• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN

RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN

PROVINSI DKI JAKARTA

DIANA SISKAYATI

A34204036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

DIANA SISKAYATI (A34204036). Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta. (Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN)

Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi perumahan. Untuk menyediakan perumahan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Pemerintah DKI Jakarta sampai tahun 2006, telah menyediakan 19.324 unit rumah susun yang tersebar dalam 30 lokasi di Wilayah Kotamadya DKI Jakarta. Sasaran pembangunan rumah susun tahun 2007-2011, yakni pemenuhan kebutuhan rumah susun layak huni di Indonesia sebanyak 1.000 menara atau sekitar 350.000 unit rumah susun, dengan harga sewa/jual yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan berpenduduk lebih dari 1,5 juta jiwa per 100 km2 (Kebijakan Pemerintah tentang pembangunan rumah susun di perkotaan tahun 2007).

Pembangunan rumah susun ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik bangunannya saja, tetapi keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan rumah susun juga harus diperhitungkan. Kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika.

(3)

Studi dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2008, mencakup beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan evaluasi, serta penyusunan konsep. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara/kuesioner, dan studi pustaka. Metode studi yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif untuk mengevaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui proporsi dan kecukupan RTH/taman bagi penghuni rumah susun.

Luas rata-rata RTH/taman di lingkungan rusuna di DKI Jakarta adalah 42,1% dari luas lahan atau berkisar antara 2,0 - 8,0 m2/jiwa. Berdasarkan standar dan kebutuhan RTH/taman per jiwa di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006), maka luas RTH/taman di lingkungan rusuna ini sudah mencukupi. Sedangkan berdasarkan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa luas RTH 30% dari luas lahan, maka luas RTH/taman pada lingkungan rusuna ini sudah mencukupi. Tetapi terdapat pula luas RTH/taman pada lingkungan rusuna yang dijadikan sampel memiliki luas RTH dibawah 30% luas lahan, hal ini dikarenakan adanya perubahan desain awal berupa penambahan bangunan pada area terbuka atau RTH/taman. Mengingat luas RTH total di wilayah DKI Jakarta saat ini hanya sekitar 9% dari luas wilayahnya, dan target Pemerintah DKI Jakarta menyediakan RTH seluas 13,94%, maka keberadaan dari luas RTH rusuna yang ada saat ini dapat dianggap cukup baik. Namun keberadaan RTH yang ada ini perlu masih diimbangi dengan perencanaan dan perancangan serta pengelolaan yang baik agar penggunaannya lebih efektif dan bermanfaat bagi lingkungan.

(4)

baik, dan juga sikap kurang peduli penghuni rumah susun dalam menjaga dan memelihara lingkungan rumah susunnya.

RTH/taman rumah susun perlu mempunyai konsep dasar yang mengakomodasi beberapa fungsi, yaitu : meningkatkan kualitas lingkungan, memenuhi kebutuhan akan ruang rekreasi ruang luar (out door) bagi penghuni rumah susun, serta menyediakan ruang sosialisasi dan kebersamaan. Konsep dasar RTH/taman rumah susun tersebut di atas, dikembangkan secara teknis mencakup acuan luas minimal, jenis ruang, desain, fasilitas, tata hijau dan jenis tanaman, serta pengelolaannya.

Jenis ruang disesuaikan dengan karakter penghuni rumah susun untuk memenuhi kebutuhan rekreasi, sosialisasi dan kualitas lingkungan yang baik. Desain dibuat sederhana tetapi menarik, efisien, mudah dalam pengelolaannya, serta menjamin keamanan dan kenyamanan. Sarana atau fasilitas pada RTH/taman disesuaikan dengan ruang aktivitas, menggunakan bentuk yang sederhana, kuat dan tahan lama untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pengelolaannya. Tata hijau yang dikembangkan ditujukan untuk kualitas lingkungan ekologis, keindahan, fungsi fisik (pembatas, screen, alas, atap), mudah dipelihara dan tidak membahayakan.

(5)

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN

RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN

PROVINSI DKI JAKARTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : DIANA SISKAYATI

A34204036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta

Nama Mahasiswa : Diana Siskayati Nomor Pokok : A34204036

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc. NIP. 19620121 198601 2 001

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002

(7)

RIWAYAT HIDUP

Diana Siskayati lahir di Jakarta pada tanggal 10 Juli 1986. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak Kasidi dan Ibu Enung Nuryati. Penulis memulai pendidikan formal di SDN 14 Pagi Sumur Batu Jakarta Pusat tahun 1992 dan lulus tahun 1998, kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 228 Sumur Batu Jakarta Pusat pada tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 5 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi dan diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis berpartisipasi dalam kepanitiaan kegiatan masa perkenalan mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42 sebagai seksi konsumsi. Selain itu, penulis juga menjadi seksi dana usaha (danus) pada kepanitiaan kegiatan fieldtrip mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42. Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, serta mengikuti berbagai kegiatan seminar dan pelatihan, diantaranya Seminar Work Experience,

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan limpahan rahmat hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta”. Penulis menyadari penyelesaian penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan, dukungan, saran dan kritik membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak, Ibu, dan Kakak tercinta serta keluarga besar, atas segala kasih

sayang, perhatian, doa, pengorbanan dan dukungan yang terbaik.

2. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi, atas bimbingan, arahan, ilmu, pengalaman, kasih sayang, dan saran yang diberikan.

3. Bapak Sapto, Bapak Joko, Bapak Alex, beserta staf (Dinas Perumahan), Bapak Eno, Ibu Wiwid, beserta staf (Perum Perumnas), Bapak Maman, Ibu Sueke, beserta staf (Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa) atas data dan informasi yang diberikan, segala bantuan dan dukungan yang begitu besar dalam proses penelitian ini.

4. PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) atas data-data dan informasi mengenai rumah susun yang telah diberikan, sehingga membantu dalam proses penelitian ini.

5. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr., dan Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc., selaku Dosen Penguji atas semua masukan, saran, dan kritik membangun. 6. Teman-teman satu bimbingan Bu Nunung yaitu Fuji, Krishta, dan Karina. 7. Tim Sukses seminar : Fuji Rasyid, Karina Dwi Pradita, dan Fauziah Crew. 8. Mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 41, bersama-sama kita

menghadapi keadaan suka dan duka kegiatan perkuliahan serta kenangan indah persaudaraan yang terjalin selama masa studi Penulis di IPB.

9. Seluruh Keluarga Besar Departemen Arsitektur Lanskap, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan.

(9)

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, saran dan kritik membangun yang tak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna seperti yang diharapkan. Namun, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya dalam rangka pengembangan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna).

Bogor, Juli 2009

(10)

DAFTAR ISI

BAB III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ... 12

3.2. Batasan Studi ... 13

3.3. Metode Studi... 14

3.4. Teknik Pengambilan Sampel.Rumah Susun ... 17

BAB IV. KONDISI UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Geografis dan Administratif ... 18

(11)

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN

RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN

PROVINSI DKI JAKARTA

DIANA SISKAYATI

A34204036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

DIANA SISKAYATI (A34204036). Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta. (Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN)

Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi perumahan. Untuk menyediakan perumahan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Pemerintah DKI Jakarta sampai tahun 2006, telah menyediakan 19.324 unit rumah susun yang tersebar dalam 30 lokasi di Wilayah Kotamadya DKI Jakarta. Sasaran pembangunan rumah susun tahun 2007-2011, yakni pemenuhan kebutuhan rumah susun layak huni di Indonesia sebanyak 1.000 menara atau sekitar 350.000 unit rumah susun, dengan harga sewa/jual yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan berpenduduk lebih dari 1,5 juta jiwa per 100 km2 (Kebijakan Pemerintah tentang pembangunan rumah susun di perkotaan tahun 2007).

Pembangunan rumah susun ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik bangunannya saja, tetapi keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan rumah susun juga harus diperhitungkan. Kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika.

