• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional Medan"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

MEDAN

SKRIPSI

OLEH

CHINDY

100406067

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

MEDAN

SKRIPSI

OLEH

CHINDY

100406067

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

MEDAN

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHINDY

100406067

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN

HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 Juli 2014

(5)

DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN

Nama Mahasiswa : CHINDY

Nomor Pokok : 100406067

Program Studi : Arsitektur

Menyetujui

Dosen Pembimbing,

(Ir. N. Vinky Rahman, M.T.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

(Ir. Dwira N. Aulia, MSc., PhD.) (Ir. N. Vinky Rachman, M.T.)

(6)

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. N. Vinky Rahman, M.T.

Anggota Komisi Penguji : Ir. Novrial, M.Eng

(7)

ABSTRAK

Setiap bangunan gedung diperlukan upaya untuk meminimalisasi terjadinya kebakaran yaitu dengan diterapkannya sistem proteksi kebakaran yang bekerja secara aktif maupun pasif. Penelitian ini hanya membahas sistem proteksi pasif yang lebih berperan dalam desain struktur dan arsitekturnya dibandingkan sistem proteksi aktif yang hanya berperan dalam memadamkan api. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan menganalisis datanya melalui analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan hasil fakta dari observasi, sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai keandalan sistem proteksi pasifnya berdasarkan Pustlibang 2005.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem proteksi pasif sesuai dengan standar yang berlaku dan mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif bangunan tersebut. Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan studi masih banyak yang tidak sesuai dengan aturan standar, akan tetapi keandalan sistem proteksi kebakaran pasif yang terdapat pada bangunan tersebut adalah 87,53% dan termasuk dalam klasifikasi baik.

(8)

ABSTRACK

Each building is necessary to minimize the occurrence of fires is with the application of fire protection systems that work actively or passively. This research was discusses only the passive protection system that is more instrumental in the design of the structure and architecture than active protection system which only plays a role in putting out the fire. This descriptive type of research is to analyze the data through qualitative and quantitative analysis. The qualitative analysis is done based on the facts of observation, whereas quantitative analysis is used to calculate the value of the reliability of passive protection system based on the Pustlibang 2005.

The purpose of this research is to identify the passive protection system in accordance with applicable standards and determine the level of reliability of passive protection system of the building. The results of this research it can be concluded that the passive protection system contained in the building studies is many that are not in accordance with the standard rules, but the reliability of passive fire protection systems contained in the building is 87.53% and is included in good classification.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Studi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional Medan” sebagai salah satu syarat untuk meyelesaikan studi program sarjana Teknik Arsitektur.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis

dalam penyelesaian skripsi ini hingga selesai, terutama penulis tunjukan kepada :

1. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T. selaku Ketua Jurusan Departemen

Arsitektur dan dosen pembimbing atas kesediaannya membimbing, motivasi,

pengarahan dan waktu beliau kepada penulis sehingga penulis dapat

meyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini ;

2. Bapak Ir. Novrial, M.Eng dan Bapak Devin Defriza H, S.T., M.T., selaku

dosen penguji yang selalu memberikan pengarahan dan masukan yang sangat

berharga dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini ;

3. Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku Sekretaris Jurusan Departemen

Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara atas bimbingan

selama perkuliahan hingga penyelesaiaan studi dan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc dan bapak Bauni Hamid, selaku dosen

koordinator, serta Bapak/Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama

perkuliahan hingga penyelesaiaan studi dan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh pihak hotel Danau Toba Internasional yang telah memberikan izin,

waktu dan membagi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga

(10)

6. Keluarga besar terutama kedua orangtua dan saudara - saudara penulis yang

tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan semangat serta bantuan

baik dalam bentuk moral maupun material selama masa perkuliahan dan

penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman stambuk 2010 atas kebersamaan dan perjuangan bersama

selama tiga setengah tahun, serta semua pihak yang telah banyak membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, 10 Juli 2014

Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

ABSTRAK………... vi

ABSTRACK………... vii

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR………. xv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Perumusan Masalah………... 3

1.3 Tujuan Penelitian………... 3

1.4 Manfaat Penelitian………. 3

1.5 Lingkup / Batasan Permasalahan.………... 4

1.6 Kerangka Berpikir………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6

2.1 Kebakaran……….. 6

2.1.1 Defenisi Kebakaran………... 6

2.1.2 Klasifikasi Kebakaran………... 6

2.1.3 Bahaya Kebakaran……… 7

2.1.4 Klasifikasi Bahaya Kebakaran……….. 8

2.2 Bangunan Gedung………. 9

(12)

2.2.2 Klasifikasi Bangunan Gedung……….. 10

2.3 Hotel……….. 13

2.3.1 Defenisi Hotel………... 13

2.3.2 Klasifikasi Hotel………... 14

2.4 Sarana Proteksi Kebakaran……… 15

2.4.1 Sarana Sistem Proteksi Aktif……… 15

2.4.2 Sarana Sistem Proteksi Pasif………. 16

2.4.2.1 Kelengkapan Tapak……… 16

A. Sumber Air……… 16

B. Jalan Lingkungan……….. 16

C. Jarak Antar Bangunan…………... 17

D. Hidran Halaman……… 17

2.4.2.2 Sistem Proteksi Pasif……….. 21

A. Konstruksi Tahan Api…………... 22

B. Kompartemenisasi dan Pemisahan 23 2.4.2.3 Sistem Penyelamatan Jiwa………….. 24

A. Tangga Darurat………. 24

B. Pintu Darurat………. 25

C. Tanda Petunjuk Arah / Exit……... 26

D. Sarana Jalan Keluar / Koridor…... 28

E. Pencahayaan Darurat………. 29

F. Pengendalian Asap……… 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 33

3.1 Jenis Penelitian……….. 33

3.2 Variabel Penelitian……… 34

3.3 Populasi / Sampel……….. 36

3.4 Metoda Pengumpulan Data………... 36

3.5 Kawasan Penelitian………... 37

(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 44

4.1 Data Lokasi Penelitian……….. 44

4.2 Analisa Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional………….. 45

4.2.1 Tangga Darurat………. 45

4.2.2 Pintu Darurat………. 50

4.2.3 Pengendalian Asap……… 54

4.2.4 Sarana Jalan Keluar / Koridor………... 56

4.2.5 Tanda Petunjuk Arah / Exit……….. 58

4.2.6 Pencahayaan Darurat……… 59

4.3 Analisa Keandalan Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional……. 61

4.3.1 Kelengkapan Tapak………. 61

4.3.1.1 Sumber Air………..………… 61

4.3.1.2 Jalan Lingkungan………..…….. 63

4.3.1.3 Jarak Antar Bangunan………... 66

4.3.1.4 Hidran Halaman……….. 68

4.3.2 Sistem Penyelamatan Jiwa………... 69

4.3.2.1 Jalan Keluar………..………….. 69

4.3.2.2 Konstruksi Jalan Keluar……..……… 71

4.3.2.3 Landasan Helikopter………... 74

4.3.3 Sistem Proteksi Pasif………... 75

4.3.3.1 Konstruksi Tahan Api…..…………... 75

4.3.3.2 Kompartemenisasi...…………..……. 79

4.3.3.3 Perlindungan Bukaan………... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAMN……….. 86

5.1 Kesimpulan……… 86

5.2 Saran……….. 88

DAFTAR PUSTAKA………. 89

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Klasifikasi kebakaran………... 7

2.2 Jarak antar bangunan gedung………... 20

2.3 Jumlah pasokan air hidran halaman………... 21

2.4 Tipe minimum konstruksi ketahanan api pada kelas bangunan… 23 2.5 Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran atau atrium... 24

3.1 Kebutuhan data primer dan data sekunder………... 36

3.2 Tingkat penilaian audit kebakaran………... 42

4.1 Analisa tangga darurat………... 49

4.2 Analisa pintu darurat………... 52

4.3 Analisa pengendalian asap………... 55

4.4 Analisa jalan keluar/koridor………... 57

4.5 Analisa tanda petunjuk arah/EXIT………... 59

4.6 Analisa pencahayaan darurat………... 60

4.7 Analisa sumber air hotel Danau Toba Internasional………... 63

4.8 Analisa jalan lingkungan hotel Danau Toba Internasional.. ... 65

4.9 Analisa jarak antar bangunan hotel Danau Toba Internasional…. 67

4.10 Analisa hidran halaman hotel Danau Toba Internasional…... 68

4.11 Analisa jalan keluar hotel Danau Toba Internasional……... 70

4.12 Spesifikasi konstruksi jalan keluar………... 72

4.13 Analisa konstruksi jalan keluar hotel Danau Toba Internasional.. 73

4.14 Spesifikasi struktur bangunan hotel Danau Toba Internasional… 76 4.15 Ketahanan material terhadap api………... 77

4.16 Analisa konstruksi api struktur hotel Danau Toba Internasional... 78

4.17 Analisa kompartemenisasi hotel Danau Toba Internasional... 80

(15)

L.1 Bobot nilai sistem proteksi pasif………... 92

L.2 Bobot nilai sub komponen kelengkapan tapak…...………... 92

L.3 Bobot nilai sub komponen sarana penyelamatan...………... 92

L.4 Bobot nilai sub komponen sistem proteksi pasif…………... 93

L.5 Kebutuhan air untuk beberapa sektor………..…...………... 94

L.6 Standar kebutuhan air untuk beberapa sektor.…...………... 94

L.7 Perhitungan pembobotan komponen kelengkapan tapak…... 94

L.8 Perhitungan pembobotan komponen sarana penyelamatan... 95

L.9 Perhitungan pembobotan komponen sistem proteksi pasif... 95

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1 Kerangka Berpikir….………...………... 5

2.1 Posisi perkerasan pada rumah hunian.,………... 17

2.2 Perkerasan untuk keluar masuknya mobil pemadam kebakaran... 18

2.3 Posisi jack mobil pemadam kebakaran………... 19

2.4 Radius terluar untuk belokaan yang dapat dilalui………... 19

2.5 Ruang penampungan sementara / kompartemen………... 23

2.6 Pintu darurat………... 26

2.7 Standar ukuran tanda arah………... 27

2.8 Tanda arah dan Eksit………... 27

2.9 Lokasi pemasangan tanda EXIT pada pintu dan dinding……... 28

2.10 Lokasi pemasangan tanda arah EXIT pada koridor……... 28

2.11 Standar minimal tinggi ruangan………... 29

2.12 Identifikasi simbol lampu darurat………... 30

2.13 Lokasi pemasangan lampu darurat dalam ruangan……... 30

2.14 Tirai penghalang asap………... 31

2.15 Pengendalian asap pada bangunan tinggi………... 32

3.1 Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen yang dipengaruhi variabel mederator……... 35

3.2 Variabel penelitian………... 35

3.3 Peta lokasi penelitian………... 38

3.4 Batasan lokasi penelitian dan tampak bangunan hotel Danau Toba Internasional………... 39

3.5 Kondisi batasan lokasi penelitian………... 39

3.6 Site plan hotel Danau Toba Internasional………... 40

(17)

4.2 Perletakan tangga darurat pada lantai 1 bangunan utama hotel

Danau Toba Internasional dan eksit lantai 1……... 45

4.3 Penggunaan tangga darurat di bagian tengah bangunan... 46

4.4 Penzoningan tangga darurat pada lantai 2 bangunan utama hotel

Danau Toba Internasional dan eksit lantai 2... 47 4.5 Kondisi eksit hotel danau Toba Internasinal………... 48

4.6 Penzoningan tangga darurat pada lantai 3 - 10 bangunan utama

hotel Danau Toba Internasional………... 48

4.7 Ukuran tangga darurat sisi kiri (arah barat laut) dan tengah

bangunan………... 49

4.8 Letak pintu darurat pada ruang tangga darurat sisi kiri bangunan

dan dokumentasi foto pintu darurat…………... 50

4.9 Letak pintu darurat pada tangga darurat bagian tengah bangunan

di lantai 1 dan dokumentasi foto pintu darurat... 51

4.10 Letak pintu darurat pada tangga darurat bagian tengah bangunan

di lantai 3 dan dokumentasi foto pintu darurat………... 52

4.11 Atrium di sisi kiri bangunan dan atrium di sisi kanan bangunan... 55 4.12 Koridor/jalan keluar menuju tangga darurat…………... 57 4.13 Tanda petunjuk arah EXIT yang terdapat pada banguan hotel

Danau Toba Internasional………... 58 4.14 Lampu darurat yang terdapat pada banguan hotel Danau Toba

Internasional………... 60 4.15 Letak sumber air hotel Danau Toba Internasional……... 62 4.16 Skema sirkulasi air hotel Danau Toba Internasional…... 62

4.17 Jalan lingkungan untuk akses kendaraan kebakaran hotel Danau

Toba Internsaional………... 64 4.18 Kondisi jalan lingkungan akses kendaraan kebakaran hotel

Danau Toba Internsaional………...

64

4.19 Jarak bangunan hotel Danau Toba dengan bangunan sekitarnya.. 67 4.20 Diagram bobot penilaian kelengkapan tapak………... 69 4.21 Diagram bobot penilaian sarana penyelamatan………... 75 4.22 Diagram bobot penilaian sistem proteksi pasif…………... 84 4.23 Diagram nilai keandalan sistem proteksi pasif hotel Danau Toba

(18)

ABSTRAK

Setiap bangunan gedung diperlukan upaya untuk meminimalisasi terjadinya kebakaran yaitu dengan diterapkannya sistem proteksi kebakaran yang bekerja secara aktif maupun pasif. Penelitian ini hanya membahas sistem proteksi pasif yang lebih berperan dalam desain struktur dan arsitekturnya dibandingkan sistem proteksi aktif yang hanya berperan dalam memadamkan api. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan menganalisis datanya melalui analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan hasil fakta dari observasi, sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai keandalan sistem proteksi pasifnya berdasarkan Pustlibang 2005.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem proteksi pasif sesuai dengan standar yang berlaku dan mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif bangunan tersebut. Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan studi masih banyak yang tidak sesuai dengan aturan standar, akan tetapi keandalan sistem proteksi kebakaran pasif yang terdapat pada bangunan tersebut adalah 87,53% dan termasuk dalam klasifikasi baik.

(19)

ABSTRACK

Each building is necessary to minimize the occurrence of fires is with the application of fire protection systems that work actively or passively. This research was discusses only the passive protection system that is more instrumental in the design of the structure and architecture than active protection system which only plays a role in putting out the fire. This descriptive type of research is to analyze the data through qualitative and quantitative analysis. The qualitative analysis is done based on the facts of observation, whereas quantitative analysis is used to calculate the value of the reliability of passive protection system based on the Pustlibang 2005.

The purpose of this research is to identify the passive protection system in accordance with applicable standards and determine the level of reliability of passive protection system of the building. The results of this research it can be concluded that the passive protection system contained in the building studies is many that are not in accordance with the standard rules, but the reliability of passive fire protection systems contained in the building is 87.53% and is included in good classification.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran merupakan bencana yang dapat disebabkan oleh faktor manusia,

faktor teknis maupun faktor alam yang tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

Kebakaran disebabkan oleh api yang sulit dikendalikan sehingga dampak yang

ditimbulkan merupakan kerugian terhadap harta benda, jiwa manusia maupun

lingkungan sekitarnya.

Menurut SNI 03-3989-2000 menjelaskan bahwa potensi kebakaran pada

bangunan perhotelan termasuk dalam bahaya kebakaran ringan yang mempunyai

jumlah dan kemudahan terbakarnya rendah. Namun, pemakaian material pada

bangunan perhotelan terutama untuk interior bangunan menggunakan bahan yang

mudah terbakar dan penyalaraan api yang cepat seperti karpet, kayu, dll. Hal ini

menyangkut adanya sumber api, bahan yang mudah terbakar, tingkat kesulitan

dalam evakuasi penghuni bangunan dan masih banyak faktor lainnya yang dapat

menyebabkan tingginya tingkat resiko bahaya kebakaran.

Fungsi utama bangunan perhotelan adalah sebagai hunian tempat tinggal

sementara, dimana penghuni akan tidur untuk sebagian waktunya yang

dipergunakan dalam menghuni bangunan tersebut. Oleh karena itu, penghuni

mungkin tidak menyadari akan timbulnya api penyebab kebakaran dan mungkin

akan terjebak/tertahan sebelum penyelamatan dapat dilakukan. Pada hunian

tempat tinggal ini terdapat derajat bahaya tertentu yang diakibatkan oleh aktifitas

memasak dan derajat pengenalan terhadap lingkungan sekitar.

Selain itu, umumnya penghuni tidak familier terhadap lingkungannya

karena penghuni hanya tinggal untuk sementara waktu. Ketidakfamilieran

terhadap kondisi sekitarnya dan kemungkinan dalam keadaan tidur ketika

kebakaran terjadi menempatkan tamu hotel dalam bahaya/resiko tertentu.

(21)

mensyaratkan penyelamatan tamu hotel dengan melintasi koridor panjang yang

penuh dengan bahan pengekspos panas dan asap sungguh berbahaya bagi tamu

tersebut.

Tidak semua bangunan gedung memperhatikan sistem proteksi

kebakarannya, adapun beberapa bangunan hanya memasang alatnya sebagai

kesingnya tetapi alat tersebut tidak berfungsi/bekerja sesuai dengan fungsinya.

Oleh karena itu, setiap bangunan gedung maupun perhotelan diperlukan upaya

untuk menanggulangi/meminimalisasi terjadinya kebakaran dengan diterapkannya

sistem proteksi kebakaran yang bekerja secara aktif maupun pasif.

Pada saat terjadi keadaan darurat seperti kebakaran pada bangunan

perhotelan, hal yang menjadi prioritas utama untuk diselamatkan adalah nyawa

penghuni bangunan, sehingga sistem proteksi kebakaran sangat dibutuhkan

terutama sistem proteksi pasifnya. Sistem proteksi kebakaran secara aktif dan

pasif bekerja pada saat bersamaan, dimana sitem proteksi aktif bekerja untuk

mengetahui titik api dan memadamkan api dengan alat proteksinya sedangkan

sistem proteksi pasif lebih mengacu ke desain struktur dan arsitektur dalam

merancang struktur secara stabil terhadap ketahanan api dan dapat menghambat

penjalaran api/panas serta merancang dalam akses jalan keluar yang digunakan

untuk membantu penghuni keluar dari bangunan tersebut dengan selamat. Oleh

karena itu, penelitian ini hanya membahas sistem proteksi pasif yang lebih

berperan dalam desain struktur dan arsitektur bangunan dibandingkan sistem

(22)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan diatas, maka

rumusan permasalahan yang menjadi bahan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau

Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak?

2. Termasuk tingkat klasifikasi apakah keandalan sistem proteksi pasif yang

terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel

Danau Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak.

2. Untuk mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat

pada bangunan hotel Danau Toba Internasional.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak,

diantaranya :

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan

tentang bagaimana sistem proteksi bahaya kebakaran terhadap bangunan

perhotelan yang sesuai dengan aturan standar dan mengetahui bagaimana

cara menilai keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan

penelitian. Selain itu, penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam

mencapai gelar sarjana teknik jurusan arsitektur.

2. Bagi Perhotelan

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau

pertimbangan pada pihak perhotelan untuk mengetahui keadaan dan

(23)

1.5 Lingkup / Batasan Permasalahan

Lingkup yang menjadi batasan permasalahan dalam studi sistem proteksi

pasif kebakaran pada bangunan hotel Danau Toba Internasional adalah sebagai

berikut :

 Studi kasus bangunan yang diteliti berupa bangunan tinggi yang berlantai 10

lantai (medium rise building).

 Penulis tidak membahas mengenai sistem proteksi aktif yang terdapat pada

bangunan studi dan hanya membahas sistem proteksi pasif yang terdiri dari

kelengkapan tapak, sarana penyelamatan dan sistem proteksi pasif.

 Bangunan studi hotel Danau Toba Internasional terdiri dari 8 massa bangunan.

Dari delapan massa bangunan tersebut penulis hanya meneliti bangunan

utamanya yaitu hotel Danau Toba Internasional.

1.6 Kerangka Berpikir

Berikut penggambaran proses penelitian studi sistem proteksi pasif

kebakaran pada bangunan hotel Danau Toba Internasional dari tahap awal yaitu

(24)

Gambar 1.1 Kerangka berpikir METODE PENELITIAN  Hasil observasi dan wawancara.  Dokumentasi foto.

LATAR BELAKANG

Ketidakfamiliaran dan aktivitas penghuni hotel menempatkan penghuni dalam

resiko/ bahaya kebakaran tertentu. Oleh karena itu, studi sistem proteksi pasif lebih berperan dalam merancang struktur secara stabil terhadap ketahanan api dan dapat

menghambat penjalaran api/panas serta merancang dalam akses jalan keluar yang

digunakan untuk membantu penghuni keluar dari bangunan dengan selamat.

PERUMUSAN MASALAH

 Bagaimanakah sistem proteksi pasif yang terdapat pada banggunan hotel Danau Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak ?

 Termasuk tingkat klasifikasi apakah keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional ?

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengidentifikasi sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau

Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran

2.1.1 Defenisi Kebakaran

Menurut National Fire Protection Association (NFPA), kebakaran sebagai

peristiwa oksidasi dimana bertemunya tiga unsur yaitu bahan bakar yang dapat

terbakar, oksigen yang terdapat diudara dan panas yang dapat berakibat

menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian.

Menurut Perda DKI No 3 tahun1992, secara umum kebakaran adalah suatu

peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat

membahayakan keselamatan jiwa maupun harta benda.

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

kebakaran merupakan nyala api yang terjadi karena tiga unsur bertemu pada suatu

komposisi / waktu yang tidak dikehendaki dan bersifat merugikan.

2.1.2 Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran merupakan penggolongan atau pembagian jenis

kebakaran berdasarkan jenis bahan bakar yang terbakar. Pembagian atau

penggolongan ini bertujuan agar diperoleh kemudahan dalam menetukan cara

pemadamannya.

Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu kepada Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01/Men/1980 yang terdiri dari 4 kelas yaitu

kelas A,B,C, dan D, sedangkan menurut NFPA klasifiksi kebakaran terdapat 5

kelas yaitu A, B, C, D, dan K. adapun beberapa negara lainnya menetapkan

klasifikasi kebakaran dengan menambah jenis kelas E. Klasifikasi kebakaran

(26)

Tabel 2.1 Klasifikasi kebakaran

Kelas Kebakaran Pemadaman

Bahan bakar padat (bukan logam). Contoh : kertas, kayu, plasitik,dll.

Air, uap air, pasir, busa, CO2, serbuk kimia kering, cairan

Contoh : tembaga, besi, baja, dll.

Serbuk kimia sodium klorida, grafit

Bahan-Bahan Radioaktif <belum diketahui secara spesifik>

Lemak dan minyak masakan Cairan kimia, CO2

(Sumber :Kusdono Pringgodani, 2008)

2.1.3 Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran menurut Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

26/PRT/M/2008 adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial

dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan. Kebakaran yang terjadi sering

mengakibatkan kecelakaan yang berkelanjutan, adapun bahaya yang disebabkan

dari peristiwa kebakaran yang dihasilkan yaitu:

1. Bahaya Panas

Pada saat terjadinya kebakaran, panas yang ditimbulkan akan

mengalami perpindahan dengan berbagai cara yaitu:

a. Radiasi yaitu perpindahan panas yang memancar ke segala arah.

b. Konduksi yaitu perpindahan panas melalui benda logam (perambatan

panas).

c. Konveksi yaitu perpindahan panas yang menyebabkan perbedaan tekanan

(27)

d. Loncatan bunga api yaitu suatu reaksi antara energi panas dengan udara

(O2).

2. Bahaya Asap

Asap berasal dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari

bahan-bahan yang mengandung unsur karbon. Ketebalan asap tergantung dari jenis

bahan yang terbakar dan temperatur kebakaran tersebut.

3. Bahaya Ledakan

Bahaya ledakan dapat terjadi pada saat kebakaran. Jika di antara

bahan-bahan yang terbakar terdapat bahan-bahan yang mudah meledak, misalnya terdapat

tabung-tabung gas bertekanan, maka dapat terjadi ledakan.

4. Bahaya Gas

Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu

HCN, NO2, HCL dan lain-lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni

paru-paru dan menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan mata. Sedangkan

gas lain seperti CO2 dan H2S dapat mengurangi kadar oksigen di udara.

2.1.4 Klasifikasi Bahaya Kebakaran

Klasifikasi kebakaran adalah penggelompokan atau pembagian kebakaran

atas dasar jenis bahan bakarnya. Pengklasifikasian ini bertujuan untuk

memudahkan usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran. Menurut SNI

03-3989-2000 menjelaskan bahwa potensi bahaya kebakaran dapat dikelompokan

menjadi :

1. Bahaya kebakaran ringan

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan

terbakar rendah, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah

sehingga menjalarnya api lambat. Adapun jenis tempat kerja tersebut adalah

tempat ibadah, gedung/ruang perkantoran, gedung/ruang pendidkan,

gedung/ruang Rumah Sakit, gedung/ruang Perhotelan, gedung/ruang

(28)

2. Bahaya kebakaran sedang I

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan

terbakar rendah, penimbunan yang mudah terbakar sedang bahan dengan

tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan

panas sedang. Adapun bangunan tersebut adalah tempat parkir, pabrik

elektronik, pabrik roti, pabrik barang bekas, pabrik minuman, dsb.

3. Bahaya kebakaran sedang II

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan

terbakar sedang, menimbun bahan dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan

apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sehingga menjalarnya api sedang.

Adapun jenis bangunan tersebut adalah pabrik bahan makanan, percetakan

dan penerbitan, bengkel mesin, gedung perpustakan, pabrik barang keramik,

pabrik barang kulit, dsb.

4. Bahaya kebakaran sedang III

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan

terbakar tinggi, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi,

sehingga menjalarnya api cepat. Adapun jenis bangunan tersebut adalah

bengkel mobil, pabrik lilin, pabrik plastik, pabrik sabun, pabrik ban, dsb.

5. Bahaya kebakaran berat

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudian terbakar

tinggi, menyimpan bahan cair. Apabila terjadi kebakaran akan melepaskan

panas yang tinggi dan penjalaran api yang cepat. Yang termasuk dalam

kelompok ini adalah bangunan komersial dan bangunan industri seperti:

Pabrik kimia, Pabrik kembang api, pabrik cat, pabrik karet buatan, dsb.

2.2 Bangunan Gedung

2.2.1 Defenisi Bangunan Gedung

Bangunan Gedung menurut Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

45/PRT/M/2007 merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu

dengan tempat dan kedudukannya, Sebagian atau seluruhnya berada di atas dan

(29)

melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,

kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sedangkan

menurut UU No.28 Tahun 2002 bangunan gedung didefenisikan sebagai wujud

fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,

sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang

berfungsi sebgai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau

tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,

maupun kegiatan khusus.

2.2.2 Klasifikasi Bangunan Gedung

Klasifikasi Bangunan Gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan

gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan

teknisnya. Berdasarkan Keputusan Meteri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000,

tentang pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan

lingkungan membagi kelas bangunan menjadi beberapa kelas, yaitu:

1. Kelas 1 : Bangunan gedung hunian biasa

a. Kelas 1a : Bangunan hunian tunggal yang berupa satu rumah tinggal, dan

satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing

bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah

deret, rumah taman, unit town house,villa.

b. Kelas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan

luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang

secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain

atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

2. Kelas 2 : Bangunan gedung hunian yang terdiri dari 2 atau lebih unit hunian

yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3. Kelas 3 : Bangunan gedung hunian diluar bangunan gedung kelas 1 dan 2,

yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh

sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk:

a. Rumah asrama, rumah tamu, losmen

(30)

c. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah

d. Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak

e. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan

yang menampung karyawan-karyawannya.

4. Kelas 4 : Bangunan gedung hunian campuran merupakan tempat tinggal yang

berada didalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat

tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

5. Kelas 5 : Bangunan gedung kantor merupakan bangunan gedung yang

dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha professional, pengurusan

administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

6. Kelas 6 : Bangunan gedung perdagangan merupakan bangunan gedung toko

atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang

secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat,

termasuk:

a. Ruang makan, kafe, restoran

b. Ruang makan malam, bar, took atau kios sebagai bagian dari suatu hotel

c. Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum

d. Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

7. Kelas 7 : Bangunan gedung penyimpanan/gudang merupakan bangunan

gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk tempat parkir umum dan

gudang/tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.

8. Kelas 8 : Bangunan gedung laboratorium/industri/pabrik merupakan

bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk

tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan,

pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam

rangka perdagangan atau penjualan.

9. Kelas 9 : Bangunan gedung umum merupakan bangunan gedung yang

dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

a. Kelas 9a : Bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari

(31)

b. Kelas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium

atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan

peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap

bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.

10. Kelas 10 : Banguan gedung atau struktur yang bukan hunian

a. Kelas 10a : bangunan gedung bukan hunian yang merupakan garasi

pribadi, carport atau sejenisnya.

b. Kelas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding

penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang atau sejenisnya.

11. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus : bangunan gedung

atau bagian dari bangunan gedung yang tidak termasuk dalam klasifikasi

bangunan 1 s.d. 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan

klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.

12. Bangunan gedung yang penggunaannya insidentil : bagian bangunan gedung

yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan

pada bagian bangunan gedung lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang

sama dengan bangunan utamanya.

13. Klasifikasi jamak : bangunan gedung dengan klasifikasi jamak adalah bila

beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:

a. Bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10%

dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium,

klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya.

b. Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah.

c. Ruang-ruang pengelolah, ruang mesin, ruang boiler atau sejenisnya

(32)

2.3 Hotel

2.3.1 Defenisi Hotel

Pada abad ke-17 kata hotel berasal dari bahasa latin yaitu hospitium yang

artinya ruang tamu dan mengalami proses perubahan menjadi hostel yang artinya

tempat penampungan untuk pendatang atau bangunan penyedia tempat dan

makanan untuk umum. Lambat laun seiring dengan perkembangan zaman, kata

hostel tersebut berubah menjadi kata hotel seperti yang kita kenal.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi

(SK Menteri Parpostel) No : KM.94/HK.103/MPPT/1987 tentang Ketentuan

Usaha dan Penggolongan Hotel, Hotel merupakan suatu jenis akomodasi yang

mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa

pelayanan, penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum yang

dikelola secara komersial.

Menurut Prof. Fred Lawson (1976:27) hotel merupakan sarana tempat

tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan pelayanan jasa kamar,

penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat pembayaran.

Sedangkan menurut Prof. K. Krapf, hotel merupakan sebuah gedung/bangunan

untuk menyediakan penginapan, makanan dan pelayananan lainnya bagi mereka

yang mengadakan perjalanan.

Dari beberapa pengertian hotel tersebut dapat disimpulkan bahwa hotel

merupakan suatu bangunan yang menyediakan pelayanan penginapan dan

pelayanan lainnya bagi masyarakat umum serta dikelola secara komersial. Fungsi

utama dari bangunan hotel adalah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan

tamu sebagai tempat tinggal sementara seperti istirahat, tidur, mandi, makan,

minum, hiburan dan lain-lain. Namun dengan perkembangan dan kemajuan hotel

sekarang ini, fungsi hotel bertambah sebagai tujuan konferensi, seminar, lokal

karya, musyawarah nasional dan kegiatan sejenis lainnya yang menyediakan

(33)

2.3.2 Klasifikasi Hotel

Merupakan suatu sistem pengelompokan hotel-hotel ke dalam berbagai

kelas atau tingkatan, berdasarkan penilaian tertentu. Klasifikasi hotel dapat dibagi

menjadi beberapa faktor antara lain : berdasarkan harga jual, tipe tamu hotel,

sistem pengelompokan bintang, lama tamu menginap, lokasi, dan aktifitas tamu.

Menurut keputusan direktorat Jendral Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No

22/U/VI/1978, klasifikasi hotel dibedakan dengan menggunakan simbol bintang

yaitu hotel bintang satu sampai hotel bintang lima. Semakin banyak bintang yang

dimiliki suatu hotel, semakin berkualitas hotel tersebut.

Klasifikasi hotel berdasarkan lokasi dimana hotel tersebut dibangun adalah

sebagai berikut:

1. City Hotel

Hotel yang berlokasi di perkotaan, dimana sebagian besar diperuntukkan

bagi tamu yang melakukan kegiatan bisnis.

2. Urban Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah pinggiran kota besar yang jauh dari

keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha.

Disebut juga dengan residential hotel karena berlokasi di daerah-daerah

tenang yang di peruntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka

waktu lamu.

3. Sub Urban Hotel

Hotel yang berlokasi di pinggiran batas kota yang menghubungan satu

kota dengan kota besar lainnya seperti motel (motor hotel). Hotel ini

diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang

melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil

sendiri.

4. Resort Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah wisata dan menyediakan tempat-tempat

rekreasi, seperti di pegunungan (mountain hotel), di tepi pantai (beach hotel),

di tepi danau, dll. Hotel ini diperuntukkan bagi keluarga yang ingin

(34)

2.4 Sarana Proteksi Kebakaran

Pencegahan kebakaran adalah segala usaha yang dilakukan agar tidak terjadi

penyalaan api yang tidak terkendali. Penanggulangan kebakaran ialah segala

upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya

pengendalian, untuk memberantas kebakaran. Pencegahan dan penanggulangan

kebakaran disebut juga dengan proteksi kebakaran yaitu merupakan semua

tindakan yang berhubungan dengan pencegahan, pengamatan dan pemadaman

kebakaran dan meliputi perlindungan jiwa dan keselamatan manusia serta

perlindungan harta kekayaan.

Menurut peraturan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

26/PRT/M/2008, setiap bangunan gedung harus mempunyai pengelolaan proteksi

kebakaran untuk mencegah terjadinya penyalaran kebakaran ke ruangan ataupun

ke bangunan lainnya. Oleh karena itu, bangunan gedung perlu mengaturan

zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan

sistem proteksi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran ini terbagi atas 2 macam

yaitu sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana proteksi kebakaran pasif.

2.4.1 Sarana Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan sistem perlindungan terhadap

kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat

bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas

pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman, selain itu sistem

itu digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran (Perda DKI

Jakarta, 2008). Salah satu dari pelaksanaan pengamanan ini adalah melengkapi

gedung dengan sarana proteksi aktif yang terdiri dari : alarm (audible dan visible),

detektor (panas, asap, nyala), alat pemadam api ringan (APAR), hidran dan

(35)

2.4.2 Sarana Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem perlindungan terhadap

kebakaran yang dilakasanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen

bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur bangunan sehingga dapat

melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.

Sistem proteksi pasif berperan dalam pengaturan pemakaian bahan

bangunan dan interior bangunan dalam upaya menguranggi intensitas kebakaran

serta menunjang terhadap tersedianya sarana jalan keluar yang aman terhadap

kebakaran untuk melakukan proses evakuasi. Sistem proteksi pasif terdiri dari

kelengkapan tapak, sistem proteksi pasif dan sarana penyelamatan.

2.4.2.1 Kelengkapan Tapak

Kelengkapan tapak dapat didefenisikan sebagai kelengkapan komponen dan

tata letak bangunan terhadap lingkungan sekitar dikaitkan dengan bahaya

kebakaran dan upaya pemadaman. Komponen kelengkapan tapak meliputi sumber

air, jalan lingkungan, jarak antar bangunan dan hidran halaman (Kepmen PU

No.10/KPTS/2000)

A. Sumber air

Sumber air merupakan sumber yang meyediakan pasokan air yang akan

dipergunakan sebagai media pemadaman kebakaran pada bangunan gedung.

Menurut Kepmen PU No.02/KPTS/1985 bahwa sumber air lingkungan dapat

berupa sumur arthesis, reservoir/tangki penampungan air untuk kebakaran.

Sumber air dilingkungan memiliki peran penting dalam upaya

penanggulangan dan pemadaman kebakaran.

B. Jalan lingkungan

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan

memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan

gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan pekerasan agar dapat dilalui

oleh kendaraan pemadam kebakaran (peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No.26/PRT/M/2008).Jalan Akses Pemadam Kebakaran yang dipersyaratkan

(36)

1. Jalan akses pemadam kebakaran yang telah disetujui harus disediakan

pada setiap fasilitas, bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung

setelah selesai dibangun atau direlokasi.

2. Jalan akses pemadam kebakaran meliputi jalan kendaraan, jalan untuk

pemadam kebakaran, jalan ke tempat parkir, atau kombinasi jalan-jalan

tersebut.

Di setiap bagian dari bangunan gedung hunian di mana ketinggian lantai

hunian tertinggi diukur dari rata-rata tanah tidak melebihi 10 meter, maka

tidak dipersyaratkan adanya lapis perkerasan, kecuali diperlukan area

operasional dengan lebar 4 meter sepanjang sisi bangunan gedung tempat

bukaan akses diletakkan, asalkan ruangan operasional tersebut dapat dicapai

pada jarak 45 meter dari jalur masuk mobil pemadam kebakaran.

Gambar 2.1 Posisi perkerasan pada rumah hunian.

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

Dalam tiap bagian dari bangunan gedung (selain bangunan gedung kelas

1, 2 dan 3), perkerasan harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat

langsung mencapai bukaan akses pemadam kebakaran pada bangunan

gedung.

Perkerasan tersebut harus dapat mengakomodasi jalan masuk dan

manuver mobil pemadam, snorkel, mobil pompa dan mobil tangga dan

(37)

1. Lebar minimum lapis perkerasan 6 meter dan panjang minimum 15

meter. Bagian-bagian lain dari jalur masuk yang digunakan untuk lewat

mobil pemadam kebakaran lebarnya tidak boleh kurang dari 4 meter.

Gambar 2.2 Perkerasan untuk keluar masuknya mobil pemadam kebakaran

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

2. Lapis perkerasan harus ditempatkan sedemikian agar tepi terdekat tidak

boleh kurang dari 2 meter atau lebih dari 10 meter dari pusat posisi akses

pemadam kebakaran diukur secara horizontal.

3. Lapis perkerasan harus dibuat sedatar mungkin dengan kemiringan tidak

boleh lebih dari 1 : 8,3.

4. Jalan umum boleh digunakan sebagai lapisan perkerasan asalkan lokasi

jalan tersebut sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan akses

pemadam kebakaran.

5. Lapis perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian

lain bangunan gedung, pepohonan, tanaman atau lain tidak boleh

menghambat jalur antara perkerasan dengan bukaan akses pemadam

kebakaran.

6. Lapis perkerasan harus dibuat dari metal, paving blok, atau lapisan yang

diperkuat agar dapat menyangga beban peralatan pemadam kebakaran.

Persyaratan perkerasan untuk melayani bangunan gedung yang

ketinggian lantai huniannya melebihi 24 meter harus dikonstruksi untuk

menahan beban statis mobil pemadam kebakaran seberat 44 ton dengan

(38)

Gambar 2.3 Posisi jack mobil pemadam kebakaran

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

7. Lapis perkerasan dan jalur akses tidak boleh melebihi 46 m dan bila

melebihi 46 m harus diberi fasilitas belokan.

8. Radius terluar dari belokan pada jalur masuk tidak boleh kurang dari 10,5

m dan harus memenuhi persyaratan.

Gambar 2.4 Radius terluar untuk belokaan yang dapat dilalui

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

9. Tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk mobil

pemadam minimum 4,5 meter untuk dapat dilalui peralatan

(39)

C. Jarak antar bangunan

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, maka harus

ditentukan jarak minimum antar bangunan gedung. Jarak minimum antar

bangunan gedung tersebut tidak dimaksudkan untuk menentukan garis

sempadan bangunan gedung. Ketentuan jarak minimum menurut peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 2.2 Jarak antar bangunan gedung

No. Tinggi Bangunan Gedung (m)

Jarak Minimum Antar Bangunan Gedung (m)

1 < 8 3

2 < 14 <6

3 < 40 < 8

4 >40 > 8

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008)

D. Hidran halaman

Hidran halaman adalah hidran yang terletak diluar bangunan/gedung

pada lokasi yang aman dari api dan penyaluran pasokan api kedalam

bangunan dilakukan melalui katup “Siamese”. Untuk menentukan jumlah dan

titik hidran halaman menggunakan acuan SNI 03-1735-2000 yaitu :

a) Tiap bagian dari jalur akses mobil pemadam di lahan bangunan harus

dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota yang

memenuhi persyaratan tersebut tidak tersedia, maka harus disediakan

hidran halaman.

b) Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka

hidran-hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil

pemadam sedemikian hingga tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam

(40)

c) Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 2400

liter/menit pada tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal

selama 45 menit.

d) Jumlah pasokan air untuk hidran halaman yang dibutuhkan ditunjukkan

pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Jumlah pasokan air hidran halaman

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

2.4.2.2 Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi pasif dapat didefenisikan sebagai sistem perlindungan

terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan tehadap

komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur, sehingga dapat

melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran

(Kepmen PU No. 10/KPTS/2000). Perencanaan struktur berkaitan dengan

kemampuan bangunan untuk tetap stabil pada saat terjadi kebakaran, sedangkan

perencanaan konstruksi berkaitan dengan jenis material yang digunakan. Material

yang mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap api, maka akan lebih baik

pula terhadap pencegahan penjalaran api, pengisolasian serta memberi waktu yang

cukup untuk pengevakuasian penghuni. Sistem proteksi pasif terdiri dari

(41)

A. Konstruksi Tahan Api

Bahan bangunan yang digunakan untuk unsur bangunan harus memenuhi

persyaratan pengujian sifat bakar dan sifat penjalaran api pada permukaan

sesuai ketentuan yang berlaku tentang bahan bangunan. Bahan bangunan

yang dibentuk menjadi komponen bangunan (dinding, kolom dan balok)

harus memenuhi persyaratan pengujian sifat ketahanan api yang dinyatakan

dalam waktu (30, 60, 120, 180, 240) menit. Hal yang harus diperhatikan

adalah pemilihan material bangunan yang memperhatikan sifat penjalaran dan

penyebaran material, kemampuan terbakarnya suatu material dan sifat

penyalaan material bila terbakar. Selain itu, harus memmpunyai kemampuan

struktur dari komponen-komponen struktur seperti rangka atap, lantai, kolom

dan balok (tulang-tulang kekuatan pada bangunan). Perencanaan yang

optimal dari hal tersebut adalah untuk menimalkan kerusakan pada bangunan,

mencegah penjalaran kebakaran dan melindungi penghuni yaitu dengan

memberikan waktu yang cukup dalam melakukan evakuasi.

Menurut SNI 03-1736-2000, ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga)

tipe konstruksi, yaitu:

1. Tipe A

Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu

menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini

terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah

penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang

mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang

bersebelahan.

2. Tipe B

Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api

mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di

dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran

(42)

3. Tipe C

Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang

dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara

struktural terhadap kebakaran.

Minimum tipe konstruksi tahan api dari suatu bangunan harus sesuai

dengan jumlah lantai dan tipe konstruksi sesuai dengan tabel berikut:

Tabel 2.4 Tipe minimum konstruksi ketahanan api pada kelas bangunan

(Sumber : SNI 03-1736-2000)

B. Kompartemenisasi dan Pemisahan

Kompartemen adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran

dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai, kolom, balok yang tahan

terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan gedung

(Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008). Kompartemen

merupakan konsep yang penting dalam usaha penyelamatan manusia dalam

menghadapi bhaya kebakaran. Gagasan dasarnya adalah menahan dan

membatasi penjalaran api agar dapat melindungi penghuni dan barang-barang

dalam bangunan untuk tidak langsung bersentuhan dengan sumber api. Pada

bangunan tinggi, dimana mengevakuasi seluruh orang dalam gedung dengan

cepat adalah suatu hal yang mustahil, kompartemen dapat menyediakan

penampungan sementara bagi penghuni atau pengguna bangunan untuk

menunggu sampai api dipadamkan atau jalur menuju pintu keluar sudah

aman.

Gambar 2.5 Ruang penampungan sementara / kompartemen

(43)

Menurut SNI 03-1736-2000, ukuran dari setiap kompartemen kebakaran

atau atrium bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 harus tidak melebihi luasan lantai

maksimum atau volume maksimum seperti ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.5 Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran atau atrium

(Sumber : SNI 03-1736-2000)

Bagian dari bangunan yang hanya terdiri dari peralatan pendingin udara,

ventilasi, atau peralatan lif, tangki air atau unit-unit utilitas sejenis, tidak

diperhitungkan sebagai daerah luasan lantai atau volume dari kompartemen

atau atrium, bila sarana itu diletakkan pada puncak bangunan.

2.4.2.3 Sarana Penyelamatan Jiwa

Menurut Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008, setiap bangunan gedung

harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni

bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk meyelamatkan diri dengan

aman tanpa terlambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Sarana

penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni

maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia

maupun harta benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan

lingkungan. Adapun tujuan dari sarana penyelamtan adalah untuk mencegah

terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat

keadaan darurat. Sarana penyelamatan jiwa terdiri dari tangga darurat, pintu

darurat, tanda petunjuk arah, saran jalan keluar, penerangan darurat, dan

pengendaliaan asap.

A. Tangga Darurat

Merupakan tempat yang paling aman untuk evakuasi penghuni dan harus

bebas dari gas panas dan gas beracun. Oleh sebab itu tangga darurat harus

direncanakan khusus untuk penyelamtan bila terjadi kebakaran. Berikut ini

syarat perencanaan tangga darurat menurut peraturan Menteri Pekerjaan

(44)

a) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus

mempunyai tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak

maksimum 30 m (bila menggunakan sprinkler jarak bisa 1,5 kali yaitu

45m).

b) Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu tahan api,

minimum 2 jam, dengan arah pembukaan ke tangga dan dapat menutup

secara otomatis dan dilengkapi kipas penekan/pendorong udara yang

dipasang diatas udara pendorong akan keluar melalui grill disetiap lantai

yang terdapat di dinding tangga darurat dekat pintu darurat untuk

memberi tekanan positif.

c) Tangga darurat/penyelamatan yang terletak di dalam bangunan harus

dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan bebas asap,

pencapaian mudah, serta jarak pencapaian maksimum 45 m dan minimal

9 m.

d) Lebar tangga darurat/penyelamatan minimum adalah 1,20 m.

e) Tangga darurat/penyelamatan tidak boleh berbentuk tangga melingkar

vertikal, exit pada lantai dasar langsung kearah luar.

B. Pintu Darurat

Pintu darurat atau pintu kebakaran merupakan pintu yang langsung

menuju tangga kebakaran dan hanya digunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia apabila terjadi kebakaran. Menurut NFPA

101, pint darurat tidak boleh terhalang dan tidak boleh terkunci serta harus

berhubungan langsung dengan jalan penghubung, tangga atau halaman luar.

Daun pintu darurat ini harus membuka keluar dan jika tertutup maka tidak

bisa dibuka dari luar (self closing door).

Berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi menurut peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 dan SNI 03-1746-200 yaitu :

a) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus

(45)

b) Lebar pintu darurat minimum 100 cm dan dilengkapi dengan tuas atau

tungkai pembuka pintu yang berada diluar ruang tangga (kecuali tangga

yang berada di lantai dasar, berada di dalam ruang tangga).

c) Jarak pintu darurat maksimum dalam radius/jarak capai 25 meter dari

setiap titik posisi orang dalam satu blok bangunan gedung.

d) Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam.

e) Pintu harus dilengkapi dengan alat penutup otomatis, tanda peringatan

(TANGGA DARURAT–TUTUP KEMBALI), dicat dengan warna merah

dan dilengkapi dengan minimal tiga engsel.

f) Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api minimal 1m2 dan diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu.

Gambar 2.6 Pintu darurat

(Sumber : Juwana, Jimmy S, 2005)

C. Tanda Penunjuk Arah / EXIT

Tanda keluar atau panah penunjuk arah harus ditempatkan pada

persimpangan koridor, jalan ke luar menuju ruang tangga darurat, balkon atau

teras dan pintu menuju tangga darurat. Tanda jalan keluar yang jelas akan

memudahkan dan mempercepat proses evakuasi karena menghilangkan

keraguaan penghuni gedung pada saat terjadinya peristiwa kebakaran (NFPA

101)

Ukuran tanda arah yang bertuliskan “EKSIT’ atau kata lain yang cocok, dengan huruf yang mudah dilihat, tingginya minimal 15 cm, tebal huruf minimal 2 cm. Kata “EKSIT” harus mempunyai lebar huruf minimal 5 cm kecuali huruf “I” dan jarak minimum antar huruf minimum 1 cm. Tanda arah yang lebih besar dibuat dengan lebar, tebal dan jarak huruf yang proportional

(46)

Gambar 2.7 Standar ukuran tanda arah.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

Tanda arah yang diterangi dari dalam memiliki kondisi pencahayaan

normal (300 Lux) dan darurat (10 Lux) dengan jarak baca minimum 30

m.Tanda arah yang diterangi dari luar tingkat pencahayaannya harus minimal

50 Lux dan perbandingan kontrasnya minimal 0,5.

Indikator arah harus ditempatkan di luar tulisan “EKSIT (EXIT)”,minimal 1 cm dari setiap huruf, dan harus dimungkinkan menyatu atau terpisah dari papan tanda arah. Harus terlihat sebagai tanda arah pada

jarak minimum 12 m pada tingkat pencahayaan rata-rata 300 Lux dalam

kondisi normal dan 10 Lux dalam kondisi darurat di lantai.

Gambar 2.8 Tanda arah dan Eksit.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

Lokasi Pemasangan tanda petunjuk menurut SNI 03-6574-2001 adalah :

1. Arah menuju tempat yang aman harus diberi tanda arah dengan tanda

arah yang disetujui, di lokasi yang mudah dibaca dari segala arah jalan.

(47)

Gambar 2.9 Lokasi pemasangan tanda EXIT pada pintu dan dinding.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

3. Jalan masuk ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang

mudah dibaca dari semua arah, bila jalan menuju tempat tersebut tidak

mudah terlihat oleh penghuninya.

Gambar 2.10 Lokasi pemasangan tanda arah EXIT pada koridor.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

D. Sarana Jalan Keluar / Koridor

Sarana jalan keluar adalah jalan yang tidak terputus atau terhalang

menuju jalan umum, termasuk didalamnya pintu penghubung, jalan

penghubung, ruangan penghubung, tangga terlindung, tangga kedap asap,

pintu jalan keluar dan halaman luar.Sedangkan jalan keluar adalah jalan yang

diamankan dari ancaman bahaya kebakaran dengan dinding, lantai, plafon

(48)

Sarana jalan keluar menurut SNI 03-1746-2000 harus dirancang untuk

mendapatkan tinggi ruangan minimal 2,3 m (7 ft, 6 inci) dengan bagian

tojolan dari langit-langit sedikitnya 2 m (6 ft, 8 inci) tinggi nominal di atas

lantai finishing. Tinggi ruangan diatas tangga harus minimal 2 m (6 ft, 8 inci)

dan harus diukur vertikal dari ujung anak tangga ke bidang sejajar dengan

kemiringan tangga.

Gambar 2.11 Standar minimal tinggi ruangan.

(Sumber : SNI 03-1746-2000)

Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 / PRT / M /

2008, sarana jalan keluar harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

a) Lebar koridor bersih minimum 1,80 m.

b) Koridor harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk yang menunjukan

arah ke pintu darurat atau arah keluar.

c) Koridor harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu

kelancaran evakuasi.

d) Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu darurat atau arah keluar yang

terdekat tidak boleh lebih dari 25 m.

e) Panjang gang buntu maksimal 15 m apabila dilengkapi dengan sprinkler

dan 9 m tanpa sprinkler.

E. Pencahayaan Darurat

Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus

menyala selama penghuni membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan

buatan yang dioperasikan sebagai pencahayaan darurat dipasang pada

tempat-tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan untuk

(49)

Ketentuan teknis menurut SNI 03-6574-2001 adalah setiap lampu darurat

harus bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang

cukup untuk evakuasi yang aman (minimal 10 Lux di ukur pada lantai). Jika

mempunyai sistem terpusat, satu daya cadangan dan kontrol otomatisnya

harus dilindungi dari kerusakan karena api dengan konstruksi penutup yang

mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) tidak kurang dari 1 jam. Lampu

darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku.

Identifikasi lampu darurat menurut SNI 03-6574-2001 adalah :

a) Diameter simbol minimum 10 mm.

b) Simbol harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

c) Simbol tidak boleh diletakkan pada diffuser lampu darurat atau tutup

plafon yang dapat dibuka.

Gambar 2.12 Identifikasi simbol lampu darurat.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

Lokasi pemasangan pencahayaan darurat sesuai dengan standar adalah

sebagai berikut:

1. Lampu darurat dipasang pada tangga-tangga, gang, koridor, ram, lif,

jalan lorong menuju tempat aman, dan jalur menuju jalan umum.

2. Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak

langsung dari titik masuk gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter.

Gambar 2.13 Lokasi pemasangan lampu darurat dalam ruangan.

(50)

Jangka waktu uji fungsi peralatan lampu darurat yang menggunakan

sistem tenaga batterai harus dilakukan pada setiap 30 hari, selama 30 detik.

Uji tahunan harus dilakukan dengan waktu uji selama 1½ jam. Peralatan

harus beroperasi penuh selama jangka waktu pengujian.

F. Pengendalian Asap

Perambatan asap disebabkan oleh perbedaan tekanan karena adanya

perbedaan suhu ruangan dan dampak timbunan asap yang mencari jalan

keluar. Asap dapat tersedot melalui lubang vertikal pada bangunan seperti

ruang tangga, shaft, atau atrium dan menjalar secara horizontal. Perambatan

asap dapat menyebabkan terjadinya pemanasan lebih awal sebelum api

menjalar ke tempat itu sehingga memicu timbulnya titik api baru. Selain itu,

asap yang ditimbulkan menghalangi petugas pemadam kebakaran dalam

menemukan titik permasalahannya.

Pengendalian asap dapat dilakukan dengan beberapa cara (Depnaker ILO

1987) yaitu:

1. Melemahkan (dilution) yaitu dengan cara memberikan ventilasi untuk

memasukan udara segar dari luar dan memberikan saluran asap. Jendela

dan pintu yang dapat dibuka sebanding dengan 10% luas lantai.

2. Menghabiskan (exhaust) yaitu memberikan peralatan mekanis untuk

mengendorkan/menyedot asap dan terintegrasi dengan sistem tata udara.

3. Membatasi yaitu memasang sarana penghambat asap untuk mencegah

menjalarnya asap ke suatu daerah.

Gambar 2.14 Tirai penghalang asap

Gambar

Gambar 2.1     Posisi perkerasan pada rumah hunian.
Gambar 2.3     Posisi jack mobil pemadam kebakaran  (Sumber : SNI 03-1735-2000)
Tabel 2.2     Jarak antar bangunan gedung
Tabel 2.3     Jumlah pasokan air hidran halaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang sesuai dengan tingkat proteksi Sistem Proteksi Petir (SPP) yang dipilih. b) Metode bola bergulir (rolling sphere method) cocok untuk bentuk bangunan. gedung yang rumit.

Tugas akhir dengan topik Studi Faktor Pencegahan terhadap Resiko Kebakaran pada Bangunan Hotel-hotel di Yogyakarta ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

Penyediaan air panas dan sistem pemeliharaan plambing air panas yang dilakukan di Hotel Panghegar ini sudah cukup baik, karena ada banyak hal yang sesuai dengan prosedur dan

Dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

Data primer diperoleh dengan cara memeriksa dan mencatat kondisi nyata dari sistem proteksi kebakaran yang ada, baik di dalam maupun di luar gedung hotel, yang

Sistem proteksi kebakaran pada bangunan dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan

Berikut ini akan dibahas hasil penelitian mengenai sistem proteksi kebakaran pada gedung utama kantor Bupati Indragiri Hilir, yang meliputi empat komponen yaitu :

Alasan mengapa pada bangunan konservasi komersi Pasar Johar tidak diberi jalur evakuasi Tujuan pada penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa sistem proteksi