( Studi Kasus : Kawasan Bandung Utara )
RINA MARINA MASRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
( Studi Kasus : Kawasan Bandung Utara )
RINA MARINA MASRI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
@ Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber ;
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan untuk atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
Nama Mahasiswa : Rina Marina Masri
Nomor Pokok : P062020051
Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui :
1. Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Santun R.P. Sitorus Prof.Dr.Ir.Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc
Ketua Anggota
Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo, M.Sc Dr.Ir.Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
Anggota Anggota
Diketahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan,
Prof.Dr.Ir.Surjono H. Sutjahjo, MS Prof.Dr.Ir.Khairil A. Notodiputro, MS
RINA MARINA MASRI. The Study of Environmental Change in The Bad Zone for Residential (Case Study in North Bandung Area) under supervision of SANTUN R.P.SITORUS, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, LILIK BUDI PRASETYO and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Area in North Bandung have high value of economy as comfortable for living and suitable for plantation activity, so that phenomena of land conversion to be important issues to environmental change. The goal of the research is designing a model and policy for the sustainable house development in bad zone residential lands. The objectives of research are: to evaluate existing residential based on land use for housing; to find the causing factors why community choose to stay in the house development; to find the environmental changes; to design dynamic model for environmental changes and to propose the policy on the sustainable housing development in bad zone related to the environmental changes at North Bandung. The research has been done for 1 year since January 2006 to January 2007 in Lembang, Cilengkrang, Cimenyan subdistrict North Bandung. Spatial analysis for residential lands using Arcview 3.3 of GIS software, factors analysis using SPSS 11.5 for Principal Component Analysis (PCA), traffic analysis and physical-chemical-biological analysis for environmental changes, dynamic system analysis and sensitivity analysis using Powersim versi 2.5C to achieve all the objectives above mention. Respondents in this methods who lives in this house development at bad zone are 126 house holds. The result of research as follows: 28.11%, 56.08%, 100% house development at bad zone residential lands each for Lembang, Cilengkrang and Cimenyan. The wide area, environmental convenient, road accessibility, accessibility have positive correlation to the community choose stay in the house development at bad zone. Traffic jam, water and air pollution, land degradation, flora and fauna loses so that decreasing environmental quality. The system analysis for environmental changes toward bad zone house development are: the increasing the flood frequency, land slide, the decreasing health community due to the water and air pollution, increasing mortality, decreasing the environmental convenient and decreasing comfortable living, due to environmental changes on mention the government funding for development increasing, funding for education and health for community decreasing. Result of sensitivity analysis giving alternatives policies as limited immigration, set up the standardization the building coverage ratio, limited the conservation area to residential lands and others, increasing the conservation funding for decreasing natural accident as flood, lands slides etc.
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah karena atas ridho-Nya Disertasi hasil penelitian yang berjudul Kajian Perubahan Lingkungan di Zona Buruk Perumahan (Studi Kasus di Kawasan Bandung Utara) dapat disusun sesuai dengan yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Doktor di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.
Disertasi ini dapat tersusun karena bantuan berbagai pihak, terutama Komisi Pembimbing. Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan dari lubuk hati yang paling dalam kepada :
1. Prof.Dr.Ir.Santun R.P.Sitorus sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan moril serta nasehat sehingga disertasi ini dapat diselesaikan..
2. Prof.Dr.Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc, Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr.Ir.Hartrisari Hardjomidjojo, DEA sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan moril serta nasehat sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
3. Rektor Institut Pertanian Bogor yang telah menerima penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.
4. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan seluruh staf pengajar yang telah membekali dan memperkaya ilmu.
5. Prof. Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo. MS sebagai Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah mengarahkan dan memfasilitasi selama mengikuti pendidikan.
6. Prof. Dr.Ir. Bambang Pramudya, Dr. Ir. Naresworo Nugroho dan Dr.drh. Akhmad Arief Amin sebagai penguji luar komisi Ujian Tertutup.
7. Prof. Dr.Ir. H. Cecep Kusmana, MS dan Prof.Dr.Ir.Sumarto, MSIE sebagai penguji luar komisi Ujian Terbuka.
Barat) yang telah memberikan sumbang saran, masukan dan data yang bermanfaat selama pelaksanaan penelitian ini.
10. Doa yang tulus dan ucapan terimakasih khusus untuk Ayahanda H. Masri Endjar (Almarhum) atas dorongan semangat untuk selalu berdikari, Ibunda tercinta Hj. Rukminah beserta keluarga besar H. Masri Endjar (Almarhum) atas doanya yang tiada henti, dorongan moril, bantuan dana yang tidak sedikit serta turut menjaga dan membesarkan anak-anak selama penulis menyelesaikan studi di PSL.
11. Keluarga besar Dr.Ir.B. Djatmiko (Almarhum) terutama Ibunda Dr. Ir. H. Hertami Djatmiko MPS. atas doanya yang tiada henti, dorongan moril untuk selalu bersabar serta bantuan dana selama penulis menyelesaikan studi.
12. Suami tercinta Dr.Ir.H. Iskandar Muda Purwaamijaya, MT beserta ananda Btari Mariska, Gisandro Diponegoro, dan Nabila Rasya atas segala kesabaran, dorongan, pengertian, pengorbanan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan Ibu dan Bapak dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.
Sesuai dengan pepatah tiada gading yang tak retak, penulis sangat menyadari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam Disertasi ini, karenanya masukan-masukan yang konstruktif sangat diharapkan agar Disertasi ini dapat mendekati kesempurnaan.
Semoga Disertasi ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya, serta dicatat dan dijadikan oleh Allah SWT sebagai bagian dari ibadah kepada-Nya. Amin.
Bogor, Februari 2009
Perumahan (Studi Kasus : Kawasan Bandung Utara). Dibimbing oleh SANTUN R.P.SITORUS, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, LILIK BUDI PRASETYO, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Kawasan Bandung Utara memiliki kondisi ekologis yang nyaman sehingga menjadi sasaran masyarakat untuk membangun perumahan walaupun aksesibilitas untuk memperoleh air bersih sangat sulit dan mahal. Larangan untuk membangun perumahan di Kawasan Bandung Utara selain untuk melindungi kawasan resapan air agar kecepatan limpasan air tidak bertambah dan menghindarkan bahaya longsor serta erosi juga untuk menghindarkan bencana banjir di wilayah selatan Kota Bandung. Sebelum otonomi daerah sudah ada sembilan peraturan yang dikeluarkan untuk mengamankan Kawasan Bandung Utara, tetapi kualitas lingkungan justru semakin merosot tajam karena peraturan yang ada dengan implementasi di lapangan serta kesadaran masyarakat seringkali tidak selaras. Bertolak dari hal tersebut, maka penelitian ini dikaji dari berbagai segi secara menyeluruh dengan menggunakan pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengevaluasi lokasi perumahan eksisting berdasarkan kesesuaian lahan untuk perumahan, (2) mengidentifikasi faktor pemilihan perumahan di zona buruk untuk perumahan, (3) mengetahui besarnya perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan perumahan di zona buruk perumahan, (4) merancang model dinamis perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di zona buruk perumahan dan (5) mengusulkan pilihan kebijakan dalam pembangunan perumahan berkelanjutan di zona buruk untuk perumahan.
Analisis spasial evaluasi kesesuaian lahan untuk perumahan mengunakan
software ArcView 3.3. Faktor pemilihan perumahan di zona buruk untuk
perumahan dianalisis dengan analisis faktor utama (principal component analysis) menggunakan software SPSS 11.5 Analisis perubahan lingkungan untuk komponen tingkat pelayanan lalu-lintas menggunakan analisis level of loss, analisis kualitas fisik-kimia air dan udara dengan menggunakan pendekatan indeks kesehatan lingkungan air dan udara, pola perubahan volume lalu lintas dan kualitas fisik-kimia air serta udara dengan pendekatan exponential rate of growth,
analisis kualitas fisik-kimia tanah dengan pendekatan analisis perubahan kualitas kesuburan tanah, analisis komponen sosial, ekonomi dan kependudukan dengan pendekatan geometric rate of growth dan dianalisis dengan software excel dan
Powersim versi 2.5. Model dinamis perubahan lingkungan akibat pembangunan
perumahan di zona buruk perumahan dianalisis dengan pendekatan sistem dinamis menggunakan Powersim versi 2.5C. Analisis kebijakan dalam pembangunan perumahan berkelanjutan di zona buruk perumahan dipilih berdasarkan pendekatan hasil validasi dan sensitivitas simulasi model menggunakan Powersim versi 2.5C.
sangat curam), tekstur tanah (halus sampai agak halus), batuan dan kerikil (banyak sampai sangat banyak), kedalaman efektif tanah (dalam sampai sedang). Hasil analisis spasial menunjukkan telah terjadi konversi lahan di kawasan lindung menjadi kawasan perumahan seluas 144,41 Ha, 78,49% berada di daerah hutan lindung dan 21,51% berada di daerah konservasi.
Hasil pengujian ulang analisis faktor utama (PCA), menunjukkan angka
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy dan Barlett’s Test of
Sphericity sebesar 0,773 dengan signifikansi 0,000. Berdasarkan angka eigenvalue
terbentuk tiga komponen utama. Hasil rotated component matrix menunjukkan bahwa komponen satu (faktor lokasi) terdiri dari : variabel lahan yang luas, panorama indah dan sejuk, aksesibilitas jalan, kedekatan dengan tempat kerja merupakan faktor terbesar responden memilih tinggal di Kawasan Bandung Utara dengan nilai skor keragaman sebesar 4,908. Komponen dua (faktor fasilitas) terdiri dari : sistem drainase yang baik, pengolahan limbah padat dan ketersediaan fasos. dengan nilai skor keragaman sebesar 1,656. Komponen tiga (faktor harga) adalah harga lahan dengan nilai skor keragaman sebesar 1,090. Walaupun sebagian besar responden (54,7%-74,6%) telah mendapatkan informasi tentang konservasi Kawasan Bandung Utara, kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk perumahan tetapi dalam pelaksanaannya tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk perumahan, tidak peduli dengan luas tutupan lantai rumah serta tidak memperhatikan konstruksi rumah tahan gempa.
Perubahan lingkungan yang terjadi di zona buruk untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang berupa menurunnya tingkat pelayanan jalan (kelas C, D,E dan F); menurunnya kualitas udara dan kebisingan di atas baku mutu ; menurunnya kualitas air; meningkatnya kuantitas air yang menimbulkan bencana banjir dan longsor; menurunnya kesuburan tanah, berkurangnya keanekaragaman hayati (flora dan fauna) yang merusak ekosistem; pertambahan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk, berkurangnya alokasi lahan untuk perumahan dan kawasan lindung, meningkatnya dana bencana. Berdasarkan hasil analisis paired sample T Test diperoleh angka signifikansi (P value) sebesar 0,017 atau lebih kecil dari α 0,05 dan t hitung (2,634) > t tabel (2,109) dengan angka tersebut dapat disimpulkan bahwa pada taraf kepercayaan 95% berbeda secara nyata, yang berarti Ho ditolak artinya bahwa ada perbedaan perubahan yang berarti antara sebelum dan sesudah pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang.
Simulasi model kajian perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan menunjukkan bahwa bertambahnya jumlah penduduk meningkatkan jumlah luas lahan terbangun. Luas lahan kawasan budidaya akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2047 dan luas lahan kawasan lindung akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2058. Luas lahan terbangun bertambah berdampak pada : menurunnya tingkat kesehatan lingkungan akibat pecemaran air dan udara; menurunnya ketersediaan produksi pertanian dan volume biomassa hutan lindung; menurunnya keragaman hayati
yang diterima penduduk dibandingkan dengan dana bencana. Model dinamis kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk lahan perumahan memenuhi kriteria validasi AME (absolute mean error), AVE (absolute variation error), KF
(Kalman filter), KD (koefisien diskrepansi) dan DB (Durbin Watson) sehingga
DAFTAR TABEL
i
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
ix
I PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar
Belakang
1
1.2.
Kerangka
Pemikiran
4
1.3.
Perumusan
Masalah
8
1.4.
Tujuan
Penelitian
8
1.5.
Manfaat
Penelitian
9
1.6.
Hipotesis
Penelitian
9
1.7.
Novelty
Penelitian
9
II TINJAUAN PUSTAKA
11
2.1.
Penataan
Ruang
11
2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan
15
2.2.1. Aspek-Aspek Kebijakan Penggunaan Lahan
15
2.2.2. Pengertian Evaluasi Lahan
17
2.2.3. Kelas Kesesuaian Lahan
18
2.2.4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Perumahan
20
2.2.5. Aplikasi SIG untuk Analisis Evaluasi Lahan
22
Perumahan
2.3. Pemilihan Lokasi Perumahan
27
2.3.1.
Teori
Lokasi
29
2.3.2. Lokasi Alokasi
31
2.3.3. Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi Perumahan
31
2.4. Pembangunan Perumahan Berkelanjutan
38
2.5.
Analisis
Sistem
Dinamis
43
2.6.
Tinjauan
Studi-Studi
Terdahulu tentang Lahan dan
Perumahan di Kawasan Bandung Utara
45
III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
52
3.1.
Keadaan
Geografis
3.1.1. Kabupaten Bandung
3.1.2. Kecamatan Lembang
3.1.3. Kecamatan Cimenyan
3.1.4. Kecamatan Cilengkrang
52
52
53
53
54
3.2. Aspek Kependudukan dan Sosial
3.2.1. Kabupaten Bandung
3.2.2. Kecamatan Lembang
3.2.3. Kecamatan Cimenyan
3.2.4. Kecamatan Cilengkrang
3.3.2. Kecamatan Lembang
3.3.3. Kecamatan Cimenyan
3.3.4. Kecamatan Cilengkrang
62
62
63
3.4. Struktur Tata Ruang
3.4.1. Kabupaten Bandung
3.4.2. Kecamatan Lembang
3.4.3. Kecamatan Cimenyan
3.4.4. Kecamatan Cilengkrang
63
63
65
66
68
3.5. Alokasi Pemanfaatan Tata Ruang
3.5.1. Kabupaten Bandung
3.5.2. Kecamatan Lembang
3.5.3. Kecamatan Cimenyan
3.5.4. Kecamatan Cilengkrang
70
70
72
73
73
3.6.
Sumberdaya
Alam
3.6.1. Kabupaten Bandung
3.6.2. Kecamatan Lembang
3.6.3. Kecamatan Cimenyan
3.6.4. Kecamatan Cilengkrang
74
74
81
81
83
IV METODE PENELITIAN
85
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
85
4.2. Bahan dan Alat
85
4.2.1. Aspek Spasial
85
4.2.2. Aspek Fisik, Kimia, Biologi Lingkungan
86
4.2.3. Aspek Sosial dan Ekonomi
86
4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan
86
4.3.1. Data Spasial
88
4.3.2. Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan
89
4.3.3. Data Sosial dan Ekonomi
89
4.4. Teknik Penetapan Contoh (
Sampling Technique
) 90
4.5.
Analisis
Data
92
4.5.1. Analisis Data Spasial
92
4.5.2. Analisis Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan
100
4.5.3. Analisis Data Sosial dan Ekonomi
103
4.6. Analisis Sistem, Model dan Simulasi
107
4.6.1.
Diagram
Analisis
Sistem
107
4.6.2. Validasi Model
109
4.6.3. Sensitivitas Parameter dan Model
110
4.6.4. Simulasi Model
111
5.2. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pemilihan Lokasi
Perumahan di Zona Buruk Perumahan
119
5.2.1. Analisis Faktor untuk Variabel yang Berpengaruh
terhadap Pemilihan Lokasi Perumahan di Zona Buruk
Perumahan
119
5.2.2. Status Sosial dan Ekonomi
122
5.2.3. Tata Cara Pengelolaan Infrastruktur Perumahan
123
5.2.4. Kondisi Infrastruktur di Lokasi Perumahan
124
5.2.5. Tingkat Pemahaman dan Sikap Responden
125
5.2.6. Analisis Kebutuhan Responden terhadap Program
Program Pembangunan
126
5.3. Perubahan Lingkungan di Zona Buruk untuk Lahan
Perumahan 128
5.3.1. Tingkat Pelayanan Lalu Lintas Kendaraan
128
5.3.2. Komponen Fisik dan Kimia Udara
138
5.3.3. Komponen Fisik dan Kimia Air
150
5.3.4. Komponen Fisik dan Kimia Tanah
173
5.3.5. Flora dan Fauna
189
5.3.6. Populasi
194
5.3.7. Luas Lahan Perumahan di Kawasan Bandung Utara
Kabupaten Bandung
198
5.3.8. Debit Aliran Air
199
5.3.9. Frekuensi Bencana
201
5.3.10. Dana Bencana
202
5.3.11. Dana Pembangunan
203
5.3.12.
Kependudukan
205
5.4. Model Dinamis Perubahan Lingkungan di Zona Buruk untuk
Perumahan 206
5.4.1. Diagram Sebab Akibat
206
5.4.2. Model Diagram Alir
211
5.4.3. Uji Validasi
247
5.5. Analisis Kebijakan Pembangunan Perumahan Berkelanjutan
di Zona Buruk Perumahan
249
5.5.1. Kebijakan Sektoral dari Sensitivitas Parameter
249
5.5.2. Urutan Kebijakan dari Sensitivitas Model
253
VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
254
6.1.
Kesimpulan
254
6.2.
Rekomendasi
256
DAFTAR
PUSTAKA
258
1. Kerangka pemikiran kajian perubahan lingkungan di zona
buruk untuk perumahan 7
2. Diagram alir tahapan evaluasi kesesuian lahan perumahan 98-99 3. Langkah-langkah analisis faktor pemilihan lokasi
perumahan
106
4. Diagram analisis sistem pembangunan perumahan 107 5. Diagram sebab akibat perubahan lingkungan pembangunan
perumahan 108
6. Peta kesesuaian lahan perumahan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang, dan Lembang Kabupaten Bandung
116
7. Peta kondisi nyata wilayah terbangun di zona kesesuaian lahan untuk perumahan
117
8. Peta kondisi nyata wilayah terbangun di zona kesesuaian lahan untuk perumahan di Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung
118
9. Diagram faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi perumahan
121
10. Distribusi status sosial ekonomi penduduk 123 11. Tatacara pengelolaan infrastruktur 124 12. Kondisi pengelolaan infrastruktur perumahan 125 13. Kebutuhan responden terhadap pengembang perumahan 126 14. Kebutuhan responden terhadap pemerintah 127 15. Kebutuhan responden terhadap masyarakat 127 16. Hasil survey lalu lintas di Kecamatan Cimenyan,
Cilengkrang dan Lembang 129
17. Fluktuasi tingkat pelayanan jalan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang
131
18. Tingkat pelayanan ruas Jalan Cikutra-Bojong Koneng 132 19. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Cimuncang 132 20. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Padasuka 133 21. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Jatihandap 134 22. Tingkat pelayanan ruas Jalan Raya Ujung
Berung-Cilengkrang
vii 24. Pola perubahan volume lalu lintas Kecamatan Cimenyan,
Cilengkrang dan Lembang 137
25. Pola perubahan kualitas udara parameter NOx, Pb, HC dan
kebisingan di Kecamatan Cimenyan 140
26. Pola perubahan kualitas udara parameter SO2, CO, O3 dan
SPM 10 di Kecamatan Cimenyan 141
27. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter Hidrokarbon
dan kebisingan di Kecamatan Cilengkrang 144 28. Pola perubahan kualitas udara parameter NOx, SPM10 dan
Pb di Kecamatan Cilengkrang
145
29. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter CO, O3 dan
SO2 di Kecamatan Cilengkrang 145
30. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter Debu (SPM10), Pb, Hidrokarbon dan Kebisingan di Kecamatan Lembang
148
31. Pola perubahan kualitas udara parameter CO, O3, SO2 dan
NOx di Kecamatan Lembang 149
32. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter TDS dan kekeruhan di Kecamatan Cimenyan
159
33. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter MBAS dan Fe di Kecamatan Cimenyan
160
34. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter BOD, COD, Minyak dan Lemak di Kecamatan Cimenyan
161
35. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter TDS dan
kekeruhan di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang 167 36. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter MBAS
dan Fe di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang 168 37. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter BOD,
COD dan Fenol di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang 169 38. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter Amonia,
Minyak dan Lemak di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang
170
39. Pola perubahan kualitas air sungai untuk parameter TDS dan kekeruhan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang
172
40. Pola perubahan kualitas air sungai untuk parameter Besi (Fe) dan MBAS di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang
viii dan COD di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan
Lembang
173
42. Pola perubahan kualitas air sungai untuk parameter Minyak dan Lemak serta Coli di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang
dan Lembang 173
43. Diagram sebab akibat loop I : Populasi-Pembangunan rumah baru-Indeks kualitas udara/air-Kematian dini akibat pencemaran, Ketersediaan produksi pertanian
perkapita/volume biomasa hutan 207
44. Diagram sebab akibat loop II : Populasi-Lahan terbangun-Jumlah flora-fauna yang hilang-Indeks biodiversity-indeks jasa lingkungan-Nilai tambah manfaat jasa pembangunan
lingkungan 208
45. Diagram sebab akibat loop III : Populasi-Lahan terbangun-Limpasan air permukaan-Bencana-Dana bencana-Dana
pendidikan dan kesehatan 209
46. Model diagram alir loop I1 : Populasi-Pembangunan rumah baru-luas lahan terbangun-volume lalu lintas- Indeks
kualitas udara-Kematian dini akibat pencemaran udara 211 47. Grafik laju, pertambahan populasi dan jumlah populasi di
Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang 213
48. Grafik laju pembangunan rumah dan jumlah rumah terbangun di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang
214
49. Grafik penambahan lahan terbangun(a) dan perubahan luas lahan terbangun perumahan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Kawasan Bandung Utara
215
50. Grafik peningkatan jumlah lalu lintas di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang
216
51. Grafik penurunan indeks kualitas udara di Kecamatan
Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang 217
52. Grafik indek kesehatan lingkungan udara dan jumlah
kematian dini akibat pencemaran udara 218
53. Model diagram alir loop I2 : Populasi-Pembangunan rumah baru-luas lahan terbangun/belumterbangun-pencemaran air-
ix Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
55. Grafik indek kualitas air sungai sore di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkran
221
56. Grafik indek kesehatan lingkungan air dan jumlah kematian dini akibat pencemaran air
222
57. Model diagram alir loop I3 : Populasi-Pembangunan rumah baru-luas lahan terbangun-Luas kawasan budidaya/lindung- ketersediaan produksi pertanian perkapita/volumebiomasa hutan lindung
223
58. Grafik pengurangan luas lahan di kawasan budidaya dan lindung yang terbangun perumahan
224
59. Grafik pengurangan luas lahan sawah, semak, kebun campuran, tegalan yang terbangun perumahan
225
60. Grafik pengurangan produksi padi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
226
61. Grafik ketersediaan produksi padi perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
226
62. Grafik pengurangan produksi cabe, bawah merah, bawang daun di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
227
63. Grafik ketersediaan produksi cabe, bawah merah, bawang daun perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
227
64. Grafik pengurangan produksi jagung, ubi kayu, ubi jalar di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
229
65. Grafik ketersediaan produksi jagung, ubi kayu, ubi jalar perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
229
66. Grafik pengurangan produksi kacang kedele dan kacang tanah di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
230
67. Grafik ketersediaan produksi kacang kedele dan kacang tanah perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
230
68. Grafik pengurangan produksi kubis, tomat, kentang dan sawi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
231
69. Grafik ketersediaan produksi kubis, tomat, kentang dan sawi perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
x 70. Grafik pengurangan produksi pepaya, pisang, alpukat di
Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
232
71. Grafik ketersediaan produksi pepaya, pisang, alpukat perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
221
72. Grafik pengurangan produksi kopi, kelapa dan cengkeh di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
221
73. Grafik ketersediaan produksi kopi, kelapa dan cengkeh perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
222
74. Grafik pengurangan volume biomasa hutan acacia mangium, jati, mahoni, pinus, rasamala dan rimba campuran di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
234
75. Grafik ketersediaan volume biomasa hutan acacia mangium, jati, mahoni, pinus, rasamala dan rimba campuran perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
235
76. Model diagram alir loop II :Populasi-lahan terbangun- konversi lahan- indeks biodiversity-indeks jasa lingkungan- nilai manfaat pembangunan
235
77. Grafik pertambahan konbersi lahan menjadi lahan perumahan
78. Grafik penurunan indek biodiversity di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
238
79. Grafik penurunan indek keindahan dan kenyamanan lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
226
80. Nilai tambah manfaat pembangunan jasa lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
241
81. Model diagram alir loop III : Populasi-Lahan terbangun-Limpasan air permukaan-Bencana-Dana bencana-Dana pendidikan dan kesehatan perkapita
242
82. Grafik penambahan lahan terbangun(a) dan perubahan luas lahan terbangun perumahan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Kawasan Bandung Utara
244
83. Grafik pertambahan debit aliran air permukaan dan frekuensi kejadian banjir dan longsor
245
xi pendapatan asli daerah dengan dana bencana
86. Grafik Dana pembangunan bidang kesehatan dan pendidikan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang
247
87. Diagram alir uji validasi AME dan AVE 247 88. Diagram alir uji validasi Kalman Filter dan Koefisien
Diskrepansi U Theil’s
248
xii
1. Peta tekstur tanah di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan
Lembang Kabupaten Bandung
265
2. Peta kelas lereng di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan
Lembang Kabupaten Bandung
266
3. Peta keadaan drainase di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan
Lembang Kabupaten Bandung
267
4. Peta kedalaman efektif tanah di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan
dan Lembang Kabupaten Bandung
268
5. Peta erosi tanah di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan Lembang
Kabupaten Bandung
269
6.
Peta keadaan batuan kerikil dan batuan kecil di Kecamatan
Cilengkrang, Cimenyan dan Lembang Kabupaten Bandung
270
7. Peta ancaman banjir di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan
Lembang Kabupaten Bandung
271
8.
Persamaan model kajian perubahan lingkungan di zona buruk
perumahan dengan Powersim versi 2.5C
272
9. Instrumen penelitian komponen sosial ekonomi kajian perubahan
lingkungan di zona buruk perumahan (studi kasus : di Kawasan
Bandung Utara Kabupaten Bandung)
295
10. Analisis data sosial ekonomi kajian perubahan lingkungan di zona
buruk perumahan
299
11. Hasil analisis faktor pemilihan lokasi perumahan di zona buruk
perumahan dengan SPSS 11.5
307
12. Hasil simulasi model kajian perubahan lingkungan di zona buruk
perumahan dengan Powersim versi 2.5C
311
13. Instrumen survei lalu lintas
341
1.1. Latar Belakang
Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan di Kota Bandung terkait dengan tersedianya lahan yang secara fisik, sosial dan ekonomi terjangkau oleh masyarakat. Kondisi topografis yang bergunung dan berbukit di wilayah utara dan datar di wilayah selatan Kota Bandung memberikan karakteristik pola perumahan dengan citra sosial ekonomi tempat lokasi perumahan berada. Perumahan di wilayah selatan Kota Bandung atau di selatan rel jalan kereta api cenderung ditempati oleh masyarakat dengan strata sosial menengah ke bawah, sedangkan perumahan yang berlokasi di wilayah utara Kota Bandung cenderung ditempati oleh masyarakat dengan strata sosial menengah ke atas.
Rumah secara ideal merupakan kebutuhan keluarga untuk membina anggota keluarga dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi, selayaknya secara sosial dan fisik memberikan kenyamanan dan keamanan. Tetapi tekanan jumlah penduduk terhadap lahan khususnya bagi perumahan telah mengabaikan aspek kenyamanan dan keamanan karena terbatasnya finansial dan aksesibilitas terhadap informasi ketersediaan lahan perumahan. Masyarakat cenderung untuk membangun rumah tanpa informasi yang memadai sehingga menimbulkan banyak masalah di lingkungan sekitar perumahan atau memberikan dampak terhadap wilayah secara keseluruhan. Penyimpangan penggunaan lahan untuk perumahan selain menimbulkan masalah pengurangan kapasitas lahan untuk menyerap air juga menimbulkan masalah pengelolaan dan penanggulangan limbah cair dan padat yang memperburuk kondisi sanitasi lingkungan.
Bandung Utara memiliki maksud yaitu untuk melindungi kawasan resapan air agar kecepatan limpasan air tidak bertambah dan menghindarkan bahaya longsor serta erosi di wilayah yang memiliki kelerengan > 30% dan menghindarkan bencana banjir di wilayah selatan Kota Bandung dengan kelerengan 0 s.d. 3%.
Sebelum otonomi daerah ada sembilan peraturan yang dikeluarkan untuk mengamankan kawasan Bandung Utara, tetapi kualitas lingkungan justru semakin merosot tajam setelah otonomi daerah karena peraturan yang ada dengan kesadaran masyarakat seringkali tak selaras sehingga perusakan terus terjadi.
Pembangunan perumahan berkelanjutan di Kota Bandung sangat mendesak untuk diimplementasikan dan diharapkan mampu menghindarkan serta memperbaiki kondisi ekologis yang telah terjadi di Kota Bandung. Pembangunan perumahan berkelanjutan merupakan salah satu pendekatan atau implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang yang layak huni, layak usaha, layak berkembang, dan layak lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (Tim Penyusun Agenda 21 Sektoral, 2001).
Pembangunan berkelanjutan di wilayah Kota Bandung diharapkan mampu mengakomodasi pembangunan sosial ekonomis, pembangunan fisik lingkungan dan pembangunan politik yang diharapkan mampu menghindarkan dan memperbaiki kondisi ekologis yang telah terjadi di Kota Bandung.
Indikator keberhasilan pembangunan sosial ekonomis, yaitu semakin meningkatnya PDRB di wilayah Kota Bandung, indikator keberhasilan pembangunan fisik lingkungan berupa terpeliharanya sumberdaya air, tanah dan udara di wilayah Bandung yang nyaman secara ekologis sedangkan indikator keberhasilan pembangunan politik dengan indikator keamanan dan ketentraman kondisi masyarakat di wilayah Bandung. Pembangunan ekonomis di wilayah Bandung menunjukkan dominasi terhadap pembangunan politik dan pembangunan lingkungan.
menimbulkan bencana banjir dan menyebarnya wabah penyakit. Deviasi dari upaya konservasi menjadi deplesi sumberdaya lahan di wilayah Bandung salah satu penyebabnya adalah kawasan perumahan.
Persepsi pemilik lahan dan pengusaha di Kabupaten Bandung, hanya melihat tanah sebagai faktor produksi dengan tuntutan produksi yang tinggi dan berkembang menjadi tanah sebagai komoditas yang dapat saling dipertukarkan dalam organisasi pasar seperti layaknya komoditas ekonomi lainnya. Kompetisi penggunaan lahan di atas sejalan dengan kaidah “The highest and best use of land”, yang pada akhirnya menggeser aktivitas sewa (land rent) yang ekonomi lahannya lebih rendah dan diganti oleh aktivitas yang lebih produktif (Barlowe,1986).
Dari fenomena di atas, kawasan tersebut diduga akan mengalami degradasi lahan atau penurunan kualitas lahan. Secara teknis, lahan yang terdegradasi dapat dikelola melalui perbaikan parameter-parameter kualitas lahan yang mengalami penurunan. Sumberdaya lahan yang terdegradasi dan tidak dikelola akan menghilangkan fungsi lahan sebagai sumber produksi alami yang berkelanjutan. Talkurputra (1999), mengatakan bahwa pada awal Pelita IV luas lahan yang nilai produksi alamiahnya menurun akibat berbagai kegiatan sehingga menjadi lahan kritis telah mencapai 8,2 juta hektar dengan tingkat pertambahan setiap tahunnya adalah 400.000 hektar.
Analisis perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara ditinjau dari segi fisik lingkungan, sosial dan ekonomi, dengan operasi sistem pemodelan sebagai perangkat analisis. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah dalam penyempurnaan Rencana Tataguna Tanah dan RTRW Kabupaten Bandung.
Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesesuaian dan kemampuan lahan untuk perumahan merupakan awal untuk mengetahui faktor-faktor penarik dan pendorong terjadinya fenomena deviasi penggunaan lahan. Faktor-faktor yang telah dikenali kemudian dikaji sehingga akan dapat diperoleh gambaran menyeluruh atau sebagian dari fenomena-fenomena yang terjadi. Dukungan data spasial (keruangan) dan data atribut statistik dengan demikian menjadi sangat penting bagi analisis spasial, ekonomi, fisik dan kimia lingkungan yang akan dilakukan. Analisis data spasial dan atribut statistik akan memberikan informasi kecenderungan yang terjadi serta proyeksi yang akan terjadi di masa depan.
Model yang akan dikembangkan untuk penelitian mengenai kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk lahan perumahan adalah model eksplanatori (mekanistis) dinamis dengan memanfaatkan sistem informasi geografis. Model yang dibangun akan disimulasikan dengan menggunakan Powersim Versi 2.5c untuk memperoleh sensitivitas parameter dan model dalam bentuk tabel dan grafik.
1.2. Kerangka Pemikiran
Penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan, ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungan karena fenomena eksploitasi lahan di Kawasan Bandung Utara menimbulkan masalah penyimpangan penggunaan lahan dan merupakan pelanggaran UU No. 26 tahun 2007.
Penyimpangan penggunaan lahan, menimbulkan konflik penggunaan lahan dan merupakan salah satu dari masalah penggunaan lahan. Konflik penggunaan lahan terjadi jika satu aktivitas memberikan dampak negatif terhadap aktivitas lain pada lahan yang sama. Pergeseran dan berkurangnya penggunaan lahan pertanian produktif terutama yang berbasis ekologi lahan basah, dewasa ini terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat dan bersamaan dengan itu kebutuhan pangan penduduk pun meningkat (Jayadinata, 1999). Konflik penggunaan lahan untuk perumahan berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Kawasan resapan air pada kenyataannya dieksploitasi untuk kawasan perumahan serta menimbulkan kekhawatiran akan keberlangsungannya sumberdaya lahan akibat penurunan kualitas lahan.
Deviasi penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara tetap berlangsung dikarenakan pemantauan dan pengendalian pembangunan perumahan belum optimal meskipun pihak-pihak yang terkait sudah memperoleh informasi manfaat serta kerugian secara fisik, ekologis, sosial dan ekonomis. Selain itu rendahnya penegakkan hukum yang ada disertai implementasi Rencana Tata Ruang yang belum sepenuhnya dilaksanakan di lapangan. Penyimpangan penggunaan lahan ini menimbulkan gagasan untuk membangun suatu model pengamanan lingkungan diawali dengan pekerjaan evaluasi lahan yang bertujuan mengendalikan serta memantau penggunaan lahan dengan mudah, cepat dan tepat. Evaluasi lahan untuk pembangunan perumahan akan ditinjau berdasarkan tinjauan kesesuaian dan kemampuan lahan dengan melakukan analisis fisik, kimia, biologi lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang telah dijadikan kawasan perumahan.
menyeluruh. Analisis dampak lingkungan ini merupakan kelanjutan dari analisis spasial untuk memperoleh alternatif kawasan perumahan.
Analisis spasial adalah analisis keruangan yang menitikberatkan pada tiga unsur geografi, yaitu jarak (distance), interaksi (interaction) dan gerakan (movement) (Bintarto dan Hadisumarno, 1982). Pada tahap pasca lapangan, operasi GIS
(Geographical Information System) meliputi operasi berupa display peta tematik,
perhitungan luas dan keliling serta analisis statistik (tabelaris) yang dilanjutkan dengan operasi pemodelan proyeksi tataguna lahan dan aktivitas lahan serta simulasi model variasi keluaran.
Gagasan analisis perubahan lingkungan yang dipergunakan untuk kawasan perumahan walaupun dimulai oleh adanya isu lingkungan tetap harus memperhatikan aspek sosial ekonomi. Suatu hal yang tidak adil jika gagasan model perubahan lingkungan ini direalisasikan tanpa memperhatikan aspek ekonomi mikro maupun makro serta menimbulkan kemandekan berusaha dan kerugian bagi berbagai pihak terutama bagi pengusaha. Oleh karena itu, analisis perubahan lingkungan untuk perumahan di Kawasan Bandung Utara, selain ditinjau dari aspek fisik, kimia biologi lingkungan juga ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi. Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah model mekanistis atau model explanatory, yaitu model yang dibangun untuk menjelaskan dinamika internal pusat kajian suatu sistem secara tepat dan menjelaskan penyebab yang ditinjau (Grant, 1996).
FENOMENA FAKTUAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN YANG
INTENSIF DI BANDUNG UTARA
NORMATIF RTRW KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2004
NORMATIF KONSERVASI KAWASAN BANDUNG
UTARA (SE GUBERNUR JABAR
2004) (INS BUPATI BANDUNG
1994)
PETA KAWASAN TERBANGUN DI KAWASAN BANDUNG UTARA DARI HASIL PLOTTING CITRA QUICKBIRD
DENGAN RESOLUSI 0,6 METER
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DI KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN USDA 1971
PETA ZONASI KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN
HASIL EVALUASI KAWASAN TERBANGUN TERHADAP ZONASI KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN
(TUJUAN I PENELITIAN)
PENYIMPANGAN PEMBANGUNAN RUMAH DI ZONA BURUK UNTUK PERUMAHAN DI KAWASAN BANDUNG
UTARA
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH DI ZONA
BURUK
PERUBAHAN LINGKUNGAN (KOMPONEN FISIK -KIMIA, BIOLOGI, SOSIAL EKONOMI) AIR - TANAH - LALU-LINTAS - UDARA - SOSIAL
- EKONOMI (TUJUAN III)
(MSA), EIGEN VALUE RANGKING FAKTOR PEMILIHAN LOKASI (TUJUAN II) PCA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS)
c
STUDI PUSTAKA
DISKUSI PAKAR DOKUMEN KAJIAN
EMPIRIK
DIAGRAM SEBAB AKIBAT PERUBAHAN LINGKUNGAN DI ZONA
BURUK UNTUK PERUMAHAN
MODEL DINAMIS PERUBAHAN LINGKUNGAN DI ZONA
BURUK UNTUK PERUMAHAN (TUJUAN IV) TIRUAN SISTEM
NYATA
VALIDASI MODEL
DATA EMPIRIK DATA SIMULASI
SENSITIVITAS MODEL
PENGAMBILAN KEBIJAKAN (MUHAMMADI, AMINULLAH DAN SOESILO; 2001)
(TUJUAN V)
Gambar 1. Kerangka pemikiran kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Sejumlah besar pembangunan perumahan secara faktual menyimpang dari kesesuaian lahan yang baik untuk perumahan atau berada di zona buruk untuk perumahan.
2. Faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan di zona buruk untuk perumahan secara faktual berbeda dan menyimpang dari faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan di zona baik perumahan.
3. Perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan menimbulkan dampak negatif lebih besar daripada dampak positifnya.
4. Pola hubungan komponen-komponen lingkungan empiris belum dapat menjelaskan adanya penyimpangan pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan secara menyeluruh.
5. Kebijakan-kebijakan untuk mengurangi degradasi lingkungan dan penipisan sumberdaya alam akibat pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan belum didasari dengan kajian pendekatan eksplanatoris.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan untuk :
1. Mengevaluasi lokasi perumahan yang ada saat ini berdasarkan kesesuaian lahan untuk perumahan,
2. Mengidentifikasi faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan di zona buruk untuk perumahan,
3. Mengetahui besarnya perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan,
4. Merancang model dinamis perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan,
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah :
1. Sebagai pedoman pengambil kebijakan untuk menghindarkan penggunaan dan penataan ruang yang tidak semestinya serta mencegah terjadinya deplesi sumberdaya alam secara cepat sehingga dapat menyebabkan bencana dan kemiskinan bagi generasi yang akan datang,
2. Sebagai masukan untuk perencanaan perumahan dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas lingkungan yang berasaskan lestari, optimal, serasi dan seimbang demi terwujudnya pembangunan perumahan yang berkelanjutan.
1.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
“ Terdapat perbedaan perubahan kualitas lingkungan yang berarti antara sebelum pembangunan perumahan dengan sesudah pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan “.
1.7. Novelty Penelitian
Sesuatu yang baru dari penelitian mengenai kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan dapat ditinjau dari komponen masukan, komponen proses dan komponen keluarannya.
Sesuatu yang baru dari penelitian ini dikaji dari komponen masukannya, yaitu : data yang diperoleh bervariasi dalam jenis data, dimensi waktu dan tingkat ketelitiannya untuk memperoleh hasil kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan.
Sesuatu yang baru dari penelitian ini dikaji dari komponen prosesnya, yaitu : a. Analisis kesesuaian lahan untuk perumahan dijadikan sebagai acuan evaluasi
perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan.
c. Analisis-analisis parsial komponen fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya disintesiskan dalam bentuk model dinamis perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan serta disimulasikan.
2.1. Penataan Ruang
Tata ruang merupakan suatu artian harfiah dari kata ‘Spatial’ yaitu segala sesuatu yang dipertimbangkan berdasarkan kaidah keruangan. Sejalan dengan anggapan yang diartikan oleh Chadwick (1980), sebagai “The arrangement of
space or in space of all kinds”. Tata ruang pada hakekatnya merupakan
lingkungan fisik dimana terdapat hubungan organisatoris antara berbagai macam obyek dan manusia yang terpisah dalam ruang tertentu (Rapoport, 1980). Menurut Foley (1964), tata ruang bukanlah merupakan suatu sistem tertutup atau
closed system melainkan suatu sistem yang menyangkut hal-hal non fisik.
Selanjutnya Foley (1964) beranggapan bahwa kerangka konsepsi tata ruang meluas tidak hanya menyangkut suatu kawasan yang disebut sebagai wawasan spasial, tetapi menyangkut pula aspek-aspek non spasial atau aspasial (bukan ketataruangan). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor non-fisik seperti organisasi fungsional, pola budaya, dan nilai komunitas. (Porteous, 1981).
Dalam wawasan kaitan antara aspek keruangan dan bukan keruangan inilah kemudian Foley mengemukakan bahwa penataan ruang akan dilandasi oleh suatu paradigma dimana terdapat kaitan antara tiga aspek yaitu (Foley, 1964): 1. Aspek normatif yang bersifat aspasial seperti nilai sosial budaya, institusi,
peraturan dan perundangan, teknologi dan spasial, distribusi tataruang dari pola budaya, nilai yang berkaitan dengan pola tata ruang aktivitas dan lingkungan fisik.
2. Aspek fungsional yang bersifat aspasial dan agihan fungsi, sistem aktivitas termasuk manusia dari kegiatan usaha di dalam peranan fungsionalnya dan spasial seperti distribusi tata ruang dan fungsi kaitan tata ruang, pola tata ruang kegiatan berdasarkan macam dan fungsi.
jaringan jalan, jaringan utilitas, pola tata guna lahan sesuai dengan kualitas lahannya. Dengan perkataan lain tinjauan pengertian struktur ruang harus mengacu pada suatu wawasan yang lebih luas sebagai bagian dari ruang yang disediakan untuk digunakan sebagai tempat benda-benda kegiatan dan perubahan. Untuk lebih jelasnya paradigma Foley dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Paradigma Foley
Aspek Bukan
Ketataruangan (Aspasial)
Aspek Tata Ruang (Spasial)
Normatif (aspek sosial-budaya)
- Nilai-nilai sosial - Perangkat kepranataan - Peraturan perundangan - Teknologi
- Distribusi tata ruang pola kultural
- Nilai yang berkaitan langsung dengan pola
aktivitas dan lingkungan fisik
Fungsional (aspek organisasi dan ekonomis)
- Pembagian dan agihan fungsi-fungsi
- Sistem aktivitas (manusia dan kegiatan usaha dalam peran fungsionalnya)
- Distribusi tata ruang fungsi
- Hubungan ketataruangan - Pola tata ruang
kegiatan usaha berdasar fungsinya Fisik (aspek
wadah-fisik
- Obyek-obyek fisik - Lingkungan geofisis - Manusia sebagai
wujud fisik
- Kualitas sumber daya alam
- Distribusi bentuk fisik, bangunan, lahan, jaringan jalan, jaringan utilitas dan lainnya - Tata guna lahan
berdasarkan kualitas dan kesesuaian sumberdaya alam
dimaksud dengan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri dan pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan.
Sejalan dengan uraian tersebut Hardjowigeno (1999), mengemukakan bahwa tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan wadah kehidupan yang mencakup ruang daratan, ruang lautan, ruang udara, termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya, keadaan sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatannya dan memelihara kelangsungan hidupnya. Karena itu tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah dan ketidaklestarian lingkungan serta konflik pemanfaatan ruang. Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan kelembagaan yang berarti juga meningkatkan kualitas tata ruang.
Kualitas tata ruang menurut Silalahi (1995) ditentukan oleh terwujudnya pemanfaatan ruang yang memperhatikan (1) daya dukung lingkungan, yaitu jumlah penduduk dalam suatu wilayah yang masih dapat didukung oleh ketersediaan sumberdaya alam, dan penggunaan lahan yang sesuai dengan karakteristik tanah, (2) fungsi lingkungan, yaitu tertatanya tata air, tata udara, suaka alam, suaka budaya, (3) estetika lingkungan, yaitu terpeliharanya bentang alam, (4) lokasi, yaitu pemanfaatan ruang yang serasi antara fungsi lingkungan dengan kawasan lindung dan kawasan budidaya, (5) struktur, yaitu hirarki yang jelas dalam sistem perkotaan dan hubungan yang saling menunjang antar kota besar, kota menengah dan kota kecil.
terpadu, efektivitas dan efisiensi, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. Selain itu harus berasaskan keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Efektivitas dan efisiensi diartikan bahwa penataan ruang harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang akan berfungsi secara efektif dan efisien bila didasarkan pada sistem pengendalian yang menyediakan informasi yang akurat tentang penyimpangan-penyimpangan terhadap pemanfaatan ruang yang telah terjadi dan ketegasan dalam memberikan tindakan yang tepat dalam menertibkan penyimpangan/pelanggaran tersebut. Oleh karena itu, perlu disiapkan mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang yang baik. Di Wilayah Kabupaten/Kota, penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui mekanisme perizinan, selain melalui kegiatan pengawasan penertiban. Kegiatan pengendalian melalui mekanisme perizinan ini, meliputi : izin mendirikan bangunan (IMB), izin HGU, Izin penggunaan bangunan, izin mengubah bangunan, izin merubuhkan bangunan dan lain-lain.
pemanfaatan ruang; dan/atau pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi dan penalti.
Pengendalian pemanfaatan ruang melalui penetapan zonasi dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dipertegas dengan Pasal 36 yaitu :
(1)Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(2)Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(3)Peraturan zonasi ditetapkan dengan :
a.peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; b.peraturan daerah propinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem propinsi; c.peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.24 Tahun 1992 dan diperbaharui oleh Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang merupakan salah satu instrumen hukum bagi pengelolaan lingkungan, kasus lingkungan dalam masalah penataan ruang lebih banyak diperdebatkan dan dianalisis dari sudut penataan ruang. Salah satu contoh dari masalah lingkungan hidup adalah kasus Bandung Utara.
2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan
2.2.1. Aspek-aspek Kebijakan Penggunaan Lahan
Lahan merupakan daerah dipermukaan bumi, termasuk seluruh elemen-elemen dari lingkungan fisik dan biologi di dalamnya yang mempengaruhi penggunaan lahan. Lahan bukan saja tanah, tetapi termasuk terain, iklim, hidrologi, vegetasi alami dan fauna, mencakup pula di dalamnya perbaikan lahan seperti terasering dan jaringan drainase. Disamping itu termasuk juga akibat-akibat kegiatan manusia baik masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah pantai dan penebangan hutan dan akibat lain yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi penggunaan lahan. (FAO 1976 ; Hardjowigeno, 1999).
sumberdaya lahan yang dapat diperoleh dengan cara melakukan evaluasi kesesuaian lahan, (2) Aspek lingkungan, yaitu dampaknya terhadap lingkungan, (3) Aspek hukum, yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang, (4) Aspek sosial, menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan social. Artinya penggunaan tanah tidak hanya menguntungkan seseorang, tetapi juga harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan sekitarnya, (5) Aspek ekonomi, yaitu penggunaan tanah yang optimal yang memberikan keuntungan setingga-tingginya tanpa merusakkan tanahnya sendiri serta lingkungannya. (6) aspek politik atau kebijakan atau kebijakan pemerintah.
Roberts (1988), mengemukakan bahwa diperlukan rencana tata guna lahan untuk meletakkan kerangka dasar bagi hal-hal terperinci yang dicantumkan pada banyak segi didalam rencana menyeluruh, seperti perumahan, kelestarian suatu tempat dan benda-benda bersejarah, kelestarian kawasan yang berpandangan indah, rekreasi dan ruang terbuka, transportasi, tenaga listrik, air bersih dan gas, fasilitas dan pelayanan masyarakat. Hal ini diusahakan untuk dapat menciptakan suatu pola pengembangan lahan yang masuk akal, bukan pola pengembangan dan penyebaran yang acak-acakan, tidak teratur, tidak mantap dan mahal. Rencana tata guna lahan dapat terwujud jika diciptakan pola pengembangan dengan konfigurasi khusus yang yang masuk akal dan bertahap serta didasarkan pada kebijakan-kebijakan yang sudah disahkan. Lebih lanjut Roberts (1988) mengemukakan bahwa penggunaan lahan yang optimal sesuai dengan daya dukungnya hanya dapat dilakukan apabila tersedia informasi sumberdaya lahan termasuk mengenai informasi kesesuaian lahan masing-masing wilayah dan untuk itu diperlukan suatu evaluasi kesesuaian lahan yang ada.
2.2.2. Pengertian Evaluasi Lahan
perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Penggunaan lahan berbagai aktifitas pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan yang ada dalam wilayah tersebut dan kesesuaian lahan bagi suatu areal dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan wilayah tersebut (Sitorus, 2003). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Karena itu, evaluasi penggunaan lahan merupakan salah satu mata rantai yang harus dilakukan agar rencana tataguna tanah dapat tersusun dengan baik (Hardjowigeno, 1999). Evaluasi lahan merupakan salah satu pekerjaan dalam perencanaan dan pengembangan wilayah. Dalam perencanaan tataguna tanah, proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu diperoleh dengan cara melakukan survai dan pemetaan tanah yang hasilnya digambarkan dalam bentuk peta, sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari (Hardjowigeno,1999)
Hasil survai dan pemetaan tanah adalah peta tanah dan peta kesesuaian lahan untuk berbagai jenis penggunaan. Dengan peta ini, maka berbagai alternatif penggunaan tanah terbaik secara fisik dapat ditentukan. Selanjutnya dilakukan analisis dampak lingkungan dan analisis sosial ekonomi terhadap jenis penggunaan lahan secara fisik tersebut. Keputusan jenis-jenis penggunaan lahan yang optimal dapat diputuskan dengan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku dan memperhatikan kebijakan pemerintah.
lahan. Kualitas lahan mencerminkan kondisi lahan yang berhubungan dengan kebutuhan atau syarat penggunaan lahan, termasuk didalamnya untuk syarat produksi pertanian, konservasi dan pengelolaan lingkungan. Sedangkan menurut FAO (1998), evaluasi penggunaan lahan pada intinya harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : (1) Bagaimana lahan sekarang dikelola, dan apa akibatnya bila cara-cara tersebut terus menerus dilakukan, (2) Perbaikan apa yang perlu dilakukan terhadap pengelolaan sekarang, (3) Penggunaan apa yang mungkin dapat dilakukan secara fisik dan relevan dari segi sosial ekonomi. (4) Diantara kemungkinan-kemungkinan penggunaan lahan tersebut, mana yang memberikan kemungkinan ‘produksi yang langgeng’ dan keuntungan-keuntungan lain, (5) Akibat apa yang tidak menguntungkan secara fisik, sosial dan ekonomi terhadap masing-masing penggunaan lahan tersebut, (6) Input apa yang diperlukan untuk mendapatkan produksi yang diinginkan dan untuk menekan akibat-akibat yang tidak menguntungkan, (7) Apa keuntungan dari masing-masing penggunaan lahan tersebut. Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, evaluasi lahan yang dipergunakan untuk perumahan akan ditinjau berdasarkan tinjauan spasial untuk memperoleh alternatif kesesuaian kawasan yang baik untuk perumahan yang dilanjutkan dengan tinjauan evaluasi penggunaan lahan perumahan yang ada dengan alat analisis Sistem Informasi Geografik (SIG).
2.2.3. Kelas Kesesuaian Lahan
dengan sifat-sifat lahannya, (6) kesesuaian lahan kuantitatif yaitu kesesuaian lahan yang ditentukan berdasarkan angka-angka nilai masing-masing karakteristik lahan, (7) kesesuaian lahan kuantitatif fisik yaitu hasil evaluasi lahan didasarkan pada pendugaan produksi yang diharapkan, dan batas antar kelas kesesuaian lahannya dinyatakan dalam satuan produksi sesuai dengan pengelolaannya, dan (8) kesesuaian lahan kuantitatif ekonomi yaitu hasil evaluasi lahan didasarkan pada nilai besar uang, misalnya biaya masukan sarana produksi, harga produksi, keuntungan hasil dan lain-lain (Hardjowigeno, 1999).
Lahan dikatakan mempunyai kualitas yang terbaik untuk suatu jenis kegunaan apabila sangat sesuai untuk kegunaan tersebut. Lahan yang mempunyai kualitas terbaik untuk perumahan belum tentu mempunyai kualitas yang baik untuk sumber top-soil. Kualitas lahan mencerminkan kondisi lahan yang berhubungan dengan kebutuhan atau syarat penggunaan lahan, termasuk didalamnya untuk syarat produksi pertanian, konservasi dan pengelolaan lingkungan. Kualitas lahan yang berhubungan dengan pembangunan perumahan secara langsung atau mutlak dapat dilihat dari proses pembangunan perumahannya. Lahan dikatakan baik apabila pembangunan perumahan pada lahan tersebut tidak mengalami kesulitan yang berat dalam proses pengerjaannya. Lahan berkualitas buruk untuk perumahan apabila lahan tersebut tidak dapat mendukung beban bangunan diatasnya, sehingga tidak layak secara teknis untuk dibangun rumah tinggal. Sedangkan secara tidak langsung kualitas lahan tercermin dari keadaan drainase tanah, air tanah musiman, bahaya banjir, kemiringan lereng, potensi mengembang mengkerut tanah, besar dan kecilnya batuan serta bahaya erosi suatu lahan. Karena itu evaluasi kesesuaian lahan untuk perumahan diharapkan dapat menjadi suatu tindakan pencegahan pengeluaran dana yang sia-sia bagi pembangunan kawasan perumahan akibat kesalahan penggunaan lahan yang tidak sesuai untuk perumahan.
Tekanan yang besar terhadap upaya konservasi lahan dengan demikian tidak datang dari isu lingkungan saja tetapi datang juga dari keterkaitan investasi dana yang besar dalam pembangunan sektor perumahan.
Kesesuaian lahan untuk perumahan atau tempat tinggal yaitu kesesuaian lokasi bangunan gedung dengan beban tidak lebih dari tiga lantai. Penentuan kelas suatu lahan untuk tempat tinggal didasarkan pada kemampuan lahan sebagai penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh adalah daya dukung tanah dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya penggalian dan konstruksi. Sifat-sifat lahan seperti kerapatan (density), kebasahan (wetness), bahaya banjir, plastisitas, tekstur dan potensi mengembang-mengerutnya tanah berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Sedangkan biaya penggalian tanah untuk pondasi dipengaruhi oleh tata air tanah, lereng, kedalaman tanah sampai hamparan batuan dan keadaan batu di permukaan (USDA, 1971).
yang disebabkan oleh pengerutan tanah, hendaknya pondasi dibangun lebih dalam atau sampai pada kedalaman batuan sehingga tidak terjadi proses pengerutan tanah. Kriteria kesesuaian lahan untuk perumahan atau tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria kesesuaian lahan untuk tempat tinggal (USDA, 1971)
Kesesuaian Lahan Sifat Tanah
Baik Sedang Buruk
Dengan ruang di bawah tanah
Baik sampai sangat baik Sedang Agak buruk sampai terhambat Tanpa ruang di bawah tanah
Drainase
Sedang sampai sangat cepat Agak buruk Buruk sampai terhambat Dengan ruang di bawah tanah
>150cm >75cm <75cm
Tanpa ruang di bawah tanah Air tanah musiman
(1 bulan atau lebih)
>75cm >50cm <50cm
Banjir Tanpa Tanpa Jarang-sering
Lereng 0-8% 8-15% >15%
Potensi mengembang mengkerut
Rendah Sedang Tinggi
Besar butir (Unified Group)
GW,GP,SP,GM,GC,SM,SC,C L dengan PI<15
ML,CL, dengan PI>15
CH,MG,OL,OH
Batuan kecil Tanpa-sedikit Sedang
Batuan besar Tanpa Sedikit
Tanpa ruang di bawah tanah
>150cm 100-150cm <100cm Dengan ruang di bawah tanah
Dalamnya hamparan batuan
>100cm 50-100cm <50cm
Sumber : USDA (1971)
Keterangan : LL= Batas Cair ; PI = indeks plastisitas
2.2.5. Aplikasi SIG untuk Analisis Evaluasi Lahan Perumahan 2.2.5.1. Pengertian SIG
Sistem Informasi geografis (SIG) merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai subsistem. Setiap subsistem tersebut mempunyai fungsi dan merupakan suatu alat untuk mengelola sejumlah data yang bervariasi dan kompleks, sehingga dihasilkan suatu bentuk informasi yang dapat dipakai untuk proses pengambilan keputusan dalam berbnagai bidang yang melibatkan aspek keruangan (spasial).
Sistem informasi geografik mempunyai definisi sebagai berikut :
Sekumpulan komponen yang diorganisasikan dan terdiri dari perangkat keras,
mengefisienkan penangkapan, penyimpanan, pembaharuan, manipulasi, analisis dan seluruh penyajian bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, 1994),
Suatu sistem digital untuk menganalisis dan memanipulasi semua data
geografis yang terdiri dari sistem masukan serta sistem keluaran hasil analisis dan manipulasi data (Tomlinson, 1987),
Seperangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan, memanggil,
mentransformasikan dan menyajikan data spasial dari dunia nyata ke dalam bentuk tertentu untuk tujuan khusus tertentu (Burrough, 1986),
Seperangkat kerja baik secara manual ataupun didukung oleh piranti komputer
untuk melakukan koleksi menyimpan, mengelola, dan menyajikan data dan informasi yang bergeoreferensi untuk tujuan tertentu (Aronoff, 1989).
Adapun beberapa kegunaan sistem informasi geografis adalah sebagai berikut :
(1) Visualisasi informasi yaitu suatu bentuk penyajian informasi melalui penglihatan. Cara ini akan merangsang pikiran dibandingkan dengan cara lain yang tradisional. Semua informasi yang divisualisasikan dapat dilihat, disimpan dalam memori, diintepretasikan dan selanjutnya dianalisis. Sebagai contoh dari proses visualisasi dalam SIG diibaratkan dengan jigsaw puzzle
(penyusunan potongan-potongan gambar), dimana informasi akan lebih mudah dimengerti setelah potongan-potongan tersebut disusun secara benar. (Aronoff, 1989),
(2) Penggorganisasian informasi, adalah penyampaian informasi menurut hubungan yang logis. Dalam SIG, data diatur secara keruangan (spatial), (3) Pengkombinasian informasi, data yang digunakan seringkali berasal dari
bermacam-macam sumber yang kadang berbeda dalam skala, sistem proyeksi, serta penyimpanannya. Dalam hal ini SIG menyediakan fasilitas dan metode untuk mengkombinasikan atau mengintegrasikan data tersebut kedalam suatu format tertentu. Proses atau pembuatan yang umum dinamakan “integrasi data”,
keperluan tertentu, misalnya memperkirakan daerah rawan banjir dan perkembangan penutupan lahan.
Metodologi SIG, berawal dari adanya masalah kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data atribut (tabel) serta data spasial (peta), selanjutnya data spasial tersebut dikonversi melalui proses digitasi untuk menjadi file digital. Kedua data tersebut digabungkan dengan hasil berupa tabel, peta atau grafik.
Konsep SIG adalah menggabungkan beberapa peta yang memiliki nilai informasi, kemudian dikombinasikan peta-peta tersebut menjadi sebuah peta yang mewakili beberapa informasi peta tersebut.
2.2.5.2. Basis Data SIG
Basis data adalah sekumpulan data yang saling berkaitan. Dalam SIG ada dua kelompok data yaitu data spasial (peta) dan data nonspasial/atribut. Basis data dalam SIG dapat dibentuk melalui metode pemetaan dan pengamatan lapangan.
Basis data spasial adalah data yang dapat diamati dan diidentifikasi di lapangan yang berkaitan dengan masalah ruang di atas atau di dalam permukaan bumi. Data ini dapat ditentukan besaran lintang dan bujur atau dengan sistem koordinat lainnya. Bentuknya berupa peta-peta dengan skala dan sistem proyeksi tertentu. Data spasial terdiri dari tiga pokok data yaitu titik, garis, poligon atau area. Di dalam SIG, data spasial diorganisasikan dalam bentuk lapisan-lapisan informasi.
Data nonspasial atau atribut adalah data yang melengkapi keterangan data spasial, baik secara statistik, numerik maupun deskriptif. Data ini biasanya ditunjukkan dalam bentuk tabel. diagram atau buku deskriptif.
2.2.5.3. Struktur Data Spatial Sistem Informasi Geografis.
Struktur data SIG ada tiga macam, yaitu struktur data raster, vektor, dan quadtress yang merupakan pengembangan data raster. Ketiganya memiliki kelebihan-kelebihan dan kekurangan tergantung pada jenis pemakainan.
Dalam struktur data vektor, ruang dua dimensi diwakili oleh suatu gambaran yang kontinyu dan sangat teliti. Gambaran tersebut adalah tampilan dari suatu posisi tampilan geografik (titik, garis, dan poligon) pada daerah data peta dalam bentuk tertentu. Daerah peta tersebut diasumsikan sebagai ruang koordinat yang kontinyu dimana posisi obyek dapat ditentukan sesuai dengan kenampakan aslinya. Dalam struktur data ini suatu bentuk titik direkam sebagai rangkaian segmen garis yang menggabungkan pasangan-pasangan koordinat dan membentuk kurva tertutup.
Struktur database vektor atau raster memiliki karakteristik yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik data vektor atau raster (Aronoff, 1989)
Sifat Raster Vektor
Penangkapan Data Cepat Lambat
Volume Data Besar Kecil
Kualitas Gambar Cukup Bagus
Struktur Data Sederhana Rumit
Akurasi Geometrik Rendah Tinggi
Analisis Jaringan Linier Kurang Bagus Analisis Poligon / Area Bagus Kurang
Gabungan lapisan data Bagus Kurang
Generalisasi Sederhana Sulit
Pengembangan Software Mudah Sulit
Struktur data quadtress adalah pengembangan dari struktur data raster, dimana ukuran pixel dapat berubah-ubah didasarkan pada pembagian kuadran secara berturut-turut (2x2). Untuk peta tematik, pixel yang kecil hanya diperlukan di sekitar titik, garis, dan batas poligon, sedangkan untuk area yang luas homogen cukup menggunakan pixel besar.
2.2.5.4. Analisis Spasial untuk Evaluasi Lahan Perumahan
Analisis spasial adalah analisiskeruangan yang menitikberatkan pada tiga unsur geografi, yaitu jarak (distance), interaksi (interaction), dan gerakan
(movement) (Bintarto dan Hadisumarno, 1982). Untuk membangun data base
(3) pengurangan data yang berlebihan ( redundancy data ), (4) independen data, keamanan dan integritas. Komponen-komponen sistem informasi geografis terdiri dari input data, manajemen data, manipulasi dan analisis data serta output data (Aronoff, 1989).
Fungsi sistem informasi geografis yang digunakan, dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu : (1) fungsi penyimpanan dan pemanggilan data, (2) fungsi rambu-rambu permintaan yang diinginkan (query), dan (3) fungsi pemodelan (Aronoff, 1989).
Sedangkan untuk mendisain suatu sistem informasi geografis yang efektif harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Analisis kebutuhan informasi untuk membuat keputusan yang meliputi wawancara, tinjauan studi dokumentasi, perincian informasi, dan spesifikasi data nyata.
2) Kategorisasi dan evaluasi keberadaaan data base yang meliputi keberadaan cakupan, proses pengumpulan data, kamus data dan data katalog.
3) Membuat spesifikasi data base baru yang meliputi klasifikasi data, skala atau resolusi, pembaharuan frekuensi dan format atau bentuk data.
4) Membuat spesifikasi elemen-elemen sistem yang meliputi : sistem manajemen, sistem perangkat lunak, sistem perangkat keras dan penyusunan institusional.
5) Membangun rencana implementasi yang meliputi perincian tugas, penjadwalan, pembiayaan dan manajemen serta pertanggungjawaban (ESRI,1994).
Pada tahap pasca lapangan, operasi sistem informasi geografis meliputi operasi-operasi : (1) Operasi SIG ‘Basic’ dengan analisis keruangan berupa display peta tematik, perhitungan luas dan keliling dan analisis statistik tabelaris, (2) Operasi SIG ‘Advanced’ yaitu rasterisasi, weighting, searching, dan filtering.
Rasterisasi adalah pengubahan data vektor menjadi data raster dan berfungsi
Searching adalah proses pencarian informasi titik didalam atau diluar kurva (lingkaran, kotak, poligon) dan Filtering adalah proses penyaringan informasi titik berdasarkan kriteria kondisi atribut (if, <, >, =, and, or, then) yang dimiliki titik atau fungsi aritmatika irisan dan (3) Operasi SIG ‘Specialised’ berupa pemodelan proyeksi di centroid grid, pemodelan proyeksi tataguna lahan dan pemodelan dinamis aktivitas lahan perumahan, (4) Simulasi model variansi keluaran(kuadrat standart deviasi).
Model konseptual evaluasi kesesuaian lahan untuk perumahan selanjutnya dibuatkan model fungsionalnya berupa pemberian nilai dan bobot bagi setiap kelas tema. Kelas tema yang sesuai diberi nilai dan bobot yang lebih besar dibandingkan kelas tema yang kurang atau tidak sesuai. Setelah model fungsional evaluasi kesesuaian lahan untuk perumahan dibe