(13)

Studi dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2008, mencakup beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan evaluasi, serta penyusunan konsep. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara/kuesioner, dan studi pustaka. Metode studi yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif untuk mengevaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui proporsi dan kecukupan RTH/taman bagi penghuni rumah susun.

Luas rata-rata RTH/taman di lingkungan rusuna di DKI Jakarta adalah 42,1% dari luas lahan atau berkisar antara 2,0 - 8,0 m2/jiwa. Berdasarkan standar dan kebutuhan RTH/taman per jiwa di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006), maka luas RTH/taman di lingkungan rusuna ini sudah mencukupi. Sedangkan berdasarkan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa luas RTH 30% dari luas lahan, maka luas RTH/taman pada lingkungan rusuna ini sudah mencukupi. Tetapi terdapat pula luas RTH/taman pada lingkungan rusuna yang dijadikan sampel memiliki luas RTH dibawah 30% luas lahan, hal ini dikarenakan adanya perubahan desain awal berupa penambahan bangunan pada area terbuka atau RTH/taman. Mengingat luas RTH total di wilayah DKI Jakarta saat ini hanya sekitar 9% dari luas wilayahnya, dan target Pemerintah DKI Jakarta menyediakan RTH seluas 13,94%, maka keberadaan dari luas RTH rusuna yang ada saat ini dapat dianggap cukup baik. Namun keberadaan RTH yang ada ini perlu masih diimbangi dengan perencanaan dan perancangan serta pengelolaan yang baik agar penggunaannya lebih efektif dan bermanfaat bagi lingkungan.

(14)

baik, dan juga sikap kurang peduli penghuni rumah susun dalam menjaga dan memelihara lingkungan rumah susunnya.

RTH/taman rumah susun perlu mempunyai konsep dasar yang mengakomodasi beberapa fungsi, yaitu : meningkatkan kualitas lingkungan, memenuhi kebutuhan akan ruang rekreasi ruang luar (out door) bagi penghuni rumah susun, serta menyediakan ruang sosialisasi dan kebersamaan. Konsep dasar RTH/taman rumah susun tersebut di atas, dikembangkan secara teknis mencakup acuan luas minimal, jenis ruang, desain, fasilitas, tata hijau dan jenis tanaman, serta pengelolaannya.

Jenis ruang disesuaikan dengan karakter penghuni rumah susun untuk memenuhi kebutuhan rekreasi, sosialisasi dan kualitas lingkungan yang baik. Desain dibuat sederhana tetapi menarik, efisien, mudah dalam pengelolaannya, serta menjamin keamanan dan kenyamanan. Sarana atau fasilitas pada RTH/taman disesuaikan dengan ruang aktivitas, menggunakan bentuk yang sederhana, kuat dan tahan lama untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pengelolaannya. Tata hijau yang dikembangkan ditujukan untuk kualitas lingkungan ekologis, keindahan, fungsi fisik (pembatas, screen, alas, atap), mudah dipelihara dan tidak membahayakan.

(15)

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN

RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN

PROVINSI DKI JAKARTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : DIANA SISKAYATI

A34204036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta

Nama Mahasiswa : Diana Siskayati Nomor Pokok : A34204036

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc. NIP. 19620121 198601 2 001

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002

(17)

RIWAYAT HIDUP

Diana Siskayati lahir di Jakarta pada tanggal 10 Juli 1986. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak Kasidi dan Ibu Enung Nuryati. Penulis memulai pendidikan formal di SDN 14 Pagi Sumur Batu Jakarta Pusat tahun 1992 dan lulus tahun 1998, kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 228 Sumur Batu Jakarta Pusat pada tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 5 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi dan diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis berpartisipasi dalam kepanitiaan kegiatan masa perkenalan mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42 sebagai seksi konsumsi. Selain itu, penulis juga menjadi seksi dana usaha (danus) pada kepanitiaan kegiatan fieldtrip mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 42. Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, serta mengikuti berbagai kegiatan seminar dan pelatihan, diantaranya Seminar Work Experience,

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan limpahan rahmat hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Evaluasi Keberadaan dan Penggunaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta”. Penulis menyadari penyelesaian penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan, dukungan, saran dan kritik membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak, Ibu, dan Kakak tercinta serta keluarga besar, atas segala kasih

sayang, perhatian, doa, pengorbanan dan dukungan yang terbaik.

2. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi, atas bimbingan, arahan, ilmu, pengalaman, kasih sayang, dan saran yang diberikan.

3. Bapak Sapto, Bapak Joko, Bapak Alex, beserta staf (Dinas Perumahan), Bapak Eno, Ibu Wiwid, beserta staf (Perum Perumnas), Bapak Maman, Ibu Sueke, beserta staf (Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa) atas data dan informasi yang diberikan, segala bantuan dan dukungan yang begitu besar dalam proses penelitian ini.

4. PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) atas data-data dan informasi mengenai rumah susun yang telah diberikan, sehingga membantu dalam proses penelitian ini.

5. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr., dan Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc., selaku Dosen Penguji atas semua masukan, saran, dan kritik membangun. 6. Teman-teman satu bimbingan Bu Nunung yaitu Fuji, Krishta, dan Karina. 7. Tim Sukses seminar : Fuji Rasyid, Karina Dwi Pradita, dan Fauziah Crew. 8. Mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 41, bersama-sama kita

menghadapi keadaan suka dan duka kegiatan perkuliahan serta kenangan indah persaudaraan yang terjalin selama masa studi Penulis di IPB.

9. Seluruh Keluarga Besar Departemen Arsitektur Lanskap, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan.

(19)

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, saran dan kritik membangun yang tak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna seperti yang diharapkan. Namun, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya dalam rangka pengembangan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna).

Bogor, Juli 2009

(20)

DAFTAR ISI

BAB III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ... 12

3.2. Batasan Studi ... 13

3.3. Metode Studi... 14

3.4. Teknik Pengambilan Sampel.Rumah Susun ... 17

BAB IV. KONDISI UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Geografis dan Administratif ... 18

(21)

5.1.6. Rumah Susun Penjaringan ... 38

5.1.7. Rumah Susun Harum Tebet Barat Raya ... 40

5.1.8. Rumah Susun BerlianTebet Barat Raya ... 42

5.1.9. Rumah Susun Flamboyan ... 44

5.1.10. Rumah Susun Tambora ... 46

5.2. RTH/Taman Rumah Susun………….………. 48

5.3. Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Jumlah Penghuni ……….………… … 52

5.4. Analisis Kecukupan RTH/Taman Berdasarkan Luas Lahan…… 53

5.5. Evaluasi Kondisi dan Penggunaan RTH/Taman Rusun……….. 54

5.6. Keinginan Penghuni Rumah Susun Terhadap RTH/taman…… 57

BAB VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar RTH/Taman Rumah Susun ... 58

6.2. Peningkatan Kualitas RTH/Taman Rumah Susun ... 58

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan…... ... 65

7.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(24)
(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta, telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi perumahan. Akibat langka dan semakin mahalnya lahan/tanah di perkotaan, pembangunan perumahan baru layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah belum mencukupi dan memadai. Keadaan ini menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan, serta berdampak buruk terhadap kondisi sosial dan lingkungan. Hal ini terlihat adanya permukiman masyarakat pada area yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kota, seperti permukiman kumuh di bantaran sungai/kali, di pinggir rel kereta, dan sebagainya. Untuk mewujudkan kota Jakarta yang indah, sehat, dan nyaman, baik sebagai pusat kegiatan ekonomi maupun permukiman, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dihadapkan pada kendala kemampuan manajerial dengan terbatasnya lahan dan dana untuk dapat memberikan pelayanan sarana dan prasarana publik yang memadai dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2002). Dalam hal ini, lahan merupakan masalah utama pembangunan perumahan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Terbatasnya lahan perkotaan menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dituntut untuk dapat memanfaatkan lahan secara efisien dengan meningkatkan intensitas penggunaannya, yaitu memanfaatkan sumber daya ruang dan tanah secara maksimal, penyediaan sarana dan prasarana sosial dan budaya, serta taman dan ruang terbuka hijau (RTH). Semakin langka dan mahalnya harga tanah/lahan di pusat kota untuk pembangunan perumahan, pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien.

(26)

bermain dan berolahraga adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006). Kehadiran dan keberadaan RTH/taman sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan estetika. Tetapi pada kenyataannya, keberadaan RTH/taman di lingkungan rumah susun memiliki fungsi dan manfaat yang belum mencukupi kebutuhan penghuni. Penggunaannya juga belum sesuai dengan fungsi penggunaannya, serta masih terbatasnya fasilitas yang terdapat pada RTH/taman tersebut.

Dengan mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) serta mengevaluasi efektivitas penggunaannya, maka dapat diketahui secara jelas permasalahan dalam penyediaan RTH/taman di lingkungan rusuna. Dengan demikian dapat direncanakan konsep atau bentuk RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan penghuni rusuna.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini, yaitu:

1. Mengidentifikasi keberadaan dan karakteristik RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta.

2. Mengevaluasi penggunaan dan kebutuhan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta.

3. Menyusun konsep RTH/taman yang sesuai dengan lingkungan rumah susun sederhana (rusuna) Provinsi DKI Jakarta.

1.3. Kegunaan

Kegunaan studi ini adalah :

1. Memberikan masukan kepada Pemerintah DKI Jakarta dalam penyediaan RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna).

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kota

Menurut Simonds (2003) kota adalah lanskap buatan manusia yang terjadi akibat aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk keperluan hidupnya. Kota merupakan kawasan yang memiliki keaktifan, keanekaragaman, dan kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya (Branch, 1995). Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Kota merupakan lingkungan binaan yang terus tumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan suatu kebijakan terhadap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruangnya.

Lanskap kota adalah gambaran dan bentuk alam dari suatu kota dengan segala kehidupan yang ada di dalamnya, baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta makhluk lainnya (Rahman, 1984). Struktur ruang kota adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana di kota yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional (Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan). Tata ruang dalam lanskap kota yaitu suatu pembagian wilayah ke dalam suatu kawasan-kawasan tertentu yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu seperti kawasan permukiman, industri, niaga dan termasuk ruang terbuka hijau (UU RI No. 26 Tahun 2007).

2.2. Permukiman Rumah Susun

(28)

Sedangkan permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan kebutuhan akan perumahan dan permukiman meningkat, namun lahan yang ada sangat terbatas. Semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman, pembangunan rumah susun merupakan salah satu solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Undang-undang No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Berdasarkan Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan Tahun 2007, pembangunan rumah susun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rumah susun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan, sehingga akan berdampak pada :

1) Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota; 2) Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah

dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan;

3) Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas (PSU) perkotaan; 4) Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota;

5) Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah;

6) Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.

2.3. Prinsip Dasar Pembangunan Rumah Susun

(29)

1) Keterpaduan : pembangunan rumah susun dilaksanakan prinsip keterpaduan kawasan, sektor, antar pelaku, dan keterpaduan dengan sistem perkotaan; 2) Efisiensi dan Efektivitas : memanfaatkan sumber daya secara optimal,

melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan sumberdaya lainnya; 3) Penegakan Hukum : mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim

bagi semua pihak, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan yang hidup di tengah masyarakat;

4) Keseimbangan dan Keberkelanjutan : mengindahkan keseimbangan ekosistem dan kelestarian sumberdaya yang ada;

5) Partisipasi : mendorong kerjasama dan kemitraan Pemerintah dengan badan usaha dan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pembangunan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan, serta pengelolaan rumah susun;

6) Kesetaraan : menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah untuk dapat menghuni rumah susun yang layak bagi peningkatan kesejahteraannya;

7) Transparansi dan Akuntabilitas : menciptakan kepercayaan timbal-balik antara Pemerintah, badan usaha dan masyarakat melalui penyediaan informasi yang memadai, serta dapat mempertanggung-jawabkan kinerja pembangunan kepada seluruh pemangku kepentingan.

2.4. Dasar Perencanaan Rumah Susun

Rumah susun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, memerlukan standar perencanaan rumah susun sebagai dasar pembangunannya. Standar perencanaan rumah susun ini diperlukan agar harga jual/sewa rumah susun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju, tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian rumah susun dengan tata bangunan dan lingkungan kota.

(30)

1) Kepadatan Bangunan

Dalam mengatur kepadatan (intensitas) bangunan diperlukan perbandingan yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

• Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan/persil, tidak melebihi dari 0,4;

• Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah, tidak kurang dari 1,5;

• Koefisien Bagian Bersama (KB) adalah perbandingan Bagian Bersama dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2.

2) Lokasi

Rumah susun dibangun di lokasi yang sesuai rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, terjangkau layanan transportasi umum, serta dengan mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya. 3) Tata Letak

Tata letak rumah susun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.

4) Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian

Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota. 5) Jenis Fungsi Rumah Susun

Jenis fungsi peruntukkan rumah susun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam satu rumah susun/kawasan rumah susun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha.

6) Luasan Satuan Rumah Susun

Luas satuan rumah susun (sarusun) minimum 21 m2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi kamar mandi dan dapur. 7) Kelengkapan Rumah Susun

(31)

8) Transportasi Vertikal

• Rumah susun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal;

• Rumah susun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal.

2.5. Ruang Terbuka Hijau

Permendagri No. 1 Tahun 2007, ruang terbuka dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur, dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang terbuka yang pemanfaatannya sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (budidaya tanaman), seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (UU RI No. 26 Tahun 2007). RTH merupakan lahan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, daratan kota/lingkungan, pengaman jaringan prasarana, dan budidaya pertanian (Perda No. 6 Tahun 1999).

Standar luas ruang terbuka untuk umum (Tabel 1.) menurut Simonds (2003) secara hirarki mempertimbangkan kebutuhan dalam suatu wilayah adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Luas Minimum Ruang Terbuka menurut Simonds (2003)

Unit Sosial Luas Minimum Ruang Terbuka

Keluarga (rata-rata 3-6 jiwa)

Untuk setiap keluarga, duplex atau row house

minimum 27 m2 ruang bebas, tertutup atau setengah tertutup, tidak termasuk tempat parkir. Untuk bangunan bertingkat 9 m2.

Cluster (3 sampai 10 keluarga,11-43 jiwa)

18 m2 per unit rumah tinggal yang dapat diperluas, dilengkapi tempat duduk, pohon, patung, air mancur, semak-semak, bunga, rumput ataupun perlengkapan bermain.

Ketetanggaan (1.200 keluarga, 4.320 jiwa)

(32)

daerah untuk parkir kendaraan. Komuniti (10.000 keluarga,

36.000 jiwa)

Minimum 20.000 m2 ruang untuk publik per 1000 penduduk untuk lapangan bermain sekolah, lapangan atletik dan taman. Dalam luas ini termasuk ruang publik ketetanggaan tetapi tidak termasuk jalan dan tempat-tempat parkir.

Kota Minimum 10% luas keseluruhan sebagai ruang terbuka, taman atau tempat bermain. Dalam luas ini termasuk ruang publik komuniti tetapi tidak termasuk jalan-jalan dan tempat parkir. Diambil pendekatan 40.000 m2 per 1000 penduduk. Wilayah Minimum 80.000 m2 per 1000 penduduk sebagai

tempat-tempat terbuka, taman, tempat bermain atau rekreasi seperti berburu, memancing atau perlindungan alam. Luas ini termasuk ruang publik komuniti, kota serta tempat-tempat parkir yang berbentuk pelebaran jalan berdasarkan keadaan topografi dan lanskap dimana jalan tersebut dilewati.

Tujuan pengadaan dan penataan RTH di wilayah perkotaan menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, yaitu : (1) menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan, (2) mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan bagi kepentingan masyarakat, (3) meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman. Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota (UU RI No. 26 Tahun 2007). Proporsi 30 % merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota.

(33)

dijabarkan dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007, antara lain : (1) sarana untuk mencerminkan identitas daerah, (2) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (3) sebagai sarana rekreasi dan aktivitas sosial, (4) meningkatkan nilai ekonomi lahan, (5) memperbaiki iklim mikro, dan (6) meningkatkan cadangan oksigen. Menurut Nurisyah (1997), manfaat RTH dapat diberikan melalui fungsionalisasi dan penataan dari massa tanaman yaitu meningkatkan kualitas visual dan estetika alami, perbaikan iklim mikro, memantau dan menjaga kualitas udara, penyaring dan peredam kebisingan, konservasi tanah dan air, habitat kehidupan liar, perlindungan plasma nutfah, bernilai ekonomi dan sosial.

Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, lokasi RTH terbagi menjadi enam kawasan peruntukan ruang kota, yaitu : (1) kawasan pusat perdagangan meliputi taman lingkungan sekitar pusat perdagangan, (2) kawasan perdagangan meliputi taman lingkungan kantor, dan jalur hijau jalan, (3) kawasan pendidikan (sekolah/kampus) meliputi jalan lingkungan kampus, pusat lingkungan dan taman, (4) kawasan industri dan fasilitasnya meliputi jalur hijau jalan, taman lingkungan pabrik, (5) kawasan permukiman meliputi halaman rumah, taman lingkungan, fasilitas perumahan, bantaran sungai, daerah rawan erosi, jalur hijau jalan raya dan jalan lingkungan. (6) kawasan pertanian dan perkebunan meliputi ladang, kebun, sawah, hutan, cagar alam, daerah rawan erosi, bantaran sungai dan konservasi pesisir pantai.

Jenis RTH kawasan perkotaan (Permendagri No. 1 Tahun 2007) yaitu : (1) pertamanan meliputi taman kota, taman wisata, taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran, taman hutan raya, (2) hutan kota, hutan lindung, dan cagar alam sebagai tempat rekreasi dan konservasi, (3) kebun raya dan kebun binatang, (4) lapangan olah raga seperti golf, sepak bola dan sebagainya, (5) pemakaman umum, (6) lahan pertanian, (7) jalur hijau meliputi koridor utilitas, blueway meliputi bantaran sungai dan kanal/danau, water front meliputi pantai, (8) daerah penyangga (buffer zone), dan (9) taman atap (roof garden).

2.6. Ruang Terbuka Hijau Permukiman

(34)

Pertambahan penduduk tersebut cenderung melebihi ambang batas kapasitas daya dukung lingkungannya, yang akan menimbulkan beban terhadap sumber daya alam, sosial, individu maupun lingkungan terbangun yang ada. Hal tersebut mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan permukiman.

Untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tersebut, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah menyediakan ruang terbuka bersama bagi masyarakat, yang dapat menciptakan interaksi satu sama lain, juga tersedianya sarana dan prasarana bermain bagi anak-anak serta dapat menampung berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan lainnya. Salah satu upaya secara fisik dalam pengendalian dan peningkatan mutu lingkungan permukiman adalah dengan adanya pengadaan RTH/taman pada lingkungan permukiman. Penentuan luas RTH kota umumnya dihitung berdasarkan jumlah penduduk (Tabel 2.). Standar dan kebutuhan akan RTH kota DKI Jakarta (Tabel 3.) mencakup luasan RTH/taman di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006).

Tabel 2. Klasifikasi Taman Berdasarkan Jumlah Penduduk*

(35)

Tabel 3. Standar dan Kebutuhan akan RTH*

*Sumber : Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006

Pembangunan mal/apartemen yang marak tumbuh di Jakarta hendaknya juga memperhatikan ketersediaan RTH/taman. Selain sebagai daerah resapan air yang dapat mengurangi terjadinya banjir, RTH juga akan menjadikan udara sekitar menjadi lebih sehat. Carpenter et.al. (1975) menyatakan bahwa fungsi tanaman sangat menentukan kualitas ruang terbuka yang bervegetasi, karena fungsinya dapat juga sebagai peredam kebisingan kendaraan bermotor dan sebagai pereduksi suhu melalui peningkatan kelembaban udara. Jenis tanaman dalam pengadaan RTH/taman hendaknya dipilih berdasarkan kriteria tertentu (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006), antara lain : tahan terhadap hama dan penyakit, cepat tumbuh, berumur relatif panjang, berbentuk indah, serbuk sarinya tidak bersifat alergis, serta daun dan akarnya tidak bersifat mematikan tanaman lain disekitarnya.

(36)

BAB III METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Studi

Studi dilakukan di kawasan permukiman rumah susun sederhana (rusuna) di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Waktu pelaksanaan studi berlangsung dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2008. Lokasi studi meliputi 5 (lima) Wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari 10 lokasi sampel (Gambar 1) yaitu :

1) Wilayah Jakarta Timur ( ) :

a. Rumah susun sederhana (rusuna) Pulo Gebang Jl. Raya Cakung Timur, Kel. Pulo Gebang, Kec. Cakung, Jakarta Timur.

b. Rumah susun sederhana (rusuna) Klender Jl. I Gusti Ngurah Rai, Kel. Malaka Jaya dan Kel. Malaka Sari, Kec. Klender, Jakarta Timur. 2) Wilayah Jakarta Pusat ( ) :

c. Rumah susun sederhana (rusuna) Bandar Kemayoran Kel. Kebon Kosong, Kec. Kemayoran, Jakarta Pusat.

d. Rumah susun sederhana (rusuna) Tanah Abang Jl. K.H. Mas Mansyur, Kel. Kebon Kacang, Kec.Tanah Abang, Jakarta Pusat. 3) Wilayah Jakarta Utara ( ) :

e. Rumah susun sederhana (rusuna) Sindang-Koja Jl. Sindang Koja, Kel. Koja Selatan, Kec. Koja, Jakarta Utara.

f. Rumah susun sederhana (rusuna) Penjaringan Kel. Penjaringan, Kec. Penjaringan, Jakarta Utara.

4) Wilayah Jakarta Selatan ( ):

g. Rumah susun sederhana (rusuna) Harum Tebet Barat Raya Jl. Tebet Barat Raya, Kel. Tebet Barat, Kec. Tebet, Jakarta Selatan.

h. Rumah susun sederhana (rusuna) Berlian Tebet Barat Raya Jl. Tebet Barat Raya, Kel. Tebet Barat, Kec. Tebet, Jakarta Selatan.

5) Wilayah Jakarta Barat ( ) :

i. Rumah susun sederhana (rusuna) Flamboyan Jl. Flamboyan, Kel. Cengkareng Barat, Kec. Cengkareng, Jakarta Barat.

(37)

Gambar 1. Peta Lokasi Studi

3.2. Batasan Studi

(38)

kelas menengah-bawah yang terdapat di 5 (lima) Wilayah Kotamadya Provinsi DKI Jakarta dengan mengambil 10 lokasi sampel (30 % rusuna di DKI Jakarta).

3.3. Metode Studi

Studi evaluasi keberadaan dan penggunaan ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna), dilakukan melalui pengumpulan data primer dan sekunder (Tabel 4.). Data primer berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan dinas/instansi terkait dan menyebarkan daftar pertanyaan/kuesioner kepada penghuni rumah susun pada masing-masing lokasi yang dijadikan sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti literatur, data statistik, browsing internet, dan laporan penelitian terdahulu.

Tabel 4. Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data

Aspek No. Jenis Data Sumber Data Pengambilan Data

3. Kebijakan Rusuna dan RTH

Pengelola Wawancara

2. Luas Lahan (Ter-

buka & Terbangun) Pengelola Wawancara

(39)

Metode studi yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif untuk mengevaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui proporsi dan kecukupan RTH/taman bagi penghuni rumah susun. Studi ini dilakukan dalam beberapa tahapan (Gambar 2), yaitu : tahap persiapan, pengumpulan data, analisis dan evaluasi data, serta penyusunan konsep.

4. Jumlah & Karakter

5. Status Kepemilikan Rusuna

Pengelola, Pengamatan

Wawancara, Survei Lapang

6. Fasilitas & Utilitas Pengelola, Pengamatan

1. Luas RTH/Taman Pengelola, Pengamatan

3. Fasilitas & Utilitas Pengelola, Pengamatan

Wawancara, Survei Lapang

4. Vegetasi Pengelola, Pengamatan

Wawancara, Survei Lapang

5. Pemeliharaan Pengelola, Pengamatan

(40)

Gambar 2. Tahapan Studi

1) Tahap Persiapan

Kegiatannya meliputi penyusunan usulan penelitian, kolokium, pengurusan izin penelitian, serta penentuan sampel rusuna.

2) Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan menggunakan metode survei/ pengamatan lapang, wawancara/kuesioner, dan studi pustaka yang berdasarkan dua pendekatan, yaitu :

¾ Pendekatan pada tapak ditujukan untuk melihat keberadaan dan

kondisi RTH/taman di lingkungan rumah susun sederhana (rusuna).

¾ Pendekatan penghuni rumah susun melalui wawancara dengan

(41)

3) Tahap Analisis dan Evaluasi

¾ Analisis kecukupan ruang terbuka hijau (RTH)/taman berdasarkan

jumlah penghuni rumah susun dan proporsi luas RTH/taman terhadap total luas lahan.

¾ Evaluasi kondisi dan penggunaan RTH/taman di lingkungan rumah

susun sederhana (rusuna). 4) Tahap Penyusunan Konsep

Penyusunan konsep dilakukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga disusun konsep RTH/taman yang dapat diterapkan di lingkungan rusuna.

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam studi ini, penentuan lokasi sampel rusuna dengan cara Purpossive Sampling yang berdasarkan :

a. Sampel rusuna adalah 30 % dari jumlah rusuna di DKI Jakarta (10 lokasi sampel).

b. Sampel diambil merata pada setiap kotamadya (5 wilayah kotamadya). Sedangkan responden dipilih secara simple random sampling dimana setiap responden mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel, yaitu :

a. Responden merupakan penghuni rusuna yang sedang menggunakan RTH/taman.

(42)

BAB IV

KONDISI UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

4.1. Geografis dan Administratif

Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus Ibukota Negara Indonesia, mempunyai luas 658,28 km2 (termasuk Kepulauan Seribu) dengan luas daratan ± 650 km2. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Secara geografis terletak pada 106˚22'42'' BT sampai dengan 106˚19'12'' BT dan 5˚19'12'' LS sampai dengan 5˚23'54'' LS. Jakarta bertopografi landai yang berkisar antara 0-50 m dpl dan dialiri oleh 13 sungai besar dan kecil yang umumnya berhulu di daerah pegunungan Puncak Jawa Barat dan wilayah Jakarta sebagai hilirnya.

Kota Jakarta yang merupakan Kota Metropolitan dibagi menjadi 5 (lima) wilayah administrasi dan 1 (satu) kabupaten, yaitu wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat serta Kabupaten Kepulauan Seribu yang dahulunya merupakan kecamatan di Jakarta Utara serta terdiri dari 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan. Secara administratif Provinsi DKI Jakarta berbatasan dengan :

• Selatan : Kabupaten Bogor dan Depok • Utara : Laut Jawa

• Barat : Kabupaten Tanggerang • Timur : Kabupaten Bekasi

(43)

4.2. Demografi

Kota Jakarta juga dikenal sebagai suatu kota yang memiliki tingkat keragaman sosial ekonomi penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2007 sekitar 7.563.080 jiwa, namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok. Jumlah penduduk wilayah DKI Jakarta cenderung meningkat setiap tahunyaitu terjadi peningkatan jumlah penduduk 2% pertahun.

Posisi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian negara, telah mendorong banyak orang dari luar Jakarta berbondong-bondong mencari rezeki di Ibu Kota Indonesia ini. Para pendatang tersebut, banyak yang tidak dibekali dengan keahlian atau keterampilan khusus, sehingga kehadiran mereka menimbulkan beberapa dampak sosial yang sangat sulit tertangani, seperti masalah pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007

Wilayah

Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya

4.3. Pola Penggunaan Lahan

(44)

Tabel 6. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Per Wilayah Kotamadya (2004)

No. Wilayah Kota

Jenis dan Luas Penggunaan (Ha)

Perumahan Industri Kantor/ Jumlah 43.467,81 4.142,7 7.353,14 914,69 9.548,40 64.971

Sumber : DKI Jakarta Dalam Angka, tahun 2004

4.4. Ruang Terbuka Hijau Kota

RTH merupakan bagian dari kota yang tidak didirikan bangunan atau sedikit mungkin unsur bangunan, terdiri dari unsur alam (antara lain vegetasi dan air) dan unsur binaan (antara lain produksi budi daya, pertanian kota, taman kota, jalur hijau kota, dan berbagai upaya pelestarian lingkungan) yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan. Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan, tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya.

(45)

RUTRK (Rencana Umum Tata Ruang Kota) Jakarta 1985-2005, alokasi RTH menyusut menjadi 25,85%. Sesuai Perda No. 6/1999, Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2000-2010 mempunyai target RTH seluas 13,94%. Namun sampai saat ini, Jakarta hanya memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sejumlah 5.059 Ha (9%) dari luas DKI Jakarta sebesar 65.828 Ha dengan kondisi fungsi relatif cukup baik. Standar dan kebutuhan akan RTH kota DKI Jakarta mencakup luasan RTH/taman di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga adalah 1,5 m2/jiwa (Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, 2006).

RTH kota terdapat dalam berbagai bentuk, alami maupun non-alami, antara lain cagar alam, hutan lindung, hutan kota, taman kota, jalur hijau, jalur pengaman fasilitas umum, lahan pertanian dan pemakaman, serta RTH pada area rekreasi dan permukiman (real estate). Berbagai bentuk RTH dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta ini memiliki keragaman dalam fungsi dan kepentingan, dan juga dalam ukuran serta kondisi dan kualitas penataannya. Namun, ada kecenderungan terjadinya penurunan luas dan konversi lahan RTH karena digunakan untuk pembangunan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang terus meningkat. Walaupun demikian, terlihat juga kecenderungan perbaikan fungsi RTH pada berbagai bagian kota walau tidak merata.

4.5. Jumlah dan Sebaran Rumah Susun

Berdasarkan pelaksana proyek pembangunan, rumah susun dibedakan menjadi dua yaitu rumah susun yang dibangun oleh Dinas Perumahan dan rumah susun yang dibangun oleh Perum Perumnas. Kedua instansi ini bertanggung jawab dalam penyediaan hunian di Jakarta, termasuk rumah susun. Sedangkan berdasarkan hak kepemilikannya, rumah susun dibedakan menjadi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan rumah susun sederhana milik (rusunami).

(46)

yang dibangun oleh Dinas Perumahan (Tabel 7.) yaitu di wilayah Jakarta Pusat (rumah susun Jati Rawasari, Karet Tengsin, Jati Bunder, Petamburan, Bendungan Hilir II, dan Tanah Tinggi), Jakarta Utara (rumah susun Kapuk Muara, Marunda, Nelayan Muara Angke, Penjaringan, Sindang, Semper, dan Sukapura), Jakarta Barat (rumah susun Flamboyan, Tambora, Pegadungan, Budha Tzu Chi, dan Cengkareng), Jakarta Selatan (rumah susun Tebet Barat I dan II), serta Jakarta Timur (rumah susun Pulo Jahe, Pondok Bambu, Cipinang Muara, Tipar Cakung, Cakung Barat, Pinus Elok, Pulo Gebang, dan Bidara Cina).

(47)

Tabel 7. Penyebaran Rumah Susun di Provinsi DKI Jakarta

No.

Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur

Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit Lokasi Blok Unit

1. Jati

(48)

4.6. Sistem Manajemen/Pengelolaan Rumah Susun

Pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Dinas Perumahan dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Rumah Susun, sedangkan pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Perumnas dilaksanakan oleh Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa. Pengelola rumah susun mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Penyusunan program dan rencana kegiatan operasional;

2. Pelaksanaan Inventarisasi dan seleksi para calon penghuni rumah susun; 3. Pelaksanaan tata cara penghunian;

4. Pelaksana penyuluhan tentang penghunian rumah susun kepada penghuni rumah susun;

5. Pemeliharaan satuan rumah susun yang disewakan, fasilitas, utilitas, benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama;

6. Pemeliharaan kebersihan, keindahan, dan keamanan lingkungan rusun; 7. Penjagaan dan pemeliharaan tata-tertib penghunian rumah susun;

8. Pemungutan sewa/retribusi/biaya lain-lain yang berkaitan dengan rumah susun dan menyetorkannya ke Perbendaharaan dan Kas Daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku;

9. Penyelenggaraan administrasi pengelolaan rumah susun;

10. Pengawasan dan penertiban terhadap penggunaan satuan rumah susun baik dari segi peruntukan maupun dari segi status haknya;

11. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan.

Berikut adalah struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Rumah Susun :

(49)

Berbeda dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), pengelola rumah susun sederhana milik (rusunami) adalah PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) yang merupakan badan independent yang wajib mengelola rumah susun pemerintah maupun swasta berdasarkan peraturan dan undang-undang yang berlaku. PPRS bertugas mengelola keseluruhan lingkungan rumah susun sederhana,milik (rusunami), sedangkan bangunan/ruang yang ditempati penghuni menjadi tanggung jawab penghuni. Prosedur Pembentukan PPRS adalah sebagai berikut :

Gambar 6. Prosedur Pembentukan PPRS

Proses Pengesahan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) :

1. Pemohon : Mengajukan permohonan

2. Tata Usaha Dinas Perumahan : Menyampaikan permohonan kepada Kepala Dinas

3. Kepala Dinas Perumahan : Memerintahkan Subdin Perizinan untuk diteliti

(50)

5. Seksi PPRS dan Rumah Kost : Meneliti dan mengkaji materi AD/ART untuk diserahkan kepada Kepala Dinas melalui TU

6. Biro Hukum : Menerima dan meneliti berkas

7. Ass. Pembangunan : Menerima berkas dari Biro Hukum untuk diparaf dan diteruskan kepada Ass. Kemasyarakatan

8. Ass. Kemasyarakatan : Memberi paraf dan meneruskan berkas kepada Sekretaris Daerah

9. Sekretaris Daerah : Berkas diparaf dan disampaikan kepada Gubernur untuk ditandatangani

10. Gubernur : Menandatangani berkas permohonan 11. Biro Hukum : Memberikan penomoran berkas yang

(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi Umum Rumah Susun

Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, kondisi umum rusuna (10 sampel) terlihat pada Tabel 8. Pengamatan yang dilakukan yaitu melihat keberadaan dan kondisi RTH/taman di lingkungan rusuna, serta melihat penggunaan dan aktivitas penghuni rumah susun sebagai pengguna RTH/taman.

Tabel 8. Kondisi Umum Rusuna (10 sampel)

(52)

dari pengelola yang tidak terlaksana dengan baik, dan juga sikap kurang peduli penghuni rusuna dalam menjaga dan memelihara lingkungan rusunnya.

5.1.1. Rumah Susun Pulo Gebang

Rumah susun sederhana (rusuna) Pulo Gebang dibangun di atas lahan Hak Pengelolaan Perum Perumnas yang berlokasi di Jalan Raya Cakung Timur Kel. Pulo Gebang Kec. Cakung, Jakarta Timur. Status kepemilikan rumah susun ini adalah sewa (rusunawa). Bangunan rusunawa Pulo Gebang adalah tipe F.21 berlantai 5 sebanyak dua menara kembar (twin block) yang meliputi blok Seruni 1, Seruni 2, Seruni 3, Seruni 4 dengan kapasitas 240 unit terdiri dari 192 unit hunian dan 48 unit fasilitas umum/sosial/bisnis. Kapasitas penghuni/tingkat hunian baru mencapai ± 315 penghuni.

Gambar 7. Kondisi Lingkungan Rusuna Pulo Gebang

(53)

Pengelolaannya mencakup perbaikan kerusakan bangunan fisik rusunawa beserta fasilitas dan lingkungan (RTH/taman), pengalokasian dan seleksi penghuni rusunawa, serta pembuatan surat perjanjian sewa. Fasilitas yang ada meliputi area parkir, ruang terbuka dan RTH/taman, penerangan listrik dari PLN, sumber air berasal dari PDAM, dan gas untuk kompor PGN.

Sebelum dibangun menjadi rusuna, lahan ini dahulunya merupakan sawah. RTH yang terdapat di rusunawa Pulo Gebang antara lain taman depan kantor (Kantor Regional Khusus Usaha Rumah Sewa) yang berupa taman pasif (display garden), tanaman balkon (planter balkon), dan lahan hijau yang masih terbengkalai. Di sekitar rusuna Pulo Gebang terdapat RTH berupa lahan pertanian (sayuran) yang dikerjakan oleh petani. Namun pada tahun 2008, dilaksanakan proyek pembangunan rusun di lahan pertanian tersebut dengan berbagai fasilitas penunjang seperti masjid, taman bermain, sekolah, dan lapangan olahraga. Penghijauan di rusunawa Pulo Gebang merupakan hasil kerjasama dengan Dinas Pertanian.

(54)

Pada taman pasif, penghuni rusuna hanya dapat menikmati secara visual RTH/taman tersebut. Hal ini disebabkan rumput pada taman kantor terdapat larangan untuk diinjak, sehingga membuat penghuni tidak dapat menggunakan dan memasuki area taman tersebut secara langsung. Sedangkan lahan pertanian (sayuran) yang terdapat di lingkungan rusuna ini dimanfaatkan penghuni rusunawa untuk membeli sayuran yang dipanen oleh petani, dan menikmati pemandangan ladang sayur yang hijau dari teras kamar/selasar rusuna. Penghuni memanfaatkan planter balkon yang ada untuk menanam tanaman yang disukai (hobi), serta memeliharanya. Penghuni lebih sering bersosialisasi di selasar/balkon dibandingkan di lingkungan/RTH/taman rusuna.

5.1.2. Rumah Susun Klender

Rumah susun sederhana (rusuna) Klender dibangun di atas lahan milik Perum Perumnas yang berlokasi di Jalan I Gusti Ngurah Rai Kel. Malaka Jaya dan Kel. Malaka Sari Kec. Klender, Jakarta Timur. Luas lahan rusuna Klender yaitu ± 7,9 Ha dengan perbandingan lahan terbangun 4,4 Ha dan lahan terbuka/RTH ± 3,5 Ha (hampir 0,5 dari luas keseluruhan).

(55)

Rusuna Klender terdiri dari 78 blok dengan jumlah keseluruhan 1280 unit rumah (1 blok = 16 unit rumah, terdiri dari 4 lantai). Status kepemilikan rusun ini adalah milik (rusunami). Rusunami Klender dibangun oleh Perumnas, namun sekarang rumah susun ini diserahkan ke Dinas Perumahan (Pemda). Pengelola rusunami Klender adalah PPRS Klender (PPRSK). Pengelolaannya meliputi bagian administrasi (perpanjangan hak, penyediaan loket untuk pembayaran air dan gas), dari segi fisik antara lain mengelola keseluruhan fasilitas rusunami Klender (gedung serbaguna, lapangan sepak bola), termasuk kerusakan-kerusakan bangunan maupun fasilitas. Penghuni rumah susun dikenakan retribusi sebesar @ Rp. 5.000,- per bulan yang disebut Iuran Perbaikan dan Pengelolaan Lingkungan (IPPL).

Rusunami Klender dibangun tahun 1982-1983 dan baru dihuni tahun 1984-1985. Fasilitas yang ada di rusuna ini antara lain jalur hijau yang dikelola oleh Pemda, ruang terbuka/RTH, taman bermain, lapangan olahraga, gedung serbaguna, dan area parkir. Di rusuna ini terdapat RTH dalam bentuk taman serbaguna, jalur hijau, kebun koleksi pribadi penghuni, lapangan sepak bola, dan lahan terbengkalai (digunakan untuk tempat sampah atau membuka warung).

(56)

Taman serbaguna digunakan sebagai tempat bermain, tempat berkumpul/bersosialisasi penghuni, serta untuk acara-acara tertentu seperti perayaan 17 Agustus-an, bahkan ada juga yang menggunakannya untuk resepsi pernikahan. Taman koleksi penghuni yang ada di lingkungan rusuna ini terlihat menarik dan tertata rapi. Hal ini disebabkan kepedulian penghuni rusuna dalam menjaga lingkungan dan menciptakan lingkungan rusuna yang asri. Setiap penghuni rusuna dapat menikmati secara visual taman ini dan juga dapat ikut serta menjaga dan memelihara tanaman yang ada di dalamnya. Pada jalur hijau yang berbatasan langsung dengan lingkungan rusuna Klender dapat terlihat deretan pedagang yang menjual berbagai macam tanaman hias yang tertata dengan rapi dan menarik. Pada awalnya lahan rusuna ini merupakan tanah milik masyarakat dalam bentuk rawa dan empang, kemudian dibeli oleh Perumnas untuk dibangun rumah susun.

5.1.3. Rumah Susun Bandar Kemayoran

Rumah susun sederhana (rusuna) Bandar Kemayoran dibangun di lahan milik Perum Perumnas yang berlokasi di Kel. Kebon Kosong Kec. Kemayoran, Jakarta Pusat. Rusuna Kemayoran terdiri dari 4 kompleks rusuna dengan luas keseluruhan 75.760 m2,yaitu Dakota (15 blok, luas ± 24.215 m2, dibangun tahun 1992), Conver (6 blok, luas ± 13.670 m2, dibangun tahun 1995), Boeing (5 blok, luas ± 16.250 m2), Apron (8 blok, luas ± 21.625 m2, dibangun tahun 1991).

Status kepemilikan rusuna ini terdiri dari milik (rusunami) dan sewa (rusunawa). Rusuna Conver, Boeing, dan Apron seluruhnya merupakan rumah susun sederhana milik (rusunami), sedangkan Dakota terdiri dari rusunami (blok 1, 2, 5, 15) dan rusunawa. Keseluruhan rusuna Kemayoran (rusunami dan rusunawa) dikelola (hak pengelolaan lahan) oleh DP3KK (Direksi Pelaksanaan Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran) mencakup bangunan, ruang terbuka, dan RTH/taman. Pada setiap rusunami dibentuk PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) yang berfungsi mengelola rusuna, sedangkan rusunawa masih merupakan tanggung jawab Kantor Regional Khusus Rumah Sewa Perum Perumnas Cabang Jakarta I.

(57)

penghuni. Penghuni rusuna ini dikenakan iuran/retribusi per bulan sebagai iuran keamanan, kebersihan, dan parkir kendaraan yang dikelola oleh RW. Kondisi bangunan fisik rusuna maupun fasilitas umum dan sosial serta utilitas yang ada dalam keadaan rusak, bocor dan perlu adanya perbaikan. Namun sudah lama sistem manajemen/pengelolaan tidak berjalan lancar dan perbaikan/renovasi rusuna tidak pernah dilakukan. Kondisi lingkungan rusuna terlihat kurang tertata dengan adanya K-5 di lingkungan luar maupun di dalam rusuna.

Gambar 11. Kondisi Lingkungan Rusuna Bandar Kemayoran

Fasilitas yang ada antara lain masjid Akbar Kemayoran, masjid/musholla, area parkir, saluran air dan gas, ruang terbuka, serta RTH/taman. Pada lingkungan rusuna ini terdapat ruang terbuka dan RTH/taman berupa taman serbaguna, taman bermain, kebun penghuni, jalur hijau, lahan terbengkalai, dan ruang terbuka/plaza. Kondisi sarana dan prasarana yang terdapat di taman ini terlihat kotor dan tidak terawat karena belum dilakukan renovasi/perbaikan.

(58)

dan taman koleksi penghuni. Penggunaan taman ini untuk kepentingan umum, acara-acara tertentu yang bersifat ceremonial seperti perayaan 17 Agustus-an, tempat bermain anak, lapangan bola, tempat bersosialisasi, serta kegiatan Pramuka SD. Taman ini berupa plaza dengan pohon-pohon peneduh.

Gambar 12. Kondisi RTH/Taman Rusuna Bandar Kemayoran

5.1.4. Rumah Susun Tanah Abang

Perencanaan dan pembangunan rumah susun sederhana (rusuna) Tanah Abang/Kebon Kacang dilaksanakan oleh Perumnas. Rusuna Tanah Abang terletak di Jalan K.H. Mas Mansyur Kel. Kebon Kacang Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat. Luas rusuna ± 4 Ha, terdiri dari 60 blok (RW 10 = 32 blok, RW 11 = 28 blok). Jumlah lantai masing-masing blok adalah 4 lantai, dengan luas rumah penghuni 36 m2. Status kepemilikan pada awalnya adalah sewa (rusunawa), namun setelah 1 tahun berjalan diambil KPR BTN menjadi angsuran (rusunami).

(59)

lapangan, dan keseluruhan lingkungan rusuna, sedangkan bangunan (36 m2) menjadi tanggung jawab penghuni. PPRS juga berperan mencegah pembongkaran lingkungan di luar bangunan penghuni oleh pihak ketiga. Dana pengelolaan rusuna berasal dari warga melalui retribusi per bulan yaitu iuran pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan (PPL) sebesar Rp. 15.000,- per bulan.

Gambar 13. Kondisi Lingkungan Rusuna Tanah Abang

Penghuni bersifat individualistis dimana lebih baik mengeluarkan uang daripada kerja bakti bersama (kepedulian terhadap lingkungan masih rendah). Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini yaitu letaknya strategis dimana dekat dengan pusat perdagangan/perbelanjaan (Pusat Grosir Tanah Abang). Fasilitas yang ada di rusuna ini antara lain taman bermain, lapangan, gedung serbaguna, masjid, musholla, tempat parkir, transportasi yang mendukung dan mudah dijangkau, serta sumber air berasal dari PAM. Fasilitas di rusuna ini dapat dikatakan masih berfungsi dengan baik, dan struktur bangunan yang kuat.

(60)

Tanaman awal yang ada, sudah diganti oleh warga karena sudah mati atau ditebang karena terlalu besar, sebagian besar merupakan tanaman koleksi pribadi yang ditanam/dibudidaya oleh penghuni.

Gambar 14. Kondisi RTH/Taman Rusuna Tanah Abang

5.1.5. Rumah Susun Sindang-Koja

Rumah susun sederhana (rusuna) Sindang-Koja dibangun di atas lahan bekas kebakaran yang berlokasi di Jalan Sindang Koja Kel. Koja Selatan Kec. Koja, Jakarta Utara. Status kepemilikan rumah susun ini hanya sebatas sewa (rusunawa). Rusunawa Sindang-Koja dibangun di atas lahan seluas 9.418 m2, yang terdiri dari tipe 21 (240 hunian dan 48 unit usaha), dan tipe 30 (50 unit hunian dan 10 unit usaha).

(61)

Rusunawa Sindang-Koja diperuntukan bagi warga masyarakat yang terprogram yaitu warga masyarakat korban kebakaran.

Gambar 15. Kondisi Lingkungan Rusuna Sindang-Koja

Pengelola rusunawa Sindang-Koja adalah Perumnas cabang Regional III yang berperan dalam menerima pembayaran sewa dan pembayaran air, pengawasan pembangunan seperti kerusakan fasilitas rusuna (terjadi kebocoran, maupun perbaikan saluran-saluran), sedangkan pengelolaan sampah dilakukan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Sumber air berasal dari PDAM.

Sarana dan prasarana yang terdapat di rusunawa Sindang-Koja antara lain Masjid sederhana seluas 120 m2 (masih dalam perencanaan), instalasi pengolahan air limbah, instalasi pipa saluran air (hydrant) pemadam kebakaran, jaringan listrik, pertamanan dan penghijauan, serta area parkir. Di rusunawa Sindang Koja terdapat RTH/taman dalam bentuk taman bermain, lapangan bola, tanaman pot pada balkon rusun, jalur hijau, dan lahan terbengkalai.

(62)

Agustus-an. Penghuni menggunakan taman bermain (umumnya anak-anak) untuk tempat bermain dan bersosialisasi. Penghuni juga memanfaatkan planter balkon untuk menanam dan memelihara tanaman pot yang disukai sebagai penyaluran hobi.

Gambar 16. Kondisi RTH/Taman Rusuna Sindang-Koja

5.1.6. Rumah Susun Penjaringan

Rumah susun sederhana (rusuna) Penjaringan dibangun dan dikelola oleh Dinas Perumahan yang berlokasi di Kel. Penjaringan Kec. Penjaringan, Jakarta Utara. Luas rusuna Penjaringan adalah ± 1 Ha terdiri dari 14 blok (A-N) dengan total unit hunian 332 unit. Status kepemilikan rusuna ini adalah hanya sebatas sewa saja (rusunawa).

(63)

Gambar 17. Kondisi Lingkungan Rusuna Penjaringan

Alasan penghuni memilih tinggal di rusuna ini yaitu letaknya strategis dimana dekat dengan pusat perdagangan/perbelanjaan (Mangga Dua) maupun stasiun Kota. Kondisi lingkungan rusuna terlihat tertata dan terawat, karena pengelolaannya berjalan dengan baik. Dana pengelolaan rusuna berasal dari warga melalui retribusi per bulan yaitu iuran pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan (IPPL) yang dimasukkan ke dalam uang sewa rusun.

(64)

Gambar 18. Kondisi RTH/Taman Rusuna Penjaringan

5.1.7. Rumah Susun Harum Tebet Barat Raya

Rumah susun sederhana (rusuna) Harum Tebet Barat Raya dibangun oleh Dinas Perumahan untuk menyediakan hunian yang layak bagi korban kebakaran yang berlokasi di Jalan Tebet Barat Raya Kel. Tebet Barat Kec. Tebet, Jakarta Selatan. Luas rumah susun Harum Tebet Barat Raya adalah ± 2 Ha yang terdiri dari 4 blok (A, B, C, D) dengan total unit hunian 320 unit (1 blok = 80 unit hunian, 1 lantai = 20 unit hunian) berlantai 5 (lima) dimana lantai dasar hanya digunakan untuk unit usaha.

(65)

Gambar 19. Kondisi Lingkungan Rusuna Harum Tebet Barat Raya

Pengelola rumah susun Harum Tebet Barat Raya adalah PPRS yang berperan dalam mengatur distribusi listrik, keamanan, kebersihan, mengelola bangunan gedung, (lantai dan kerusakan fisik), mengelola fasilitas yang ada, serta mengelola lingkungan rusuna ini. Penghuni dikenakan retribusi yang disebut uang sarana digunakan untuk uang kebersihan dan keamanan. Fasilitas yang terdapat di rusuna ini antara lain Musholla, TPA, Posyandu, Karang Taruna, tempat parkir, dan ruang serbaguna yang digunakan untuk resepsi pernikahan, ataupun acara-acara tertentu. Kondisi fasilitas yang terdapat di rumah susun Harum Tebet Barat Raya masih berfungsi dengan baik.

(66)

Gambar 20. Kondisi RTH/Taman Rusuna Harum Tebet Barat Raya

5.1.8. Rumah Susun Berlian Tebet Barat Raya

Rumah susun sederhana (rusuna) Berlian Tebet Barat Raya dibangun pada lahan bekas kebakaran yang berlokasi di Jalan Tebet Barat Raya Kel. Tebet Barat Kec. Tebet, Jakarta Selatan. Lokasi rusuna ini dekat dengan rusuna Harum Tebet Barat Raya. Status kepemilikan rumah susun Berlian Tebet Barat Raya adalah milik (rusunami). Rusuna ini dibangun tahun 2001 oleh Pemda DKI Jakarta (Dinas Perumahan) yang terdiri dari 2 (dua) blok tipe 21 dengan total unit hunian 120 unit.

(67)

Gambar 21. Kondisi Lingkungan Rusuna Berlian Tebet Barat Raya

Pengelola rumah susun Berlian Tebet Barat Raya adalah PPRS yang berperan dalam mengatur dan menjaga keamanan maupun kebersihan rusuna beserta lingkungan dan fasilitas yang merupakan bagian bersama. Bagian bersama terdiri dari tangga, atap, saluran air, tempat pembuangan kotoran berupa pipa/paralon, dimana apabila terjadi kerusakan ditanggung bersama. PPRS juga berperan mencegah pembongkaran lingkungan di luar bangunan penghuni oleh pihak ketiga. Dana pengelolaan rusun berasal dari warga melalui retribusi per bulan yang meliputi iuran pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan.

(68)

Gambar 22. Kondisi RTH/Taman Rusuna Berlian Tebet Barat Raya

5.1.9. Rumah Susun Flamboyan

Rumah susun sederhana (rusuna) Flamboyan dibangun dan dikelola oleh Dinas Perumahan yang berlokasi di Jalan Flamboyan Kel. Cengkareng Barat Kec. Cengkareng, Jakarta Barat. Luas rusuna Flamboyan adalah ± 2 Ha dimana perbandingan antara ruang terbangun dan ruang terbuka adalah 1 : 1 (1 Ha untuk ruang terbangun dan 1 Ha untuk ruang terbuka). Rusuna ini terdiri dari 6 blok (A, B, C, D, E, dan F). Blok A, B, C, dan D, berlantai 4, sedangkan blok E, dan F berlantai 5 dengan total unit hunian 560 unit. Status kepemilikan rusuna ini adalah hanya sebatas sewa saja (rusunawa).

(69)

menampung keluhan-keluhan mengenai kerusakan-kerusakan yang ada dan kemudian melaporkannya ke pusat.

Gambar 23. Kondisi Lingkungan Rusuna Flamboyan

(70)

Gambar 24. Kondisi RTH/Taman Rusuna Flamboyan

5.1.10. Rumah Susun Tambora

Rumah susun sederhana (rusuna) Tambora dibangun oleh Dinas Perumahan yang berlokasi di Jalan Angke Jaya Kel. Angke Kec. Tambora, Jakarta Barat. Luas rusuna Tambora adalah ± 2 Ha yang terdiri dari 9 blok, dimana Tambora I = 2 Blok (A dan B), Tambora II = 2 Blok (C dan D), Tambora III = 3 Blok (A, B, dan C), Tambora IV = 2 Blok (A dan B) dengan total unit hunian 900 unit. Lantai dasar rusuna ini tidak digunakan sebagai unit hunian, melainkan hanya digunakan untuk unit usaha. Status kepemilikan rusuna ini terdiri dari sewa (rusunawa) yaitu Tambora I (blok A dan B), Tambora II (blok C dan D), Tambora III (blok C), dan Tambora IV (blok A dan B) dan milik (rusunami) yaitu Tambora III (blok A dan B). Lokasi rusuna ini dekat dengan kali Jembatan Besi, namun lingkungan rusuna ini bukan merupakan daerah rawan banjir.

Gambar

Tabel 1. Luas Minimum  Ruang Terbuka menurut Simonds (2003)
Tabel 2. Klasifikasi Taman Berdasarkan Jumlah Penduduk*
Gambar 1. Peta Lokasi Studi
Tabel 4. Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait