Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : (Prof. Moeljatno)
1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yg
tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; Criminal Act
2. menentukan kapan dan dalam hal-hal apa
kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : (Prof. Moeljatno)
1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yg
tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; Criminal Act
2. menentukan kapan dan dalam hal-hal apa
kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
Edi Yuhermansyah, SHi.,LL.M
Materi Kuliah Hukum Pidana
Edi Yuhermansyah, SHi.,LL.M
Materi Kuliah Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : (Prof. Moeljatno)
1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yg
tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; Criminal Act
2. menentukan kapan dan dalam hal-hal apa
kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : (Prof. Moeljatno)
1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yg
tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; Criminal Act
2. menentukan kapan dan dalam hal-hal apa
kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
Pompe: Hukum Pidana adalah semua aturan aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya
pidana itu.
Van Hamel: Hukum Pidana adalah semua
dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan
hukum dan mengenakan suatu nestapa
kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
Pompe: Hukum Pidana adalah semua aturan aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya
pidana itu.
Van Hamel: Hukum Pidana adalah semua
dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan
hukum dan mengenakan suatu nestapa
kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
Pompe: Hukum Pidana adalah semua aturan aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya
pidana itu.
Van Hamel: Hukum Pidana adalah semua
dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan
hukum dan mengenakan suatu nestapa
kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
Pompe: Hukum Pidana adalah semua aturan aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya
pidana itu.
Van Hamel: Hukum Pidana adalah semua
dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan
hukum dan mengenakan suatu nestapa
Secara obyektif, hk pidana terbagi:
1. Hk pidana Materiil, yaitu perbuatan yg
diancam dg hukuman, mengatur
pertanggungjawaban thd hk pidana,
hukuman apa yg dpt dijatuhkan kpd org2 yg telah melanggar UU.
2. Hk pidana formil, yaitu: sejumlah peraturan
yg mengandung cara2 negara
mempergunakan haknya untuk mengadili
serta memberikan putusan thd seseorang yg diduga melakukan tindak pidana.
Secara obyektif, hk pidana terbagi:
1. Hk pidana Materiil, yaitu perbuatan yg
diancam dg hukuman, mengatur
pertanggungjawaban thd hk pidana,
hukuman apa yg dpt dijatuhkan kpd org2 yg telah melanggar UU.
2. Hk pidana formil, yaitu: sejumlah peraturan
yg mengandung cara2 negara
mempergunakan haknya untuk mengadili
serta memberikan putusan thd seseorang yg diduga melakukan tindak pidana.
Secara obyektif, hk pidana terbagi:
1. Hk pidana Materiil, yaitu perbuatan yg
diancam dg hukuman, mengatur
pertanggungjawaban thd hk pidana,
hukuman apa yg dpt dijatuhkan kpd org2 yg telah melanggar UU.
2. Hk pidana formil, yaitu: sejumlah peraturan
yg mengandung cara2 negara
mempergunakan haknya untuk mengadili
serta memberikan putusan thd seseorang yg diduga melakukan tindak pidana.
Secara obyektif, hk pidana terbagi:
1. Hk pidana Materiil, yaitu perbuatan yg
diancam dg hukuman, mengatur
pertanggungjawaban thd hk pidana,
hukuman apa yg dpt dijatuhkan kpd org2 yg telah melanggar UU.
2. Hk pidana formil, yaitu: sejumlah peraturan
yg mengandung cara2 negara
mempergunakan haknya untuk mengadili
Pembagian Hukum Pidana:
1. Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)
2. Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
1. Tertulis dan terkodifikasi:
KUHP (beserta UU yang merubah &
menambahnya)
2. Tertulis tidak terkodifikasi:
UU Pidana di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam Peraturan
perundang-undangan non-pidana Pembagian Hukum Pidana:
1. Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)
2. Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
1. Tertulis dan terkodifikasi:
KUHP (beserta UU yang merubah &
menambahnya)
2. Tertulis tidak terkodifikasi:
UU Pidana di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam Peraturan
perundang-undangan non-pidana Pembagian Hukum Pidana:
1. Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)
2. Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
1. Tertulis dan terkodifikasi:
KUHP (beserta UU yang merubah &
menambahnya)
2. Tertulis tidak terkodifikasi:
UU Pidana di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam Peraturan
perundang-undangan non-pidana Pembagian Hukum Pidana:
1. Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)
2. Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
1. Tertulis dan terkodifikasi:
KUHP (beserta UU yang merubah &
menambahnya)
2. Tertulis tidak terkodifikasi:
UU Pidana di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam Peraturan
KUHP:
Buku I : Ketentuan Umum (
ps 1 ps103)
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagiperbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain
Buku II : Kejahatan (ps 104
488)
Buku III : Pelanggaran (ps 489
569)
KUHP:
Buku I : Ketentuan Umum (
ps 1 ps103)
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagiperbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain
Buku II : Kejahatan (ps 104
488)
Buku III : Pelanggaran (ps 489
569)
KUHP:
Buku I : Ketentuan Umum (
ps 1 ps103)
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagiperbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain
Buku II : Kejahatan (ps 104
488)
Buku III : Pelanggaran (ps 489
569)
KUHP:
Buku I : Ketentuan Umum (
ps 1 ps103)
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagiperbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain
Buku II : Kejahatan (ps 104
488)
Azas-Azas Hukum Pidana:
Yaitu: norma dasar yg dijabarkan dr hk positif yg oleh ilmu hk tdk dianggap berasal dr aturan2 yg lebih umum.
1. Legalitas dan Retroaktif (psl 1 KUHP), (psl 28i
UUD 45)
Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali
2. Teritorial; (Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976)
3. Nasional Aktif / personal (Ps 5 KUHP --> Ps 7
KUHP --> Ps 92 KUHP)
4. Pasif / perlindungan (Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8
KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999)
5. Universal (Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976)
Azas-Azas Hukum Pidana:
Yaitu: norma dasar yg dijabarkan dr hk positif yg oleh ilmu hk tdk dianggap berasal dr aturan2 yg lebih umum.
1. Legalitas dan Retroaktif (psl 1 KUHP), (psl 28i
UUD 45)
Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali
2. Teritorial; (Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976)
3. Nasional Aktif / personal (Ps 5 KUHP --> Ps 7
KUHP --> Ps 92 KUHP)
4. Pasif / perlindungan (Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8
KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999)
5. Universal (Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976)
Azas-Azas Hukum Pidana:
Yaitu: norma dasar yg dijabarkan dr hk positif yg oleh ilmu hk tdk dianggap berasal dr aturan2 yg lebih umum.
1. Legalitas dan Retroaktif (psl 1 KUHP), (psl 28i
UUD 45)
Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali
2. Teritorial; (Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976)
3. Nasional Aktif / personal (Ps 5 KUHP --> Ps 7
KUHP --> Ps 92 KUHP)
4. Pasif / perlindungan (Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8
KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999)
5. Universal (Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976)
Azas-Azas Hukum Pidana:
Yaitu: norma dasar yg dijabarkan dr hk positif yg oleh ilmu hk tdk dianggap berasal dr aturan2 yg lebih umum.
1. Legalitas dan Retroaktif (psl 1 KUHP), (psl 28i
UUD 45)
Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali
2. Teritorial; (Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976)
3. Nasional Aktif / personal (Ps 5 KUHP --> Ps 7
KUHP --> Ps 92 KUHP)
4. Pasif / perlindungan (Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8
KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999)
Hub hukum pidana dg ilmu2 lainnya:
1. Kriminologi: kajian kejahatan
2. Viktimologi ; kajian ttg korban
3. Sosiologi hk: hubungan hkm (pidana) dg
sosial kemasyarakatan
4. Politik hk: kebijakan hkm pdn
5. Filsafat;
6. Forensik; dll
Hub hukum pidana dg ilmu2 lainnya:
1. Kriminologi: kajian kejahatan
2. Viktimologi ; kajian ttg korban
3. Sosiologi hk: hubungan hkm (pidana) dg
sosial kemasyarakatan
4. Politik hk: kebijakan hkm pdn
5. Filsafat;
6. Forensik; dll
Hub hukum pidana dg ilmu2 lainnya:
1. Kriminologi: kajian kejahatan
2. Viktimologi ; kajian ttg korban
3. Sosiologi hk: hubungan hkm (pidana) dg
sosial kemasyarakatan
4. Politik hk: kebijakan hkm pdn
5. Filsafat;
6. Forensik; dll
Hub hukum pidana dg ilmu2 lainnya:
1. Kriminologi: kajian kejahatan
2. Viktimologi ; kajian ttg korban
3. Sosiologi hk: hubungan hkm (pidana) dg
sosial kemasyarakatan
4. Politik hk: kebijakan hkm pdn
5. Filsafat;
Delik/Tindak Pidana/Peristiwa Pidana/Perbuatan Pidana
a. pengertian;
Simons : kelakuan yg diancam dg pidana, yg
bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab
Van Hamel : kelakuan manusia yg dirumuskan
dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan
b. jenis;
Delik Kejahatan & Delik pelanggaran Delik Materiil & Delik Formil
Delik Komisi & Delik Omisi Delik Dolus & Delik Culpa Delik Biasa & Delik Aduan
Delik/Tindak Pidana/Peristiwa Pidana/Perbuatan Pidana
a. pengertian;
Simons : kelakuan yg diancam dg pidana, yg
bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab
Van Hamel : kelakuan manusia yg dirumuskan
dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan
b. jenis;
Delik Kejahatan & Delik pelanggaran Delik Materiil & Delik Formil
Delik Komisi & Delik Omisi Delik Dolus & Delik Culpa Delik Biasa & Delik Aduan
Delik/Tindak Pidana/Peristiwa Pidana/Perbuatan Pidana
a. pengertian;
Simons : kelakuan yg diancam dg pidana, yg
bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab
Van Hamel : kelakuan manusia yg dirumuskan
dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan
b. jenis;
Delik Kejahatan & Delik pelanggaran Delik Materiil & Delik Formil
Delik Komisi & Delik Omisi Delik Dolus & Delik Culpa Delik Biasa & Delik Aduan
Delik/Tindak Pidana/Peristiwa Pidana/Perbuatan Pidana
a. pengertian;
Simons : kelakuan yg diancam dg pidana, yg
bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab
Van Hamel : kelakuan manusia yg dirumuskan
dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan
b. jenis;
Delik Kejahatan & Delik pelanggaran Delik Materiil & Delik Formil
Prof. Moeljatno: a. kelakuan dan akibat ( =
perbuatan)
b. hal ikhwal atau keadaan yg
menyertai perbuatan c. keadaan tambahan yg memberatkan
