• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN BANGUNAN (Studi Kasus: Millennium ICT Centre)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN BANGUNAN (Studi Kasus: Millennium ICT Centre)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN BANGUNAN

(Studi Kasus: Millennium ICT Centre)

SKRIPSI

OLEH STEPHANIE

130406032

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN BANGUNAN

(Studi Kasus: Millennium ICT Centre)

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH STEPHANIE

130406032

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

PERNYATAAN

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN BANGUNAN (Studi Kasus: Millennium ICT Centre)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 26 Juli 2017 Penulis,

Stephanie

(4)

Judul Skripsi :EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN (Studi Kasus: Millennium ICT Centre) Nama Mahasiswa : Stephanie

Nomor Pokok : 130406032 Departemen : Arsitektur

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Ir. N. Vinky Rahman, MT.

NIP 196606221997021001

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

Dr.Ir.Dwira Nirfalini Aulia M.Sc Dr.Ir.Dwira Nirfalini Aulia M.Sc NIP 19630716199802001 NIP 19630716199802001

(5)

Tanggal lulus: 26 Juli 2017

Telah diuji pada Tanggal: 26 Juli 2017

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. N. Vinky Rahman, MT.

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Novrial, M.Eng.

2. Agus Jhonson H. Sitorus, ST.,

(6)

SURAT HASIL PENILAIAN SKRIPSI

Nama : Stephanie

NIM : 130406032

Judul Skripsi : Evaluasi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Bangunan (Studi Kasus:

Millennium ICT Centre) Rekapitulasi Nilai :

A B + B C + C D E

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan:

No. Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing

Koordinator Skripsi

1 Lulus Langsung 2 Lulus Melengkapi 3 Perbaiki Tanpa Sidang 4 Perbaiki dengan Sidang 5 Tidak Lulus

Medan, 26 Juli 2017 Koordinator Skripsi Ketua Departemen Arsitektur

Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc.

NIP 19630716199802001 NIP 19630716199802001

(7)

ABSTRAK

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN BANGUNAN (Studi Kasus: Millennium ICT Centre)

Sistem proteksi pasif kebakaran adalah suatu sistem yang merujuk pada desain bangunan, baik dari segi arsitektural maupun struktural. Sistem ini biasanya terdiri dari perlindungan struktural yang melindungi struktur bangunan dan mencegah penjalaran api serta memfasilitasi proses evakuasi jika terjadi kebakaran. Millennium ICT Centre adalah pusat perbelanjaan elektronik terbesar di kota Medan, Indonesia. Sebagai bangunan publik yang mewadahi orang banyak, bangunan ini membutuhkan sistem proteksi kebakaran yang sesuai dengan standar. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara mengevaluasi sistem proteksi pasif kebakaran bangunan dengan studi kasus Millennium ICT Centre. Penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan fakta- fakta bangunan serta melakukan observasi langsung di lokasi penelitian. Data-data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dan bantuan software Expert Choice dalam proses pembobotan sistem proteksi pasif kebakaran bangunan. Hasil penelitian sistem proteksi pasif kebakaran bangunan Millennium ICT Centre adalah 2.952 dari nilai total 4, yang dikategorikan cukup baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terdapat beberapa komponen sistem proteksi pasif kebakaran pada bangunan, namun beberapa komponen masih belum memenuhi persyaratan.

Kata kunci: kebakaran, sistem proteksi, bangunan

(8)

ABSTRACT

PASSIVE FIRE BUILDING PROTECTION SYSTEM EVALUATION (Case Study: Millennium ICT Centre)

Passive fire protection system is a system which refers to the building design, both regarding of architecture and structure. It usually consists of structural protection that protects the building and prevents the spread of fire and facilitate the evacuation process in case of fire. Millennium ICT Center is the biggest electronic shopping center in Medan, Indonesia. As a public building that accommodates the crowd, this building needs a fire protection system by the standards. Therefore, the purpose of this study is to know how to evaluate passive fire protection system in a building with case study Millennium ICT Center building. The study was conducted to describe the facts of the building as well as direct observation to the research location. The collected data is then processed using the AHP (Analytical Hierarchy Process) method with the help of Expert Choice Software in its weightings process to obtain the reliability value of passive fire protection fire system. The result of the evaluation of passive fire protection system of Millennium ICT Center is 2,952 from the total 4, and is categorized as averagely good. It showed that there are some components of passive fire protection system in the building, but some are still unqualified.

Keywords: fire, protection system, building

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatakan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatnya skripsi sarjana yang berjudul “Evaluasi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Bangunan (Studi Kasus: Millennium ICT Centre)” dapat diselesaikan. Skripsi ini adalah bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan demi memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu (S – 1) di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT. selaku dosen pembimbing Skripsi serta SPLB 2 penulis, beliau selalu memberikan bimbingan, dukungan, dan pembelajaran yang sangat dibutuhkan penulis.

2. Bapak Ir. Novrial, M.Eng. dan bapak Agus Jhonson H. Sitorus, ST., MT. selaku dosen penguji yang telah memberikan penulis banyak masukan dan bimbingan.

3. Ibu Ir.Dwira Nirfalini Aulia, MSc. PhD. IPM sebagai Koordinator Skripsi serta Ketua Jurusan Arsitketur dan ibu Beny.O.Y Marpaung, ST, MT, PhD sebagai Sekretaris Jurusan Arsitektur.

4. Bapak dan Ibu dosen serta staff Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu serta bantuan selama proses perkuliahan.

5. Bapak Sumargo dan pihak management Millennium ICT Centre yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis dalam proses pengumpulan data dan penelitian.

6. Orangtua dan keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat serta dukungan yang luar biasa besarnya bagi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Sahabat CCB 2013 yang selalu setia menemani penulis dalam keadaan suka maupun duka sejak awal masuk perkuliahan sampai sekarang ini.

8. Adik-adik SNG yang selalu menemani penulis, menjadi go-food pribadi penulis dan selalu setia memberikan dukungan serta bantuan dikala dibutuhka

(10)

9. Teman-teman J-Corporation yang membuat hari-hari penulis penuh dengan canda dan tawa, walaupun sebenarnya lebih banyak dukanya karena hinaan yang mereka berikan.

10. 7 ciwik-ciwik tersayang, Jovita, Fitra, Angelica, Angie, Thivella, Vivian, dan Annora yang telah menemani penulis dalam 10 tahun terakhir dan membuat hidup ini terasa lebih indah.

11. Keluarga se-dhamma KMB USU, khususnya S.H.I.E.L.D. yang membuat hari-hari penulis semasa perkuliahan lebih berwarna dan menyenangkan.

12. Semua teman-teman SPLB 2 TA 2016/2017 khususnya teman -teman kelompok Samosir, Narosu, Febriandy, dan Tomy yang telah melewati suka duka penelitian bersama sejak SPLB 1.

13. Semua teman-teman angkatan 2013 yang telah melewati suka duka bersama, dari awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi.

14. Para senior Arsitektur USU, khususnya senior CCB yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu namanya, yang telah memberikan pembelajaran baru dan membantu penulis semasa perkuliahan di Arsitektur USU.

Penulis sungguh menyadari bahwa tugas akhir ini mungkin masih mempunyai banyak kekurangan. Karena itu penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Penulis berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, Agustus 2017 Hormat saya,

STEPHANIE

130406032

(11)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR TABEL ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

1.6. Kerangka Berpikir... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran ... 5

2.1.1. Pengertian Kebakaran ... 5

2.1.2. Teori Api ... 5

2.1.3. Klasifikasi Kebakaran ... 7

2.1.4. Penyebab Kebakaran ... 7

2.1.5. Bahaya Kebakaran ... 8

2.1.6. Penanggulangan Kebakaran ... 10

2.2. Bangunan Gedung... 10

2.2.1. Pengertian Bangunan Gedung ... 10

2.2.2. Klasifikasi Bangunan Gedung ... 10

2.3. Mall ... 13

2.3.1. Pengertian Mall ... 13

2.3.2. Klasifikasi Mall ... 13

2.4. Sistem Proteksi Kebakaran ... 14

2.4.1. Sistem Proteksi Aktif ... 15

2.4.2. Sistem Proteksi Pasif ... 15

2.4.2.1. Konstruksi Tahan Api ... 16

2.4.2.2. Kompartemenisasi dan Pemisahan ... 17

2.4.3. Sarana Penyelamatan Jiwa ... 18

2.4.3.1. Tangga Darurat ... 18

2.4.3.2. Pintu Darurat ... 19

2.4.3.3. Tanda Petunjuk Arah Jalan Keluar ... 20

2.4.3.4. Sarana Jalan Keluar (Koridor) ... 21

2.4.3.5. Penerangan Darurat ... 22

2.4.3.6. Site (Jalan Lingkungan) ... 22

2.4. Metode AHP ... 22

(12)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Variabel Penelitian ... 24

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

3.4. Kawasan Penelitian ... 25

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 25

3.6. Metode Analisis Data... 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Lokasi Penelitian ... 30

4.2. Analisa Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Millennium ICT Centre ... 37

4.2.1. Tangga Darurat ... 37

4.2.2. Pintu Darurat ... 39

4.2.3. Signboard ... 40

4.2.4. Sarana Jalan Keluar (Koridor) ... 41

4.2.5. Site (Jalan Lingkungan) ... 43

4.2.6. Penerangan Darurat ... 44

4.2.7. Konstruksi Tahan Api ... 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 50

5.2. Rekomendasi ... 51

5.3. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(13)

iii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Fire Triangle ... 6

Gambar 2.2. Desain Pintu Darurat ... 20

Gambar 2.3. Standar Ukuran Tanda Arah ... 21

Gambar 3.1. Peta Lokasi Millennium ICT Center ... 25

Gambar 3.2. Bangunan Millennium ICT Centre ... 25

Gambar 3.3. Bobot Tiap elemen ... 27

Gambar 3.4. Bobot Tiap Kriteria ... 27

Gambar 3.5. Kerangka Kerja Metode AHP ... 29

Gambar 4.1. Millennium ICT Centre... 30

Gambar 4.2. Denah Lantai 1 Millennium ICT Centre ... 31

Gambar 4.3. Denah Lantai 2 Millennium ICT Centre ... 32

Gambar 4.4. Denah Lantai 3 Millennium ICT Centre ... 33

Gambar 4.5. Denah Lantai 4 Millennium ICT Centre ... 34

Gambar 4.6. Denah Lantai 5 Millennium ICT Centre ... 35

Gambar 4.7. Denah Lantai 6 Millennium ICT Centre ... 36

Gambar 4.8. Exit Lantai Dasar Millennium ICT Centre & Tangga Darurat ... 37

Gambar 4.9. Tangga Darurat Eksisting Bangunan Millennium ICT Centre ... 37

Gambar 4.10. Pintu Darurat Eksisting Millennium ICT Centre ... 39

Gambar 4.11. Tanda Penunjuk Arah Eksisting Millennium ICT Centre ... 41

Gambar 4.12. Koridor Bangunan Millennium ICT Centre ... 42

Gambar 4.13. Akses Jalan Pada Site... 43

Gambar 5.1. Contoh Desain Pintu Darurat yang Direkomendasikan ... 51

Gambar 5.2. Contoh Desain Koridor Mall yang Direkomendasikan ... 52

Gambar 5.3. Contoh Detail Tangga Darurat yang Direkomendasikan ... 52

Gambar 5.4. Rencana Tangga Darurat Lantai 1 Millennium ICT Centre ... 53

Gambar 5.5. Rencana Tangga Darurat Lantai 2 Millennium ICT Centre ... 54

Gambar 5.6. Rencana Tangga Darurat Lantai 3 Millennium ICT Centre ... 55

Gambar 5.7. Rencana Tangga Darurat Lantai 4 Millennium ICT Centre ... 56

Gambar 5.8. Rencana Tangga Darurat Lantai 5 Millennium ICT Centre ... 57

Gambar 5.9. Rencana Tangga Darurat Lantai 6 Millennium ICT Centre ... 58

Gambar 5.10. Contoh Lampu Darurat yang Direkomendasikan ... 59

Gambar 5.11. Rencana Penerangan Darurat Lantai 1 Millennium ICT Centre ... 60

Gambar 5.12. Rencana Penerangan Darurat Lantai 2 Millennium ICT Centre ... 61

Gambar 5.13. Rencana Penerangan Darurat Lantai 3 Millennium ICT Centre ... 62

Gambar 5.14. Rencana Penerangan Darurat Lantai 4 Millennium ICT Centre ... 63

Gambar 5.15. Rencana Penerangan Darurat Lantai 5 Millennium ICT Centre ... 64

Gambar 5.16. Rencana Penerangan Darurat Lantai 6 Millennium ICT Centre ... 65

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Luka Bakar ... 9

Tabel 2.2. Klasifikasi Mall ... 13

Tabel 2.3. Tipe Minimum Konstruksi Ketahanan Api Pada Kelas Bangunan ... 16

Tabel 2.4. Ketahanan Material Bangunan Terhadap Api ... 17

Tabel 2.5. Ukuran Maksimum Kompartemenisasi Kebakaran ... 18

Tabel 3.1. Variabel Penelitian... 24

Tabel 3.2. Tabel Bobot Elemen Sistem Proteksi Pasif Kebakaran ... 26

Tabel 3.3. Nilai Keandalan Sistem Proteksi Pasif Kebakaran ... 28

Tabel 4.1. Analisa Tangga Darurat Millennium ICT Centre ... 38

Tabel 4.2. Analisa Pintu Darurat Millennium ICT Centre ... 39

Tabel 4.3. Analisa Tanda Penunjuk Arah Jalan Keluar Millennium ICT Centre ... 41

Tabel 4.4. Analisa Koridor Millennium ICT Centre ... 42

Tabel 4.5. Analisa Site Millennium ICT Centre ... 43

Tabel 4.6. Analisa Penerangan Darurat Millennium ICT Centre ... 44

Tabel 4.7. Analisa Struktur dan Material Bangunan Millennium ICT Centre ... 45

Tabel 4.8. Ketahanan Material Bangunan Terhadap Api ... 46

Tabel 4.9. Analisa Konstruksi Bangunan Millennium ICT Centre ... 47

Tabel 4.10. Tabulasi Data Keandalan SPPK Millennium ICT Centre ... 47

(15)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

National Fire Protection Association (NFPA) mendefinisikan kebakaran sebagai suatu peristiwa oksidasi yang mempertemukan bahan bakar yang dapat terbakar, oksigen, dan panas. Kebakaran merupakan api yang tidak terkendali, yang terjadi diluar kemampuan dan keinginan manusia (Ramli, 2010). Kebakaran dapat menyebabkan kerugian harta benda, kerusakkan struktur bangunan, bahkan kematian.

Berdasarkan data dari DIBI BNFB, dalam rentang waktu 100 tahun (1915-2015), bencana kebakaran menduduki peringkat 4 sebagai bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dengan persentase 12,9%. Dengan angka persentase yang begitu tinggi, perlu adanya sistem proteksi untuk dapat menyelamatkan jiwa manusia dan menghindari kerusakan seminimal mungkin.

Dewasa ini, masih banyak bangunan yang belum dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran. Penataan ruang dan minimnya sistem penanggulangan kebakaran juga berkontribusi terhadap timbulnya kebakaran (Nugroho, 2010). Desain sistem proteksi yang baik sangat dibutuhkan agar bangunan mempunyai kesiagaan dalam menghadapi kebakaran dan meminimalisir kerugian yang terjadi akibat kebakaran, khususnya pada bangunan fasilitas umum dan bangunan yang mewadahi orang banyak (Vinky, 2003).

Hal ini sejalan dengan Keputusan Mentri Pekerjaan Umum RI No. 26/PRT/M/2008 yang menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus mempunyai pengelolaan proteksi kebakaran untuk mencegah terjadinya penjalaran kebakaran ke ruangan ataupun bangunan lain. Setiap bangunan gedung harus mengupayakan proteksi sebaik mungkin untuk dapat menanggulangi kebakaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem proteksi kebakaran pada bangunan.

Sistem proteksi kebakaran adalah salah satu sistem yang dapat diterapkan untuk menanggulangi kebakaran pada bangunan. Sistem proteksi kebakaran dibedakan menjadi 2, yaitu sistem proteksi aktif kebakaran dan sistem proteksi pasif kebakaran. Sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif bekerja dalam sinergi untuk melindungi bangunan dan nyawa manusia. Sistem proteksi aktif berperan sebagai pendeteksi api serta melakukan pemadaman darurat sebelum pemadam kebakaran sampai di lokasi terjadinya kebakaran.

Sedangkan sistem proteksi pasif lebih mengacu pada desain, baik arsitektur maupun struktur, untuk dapat menghambat penjalaran api dan mempercepat proses evakuasi. Selain

(16)

lebih ekonomis, sistem proteksi pasif merupakan sistem proteksi kebakaran yang paling baik untuk bangunan.

Millennium ICT Center atau yang lebih dikenal dengan Plaza Millenium merupakan pusat perbelanjaan gadget dan handphone terbesar serta terlengkap di kota Medan. Dengan usia yang sudah menginjak 18 tahun sejak berdirinya pada tahun 1999, bangunan Millennium ICT Center memiliki tingkat resiko bahaya kebakaran yang tinggi.

Hal ini dikarenakan usia bangunan yang sudah tua dan bangunan belum pernah mengalami renovasi dalam skala besar untuk memperbaharui sistem proteksi kebakarannya. Selain itu, Millennium ICT Center merupakan bangunan umum yang mewadahi orang banyak. Sistem proteksi kebakaran yang baik dan sesuai standar sangatlah dibutuhkan oleh bangunan ini.

Oleh sebab itu, penelitian ini hanya akan membahas tentang sistem proteksi pasif kebakaran yang ada pada bangunan Millennium ICT Center dan bagaimana seharusnya desain sistem proteksi pasif yang baik dan sesuai standar yang dapat diaplikasikan pada bangunan.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

 Bagaimana mengevaluasi keandalan sistem proteksi pasif kebakaran bangunan dalam hal ini, Millennium ICT Center?

 Apakah hasil evaluasi sistem proteksi pasif kebakaran bangunan Millennium ICT Center sudah memenuhi standar?

 Bagaimana solusi desain sistem proteksi pasif kebakaran sesuai standar yang direkomendasikan untuk bangunan Millennium ICT Center?

1.3. Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut.

1. Sistem proteksi kebakaran bangunan terdiri dari beberapa jenis. Untuk itu, peneliti hanya meneliti tentang sistem proteksi pasif kebakaran.

2. Millennium ICT Center terdiri dari beberapa unit bangunan dan ruko. Untuk itu, peneliti hanya akan meneliti tentang bangunan utama Millennium ICT Center.

(17)

3 1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana mengevaluasi sistem proteksi pasif kebakaran bangunan.

2. Mengetahui hasil evaluasi tingkat keandalan sistem proteksi pasif kebakaran bangunan Millennium ICT Centre.

3. Memberikan rekomendasi solusi desain sistem proteksi pasif kebakaran bangunan yang sesuai standar untuk Millennium ICT Center.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memberikan pengetahuan tentang sistem proteksi pasif kebakaran bangunan kepada pengguna gedung/masyarakat umum.

2. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana mengevaluasi sistem proteksi pasif kebakaran bangunan kepada pengguna gedung/masyarakat umum.

(18)

1.6. Kerangka Berpikir

LATAR BELAKANG

Kebakaran merupakan bencana yang terus menghantui manusia. Dewasa ini, masih banyak bangunan yang belum dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa dan meminimalisir kerugian.

Oleh sebab itu, penelitian ini akan membahas tentang sistem proteksi pasif kebakaran yang ada pada bangunan.

PERUMUSAN MASALAH

 Bagaimana mengevaluasi keandalan sistem proteksi pasif kebakaran bangunan dalam hal ini, Millennium ICT Center?

 Apakah hasil evaluasi sistem proteksi pasif kebakaran bangunan Millennium ICT Center sudah memenuhi standar?

 Bagaimana solusi desain sistem proteksi pasif kebakaran sesuai standar yang direkomendasikan untuk bangunan Millennium ICT Center?

TUJUAN PENELITIAN

 Mengetahui bagaimana mengevaluasi sistem proteksi pasif kebakaran bangunan.

 Memberikan rekomendasi solusi desain sistem proteksi pasif kebakaran bangunan yang sesuai standar untuk Millennium ICT Center.

METODE PENELITIAN TEORI

Penelitian Deskriptif Kualitatif • Kebakaran

(wawancara dan hasil observasi • Sistem Proteksi Kebakaran

dibandingkan dengan standar teori • Sistem Proteksi Pasif yang telah dikaji) • Cara Penilaian Keandalan

Sistem Proteksi Pasif

DATA ANALISA DATA

Profil Millennium ICT Center • Hasil pengolahan data

 Hasil Observasi & Wawancara dibandingkan dengan teori.

 Dokumentasi Foto • Menghitung keandalan

 Studi tentang kebakaran sistem proteksi pasif

 Studi tentang sistem proteksi

pasif kebakaran

KESIMPULAN

(19)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran

2.1.1. Pengertian Kebakaran

Menurut National Fire Protection Association (NFPA), kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi yang mempertemukan 3 unsur yaitu: bahan bakar yang dapat tebakar, oksigen dalam udara, dan panas, yang dapat menyebabkan kerugian harta benda, cidera, bahkan kematian. Ramli (2010) mengatakan bahwa kebakaran merupakan api yang tidak terkendali, maksudnya diluar kemampuan dan keinginan manusia. Kebakaran merupakan suatu peristiwa bencana yang tidak dapat diprediksi dan terkendali yang dapat menyebabkan kematian maupun kerugian harta benda.

Standar Nasional Indonesia (SNI) mendefinisikan kebakaran sebagai suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbondioksida, atau produk dan efek lain.

2.1.2. Teori Api

Ramli (2010) menjelaskan bahwa api tidak dapat muncul dengan sendirinya tetapi dapat muncul karena adanya suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas. Teori yang menjelaskan ketiga unsur tersebut disebut teori segitiga api (fire trangle). Menurut teori ini, kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga faktor yang menjadi unsur api, yaitu:

1. Bahan Bakar

Baik bahan bakar padat, cair, atau gas yang dapat terbakar bila bercampur dengan oksigen dari udara. Pada umumnya, semua bahan bakar dapat terbakar. Perbedaannya hanya terletak pada titik nyala (flash point) yang dimiliki oleh masing-masing bahan bakar.

2. Oksigen

Oksigen merupakan gas pembakar yang menjadi penentu kereaktifan pembakaran.

Pada keadaan normal, kadar oksigen 21%. Kereaktifan pembakaran akan berlangsung jika kadar oksigen lebih dari 15%, sedangkan pada kadar kurang dari 12%, pembakaran tidak dapat berlansung.

(20)

3. Panas

Merupakan pemicu kebakaran. Panas berperan sebagai peningkat temperatur benda hingga mencapai titik nyala api. Panas dapat berasal dari tekanan panas kimia, mekanik, dan listrik.

Depnaker RI (2002) mengatakan bahwa suatu bahan dapat terbakar bila ketiga unsur tersebut ada. Bila keseimbangan unsur tersebut terganggu, maka api akan padam atau dengan kata lain, api tidak dapat mencapai titik bakar atau temperatur minimum suatu zat untuk terus menerus membentuk uap dan terbakar.

Gambar 2.1. Fire Triangle (Sumber: www.wikipedia.com) Terdapat 4 tahapan dalam proses penyalaan api, yaitu:

1. Tahap Permulaan (Incipien Stage)

Pada tahap ini, tidak terlihat adanya asap, lidah api atau panas, tetapi terbentuk partikel pembakaran dalam jumlah yang signifikan selama periode tertentu.

2. Tahap Membara (Smoldering Stage)

Partikel pembakaran telah bertambah membentuk apa yang kita lihat sebagai asap.

Masih belum terdapat nyala api atau panas yang signifikan.

3. Tahap Nyala Api (Flame Stage)

Pada tahap ini titik nyala api mencapai puncak dan mulai terbentuk lidah api. Jumlah asap mulai berkurang sedangkan panas meningkat.

4. Tahap Panas (Heat Stage)

Pada tahap ini panas, lidah api, asap, dan gas beracun dalam jumlah besar terbentuk.

Transisi dari tahap nyala api ke tahap panas biasanya berlangsung sangat cepat seolah- olah berada dalam satu fase sendiri.

(21)

7 2.1.3. Klasifikasi Kebakaran

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per. 04/MEN/1980, kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:

1. Kebakaran Kelas A

Kebakaran kelas ini terjadi pada bahan padat, kecuali logam. Kebakaran kelas ini meninggalkan bekas berupa arang atau abu. Unsur kebakaran biasanya mengandung karbon, misalnya: kayu, plastik, tekstik, dan karet. Cara untuk pemadaman kebakaran kelas ini adalah dengan menurunkan suhu dengan cepat dengan air.

2. Kebakaran Kelas B

Kebakaran kelas ini terjadi pada bahan cair dan gas yang mudah terbakar. Unsur kebakaran ini terdiri dari bahan hidrokarbon dari minyak bumi dan turunan kimia, misalnya: bensin, minyak, dan gas alam. Cara untuk pemadaman kebakaran kelas ini adalah dengan menghilangkan oksigen dan menghalangi nyala api dengan menggunakan busa/foam.

3. Kebakaran Kelas C

Kebakaran kelas ini terjadi pada instalasi listrik, misalnya: arus pendek pada kabel listrik. Cara untuk pemadaman kebakaran kelas ini adalah dengan menggunakan gas halon, CO2, dan dry chemical.

4. Kebakaran Kelas D

Kebakaran kelas ini terjadi pada logam, misalnya: besi, baja, dan magnesium. Cara pemadaman kebakaran kelas ini adalah dengan melapisi permukaan logam yang terbakar dan mengisolasinya dengan oksigen.

2.1.4. Penyebab Kebakaran

Suma‟mur (1997) dalam Gytha (2010) mengatakan bahwa terdapat beberapa peristiwa yang menjadi penyebab kebakaran, antara lain:

1. Nyala api dan bahan-bahan yang pijar

Suatu benda padat bila ditempatkan dalam nyala api, suhu benda tersebut akan naik dan mulai terbakar. Api akan menyala terus sampai benda terbakar habis.

Kemungkinan terbakarnya suatu benda padat bergantung pada sifat benda tersebut sendiri. Benda pijar akan menyebabkan terbakarnya benda lain bila bersentuhan langsung dengannya.

2. Penyinaran

(22)

Semua sumber panas dapat memancarkan gelombang elektromagnetis berupa sinar infra-merah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka suhu benda tersebut akan terus naik dan pada akhirnya menyala.

3. Peledakan uap atau gas

Campuran uap atau gas yang mudah terbakar dengan oksigen akan menyala. Jika campuran tersebut mengenai benda pijar atau nyala api, api akan menjalar dengan cepat dan dapat meledak pada kadar tertentu.

4. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair

Debu dari zat yang mudah terbakar ataupun noktah cair berupa suspensi di udara memliki sifat seperti campuran gas/uap dan udara yang dapat meledak.

5. Percikan api

Percikan api dengan temperatur tinggi dapat menyebabkan terbakarnya campuran gas, uap atau debu dan udara.Pada umumnya, percikan api tidak dapat menyebabkan terbakarnya benda padat. Percikan api dapat terbentu sebagai akibat dari arus listrik atau listrik statis dari gesekan 2 benda yang bergerak.

6. Terbakar sendiri

Kebakaran sendiri dapat terjadi pada bahan bakar mineral padat atau zat organik bila peredaran udara cukup untuk melakukan proses oksidasi namun tidak cukup untuk mengeluarkan panas yang ada. Tingkat kelembaban dapat mempercepat peristiwa ini.

7. Reaksi kimiawi

Beberapa reaksi kimiawi dapat menghasilkan panas yang cukup untuk menyebabkan kebakaran. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi dapat menyebabkan terbakarnya zat organik.

8. Peristiwa-peristiwa lainnya

Gesekkan antara 2 benda dapat menimbulkan panas dan menurunkan koefisien gesekkan. Sewaktu panas yang timbul lebih besar dari kecepatan hilangnya panas, kebakaran dapat terjadi misalnya pada mesin yang kurang minyak.

2.1.5. Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran merupakan bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadinya kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditmbulkan (Kepmen PU RI No. 26/PRT/M/2008).

Kebakaran dapat membahayakan manusia, kerusakan harta benda dan struktur bangunan.

(23)

9 Bahaya api meliputi bahaya thermal (suhu dan nyala api) serta non thermal (asap dan gas beracun). Adapun beberapa bahaya kebakaran menurut Ramli (2010), yaitu:

1. Terbakar api secara langsung

Pada saat terjebak dalam api yang sedang berkobar, panas yang tinggi dapat menyebabkan luka bakar. Luka bakar merupakan jenis luka berupa kerusakan jaringan ataupun kehilangan jaringan yang diakibatkan oleh sumber panas/suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, dan radiasi.

Klasifikasi Kedalaman Luka Bakar

Bentuk Klinis Superficial thickness

(Derajat 1)

Lapisan Epidermis Erythema (kemerahan), rasa sakit

seperti tersengat, blister (gelembung

cairan) Partial thickness-

superficial (Derajat 2)

Epidermis superficial (lapisan papillary), kedalaman > 0,1mm

Blister (gelembung cairan), ketika gelembung pecah

terasa nyeri Full thickness

(Derajat 3)

Dermis dan struktur tubuh dibawah dermis, tulang/otot, kedalaman

lebih dari 2mm.

Adanya eschar (kulit melepuh), cairan berwarna tapi tidak

terasa sakit Tabel 2.1. Klasifikasi Luka Bakar

(Sumber: www.wikipedia.com) 2. Menghirup asap

Penyebaran asap lebih cepat bila dibandingkan dengan menjalarnya api. Oleh karena itu, sekitar 50%-80% kematian pada saat kebakaran disebabkan oleh penghirupan asap yang berlebihan. Jenis asap dan gas beracun yang dihasilkan pada saat kebakaran berbeda-beda tergantung dari material barang yang terbakar. Gas racun berbahaya yang paling sering dihasilkan pada saat kebakaran adalah karbon monoksida (CO).

3. Bahaya lain akibat kebakaran

Pada saat terjadinya kebakaran, selain bahaya api dan asap, bahaya lain juga dapat muncul, misalnya saja kejatuhan benda akibat runtuhnya struktur bangunan. Bahaya ini dapat mengancam keselamatan penghuni dan pemadam kebakaran. Selain itu, bahaya lain dapat bersumber dari ledakan benda yang ada.

4. Trauma akibat kebakaran

Hal-hal yang terjadi saat kebakaran misalnya terperangkap dalam api dapat mengakibatkan trauma. Korban trauma kerap merasa panik dan kehilangan konsentrasi dan hal ini dapat berujung fatal.

(24)

2.1.6. Penanggulangan Kebakaran

Vinky (2003) menyatakan bahwa tujuan perencanaan penanggulangan kebakaran (fire safety) adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia dan menghindari kerusakan seminimal mungkin. Menurut Kepmen PU RI No. 25/PRT/M/2008, penanggulangan kebakaran adalah berbagai kegiatan proteksi terhadap bahaya kebakaran yang bertujuan untuk menekan semaksimal mungkin kerugian akibat kebakaran tersebut termasuk korban jiwa dan luka-luka.

2.2. Bangunan Gedung

2.2.1. Pengertian Bangunan Gedung

Menurut Kepmen PU RI No. 25/PRT/M/2008, lingkungan bangunan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis dan merupakan kumpulan bangunan gedung yang berada dalam satu pengelolaan berdasarkan aspek fungsionalnya serta memiliki ciri tertentu, seperti: lingkungan perdagangan, industri, superblok, penampungan dan pengolahan bahan yang mempunyai risiko kebakaran, pelabuhan laut/udara dan atau pangkalan militer.

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus lainnya.

2.2.2. Klasifikasi Bangunan Gedung

Kepmen PU RI No. 10/KPTS/2000 dalam Gytha (2010) mengklasifikasi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan tekniksnya menjadi beberapa kelas, yaitu:

1. Kelas 1 : Bangunan gedung hunian biasa

a. Kelas 1a : Bangunan hunian tunggal yang berupa satu rumah tinggal, dan satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house,villa.

b. Kelas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan

(25)

11 tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

2. Kelas 2 : Bangunan gedung hunian yang terdiri dari 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3. Kelas 3 : Bangunan gedung hunian diluar bangunan gedung kelas 1 dan 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk:

a. Rumah asrama, rumah tamu, losmen

b. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel c. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah

d. Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak

e. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya.

4. Kelas 4 : Bangunan gedung hunian campuran merupakan tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

5. Kelas 5 : Bangunan gedung kantor merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha professional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

6. Kelas 6 : Bangunan gedung perdagangan merupakan bangunan gedung toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:

a. Ruang makan, kafe, restoran

b. Ruang makan malam, bar, took atau kios sebagai bagian dari suatu hotel c. Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum

d. Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

7. Kelas 7 : Bangunan gedung penyimpanan/gudang merupakan bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk tempat parkir umum dan gudang/tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.

8. Kelas 8 : Bangunan gedung laboratorium/industri/pabrik merupakan bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat

pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka

perdagangan atau penjualan.

(26)

9. Kelas 9 : Bangunan gedung umum merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

a. Kelas 9a : Bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dan bangunan tersebut yang berupa laboratorium.

b. Kelas 9 b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.

10. Kelas 10 : Banguan gedung atau struktur yang bukan hunian

a. Kelas 10a : bangunan gedung bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport atau sejenisnya.

b. Kelas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang atau sejenisnya.

11. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus : bangunan gedung atau bagian dari bangunan gedung yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s.d. 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.

12. Bangunan gedung yang penggunaannya insidentil : bagian bangunan gedung yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan gedung lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.

13. Klasifikasi jamak : bangunan gedung dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:

a. Bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya.

b. Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah.

c. Ruang-ruang pengelolah, ruang mesin, ruang boiler atau sejenisnya diklasifikasikan sesuai bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak.

(27)

13 2.3. Mall

2.3.1. Pengertian Mall

Menurut Beddington (1978) dalam Christy (2014), mall atau pusat perbelanjaan adalah bangunan yang mewadahi kegiatan berbelanja. Kegiatan berbelanja merupakan aktivitas primer manusia dan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak dapat dielak.

Gruen (1966) mendefinisikan mall sebagai suatu wadah bagi para pedagang yang diatur oileh suatu manajemen terencana yang memberikan servis bagi kebutuhan ekonomi serta sosial manusia. Mall berfungsi sebagai fasilitas kota untuk memberikan kenyamanan saat berbelanja.

Menurut International Council of Shopping Center (Dewan Internasional Pusat Perbelanjaan) dalam Mauliza (2016), mall adalah sekelompok penjual eceran dan usahawan komersil lainnya yang merencanakan, mengembangkan, mendirikan, memiliki, dan mengelola sebuah properti tunggal. Tujuan dan ukuran dari mall pada umumnya ditentukan dari karakteristik pasar yang dilayani. Biasanya juga tersedia tempat parkir didalamnya.

2.3.2. Klasifikasi Mall

Klasifikasi Mall Berdasarkan Skala

Pelayanan

 Pusat Perbelanjaan Lokal (Neighbourhood Center

 Pusat Perbelanjaan Distrik (Community Center)

 Pusat Perbelanjaan Regional (Main Center)

Berdasarkan Cara Pelayanan

 Shopping Existing Personal Services

 Self selection

 Self services Berdasarkan Jenis

Barang Yang Dijual

 Permintaan (demand)

 Setengah permintaan (semi-demand)

 Barang yang menarik (impuls)

 Drudgery Berdasarkan Bauran

Jenis Usaha

 Pusat perbelanjaan berorientasi keluarga

 Pusat perbelanjaan spesialis

 Pusat perbelanjaan gaya hidup Berdasarkan

Kepemilikan

 Unit Ruang Usaha Dengan Hak Milik Bersusun (Strata Title Lot)

 Manajemen Kepemilikan Tunggal (Single Ownership Managemnt)

(28)

Berdasarkan Lokasi  Pasar

 Shopping Street

 Shopping Arcade

 Shopping Center

 Department Store

 Supermarket

 Superstore

 Hypermarket

 Shopping Mall Berdasarkan Luas

dan Macam-Macam Desain

 Full Mall

 Transit Mall Tabel 2.2. Klasifikasi Mall

2.4. Sistem Proteksi Kebakaran

Vinky (2003) mengatakan bahwa perlu adanya sistem proteksi penanggulangan kebakaran dalam bangunan, khususnya pada bangunan fasilitas umum dan bangunan yang mewadahi orang banyak. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia serta menghindari kerusakkan semaksimal mungkin.

Menurut Kepmen PU RI No. 26/PRT/M/2008, setiap bangunan gedung harus mempunyai pengelolaan proteksi kebakaran untuk mencegah terjadinya penjalaran kebakaran ke ruangan ataupun bangunan lainnya. Setiap bangunan harus mempunyai pembagian zona yang baik serta mempunyai kesiagaan dalam menghadapi kebakaran dengan memiliki sistem proteksi kebakaran yang baik. Sistem proteksi kebakaran itu terdiri dari sistem proteksi aktif kebakaran dan sistem proteksi pasif kebakaran.

Pada Bab VI butir 5.4 Kepmeneg PU No. 10/KPT/2000 dijelaskan bahwa unsur menajemen pengamanan kebakaran (fire safety) terutama menyangkut kegiatan pemeriksaan, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana proteksi aktif dan pasif yang terpasang pada bangunan. Hal ini dimaksudkan agar setiap bangunan dapat mampu mengatasi kemungkinan terjadinya kebakaran melalui persiapan dan keandalan sistem proteksi yang ada sebelum bantuan dari instansi pemadam kebakaran datang. Pemeliharaan peralatan proteksi kebakaran merupakan salah satu bagian dari fire protection management karena manajemen yang salah dapat mengakibatkan pemeliharaan bangunan menjadi buruk (Kristiawan, 1989

(29)

15 2.4.1. Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi aktif adalah suatu sistem perlindungan terhadap kebakaran dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis ataupun manual dan dapat dipergunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman (Kepmen PU RI No. 10/KTPS/2000).

Sistem proteksi aktif pada bangunan terdiri dari:

1. Detektor Kebakaran 2. Alarm Kebakaran

3. Alat pemeran air otomatis (sprinkler) 4. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) 5. Hidran kebakaran

2.4.2. Sistem Proteksi Pasif

Vinky (2003) mengatakan bahwa perlu adanya sistem proteksi penanggulangan kebakaran dalam bangunan, khususnya pada bangunan fasilitas umum dan bangunan yang mewadahi orang banyak. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia serta menghindari kerusakkan semaksimal mungkin.

Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, sistem proteksi pasif didefinisikan sebagai suatu sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur, sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Sistem proteksi pasif kebakaran biasanya terdiri dari perlindungan struktural untuk melindungi rangka bangunan atau untuk mencegah penyebaran api yang umumnya diukur dari ketahanannya terhadap api (Baldwin & Thomas, 1973).

Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus mempunyai sistem proteksi pasif yang merupakan proteksi terhadap penghuni dan harta benda berbasis pada rancangan atau pengaturan komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan harta benda dari kerugian saat terjadi kebakaran.

Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung(PP RI No. 36 Tahun 2005 Pasal 34 Ayat 1-2 Tentang Bangunan Gedung). Pengaturan komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung antara

(30)

lain dalam penggunaan bahan bangunan dan konstruksi yang tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, dan perlindungan pada bukaan.

2.4.2.1. Konstruksi Tahan Api

Menurut SNI 03-1736-2000, ketahanan konstruksi dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Tipe A

Merupakan tipe konstruksi dengan unsur struktur pembentuk yang tahan api dan mampu menahan beban bangunan secara struktural. Pada tipe konstruksi ini terdapat kompartemenisasi (pemisah) untuk mencegah penjalaran api ke dan dari ruangan disekitarnya.

2. Tipe B

Konstruksi tipe ini mempunyai elemen struktur pembentuk kompartemenisasi penahan api yang mampu untuk mencegah penjalaran kebakaran ke ruangan disebelahnya dan pada dinding luarnya mampu mkencegah penjaloaran kebakaran dari luar bangunan.

3. Tipe C

Merupakan konstruksi yang komponen struktur bangunannya terdiri dari bahan yang dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan bangunan secara struktural saat terjadi kebakaran.

Jumlah lantai bangunan

Kelas bangunan/Tipe Konstruksi

2,3,9 5,6,7,8

4 atau lebih A A

3 A B

2 B C

1 C C

Tabel 2.3. Tipe minimum konstruksi ketahanan api pada kelas bangunan

Bahan bangunan yang digunakan pada bangunan harus memenuhi syarat pengujian sifat bakar dan sifat penjalaran api pada permukaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang bahan bangunan dalam waktu 30, 60, 120, 180, dan 240 menit (Chindy, 2014).

Pemilihan material bangunan harus memperhatikan sifat penjalaran, kemampuan terbakarnya dan sifat penyalaan material bila terbakar. Hal tersebut berguna meminimalisir kerusakan serta mencegah penjalaran kebakaran dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan evakuasi saat terjadi kebakaran.

(31)

17

Bahan Sifat Ketahanan terhadap api

Baja Mengubah bentuknya oleh pengaruh panas.

Dapat dipengaruhi oleh jenis campuran

pembentuknya.

Krom (Cr), Molibdan (Mo), Nikel (Ni), atau Vanadium (V), menghasilkan baja yang memiliki daya tahan yang lebihi tinggi terhadap panas.

Beton Bahan bangunan yang tahan api.

Ketahanan api tergantung pada bahan tambahan yang digunakan dan apakah ada tulangan baja atau tidak.

Kaca Bahan bangunan. yang tidak menyala.

Bukan merupakan bahan yang tahan api karena kaca memungkinkan radiasi kalor tembus. Kaca sangat peka terhadap perubahan tegangan kalor, yang mengakibatkan kebakaran kaca cukup cepat pecah.

Kayu Pembakaran kayu merupakan oksidasi atas unsur asalnya yaitu H2O dan CO2 dengan O2.

Bahan yang tahan api, bila tidak terkena api secara langsung.

Bahan Sintetis Merupakan bahan yang mudah terbakar dan menyala.

Dalam keadaan menyala, bahan sintetis mengakibatkan tetes cairan yang sulit untuk dipadamkan. Yang kemudian menghasilkan asap tebal dan melepaskan gas beracun.

Tabel 2.4. Ketahanan Material Bangunan Terhadap Api (Sumber: Koesmartadi, 2008)

2.4.2.2. Kompartemenisasi dan Pemisahan

Kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara membatasi ruangan dengan dinding, lantai, kolom, dan balok yang tahan terhadap api dalam waktu yang sesuai dengan kelas bangunan gedung (Menteri PU No.

26/PRT/M/2008). Pada saat terjadi kebakaran pada bangunan tinggi, mengevakuasi seluruh orang dalam gedung dengan cepat adalah suatu hal yang mustahil. Pada saat inilah kompartemenisasi memegang peranan penting. Kompartemenisasi dapat menampung pengguna bangunan sementara untuk menunggu sampai api berhasil dipadamkan ataupun saat jalur menuju pintu keluar sudah aman.

(32)

Uraian Tipe Konstruksi Bangunan Tipe A Tipe B Tipe C Kelas 5 atau 9b Maks. luasan lantai 8.000 m2 5.500m2 3.000m2 Maks. volume 48.000 m3 33.500 m3 18.000 m3 Kelas 6,7,8, atau

9a (kecuali daerah perawatan pasien)

Maks. luasan lantai 5.000 m2 3.500 m2 2.000 m2 Maks. volume 30.000 m3 21.500 m3 12.000 m3

Tabel 2.5. Ukuran maksimum kompartemenisasi kebakaran (Sumber: SNI 03-1736-2000)

Bagian bangunan yang hanya terdiri dari peralatan pendingin udara, ventilasi, lift, tangki air, atau unit-unit utilitas sejenisnya, tidak diperhitungkan sebagai daerah luasan lantai/volume dari kompartemenisasi bila terletak pada puncak bangunan.

2.4.3. Sarana Penyelamatan Jiwa

Menurut Kepmen PU RI No. 10./KPTS/2000, sarana penyelamatan merupakan sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.

Tujuan dari sarana penyelamatan adalah untuk menghindari terjadinya kecelakaan pada saat proses evakuasi. Sarana penyelamatan jiwa terdiri dari: tangga darurat, pintu darurat, tanda petunjuk arah jalan keluar, penerangan darurat, dan tempat berhimpun.

2.4.3.1. Tangga Darurat

Tangga darurat adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran (Kepmen PU RI No. 10/KPTS/2000). Tangga kebakaran merupakan tempat paling aman untuk mengevakuasi penghuni gedung karena dilindungi oleh saf tahan api serta bebas dari gas panas dan gas beracun.

Menurut Kepmen PU No. 45/PRT/M/2007 dan SNI 03-1746-2000, syarat perencanaan tangga darurat meliputi:

1. Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus mempunyai tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak maksimum 30m (bila menggunakan sprinkler jarak bisa 1,5 kali yaitu 45m).

2. Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu tahan api, minimum 2

(33)

19 dilengkapi kipas penekan/pendorong udara yang dipasang diatas udara pendorong akan keluar melalui grill disetiap lantai yang terdapat di dinding tangga darurat dekat pintu darurat untuk memberi tekanan positif.

3. Tangga darurat/penyelamatan yang terletak di dalam bangunan harus dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan bebas asap, pencapaian mudah, serta jarak pencapaian maksimum 45m dan minimal 9m.

4. Lebar tangga darurat/penyelamatan minimum adalah 1,2m.

5. Tangga darurat/penyelamatan tidak boleh berbentuk tangga melingkar vertikal, exit pada lantai dasar langsung kearah luar.

2.4.3.2. Pintu Darurat

Menurut NFPA 101, pintu darurat adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar usaha penyelamatan jiwa pada saat terjadi kebakaran. Pintu darurat merupakan pintu menuju tangga darurat yang tidak boleh terhalang dan terkunci serta harus terhubung langsung kearah luar. Pintu darurat juga harus bersifat dapat menutup sendiri (self-closing door).

Kepmen PU RI no. 45/PRT/M/2007 dan SNI 03-1746-200 menyatakan beberapa persyaratan perencanaan pintu darurat, yaitu:

1. Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat minimal 2 buah.

2. Lebar pintu darurat minimum 100cm dan dilengkapi dengan tuas atau tungkai pembuka pintu yang berada diluar ruang tangga (kecuali tangga yang berada di lantai dasar, berada di dalam ruang tangga).

3. Jarak pintu darurat maksimum dalam radius/jarak capai 25m dari setiap titik posisi orang dalam satu blok bangunan gedung.

4. Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 2 jam.

5. Pintu harus dilengkapi dengan alat penutup otomatis, tanda peringatan (TANGGA DARURAT-TUTUP KEMBALI), dicat dengan warna merah dan dilengkapi dengan minimal 3 engsel.

6. Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api minimal 1m2 dan diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu.

(34)

Gambar 2.2. Desain pintu darurat (Sumber: www.bestananda.blogspot.co.id)

2.4.3.3. Tanda Petunjuk Arah Jalan Keluar

Menurut Kepmen PU RI No. 26/PRT/M/2008, selain pintu keluar utama dibagian luar bangunan gedung yang harus diberi tanda, setiap akses jalan keluar juga harus diberi tanda yang jelas. NFPA 101 mengatakan bahwa tanda jalan keluar yang jelas dapat memudahkan dan mempercepat proses evakuasi karena menghilangkan kebingungan penghuni gedung pada saat mencari jalan keluar.

Standar ukuran tanda arah menurut SNI 03-6574-2001 antara lain:

1. Tulisan harus bertuliskan kata “exit” atau kata lain yang berarti sama dengan pemilihan jenis tulisan yang mudah dilihat.

2. Tinggi huruf minimal 15cm, lebar minimal 5cm dan tebal minimal 2cm.

3. Tanda arah yang diterangi dari dalam harus mempunyai kondisi pencahayaan normal (300 Lux) dan darurat (10 Lux) dengan jarak baca minimal 30m).

4. Tanda arah yang diterangi dari luar harus mempunyai kondisi pencahayaan minimal 50 Lux dengan perbandingan kontras minimal 0,5.

5. Indikator arah harus ditempatkan diluar tulisan exit, minimal 1cm dari setiap huruf dan harus dimungkinkan menyatu atau terpisah dari papan tanda arah.

6. Indikator arah harus terlihat sebagai tanda arah pada jarak minimum 12m dengan tingkat pencahayaan rata-rata 300 Lux dalam kondisi normal dan 10 Lux dalam kondisi darurat.

(35)

21 Gambar 2.3. Standar ukuran tanda arah

(Sumber: SNI 03-6574-2001)

Sedangkan syarat penempatan tanda petunjuk arah menurut SNI 03-6574-2001 adalah:

1. Arah menuju tempat yang aman harus diberi tanda arah dengan tanda arah yang disetujui, dilokasi yang mudah dibaca dari segala arah jalan.

2. Pada setiap pintu darurat harus dipasang tanda exit diatas gagang pintu setinggi 1,5m dari permukaan lantai terharap garis tengah tanda arah.

3. Jalan masuk ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang mudah dibaca dari semua arah, bila jalan menuju tempat tersebut tidak mudah terlihat oleh penghuni gedung.

2.4.3.4. Sarana Jalan Keluar (Koridor)

Sarana jalan keluar merupakan jalan yang tidak terputus ataupun terhalang menuju jalan umum. Sarana jalan keluar berfungsi untuk memudahkan proses evakuasi sehingga penghuni bangunan dapat dengan cepat mengakses jalan keluar bangunan. Menurut Kepmen PU RI No. 26/PRT/M/2008, sarana jalan keluar harus memiliki persyaratan, yaitu:

1. Lebar koridor bersih minimum 1,8m.

2. Koridor harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk yang menunjukkan arah kepintu darurat atau arah keluar.

3. Koridor harus bebas dari barang-barang yang dapat menggangu kelancaran evakuasi.

4. Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu darurat atau arah keluar yang terdekat tidak boleh lebih dari 25m.

5. Panjang gang buntu maksimal 15m apabila dilengkapi dengan sprinkler dan 9m tanpa sprinkler.

(36)

2.4.3.5. Penerangan Darurat

Pada Perda DKI (1992) dituliskan bahwa penerangan darurat adalah penerangan untuk menerangi jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran. Penerangan darurat berfungsi untuk memudahkan proses evakuasi dan harus bersumber dari aliran listrik yang dapat diandalkan dan dipertanggung-jawabkan.

Penerangan darurat dipasang pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan- jalan yang dilalui pada saat evakuasi. Menurut NFPA 101, persyaratan penerangan darurat meliputi:

1. Sinar lampu berwana kuning, sehingga dapat menembus asap serta tidak menyilaukan dengan tingkat pencahayaan 10 Lux.

2. Ruangan yang disinari adalah jalan menuju ke pintu darurat saja.

3. Tersedia penerangan darurat dari sumber aliran listrik darurat.

4. Penempatan lampu darurat harus diperhitungkan dengan baik sehingga bila satu lampu mati tidak akan membuat ruangan menjadi gelap.

2.4.3.6. Site (Jalan Lingkungan)

Pada area sekitar lingkungan bangunan gedung, harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan untuk melakukan proteksi bila kebakaran meluas dan agar akses menuju gedung mudah dilalui oleh pemadam kebakaran (Kepmen. PU No.

26/PRT/M/2008). Jalan lingkungan harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

1. Akses jalan lingkungan menggunakan perkerasan.

2. Lebar lapisan perkerasan mobil kebakaran min. 6m dan min 4m untuk mobil.

3. Radius terluar dari belokan jalur masuk tidak boleh lebih dari 10.5m.

4. Lapisan perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian lain bangunan, pepohonan, tanaman atau lain-lain dan tidak boleh menghambat jalur antara perkerasan dan bukaan akses.

2.5. Metode AHP

Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah suatu metode unggul untuk memilih aktivitas yang bersaing atau banyak alternatif berdasarkan kriteria tertentu atau khusus.

Kriteria dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, dan bahkan kriteria kuantitatif ditangani dengan struktur kesukaan pengambil keputusan daripada berdasarkan angka. Metode ini dikembangkan awal tahun 1970-an oleh Thomas L. Saaty, dari Universitas Pittsburg.

(37)

23 Kriteria ekspert disini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius, pintar, bergelar doktor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang dilakukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Pengukuran hal-hal kualitatif merupakan hal yang sangat penting mengingat makin kompleksnya permasalahan di sekitar kita dengan tingkat ketidakpastian yang makin tinggi. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian.

Struktur sebuah model AHP adalah model dari sebuah pohon terbaik. Ada suatu tujuan tunggal di puncak pohon yang mewakili tujuan dari masalah pengambilan keputusan.

Seratus persen bobot keputusan adan di titik ini. Tepat dibawah tujuan adalah titik daun yang menunjukkkan kriteria, baik kualitatif maupun kuantitatif. Bobot tujuan harus dibagi diantara titik-titik kriteria berdasarkan rating.

Bobot 100%

.

Setelah menentukan tujuan, variabel serta kriteria berdasarkan pentingnya, hasil tersebut kemudian diimplementasikan pada software Expert Choice. Pada software tersebut, pengguna hanya perlu memberikan urutan pentingnya tiap variabel dan kemudian software tersebut yang akan membagi bobot tiap variabel secara otomatis dengan cara membandingkan 1 variabel dengan variabel lainnya

.

Tujuan

Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3

Alternatif 1 Alternaitif 2 Alternatif 3

(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang mendeskripsikan fakta-fakta tentang suatu objek, dalam hal ini Millennium ICT Center. Hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan standar teori yang telah dikaji. Penelitian kualitatif dilakukan dengan melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian dan wawancara dengan pihak terkait.

3.2. Variabel Penelitian

Sugiyono (2009) mendefinisikan variabel penelitian sebagai segala sesuatu dalam bentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi untuk ditarik kesimpulannya.

Variabel

Konstruksi Tahan Api Tangga Darurat

Sarana Jalan Keluar (Koridor) Site (Jalan Lingkungan)

Signboard Pintu Darurat Penerangan Darurat

Tabel 3.1. Variabel Penelitian (Sumber: Hasil olah data, 2017) 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah batasan dari objek yang akan diteliti, mempunyai karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti (Sinulingga, 2012). Populasi penelitian ini adalah staff Millennium ICT Center. Sampel adalah bagian dari populasi yang tidak menggunakan semua data untuk diambil, melainkan hanya perwakilan dari populasi. Alasan penggunaan sampel adalah untuk mengefisiensi waktu, biaya, dan tekniks. Sampel penelitian ini adalah Pihak Management Millennium ICT Center.

(39)

25 3.4. Kawasan Penelitian

Penelitian dilakukan di Millennium ICT Center yang terletak di Jalan Kapten Muslim No. 111, Dwi Kora, Medan Helvetia.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Gambar 3.1. Peta Lokasi Millennium ICT Center (Sumber: Google Earth & http://www.millennium-ict.com)

Gambar 3.2. Millennium ICT Center (Sumber: http://www.medanwisata.com) 3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan pada penelitian berupa:

1. Data Primer

Berupa data yang diperoleh secara langsung pada lokasi penelitian, dalam hal ini Millennium ICT Center. Pengumpulan data primer dilakukan dengan acuan instrumen sebagai berikut:

a. Pengumpulan data dengan mengisi lembar evaluasi keandalan sistem proteksi pasif kebakaran bangunan.

b. Wawancara akan dilakukan dengan pihak terkait (key informan) agar data wawancara yang didapat lebih akurat dan terperaya.

Informan yang akan diwawancarai yaitu:

i. Pihak management Millennium ICT Center

(40)

2. Data Sekunder

Berupa data yang diperoleh dari data literatur terkait topik penelitian, data fisik dan profil bangunan. Data akan dikumpulkan dari beberapa literatur, seperti jurnal penelitian yang sudah dilaksanakan terlebih dahulu oleh peneliti lain.

3.6 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data secara sistematis agar data dapat menjadi informasi yang mudah dipahami (Sugiyono, 2012). Proses analisis data dimulai dari telaah data yang telah diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data-data yang telah terkumpul kemudian dinilai dan disesuaikan dengan standar teori yang ada.

Perhitungan bobot komponen setiap elemen dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Metode AHP merupakan suatu metode untuk memecahkan suatu situasi yang kompleks dan tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan cara memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif dan menetapkan cariabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Setiap komponen dari elemen harus dinilai keandalannya. Bobot setiap elemen diklasifikasikan sesuai dengan pentingnya setiap komponen secara relatif yaitu sebagai berikut.

No. Komponen Bobot Total

1. Konstruksi Tahan Api 0.436

2. Tangga Darurat 0.228

3. Sarana Jalan Keluar (Koridor) 0.128

4. Site (Jalan Lingkungan) 0.078

5. Signboard 0.052

6. Pintu Darurat 0.040

7. Penerangan Darurat 0.038

Total 1

Tabel 3.2. Tabel bobot elemen sistem proteksi pasif kebakaran (Sumber: Hasil olah data, 2017)

(41)

27 Gambar 3.3. Bobot Tiap Elemen yang dicari dengan menggunakan software Expert

Choice

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Setelah mencari bobot tiap elemen, dicari juga bobot tiap kriteria elemen tersebut. Cara untuk mencari bobot kriteria juga menggunakan metode AHP dengan bantuan software Expert Choice.

Gambar 3.4. Bobot Tiap Kriteria yang dicari dengan menggunakan software Expert Choice

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Kemudian setelah mendapatkan bobot tiap kriteria, dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:

Nilai x Bobot = Jumlah

Dimana nilai didapat dari parameter sebagai berikut.

- 1 = Jika tidak terdapat satupun komponen sistem proteksi pasif kebakaran bangunan

- 2 = Jika terdapat komponen sistem proteksi pasif kebakaran bangunan namun semuanya belum memenuhi syarat

(42)

- 3 = Jika terdapat komponen sistem proteksi pasif kebakaran dan ada beberapa komponen yang memenuhi syarat

- 4 = Jika terdapat komponen sistem proteksi pasif kebakaran dan semua komponen memenuhi syarat

Jumlah dari keseluruhan nilai kemudian dikategorikan menjadi 5 tingkat, yaitu:

Nilai = 1 ≤ x ≤ 1.5 Sangat Kurang Nilai = 1.6 ≤ x ≤ 2 Kurang Nilai = 2.1 ≤ x ≤ 2.5 Cukup

Nilai = 2.6 ≤ x ≤ 3 Cukup Baik Nilai = 3.1 ≤ x ≤ 3.5 Baik

Nilai = 3.6 ≤ x ≤ 4 Sangat Baik

Tabel 3.3. Nilai Keandalan Sistem Proteksi Pasif Kebakaran (Sumber: Hasil Olah Data, 2017)

(43)

29 Gambar 3.5. Kerangka Kerja Metode AHP

(Sumber: Hasil Olah Data, 2017) Evaluasi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran

Menentukan Variabel dan bobot tiap variabel

Menentukan kriteria setiap variabel Konstruksi

Tahan Api

Pintu Darurat

Koridor Signboard Pintu

Darurar

Penerangan Darurat

Mencari bobot tiap kriteria

Kalkulasi nilai dikali dengan bobot

Menjumlahkan total nilai perkalian

Kesimpulan, Saran dan Rekomendasi

Site

Gambar

Tabel 2.3. Tipe minimum konstruksi ketahanan api pada kelas bangunan
Tabel 2.4. Ketahanan Material Bangunan Terhadap Api  (Sumber: Koesmartadi, 2008)
Tabel 2.5. Ukuran maksimum kompartemenisasi kebakaran  (Sumber: SNI 03-1736-2000)
Gambar 2.2. Desain pintu darurat  (Sumber: www.bestananda.blogspot.co.id)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan Pe- rempuan Klas IIA Tangerang hanya memfasili-tasi untuk para narapidananya melalui penye-diaan seperti halnya informasi tentang agama,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat

Percepatan pembuahan juga dapat dilakukan melalui teknik cangkok atau grafting (Francis, 2002). Tanaman hasil pencangkokan cabang dari tanaman kayu bawang umur 4 tahun di KHDTK

Dengan memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

2 Dalam rangka memperingati hari Asma sedunia tahun 2017 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Malang mengajak para dokter umum untuk menambah pengetahuan dan

Evaluasi Proposal dititikberatkan pada kemampuan PTS dalam melakukan evaluasi diri di tingkat perguruan tinggi dan merancang rencana program pengembangan untuk 1 tahun. Proposal

Tentu saja masih ada suatu masalah di dalamnya, semua hadirin yang telah memperoleh Fa dan semua orang yang Xiulian di dalam Dafa tentu tahu, kalian di

Hasil yang tidak konsisten dalam penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik perusahaan terhadap CSR mendorong perumusan masalah, yaitu apakah karakteristik