• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK CERITA ANAK MELALUI TEKNIK DISCOVERY PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SUKARAME TALANGPADANG TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK CERITA ANAK MELALUI TEKNIK DISCOVERY PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SUKARAME TALANGPADANG TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK CERITA ANAK MELALUI TEKNIK DISCOVERY

PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SUKARAME TALANGPADANG TANGGAMUS

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh MISYATI

Masalah dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak dengan teknik discovery pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Sukarame Talangpadang Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan peningkatan kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak melalui teknik discovery pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Sukarame Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012.

(2)

Berdasarkan analisis data, diketahui pada prasiklus, siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kelas. Pada prasiklus, nilai rata-rata kelas 54,33 dengan persentase ketuntasan sebesar 39,28%. Siklus I peningkatan dari nilai rata-rata prasiklus sebesar 11,84 dan nilai rata-rata kelas 66,17 dengan persentase ketuntasan sebesar 66,67%. Siklus II mengalami peningkatan hasil belajar dari nilai rata-rata siklus I sebesar 9,83 dan nilai rata-rata 76,00 persentase ketuntasan sebesar 91,67%. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa pada setiap siklusnya. Hal tersebut terlihat pada keaktifan dan keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran melalui teknik discovery. Demikian juga dengan aktivitas guru mengalami peningkatan dalam mengelola kegiatan pembelajaran dari setiap siklusnya. Siklus I persentase aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran mencapai 60%. Siklus II meningkat menjadi 80%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teknik discovery dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak.

(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK CERITA ANAK MELALUI TEKNIK DISCOVERY

PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SUKARAME TALANGPADANG TANGGAMUS

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh MISYATI

Penelitian Tindakan Kelas

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK CERITA ANAK MELALUI TEKNIK DISCOVERY

PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SUKARAME TALANGPADANG TANGGAMUS

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Penelitian Tindakan Kelas

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

MISYATI NPM 1013124005

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Format Kesediaan Menjadi Teman Sejawat ... 81

2. Surat Pernyataan ... 82

3. Rencana Pelaksananaan Pembelajaran Siklus I ... 83

4. Rencana Pelaksananaan Pembelajaran Siklus II ... 89

5. Hasil kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur intrinsik dari cerita anak prasiklus ... 95

6. Analisis hasil evaluasi prasiklus ... 96

7. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik pada siklus I ... 98

8. Hasil kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau dari aspek tema pada siklus I ... 99

9. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau dari aspek tokoh dan watak pada siklus I ... 100

10. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau dari aspek latar cerita pada siklus I ... 101

11. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau dari aspek alur pada siklus I ... 102

12. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau dari aspek amanat pada siklus I ... 103

13. Analisis hasil evaluasi siklus I ... 104

(6)

15. Observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran siklus I... 108

16. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik pada ... siklus II ... 109

17. Hasil kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur intrinsik ... ditinjau dari aspek tema pada siklus II ... 110

18. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau ... dari aspek tokoh dan watak pada siklus II ... 111

19. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau ... dari aspek latar cerita pada siklus II ... 112

20. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau ... dari aspek alur pada siklus II ... 113

21. Hasil kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ditinjau ... dari aspek amanat pada siklus II. ... 114

22. Analisis hasil evaluasi siklus II ... 115

23. Hasil observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran siklus II .. 117

24. Hasil observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran siklus II .... 119

25. Instrumen kemampuan siswa mengidentifikasi unsur intrinsik ... cerita anak ... 120

26. Catatan lapangan siklus I. ... 126

27. Catatan lapangan siklus II ... 127

28. Surat keterangan melaksanakan penelitian di sekolah ... 129

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Indikator Penilaian Mengidentifikasi Unsur Intrinsik dari Cerita

Anak Mengidentifikasi Unsur Intrinsik dari Cerita Anak ... 41

3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 43

3.3 Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran ... 44

4.1 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Prasiklus ... 49

4.2 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Siklus I ... 54

4.3 Rata-Rata Perolehan Skor Siswa Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Anak Siklus I... 57

4.4 Analisis Hasil Evaluasi Siklus I ... 58

4.5 Distribusi Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Siklus II ... 63

4.6 Rata-Rata Perolehan Skor Siswa Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Anak Siklus II ... 66

4.7 Analisis Hasil Evaluasi Siklus II ... 67

4.8 Data Ketuntasan Siswa Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Anak Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II ... 73

4.9 Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II ... 75

(8)

DAFTAR ISI

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Unsur Intrinsik ... 9

2.3 Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar ... 21

2.4 Teknik Discovery ... 26

2.4.1 Pengertian Teknik Discovery ... 26

2.4.2 Keunggulan dan Kelemahan Teknik Discovery ... 27

2.4.3 Langkah-Langkah Teknik Discovery ... 29

BAB III. PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS 3.1 Rancangan Penelitian ... 33

3.2 Subjek Penelitian ... 35

(9)

3.4 Waktu Penelitian ... 35

3.10 Langkah-langkah Menganalisis Data ... 46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 48

4.1.1 Prasiklus ... 49

4.1.2 Siklus I ... 50

4.1.2.1 Tahap Perencanaan ... 50

4.1.2.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 51

4.1.2.3 Tahap Pengamatan ... 53

4.1.2.4 Tahap Refleksi ... 61

4.1.3 Siklus II ... 62

4.1.3.1 Tahap Perencanaan ... 62

4.1.3.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 63

4.1.3.3 Tahap Pengamatan ... 68

4.1.3.4 Tahap Refleksi ... 70

4.2 Pembahasan ... 71

4.2.1 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 71

4.2.2 Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran ... 74

4.2.3 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran ... 74

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 77

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(10)

MOTO

Artinya : Dari Abu Umamah r.a, Rasulullah saw. bersabda : “Wahai manusia belajarlah ilmu sebelum ia dicabut”

(HR. Ahmad)

“Doa adalah nyanyian hati yang selalu dapat membuka jalan kepada Singgasana Tuhan, meskipun terhimpit dalam tangisan jiwa”

(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Sumarti, S.Pd., M.Hum. ……..………..

Sekretaris : Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. ………

Penguji

bukan Pembimbing : Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd. ………

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(12)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur atas nikmat pendidikan yang telah Allah

Subhanahuwata’ala berikan, kupersembahkan karya ini kepada suami dan ketiga

(13)

Judul PTK : Peningkatan Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Anak Melalui Teknik Discovery pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Sukarame Talangpadang Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012

Nama Mahasiswa : Misyati

Nomor Pokok Mahasiswa : 1013124005

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI,

Pembimbing 1

Sumarti, S.Pd., M.Hum. NIP 197003181994032002

Pembimbing 2

Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. NIP 197808092008012001

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di sebuah desa bernama Banjarsari, Kecamatan Talangpadang,

Kabupaten Tanggamus, pada 27 Juni 1968. Penulis adalah anak kelima dari enam

bersaudara pasangan dari Bapak Arham dan Ibu Zuhriyah.