d. unsur melawan hukum yg obyektif e. unsur melawan hukum yg
subyektif
Prof. Simon: a. Handeling
(perbuatan manusia) b. Melawan
hukum
c. Diancam dg
pidana oleh UU d. Mampu
bertanggung jawab
e. Perbuatan trjdi krn kesalahan sipembuat
Prof. Moeljatno: a. kelakuan dan akibat ( =
perbuatan)
b. hal ikhwal atau keadaan yg
menyertai perbuatan c. keadaan tambahan yg memberatkan
d. unsur melawan hukum yg obyektif e. unsur melawan hukum yg
subyektif
Prof. Simon: a. Handeling
(perbuatan manusia) b. Melawan
hukum
c. Diancam dg
pidana oleh UU d. Mampu
bertanggung jawab
Unsur2 dalam perumusan: A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif) - akibat
- melawan hukum - syarat tambahan - keadaan
B. Unsur Subyektif - kesalahan :
(a) sengaja (b) kealpaan - keadaan
Unsur2 dalam perumusan: A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif) - akibat
- melawan hukum - syarat tambahan - keadaan
B. Unsur Subyektif - kesalahan :
(a) sengaja (b) kealpaan - keadaan
Unsur2 di luar perumusan: - secara
melawan hukum - dapat
dipersalahkan - dapat
dipertanggung jawab kan
Unsur2 dalam perumusan: A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif) - akibat
- melawan hukum - syarat tambahan - keadaan
B. Unsur Subyektif - kesalahan :
(a) sengaja (b) kealpaan - keadaan
Unsur2 dalam perumusan: A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif) - akibat
- melawan hukum - syarat tambahan - keadaan
B. Unsur Subyektif - kesalahan :
(a) sengaja (b) kealpaan - keadaan
Unsur2 di luar perumusan: - secara
melawan hukum - dapat
dipersalahkan - dapat
Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana
Pasal 285:
-Barangsiapa
dengan kekerasan atau
-ancaman kekerasan -Memaksa
-seorang wanita -bersetubuh
dengan dia -di luar
perkawinan
Pasal 259:
-Barangsiapa
-Karena
Kealpaannya
-Menyebabka
n orang lain
mati
Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana
Pasal 285:
-Barangsiapa
dengan kekerasan atau
-ancaman kekerasan -Memaksa
-seorang wanita -bersetubuh
dengan dia -di luar
perkawinan
Pasal 259:
-Barangsiapa
-Karena
Pertanggungjwaban pidana (criminal responsibility)
Kaitanya adala dg subyek hk: manusia/badan hk, yg mnjadi pndukung hak dan kewajiban.
Roscoe Pound: sbg suatu kewajiban utk membayar pembalasan yg diterima pelaku dr seseorang yg tlh dirugikan.
Maksudnya: untuk menentukan apakah org
tersebut dapat dipertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak trhdp tindakan yg dilakukanya itu.
Van Hamel: kemampuan utk bertanggung jawab scr hk adalah suatu kondisi kematangan
kenormalan psikis yg mencakup kemampuan lainya.
Pertanggungjwaban pidana (criminal responsibility)
Kaitanya adala dg subyek hk: manusia/badan hk, yg mnjadi pndukung hak dan kewajiban.
Roscoe Pound: sbg suatu kewajiban utk membayar pembalasan yg diterima pelaku dr seseorang yg tlh dirugikan.
Maksudnya: untuk menentukan apakah org
tersebut dapat dipertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak trhdp tindakan yg dilakukanya itu.
Van Hamel: kemampuan utk bertanggung jawab scr hk adalah suatu kondisi kematangan
kenormalan psikis yg mencakup kemampuan lainya.
Pertanggungjwaban pidana (criminal responsibility)
Kaitanya adala dg subyek hk: manusia/badan hk, yg mnjadi pndukung hak dan kewajiban.
Roscoe Pound: sbg suatu kewajiban utk membayar pembalasan yg diterima pelaku dr seseorang yg tlh dirugikan.
Maksudnya: untuk menentukan apakah org
tersebut dapat dipertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak trhdp tindakan yg dilakukanya itu.
Van Hamel: kemampuan utk bertanggung jawab scr hk adalah suatu kondisi kematangan
kenormalan psikis yg mencakup kemampuan lainya.
Pertanggungjwaban pidana (criminal responsibility)
Kaitanya adala dg subyek hk: manusia/badan hk, yg mnjadi pndukung hak dan kewajiban.
Roscoe Pound: sbg suatu kewajiban utk membayar pembalasan yg diterima pelaku dr seseorang yg tlh dirugikan.
Maksudnya: untuk menentukan apakah org
tersebut dapat dipertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak trhdp tindakan yg dilakukanya itu.
Van Hamel: kemampuan utk bertanggung jawab scr hk adalah suatu kondisi kematangan
.
• klasifikasi:
.
• klasifikasi:
Penanggungj awab
penuh:
- Dader;
- Mededade r
- Medepleg er
- Doen pleger
- uitlokker
Penanggung jawab
sebagian:
- Poger: pelaku
percobaan TP
-Medeplichtige
.
• klasifikasi:
Penanggungj awab
penuh:
- Dader;
- Mededade r
- Medepleg er
- Doen pleger
- uitlokker
Penanggung jawab
sebagian:
- Poger: pelaku
percobaan TP
Percobaan tindak pidana (poging)
PASAL 53 KUHP:
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Percobaan tindak pidana (poging)
PASAL 53 KUHP:
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Percobaan tindak pidana (poging)
PASAL 53 KUHP:
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Percobaan tindak pidana (poging)
PASAL 53 KUHP:
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.
POGING/PERCOBAAN TP Pengertian:
Permulaan kejahatan yang belum selesai;
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
dan diancam hukuman oleh undang-undang;
Poging adalah perluasan pengertian delik;
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau
membahayakan kepentingan hukum
Syarat-syarat percobaan: Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Delik dikatakan selesai apabila:
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan
yang dilarang telah dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat
yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau terjadi
POGING/PERCOBAAN TP Pengertian:
Permulaan kejahatan yang belum selesai;
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
dan diancam hukuman oleh undang-undang;
Poging adalah perluasan pengertian delik;
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau
membahayakan kepentingan hukum
Syarat-syarat percobaan: Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Delik dikatakan selesai apabila:
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan
yang dilarang telah dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat
yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau terjadi
POGING/PERCOBAAN TP Pengertian:
Permulaan kejahatan yang belum selesai;
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
dan diancam hukuman oleh undang-undang;
Poging adalah perluasan pengertian delik;
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau
membahayakan kepentingan hukum
Syarat-syarat percobaan: Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Delik dikatakan selesai apabila:
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan
yang dilarang telah dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat
yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau terjadi
POGING/PERCOBAAN TP Pengertian:
Permulaan kejahatan yang belum selesai;
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang
dan diancam hukuman oleh undang-undang;
Poging adalah perluasan pengertian delik;
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau
membahayakan kepentingan hukum
Syarat-syarat percobaan: Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Delik dikatakan selesai apabila:
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan
yang dilarang telah dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat
Bentuk-bentuk poging:
Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi
selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu
kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak
berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Bentuk-bentuk poging:
Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi
selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu
kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak
berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Bentuk-bentuk poging:
Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi
selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu
kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak
berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Bentuk-bentuk poging:
Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi
selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu
kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak
Hal-hal yg memberatkan pidana (maksimum plus 1/3)
Hal-hal yg memberatkan pidana (maksimum plus 1/3)
Yg memperberat:
a. Samenloop (psl 63 KUHP)
b. Recedive:
tanggung jawab ulang
c. Krn
jabatan/tanggungj awab jabatan (psl 52 KUHP)
Yg memperingan:
a. Poging / percobaan (psl 53 & 54 KUHP) b. Medeplichtigheid /
membantu melakukan TP (psl 57-60 KUHP)
c. Belum cukup umur / anak-anak (psl 47 KuhP)
Hal-hal yg memberatkan pidana (maksimum plus 1/3)
Yg memperberat:
a. Samenloop (psl 63 KUHP)
b. Recedive:
tanggung jawab ulang
c. Krn
jabatan/tanggungj awab jabatan (psl 52 KUHP)
Yg memperingan:
a. Poging / percobaan (psl 53 & 54 KUHP) b. Medeplichtigheid /
membantu melakukan TP (psl 57-60 KUHP)
Alasan peniadaan pidana Alasan peniadaan pidana
Alasan Pembenar: alasan yg
menghapuskan sifat melawan hk dr pd
pristiwa pdn, sehingga tdk mrupakan prstiwa pdn:
-Noodwer/bela paksa (psl 49 KUHP)
-Menjalankan perintah UU (psl 50)
-Menjalankan perintah jabatan yg sah (psl 51)
Alasan pemaaf:
- Overmacht/daya paksa (psl 48 KUHP) - Bela paksa
melampaui batas; - melaksanakan
perintah jabatan yg tdk sah
- org yg tdk mampu bertanggung jwb
(anak2 dan org gila) Alasan peniadaan pidana
Alasan Pembenar: alasan yg
menghapuskan sifat melawan hk dr pd
pristiwa pdn, sehingga tdk mrupakan prstiwa pdn:
-Noodwer/bela paksa (psl 49 KUHP)
-Menjalankan perintah UU (psl 50)
-Menjalankan perintah jabatan yg sah (psl 51)
Alasan pemaaf:
- Overmacht/daya paksa (psl 48 KUHP) - Bela paksa
melampaui batas; - melaksanakan
perintah jabatan yg tdk sah
- org yg tdk mampu bertanggung jwb
Hilangnya hak negara dlm menuntut dan menjlankan pidana
Hilangnya hak negara dlm menuntut dan menjlankan pidana
Hilangnya hak negara menuntut:
a. Nebis in idem (psl 76 KUHP)
b. Meninggalnya
terdakwa (psl 77)
c. Kadaluwarsa/verjarin g (psl 78)
d. Penyelesaian di luar pengadilan (psl 82) e. Amnesti dan Abolisi
Hilangnya hak negara menjalankan pidana: a. Meninggalnya
terdakwa (psl 83)
b. Kadaluwarsa (psl 84) c. Grasi (UU No.
22/2002)
Hilangnya hak negara dlm menuntut dan menjlankan pidana
Hilangnya hak negara menuntut:
a. Nebis in idem (psl 76 KUHP)
b. Meninggalnya
terdakwa (psl 77)
c. Kadaluwarsa/verjarin g (psl 78)
d. Penyelesaian di luar pengadilan (psl 82) e. Amnesti dan Abolisi
Hilangnya hak negara menjalankan pidana: a. Meninggalnya
terdakwa (psl 83)
b. Kadaluwarsa (psl 84) c. Grasi (UU No.
Perbarengan TP / Concursus / Samenloop
terjadi dua/lebih TP oleh satu org dmn TP yg dilakukan pertama kali belum dijatuhi
pidana, atau antara TP yg prtma dg TP
brikutnya blm dibatasi oleh suatu putusan hakim
Bantuk-bentuk perbarengan:
1. Concursus idealis (psl 63)
2. Concursus realis (psl 65-71)
3. Perbuatan berlanjut (psl 64)
Perbarengan TP / Concursus / Samenloop
terjadi dua/lebih TP oleh satu org dmn TP yg dilakukan pertama kali belum dijatuhi
pidana, atau antara TP yg prtma dg TP
brikutnya blm dibatasi oleh suatu putusan hakim
Bantuk-bentuk perbarengan:
1. Concursus idealis (psl 63)
2. Concursus realis (psl 65-71)
3. Perbuatan berlanjut (psl 64)
Perbarengan TP / Concursus / Samenloop
terjadi dua/lebih TP oleh satu org dmn TP yg dilakukan pertama kali belum dijatuhi
pidana, atau antara TP yg prtma dg TP
brikutnya blm dibatasi oleh suatu putusan hakim
Bantuk-bentuk perbarengan:
1. Concursus idealis (psl 63)
2. Concursus realis (psl 65-71)
3. Perbuatan berlanjut (psl 64)
Perbarengan TP / Concursus / Samenloop
terjadi dua/lebih TP oleh satu org dmn TP yg dilakukan pertama kali belum dijatuhi
pidana, atau antara TP yg prtma dg TP
brikutnya blm dibatasi oleh suatu putusan hakim
Bantuk-bentuk perbarengan:
1. Concursus idealis (psl 63)
2. Concursus realis (psl 65-71)
Sistem pemidanaan concursus:
1. Stelsel kumulasi murni: penjumlahan
2. Absorpsi murni: hisapan
3. Apsorpsi diperberat/dipertajam: pidna
trtinggi dtmbah sepertiga nya
4. Kumulasi terbatas: semua diancam pidana
ttp tdk blh mlebihi pidana trberat ditambah sepertiga.
Sistem pemidanaan concursus:
1. Stelsel kumulasi murni: penjumlahan
2. Absorpsi murni: hisapan
3. Apsorpsi diperberat/dipertajam: pidna
trtinggi dtmbah sepertiga nya
4. Kumulasi terbatas: semua diancam pidana
ttp tdk blh mlebihi pidana trberat ditambah sepertiga.
Sistem pemidanaan concursus:
1. Stelsel kumulasi murni: penjumlahan
2. Absorpsi murni: hisapan
3. Apsorpsi diperberat/dipertajam: pidna
trtinggi dtmbah sepertiga nya
4. Kumulasi terbatas: semua diancam pidana
ttp tdk blh mlebihi pidana trberat ditambah sepertiga.
Sistem pemidanaan concursus:
1. Stelsel kumulasi murni: penjumlahan
2. Absorpsi murni: hisapan
3. Apsorpsi diperberat/dipertajam: pidna
trtinggi dtmbah sepertiga nya
4. Kumulasi terbatas: semua diancam pidana
KAUSALITAS
1. Pengertian
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang
bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum
pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian
kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
KAUSALITAS
1. Pengertian
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang
bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum
pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian
kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
KAUSALITAS
1. Pengertian
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang
bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum
pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian
kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
KAUSALITAS
1. Pengertian
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang
bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum
pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian
kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
Teori-teori ajaran kausalitas:
a. Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
b. Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder
c. Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelink)
Teori-teori ajaran kausalitas:
a. Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
b. Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder
c. Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelink)
Teori-teori ajaran kausalitas:
a. Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
b. Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder
c. Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelink)
Teori-teori ajaran kausalitas:
a. Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
b. Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder
Sistem pembuktian
(Pasal 183-189 KUHAP)
M. Yahya Harahap: ketentuan yg berisi penggarisan dan pedoman ttg cara2 yg
dibenarkan UU membuktikan kesalahan yg didakwakan kpd terdakwa.
Soebekti: meyakinkan hakim ttg kebenaran dalil2 yg dikemukakan dlm suatu
persengketaan
Sistem pembuktian
(Pasal 183-189 KUHAP)
M. Yahya Harahap: ketentuan yg berisi penggarisan dan pedoman ttg cara2 yg
dibenarkan UU membuktikan kesalahan yg didakwakan kpd terdakwa.
Soebekti: meyakinkan hakim ttg kebenaran dalil2 yg dikemukakan dlm suatu
persengketaan
Sistem pembuktian
(Pasal 183-189 KUHAP)
M. Yahya Harahap: ketentuan yg berisi penggarisan dan pedoman ttg cara2 yg
dibenarkan UU membuktikan kesalahan yg didakwakan kpd terdakwa.
Soebekti: meyakinkan hakim ttg kebenaran dalil2 yg dikemukakan dlm suatu
persengketaan
Sistem pembuktian
(Pasal 183-189 KUHAP)
M. Yahya Harahap: ketentuan yg berisi penggarisan dan pedoman ttg cara2 yg
dibenarkan UU membuktikan kesalahan yg didakwakan kpd terdakwa.
Soebekti: meyakinkan hakim ttg kebenaran dalil2 yg dikemukakan dlm suatu
Bukti: Sesuatu yg menyatakan kebenaran
suatu peristiwa; keterangan nyata.
Alat bukti: segala sesuatu yg ada
hubungannya dg suatu perbuatan, dimana dg alat2 bukti tersebut, dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuktian guna
menimbulkan keyakinan hakim atas
kebenaran adanya suatu tindak pidana yg telah dilakukan terdakwa.
Bukti: Sesuatu yg menyatakan kebenaran
suatu peristiwa; keterangan nyata.
Alat bukti: segala sesuatu yg ada
hubungannya dg suatu perbuatan, dimana dg alat2 bukti tersebut, dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuktian guna
menimbulkan keyakinan hakim atas
1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Lihat:
. Ps. 1 butir 27, 28 KUHAP . Ps. 187 ayat (1) huruf c
. Ps. 188 ayat (1): Petunjuk adalah perbuatan,
kejadian atau keadaan, yg karena persesuainya, baik antara yg satu dg yg lain, maupun dg TP itu sendiri, yg menandakan telah terjadi suatu TP. . Ps. 189 ayat (1)
1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Lihat:
. Ps. 1 butir 27, 28 KUHAP . Ps. 187 ayat (1) huruf c
. Ps. 188 ayat (1): Petunjuk adalah perbuatan,
1. Barang yg dipergunakan utk melakukan TP;
2. Barang yg dipergunakan utk membantu
melakukan TP;
3. Barang yg menjadi tujuan dilakukanya suatu
TP;
4. Barang/benda yg dihasilkan dr TP;
5. Barang tsb dpt memberi ket bagi
penyelidikan TP;
6. Barang bukti merupakan penunjang alat
bukti mempunyai kedudukan yg sangat penting dlm perkara pidana.
1. Barang yg dipergunakan utk melakukan TP;
2. Barang yg dipergunakan utk membantu
melakukan TP;
3. Barang yg menjadi tujuan dilakukanya suatu
TP;
4. Barang/benda yg dihasilkan dr TP;
5. Barang tsb dpt memberi ket bagi
penyelidikan TP;
6. Barang bukti merupakan penunjang alat
Menguatkan kedudukan alat bukti yg
sah (p. 184):
Mencari dan menemukan kebenaran
materiil atas perkara sidang yg
ditangani;
Dapat menguatkan keyakinan hakim
atas kesalahan terdakwa.
Menguatkan kedudukan alat bukti yg
sah (p. 184):
Mencari dan menemukan kebenaran
materiil atas perkara sidang yg
ditangani;
Dapat menguatkan keyakinan hakim
Sistem pembuktian:
1. Conviction intime > berdasarkan keyakinan
hakim belaka
2. Wetterlijk stelsel > berdasarkan UU positif
3. Conviction Rasionne > keyakinan hakim atas
alasan yg logis
4. Negatif wetterlijk bewijks theorie >
berdasarkan UU secara negatif
Sistem pembuktian:
1. Conviction intime > berdasarkan keyakinan
hakim belaka
2. Wetterlijk stelsel > berdasarkan UU positif
3. Conviction Rasionne > keyakinan hakim atas
alasan yg logis
4. Negatif wetterlijk bewijks theorie >
berdasarkan UU secara negatif
Sistem pembuktian:
1. Conviction intime > berdasarkan keyakinan
hakim belaka
2. Wetterlijk stelsel > berdasarkan UU positif
3. Conviction Rasionne > keyakinan hakim atas
alasan yg logis
4. Negatif wetterlijk bewijks theorie >
berdasarkan UU secara negatif
Sistem pembuktian:
1. Conviction intime > berdasarkan keyakinan
hakim belaka
2. Wetterlijk stelsel > berdasarkan UU positif
3. Conviction Rasionne > keyakinan hakim atas
alasan yg logis
4. Negatif wetterlijk bewijks theorie >
Penafsiran (Interpretasi) dan Analogi
Every legal norm needs interpretation (Matheld Boot)
. Otentik
. Sistematis . Gramatikal . Historis
. Sosiologis . Teleologis . Ekstensif, dll
Penafsiran (Interpretasi) dan Analogi
Every legal norm needs interpretation (Matheld Boot)
. Otentik
. Sistematis . Gramatikal . Historis
. Sosiologis . Teleologis . Ekstensif, dll
Namun yg lebih sering digunakan hanya 4:
1. Gramatikal; 2. Sistematis ; 3. Historis;
4. Teleologis;
Restriktif
Ekstensi f
Penafsiran (Interpretasi) dan Analogi
Every legal norm needs interpretation (Matheld Boot)
. Otentik
. Sistematis . Gramatikal . Historis
. Sosiologis . Teleologis . Ekstensif, dll
Penafsiran (Interpretasi) dan Analogi
Every legal norm needs interpretation (Matheld Boot)
. Otentik
. Sistematis . Gramatikal . Historis
. Sosiologis . Teleologis . Ekstensif, dll
Namun yg lebih sering digunakan hanya 4:
1. Gramatikal; 2. Sistematis ; 3. Historis;
Politik Hukum pidana (penal policy)
Politik hukum, soedarto:
a. Usaha utk meuwujudkan peraturan2 yg baik sesuai dg
keadaan dan situasi pd suatu saat
b. Kebijakan dr ngra melalui badan2 yg berwenang utk
menetapkan peraturan2 yg dikehendaki yg diperkirakan bs digunakan utk mengekspresikan apa yg trkandung dlm masyrakat dan utk mncapai apa yg dicita2kan.
Politik hkm pidana, Soedarto: usaha mewujudkan peraturan perundang2an pidana yg sesuai dg keadaan dan situasi pd suatu waktu dan utk masa2 yg akan dtg.
Jd menurut A. Mulder penal policy garis kebijakan utk mnentukan:
a. Seberapa jauh ketentuan2 pidana yg berlaku perlu diubah
atau diperbaharui
b. Apa yg dpt diperbuat utk mncegah trjadinya TP
c. Cara bagaimana penyidikan, penentutan, peradilan, dan
pelaksanaan pidana hrs dilaksanakan
Politik Hukum pidana (penal policy)
Politik hukum, soedarto:
a. Usaha utk meuwujudkan peraturan2 yg baik sesuai dg
keadaan dan situasi pd suatu saat
b. Kebijakan dr ngra melalui badan2 yg berwenang utk
menetapkan peraturan2 yg dikehendaki yg diperkirakan bs digunakan utk mengekspresikan apa yg trkandung dlm masyrakat dan utk mncapai apa yg dicita2kan.
Politik hkm pidana, Soedarto: usaha mewujudkan peraturan perundang2an pidana yg sesuai dg keadaan dan situasi pd suatu waktu dan utk masa2 yg akan dtg.
Jd menurut A. Mulder penal policy garis kebijakan utk mnentukan:
a. Seberapa jauh ketentuan2 pidana yg berlaku perlu diubah
atau diperbaharui
b. Apa yg dpt diperbuat utk mncegah trjadinya TP
c. Cara bagaimana penyidikan, penentutan, peradilan, dan
pelaksanaan pidana hrs dilaksanakan
Politik Hukum pidana (penal policy)
Politik hukum, soedarto:
a. Usaha utk meuwujudkan peraturan2 yg baik sesuai dg
keadaan dan situasi pd suatu saat
b. Kebijakan dr ngra melalui badan2 yg berwenang utk
menetapkan peraturan2 yg dikehendaki yg diperkirakan bs digunakan utk mengekspresikan apa yg trkandung dlm masyrakat dan utk mncapai apa yg dicita2kan.
Politik hkm pidana, Soedarto: usaha mewujudkan peraturan perundang2an pidana yg sesuai dg keadaan dan situasi pd suatu waktu dan utk masa2 yg akan dtg.
Jd menurut A. Mulder penal policy garis kebijakan utk mnentukan:
a. Seberapa jauh ketentuan2 pidana yg berlaku perlu diubah
atau diperbaharui
b. Apa yg dpt diperbuat utk mncegah trjadinya TP
c. Cara bagaimana penyidikan, penentutan, peradilan, dan
pelaksanaan pidana hrs dilaksanakan
Politik Hukum pidana (penal policy)
Politik hukum, soedarto:
a. Usaha utk meuwujudkan peraturan2 yg baik sesuai dg
keadaan dan situasi pd suatu saat
b. Kebijakan dr ngra melalui badan2 yg berwenang utk
menetapkan peraturan2 yg dikehendaki yg diperkirakan bs digunakan utk mengekspresikan apa yg trkandung dlm masyrakat dan utk mncapai apa yg dicita2kan.
Politik hkm pidana, Soedarto: usaha mewujudkan peraturan perundang2an pidana yg sesuai dg keadaan dan situasi pd suatu waktu dan utk masa2 yg akan dtg.
Jd menurut A. Mulder penal policy garis kebijakan utk mnentukan:
a. Seberapa jauh ketentuan2 pidana yg berlaku perlu diubah
atau diperbaharui
b. Apa yg dpt diperbuat utk mncegah trjadinya TP
c. Cara bagaimana penyidikan, penentutan, peradilan, dan
Penal policy mrupakan bagian dr criminal
policy.
Criminal policy, Marc Ancel: the rational
organitation of the control of crime by society (suatu usaha yg rasional dr masyarakat dlm menanggulangi kejahatan.
Politik kriminal (Criminal policy) pd hakikatnya merupakan bagian integral dr politik sosial (social policy).
Social policy, yaitu: kebijakan/upaya utk mencapai kesejahteraan sosial
Penal policy mrupakan bagian dr criminal
policy.
Criminal policy, Marc Ancel: the rational
organitation of the control of crime by society (suatu usaha yg rasional dr masyarakat dlm menanggulangi kejahatan.
Politik kriminal (Criminal policy) pd hakikatnya merupakan bagian integral dr politik sosial (social policy).
Social policy, yaitu: kebijakan/upaya utk mencapai kesejahteraan sosial
Penal policy mrupakan bagian dr criminal
policy.
Criminal policy, Marc Ancel: the rational
organitation of the control of crime by society (suatu usaha yg rasional dr masyarakat dlm menanggulangi kejahatan.
Politik kriminal (Criminal policy) pd hakikatnya merupakan bagian integral dr politik sosial (social policy).
Social policy, yaitu: kebijakan/upaya utk mencapai kesejahteraan sosial
Penal policy mrupakan bagian dr criminal
policy.
Criminal policy, Marc Ancel: the rational
organitation of the control of crime by society (suatu usaha yg rasional dr masyarakat dlm menanggulangi kejahatan.
Politik kriminal (Criminal policy) pd hakikatnya merupakan bagian integral dr politik sosial (social policy).
Social Policy
Social welfare Policy
Social Defence Policy
Criminal Policy
Penal Policy Tujuan
Criminal Policy
Hukum pidana khusus/Hukum tindak pidana khusus
Yaitu: hukum pidana yg diatur diluar KUHP yg mmpunyai penyimpangan dr hk pidana
umum, baik dr segi hk pidana materil maupun dr segi pidana formil.
Menurut Pompe, ada dua hal yg membuatnya khusus, yaitu:
subyeknya yg khusus (subyek) Perbuatanya yg khusus (obyek)
Hukum pidana khusus/Hukum tindak pidana khusus
Yaitu: hukum pidana yg diatur diluar KUHP yg mmpunyai penyimpangan dr hk pidana
umum, baik dr segi hk pidana materil maupun dr segi pidana formil.
Menurut Pompe, ada dua hal yg membuatnya khusus, yaitu:
subyeknya yg khusus (subyek) Perbuatanya yg khusus (obyek)
Hukum pidana khusus/Hukum tindak pidana khusus
Yaitu: hukum pidana yg diatur diluar KUHP yg mmpunyai penyimpangan dr hk pidana
umum, baik dr segi hk pidana materil maupun dr segi pidana formil.
Menurut Pompe, ada dua hal yg membuatnya khusus, yaitu:
subyeknya yg khusus (subyek) Perbuatanya yg khusus (obyek)
Hukum pidana khusus/Hukum tindak pidana khusus
Yaitu: hukum pidana yg diatur diluar KUHP yg mmpunyai penyimpangan dr hk pidana
umum, baik dr segi hk pidana materil maupun dr segi pidana formil.
Menurut Pompe, ada dua hal yg membuatnya khusus, yaitu:
Beberapa Penyimpangan scr materiil, yaitu: a. Bersifat elastis;
b. Perluasan berlakunya asas teritorial;
c. Pidana denda ditambah sepertiganya (1/3); d. Dapat berlaku asas retroaktif.
Beberapa Penyimpangan scr Formil, yaitu:
a. Perkara pidana khusus harus didahulukan dr pd pidana umum
b. Penyidikan dilakukan oleh jaksa dan KPK (ex. Tipikor)
c. di adili di pengadilan khusus (ex. Pengadilan HAM / pengadilan Militer dan Pengadilan Tipikor)
Beberapa UU ttg Tindak pidana khusus
a. UU No. 31 th 1999 jo UU No.20 th 2001 ttg Pemberantasan Tipikor
b. UU No. 39 Th 1999 ttg HAM
c. UU No. 7 drt th 1952 ttg Hukum Pidana Ekonomi
d. UU No. 15 th 2002 ttg Money Loundring (pencucian uang)
e. UU No. 15 th 2003 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Beberapa Penyimpangan scr materiil, yaitu:
a. Bersifat elastis;
b. Perluasan berlakunya asas teritorial;
c. Pidana denda ditambah sepertiganya (1/3); d. Dapat berlaku asas retroaktif.
Beberapa Penyimpangan scr Formil, yaitu:
a. Perkara pidana khusus harus didahulukan dr pd pidana umum
b. Penyidikan dilakukan oleh jaksa dan KPK (ex. Tipikor)
c. di adili di pengadilan khusus (ex. Pengadilan HAM / pengadilan Militer dan Pengadilan Tipikor)
Beberapa UU ttg Tindak pidana khusus
a. UU No. 31 th 1999 jo UU No.20 th 2001 ttg Pemberantasan Tipikor
b. UU No. 39 Th 1999 ttg HAM
c. UU No. 7 drt th 1952 ttg Hukum Pidana Ekonomi
d. UU No. 15 th 2002 ttg Money Loundring (pencucian uang)
e. UU No. 15 th 2003 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Beberapa Penyimpangan scr materiil, yaitu:
a. Bersifat elastis;
b. Perluasan berlakunya asas teritorial;
c. Pidana denda ditambah sepertiganya (1/3); d. Dapat berlaku asas retroaktif.
Beberapa Penyimpangan scr Formil, yaitu:
a. Perkara pidana khusus harus didahulukan dr pd pidana umum
b. Penyidikan dilakukan oleh jaksa dan KPK (ex. Tipikor)
c. di adili di pengadilan khusus (ex. Pengadilan HAM / pengadilan Militer dan Pengadilan Tipikor)
Beberapa UU ttg Tindak pidana khusus
a. UU No. 31 th 1999 jo UU No.20 th 2001 ttg Pemberantasan Tipikor
b. UU No. 39 Th 1999 ttg HAM
c. UU No. 7 drt th 1952 ttg Hukum Pidana Ekonomi
d. UU No. 15 th 2002 ttg Money Loundring (pencucian uang)
e. UU No. 15 th 2003 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Beberapa Penyimpangan scr materiil, yaitu:
a. Bersifat elastis;
b. Perluasan berlakunya asas teritorial;
c. Pidana denda ditambah sepertiganya (1/3); d. Dapat berlaku asas retroaktif.
Beberapa Penyimpangan scr Formil, yaitu:
a. Perkara pidana khusus harus didahulukan dr pd pidana umum
b. Penyidikan dilakukan oleh jaksa dan KPK (ex. Tipikor)
c. di adili di pengadilan khusus (ex. Pengadilan HAM / pengadilan Militer dan Pengadilan Tipikor)
Beberapa UU ttg Tindak pidana khusus
a. UU No. 31 th 1999 jo UU No.20 th 2001 ttg Pemberantasan Tipikor
b. UU No. 39 Th 1999 ttg HAM
c. UU No. 7 drt th 1952 ttg Hukum Pidana Ekonomi
d. UU No. 15 th 2002 ttg Money Loundring (pencucian uang)