan yang akan diperolehnya , seandainya istrinya meninggal dan mereka masih terikat dengan tali perkawinan .

Menurut Imam Hanafi: jumlah iwadl sama dengan jumlah sepertiga dari harta istri yang sakit keras itu.Sedangkan Imam Syafi’I berpendapat bahwa jumlah iwadl boleh sama dengan jumlah mahar mitsil, asal saja tidak lebih dari sepertiga dari jumlah harta istri.

3. Adanya iwadl

Iwadl (pengganti) merupakan ciri khas dari khulu‟, selama iwadl belum diberikan oleh pihak istri kepada pihak suami, maka selama itu pula tergantung perceraian.

Setelah iwadl diserahkan oleh pihak istri kepada pihak

(32)

suami barulah terjadi perceraian.

Bentuk iwadl sama dengan bentuk mahar, dapat pula dijadikan iwadl.

Mengenai jumlah iwadl yang penting ialah persetujuan pihak-pihak suami dan pihak-pihak istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang, atau sama atau lebih dari jumlah mahar yang pernah diberikan oleh pihak suamikepada pihak istri diwaktu terjadinya akad nikah.

Ketentuan jumlah itu tidak dinyatakan oleh Al-Quran dan hadits, hanya disebutkan secara umum sebagai mana Q.S.Al-Baqarah (1): 229.

وِبَّ ْتَدَتْ فاَّاَمْيِفَّاَمِهْيَلَعََّحاَنُجَّ َلََف

َّ ٖ

َّۗۗ

ََّكْلِت َّ

َُّدْوُدُح َّ

َِّّٰللّا َّ

ََّلََف َّ

َّ

اَىْوُدَتْعَ ت

َّْنَمَو ۗ َّ

َّهدَعَ ته ي َّ

ََّدْوُدُح َّ

َِّّٰللّا َّ

ََّكِٕى ٰۤ َّ

ٰلوُاَف

َُّمُى َّ

ََّنْوُمِلّٰظلا َّ

“… Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya….Q.S. Al- Baqarah, (2):

4. Waktu Menjatuhkan khulu‟

Para ahli fiqih sepakat bahwa khulu‟ boleh dijatuhkan pada saat haidh, pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri atau yang telah dicampuri.

Pendapat ini berdasarkan pengertian umum ayat 229 al-

baqarah dan hadits Ibnu Abbas yang tidak menyebutkan

waktu-waktu menjatuhkan khulu‟. Dan berdasarkan iddah

itu ditetapkan sedekian rupa adalah untuk menjaga hak

suami dan hak istri setelah terjadi perceraian. Allah swt

memerintahkan agar suami bila mentalak istrinya

hendaklah melakukan pada waktu atau keadaan yang

dapat memperpendek masa iddah istri, Bila istri meminta

(33)

suami agar menghkulu‟nya pada waktu yang menyebabkan masa iddahnya lebih lama, berarti istri telah bersedia mempunyai iddah yang lama, sekalipun hal yang demikian merugikan dirinya.

23

Dalam Pasal 1(i) khulu‟ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebus dana tau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya.

Khulu‟ dapat berlangsung dengan persetujuan suami istri, jika tidak tercapai persetujuan antara mereka berdua maka pengadilan dapat menjatuhkan khulu‟ pada suami.

Sedangkan dalam pasal 124 adalah khulu‟ harus harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan pasal 116 yang menyatakan : Perceraian dapat terjadi Karen alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan

23 Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, halm: 186

(34)

kewajibannya sebagai suami/istri.

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar ta‟lik thalaq.

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Dalam Bab V Pasal 14 : seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada pengadilan ditempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada pengadilan agar diadakan siding untuk keperluan itu.

Pada Pasal 65 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agamayang menyatakan bahwa:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding Pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Dengan demikian maka perceraian atau khulu‟

(gugat cerai) dalah sah apabila diputuskan di depn Hakim pengadilan.

