• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Yasinta Susaeno

ii ABSTRAK

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

Oleh Yasinta Susaeno

Penelitian ini membahas masalah tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun

dan implikasinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD. Tujuan

pe-nelitian ini adalah mendeskripsikan tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun

dan implikasinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan desain deskriptif kualitatif. Sumber

data dalam penelitian ini adalah seorang anak usia dua tahun yang bernama

Salsabila. Data yang menjadi kajian dalam penelitian ini berupa tindak tutur

direktif yang dilakukan oleh subjek penelitian.Teknik pengumpulan data yang

di-gunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak libat cakap, teknik simak bebas

libat cakap dan catatan lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur direktif pada anak usia dua

ta-hun yang meliputi meminta, memerintah, memesan, dan menasihati dilakukan dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Tuturan langsung

(2)

Yasinta Susaeno

iii

langsung dengan argumentasi/alasan. Tuturan tidak langsung disampaikan

meng-gunakan modus bertanya, menyatakan fakta, dan melibatkan orang ketiga.

Tutur-an tidak lTutur-angsung ditemukTutur-an pada tindak tutur direktif meminta dan memerintah. Hal tersebut karena subjek penelitian lebih sering berkomunikasi menggunakan

tuturan meminta dan memerintah kepada mitra tuturnya. Selain modus, anak juga

mendayagunakan konteks untuk mendukung supaya keinginannya dapat tercapai.

Terdapat empat konteks yang didayagunakan anak pada hasil penelitian ini, yakni

konteks tempat, konteks waktu, konteks peristiwa, dan konteks orang sekitar. Prinsip percakapan pun sudah mulai diterapkan anak ketika bertutur, baik prinsip

kerja sama maupun prinsip kesantunan.

(3)

Yasinta Susaeno

iv

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

Oleh Yasinta Susaeno

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah JurusanPendidikanBahasa dan Seni

FakultasKeguruan dan IlmuPendidikanUniversitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Yasinta Susaeno

i

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN BERBAHASA DI PAUD

(Skripsi)

Oleh

YASINTA SUSAENO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)

Yasinta Susaeno

4.3 Implikasi Hasil Penelitian pada Pembelajaran Bahasa di PAUD ... 78

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1 Simpulan ... 83

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(7)

Yasinta Susaeno

ix

MOTO

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa

dan orang-orang yang berbuat kebaikan

(QS. An-Nahl: 128)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(QS. Alam Nasyrah: 6)

(8)

Yasinta Susaeno

vi

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd. ………..

Sekretaris : Sumarti, S.Pd., M.Hum. ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Wini Tarmini, M.Hum. ………..

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(9)

Yasinta Susaeno

vii

SURAT PERNYATAAN

Sebagai civitas akademik Universitas Lampung, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

NPM : 0813041055 nama : Yasinta Susaeno

judul skripsi : Tindak Tutur Direktif pada Anak Usia Dua Tahun dan Implikasinya pada Pembelajaran Kemampuan Berbahasa di PAUD

program studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. karya tulis ini bukan saduran/terjemahan, murni gagasan, rumusan dan pe-laksanan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber di organisasi tempat riset;

2. dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka;

3. saya menyerahkan hak milik atas karya tulis ini kepada Universitas Lampung, dan oleh karenanya Universitas Lampung berhak melakukan pengelolaan atas karya tulis ini sesuai dengan norma hukum dan etika yang berlaku; dan

4. pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandarlampung, Juni 2012 Yang membuat pernyataan,

(10)

Yasinta Susaeno

x

PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur atas segala nikmat dan rahmat yang diberikan Allah swt.,

kupersembahkan karya kecilku kepada orang-orang tersayang berikut ini.

1. Ayah dan Ibuku tercinta, Suprapto dan Yanina Sari, terima kasih untuk

se-mua cinta, kasih sayang, doa, dan dukungan yang telah kalian berikan

pa-daku hingga sekarang.

2. Adik-adikku, Yulisa dan Salsabila, terima kasih atas doa dan senyuman

yang selalu ada untukku.

3. Keluarga besarku yang senantiasa menanti keberhasilanku.

4. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung yang telah memberi ilmu

(11)

Yasinta Susaeno

v

Judul Skripsi : TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA ANAK

USIA DUA TAHUN DAN IMPLIKASINYA

PADA PEMBELAJARAN KEMAMPUAN

BERBAHASA DI PAUD

Nama : Yasinta Susaeno

Nomor Pokok Mahasiswa : 0813041055

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan

Daerah

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd. Sumarti, S.Pd., M.Hum. NIP 19640106 198803 1 001 NIP 19700318 199403 2 002

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

(12)

Yasinta Susaeno

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada 11 Februari 1990. Anak pertama dari

tiga bersaudara, buah kasih pasangan Ayahanda Suprapto dan Ibunda Yanina Sari.

Pendidikan yang telah penulis tempuh, yakni SD Negeri 2 Langkapura pada tahun

1996–2002, SMP Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2002–2005, SMA

Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2006−2008. Tahun 2008 penulis

meng-ikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima

di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan

Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Pada tahun 2010 semester 4 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

di Bandung–Yogyakarta–Bali, tahun 2011 semester 6 penulis melaksanakan

Ku-liah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Lampung Barat, Kecamatan Sumberjaya,

Desa Tugusari, serta Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1

(13)

Yasinta Susaeno

xi

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik, serta

hi-dayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Tindak Tutur Direktif pada Anak Usia Dua Tahun dan

Im-plikasinya pada Pembelajaran Kemampuan Berbahasa di PAUD” ini adalah salah

satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Program Studi

Pendikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung. Skripsi ini sengaja

di-susun untuk mempermudah mahasiswa khususnya calon pengajar dan pembaca

pada umumnya dalam memahami lebih jauh tentang tindak tutur direktif pada

anak usia dua tahun.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd., selaku pembimbing utama atas kesediaannya

untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian

skripsi ini;

2. Sumarti, S.Pd., M.Hum., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya untuk

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

3. Dr. Wini Tarmini, M.Hum., selaku pembahas pada seminar hasil dan

(14)

Yasinta Susaeno

xii

pengarahan, nasihat, bantuan, dan saran-saran dari mulai pengajuan judul,

penyusunan proposal, hingga skripsi ini selesai dengan penuh kesabaran;

4. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di

Universitas Lampung;

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

6. bapak dan ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

dan Daerah yang telah memberi penulis ilmu yang bermanfaat;

7. Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, beserta stafnya;

8. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung;

9. ayah dan ibu tercinta, (Suprapto dan Yanina Sari), yang selalu memberikan

kasih sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun material dan untaian doa

yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;

10. adik-adikku (Yulisa dan Salsabila) yang aku sayangi dan selalu memberikan

semangat, dan motivasi;

11. keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan

memberikan dorongan, semangat, dan doa;

12. sahabat-sahabatku di Batrasia angkatan 2008 (Asih Kurniawati, Ika Puspita

Apriani, Neneng Suryani, Putri Wulandari, Rima Gustianita, Yetni Halimah,

Yinda Dwi Gustira, dan Yuliana Lestari) yang selama ini saling memberi

(15)

Yasinta Susaeno

xiii

menghibur disetiap kesedihan, dan saling melengkapi, semoga persahabatan

kita akan kekal selamanya dan tidak terpisahkan oleh jarak dan waktu;

13. seluruh rekan-rekan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

dan Daerah angkatan 2008 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu

terima kasih atas kerja sama, doa serta kebersamaan yang telah teman-teman

berikan;

14. seluruh kakak tingkat angkatan 2005 – 2007 yang saya hormati; dan

15. seluruh adik tingkat 2009 – 2011 yang saya sayangi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi

kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2012

Penulis,

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat komunikasi karena tanpa adanya bahasa maka seseorang tidak

dapat berkomunikasi dengan lancar. Bahasa adalah milik manusia dan merupakan

satu ciri pembeda utama umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini

(Tarigan, 1990: 4). Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat

interaksi yang hanya dimiliki manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa

diguna-kan oleh anggota masyarakat penuturnya untuk menjalin hubungan dengan

anggo-ta masyarakat yang lain yang mempunyai kesamaan bahasa.

Bahasa tidak hanya digunakan oleh orang dewasa dalam berkomunikasi,

anak-anak usia dua tahun pun sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

dengan orang di sekitarnya. Mereka sudah mulai berani untuk mengutarakan apa

yang diinginkannya, mulai aktif dalam berbahasa, dan setiap saat selalu bertutur

kepada mitra tuturnya. Ucapan anak usia dua tahun belum jelas karena fungsi alat

ucapnya yang belum sempurna, tetapi pada usia ini mereka sudah berusaha

bel-ajar bertutur atau berbicara dalam mengajukan sesuatu yang diinginkannya.

Tutur-an yTutur-ang mereka ucapkTutur-an terkadTutur-ang hTutur-anya meniru dari tuturTutur-an orTutur-ang dewasa.

Namun tuturan-tuturan tersebut disimpan di dalam ingatannya kemudian

(17)

2

memerintah mitra tuturnya. Fungsi komunikasi tersebut sering dituturkan oleh

anak usia dua tahun dan disebut tindak tutur direktif.

Tindak tutur direktif, yaitu ilokusi yang bertujuan menghasikan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, (tindak ilokusi ini oleh Leech disebut

dengan tindak tutur ilokusi impositif). Tindak tutur direktif sering digunakan oleh

anak usia dua tahun untuk memerintah mitra tutur melakukan sesuatu. Tuturan

yang dihasilkan menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Misalnya, sang

anak meminta dibuatkan susu karena ia haus dengan menggunakan tuturan

me-minta. Hal tersebut dapat terlihat pada contoh percakapan yang berhasil didapat

oleh peneliti berikut ini.

(1) S : “Mamah buatin tutu, Tata aus.” (sambil merengek kepada sang

ibu). (Tutu = susu)

I : “Nanti ya, Mamah nonton TV dulu.”

S : “Ih... Mamah buatin Tatawiyah tutu.” (sambil menangis).

I : “Iya sayang Mamah buatin. Tunggu sebentar ya! Jangan

nangis lagi!”

S : “He..eh...”

Percakapan di atas terjadi pada malam hari, saat sang ibu sedang menonton

tele-visi bersama sang anak. Dalam percakapan tersebut, tampak bahwa sang anak

me-minta dibuatkan susu oleh ibunya sambil merengek. Awalnya sang ibu belum

mengabulkan keinginan sang anak tersebut karena sedang asyik menonton

tele-visi, tetapi setelah mendengar anaknya menangis barulah ia membuatkan susu.

Sang anak menggunakan tindak tutur langsung pada sasaran. Hal tersebut

dilaku-kannya karena meminta dibuatkan susu merupakan kebiasaan setiap hari,

sehing-ga ia tidak takut untuk mengutarakan apa yang diinginkannya densehing-gan

(18)

3

Selain menggunakan tindak tutur langsung untuk mengutarakan keinginannya

ter-sebut anak usia dua tahun pun dapat menggunakan tindak tutur tidak langsung

da-lam mengutarakan apa yang mereka inginkan. Misalnya, pada contoh percakapan

yang berhasil didapat oleh peneliti berikut ini.

(2) S : “Aku mau apa ya?” (Sambil melihat ke arah ibunya).

I : “Mamah gak tau lah Adek mau apa.”

S : “Aku mau apa ya?” (Sambil melihat jajanan yang ada

dihadapannya).

I : “O... Tata mau jajan ya?”

S : “Iya Mamah...” (Sambil tersenyum malu).

I : “Bilang dong Tata, Mamah kan gak tau Tata mau apa. Ya

udah sekarang Tata mau jajan apa?”

S : “Minuman.” (Sambil menunjuk minuman yang ada

dihadapannya).

I : “Ya udah kita beli minuman ini ya.”

Percakapan di atas terjadi pada pagi hari, saat sang ibu sedang berbelanja di pasar

bersama sang anak. Pada percakapan tersebut, tampak bahwa sang anak ingin

me-minta dibelikan sesuatu yaitu minuman ketika sang ibu sedang membeli sesuatu di

pasar. Namun ia tidak langsung mengutarakan apa yang diinginkannya. Justru ia

menggunakan tindak tutur tidak langsung dengan modus bertanya untuk

mengu-tarakan keinginannya tersebut, yakni dengan cara bertanya sambil melihat ke arah

ibunya, namun sang ibu belum paham maksud dari tuturan bertanya anaknya

ter-sebut. Sang anak pun memberi kode kepada sang ibu tentang maksud tuturannya

tersebut dengan melihat ke arah jajanan yang ada di hadapannya itu. Hal itulah

yang membuat sang ibu akhirnya mengerti maksud dari tuturan anaknya itu. Hal

tersebut dilakukan sang anak karena ia sedikit ragu terhadap kemungkinan

(19)

4

Kajian tentang tindak tutur direktif sudah banyak dilakukan oleh para peneliti.

Adapun para peneliti yang telah melakukan penelitian tentang tindak tutur direktif

antara lain, Megaria (2009) yang meneliti tentang tindak tutur memerintah pada

anak usia prasekolah dan implikasinya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di

TK. Subjek penelitian ini adalah seorang anak berusia 5,7 tahun bernama Annisa

Frecilia Adenina dan Patrisia (2010) yang meneliti tentang kesantunan dalam

tin-dak tutur meminta pada anak-anak dan implikasinya pada pembelajaran Bahasa

Indonesia di SD. Subjek penelitian ini adalah seorang anak berusia 7 tahun

ber-nama Yasa Intizar Tazana.

Dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa penelitian mengenai tindak tutur

direk-tif yang telah diteliti oleh Megaria (2009) dan Patrisia (2010) terdapat perbedaan

dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini. Hal tersebut nampak pada

peneli-tian peneliti yang meneliti keseluruhan tindak tutur direktif pada anak usia dua

ta-hun yang meliputi tuturan meminta, memerintah, memesan, menasihati, dan

mere-komendasikan, sedangkan penelitian Megaria (2009) lebih fokus meneliti tentang

tindak tutur memerintah dan penelitian Patrisia (2010) lebih fokus meneliti

ten-tang kesantunan dalam tindak tutur meminta.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu melakukan penelitian terhadap

anak usia dua tahun dengan judul “Tindak Tutur Direktif pada Anak Usia Dua

(20)

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun dan implikasinya pada

pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur direktif pada anak

usia dua tahun dan implikasinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di

PAUD.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keilmuan dan bagi

pembel-ajaran bahasa, baik secara teoretis maupun secara praktis.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

kajian pragmatik, serta memberikan masukan bagi pengembangan teori tindak

tutur.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pengajaran bahasa. Masukan tersebut secara langsung dapat dimanfaatkan oleh

guru dalam pembelajaran bahasa tentang adanya tindak tutur direktif, yakni

berkaitan dengan tuturan meminta, memerintah, memesan, menasihati, dan

merekomendasikan. Bagi guru PAUD, kajian ini hendaknya dimanfaatkan

untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar kemampuan

(21)

6

pendekatan komunikatif dan pendekatan kontekstual yang mengembalikan

bahasa pada fungsi utamanya sebagai alat komunikasi dan menghubungkan

kegiatan belajar mengajar dengan konteks kehidupan nyata anak-anak.

1.5Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan anak usia dua tahun.

2) Data penelitian ini adalah tindak tutur direktif yang meliputi meminta,

(22)

7

II. LANDASAN TEORI

2.1. Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang

meng-kaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Adapun hal-hal yang akan dibahas

dalam tindak tutur meliputi: pengertian tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur, dan

pendayagunaan konteks dalam tindak tutur.

2.1.1 Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara,

pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya

tin-dak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Adapun pengertian tintin-dak tutur

yang dikemukakan oleh para ahli bahasa, antara lain: Austin, Searle, Chaer, dan

Tarigan.

Austin (dalam Rusminto, 2010: 22) pertama kali mengemukakan istilah tindak

tu-tur. Austin mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada

pe-nuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Pendapat

Austin ini didukung oleh Searle (dalam Rusminto 2010: 22) dengan mengatakan

bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu,

(23)

8

Selanjutnya Searle (dalam Rusminto, 2010: 22) mengemukakan bahwa tindak

tu-tur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada

hu-bungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian tersebut

didasarkan pada pandangan bahwa (1) tuturan merupakan sarana untuk

berkomu-nikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak

ko-munikasi nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan

permin-taan. Dengan demikian, tindakan merupakan karakteristik tuturan dalam

komuni-kasi. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang

berbuat sesuatu, yaitu performansi tindakan. Tuturan yang berupa performansi

tin-dakan ini disebut dengan tuturan performatif, yakni tuturan yang dimaksudkan

un-tuk melakukan suatu tindakan.

Chaer (2004: 16) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual,

bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si

penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada

makna atau arti tindakan dalam tuturannya, sedangkan Tarigan (1990: 36)

menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka setiap ujaran atau ucapan

tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua

belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu tujuan kegiatan

yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan keterangan tersebut, maka

instrumen pada penelitian ini mengacu pada teori tindak tutur.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah teori yang

(24)

9

yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tuturnya dalam berkomunikasi.

Arti-nya, tuturan baru bermakna jika direalisasikan dalam tindakan komunikasi nyata.

2.1.2 Jenis-Jenis Tindak Tutur

Berkenaan dengan tuturan, Austin (dalam Rusminto, 2010: 22–23)

mengklasifika-sikan tindak tutur atas tiga klasifikasi, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur

iloku-si, dan tindak tutur perlokusi.

2.1.2.1 Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindakan proposisi yang berada pada kategori

mengata-kan sesuatu (an act saying somethings). Oleh karena itu, yang diutamamengata-kan dalam

tindak lokusi adalah isi tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Wujud tindak

lo-kusi adalah tuturan-tuturan yang berisi pernyataan atau tentang sesuatu. Leech

(dalam Rusminto, 2010: 23) menyatakan bahwa tindak bahasa ini lebih kurang

da-pat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung makna dan

acuan. Perhatikan contoh tindak tutur ilokusi berikut.

(3) Andi belajar menulis. (4) Bajumu kotor sekali.

Kedua kalimat di atas diutarakan penulisnya semata-mata untuk

menginformasi-kan sesuatu tanpa ada tendesi untuk melakumenginformasi-kan sesuatu, apa lagi untuk

mem-pengaruhi mitra tuturnya.

2.1.2.2 Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung daya untuk melakukan

tindakan tertentu dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu (an act of

(25)

10

atau pertanyaan yang terungkap dalam tuturan. Moore (dalam Rusminto, 2010:

23) menyatakan bahwa tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang sesungguhnya

atau yang nyata yang diperformansikan oleh tuturan, seperti janji, sambutan, dan

peringatan. Mengidentifikasi tindak ilokusi lebih sulit jika dibandingkan dengan

tindak lokusi, sebab pengidentifikasian tindak ilokusi harus mempertimbangkan

penutur dan mitra tuturnya, kapan dan di mana tuturan terjadi, serta saluran apa

yang digunakan. Oleh sebab itu, tindak ilokusi merupakan bagian penting dalam

memahami tindak tutur. Perhatikan contoh tindak tutur ilokusi berikut.

(5) Saya tidak pergi.

Tuturan pada data (5) Saya tidak pergi., tuturan ini terjadi pada hari minggu pada

saat penutur menelpon mitra tutur dan pada saat itu sedang dalam keadaan hujan.

Penutur memiliki janji kepada mitra tutur untuk pergi bersama. Tuturan ini tidak

hanya sebagai sebuah pemberitahuan semata, tetapi ada maksud lain yang

dike-hendaki penutur. Penutur sebenarnya ingin meminta maaf kepada mitra tutur

kare-na membatalkan janji untuk pergi bersama dikarekare-nakan hujan. Informasi yang

di-berikan penutur sebenarnya kurang begitu penting karena besar kemungkinan

mit-ra tutur juga tidak bisa pergi karena di daemit-rah mitmit-ra tutur juga sedang hujan seperti

yang terjadi di daerah si penutur.

Leech (dalam Rusminto, 2010: 23) mengklasifikasikannya berdasarkan hubungan

fungsi-fungsi tindak ilokusi dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan

peri-laku yang sopan dan terhormat menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut.

1) Kompetitif, seperti memerintah, meminta, menuntut, mengemis.

2) Menyenangkan, seperti menawarkan, mengajak, mengundang, menyapa,

(26)

11

3) Bekerja sama, seperti menyatakan, melapor, mengumumkan, mengajarkan.

4) Berentangan, seperti mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi.

Halliday (dalam Rusminto, 2009: 72) mengklasifikasikan tindak tutur ke dalam

empat belas jenis, yaitu sebagai berikut.

1) Tindak tutur menyapa, mengundang, menerima, dan menjamu.

2) Tindak tutur memuji, mengucapkan selamat, menyanjung, menggoda, dan

menyombongkan.

3) Tindak tutur menginterupsi, menyela, dan memotong pembicaraan.

4) Tindak tutur memohon, meminta, dan mengharapkan.

5) Tindak tutur mengelak, membohongi, mengobati kesalahan, dan

mengganti subjek.

6) Tindak tutur mengkritik, menegur, mencerca, mengomeli, mengejek,

menghina, dan memperingatkan.

7) Tindak tutur mengeluh dan mengadu.

8) Tindak tutur menuduh dan menyangkal.

9) Tindak tutur menyetujui, menolak, dan membantah.

10)Tindak tutur meyakinkan ,mempengaruhi, dan menyugesti.

11)Tindak tutur memerintah, memesan, dan meminta atau menuntut.

12)Tindak tutur menanyakan, memeriksa, dan meneliti.

13)Tindak tutur menaruh simpati dan menyatakan bela sungkawa.

(27)

12

Sementara itu, Pateda (dalam Rusminto, 2009: 73) secara lebih sederhana

meng-klasifikasikan tuturan atas lima klasifikasi, yaitu sebagai berikut.

1) Tuturan yang berisi pernyataan.

2) Tuturan yang berisi suruhan atau penolakan.

3) Tuturan yang berisi permintaan atau penolakan.

4) Tuturan yang berisi pertanyaan atau jawaban.

5) Tuturan yang berisi nasihat.

Sementara itu, Searle (dalam Rusminto, 2009: 71) membedakan tindak ilokusi

menjadi lima bagian sebagai berikut.

a. Tindak Tutur Asertif

Tindak tutur asertif, yakni ilokusi di mana penutur terikat pada kebenaran

pre-posisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual,

mengemukakan pendapat, melaporkan. Berikut ini contoh tuturan asertif jenis

pemberitahuan.

(6) Bagaimana kalau liburan tahun ini kita ke Lombok.

Tuturan di atas merupakan usulan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa

penutur mengusulkan suatu tempat yang penutur ketahui, tempat tersebut

me-rupakan tempat wisata yang indah.

b. Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif, yaitu ilokusi yang bertujuan menghasikan suatu efek

be-rupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, (tindak ilokusi ini oleh Leech

(28)

13

meminta, merekomendasikan, dan menasihati. Berikut uraian mengenai jenis

tindak tutur direktif.

1. Meminta

Minta berarti berharap supaya diberi atau mendapat sesuatu (Poerwadarminta,

2006: 769). Jadi, tuturan meminta dikemukakan agar mitra tutur memberi

se-suatu (yang dimintai). Contoh tuturan meminta sebagai berikut.

(7) Pita mau buah.

Tuturan pada data (7) Pita mau buah terjadi pada pagi hari, saat sedang

menon-ton televisi di ruang keluarga. Tuturan ini dituturkan penutur (seorang anak)

kepada mitra tutur (kakak). Tuturan ini termasuk tuturan meminta sesuatu

ke-pada mitra tuturnya berupa sebuah permintaan agar kakaknya memberi buah

kepada sang anak.

2. Memerintah

Perintah berarti perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu;

se-suatu yang harus dilakukan. Memerintah berarti memberi perintah; menyuruh

melakukan sesuatu (Poerwadarminta, 2006: 876). Jadi, tuturan memerintah

di-kemukakan agar mitra tutur melaksanakan atau mengerjakan apa yang

diingin-kan pembicara. Contoh kalimat tuturan memerintah sebagai berikut.

(8) Minum sana!

Tuturan pada data (8) Minum sana! terjadi pada pada malam hari, saat sang

ka-kak sedang berbaring di tempat tidur sambil makan keripik bersama adiknya,

lalu sang adik memerintah kakaknya supaya mengambilkan minum karena

(29)

14

mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu berupa sebuah tindakan agar kakaknya

mengambil air minum untuk kakaknya yang kepedasan itu.

3. Memesan

Memesan berarti memberi pesan (nasihat, petunjuk, dan sebagainya)

(Poerwadarminta, 2006: 883). Jadi, tuturan memesan dikemukakan untuk

memberi pesan kepada orang lain. Contoh kalimat tuturan memesan sebagai

berikut.

(9) Pesan Ayah, kau bangun subuh.

Tuturan pada data (9) Pesan Ayah, kau bangun subuh terjadi pada malam hari.

Tuturan ini dituturkan oleh ayah yang akan pergi ke luar kota kepada anak

laki-lakinya. Tututan ini bukan hanya sebuah pesan agar anaknya harus bangun

su-buh, tetapi sang ayah menginginkan anaknya melakukan shalat subuh setiap

hari.

4. Menasihati

Nasihat berarti ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk, peringatan,

tegur-an) yang baik. Menasihati berarti memberi nasihat (Poerwadarminta, 2006:

795). Jadi, tuturan menasihati dikemukakan untuk memberi nasihat, anjuran

kepada orang lain. Contoh tuturan menasihati sebagai berikut.

(10) Kalau mau pintar harus rajin ke perpustakaan.

Tuturan pada data (10) Kalau mau pintar harus rajin ke perpustakaan terjadi

pada siang hari. Tuturan ini dituturkan seorang guru kepada para murid saat

(30)

ha-15

rus rajin ke perpustakaan. Guru menginginkan murid-murid rajin membaca dan

mengisi waktu luang dengan berkunjung ke perpustakaan.

5. Merekomendasikan

Rekomendasi berarti hal minta perhatian bahwa orang yang disebut dapat

di-percaya, baik (biasa dinyatakan dengan surat); penyuguhan; saran yang

meng-anjurkan (membenarkan ; menguatkan). Merekomendasikan berarti

memberi-kan rekomendasi; menasihatmemberi-kan; menganjurmemberi-kan (KBBI, 2008: 1158). Jadi,

tu-turan merekomendasikan dikemukakan untuk memberikan rekomendasi dan

memberitahukan kepada seseorang atau lebih bahwa sesuatu yang dapat

diper-caya. Contoh tuturan merekomendasikan sebagai berikut.

(11) Saya sebagai ketua komisi telah merekomendasikan pembentukan Dewan Pengurus Keuangan.

Tuturan pada data (11) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh penutur

un-tuk merekomendasikan pembenun-tukan Dewan Pengurus Keuangan.

Dardjowidjojo (2008: 95) pada tindak ujaran direktif pembicara melakukan tindak

ujaran dengan tujuan agar pendengar melakukan sesuatu. Wujud tindak ujaran ini

dapat berupa pertanyaan seperti pada contoh (12), permintaan sangat lunak seperti

pada contoh (13), sedikit menyuruh seperti pada contoh (14), atau sangat langsung

dan kasar seperti pada contoh (15).

(12) Apa kamu harus merokok di sini? (13) Mbok kamu mampir kalau ke Jakarta. (14) Ayo, dong, dimakan kuenya.

(15) Pergi kamu!

Selanjutnya, seorang mitra tutur memiliki beberapa cara untuk merespon sebuah

(31)

16

tersebut tanpa membantah, mengiyakan dengan memunculkan ujaran tertentu atau

bahkan mitra tutur melakukan penolakan terhadap tindak tutur direktif yang

di-ungkapkan oleh penutur.

c. Tindak Tutur Komisif

Tindak Tutur komisitif, yakni ilokusi di mana penutur terikat pada suatu

dakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan, berkaul. Contoh

tin-dak tutur komisif.

(16) Adik mau dibelikan apa jika kakak sudah bekerja nanti?

Tuturan (16) Adik mau dibelikan apa jika kakak sudah bekerja nanti?, berupa

komisif penawaran. Pada tuturan di atas penutur terikat suatu tindakan di masa

depan berupa penawaran akan membelikan sesuatu.

d. Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur ekspresif, yakni ilokusi yang berfungsi untuk mengungkapkan

si-kap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya

mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam,

berbela sungkawa. Ilokusi ekspresif terdapat pada contoh tuturan berikut.

(17) Saya turut belasungkawa atas meninggalnya kakekmu.

Tuturan (17) Saya turut belasungkawa atas meninggalnya kakekmu., berupa

ilokusi ekspresif yang mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap

ke-adaan yang tersirat dalam ilokusi.

e. Tindak Tutur Deklaratif

Tindak tutur deklaratif, yakni ilokusi yang digunakan untuk memastikan

(32)

17

memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengangkat. Ilokusi deklaratif terdapat

pada contoh tuturan berikut.

(18) Mulai besok, silakan Anda angkat kaki dari perusahaan ini.

Tuturan (18) Mulai besok, silakan Anda angkat kaki dari perusahaan ini.,

me-rupakan tindak ilokusi deklaratif, yakni ilokusi yang digunakan untuk

memasti-kan kesesuaian antara isi proposisi dengan kenyataan. Tuturan ini berupa

tutur-an pemecattutur-an ytutur-ang disampaiktutur-an oleh kepala perusahatutur-an kepada bawahtutur-annya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur asertif

ada-lah tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan.

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang mengikat penutur untuk melakukan

tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Tindak tutur komisif adalah ilokusi

yang penuturnya terikat janji pada suatu tindakan di masa depan. Tindak tutur

eks-presif adalah tuturan yang mengungkapkan perasaan penutur. Tindak tutur

dekla-ratif adalah tuturan yang dapat menyebabkan adanya situasi (status) baru.

2.1.2.3 Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah efek atau dampak yang ditimbulkan oleh tuturan

ter-hadap mitra tutur, sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan isi

tutur-an. Levinson (dalam Rusminto, 2010: 23) menyatakan bahwa tindakan perlokusi

lebih mementingkan hasil, sebab tindak ini dikatakan berhasil jika mitra tutur

melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penutur. Perhatikan contoh berikut.

(19) Kemarin saya sangat sibuk.

Tuturan (19) Kemarin saya sangat sibuk., diutarakan seseorang yang tidak dapat

(33)

18

mengandung tindak ilokusi memohon maaf, dan tindak perlokusi (efek) harapan

adalah orang yang mengundang dapat memakluminya.

2.1.3 Pendayagunaan Konteks dalam Tindak Tutur

Sebuah peristiwa tutur tidak akan pernah lepas dari konteks yang melatarinya,

tu-turan akan lebih bermakna jika dilibatkan dengan konteks yang melatarinya. Grice

(dalam Rusminto, 2009: 53) konteks adalah latar belakang pengetahuan yang

sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur

untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur.

Se-mentara itu, Schiffrin (dalam Rusminto, 2010: 56) mendefinisikan konteks

seba-gai sebuah dunia yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan atau

situasi tentang susunan keadaan sosial sebuah tuturan sebagai bagian konteks

pengetahuan di tempat tuturan tersebut diproduksi dan diinterpretasi. Dengan

de-mikian, konteks tidak saja berkenaan dengan pengetahuan, tetapi merupakan suatu

rangkaian lingkungan tempat tuturan dimunculkan dan diinterpretasikan sebagai

realisasi yang didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat

pe-makaian bahasa.

Tarigan (1990: 35) mengemukakan bahwa konteks sebagai setiap latar belakang

pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh pembicara

(atau penulis) dan penyimak (atau pembaca) serta yang menunjang interpretasi

penyimak (atau pembaca) terhadap apa yang dimaksud pembicara (atau penulis)

dengan suatu ucapan tertentu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan

bah-wa konteks adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi makna tuturan dari

(34)

19

Dalam setiap tuturan selalu terdapat unsur-unsur yang melatarbelakangi terjadinya

komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Unsur-unsur tersebut sering juga

dise-but sebagai ciri-ciri konteks meliputi segala sesuatu yang berada di sekitar penutur

dan mitra tutur ketika peristiwa tutur sedang berlangsung. Hymes (dalam

Rusminto, 2010: 57) menyatakan bahwa unsur-unsur konteks mencakup berbagai

komponen yang disebut dengan akronim SPEAKING. Akronim ini dapat

diurai-kan sebagai berikut.

1) Setting, yang meliputi waktu, tempat atau kondisi fisik lain yang berada di

se-kitar tempat terjadinya peristiwa tutur.

2) Participants, yang meliputi penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam

peristi-wa tutur.

3) Ends, yaitu tujuan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam peristiwa

tu-tur yang sedang terjadi.

4) Act sequences, yaitu bentuk dan isi pesan yang ingin disampaikan.

5) Keys, yaitu cara berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh penutur.

6) Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dan bentuk tuturan yang

dipa-kai oleh penutur dan mitra tutur.

7) Norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam interaksi yang sedang

ber-langsung.

8) Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur.

2.2 Kelangsungan dan Ketidaklangsungan Tuturan

Dengan cara yang lebih rinci, Wijana (dalam Rusminto, 2010: 44)

(35)

20

1) Modus Langsung

Modus langsung, yakni modus tuturan yang mencerminkan kesesuaian antara

tuturan dengan tindakan yang diharapkan, misalnya tuturan deklaratif untuk

menginformasikan sesuatu, tuturan interogatif untuk bertanya. Sebagai contoh

dapat dilihat kalimat berikut.

(20) Yuli merawat ayahnya.

Kalimat di atas merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat berita.

2) Modus Tidak Langsung

Modus tidak langsung, yakni modus tuturan yang mencerminkan

ketidaksesu-aian antara tuturan dengan tindakan yang diharapkan dengan tujuan agar

tu-turan dianggap lebih sopan, misalnya tutu-turan interogatif memerintah. Sebagai

contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(21) Di mana sepatuku?

Tuturan (21) Di mana sepatuku?, apabila diutarakan seorang kakak kepada

seorang adik, tidak semata-mata berfungsi untuk menanyakan di mana sepatu

kakak, tetapi juga secara tidak langsung memerintah sang adik untuk

meng-ambil sepatu milik kakak.

3) Modus Literal

Modus literal, yakni modus tuturan yang mencerminkan kesesuaian makna

li-teral tuturan dengan tindakan yang diharapkan. Sebagai contoh dapat dilihat

kalimat berikut.

(36)

21

Kalimat (22) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi

suara penyanyi yang dibicarakan, artinya ketika ia mengatakan suara

penya-nyi itu bagus memang benar suara penyapenya-nyi itu bagus. Jadi, kalimat ini

meru-pakan tindak tutur dengan modus literal.

4) Modus Tidak Literal

Modus tidak literal, yakni modus tuturan yang mencerminkan ketidaksamaan

makna literal tuturan dengan tindakan yang diharapkan. Sebagai contoh dapat

dilihat kalimat berikut.

(23) Suaramu bagus (tapi kamu tidak usah menyanyi).

Kalimat (23) penutur bermaksud mengatakan bahwa suara mitra tuturnya

je-lek, yaitu dengan mengatakan “tak usah menyanyi”. Tindak tutur pada

kali-mat (23) merupakan tindak tutur dengan modus tidak literal.

5) Modus Langsung Literal

Modus langsung literal, yakni modus yang mencerminkan kesamaan bentuk

dan makna literal tuturan dengan tindakan yang diharapkan: tuturan deklaratif

untuk memberitahukan sesuatu. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(24) Ayu gadis yang cantik.

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur dengan modus langsung literal

apa-bila berturut-turut dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang yang

dibi-carakan sangat cantik.

6) Modus Tidak Langsung Literal

Modus tidak langsung literal, yakni modus tuturan yang dituturkan dengan

(37)

mak-22

na literal dengan tindakan yang diharapkan terdapat kesamaan. Sebagai

con-toh dapat dilihat kalimat berikut.

(25) Rambutmu acak-acakan.

Kalimat di atas bukan hanya untuk menyatakan rambut yang memang

acak-acakan tetapi juga untuk menyuruh untuk merapikan.

7) Modus Langsung Tidak Literal

Modus langsung tidak literal, yakni modus yang diungkapkan dengan bentuk

tuturan yang sesuai dengan tindakan yang diharapkan tetapi makna literal

tu-turan tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan. Sebagai contoh dapat

di-lihat kalimat berikut.

(26) Suaramu bagus kok.

Pada kalimat tersebut penutur sebenarnya ingin mengatakan bahwa suara

mit-ra tuturnya jelek.

8) Modus Tidak Langsung Tidak Literal

Modus tidak langsung tidak literal, yakni modus yang diungkapkan dengan

bentuk dan makna literal yang tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan.

Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(27) Kamarnya rapi sekali.

Maksud dari tuturan (27) adalah untuk menyuruh seorang anak agar

membe-reskan kamar yang berantakan dan tidak rapi, seorang ibu atau orang yang

le-bih tua dapat saja dengan nada tertentu mengutarakan tuturan (27).

Berbeda dengan Wijana, Djajasudarma (dalam Rusminto, 2008: 79) secara lebih

(38)

klasi-23

fikasi, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur

langsung adalah tindak tutur yang menunjukkan fungsinya dalam keadaan

(tin-dakan) langsung dan literal (penuturan yang sesuai dengan kenyataan). Tindak

tutur langsung ini dinyatakan melalui dua cara, yaitu (a) penutur yang sesuai

dengan kenyataan “tuturan situasional” dan (b) penggunaan frasa verba bagai

tindak ujar. Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan

dengan menggunakan bentuk lain dan tidak literal (penuturan yang tidak sesuai

dengan kenyataan) dengan maksud untuk memperhalus, menghindari konflik, dan

mengupayakan agar komunikasi tetap menyenangkan.

2.3 Prinsip-prinsip Percakapan

Prinsip percakapan digunakan untuk mengatur supaya percakapan dapat berjalan

dengan lancar. Dalam suatu percakapan seseorang dituntut untuk menguasai

kai-dah-kaidah percakapan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar dan

baik. Adapun prinsip yang digunakan dalam percakapan adalah prinsip kerja sama

dan prinsip sopan santun.

2.3.1 Prinsip Kerja Sama

Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga

berlangsung komunikasi yang sesuai dengan yang diharapkan, yakni antara

penu-tur dan mitra tupenu-tur. Prinsip ini berbunyi “Buatlah sumbangan percakapan Anda

sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan, berdasarkan tujuan dan

arah percakapan yang diikuti”. Prinsip kerja sama ini meliputi beberapa

mak-sim yang dijelaskan oleh Grice (dalam Rahardi, 2005: 53–57), yaitu sebagai

(39)

24

a. Maksim Kuantitas

Dalam maksim kuantitas ini, seorang penutur diharapkan dapat memberikan

in-formasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.

Contoh:

(28)“Lihat itu Muhammad Ali Mau bertanding lagi!”

(29)“Lihat itu Muhammad Ali yang mantan petinju kelas berat itu mau bertanding lagi”.

Tuturan (28) di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif

isi-nya karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat

dipahami maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur. Tuturan (29)

pe-nambahan informasi tersebut malah justru menyebabkan tuturan menjadi

berlebih-an dberlebih-an terlalu pberlebih-anjberlebih-ang. Tutur-berlebih-an semacam ini melberlebih-anggar prinsip kerja sama.

b. Maksim Kualitas

Dengan maksim kualitas, seseorang penutur diharapkan dapat menyampaikan

se-suatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta ini harus

di-dukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.

Contoh:

(30) “Silakan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya!” (31) “Jangan menyontek, nilai bisa E nanti!”

Tuturan (31) jelas lebih memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur

dengan mitra tutur. Tuturan (30) dikatakan melanggar maksim kualitas karena

pe-nutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang harus

(40)

25

c. Maksim Relevansi

Dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik

an-tara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan

kontri-busi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu.

Contoh:

(32) Direktur : “Bawa ke sini semua berkasnya akan saya tanda

tangani!”

Sekretaris : “Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu.”

Tuturan tersebut dituturkan oleh direktur kepada sekretarisnya pada saat mereka

bersama-sama bekerja di sebuah ruang kerja direktur. Pada saat itu, ada juga

ne-nek tua yang sudah lama menunggu. Di dalam cuplikan percakapan di atas,

tam-pak dengan jelas bahwa tuturan sang sekretaris, yakni Maaf Bu, kasihan sekali

nenek tua itu” tidak memiliki relevansi dengan apa yang diperintahkan sang

Di-rektur, yakni “Bawa sini semua berkasnya akan saya tanda tangani!” Dengan

de-mikian tuturan (32) di atas dapat dipakai sebagai salah satu bukti bahwa maksim

relevansi dalam prinsip kerja sama tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam

pertuturan sesungguhnya. Hal seperti itu dapat dilakukan khususnya, apabila

tu-turan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu yang

khusus sifatnya.

d. Maksim Pelaksanaan

Maksim pelaksanaan ini mengharuskan penutur bertutur secara langsung, jelas,

dan tidak kabur.

Contoh:

(33) “Ayo cepat dibuka!”

(41)

26

Tuturan (33) yang berbunyi “Ayo, cepat dibuka!” sama sekali tidak memberikan

kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh mitra tutur. Kata dibuka

da-lam tuturan di atas mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan yang sangat

ting-gi. Oleh karena itu, maknanya pun menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan

demiki-an karena kata itu dimungkinkdemiki-an untuk ditafsirkdemiki-an bermacam-macam, demikidemiki-an

pula tuturan yang disampaikan mitra tutur (34) yakni “Sebentar dulu masih

dingin.” Mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi juga. Kata dingin pada

tutur-an itu dapat benyak mendattutur-angktutur-an kemungkintutur-an persepsi penafsirtutur-an karena di

da-lam tuturan itu tidak jelas apa sebenarnya yang masih dingin itu. Tuturan-tuturan

demikian itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak mematuhi

maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja sama.

2.3.2 Prinsip Kesantunan

Dalam kajian tindak tutur meminta seseorang harus menaati prinsip sopan santun,

tujuannya agar terhindar dari kemacetan komunikasi. Hal yang dimaksud adalah

ketika kita berbicara dengan seseorang dan ingin memperlihatkan

kesopansantun-an kepada mitra tutur, tentu prinsip ini skesopansantun-angat dibutuhkkesopansantun-an. Prinsip sopkesopansantun-an skesopansantun-antun

ju-ga menjaju-ga keseimbanju-gan sosial dan keramahan hubunju-gan dalam percakapan

ter-sebut. Hanya dengan hubungan yang demikian kita dapat mengharapkan bahwa

keberlangsungan percakapan akan dapat dipertahankan. Di samping itu, kehadiran

prinsip sopan santun ini diperlukan untuk menjelaskan dua hal berikut.

(1) Mengapa orang sering menggunakan cara yang tidak langsung untuk

(42)

27

(2) Hubungan antara arti (dalam semantik konvensional) dengan maksud atau

ni-lai (dalama pragmatik situsional) dalam kalimat-kalimat yang bukan

per-nyataan.

Karena dua hal tersebut, prinsip sopan santun tidak dianggap hanya sebagai

prin-sip yang sekadar pelengkap, tetapi lebih dari itu. Prinprin-sip sopan santun merupakan

prinsip percakapan yang memiliki kedudukan yang sama dengan prinsip

perca-kapan yang lain (Rahardi, 2005: 60–66). Berikut maksim-maksim dalam prinsip

kesantunan.

a. Maksim Kebijaksanaan

Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa

pa-ra peserta pertutupa-ran hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengupa-rangi

keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam

ke-giatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim

kebi-jaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Dengan perkataan lain,

me-nurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila maksim

ke-bijaksanaan dilaksanakan dengan baik.

Contoh:

(35) Tuan rumah :”Silakan makan saja dulu, nak!”

Tamu :”Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang ibu kepada seorang anak muda yang

se-dang bertamu di rumah ibu tersebut. Pada saat itu, ia harus berada di rumah ibu

tersebut sampai malam karena hujan sangat deras dan tidak segera reda.

Dalam tuturan di atas sangat jelas bahwa apa yang dituturkan si tuan rumah

sung-guh memaksimalkan keuntungan bagi sang tamu. Lazimnya, tuturan semacam itu

(43)

Orang-28

orang desa biasanya sangat menghargai tamu, baik tamu yang datangnya secara

kebetulan maupun tamu yang sudah direncanakan terlebih dahulu kedatangannya.

b. Maksim Kedermawanan

Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta

pertu-turan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang

la-in akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirla-inya sendiri

dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.

Contoh:

(36) Anak kost A : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak yang kotor.”

Anak kost B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga kok.”

Tuturan ini merupakan cuplikan pembicaraan antar anak kost pada sebuah rumah

kost di Yogyakarta. Anak yang satu berhubungan demikian erat dengan anak yang

satunya. Dari tuturan yang disampaikan si A, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia

berusaha memaksimalkan keuntungan pihal lain dengan cara menambahkan beban

bagi dirinya sendiri.

c. Maksim Penghargaan

Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang dapat dianggap santun

apa-bila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain.

Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling

meng-ejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur yang

sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan

seba-gai orang yang tidak sopan.

(44)

29

(37) Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas

Business English.”

Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu jelas sekali

dari sini.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang

dosen dalam ruang kerja dosen pada perguruan tinggi. Pemberitahuan yang

disam-paikan dosen A terhadap rekannya dosen B pada contoh di atas, ditanggapi

de-ngan sangat baik bahkan disertai dede-ngan pujian atau penghargaan oleh dosen A.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam pertuturan itu dosen B

berpri-laku santun terhadap dosen A.

d. Maksim Kesederhanaan

Dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur

diha-rapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap

diri-nya sendiri.

Contoh:

(38) Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda

yang memimpin!”

Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek lho.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang sekretaris kepada sekretaris lain yang

masih junior pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang kerja mereka.

e. Maksim Pemufakatan

Maksim pemufakatan ini seringkali disebut dengan maksim kecocokan. Di dalam

maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan

atau pemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau

kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur,

(45)

30

Contoh:

(39) Noni : “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!”

Yuyun : “Boleh, saya tunggu di Rumah Kayu.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang juga

mahasiswa pada saat mereka sedang berada di sebuah ruang kelas.

f. Maksim Kesimpatisan

Dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat

memaksi-malkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan dengan pihak lainnya. Sikap

antipati terhadap salah seorang penutur akan dianggap sebagai tindakan tidak

santun.

Contoh:

(40) Ani : “Tut, nenekku meninggal dunia.”

Tuti : “Innalillahiwainnailaihi rojiun, turut berduka cita.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang

su-dah berhubungan erat pada saat mereka berada di ruang kerja mereka.

2.4 Pemerolehan Bahasa Anak

Pemerolehan bahasa merupakan suatu permulaan yang dibangun anak sejak lahir,

sang anak memanfaatkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir yang beraneka

ra-gam dalam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial.

Pemerolehan bahasa mempunyai ciri, bersinambungan, memiliki suatu rangkaian

kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata

yang lebih rumit. Kemerdekaan bahasa anak dimulai sekitar usia satu tahun, saat

anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi

(46)

31

Setiap anak memiliki tingkat, susunan gaya bahasa sendiri, dan cara mereka

sen-diri. Mereka mempunyai ciri atau sifat kepribadian dan menyatakan diri sang anak

dalam menggunakan bahasa. Urutan perkembangan pemerolehan bahasa anak

di-bagi atas tiga di-bagian, yaitu perkembangan prasekolah, perkembangan ujaran

kom-binatori, dan perkembangan masa sekolah (Tarigan, 1988: 14).

Menurut Benedict (dalam Chaer, 2002: 237), menguasai perkembangan kosakata

pada usia sekitar 13 bulan anak sudah menguasai secara reseptif sekitar 50 buah

kata, tetapi baru sekitar usia 19 bulan anak dapat secara produktif mengeluarkan

kata-kata itu. Usia antara dua setengah sampai empat setengah tahun merupakan

masa pesat-pesatnya perkembangan kosakata itu. Malah menurut Clark (dalam

Chaer, 2002: 237) pada usia dua sampai enam tahun anak cenderung menciptakan

kata-kata baru untuk konsep-konsep tertentu.

Kebanyakan orangtua tak menyadari kalau anak mereka ternyata sudah

mempel-ajari banyak kata-kata. Seringkali ketika anak mulai bicara, kemajuannya akan

berlangsung sangat cepat. Tiba-tiba saja ia seperti menguasai banyak kosa kata.

Dengan segera misalnya, ia dapat menunjuk dan menyebutkan benda-benda yang

biasa dilihat atau dipegangnya, anggota tubuh atau menyebut nama orang-orang

yang selalu dekat dengannya. Pada usia dua tahun, ia mungkin akan menggunakan

kalimat yang terdiri dari dua sampai empat kata. Pada dasarnya, anak sudah

mengerti ucapan Anda sebelum ia bisa bicara. Ia sudah dapat merespon

permin-taan orang lain (misalnya perintah; “dorong bolanya ke sini”). Salah satu bentuk

(47)

32

dengan menganalisis percakapan yang dibuat oleh anak dengan orang dewasa atau

anak lain.

2.5 Pembelajaran Kemampuan Berbahasa di PAUD

Keberhasilan suatu sistem pengajaran bahasa ditentukan oleh tujuan yang realistis.

Artinya, sistem pengajaran tersebut dapat diterima oleh semua pihak karena

sara-na dan organisasi yan baik, intensitas pengajaran yang relatif tinggi, kurikulum

dan silabus yang tepat guna. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan kegiatan pembelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

men-capai tujuan pendidikan. Pembelajaran yang berlangsung di Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) dilengkapi dengan kurikulum yang di dalamnya terdapat

kom-petensi, sub komkom-petensi, substansi, dan indikator perkembangan yang akan

dica-pai anak yaitu berupa pembentukan perilaku melalui pembiasaan. Muatan

kuriku-lum tersebut mencakup beberapa aspek kompetensi yaitu perkembangan agama

dan moral atau nilai, perkembangan berbahasa, perkembangan kognitif, fisik, seni,

dan sosial emosional.

Kurikulum pada kemampuan berbahasa ialah keterampilan mendengarkan

(me-laksanakan perintah sekaligus, mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya, dan

mulai mengerti larangan), keterampilan menggunakan bahasa sesuai aturan

(menggunakan kalimat tanya dan kalimat sangkal ya atau tidak, mengajukan

per-tanyaan lebih banyak, minta dibacakan buku, menyebut nama benda dan

(48)

33

kejadian sederhana, menyebut nama diri dan jenis kelaminnya, dan dapat

menya-takan hak milik) (Kurikulum PAUD).

Kegiatan pembelajaran khususnya di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

memer-lukan pembelajaran yang mampu memberikan dorongan kepada peserta didik

un-tuk pembenun-tukan perilaku, membangun gagasan, dan berkomunikasi dengan baik.

Kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilakukan di lingkungan sekolah maupun di

luar sekolah. Dalam hal ini, guru PAUD dituntut untuk mampu mengembangkan

kemampuan anak melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi

se-cara efektif, dan membangkitkan minat anak untuk berbahasa Indonesia.

Berkait-an dengBerkait-an indikator yBerkait-ang mengharapkBerkait-an siswa dapat meminta dibacakBerkait-an buku

ce-rita, guru PAUD diharapkan dapat mengarahkan siswa PAUD untuk membuat

ka-limat meminta tidak hanya kaka-limat imperatif. Bisa saja meminta diungkapkan

(49)

34

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Desain

deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki,

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat

se-karang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Desain

deskriptif memusatkan perhatiannya pada fakta-fakta (fact finding) sebagaimana

keadaan sebenarnya (Nawawi, 1994: 73). Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam

keada-an sewajarnya atau sebagaimkeada-ana adkeada-anya (natural setting), dengan tidak dirubah

dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan (Nawawi, 1994: 174).

Pada penelitian ini data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan

atau angka statistik, melainkan dalam bentuk kualitatif yang dinyatakan dalam

kata-kata. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif karena

mendes-kripsikan penggunaan tindak tutur direktif pada anak usia dua tahun dan

implika-sinya pada pembelajaran kemampuan berbahasa di PAUD.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan anak usia dua tahun yang

(50)

35

Februari 2009 dan pada pengambilan data pertama sang anak berusia dua tahun

sepuluh bulan. Sang anak merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan

Suprapto dan Yanina Sari. Ia berkomunikasi sehari-hari dengan anggota keluarga

menggunakan bahasa Indonesia.

Data dalam penelitian ini berupa tindak tutur direktif yang dilakukan oleh subjek

penelitian. Data diperoleh dari tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh subjek

peneli-tian dalam percakapan sehari-hari dengan mitra tuturnya. Mitra tutur yang

dihada-pinya adalah orangtua, kakak, teman, sebaya, serta orang lain yang mungkin

men-jadi sasarannya dalam bertindak tutur direktif.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

pengumpulan data yang diusulkan oleh Sudaryanto (dalam Mahsun, 2005: 91),

yaitu teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap. Teknik simak

libat cakap ialah teknik yang digunakan dengan cara berpartisipasi sambil

menyi-mak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Ini berarti

peneliti juga berpartisipasi langsung di dalam percakapan yang terjadi. Teknik ini

merupakan teknik pengumpulan data yang paling sering dilakukan karena peneliti

merupakan kakak subjek sehingga subjek sering menjadikan peneliti sebagai mitra

tutur. Dengan demikian, peneliti terlibat secara aktif dalam percakapan tersebut.

Di samping ini juga digunakan teknik simak bebas libat cakap, di mana peneliti

ti-dak terlibat dalam percakapan (hanya menyimak saja). Teknik ini dikombinasikan

dengan teknik catatan lapangan. Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang

(51)

da-36

ta dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Teknik ini digunakan

un-tuk mencatat tindak tutur direktif dari sang anak. Peneliti menggunakan catatan

la-pangan agar data yang dikumpulkan dapat terorganisasi dengan baik.

Pelaksanaan teknik pengumpulan data ini didukung oleh alat-alat perekam,

teruta-ma berupa catatan lapangan lengkap dengan konteks, jaringan para pelaku, dan

aktivitas komunikasi yang melatari digunakannya kegiatan komunikasi yang

dila-kukan oleh subjek penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang

selengkap-lengkapnya berkenaan dengan strategi yang digunakan oleh subjek

da-lam kegiatan komunikasinya. Catatan lapangan yang dimaksud dada-lam penelitian

ini terdiri atas catatan deskriptif dan catatan reflektif. Catatan lapangan merupakan

alat bantu yang sangat penting digunakan oleh pengamat pada saat melakukan

pengamatan. Teknik ini digunakan untuk mencatat semua tuturan yang muncul

dari sang anak.

Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua tuturan yang muncul pada saat

sang anak bertutur serta konteks yang melatarinya. Catatan reflektif adalah

inter-pretasi atau penafsiran peneliti terhadap tuturan tersebut atau komentar peneliti

se-cara ringkas terhadap fenomena-fenomena yang diamati. Penelitian dilakukan

sampai peneliti memperoleh data yang cukup. Data dikumpulkan secara natural

dengan beberapa tambahan untuk memancing subjek penelitian dalam

memuncul-kan suatu ujaran. Ketika subjek penelitian bercakap-cakap, peneliti mencatat

per-cakapan tersebut. Cara ini dilakukan terutama ketika peneliti sedang tidak terlibat

(52)

37

dekat. Tidak ada jadwal khusus untuk melakukan pengumpulan data. Data

diper-oleh ketika peneliti sedang berada di dekat subjek penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1) Mencatat semua data alamiah atau ujaran spontan sang anak yang muncul

yang mengandung tindak tutur direktif.

2) Data yang didapat langsung dianalisis dengan menggunakan catatan

deskriptif dan catatan reflektif juga menggunakan analisis heuristik, yakni

analisis konteks. Analisis heuristik digunakan apabila terdapat tuturan yang

dituturkan sang anak dengan tindak tutur tidak langsung yang memiliki

(53)

38

5. Interpretasi Default

4.a. Pengujian Berhasil 4.b. Pengujian Gagal

3. Pemeriksaan 2. Hipotesis Gambar 2.1 Bagan Analisis Heuristik

1. Problem

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini berupa mengidentifikasi jenis tindak

tutur ilokusi dan fungsi tindak tutur ilokusi pada percakapan dengan merumuskan

hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang

terse-dia. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti

pengujian berhasil, hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interpretasi

baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatik. Jika

peng-ujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia, mitra tutur

perlu membuat hipotesis baru untuk diuji kembali dengan data yang tersedia.

Pro-ses pengujian ini dapat berlangsung secara berulang-ulang sampai diperoleh

(54)

39

Contoh:

Tuturan pada contoh di atas termasuk sebuah kalimat pemberitahuan, tetapi

sete-lah diperiksa dengan menggunakan analisis heuristik dengan memasukkan

data-data direktif meminta sesuatu dengan tindak tutur tidak langsung. Maksud dari

tuturan tersebut, Salsa menyatakan kepada sang ibu bahwa terompet miliknya ru-1.Permasalahan

(interpretasi tuturan)

“Tu tan tala-tala Mbak Peta. Telompet Tatawiyah lusak”

2.Hipotesis

1. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa

terompet miliknya rusak.

2. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa yang

merusak terompet miliknya adalah temannya yang bernama Mega.

3. Salsa meminta sang ibu untuk membelikannya

terompet baru.

3.Pemeriksaan

1. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa

terompet miliknya rusak.

2. Salsa hanya menyatakan kepada sang ibu bahwa yang

merusak terompet miliknya adalah temannya yang bernama Mega.

3. Salsa meminta sang ibu untuk membelikannya

terompet baru.

4a. Pengujian 3 Berhasil

5. Interpretasi Default

Gambar

Gambar 2.1  Bagan Analisis Heuristik

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab I, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui realisasi tindak tutur direktif dokter gigi terhadap pasien anak usia

dilaksanakan dalam kera sama dengan tim baik oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah. Keunggulan model gabungan ini adalah semua pihak dapat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Bab ini merupakan inti dari penelitian yang berisi analisis ragam tindak tutur, implikatur percakapan, dan prinsip kerja sama yang ditimbulkan terhadap tuturan ‘maaf’ Mpok Minah

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Tindak Tutur

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Analisis Tindak

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Prinsip Kesantunan Berbahasa pada

Metode penelitian yang digunakan terhadap “Analisis Tindak Tutur Direktif pada Tuturan Anak Usia 5-7 Tahun” adalah metode deskriptif kualitatif.. Metode penelitian deskriptif