Jenjang pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 3 Talangpadang lulus 1981,

SMP Negeri 1 Talangpadang lulus 1984, SPG PGRI Talangpadang lulus 1987,

dan Diploma 3 STKIP PGRI Bandar Lampung lulus 1994.

Tanggal 18 Juli, penulis mulai mengajar di SD Negeri 1 Kalibening, Kecamatan

Talangpadang, Kabupaten Tanggamus Bidang Studi Bahasa Indonesia. Selain

mengajar Bidang Studi Bahasa Indonesia, penulis juga mengajar Bahasa Daerah.

Tanggal 1 Januari 2008, penulis dipindah tugaskan ke daerah terpencil yaitu SD

Negeri 1 Sukarame, Kecamatan Talangpadang, Kabupaten Tanggamus hingga

saat ini penulis tetap mengajar bidang studi Bahasa Indonesia.

Tahun 2010, penulis mengikuti Program Pendidikan S-1 dalam Jabatan dari Dinas

Pendidikan di FKIP Unila. Penulis sudah melaksanakan Program Pengalaman

Lapangan (PPL) atau Program Pemantapan Mengajar (PKM) dan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) di SD Negeri 1 Sukarame tempat penulis mengajar yang

beralamatkan di Dusun Paneongan Pekon Sukarame, Kecamatan Talangpadang,

(15)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan PTK dengan

judul “Peningkatan Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Cerita Anak

Melalui Teknik Discovery pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Sukarame

Talangpadang Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012. Salawat serta salam

semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad

Salaulahu’alaihiwasalam, serta para sahabat, keluarga, dan pengikutnya yang

senantiasa setia sampai akhir zaman. Amin.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai

pihak dalam menyelesaikan PTK ini. Oleh karena itu, dengan segenap jiwa

sebagai wujud rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan atas segala

bantuan, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Sumarti, S.Pd., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang tak henti-hentinya

memberikan dorongan, saran, dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan

PTK ini;

2. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing 2, yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran mulai pembuatan proposal

(16)

3. Dr. Edy Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi sekaligus Pembimbing

Akademik, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis

dengan penuh ketegasan dan motivasi yang kuat sehingga penulis terpacu

untuk menyelesaikan PTK ini;

4. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Dosen Pembahas dan Penguji,

yang telah memberikan tuntunan dan masukan sehingga PTK ini menjadi lebih

sempurna;

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,

FKIP Universitas Lampung;

6. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung; dan

7. Keluarga besar SD Negeri 1 Sukarame Kecamatan Talangpadang, Kabupaten

Tanggamus terutama Kepala Sekolah Drs. Kenedi, teman sejawat Drs. H.

Alimun, teman-teman guru dan staf TU, siswa-siswi atas kerja sama dan

kemudahan yang penulis dapatkan selama melaksanakan PKM dan PTK ini.

Penulis menyadari dalam penulisan PTK ini masih banyak kekurangan dan

kesalahan. Karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak demi

kesempurnaan PTK ini. Harapan penulis, semoga karya kecil ini bisa bermanfaat

bagi kita semua, khususnya dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di

sekolah.

Bandarlampung, Juni 2012

Penulis,

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak merupakan

keterampilan berbahasa awal yang dikuasai manusia dan dasar bagi keterampilan

berbahasa lain. Pada awal kehidupan manusia lebih dulu belajar menyimak,

kemudian berbicara, membaca, dan menulis. Penguasaan keterampilan menyimak

akan berpengaruh pada keterampilan berbahasa lain. Keterampilan menyimak

adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh

perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi. Untuk memperoleh informasi,

menangkap isi, serta makna komunikasi yang hendak disampaikan oleh si

pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 2008: 1).

Mulai tahun 2006 telah diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang

merupakan perangkat dan perencana yang berorientasi pada pembelajaran

berbasis kompetensi serta hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian

kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam

pengembangan kurikulum sekolah KTSP yang bertujuan pada pendidikan dasar

yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih maju (Muslich

(18)

Sesuai dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Bahasa Indonesia kelas VI

SD mengenai isi dan bahan pembelajaran, yaitu bahasa sebagai alat komunikasi

yang digunakan untuk bermacam-macam fungsi sesuai dengan apa yang ingin

disampaikan oleh guru kepada siswa, materi pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia juga diarahkan dan dititikberatkan pada fungsi bahasa itu sendiri. Isi

dan bahan juga harus menunjang pada pencapaian tujuan. Untuk mencapai tujuan

tersebut, ruang lingkup mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia juga

menyangkut segi penguasaan kebahasaan, kemampuan memahami, mengapresiasi

sastra dan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai bahan penelitian

salah satu yang sesuai dengan standar kompetensi SD kelas VI yaitu

mendengarkan cerita anak. Pada pembelajaran sastra ada dua unsur pembangun

di dalamnya yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik merupakan unsur

pembangun dari dalam suatu karya sastra, sedangkan ekstrinsik merupakan unsur

pembangun dari luar karya sastra.

Sebagai salah satu unsur yang membangun dari dalam karya sastra itu, unsur

intrinsik inilah yang menyebabkan karya sastra itu hadir melalui kepaduan

berbagai unsur intrinsik, yaitu unsur-unsur yang dikemas dalam wujud struktur

karya sastra, yang terdapat dalam tokoh, watak, latar, tema, atau amanat.

Unsur-unsur tersebut menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan,

amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca atau

pendengar.

Menurut Rahmanto (1993), pembelajaran sastra di SD pada dasarnya bertujuan

(19)

tertarik untuk mempelajarinya. Di dalam pembelajaran sastra tersebut terjadi

proses yang memungkinkan terjadinya pengenalan, pemahaman, dan penikmatan

terhadap karya sastra sehingga siswa mampu menerapkan temuannya dalam

kehidupan nyata, siswa akan memperoleh manfaat karya sastra yang

diapresiasinya, yakni membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan

pengetahuan budaya, mengembangkan cipta, dan rasa, serta menunjang

pembentukan watak.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), silabus mata pelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VI SD Negeri 1 Sukarame Talangpadang

Tanggamus salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa ialah menentukan

unsur intrinsik dari cerita anak. Salah satu indikator pembelajarannya yaitu siswa

dapat mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema, dan amanat dari cerita anak yang

dibacakan. Untuk dapat menentukan unsur instrisik cerita dengan baik, maka

terlebih dahulu siswa perlu memperoleh pemahaman tentang bagaimana

memahami tokoh, watak, latar, tema, dan amanat dalam cerita anak, yang

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memahami unsur intrinsik

suatu karya sastra, serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Cerita anak

penting untuk dipelajari karena cerita anak merupakan kebudayaan yang harus

dilestarikan, menarik, unik, dan lebih mengembangkan daya imajinasi anak,

mengandung budi pekerti, serta hiburan bagi masyarakat.

Suatu karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dengan

mempertimbangkan tiga aspek penting yaitu aspek bahasa, psikologi, dan latar

(20)

pertimbangan dalam proses pembelajaran, agar siswa mampu memahami tokoh,

watak, latar, tema, dan amanat karena cerita anak tersebut memiliki latar belakang

budaya yang ceritanya pasti dikenal oleh anak-anak usia sekolah dasar.

Berdasarkan hasil ulangan harian siswa pada pokok bahasan mengidentifikasi

unsur intrinsik cerita anak yang diperoleh masih rendah. Rendahnya hasil tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam kenyataan yang terjadi di kelas, guru

menghadapi anak yang sulit memahami materi pelajaran, meskipun guru sudah

berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan materi, tetapi sebagian anak masih

belum memahami apa yang telah dijelaskan. Selain itu, lingkungan sangat

mempengaruhi pada diri siswa misalnya lingkungan di luar sekolah yang kurang

memotivasi siswa dalam belajar, sedangkan kendala guru yaitu belum

menerapkan teknik pembelajaran secara efektif. Dari beberapa permasalahan

tersebut membuktikan bahwa kemampuan menyimak siswa masih rendah.

Kurang berhasilnya pembelajaran Bahasa Indonesia juga dapat dilihat melalui

rendahnya hasil evaluasi siswa pada pembelajaran tentang materi mengidentifikasi

unsur intrinsik cerita anak. Meskipun materi tersebut sudah sering diajarkan

kepada siswa, tetapi hasil yang diperoleh belum mencapai KKM yang ditentukan

sekolah sebesar 60,00. Dari jumlah keseluruhan 24 siswa, yang tuntas hanya 9

orang dan siswa yang belum tuntas 15 orang. Hal ini disebabkan siswa kurang

memahami unsur intrinsik dari sebuah cerita yang di dalamnya mencakup tokoh,

watak, latar, tema, dan amanat.

Selama ini, guru lebih sering menggunakan teknik ceramah dalam menyampaikan

(21)

menyebabkan siswa menjadi bosan dalam mengikuti pembelajaran dan

berdampak rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Berdasarkan hal

tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran pada materi

mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak belum berhasil sehingga diperlukan

tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam proses pembelajaran

mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak, kreativitas guru sangat dibutuhkan.

Salah satu kreativitas guru yang dapat dilakukan adalah dengan memilih teknik

pembelajaran yang tepat dengan materi yang diajarkan. Pemanfaatan teknik yang

tepat dalam penyampaian materi akan mempermudah pemahaman siswa. Salah

satu teknik pembelajaran yang peneliti anggap dapat mengatasi masalah tersebut

adalah teknik discovery.

Teknik discovery memiliki beberapa kelebihan antara lain (1) siswa dapat

berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, (2) menumbuhkan

sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan), (3) mendukung problem

solving siswa, (4) memberikan wahana interaksi antarsiswa, dan siswa dengan

guru. Dengan demikian, siswa juga terlatih untuk menggunakan Bahasa

Indonesia yang baik dan. benar, (5) materi yang disajikan dapat mencapai tingkat

kemampuan yang lebih tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan

dalam proses menemukannya (Roestiyah NK, 2008: 22).

Menyadari tidak hanya penting tetapi juga karena siswa kurang memiliki

kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak, penulis berkeinginan

(22)

intrinsik cerita anak pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Sukarame Talangpadang

Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012 melalui teknik discovery.

Melalui penerapan teknik discovery, penulis berharap pembelajaran Bahasa

Indonesia khususnya pada materi mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak,

tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai. Oleh karena itu, penulis

melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Mengidentifikasi

Unsur Intrinsik Cerita Anak Melalui Teknik Discovery pada Siswa Kelas VI SD

Negeri 1 Sukarame Talangpadang Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“bagaimanakah peningkatan kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik cerita

anak dengan teknik discovery pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Sukarame

Talangpadang Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan

mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak melalui teknik discovery pada siswa

kelas VI SD Negeri 1 Sukarame Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoretis maupun praktis.

1.4.1 Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengembangan

(23)

pembelajaran yang tepat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan

menggunakan teknik discovery.

1.4.2 Secara Praktis

Hasil penelitian kelas ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa dan guru.

a. Bagi Siswa

(1) Menambah pengetahuan siswa kelas VI SD Negeri I Sukarame Talangpadang

dalam memahami nilai-nilai karya sastra terutama aspek tokoh, watak, latar,

tema, dan amanat dalam cerita anak melalui teknik discovery.

(2) Bahan evaluasi untuk dapat mengetahui bagaimana kemampuan siswa

mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak yang meliputi tokoh, watak, latar,

tema, dan amanat melalui teknik discovery.

b. Bagi Guru

Memberikan pengalaman dan wawasan bagi guru bahwa dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia pada aspek mendengarkan khususnya mengidentifikasi unsur

intrinsik cerita anak dengan teknik discovery dapat memberikan pengalaman yang

baru bagi siswa pada saat pembelajaran. Sehingga siswa dapat termotivasi dalam

(24)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Unsur Intrinsik

Untuk mampu mengidentifikasi suatu, tokoh, watak, latar, tema, dan amanat

dalam cerita anak, siswa harus mampu menguasai keterampilan berbahasa yaitu

keterampilan membaca. Membaca itu sendiri merupakan suatu proses yang

dilakukan serta dipergunakan untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan

oleh penulis kepada pembaca melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Tarigan,

2008: 17).

Informasi yang diperoleh pembaca semakin baik jika pembaca mempunyai

kemampuan yang baik dalam mambaca. Karena dengan memiliki keterampilan

yang baik dalam membaca, maka si pembaca akan dapat memahami tokoh, watak,

latar, tema, dan amanat dari cerita anak.

Ada beberapa pertimbangan dalam menyediakan materi bacaan cerita bagi

anak-anak usia sekolah dasar. Secara umum, penyediaan bahan harus memperhatikan

(a) bahasa yang digunakan, (b) penokohan, peristiwa, rangkaian cerita, (c) cara

penyajian dan gaya penuturan (Aminuddin, 1988: 42). Ditinjau dari bahasa yang

digunakan, pertimbangan mengacu pada penguasaan kosakata dan strukur kalimat

anak-anak. Kata-kata yang digunakan sebaiknya sesuai dengan situasi yang nyata

(25)

masih asing bagi anak, sebaiknya guru menerangkan dengan gambar atau paparan

deskriptif sebagai ilustrasi.