Salah satu ciri dari perceraian khulu‟ ini adalah

iwadl yang merupakan pengganti atau tebusan dari pihak

istri, yang diberikan kepada suaminya, dan atas

persetujuan suaminya. Oleh karena atau ganti rugi

merupakan unsur mutlak didalam tindakan hukum khulu‟

(35)

sehingga manakala ganti rugi itu tidak ada, khulu‟dan segala berikut hukumnya juga tidak sah. Dan ganti rugi inilah yang membedakan antara khulu‟ dengan bentuk perceraian yang lain, seperti cerai talak.

5. Iddah Wanita Berkhulu‟

Iddah wanita yang di khulu‟ adalah satu kali haid.

Dalam kish Tsabit bin Qais bahwa Rasulallah saw bersabda kepadanya “Ambillah sesuatu yang ada bagi wanita atasmu dan lepaskan jalannya, ia menjawab “ya”

Kemudian Rasulallah perintahkan kepada wanita itu agar beriddah sekali haidh dan kembali kepada ahlinya ( HR An-Nasai dengan Isnad yang shahih).

Menurut pendapat Utsman dan Ibnu Abbas, riwayat yang paling shahih dari Ahmad, yaitu madzhab Ishak bin Rahawaih dan yang dipilih oleh syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata: “ barang siapa yang melihat pendapat ini menemukan tuntutan kaidah-kaidah syariah, bahwa iddah dijadikan tiga kali haidh agar longgar waktu rujuk dan suami dapat berpikir mempertimbangkan kemungkinan rujuk pada masa iddah tersebut. Jika tidak ada kesempatan untuk rujuk, maka bermaksud membebaskan Rahimnya dari kehamilan. Demikian itu cukup sekali haid untuk pembebasan.

Ibnu Taimiyah menyatakan, ini adalah madzhab

Amir Al-Mukminin Utsman bin Afwan, Abdullah bin

UmarAr-Rabi‟ binti Mu‟wwadz dan pamannya,

sebaaimana yang diriwyatakan oleh Al-Laits bin Saad dan

Nafi, bahwa ia mendengar Ar-rabi‟ binti Muawwadz bin

afra, ia memberitakan kepada Abdullah bin Umar bahwa

(36)

ia di khulu‟ suaminya pada masa Usman bin Affan , lemudian datanglah pamannya kepada Utsman dn barkata:

“Bahwa putri Muawwadz di khulu’ suaminya pada hari ini, apakah ia harus pindah? Utsman menjawab “ hendaklah ia pindah, tidak ada hak warisantara mereka berdua, dan tidak ada iddah kecuali ia tidak boleh dinikahi hingga sekali haidh karena hawatir ada kehamilan”.

Sedangkan menurut jumhur ulama bahwa wanita yang terkhulu‟ masa iddahnya tiga kali haidh jika ia masih haidh.

24

6. Hukum Khulu‟

Khulu‟ diperbolehkn jika telah msyarat-syarat yang telah ditentukan, menurut Jumhur ulama hukum khulu‟ adalah mubah, sesuai dengan firman Allah swt dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 229

وِبَّ ْتَدَتْ فاَّاَمْيِفَّاَمِهْيَلَعََّحاَنُجَّ َلََف

َّ ٖ

َّۗۗ

ََّكْلِت َّ

َُّدْوُدُح َّ

َِّّٰللّا َّ

ََّلََف َّ

َّ

اَىْوُدَتْعَ ت

َّْنَمَو ۗ َّ

َّهدَعَ ته ي َّ

ََّدْوُدُح َّ

َِّّٰللّا َّ

ََّكِٕى ٰۤ َّ

ٰلوُاَف

َُّمُى َّ

ََّنْوُمِلّٰظلا َّ

“ Jika kamu hawatir bahwa keduanya (suami istri)tidak menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan istri untuk menebus dirinya” . Q.S.Al-Baqarah (2):229.

25

Para ulama mengenai persyaratan khulu‟ ini, kecuali Bakar bin Abdullah bin Muzni At- Tabi‟I, tidak

24 Abdul Aziz Muhammad azzam, Abdul Wahhab Sayyed

Hawwas,Penerjemah Abdul Majid khan, Fiqh Munakahat, Cetakan Kedua Rosdakarya, Jakarta,2011, halm: 315

25 Al-Qur‟an, halm:36

(37)

diperbolehkan bagi seorang suami mengambil harta milik istrinya sebagai tebusan atas talak yang dilakukan terhadapnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah

“janganlah kalian mengambil kembali sedikitpun darinya”.

26

Sebagian ulama mengatakan (Ibnu Qudamah) yang dikutip oleh Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum perkawinan di Indonesia, diantaranya pendapat Abu Bakar bin Abdullah al-Muzanny, ia berpendapat bahwa khulu‟ itu tidak ada, bila khulu‟ itu dilakukan maka yang terjadi adalah thalaq bukan khulu‟, dengan alasan sesungguhnya khulu‟ itu pada hakekatnya si suami mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya dalam bentuk iwadh.

27

“Jika kamu menginginkan mengganti istri sedangkan kamu telah memberikan kepadanya sesuatu, janganlah kamu mengambilnya. Apakah kamu akan mengambilnya dalam bentuk kebohongan dan dosa yang jelas”.

Pada ayat tersebut larangan kepada seorang suami untuk mengambil barang-barang yang telah diberikan kepada istri yang telah diceraikan.

Kemudian Ibnu Sirin dan Abi Qalabah mengatakan bahwa tidak ada khulu‟ kecuali bila jelas diperut istri itu telah terdapat janin, dalam arti ia sudah membuat suatu perbuatan yang keji.

28

Dari beberapa pendapat diatas bahwa

26 Kamil Muhaammad Uwaidah, penerjemah, Abdul Ghoffar, Fiqih wanita, Pustaka Al- Kautsar, Jakarta,1998, halm: 444

27 Ru‟fah Abdullah, Analisa terhadap Pasal 44 KHI, Jurnal , 2013

28 Ibid

(38)

sesungguhnya khulu‟ itu dibeolehkan dalam islam, dengan alasan-alasan yang cukup memadai. Seperti:

suami cacad badan, suami moralnya bejad, suami tidak memenuhi kewajibanny, sebagaimana dijelaskan dalam Kompilasipasal 124 bahwa khulu harus berdaasarkan atas alasan perceraian sesuai ketntuan Pasal 116

Pada dasarnya gugat cerai dapat dilakukan bila ada alasan hukum, yaitu berawal dari adanya rasa tidak senangnya istri kepada suaminya, jika suaminya melanggar hukum, dimana suami menahan hak-hak istrinya, karena ingin menyakiti istrinya sehingga nantinya minta lepas dari suaminya dan menebus dirinya.

Jika terjadi demikian maka khulu‟nya batal demi hukum atau dapat dibatalkan, tebusannya tidak sah sekalipun melalui putusan pengadilan. Upaya hukum terhadap putusan atau penetapan satu- satunya upaya hukum yng dapat ditempuh adalah melalui peninjauan kembali.

29

Pada pasal 148 (1) KHI : seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu‟

menyampaikan permohonannya kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan- alasannya, dalam (4), setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwad atau tebusan, maka pengadilan agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan siding Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.

Ketentuan mengenai barang apa saja yang dapat dijadikan penggnti iwadh maka Islam tidak memberikan

29Ibid

(39)

batasan secara kongkrit. Oleh karena itu banyak para ulama berbeda dalam memberikan penafsiran.

Adapun menurut kebanyakan para ulama termasuk usman, Ibnu Umar, ibnu Abbas, Ikrimah Mujahid, al- nakha‟iy dan berkembang dikalangan madzhab hanafiyah, Malikiyah, syafi‟iyah dan Hanabilah, termasuk ulama Zhahiriyah, menjelaskan bahwa iwdh itu tidak ada batasannya.

Pernah terjadi pada masa Rasulallah saw, penambahan tebusan kepada suaminya, “adalah saudaraku perempuanku diperistri oleh sahabat Anshar, lalu mereka berdua mengadukan perkaranya kepada Rasulallah saw, lalu beliau bertanya : apakah engkau (istri) mau mengembalikan kebonnya (suamimu)?

Jawabnya: bahkan kaum ku menambahkan kebunnya dan tambahannya pula”

Sebagian ulama berpendapat dintaranya Atha, thawus, al-zuhri, dan Amru bin Syu‟ab berpendapat bahwa iwadh itu tidak boleh melebihi batas dari mas kawin yang telah diberikan pad istrinya pada saat akad nikah, dengan alasan dengan hadits sebagai berikut:

ًَّٔةَدَيِٰزََّوَّ،ْمَعَ نَّ:ْتَلاَقَّ؟ِكاَطْعَأَّ ِتِهلاَُّوَتَقيِدَحَِّوْيَلَعََّنْيِّدُرَ تَأَّصَُِّّبيهنلاََّلاَقَ ف

َّوُتَقيِدَحَّْنِكلََّوَّ،ًٔلََفَُّةَدَيٰهزلاَّاهمأَّ:صَُِّّبيهنلاََّلاَقَ ف

َّاَىَذَخَأَفَّ.ْمَعَ نَّ:ْتَلاَق

َّ ٍسْيَ قََّنْبَّتبثاَّكلذَّغلب.َّدانسبَِّنيطقرادلاَّهمَلَ فَّ.اَهَلْ يِبَسَّىهلَخََّوَّ.ُوَل

َّنًغَّنمَّنًبزلاَّوباَّوعسمَّلاقَّوَّحيحصَّصَِّهللّاَّ ِلْوُسَرََّءاَضَقَُّتْلِبَقَّ:َلاَق

َّراطولأاَّلينَّفِ(َّ،دحاو

8:22:

(40)

“ Abu Zubair berkata bahwa ia (abu Zubair) memberi mahar kepada istrinya sebuah kebun, lalu nabi bertanya kepada istri zubair, maukah kamu mengembalikan kebunnya yang telah diberikan kepadamu? Jawabannya ; mau dan dengan tambahannya, lalu Nabi sw bersabda: tambahannya tidak boleh. Tetapi hanya kebunnya saja. Lalu ia menjawab, ya kebunnya saja”.

30

Dalam kitab Bidayatul Mujtahid dikatakan bahwa

; barang siapa yang menyamakan khulu‟ dengan ganti rugi lainnya dalam hukum muamalah, maka ia berpendapat bahwa jumlah khulu‟ terserah kepada kerelaan pembayarannya. Dan barang siapa berpegang atas teks harfiahnya hadits diatasmaka tidak boleh lebih dari mahar, sebab golongan ini beranggapan bahwa khulu‟ yang lebih dari mahar adalah dipandang sama dengan mengambil harta orang lain dengan tidak sah.

Menurut syafi‟iayah dinyatakan , setiap barang yang layak sebagai mahar, yakni barang- barang yang benar-benar bernilai harta atau mempunyai manfaat ekonomis, diperkenankan secara yuridis sebagai ganti rugi dalam hal tindakan khulu‟, juga diperkenankan sebgai iwadh adalah mengembalikan mahar mitsil, baik pengembaliannya secara tunai ataupun hutang dan melalui konpensasi antara keduanya.

Ganti rugi disayartkan adanya consensus antara pihak suami dan pihak istri baik tentang bentuk maupun besarnya. Barang ganti dalam khulu‟ hendaknya secara umum dapat dinilai dengan barang atau uang, disamping

30 Sayyid sabiq, penerjemah, Moh . Thalib, Fiqih Sunnah,Almaarif , Bandung, 1994, halm: 38

(41)

syarat-syarat lainnya dari ganti rugi, seperti dapat diserahterimakan, menjadi hak miliknya yang sah dan lain sebagainya, sebab khulu‟ adalah perjanjian ganti rugi, jika ia menyerupai perjanjian jual beli dan hibah. Bila istri menghulu‟ suaminya drngsn sesuatu yang haram, seperti dengan khamar atau hasil curian yang diketahui maka suaminya tidak sah menerimanya.

Sebaliknya khulu‟dinilai batal dan dapat dibatalkan apabila ganti rugi yang digunakan tidak jelas.

Umpama suami dalam khulu‟ diserahi suatu yang tidak disebut secara terang, misalnya dengan sebuah baju yang mana tidak disebutkan atau dengan anak dalam kandungan binatang, atau khulu‟ dengan barang yang menyalahi agama, seperti minuman keras, barang curian yang diketahui suami, atau khulu dengan bayar sejumlah uang tetapi tempo bayarnya , tidak jelas.

Menurut jumhur ulama, bila seorang suami

menghkulu‟ istrinya, maka istri telah memiliki dirinya

dan urusan talak berada ditangannya sendiri, akan tetapi

hak menjatuhkan talak kemutlakan talak ada pada suami,

sehingga suami tidak punya hak rujuk lagi kepadanya,

karena istri telah menyerahkan hartanya, agar ia bebas

dari ikatan keluarga. Andaikan dia masih punya hak

rujuk, maka tidak terdapat faedah bagi istri dengan telah

membayarnya , walaupun suami mengembalikan kepada

istrinyaapa yang telah diterimanya dan istrinya menerima

pula pada saat itu, maka suami tidak punya hak untuk

rujuk dalam masa iddah, karena istrinya telah tertalak bain

(42)

dengan terjadi khulu‟.

31

Jika kemudian dalam suatu perundingan dan tawar menawar di depan persidangan pengadilan, ternyata tidak tercapai kesepakatan mengenai besanya ganti rugi antara suami istri, maka pengadilan agama akan memeriksa perkara gugatan perceraian tersebut sebagai perkara gugatan biasa.

32

7. Hikmah Adanya Khulu

Hikmah adanya khulu‟ adalah untuk menghindarkan kesulitan-kesulitan istri dalam menghadapi problematika rumah tangga selama perjalanan pernikahan. Selain melepaskan dari malapetaka yang tidak kunjung selesai, ini adalah sebuah karunia dari Allah swt, yang diberikan kepada wanita untuk membebaskan belenggu kekuasaan suami- suami yang tidak tanggung jawab atas keluarganya. Dengan adanya khulu, maka suami tidak lagi menggantungkan istri selama suami tidak berkehendak.

Dengan adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ini merupakan pertolongan kepada para istri untuk mendapatkan pelindungan secara hukum, dan sekaligus bias mengajukan perkaranya ke pengadilan agama setempat.

Pasal 116 (1) KHI menjelaskan : Jika suami zina, mabuk, pemadat, judi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, dan ayat (2): apabila meninggalkan meninggalkan selama dua (2) tahun berturut-turut tanpa

31 Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Madzhab, cetakan kedelapan,, Jakarta, 2008, halm; 460

32 H.M Tihami, Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, halm: 315

(43)

izin dari pihak lain, dan tanpa alasan yang sah, ayat (4):

melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, ayat (6): antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga . ayat (7): suami melanggar taklik talak.

Untuk mengatasi terjadinya perselisihan dalam rumah tangga alangkah baiknya bila mengadakan perjanjian pra nikah terlebih dahulu, pasal 45 KHI: kedua calon mempelai mengadkan perjanjian-perjanjian perkawinan dalam :

1) Ta‟lik talak

2) Perjanjian lain yang tidak bertentngan dengan hukum islam.

Pasal 46 KHI: a. Isi ta‟lik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum islam.b. Apabila keadaan yang disyaratkan dalam ta‟lik talak betul-betul terjadi kemudian, kemudian tidak dengan sendirinya talak jatuh, istri harus mengajukn permohonnnya ke pengadilan Agama. c. perjanjian ta‟lik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali ta‟lik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali, Kemudian ta‟lik talk itu dibacakan pada saat setelah ijab qabul, oleh suami dengan redaksi sebagai berikut. Sesudah aqad nikah. Sebacai contoh; Saya fulan bin fulan berjanji dengan sungguh hati, bahwa saya menetapi kewajiban saya sebagai suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama fulan bin fulandengan baik ( mu‟asyaroh bil ma‟ruf) menurutajaran syari‟at Islam.