Ditinjau dari penokohan, pelaku yang ditampilkan harus realistis dan jelas.

Begitu juga motivasi dan pesan yang terdapat pada karya sastra perlu

digambarkan secara jelas. Peristiwa yang diceritakan harus menunjukkan

hubungan sebab akibat secara jelas. Cerita seharusnya lebih digambarkan secara

hidup dan menarik. Pertimbangan menyangkut cara penyajian dan penuturan akan

berhubungan dengan pemilihan kata, penggunaan gaya bahasa, teknik

penggambaran pelaku dan latar. Materi pembelajaran cerita adalah cerita yang

dekat/akrab dengan kehidupan anak, pernah didengar, rangkaian ceritanya mudah

diikuti, dan temanya cocok dengan usia anak. Cerita yang dipilih hendaknya

mengandung pelaku yang dapat dipercaya, awal dan akhir cerita harus tetap

menarik dan simpulan akhir harus dekat dengan anak (Rahmanto, 1993: 31).

2.1.1 Tema

Tema merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra. Tema adalah gagasan

utama atau pikiran pokok (Tarigan, 2008: 167). Sedangkan menurut Suharianto

(2005: 17) tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang

dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan

permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu. Sebagai

persoalan, tema merupakan suatu yang netral. Pada hakekatnya, di dalam tema

belum ada sikap, kecenderungan untuk memihak, karena itu masalah apa saja

(26)

2.1.1.1 Jenis Tema

Tema fiksi pada umumnya diklasifikasikan menjadi lima jenis, yakni (1) tema

jasmaniah, merupakan tema yang cenderung berkaitan dengan keadaan jasmani

manusia. Tema seperti terfokus pada kenyataan diri seseorang sebagai molekul,

zat, dan jasad, (2) tema organik, merupakan tema tentang moral, mencakup

hal-hal yang berhubungan dengan moral mausia, yang wujudnya tentang hubungan

antar manusia, antar pria dan wanita, (3) tema sosial, meliputi hal-hal yang berada

di luar masalah pribadi, misalnya masalah politik, pendidikan, dan propaganda,

(4) tema egoik, merupakan tema yang menyangkut reaksi-reaksi pribadi yang

umumnya menentang pengaruh sosial, dan (5) tema ke-Tuhanan, merupakan tema

yang berkaitan dengan kondisi manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan.

Werren dan Wellek (1990: 73) membagi permasalahan tema dalam karya sastra

menjadi lima golongan besar, yaitu (1) nasib, maksudnya adalah hubungan antara

kebebasan dan keterpaksaan, semangat manusia dan alam, (2) keagamaan, dalam

hal ini termasuk interpretasi tentang Tuhan, sikap terhadap dosa dan keselamatan,

(3) alam, perasaan terhadap alam, juga mitos dan ilmu gaib, (4) manusia,

permasalahan ini menyangkut konsep manusia, hubungan manusia dengan

kematian dan konsep cinta, dan (5) sosial, dalam hal ini menyangkut konsep

masyarakat, keluarga dan negara.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, penulis mengacu pada pendapat Sayuti yang

membagi tema menjadi lima jenis, yakni tema jasmani, organik, sosial, egoik dan

(27)

2.1.2 Tokoh

Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering digunakan istilah tokoh dan penokohan,

watak dan perwatakan, karakter dan karakteristik secara bergantian dengan

menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut, sebenarnya, tak

menyarankan pada pengertian yang tak persis sama, atau paling tidak dalam

tulisan ini akan dipergunakan dalam pengertian ulang berbeda, walau memang ada

diantaranya sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyarankan pada tokoh

cerita, dan pada "teknik" pengembangannya dalam sebuah cerita.

Penokohan adalah proses yang dipergunakan oleh seseorang pengarang untuk

menciptakan tokoh-tokoh fiksinya (Tarigan, 2008: 147). Tokoh fiksi harus

dilihat sebagai yang berada pada suatu masa, tempat tertentu dan haruslah pula

diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya. Tugas

pengarang ialah membuat tokoh itu sebaik mungkin, seperti yang benar-benar ada.

Walaupun tokoh cerita "hanya" merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah

merupakan tokoh yang hidup secara wajar. Kehidupan tokoh cerita adalah

kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai

tuntutan cerita dengan perwatakan yang disandangnya. Tokoh cerita hanya

sebagai orang penyampai pesan, atau bahkan merupakan refleksi pikiran, sikap,

pendirian, dan keinginan pengarang.

Tokoh-tokoh dalam fiksi dapat dibedakan berdasarkan sudut pandang dan

tinjauan, seorang tokoh dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan

(28)

1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama cerita adalah tokoh yang disebut pertama (central character, main

character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).

2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara

populer disebut hero-tokoh, yang merupakan pengejawatan norma-norma dan

nilai-nilai yang ideal bagi kita.

Nilai konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak hanya disebabkan oleh

tokoh antagonis. Sedangkan yang dimaksud dengan tokoh antagonis adalah tokoh

yang mempunyai sifat bertentangan dengan tokoh protagonis. Dalam hal ini tokoh

antagonis yang menciptakan konflik sehingga terjadi alur cerita yang menarik

yang menimbulkan simpati dan empati, emosional dari pembaca.

3. Tokoh Sederhana dan Bulat

Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi, atau

sifat dan watak tertentu saja. Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia

yang sesungguhnya, karena di samping memiliki kemungkinan sikap dan

tindakan, ia juga sering memberikan kejutan.

4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan

atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang

(29)

perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot yang

dikisahkan.

5. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan ke dalam

individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau

kebangsaannya atau sesuatu yang lain yang lebih bersikap mewakili.

Tokoh netral adalah tokoh cerita yang berekstensi demi cerita itu sendiri. Tokoh

ini benar-benar hanya hidup dan bereksitensi dalam dunia fiksi. la hadir

semata-mata demi cerita, atau dialah yang sebenarnya yang memilki cerita, pelaku cerita

dan yang diceritakan.

2.1.3 Watak

Watak berarti sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan

tingkah laku; budi pekerti; tabiat. Perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan

dengan watak seseorang pada lakon tertentu yang ia perankan dalam sebuah cerita

fiksi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000: 1270) disebutkan bahwa

watak atau perwatakan adalah bagaimana seorang bertingkah laku untuk peran

tokoh tertentu yang diberikan kepadanya.

2.1.4 Latar

Menurut Sayuti (2000: 62), latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada

kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung. Suatu karya

(30)

dengan kehidupan ini yang berlangsung dalam ruang dan waktu. Dengan

demikian yang termasuk di dalam latar adalah tempat atau ruang yang dapat

diamati, seperti di sebuah desa, kampung, kampus, hari, waktu, tahun, musim,

atau periode sejarah.

2.1.4.1 Tipe Latar

Pada umumnya tipe latar dalam fiksi dibedakan dalam dua tipe, yaitu neutural

setting 'latar netral' dan spiritual setting 'latar spritual'.

a. Latar netral adalah latar yang hanya latar, tidak memiliki kaitan dengan

fungsional dengan elemen fiksi lainnya.

b. Latar spiritual adalah latar yang mengumpulkan atau mengisyaratkan nilai-nilai

tertentu seperti tampak pada pelukisan latar pedesaan yang menunjukkan

bagaimana pranata nilai berlangsung di desa itu (Sayuti, 2000: 64).

2.1.4.2 Unsur Latar

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan

suasana. Ketiga unsur tersebut walau menawarkan permasalahan yang berbeda

dan dapat dibicarakan secara tersendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan

saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Rahmanto, 1993: 54).

a. Latar Tempat

Latar tempat merupakan lokasi terjadi peristiwa yang dibicarakan dalam sebuah

karya fiksi, unsur tempat yang dipergunakan dapat berupa tempat dengan nama

(31)

Untuk dapat mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan pengarang perlu

menguasai lokasi. Pengarang haruslah menguasai situasi geografis lokasi yang

bersangkutan lengkap dengan karakteristik dan sifat khasnya. Tempat yang dapat

berupa desa, jalan, laut, rumah, dan lain-lain tentu memiliki ciri khas yang

menandainya.

b. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Dalam memahami dan menikmati sebuah

cerita waktu merupakan acuan bagi pembaca. Karena adanya persamaan

perkembangan dan atau kesejalanan waktu itulah yang dimanfaatkan pembaca

untuk memberikan kesan seolah-seolah cerita tersebut sungguh-sungguh ada dan

terjadi.

c. Latar Suasana

Latar suasana atau latar sosial adalah suatu yang berhubungan dengan prilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup

yang cukup kompleks, seperti kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,

pandangan hidup, cara berfikir, bersikap, dan lain-lain. Selain itu, latar suasana

juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,

(32)

2.1.5 Amanat

Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam

karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna

niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh

pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan adalah makna yang

termuat dalam karya sastra tersebut (Semi, 2003: 82).

2.1.6 Alur atau Plot

Alur adalah konstruksi mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan

kronologis saling berkaitan yang dialami oleh pelaku (Septiningsih, 1998: 4).

Alur adalah struktur gerak atau laku dalam suatu fiksi atau drama (Tarigan 2008:

156).

Menurut Suharianto (2005: 18) alur atau plot adalah cara pengarang menjalin

kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat

sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh.

Dari beberapa pendapat tentang alur di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah

peristiwa-peristiwa yang terjalin dengan urutan yang baik dan membentuk sebuah

cerita. Dalam alur terdapat serangkaian peristiwa dari awal sampai akhir.

2.2 Cerita Anak

Cerita merupakan bagian dari hidup. Setiap orang adalah bagian dari sebuah

cerita. Kelahiran, kesehatan, keberhasilan, kematian, di mana, kapan, dan

(33)

yang amat menarik. Bahkan, cerita adalah narasi pribadi setiap orang, menjadi

bagian dari suatu peristiwa, bagian dari satu cerita, dan menjadi bagian dari

sebuah cerita adalah hakikat cerita. Sastra anak termasuk di dalamnya adalah

cerita anak (Sarumpaet, 2002: 54).

Dalam cerita anak pada umumnya berupa dongeng, hal ini disebabkan oleh faktor

usia, dimana anak usia sekolah dasar adalah taraf usia fantasi atau berkhayal.

Dongeng merupakan cerita yang lahir berdasarkan khayalan semata. Dapat

dikatakan pula bahwa dongeng merupakan cerita sederhana yang tidak

benar-benar terjadi. Dongeng berisi tentang kejadian-kejadian aneh di zaman dahulu.

Dongeng biasanya digunakan sebagai sarana dalam menuntun, mendidik

anak-anak dalam proses pengembangan berpikir. Adapun manfaat yang terkandung

dalam isi dongeng, diantaranya memberi nasehat yang baik bagi anak. Melalui

dongeng tersebut, anak dapat berimajinasi seolah-olah cerita dalam dongeng

tersebut terjadi dalam kehidupan nyata.

Dongeng termasuk cerita tradisional yang disampaikan secara turun-temurun.

Suatu cerita tradisional dapat tersebar secara luas ke berbagai tempat. Cerita itu

selanjutnya disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Oleh karena itu, tidaklah

mengherankan jika ada kemiripan atau kesamaan antara dongeng di suatu wilayah

dengan wilayah lain. hal itu dikarenakan cerita tradisional mudah diterima karena

(34)

2.2.1 Jenis Cerita Anak

Ada beberapa jenis cerita anak (dongeng), diantaranya adalah fabel, mite, legenda,

sage, dan cerita jenaka.

1. Fabel

Fabel adalah cerita yang mengandung pendidikan tentang perbuatan baik dan

buruk. Tokoh fabel adalah binatang. Semua binatang tersebut berprilaku seperti

manusia dan menggambarkan watak serta budi pekerti manusia. Contoh fabel

adalah Kancil dan Buaya, Pelanduk yang Cerdik, Ikan Gabus, dan lain-lain.

2. Mite

Mite adalah dongeng yang dianggap benar-benar terjadi dan disucikan. Hal yang

dikisahkan antara lain mengenai kehidupan para dewa, peri, dan roh-roh halus,

atau hal yang gaib yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat waktu itu.

Contoh mite diantaranya Jaka Tarub, Cerita Nyai Rara Kidul, Cerita Dewa Ruci,

dan lain-lain.

3. Legenda

Legenda adalah cerita tentang asal-usul suatu tempat, benda, atau suatu daerah.

Dalam cerita diselipkan beberapa kebenaran sejarah, tetapi kisah-kisah yang

sifatnya khayalan mendominasi keseluruhan cerita. Contoh cerita Legenda

Tangkuban Perahu, cerita Sangkuriang, cerita Rorojonggrang.

4. Sage

Sage adalah cerita yang mengandung unsur-unsur sejarah. Karena unsur sejarah

(35)

dapat dipercaya lagi sebagai fakta sejarah. Contoh sage Ciung Wanara, Jako

Dolog, dan Damarwulan.

5. Cerita jenaka

Cerita jenaka adalah cerita yang berisi tentang kelucuan tokoh-tokohnya.

Meskipun kejadiannya lucu tetapi di dalamnya terdapat ajaran atau nasehat yang

dibutuhkan masyarakat. Cerita jenaka disebut pula cerita penggeli hati. Contoh

cerita jenaka Lebai Malang, cerita Pak Belalang.

2.2.2 Ciri-ciri Cerita Anak

Pengalihan pola pikir orang dewasa kepada dunia anak-anak dan keberadaan jiwa

dan sifat anak-anak menjadi syarat cerita anak-anak yang digemari. Dengan kata

lain, cerita anak-anak harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala

aspek yang berada dan mempengaruhi mereka. Menurut Huck (dalam Subyantoro,

2006: 44) ciri esensial sastra anak, termasuk cerita anak ialah penggunaan

pandangan anak atau kacamata anak dalam menghadirkan cerita atau dunia

imajiner.

Sarumpaet (1976: 29) dan Endraswara (2002:119) mengatakan bahwa ciri-ciri

sastra anak termasuk di dalamnya cerita anak ada tiga, yakni (1) berisi sejumlah

pantangan, berarti hanya hal-hal tertentu saja yang boleh diberikan; (2) penyajian

secara langsung, kisah yang ditampilkan memberikan uraian secara langsung,

tidak berkepanjangan; (3) memiliki fungsi terapan, yakni memberikan pesan dan

(36)

Ciri cerita anak berisi sejumlah pantangan berarti hanya hal-hal tertentu saja yang

boleh diberikan. Ciri ini berkenaan dengan tema dan amanat cerita anak. Tema

yang merupakan gagasan cerita atau apa yng dipersoalkan dalam cerita, maka

harus dipertimbangkan tema apa yang cocok untuk anak-anak. Tidak semua tema

yang lazimnya dapat ditemukan dalam cerita orang dewasa dapat dipersoalkan

dan disajikan kepada anak-anak. Tema yang sesuai adalah tema yang menyajikan

masalah yang sesuai dengan alam hidup anak-anak. Misalnya tentang

kepahlawanan, peristiwa sehari-hari, dan sebagainya. Selain itu, biasanya

amanatnya disederhanakan dengan menyediakan akhir kisah yang indah.

Contohnya cerita anak Bawang Merah dan Bawang Putih, Timun Emas, dan

Puteri Abu.

2.3 Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar

Pembelajaran mendengarkan cerita anak merupakan salah satu pembelajaran

keterampilan berbahasa di bidang sastra. Pada pembelajaran bahasa Indonesia

kurikulum KTSP di sekolah dasar, siswa diharapkan memiliki kompetensi dalam

bidang sastra, dalam penelitian ini dikhususkan pada aspek mendengarkan dalam

mengidentifikasi unsur cerita anak. Sebuah keterampilan akan dikuasai dengan

baik jika diajarkan dan dilatihkan. Demikian pula dengan keterampilan

mendengarkan khususnya dalam pembelajaran sastra perlu diajarkan dan

dilatihkan dengan baik dan kontinu mengingat pentingnya peran siswa dalam

(37)

Pembelajaran sastra di sekolah dasar bertujuan agar siswa memiliki rasa peka

terhadap karya sastra sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk

mempelajarinya. Dengan mempelajari karya sastra diharapkan para siswa

memperoleh pengertian baik tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal

nilai-nilai, dan memperoleh pengalaman hidup (Rahmanto, 1993: 41).

Siswa akan memperoleh manfaat dari karya sastra yang diapresiasinya, yakni

membantu berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta

dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Effendi, 1995: 76). Siswa perlu

memperoleh pemahaman bagaimana memahami karya sastra tersebut, disinilah

pentingnya pembelajaran apresiasi. Proses pengapresiasian unsur-unsur intrinsik

yang terdapat dalam karya sastra (cerita anak) dalam latar, tokoh, tema, dan

amanat, melalui pemahaman tentang bagaimana cara pengarang menyampaikan

maksud, sikap, dan penilaian tokoh cerita. Karena itu, guru diharapkan mampu

memilih cerita anak yang sesuai dan mendukung proses pengapresiasian tersebut

demi tercapainya tujuan pembelajaran sastra di sekolah. Berikut tiga aspek

penting yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan pembelajaran sastra,

yakni:

1) Dari sudut bahasa

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah

yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain, seperti cara penulisan yang dipakai si

pengarang, ciri-ciri si pegarang pada waktu penulisan karya sastra itu, dan

kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Pemilihan bahan

(38)

dipakai dalam karya sastra tersebut dengan tingkat penguasaan bahasa yang

dimiliki oleh siswa sekolah dasar. Bukan hanya mempertimbangkan kosakata dan

tata bahasa, tetapi juga mempertimbangkan situasi dan pengertian isi wacana

termasuk ungkapan dan referensi yang ada (Rahmanto, 1993: 51). Jadi, sebagai

indikator kesesuaian bahasa tidak hanya dilihat dari bahasa yang digunakan secara

keseluruhan dalam karya sastra tersebut, tetapi juga bagaimana bahasa yang

digunakan oleh para tokoh, baik dari segi kebahasaan maupun kasantunannya.

2) Psikologi

Dalam memilih bahan pembelajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis

hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap

minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan

psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap; (a) daya ingat, (b)

kamauan mengerjakan tugas, (c) kesiapan bekerja sama, dan (d) kemungkinan

pemahaman situasi pemecahan masalah yang dihadapi.

Berikut uraian pentahapan yang diharapkan dapat membantu agar guru lebih

memahami tingkat perkembangan psikologis anak-anak sekolah dasar dan

menengah.

a. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh

(39)

b. Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah pada

realitas. Meski pendangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tapi pada

tahap ini anak telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan

bahkan kejahatan.

c. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan

sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus

berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk

memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

d. Tahap generalisasi (usia 16 tahun dan selanjutnya)

Pada usia ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja, tetapi

juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalis suatu

fenomena. Dengan menganalisis suatu fenomena, mereka barusaha menemukan,

dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke

pemikiran filsafat untuk menentukan keputusan-keputusan moral.

Karya sastra yang terpilih hendaknya sesuai dengan tapah psikologi pada

umumnya dalam suatu kelas. Tentu saja, tidak semua siswa dalam satu kelas

mempunyai tahapan psikologis yang sama, tetapi guru hendaknya menyajikan

karya sastra yang setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik minat

(40)

Guru dalam memilih karya sastra yang hendak disajikan kepada siswa jangan

hanya mempertimbangkan kemenarikan dari cerita saja, tetapi juga

memperhatikan gambaran psikologis para tokoh dalam karya sastra tersebut yang

harus sesuai dengan psikologis siswa, karena siswa cenderung menyerap cerita

para tokoh dan memikirkannya sebagaimana kenyataan yang mereka hadapi.

3) Latar Belakang Budaya

Sebuah karya sastra harus dilihat latar belakang yang meliputi hampir semua

faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografis, sejarah,

pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga,

hiburan, moral, etika, dan sebagainya. biasanya siswa akan mudah tertarik pada

karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar

belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh

yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka

atau dengan orang-orang di sekitar mereka.

Dalam pembelajaran sastra guru hendaknya memilih bahan pembelajarannya

dengan mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para

siswa. Guru sastra hendaknya memahami apa yang diminati para siswa sehingga

dapat menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu menuntut gambaran di luar

kemampuan pembayangan yang dimiliki siswa.

Dari ketiga aspek di atas, hendaknya disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku

saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang SD dan

(41)

2.4 Teknik Discovery

Di dalam kegiatan pembelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat

belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah

satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik

penyajian yang disebut dengan teknik pembelajaran. Salah satu teknik

pembelajaran yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan aktivitas siswa

dalam proses belajar mengajar adalah teknik discovery (Roestiyah NK, 2008: 1).

2.4.1 Pengertian Teknik Discovery

Ada beberapa konsep tentang teknik discovery yang dikemukakan oleh para ahli,

antara lain

1) Teknik discovery adalah teknik mengajar yang mengatur pembelajaran

sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya

tidak diketahuinya melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya

ditemukan sendiri (Herdian, 2007: 1).

2) Teknik discovery merupakan teknik yang lebih menekankan pada pengalaman

langsung siswa dan lebih mengutamakan proses dari pada hasil belajar

(Mulyasa, 2009: 15) .

3) Sund (dalam Roestiyah, 2008: 20) mengemukakan bahwa discovery adalah

proses mental siswa untuk mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip.

Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain mengamati,

mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,

(42)

4) Teknik discovery adalah teknik pembelajaran yang menggunakan teknik

penemuan dan merupakan proses mental (misalnya mengamati,

menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan,

dan sebagainya) dimana siswa menyesuaikan suatu konsep atau prinsip. Dalam

teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental

itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi (Roestiyah NK,

2008: 20).

Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan teknik discovery ialah

suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui

tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar

anak dapat belajar sendiri. teknik pembelajaran discovery merupakan suatu teknik

pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam

proses pembelajaran dengan teknik ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing

dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil,

prosedur, algoritma dan semacamnya.

2.4.2 Keunggulan dan Kelemahan Teknik Discovery

Setiap penggunaan teknik pembelajaran yang dilaksanakan di kelas pasti memiliki

keunggulan dan kelemahan. Menurut Roestiyah (2008: 20-21), keunggulan dan

kelemahan teknik discovery antara lain.

a. Keunggulan

1. Teknik discovery mampu membantu siswa untuk mengembangkan,

(43)

/pengenalan siswa.

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual

sehingga kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa.

3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa.

4. Teknik pembelajaran ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya, masing-masing.

5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi

yang kuat untuk giat belajar.

6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri

sendiri dengan proses penemuan sendiri.

7. Strategi ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman

belajar saja, membantu bila diperlukan.

b. Kelemahan

1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.

Siswa harus barani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya

dengan baik.

2. Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik pembelajaran ini akan kurang

berhasil.

3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pembelajaran.

tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik

pembelajaran ini.

4. Dengan teknik pembelajaran ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini

(44)

perkembangan /pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.

5. Teknik pembelajaran ini mungkin tidak memberi kesempatan untuk berpikir

secara kreatif.

Untuk mengatasi hal di atas, guru harus pandai menyikapi situasi kelas dan mental

siswa sebelum melaksanakan teknik pembelajaran ini. Karena apapun teknik

pembelajaran yang diberlakukan oleh seorang guru di dalam kelas baik buruknya,

berhasil tidaknya, berada ditangan guru.

2.4.3 Langkah-langkah Teknik Discovery

Ada beberapa pendapat tentang langkah-langkah yang ditempuh dalam

pembelajaran discovery. Menurut Mulyasa (2009: 17), langkah-langkah teknik

discovery, yaitu sebagai berikut.

1. Adanya masalah yang akan dipecahkan;

2. Masalah sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa;

3. Mengemukakan dan menulis secara jelas konsep atau prinsip yang harus

ditemukan oleh siswa melalui kegiatan tersebut;

4. Tersedianya alat dan bahan yang diperlukan;

5. Susunan kelas diatur sedemian rupa sehingga memudahkan siswa berfikir

bebas dalam kegiatan pembelajaran;

6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan data;

7. Guru harus memberikan jawaban dengan tepat dengan data serta informasi

(45)

Menurut Herdian (2007: 3) langkah-langkah pembelajaran discovery adalah

sebagai berikut:

1. Identifikasi kebutuhan siswa;

2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan

generalisasi pengetahuan;

3. Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;

4. Membantu dan memperjelas tugas/problema yang dihadapi siswa serta

peranan masing-masing siswa;

5. Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;

6. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;

7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;

8. Membantu siswa dengan informasi/data jika diperlukan oleh siswa;

9. Memimpin analisis sendiri (self analisis) dengan pertanyaan yang

mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;

10. Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;

11. Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.

Menurut Suryosubroto (2002: 199) langkah-langkah teknik discovery, antara lain

sebagai berikut.

1) Identifikasi kebutuhan siswa;

2) Seleksi bahan, problema, dan tugas-tugas;

3) Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan

(46)

4) Membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan

masing-masing siswa;

5) Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan;

6) Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan

tugas-tugas siswa;

7) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan;

8) Membantu siswa dengan informasi, data, jika diperlukan oleh siswa;

9) Memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan

mengidentifikasi proses;

10) Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa;

11) Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan;

12) Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil

penemuannya.

Dari langkah-langkah pembelajaran teknik discovery di atas, peneliti mengacu

pada pendapat Herdian yang mengatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran

teknik discovery antara lain: (1) identifikasi kebutuhan siswa, (2) seleksi

pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi

pengetahuan (3) seleksi bahan, problema/tugas-tugas, (4) membantu dan

memperjelas tugas/problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing

siswa, (5) mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan, (6) mengecek

pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan, (7) memberi

kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan, (8) membantu siswa dengan

(47)

analisis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah, (10)

merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, (11) membantu siswa

(48)

III. PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi. Penelitian mengenai pembelajaran aspek mendengarkan dalam

mengidentifikasi unsur intrinsik cerita anak melalui teknik discovery ini

merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu

pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas (Arikunto, S., 2010: 19).

Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis

reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang

dilakukan (Mukhlis, 2000: 5). Tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki

/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan

penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka

penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart

(dalam Arikunto, S., 2010: 137), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke

siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

(49)

dan refleksi. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 1. Model PTK. Kemmis S, and Mc. Taggart. (Dikutip Arikunto, Suharsimi, 2010: 137)

Penjelasan alur di atas sebagai berikut.

1. Perencanaan, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan

masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya

instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Pelaksanaan/Tindakan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai

upaya membangun pemahaman konsep siswa.

3. Pengamatan (observasi), dengan mengamati hasil atau dampak dari

diterapkannya teknik discovery. Observasi dibagi dalam dua siklus dimana

masing-masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama)

dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes tertullis di

akhir pembelajaran.

SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan Refleksi

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

(50)

4. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh pengamat. Berdasarkan hasil refleksi tersebut kemudian dapat

diputuskan apakah dilanjutkan pada siklus berikutnya ataukah tidak.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VI SD Negeri 1

Sukarame Talangpadang Tanggamus dengan jumlah siswa 24, terdiri atas 15

siswa laki-laki dan 9 perempuan.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Sukarame Talangpadang Tanggamus.

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Pelaksanaan

penelitian tindakan kelas sesuai dengan jadwal pelajaran dan penelitian

berlangsung berdasarkan indikator yang telah ditentukan.

3.5 Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini difokuskan pada proses dan

hasil pembelajaran. Dari segi proses diharapkan mencapai 75% siswa aktif dalam

pembelajaran dan dari segi hasil siswa mencapai KKM 60.

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: (1) perencanaan, (2)

(51)

rinci prosedur penelitian tindakan ini dijabarkan dalam uraian berikut ini.

3.6.1 Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini kegiatannya meliputi:

a. Peneliti dan pengamat menetapkan alternatif peningkatan efektivitas

pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam mengidentifikasi unsur

intrinsik cerita anak.

b. Peneliti bersama-sama teman sejawat membuat perencanaan pengajaran yang

mengembangkan keterampilan khususnya aspek mendengarkan.

c. Menginventarisir media pembelajaran yang akan digunakan.

d. Membuat lembar observasi.

e. Mendesain alat evaluasi.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran

sebagaimana yang telah direncanakan berdasarkan rencana pelaksaaan

pembelajaran (RPP) dengan indikator yang telah ditetapkan dengan menggunakan

teknik discovery.

1. Siklus I

a) Pertemuan Pertama

1) Kegiatan Awal (5 menit)

a) Apersepsi dan motivasi

b) Tanya jawab tentang materi pelajaran yang akan dipelajari.

(52)

d) Mengajukan pertanyaan tentang cerita anak yang pernah dibaca atau

didengar.

2) Kegiatan Inti (55 menit)

Melalui langkah-langkah teknik discovery, sebagai berikut.

a) Perumusan masalah untuk dipecahkan oleh siswa dengan mendengarkan

cerita anak yang dibacakan guru di depan kelas.

b) Setelah siswa mendengarkan cerita anak yang dibacakan guru, siswa

melakukan kegiatan penemuan (discovery) dengan bimbingan guru

dalam menemukan unsur-unsur intrinsik dari cerita anak tersebut pada

lembar kegiatan siswa.

c) Penetapan jawaban sementara dengan menjawab pertanyaan sesuai

dengan cerita yang didengar.

d) Siswa mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk

menjawab atau memecahkan masalah.

e) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi.

f) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal

yang kurang jelas.

3) Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Melakukan evaluasi.

b) Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan secara

(53)

c) Guru meminta siswa mempelajari kembali di rumah materi yang telah

diterimanya.

b) Pertemuan Kedua

1. Kegiatan Awal (5 menit)

a) Apersepsi dan motivasi.

b) Tanya jawab tentang materi pelajaran pada pertemuan sebelumnya.

c) Menjelaskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

d) Mengajukan pertanyaan tentang unsur intrinsik cerita anak.

2. Kegiatan Inti (50 menit)

Melalui tahap-tahap teknik discovery, sebagai berikut.

a) Siswa mendengarkan kembali cerita anak yang dibacakan guru di depan

kelas.

b) Perumusan masalah untuk dipecahkan oleh siswa dengan mendengarkan

cerita anak yang dibacakan.

c) Siswa mencari informasi melalui kegiatan penemuan (discovery) dengan

bimbingan guru dari cerita anak yang telah dibacakan untuk menentukan

unsur intrinsik dari cerita anak yang dibacakan.

d) Penetapan jawaban sementara dengan menjawab pertanyaan sesuai

dengan cerita anak yang didengar.

e) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi.

f) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal

(54)

3. Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,

memberikan penguatan dan penyimpulan.

b) Guru memberikan penilaian dan menutup pelajaran.

3.6.3 Tahap Observasi

Pada tahap observasi ini kegiatan yang dilaksanakan yaitu mengobservasi

terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah

dipersiapkan.

3.6.4 Tahap Refleksi

Kegiatan pada tahap refleksi ini yaitu menganalisis data yang diperoleh dari

observasi/pengamatan. Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dapat

merefleksikan diri tentang kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan

demikian, guru akan dapat mengetahui efektivitas kegiatan pembelajaran melalui

teknik discovery yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat

diketahui kelemahan kegiatan pembelajaran melalui teknik discovery yang

dilakukan oleh guru.

Setelah kegiatan pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti bersama teman sejawat

menilai hasil pekerjaan siswa, mengevaluasi kelebihan dan kekurangan yang

ditemukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Jika pada siklus I masih

belum mencapai target yang ditetapkan, maka peneliti merencanakan perbaikan

(55)

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut.

a. Tes

Tes yang dilakukan adalah tes tertulis, karena yang akan diukur adalah

kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur intrinsik yaitu menemukan

tokoh, watak, latar, tema dan amanat dari cerita anak yang dibacakan.

b. Observasi

Observasi digunakan untuk mengetahui apakah pembacaan cerita anak di kelas

lebih efektif. Pedoman observasi atau pengamatan ini di isi selama pembelajaran

berlangsung dengan cara memberi tanda ceklis () pada setiap aspek yang diamati

siswa dengan kategori (keadaan kelas) apakah kurang, cukup, baik atau baik

sekali.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan hasil lembar kerja siswa. Teknik

dokumentasi digunakan untuk mencari data-data yang mendukung permasalahan

yang akan diteliti.

3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar

Gambar

Gambar 1. Model PTK. Kemmis S, and Mc. Taggart.
Tabel 3.1 Indikator Penilaian Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik dari Cerita Anak
Tabel 3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran
Tabel 3.3 Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian signifikan simultan (uji statistik F) menunjukkan bahwa faktor kepemilikan institusional, struktur aset, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan secara

menyampaikan pesan kepada orang lain.Bila anak dapat menggunakan bahasa... dengan baik, anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia

[r]

[r]

[r]

TAHAPAN PERSIAPAN UNTUK PEMILU 2009// NAMUN HINGGA KINI / PPK ATAU PPS. BELUM

Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti setelah pengumpulan data adalah bagaimana menganalisis data yang telah diperoleh dari instansi terkait.Langkah ini

• Jika dua larutan dengan konsentrasi yang berbeda dipisahkan oleh suatu membran (selaput) semi permeable, maka molekul pelarut mengalir melalui membran dari larutan