Selanjutnya saya mengucapkan sighat

ta‟lik atas istri saya sebagai berikut: Sewaktu-

(44)

waktu saya:

1. Meninggalkan istri saya tersebut 2 (dua) tahun berturut-turut.

2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.

3. Atau saya menyakiti badan/ jasmani istri saya itu.

4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan ) istri saya itu selama 6 (enam bulan)lamanya.

Kemudian istri saya tidak ridho dn mengadukan halnya kepada Pengadilan agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh Pengadilan dan istri saya itu membayar uang sebesar 10 ribu rupiah (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada pengadilan tersebut saya kuasakanuntuk menerima uang iwadh (pengganti) itu, dan kemudian diserahkan ke Badan Kesejatraan Masjid (BKM) pusat untuk kepentingan ibadah sosial .

Kalau demikian berarti ada 10 unsur yang terkandung dalam perjanjian tersebut, yaitu :

a. Suami meninggalkan istri 2 (dua) tahun berturut- turut,

b. Suami tidak memberikan nafkah wajib istrinya tiga (3) bulan lamanya, atau

c. Suami menyakiti badan /jasmani istri atau,

d. Suami membiarkan (tidak memperdulikan ) istri enam bulan lamanya,

e. Istri tidak ridho /tidak rela atas perlakuan suami tersebut dan oleh sebab itu istri minta cerai

f. Istri mengajukan ke Pengadilan Agama

g. Pengaduan istri tersebut dibenarkan

(45)

h. Istri membayar iwadh 10 rb rupiah (sepuluh ribu rupiah)

i. Jatuh talak satu

j. Pengadilan dikuasai untuk menerima dan selanjutnya menyerahkan ke badan kesejahtraan Mesjid (BKM) pusat

Pengertian meninggalkan yang dimaksud diatas (poin satu) adalah meninggalkan tempat kediaman bersama. yang dimaksud oleh pasal 32 UUP sebagai berikut:

a. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap

b. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat(1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama

Adapun menyakiti badan /jasmani istri (poin tiga) adalah penganiayaan fisik sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 19 (d) PP.No.9 Tahun 1975 yang dapat dikatagorikan sebagai penganiayaan fisik adalahpukulan yang :

1) Menimbulkan rasa sakit yang keras atau 2) Merubh kecantikan badan /jasmani atau

3) Mendatangkan kerusakan pada badan /jasmani atau 4) Memukul muka atau tempat rawan lainnya, atau 5) Dilakukan secara bertubi-tubi, atau

6) Pukulan dilakukan tanpa pembalut

Tentang urusan pembiayaan (poin nomor empat)sepadan dengan tidak memperdulikan, tidak memelihara baik yang dimaksud oleh Pasal 34 (3) uup.

Sepuluh unsur kategori yang terkandung perjanjian ta‟lik

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi ikan teri ( Stolephorus sp. ) warga Warung I (RT 01/RW 03), Warung II (RT 03/RW 03), dan Warung III (RT 02/RW

Gambar 30 menunjukkan tegangan pada material ASTM A299 saat rotasi setengah lingkaran Tabel 4.13 dan Gambar 4.31 menunjukkan perbandingan tegangan yang terjadi saat

Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah

Dari pengamatan penulis di lapangan juga didapat bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah dalam penanggulangan bencana pada Badan Penanggulangan Bencana

Sistem pengaman rumah ini memiliki beberapa bagian penting untuk mengamankan rumah seperti sensor ultrasonic sebagai pendeteksi, alarm, modem wavecom dan kamera CCTV

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah mikro express yang dilakukan BPRS Mandiri Mitra Sukses telah berhasil memberikan dampak

Adapun tujuan dibuatnya buku penilaian ini, yaitu untuk menguji kompetensi peserta pelatihan setelah selesai menempuh buku informasi dan buku kerja secara komprehensif

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat, tuntunan dan kasih yang melimpah kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan