• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tata Ruang Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni Di Rumah Susun Sederhana Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Tata Ruang Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni Di Rumah Susun Sederhana Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TATA RUANG HIJAU

UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN PENGHUNI

DI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NENAH SUMINAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI PENELITIAN DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Tata Ruang Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni di Rumah Susun Sederhana Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir penelitian ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Nenah Suminah

(4)

RINGKASAN

NENAH SUMINAH. Evaluasi Tata Ruang Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni di Rumah Susun Sederhana Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA dan TATI BUDIARTI.

Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) merupakan salah satu program pemerintah Jakarta dalam mengatasi tingkat urbanisasi yang tinggi dan faktor keterbatasan lahan. Pembangunan Rusunawa yang didominasi oleh bangunan bertingkat dan area perkerasan yang masif, perlu diimbangi oleh pembangunan ruang hijau. Ruang hijau adalah salah satu indikator penting dari kualitas hidup di perkotaan untuk memperoleh kehidupan yang berkelanjutan. Penataan ruang hijau yang baik dengan vegetasi yang sesuai dapat meningkatkan kenyamanan penghuninya, baik kenyamanan suhu maupun persepsi kenyamanan individu penghuni.

Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis karakteristik ruang hijau di Rusunawa Provinsi DKI Jakarta, 2) menganalis pengaruh ruang hijau terhadap kenyamanan secara klimatologis, 3) menganalisi persepsi dan preferensi masyarakat penghuni Rusunawa terhadap ruang hijau, 4) menyusun strategi perbaikan untuk meningkatkan kenyamanan penghuni Rusunawa, dan 5) menyusun konsep desain ruang hijau di Rusunawa. Penelitian dilaksanakan pada empat lokasi Rusunawa yang tersebar di wilayah Kota Administrasi Provinsi DKI Jakarta yaitu Rusunawa Jatirawasari, Rusunawa Tambora, Rusunawa Pulogebang, dan Rusunawa Marunda Cluster A mulai bulan Februari-Juli 2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi karakteristik pohon, mengukur iklim mikro (suhu, RH, dan kecepatan angin), distribusi kuisioner untuk mengetahui persepsi dan preferensi penghuni, dan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan keberadaan pohon dapat memodifikasi suhu udara di luar bangunan sehingga memiliki suhu yang hampir sama dengan suhu dalam bangunan. Penurunan suhu terhadap kontrol dipengaruhi oleh luas penutupan tajuk, indeks penutupan tajuk, tata letak tanaman, dan kondisi lingkungan sekitar Rusunawa. Hasil penelitian menunjukkan ruang hijau di Rusunawa Marunda dinilai paling efektif dalam menurunkan suhu udara. Penilaian terhadap skor total persepsi menunjukkan ruang hijau pada keempat lokasi Rusunawa berada pada kategori baik. Berdasarkan pemetaan matriks IFE-EFE Analisis SWOT, keempat Rusunawa berada pada posisi strategi perbaikan

Hold and Maintain. Rekomendasi konsep desain yang diberikan adalah dengan mempertahankan keberadaan pohon dan fasilitas yang telah tersedia, bahkan menambah pohon pada ruang-ruang yang masih memungkinkan dan penambahan fasilitas yang belum tersedia. Konsep urban farming dapat dilakukan dengan melibatkan partisipasi penghuni Rusunawa.

(5)

SUMMARY

NENAH SUMINAH. Spatial Green Space Evaluation to Improve Resident’s Comfort in the Simple Flats in Jakarta. Supervised by BAMBANG SULISTYANTARA and TATI BUDIARTI.

The development of Simple flats (Rusunawa) is one of Jakarta municipality’s program in overcoming both high level of urbanization and land limitation issues. Simple flats that dominated by massive multi-storey buildings and pavement areas needs to be balanced by the development of green spaces. Green space is one of the important indicators regarding quality of life to establish a sustainable landscape development in urban areas. Structuring a good green space with appropriate vegetation can improve resident’s comfort, both thermal comfort and resident’s peception.

The purpose of this study were 1) to analyze the characteristics of green space in the simple Flats in Jakarta, 2) to analyze the effect of green space on the comfort climate, 3) to analyze resident’s perceptions and preferences of green space and comfort climate, 4) to develop improvement strategies to increase resident’s comfort, and 5) developing design concept of green space in Rusunawa. This study assessed in four Simple flats: Jatirawasari, Tambora, Pulogebang, and Marunda Cluster A, starting from February to July 2016. The methods of this study comprised identifying trees characteristics; measuring microclimate; distribution of questionaire to know perception and preference; and SWOT analysis.

The results showed the presence of trees can modify the temperature of building outside similar with in the building. The decrease of temperature was influenced by green coverage area, green coverage index, plant configuration, and environmental condition around Simple flats. Further more, green space in Rusunawa Marunda Cluster A was considered as the most effective one in reducing temperature. Total score analysis showed that all four simple flat green space in good categorize. Matrix mapping based on IFE and EFE SWOT method showed that all four simple flats green space improvement strategy are in the hold and maintain position. Suggested recommendation in this study were preservation of existing trees, adding new trees and facilities on available spaces on sites.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

EVALUASI TATA RUANG HIJAU

UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN PENGHUNI

DI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini adalah Evaluasi Tata Ruang Hijau Untuk Meningkatkan Kenyamanan Penghuni di Rumah Susun Sederhana Sewa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, saran, dan dorongan moral yang diberikan selama penelitian dan penulisan tesis.

2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Badan Diklat Provinsi DKI Jakarta, Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, dan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Beasiswa Tugas Belajar Pascasarjana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta, Pengelola Rusunawa Jatirawasari, Rusunawa Tambora, Rusunawa Pulogebang, dan Rusunawa Marunda atas kesempatan dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

3. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Suami tercinta Toni Wahyudi, S.Sas dan anak-anak tercinta Nazifa Syauqina Wahyudi dan Nisrina Salsabila Wahyudi atas segala doa, pengertian dan pemberian semangat serta kasih sayangnya. Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Orangtua tercinta Samin (Alm) dan Ibunda Yati (Alm), Mertua tercinta Suwarto dan Sri Sumartini Rahayu, serta kepada seluruh keluarga atas dukungan dan doa.

4. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa S2 Arsitektur Lanskap 2014 dan seluruh teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan semangat yang diberikan.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis mengucapkan terima kasih semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan balasan atas kebajikan yang diberikan.Aamiin

Bogor, Januari 2017

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 Rumah Susun Sederhana 5

Ruang Terbuka Hijau (RTH) 8

Tata Ruang Hijau 9

Iklim Mikro 10

Kenyamanan Thermal 12

Tata Ruang Hijau Dalam Rumah Susun 12

Persepsi dan Preferensi 14

2 METODE 15 Lokasi dan Waktu 15

Bahan dan Alat 15

Tahapan Pengambilan Data 16

Tahapan Analisis Data 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 24

Karakteristik Ruang Hijau di Rusunawa 26

Pengaruh Ruang Hijau Terhadap Kenyamanan Klimatologis 43

Persepsi dan Preferensi Penghuni Rusunawa 48

Analisis SWOT 63

Identifikasi dan penilaian faktor internal 63

Identifikasi dan penilaian faktor eksternal 63

Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dan Matriks Eksternal Evaluation (EFE) 69

Matriks SWOT 74

Peringkat (ranking) alternatif strategi 80

Konsep Desain Ruang Hijau 83

Rusunawa Jatirawasari 83

Rusunawa Tambora 86

Rusunawa Pulogebang 89

Rusunawa Marunda Cluster A 91

5 SIMPULAN DAN SARAN 94 Simpulan 94

Saran 95

DAFTAR PUSTAKA 96

LAMPIRAN 101

(12)

DAFTAR TABEL

1 Persebaran rumah susun sederhana di Provinsi DKI Jakarta 8 2 Alokasi dan standar kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk 9

3 Deskripsi jenis dan sumber data 16

4 Kelas penilaian responden terhadap kondisi ruang hijau di

Rusunawa 21

5 Penentuan nilai rating 21

6 Matrix SWOT 23

7 Kondisi umum keempat lokasi Rusunawa 26

8 Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Jatirawasari dan hasil

pengukuran karakter fisiknya 27

9 Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Tambora dan hasil

pengukuran karakter fisiknya 29

10 Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Pulogebang dan hasil

pengukuran karakter fisiknya 31

11 Jenis tanaman yang terdapat di Rusunawa Marunda Cluster A dan

hasil pengukuran karakter fisiknya 33

12 Perbandingan karakteristik ruang hijau di empat lokasi Rusunawa 41 13 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan lokasi pengamatan

terhadap selisih suhu dan selisih RH dengan kontrol 46 14 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh kelompok Rusunawa terhadap

selisih suhu dengan kontrol 46

15 Hasil uji chi-squareberdasarkan latar belakang responden di

Rusunawa Jatirawasari 50

16 Hasil uji chi-squareberdasarkan latar belakang responden di

Rusunawa Tambora 52

17 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di

Rusunawa Pulogebang 54

18 Hasil uji chi-squareberdasarkan latar belakang responden di

Rusunawa Marunda Cluster A 57

19 Hasil persentase data persepsi dan preferensi responden pada

keempat Rusunawa 59

20 Total skoring persepsi responden pada empat lokasi Rusunawa 62 21 Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Jatirawasari 63 22 Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Jatirawasari 64 23 Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Jatirawasari 64 24 Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Jatirawasari 64 25 Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Tambora 65 26 Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Tambora 65 27 Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Tambora 65 28 Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Tambora 66 29 Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Pulogebang 66 30 Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Pulogebang 67 31 Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Pulogebang 67 32 Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Pulogebang 67

(13)

Lanjutan Daftar Tabel....

33 Tingkat kepentingan faktor strategi internal Rusunawa Marunda

Cluster A 68

34 Penilaian faktor strategis internal Rusunawa Marunda Cluster A 68 35 Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal Rusunawa Marunda

Cluster A 68

36 Penilaian faktor strategis eksternal Rusunawa Marunda Cluster A 69 37 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Jatirawasari 69 38 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Jatirawasari 70 39 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Tambora 70 40 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Tambora 71 41 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Pulogebang 71 42 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Pulogebang 72 43 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Rusunawa Marunda

Cluster A 72

44 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Rusunawa Marunda

Cluster A 73

45 Matriks SWOT Rusunawa Jatirawasari 75

46 Matriks SWOT Rusunawa Tambora 76

47 Matriks SWOT Rusunawa Pulogebang 78

48 Matriks SWOT Rusunawa Marunda Cluster A 79

49 Ranking (peringkat) alternatif strategi ruang hijau pada empat

Rusunawa 81

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 5

2 Lokasi pengamatan penelitian 16

3 Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengukuran di lapangan 17 4 Ilustrasi pengamatan dengan alat abney level 18 5 Titik-titik lokasi pengamatan suhu, kelembaban relatif dan

kecepatan angin pada empat Rusunawa 19

6 Matriks internal eksternal 23

7 Diagram alur penelitian 24

8 Ruang-ruang hijau yang tersedia pada Rusunawa 27

9 Tata letak tanaman Rusunawa Jatirawasari 35

10 Tata letak tanaman Rusunawa Tambora 36

11 Tata letak tanaman Rusunawa Pulogebang 37

12 Tata letak tanaman Rusunawa Marunda Cluster A 38 13 Orientasi pergerakan matahari pagi-sore hari 39 14 Analisis pembentukan bayangan pada tataletak pohon orientasi

timur-barat

40 15 Analisis pembentukan bayangan pada tataletak pohon orientasi

utara-selatan

40 16 Perbandingan luas area, jumlah total pohon, dan rata-rata diameter

batang, tinggi dan lebar tajuk pohon pada empat lokasi Rusunawa 42 17 Perbandingan Jumlah Jenis Pohon Pada Empat Lokasi Rusunawa 43 18 Data suhu, RH, dan kecepatan angin di tujuh titik pengamatan pada

empat lokasi Rusunawa, dan perbedaan suhu terhadap kontrol di enam titik pengamatan pada empat lokasi Rusunawa 45 19 Perbandingan identitas responden pada empat Rusunawa 49

20 Matrix IFE-EFE 74

21 Konsep desain ruang hijau dengan eksisting pohon Rusunawa

Jatirawasari 84

22 Konsep desain ruang hijau area depan Rusunawa Jatirawasari 84 23 Konsep desain ruang hijau di sekeliling blok Rusunawa Jatirawasari 84 24 Konsep desain ruang hijau dekat area saluran pembuangan air

Rusunawa Jatirawasari 85

25 Konsep desain urban farming untuk area ruang hijau yang belum

termanfaatkan di Rusunawa Jatirawasari 85

26 Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site

plan Rusunawa Jatirawasari 86

27 Konsep desain ruang hijau area depan Rusunawa Tambora Blok 87 28 Konsep desain ruang hijau Rusunawa Tambora Tower 87 29 Konsep desain taman bermain anak Rusunawa Tambora Tower 87 30 Konsep desain urban farming ruang hijau area samping Rusunawa

Tambora Tower 88

31 Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site plan Rusunawa Tambora

(15)

Lanjutan Daftar Gambar...

35 Konsep desain urban farming pada ruang hijau yang belum

termanfaatkan di Rusunawa Pulogebang 90

36 Konsep urban farming dan zona barrier area belakang ruang hijau

Rusunawa Pulogebang 90

37 Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site

plan Rusunawa Pulogebang 91

38 Konsep ruang hijau area samping Rusunawa Marunda Cluster A 92 39 Konsep ruang hijau area depan (kelompok tani) Rusunawa Marunda

Cluster A 92

40 Konsep urban farming area belakang ruang hijau Rusunawa

Marunda Cluster A 92

41 Konsep desain taman bermain anak Rusunawa Marunda Cluster A 93 42 Posisi lokasi-lokasi yang diberikan alternatif desainnya pada site

plan Rusunawa Marunda Cluster A

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim harian beberapa stasiun meteorologi di Provinsi DKI

Jakarta Bulan Maret-April 2016 101

2 Kegiatan pengukuran karakteristik ruang hijau di lapangan 103 3 Kegiatan pengukuran suhu, RH, dan kecepatan angin di lapangan 105

4 Persiapan dan penyebaran kuisioner 109

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jakarta merupakan ibukota negara dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Jumlah penduduk Jakarta tahun 2014 mencapai 10.075.300 orang (Bappeda DKI Jakarta 2015), dengan luas wilayah 662,38 km2 maka kepadatan jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 adalah 15.210,76 penduduk/km2. Laju pertumbuhan penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya, disertai dengan proses urbanisasi yang terus terjadi, berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan. Di sisi lain, keberadaan lahan yang dapat dibangun untuk hunian juga semakin berkurang. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menggalakkan pembangunan pemukiman vertikal berupa rumah susun.

Masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai kemampuan terbatas untuk mencukupi kebutuhan tempat tinggal, sehingga menduduki tanah-tanah secara ilegal di sepanjang jalur kereta api, kuburan, tebing tinggi, pinggiran sungai dan lahan-lahan terlantar lainnya. Tindakan tersebut mengakibatkan timbulnya pemukiman liar (squatter) yaitu lahan yang tidak ditetapkan untuk hunian atau penempatan lahan yang bukan miliknya (Budiharjo 1994). Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaksanakan pembangunan Rumah Susun Sederhana, terutama Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang diperuntukkan bagi masyarakat golongan ekonomi rendah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan 50.000 unit rusun sampai dengan tahun 2017dan pada tahun 2015 telah tersedia sekitar 25% (Yusuf 2015).

Menurut UU No 20 Tahun 2011 Rumah Susun adalah adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Rumah Susun terbagi atas rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara dan rumah susun komersial. Sedangkan berdasarkan pendapatan penghuni serta luasan satuan unit rumah susun, rumah susun di Indonesia dibagi menjadi rumah susun sederhana, rumah susun menengah dan rumah susun atas.

(18)

dalam jumlah tertentu berdasarkan luas wilayah kota dan jumlah penduduk turut menentukan kualitas udara terkait indikator kesehatan warga kota, hal ini berkaitan dengan fungsi keberadaan RTH sebagai penyerap gas/partikel beracun yang mencemari udara.

Menurut David (2001) area hijau adalah tempat pohon tumbuh dan berkembang di area perumahan. Definisi ini meliputi taman publik, taman rekreasi, tempat parkir, jalan dan taman-taman di rumah-rumah. Gilbert (1989) menyatakan fungsi area hijau di lingkungan kota dapat berubah tergantung pada jenis pengelolaannya, yang sering disebut sebagai struktur area hijau kota.

Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island (UHI)) adalah salah satu masalah klimatologi perkotaan yang timbul dalam pengembangan perkotaan. Tingginya suhu udara di perkotaan akan membentuk fenomena UHI ini, dimana suhu udara wilayah perkotaan (urban) menjadi lebih panas dibandingkan wilayah pinggiran (rural). Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbanyak area ruang hijau kota dan mengganti struktur atap dengan bahan yang memiliki nilai refleksitivitas radiasi matahari tinggi atau dengan melakukan penghijauan atap (green roof) (Rohmah 2012). Struktur area hijau kota diatur berdasarkan komposisi dan konfigurasi area hijau. Komposisi area hijau ditampilkan dengan keberadaan area hijau dan konfigurasinya berdasarkan ukuran, bentuk dan penyebarannya. de Abreu-harbich et al (2015) menyatakan fitur spesifik spesies, seperti struktur dan kepadatan tajuk, ukuran, bentuk dan warna daun, serta usia dan pertumbuhan pohon dapat mempengaruhi intensitas cahaya matahari, suhu, dan kelembaban udara. Pemilihan vegetasi yang tepat penting untuk mengurangi panas dan menciptakan kenyamanan termal manusia terutama di derah perkotaan. Peningkatan kenyamanan termal di luar ruangan merupakan salah satu langkah penting untuk mencapai keberlanjutan dalam kota.

Kondisi Rumah Susun saat ini, didominasi oleh bangunan dan area perkerasan yang masif. Pembangunan fasilitas di Rumah Susun pada awalnya lebih banyak diarahkan untuk kebutuhan fisik penghuni, terutama dalam bangunan. Pembangunan fasilitas ruang hijau di Rumah Susun saat ini telah mulai dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan kenyamanan penghuni, diantaranya dengan rencana pembangunan beberapa ruang publik terpadu ramah anak di lokasi Rumah Susun. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, diperlukan evaluasi tata ruang hijau yang telah terdapat di Rusunawa saat ini untuk meningkatkan kenyamanan penghuni. Menurut Arikunto (2010) penelitian evaluasi pada prinsipnya digunakan untuk mengambil keputusan dengan membandingkan data atau informasi yang dikumpulkan terhadap kriteria, standar, atau tolak ukur yang digunakan sebagai pembanding bagi data yang diperoleh.

Perumusan Masalah

(19)

terdiri dari bangunan gedung yang masif dan bertingkat tinggi, dengan sarana jalan dan lahan parkir berupa perkerasan yang berpotensi memberikan perubahan iklim mikro berupa peningkatan suhu dan kelembaban. Untuk menciptakan kenyamanan iklim mikro, diperlukan tata ruang hijau yang baik agar dapat termanfaatkan secara optimal oleh penghuni Rusunawa.

Pembangunan Rumah Susun juga menyebabkan permasalahan bagi penghuninya, karena belum membudayanya kehidupan di Rumah Susun. Peralihan kebiasan atau budaya menghuni permukiman tidak susun (landed houses) ke permukiman susun akan memunculkan permasalahan penghunian bagi penghuni terutama dalam beradaptasi dengan lingkungan permukiman rumah susun (Deliyanto 2011). Hidup di rumah susun mengabaikan harmoni antara bangunan dan alam, menimbulkan perasaan kesepian bagi penghuninya. Akhirnya, hubungan antara manusia dan alam berkurang secara signifikan. Ketidakseimbangan antara lingkungan dan respons manusia dapat menimbulkan tekanan jiwa (stress) yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan kesehatan fisik dan gangguan psikologi (Steg et. al 2013). Dalam beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menunjukkan hubungan lingkungan alami terhadap emosi manusia, hasil penelitian memperlihatkan banyak bukti bahwa berada di ruang hijau dan lingkungan alam atau melihat alam dan ruang hijau membantu manusia dari stres (Kooshali et. al. 2015).

Keberlanjutan perkotaan membutuhkan minimalisasi konsumsi ruang dan sumber daya, serta optimalisasi bentuk perkotaan untuk memfasilitasi arus perkotaan, melindungi ekosistem dan kesehatan manusia, menjamin akses yang sama terhadap sumber daya dan jasa, serta memelihara keragaman budaya, sosial, dan integritas (Wu 2008). Mengembangkan kota yang berkelanjutan saat ini menjadi tantangan terbesar di masa yang akan datang, Kechebour (2015) menyatakan pengelolaan ruang hijau dalam penggunaan lahan semakin dianggap sebagai komponen utama dari keberlanjutan lanskap.

Kehadiran dan keberadaan ruang hijau sebagai bagian dari lingkungan rumah susun, tidak hanya berkontribusi positif terhadap kualitas lingkungan dan estetika, namun juga merupakan tempat berkumpul penghuni untuk bersosialisasi dan berekreasi. de Abreu-harbich et al (2015) menyatakan ruang hijau pada ruang luar mampu mengendalikan dan meningkatkan kenyamanan termal dan menurunkan suhu udara. Untuk daerah di dalam ruangan, bayangan pohon dapat mengurangi radiasi sinar matahari pada fasad bangunan, meningkatkan kenyamanan termal dan menghemat energi yang dihabiskan untuk memelihara lingkungan yang sehat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian evaluasi tata ruang hijau di Rusunawa untuk meningkatkan kenyamanan bagi penghuninya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah

1. menganalisis karakteristik ruang hijau di Rusunawa Provinsi DKI Jakarta; 2. menganalis pengaruh ruang hijau terhadap kenyamanan secara klimatologis; 3. menganalisis persepsi dan preferensi masyarakat penghuni Rusunawa terhadap

(20)

4. menyusun strategi perbaikan untuk meningkatkan kenyamanan penghuni Rusunawa;

5. menyusun konsep desain ruang hijau di Rusunawa.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut 1. memperoleh infomasi terkait karakteristik ruang hijau di Rusunawa;

2. memperoleh informasi pengaruh ruang hijau terhadap kenyamanan klimatologis di Rusunawa;

3. memperoleh informasi persepsi dan preferensi penghuni tentang ruang hijau di Rusunawa;

4. memperoleh rekomendasi strategi perbaikan dan konsep desain ruang hijau di Rusunawa.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kajian tata ruang hijau di Rusunawa untuk meningkatkan kenyamanan penghuni Rusunawa. Ruang hijau yang akan dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah ruang hijau dari Rusunawa yang tersebar di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Untuk mendukung penelitian dilakukan juga analisis kenyamanan mikro serta analisis persepsi dan preferensi masyarakat/penghuni Rumah Susun.

(21)

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Susun Sederhana

Untuk mengatasi keterbatasan lahan di daerah perkotaan serta membuat kota menjadi lebih efisien, salah satu alternatif pembangunan perumahan di kota-kota, terutama kota – kota besar yang sudah padat penduduknya, adalah membangun secara vertikal berupa pembangunan rumah susun (Yudhohusodo 1991).

Persepsi dan Preferensi

Penghuni

Terhadap Kenyamanan

Terhadap Ruang Hijau

Analisis deskriptif, kenyamanan iklim dengan annova dan uji lanjut DMRT, Persepsi preferensi dengan Chi-square, dan SWOT

Rekomendasi ruang hijau yang nyaman bagi penghuni Strategi perbaikan dan konsep desain ruang hijau

Kepadatan penduduk di DKI Jakarta dan proses urbanisasi

Keterbatasan lahan pemukiman, pemukiman kumuh

Rumah Susun Sederhana

Karakteristik

Ruang Terbangun Ruang Terbuka

Karakter tanaman Habitus tanaman

Ruang TerbukaHijau Ruang Terbuka non Hijau

Iklim mikro

Kelembaban

Intensitas cahaya

Suhu

Curah hujan

(22)

Pengertian Rumah Susun, Rumah Susun Umum, Rumah Susun Khusus, Rumah Susun Negara, dan Rumah susun Komersial menurut UU No 20 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

- Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

- Rumah Susun Umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

- Rumah Susun Khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.

- Rumah Susun Negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.

- Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.

Dalam Undang – Undang ini juga tercantum pengertian Satuan Rumah Susun, Tanah bersama, Bagian bersama, dan Benda Bersama dengan pengertian sebagai berikut :

- Satuan Rumah Susun (Sarusun) adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

- Tanah Bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.

- Bagian Bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.

- Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.

Di dalam sebuah rumah susun selain bangunan juga terdiri dari Pemilik, Penghuni, Pengelola, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun dengan pengertian sebagai berikut :

- Pemilik adalah setiap orang yang memiliki sarusun.

- Penghuni adalah orang yang menempati sarusun, baik sebagai pemilik maupun bukan pemilik.

- Pengelola adalah suatu badan hukum yang bertugas untuk mengelola rumah susun.

- Perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun yang selanjutnya disebut PPPSRS adalah badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni sarusun.

(23)

a) Rumah susun sederhana, yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan sederhana atau rendah. Luas satuan rumah antara 21-36 m2, tanpa perlengkapan mekanikal dan elektrikal.

b) Rumah susun menengah, rumah susun dengan luas satuan 36-54 m2. Kadang dilengkapi dengan perlengkapan mekanikal dan elektrikal tergantung dari konsep dan tujuan pembangunannya. Rumah susun ini diperuntukkan bagi mayarakat golongan bepenghasilan menengah.

c) Rumah Susun mewah, rumah susun bagi golongan berpenghasilan atas. Luas ruang , kualitas bangunan, perlengkapan bangunan tergantung dari konsep dan tujuan pembangunannya. dengan beberapa fasilitas lengkap dan status kepemilikan tertentu. Rumah susun mewah ini disebut juga kondominium.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-80/PMK.03/2008 Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan:

a. harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00;

b. luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2;

c. pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan d. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai

tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.

Berdasarkan Pasal 1 KMK-155/KMK.03/2001 junto Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-31/PMK.03/2008 : Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan :

a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2; b. harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00;

c. diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan

e. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

(24)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan pembangunan rumah susun sederhana sewa terutama untuk menampung masyarakat pemukiman kumuh yang terkena dampak penataan kota, terutama normalisasi kali Ciliwung. Persebaran rumah susun sederhana di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persebaran rumah susun sederhana di Provinsi DKI Jakarta

Jakarta Selatan Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Jakarta Timur

Kecamatan Jml Kecamatan Jml Kecamatan Jml Kecamatan Jml Kecamatan Jml

Tebet 1 Sawah

Sumber: Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Provinsi DKI Jakarta (2015)

Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur hijau dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. (Permendagri No 1 Tahun 2007). Menurut Permendagri No 1 Tahun 2007, lokasi RTH terbagi menjadi enam kawasan peruntukan ruang kota, yaitu:

1) Kawasan pusat perdagangan meliputi taman lingkungan sekitar pusat perdagangan;

2) Kawasan perdagangan meliputi taman lingkungan kantor, dan jalur hijau jalan;

3) Kawasan pendidikan (sekolah/kampus) meliputi jalan lingkungan kampus, pusat lingkungan dan taman;

4) Kawasan industri dan fasilitasnya meliputi jalur hijau jalan, taman lingkungan pabrik;

5) Kawasan permukiman meliputi halaman rumah, taman lingkungan, fasilitas perumahan, bantaran sungai, daerah rawan erosi, jalur hijau jalan raya dan jalan lingkungan;

6) Kawasan pertanian dan perkebunan meliputi ladang, kebun, sawah, hutan, cagar alam, daerah rawan erosi, bantaran sungai dan konservasi pesisir pantai.

Menurut Femy (2014), Komponen RTH berdasarkan kriteria, sasaran, dan fungsi penting, vegetasi serta intensitas manajemennya dikategorikan dalam : 1. Taman, Fungsi utamanya adalah menghasilkan oksigen. Oleh karena itu jenis

(25)

2. Jalur hijau, termasuk didalamnya adalah pepohononan peneduh pinggir jalan, jalur hijau lainnya.

3. Kebun dan pekarangan, selain bertujuan untuk produksi, kebun dan pekarangan hendaknya ditanam dengan jenis-jenis yang mendukung kenyamanan lingkungan.

4. Hutan, merupakan penerapan beberapa fungsi hutan seperti ameliorasi iklim, hidrologi, dan penangkalan pencemaran. Fungsi-fungsi ini bertujuan mengimbangi kecenderungan menurunnya kualitas lingkungan.

5. Tempat rekreasi, Disamping jenisnya yang beragam, RTH memiliki manfaat yang besar bagi kelangsungan hidup manusia.

Tabel 2 Alokasi dan standar kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk

No Unit minimal 100 pohon pelindung (taman pasif)

Hutan Kota Disesuai

kan

4,0 90-100 % Strata dua (tumbuhan

pepohonan dan rumput) Strata banyak

(tumbuhan pepohonan dan rumput, semak dan penutup tanah)

Sumber: disarikan dari Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (2008)

Alokasi dan standar kebutuhan, luas ruang hijau dan vegetasi RTH menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tata Ruang Hijau

(26)

Dalam kaitannya dengan perancangan lanskap, Hakim (2014) menyatakan tata hijau (planting design) merupakan satu hal utama yang menjadi dasar dalam pembentukan ruang luar. Penataan dan perancangan tanaman mencakup:

1. Habitus tanaman

Habitus tanaman adalah pengelompokan tanaman dari segi botanis/morfologis, sesuai dengan efek ekologis dan visual. Berdasarkan botanis/morfologisnya, tanaman dibagi menjadi:

a. Pohon : batang berkayu, percabangan jauh dari tanah, berakar dalam, tinggi diatas 3 m

b. Perdu : batang berkayu, percabangan dekat dengan tanah, berakar dangkal, tinggi 1-3 m

c. Semak : batang tidak berkayu, percabangan dekat dengan tanah, berakar dangkal, tinggi 50 cm – 1 m

d. Penutup tanah : batang tidak berkayu, berakar dangkal, tinggi 20 cm -50 cm

e. Rerumputan 2. Karakter tanaman

Karakteristik tanaman dapat dilihat dari bentuk batang dan percabangannya, bentuk tajuk, massa daun, massa bunga, warna, tekstur skala ketinggian dan kesendiriannya.

3. Fungsi tanaman

Beberapa fungsi tanaman menurut Carpenter (1975) adalah sebagai berikut: a. Kontrol pandangan (visual control)

b. Pembatas fisik (physical barriers) c. Pengendali iklim (climate control) d. Pencegah erosi (erosion control) e. Habitat satwa (wildlife habitats), dan f. Nilai estetis (aesthetic value)

4. Peletakan tanaman

Peletakan tanaman disesuaikan dengan tujuan perancangan tanpa melupakan fungsi dari tanaman yang dipilih. Pada peletakan tanaman harus

mempertimbangkan kesatuan dalam desain atau unity, yaitu sebagai berikut (Leroy dalam Hakim (2014)):

a. Variasi (variety) b. Penekanan (accent) c. Keseimbangan (ballance) d. Kesederhanaan (simplicity) e. Urutan (sequence)

Iklim Mikro

(27)

suhu tanah. Keberadaan tanaman juga mempengaruhi tingkat evapotranspirasi (Villegas et al. 2010). Fungsi tanaman sebagai pengendali iklim menurut Carpenter et al. (1975) antara lain:

1. Kontrol radiasi matahari dan suhu

Tanaman dapat menyerap panas dan memantulkan pancaran sinar matahari sehingga dapat menurunkan suhu iklim mikro;

2. Kontrol/pengendali angin

Tanaman berguna sebagai penahan, penyerap, dan mengalirkan tiupan angin. Jenis tanaman yang dipakai harus diperhatikan tinggi pohon, bentuk tajuk, jenis, kepadatan tajuk tanaman serta lebar tajuk. Komposisi tanaman yang berbeda ketinggian mampu mengurangi kecepatan angin sekitar 40-50 %. 3. Kontrol presipitasi dan kelembaban

Tanaman mampu meningkatkan kelembaban udara dan presipitasi air hujan melalui evapotranspirasi, sehingga mempengaruhi kenyamanan sekiitar.

4. Pengendali suara

Tanaman mampu menyerap kebisingan suara. Pemilihan jenis tanaman tergantung dari tinggi pohon, lebar tajuk dan komposisi tanaman. Penggunaan tanaman yang tinggi pada topografi berlereng mampu mengurangi suara mobil 75% dan truk 80%. Penggunaan semak pada topografi datar mampu mengurangi suara mobil 75% dan truk 50%.

5. Penyaring udara

Tanaman sebagai filter atau penyaring debu, bau dan memberikan udara segar. Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Uap air ini merupakan komponen udara yang sangat penting jika ditinjau dari segi cuaca dan iklim. Sebagian gas-gas yang menyusun atmosfer yang dekat dengan permukaan laut relatif konstan dari satu tempat ke tempat yang lain, sedangkan uap air merupakan bagian yang tidak konstan, bervariasi antara 0% sampai 5%. Adanya variabilitas kandungan uap air ini dalam udara baik berdasarkan tempat maupun waktu penting karena (Wisnubroto et al 1983):

1. Besarnya jumlah uap air dalam udara merupakan indikator kapasitas potensial atmosfer tentang terjadinya presipitasi,

2. Uap air mempunyai sifat menyerap radiasi bumi sehingga ia akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi dan dengan sendirinya juga akan mengatur temperatur, dan

3. Makin besar jumlah air dalam udara makin besar jumlah energi potensial yang laten tersedia dalam atmosfer dan merupakan sumber terjadinya hujan angin (storm), sehingga dapat menentukan apakah udara itu kekal atau tidak.

(28)

Kenyamanan Thermal

Menurut Maidita et al. (2009), kenyamanan thermal didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan thermal. Kenyamanan thermal outdoor timbul dari pengaruh konfigurasi massa bangunan terhadap pengaruh temperatur dalam sebuah kawasan, akhirnya didapat kenyamanan thermal lingkungan kondisi fisik masing-masing ruang luar akan memberikan dampak kenyamanan thermal yang berbeda. Sistem pembayangan, suhu, kelembaban dan temperatur sebagai faktor-faktor pendukung kenyamanan thermal.

Menurut Darmawan (2003) Kenyamanan klimatologis dapat diciptakan dengan adanya :

(1) Area terbuka hijau yang luas dan lapangan terbuka yang mendapatkan sinar matahari di waktu pagi hingga siang hari dengan bayangan sepanjang pinggirannya,

(2) Ruang terbuka dengan permukaan keras yang berfungsi untuk tempat bermain anak-anak dengan sedikit bayangan di waktu pagi siang tengah hari,

(3) Penahan angin terutama di tempat bermain anak-anak, meja kursi di area permainan tersebut, area untuk nonton di dekat lapangan, dan

(4) Terdapat tempat berteduh dengan obyek pemandangan yang baik

Kenyamanan suhu terdiri dari dasar fisiologi suatu kenyamanan, efek sampingan dari suatu ketidaknyamanan, daerah temperatur secara fisiologi, rentang temperatur yang nyaman, empat faktor klimatik dan kenyamanan. Ketidaknyamanan merupakan suatu proses biologi yang sederhana untuk semua jenis makhluk yang berdarah panas untuk menstimulasi agar melakukan suatu langkah utama untuk meretorasi kembali suatu proses pertukaran panas yang benar. Ketidaknyamanan akan mengakibatkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia (Femy 2011).

Kenyamanan termal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktivitas dengan baik (di rumah, sekolah ataupun di kantor/tempat bekerja). Kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subjektif seperti pakaian, aklimatisi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit (Talarosa 2005)

Tata Ruang Hijau dalam Rumah Susun

Dalam perencanaan tata ruang hijau perlu dipahami aturan-aturan mengenai intensitas pemanfaatan ruang, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan Koefisien Dasar Hijau (KDH). Pengertian intensitas pemanfaatan ruang, KDB, dan KDH berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi adalah sebagai berikut:

(29)

Hijau (KDH), Koefisien Tapak Basemen (KTB), tiap kawasan bagian kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota.

- KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang, dan Peraturan Zonasi.

- KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan atau penghijauan dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang, dan Peraturan Zonasi.

Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang dalam Rumah Susun Provinsi DKI Jakarta sebagaimana tertuang dalam Perda No 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi adalah sebagai berikut:

1. Intensitas pemanfaatan ruang pada Rumah Susun Umum (Rumah Susun Milik dan Rumah Susun Sewa):

a. pada PSL sangat padat dengan KDB paling tinggi 60% (enam puluh persen), KLB paling tinggi 5,0 (lima), dan ketinggian bangunan paling tinggi 32 (tiga puluh dua) lantai;

b. pada PSL padat dengan KDB paling tinggi 55% (lima puluh lima persen), KLB paling tinggi 4,5 (empat koma lima), dan ketinggian bangunan paling tinggi 24 (dua puluh empat) lantai;

c. pada PSL kurang padat dengan KDB paling tinggi 50% (lima puluh persen), KLB paling tinggi 4,0 (empat), dan ketinggian bangunan paling tinggi 16 (enam belas) lantai; dan

d. pada PSL tidak padat dengan KDB paling tinggi 45% (empat puluh lima persen), KLB paling tinggi 3,5 (tiga koma lima), dan ketinggian bangunan paling tinggi 16 (enam belas) lantai;

2. Rumah Susun Umum (Rumah Susun Milik dan Rumah Susun Sewa) menyediakan prasarana umum dan prasarana sosial paling kurang 50% (lima puluh persen) dari standar prasarana minimal.

Dalam Buku Pedoman Teknis Cara Tinggal di Rusun Sederhana Sewa (Departemen Perkerjaan Umum dan JICA 2007), disebutkan bahwa taman dan bangunan pertamanan merupakan sarana dan prasarana bersama. Dalam buku tersebut dinyatakan fungsi tanaman adalah sebagai berikut:

a. Menahan silau dari sinar matahari, lampu atau lampu kendaraan; b. Kontrol pandangan terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan; c. Pembatas fisik atau pagar;

d. Penghalau atau pengendali angin;

e. Penyaring debu, bau dan memberikan udara segar;

f. Menciptakan keindahan dan meningkatkan kualitas lingkungan

Dalam hal pemanfaatan RTH (taman dan tanaman), dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

(30)

b. Penyewa harus merawat tanaman dan bangunan pertamanan yang terdapat dalam taman, termasuk bangku taman, lampu taman, jalan setapak dan bangunan pertamanan lainnya;

c. Penyewa perlu menjaga dan memelihara keindahan taman;

d. Penyewa tidak diperkenankan meletakkan benda-benda yang dapat merusak keindahan taman;

e. Penyewa tidak diperbolehkan melakukan aktifitas yang dapat merusak keindahan taman;

f. Penyewa tidak boleh mengurangi atau menambah tanaman yang ada di taman tanpa seijin dari pihak pengelola;

g. Bila penghuni mempunyai usulan untuk menambah dan atau merubah bentuk taman, jenis tanaman, jenis dan bentuk bangunan pertamanan, mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Membuat rencana perubahan atau perbaikan dalam kelompok diskusi dalam paguyuban penghuni;

2) Melaporkan pada pengelola rusunawa tentang niat baik penghuni dan mendiskusikan rencana perbaikan maupun perubahan yang akan dilakukan; 3) Membicarakan teknis pengelolaannya bersama pengelola;

4) Bila penghuni melihat ada kerusakan, wajib segera melaporkan pada pengelola

5) Bila penghuni akan memanfaatkan taman untuk kepentingan yang lain sehingga harus meletakkan suatu benda dan atau alat diatasnya, diwajibkan melapor dan meminta ijin pada pengelola

Studi evaluasi yang dilakukan terhadap keberadaan dan penggunaan RTH di rumah susun sederhana yang berada di provinsi DKI Jakarta tahun 2008 menunjukkan bahwa luas rata-rata RTH/taman di lingkungan rusuna di DKI Jakarta adalah 42,1% dari luas lahan atau berkisar antara 2,0 - 8,0 m2/jiwa, sedangkan berdasarkan standar dan kebutuhan RTH/taman per jiwa di lingkungan permukiman untuk bermain dan berolahraga dari Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2006 adalah 1,5 m2/jiwa. Berdasarkan data tersebut maka luas RTH/taman di lingkungan rusuna pada tahun 2008 ini sudah mencukupi (Siskayati 2008). Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan rumah susun perlu dilakukan untuk dapat memperkuat organisasi pengelola, menghindari konflik dan menghidupkan sifat keterbukaan (Subkhan 2008).

Persepsi dan Preferensi

(31)

secara tepat dan mengakui objek tersebut. Persepsi dipengaruhi oleh pribadi manusia tersebut (jenis kelamin, umur, edukasi, pelatihan, kekerabatan), budaya, sosial, dan fisik. Menurut Porteous (1977) persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah (1) umur dan jenis kelamin, (2) latar belakang, (3) pendidikan, (4) pekerjaan dan pendapatan, (5) asal dan status penduduk, (6) tempat tinggal, (7) status ekonomi, (8) waktu luang, dan (9) fisik dan intelektual. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi yaitu keadaan lingkungan fisik dan sosial. Secara umum persepsi dihasilkan dari variasi bentuk dari energi fisik seperti panas, gerak, kimia, suara, dan elektromagnet yang selanjutnya disebut sebagai stimulus.

Dalam penelitian ini, persepsi yang digunakan merupakan tipe persepsi lingkungan (environmental perception) yaitu menekankan pada skala tempat yang lebih luas sebagai suatu kesatuan tempat serta menyertakan masyarakat sebagai pelaku (Gifford 1997). Persepsi lingkungan atau lanskap dapat mempengaruhi perilaku, motif, preferensi dan sikap pengguna, yang selanjutnya dapat menginformasikan perencanaan dan pengelolaan ruang hijau (Jim dan Shan 2012).

Preferensi terbentuk dari adanya persepsi. Preferensi merupakan kecenderungan, pilihan, atau kesukaan manusia terhadap suatu hal. Preferensi merupakan aspek yang harus dikuasai oleh perencana maupun pengambil kebijakan dalam menciptakan lanskap yang menarik (Zheng et al 2011).

3

METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian terletak di empat lokasi Rusunawa yang tersebar di beberapa wilayah kota administrasi DKI Jakarta. Untuk wilayah kota administrasi Jakarta Selatan tidak diambil sampel penelitian karena pada wilayah tersebut tidak terdapat Rusunawa. Adapun lokasi Rumah Susun Sederhana yang akan diambil sebagai tempat penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan Bulan Februari - Juli 2016. Jadwal penelitian meliputi kegiatan penelusuran data sekunder dan turun lapang untuk pengumpulan data (survei lokasi Rusunawa, pengukuran/pengambilan data di lapangan, wawancara/kuisioner kepada penghuni dan pengelola), serta pengolahan data untuk merumuskan keluaran dari penelitian ini, yaitu karakteristik ruang hijau serta rekomendasi strategi perbaikan dan konsep desain ruang hijau di Rusunawa.

Bahan dan Alat

(32)

yang diperlukan dalam analisis termasuk data pendukung dari berbagai sumber dan laporan penelitian terdahulu juga menjadi referensi dalam penelitian.

Tahapan Pengambilan Data

Tahapan pengambilan data dilakukan untuk memperoleh data umum, data karakteristik, data iklim mikro, dan data persepsi serta preferensi penghuni Rusunawa. Jenis data, bentuk data, sumber pengambilan data, serta alat yang digunakan untuk memperoleh data-data yang diperlukan ditampilkan dalam Tabel 3. Data-data tersebut diperlukan dalam proses analisis yang akan dilakukan.

Tahapan Analisis Data

Karakteristik Ruang Hijau

Data karakteristik tata hijau diperoleh dengan mendata luas keseluruhan areal Rusunawa, nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan karakter fisik tanaman (identifikasi jenis, diameter batang pohon, lebar tajuk pohon, tinggi pohon, luas tanaman hias). Luas penutupan tajuk dihitung berdasarkan luas permukaan tajuk pohon. Indeks penutupan tajuk diperoleh dari luas penutupan tajuk dibagi luas lahan.

Tabel 3 Deskripsi jenis dan sumber data

Jenis Data Bentuk Data Sumber Alat

Data Umum

Lokasi tapak Site plan dan luas wilayah studi

Dinas Perumahan dan Gedung Pemda

DKI, Bapeda DKI Alat tulis, alat perekam, Ms. Excel Iklim Suhu dan kelembaban

rata-rata, curah hujan

BMKG

Data demografi (sosial budaya)

Data penghuni rumah susun Pengelola, dinas terkait

Gambar 2 Lokasi pengamatan penelitian

Rusunawa Jatirawasari Rusunawa Marunda Cluster A

(33)

Jenis Data Bentuk Data Sumber Alat Karakteristik

Habitus tanaman Deskripsi tipe habitus tanaman Karakter tanaman Deskripsi ukuran tanaman:

diameter batang, tinggi, dan lebar tajuk pohon; luas ground cover/tanaman hias

Kenyamanan Thermal

Persepsi dan Preferensi Penghuni

Terhadap tata ruang hijau dan kenyamanan

Data kuesioner kuesioner Set kuesioner, alat tulis, Ms. Excel/SPSS 16.0

Strategi Perbaikan Ruang Hijau

Faktor internal dan eksternal

Data analisis karakteristik, kenyamanan termal, persepsi dan preferensi

Hasil analisis Alat tulis, Ms Excel

Konsep Desain Tata Ruang Hijau

Hasil analisis dan sintesis

Data analisis karakteristik Photosop CS4

Data analisis iklim Data analisis persepsi dan preferensi

Strategi perbaikan

Gambar 3 Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengukuran di lapangan Pengukuran diameter batang pohon, lebar tajuk pohon, dan luas tanaman hias serta tanaman lainnya dilakukan dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan alat abney level. Setiap pohon di

Hygrotermometer digital dan anemometer

(34)

area Rusunawa diukur diameter batang pohon setinggi dada (DBH, Diameter at The Breast Height), diameter tajuk, dan ketinggian pohon.

Cara menggunakan alat abney level untuk mengetahui tinggi pohon yaitu (Gambar 4):

1. Ukur tinggi pengamat sampai dengan mata

2. Ukur jarak pengamat dari pohon hingga titik berdiri,

3. Kemudian bidik dengan abney level untuk mengetahui sudut ketinggian pohon.

4. Selanjutnya menghitung ketinggian pohon dengan rumus kaidah trigonometri rumus segitiga.

Gambar 4 Ilustrasi pengamatan dengan alat abney level

Data-data yang diperoleh dari setiap Rusunawa selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan ditampilkan dalam bentuk diagram/grafik. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik ruang hijau yang terdapat di Rusun Sederhana.

Pengaruh Ruang Hijau terhadap Kenyamanan Klimatologis

Data pengaruh ruang hijau terhadap kenyamanan thermal dilakukan dengan mengukur suhu, kelembaban dan kecepatan angin sebanyak tiga kali yaitu pagi, siang dan sore hari pada area di luar area Rusunawa, area ruang luar Rusunawa, dan area dalam gedung Rusunawa. Suhu pada area luar Rusunawa dijadikan sebagai kontrol pengukuran untuk memperoleh data suhu relatif, yaitu selisih data suhu area luar Rusunawa dengan area ruang luar dan dalam bangunan Rusunawa. Pengukuran data suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin dilakukan dua ulangan pada bulan yang berbeda (Maret dan April 2016). Lokasi-lokasi pengukuran data suhu, kelembaban dan kecepatan angin (Gambar 5) adalah sebagai berikut:

1. Area luar Rusunawa (Kontrol) 2. Dibawah tegakan pohon 3. Area rumput/tanaman hias 4. Area perkerasan

5. Lantai dasar bangunan 6. Lantai tengah bangunan 7. Lantai atas bangunan

ß

x

y

h

Tg ß = y/x ...(1)

H = h + y ...(2)

(35)

Untuk melihat perbedaan antar lokasi pengamatan dan pengaruh lokasi Rusunawa dilakukan Uji Sidik Ragam dilanjutkan Uji Nilai Tengah (Duncan’s

Multiple Range Test). Uji DMRT dilakukan untuk mengetahui jenis terbaik berdasarkan rankingnya, uji ini juga digunakan untuk melihat adanya pengaruh antar perlakuan yang diuji.

Gambar 5 Titik-titik lokasi pengamatan suhu, kelembaban relatif dan kecepatan angin pada empat Rusunawa (1. kontrol/Area luar Rusunawa; 2. dibawah tegakan pohon; 3. area rumput/tanaman hias; 4. area perkerasan; 5. lantai dasar bangunan; 6. lantai tengah bangunan; 7. lantai atas bangunan)

Untuk memperoleh informasi apakah kondisi iklim mikro yang diukur telah memenuhi standar kenyamanan, dilakukan penghitungan Temperature humidity index (THI). THI merupakan suatu indeks untuk menetapkan kenyamanan secara kuantitatif dengan mengkombinasikan suhu dan kelembaban relatif udara (Nieuwolt, 1977), dengan rumus :

THI = 0.8 Ta + (RH x Ta) / 500

THI : indeks kenyamanan Ta : suhu udara (oC)

RH : kelembaban relatif udara (%) 1

2 3

4 5 6 7

1 2

3 4 5 6 7

5 6 7

1 2

3 4

5 6 7 1

2

3 4

Rusunawa Jatirawasari Rusunawa Tambora

(36)

Persepsi dan Preferensi Penghuni terhadap Tata Ruang Hijau dan Kenyamanan Klimatologis

Penyebaran kuisioner terhadap penghuni Rusunawa dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi penghuni terhadap tata ruang hijau dan kenyamanan klimatologis. Kuesioner diberikan kepada sample responden sebanyak 30 orang setiap Rusunawa, sehingga diperoleh total responden 120 orang.

Kuisioner yang digunakan sebagai komponen pengumpulan data penelitian terdiri dari tiga bagian utama pertanyaan. Bagian pertama berisi pertanyaan terkait data identitas responden seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan lama tinggal di Rusunawa. Bagian kedua berisi pertanyaan terkait persepsi responden terhadap kenyamanan, vegetasi, kebersihan, keamanan, fasilitas, dan keterlibatan penghuni dalam perencanaan dan pengelolaan ruang hijau. Bagian ketiga berisi pertanyaan terkait preferensi responden terhadap ruang hijau. Bagian keempat berisi pertanyaan semi terbuka terkait saran-saran yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas ruang hijau di Rusunawa.

Uji chi-square juga digunakan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara frekuensi hasil observasi dibandingkan dengan frekuensi teoretis yang diharapkan (Faisal 2008). Frekuensi hasil observasi menunjuk pada dua atau lebih jumlah kategori dari variabel atau data yang dianalisis. Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi hasil observasi dengan frekuensi teoretis yang diharapkan. Dalam penelitian ini uji chi-square dilakukan untuk melihat pengaruh identitas responden terhadap persepsi dan preferensi responden. Persamaan chi-square adalah sebagai berikut.

Keterangan :

X2 : Chi-Square

Oij : jumlah pilihan jawaban pada kolom (sampai baris) Eij : nilai harapan pada kolom I dan baris j

Variabel identitas yang digunakan di dalam kuesioner yaitu (1) jenis kelamin, (2) usia, (3) pendidikan, (4) pekerjaan, (5) penghasilan, dan (6) lama tinggal. Masing-masing variabel akan diuji keterkaitannya dengan persepsi ruang hijau di Rusunawa.

Untuk membandingkan persepsi responden pada empat Rusunawa dilakukan skoring terhadap jawaban responden pada setiap pertanyaan. Tabel 4 menunjukkan pembagian kelas penilaian responden terhadap ruang hijau di Rusunawa. Perhitungan skoring menggunakan kaidah Sturges sebagai berikut (Sugiarto 2006).

Jumlah kelas = 1+3,3 log 12 ... (4) Nilai interval kelas ... (5)

(37)

Tabel 4 Kelas penilaian responden terhadap kondisi ruang hijau di Rusunawa

Interval Kelas Uraian

2.041 – 2.400 Sangat baik Ruang hijau dan ruang dalam bangunan dianggap sangat nyaman, memiliki nilai vegetasi, tingkat kebersihan, keamanan, fasilitas, keindahan, dan partisipasi masyarakat yang sangat baik 1.681 – 2.040 Baik Ruang hijau dan ruang dalam bangunan dianggap nyaman,

memiliki vegetasi, tingkat kebersihan, keamanan, fasilitas, keindahan, dan partisipasi masyarakat baik

1.321 – 1.680 Cukup Ruang hijau dan ruang dalam bangunan dianggap cukup nyaman, memiliki vegetasi, tingkat kebersihan, keamanan, fasilitas, keindahan, dan partisipasi masyarakat cukup baik

961 – 1.320 Kurang baik

Ruang hijau dan ruang dalam bangunan dianggap kurang nyaman, memiliki nilai vegetasi, tingkat kebersihan, keamanan, fasilitas, keindahan, dan partisipasi masyarakat kurang baik 600 – 960 Tidak Baik Ruang hijau dan ruang dalam bangunan dianggap tidak nyaman,

memiliki nilai vegetasi, tingkat kebersihan, keamanan, fasilitas, keindahan, dan partisipasi masyarakat sangat rendah

Strategi Perbaikan Tata Ruang Hijau

Metode analisis yang digunakan untuk merumuskan strategi perbaikan tata ruang hijau di Rusunawa adalah metode analisis SWOT, yaitu identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 1997). Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui atau melihat kondisi ruang hijau Rusunawa saat ini dengan membandingkan faktor internal dari kekuatan (Strenght) dan kelemahan (Weakness) dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat). Kerangka atau tahapan kerja dengan menggunakan analisis SWOT adalah sebagai berikut:

1. Analisis Penilaian Faktor Internal dan Eksternal

Penilaian faktor internal (IFE) adalah untuk mengetahui pengaruh kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua faktor kekuatan dan kelemahan tersebut, serta memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antar faktor-faktor tersebut. Sedangkan penilaian faktor eksternal adalah untuk mengetahui pengaruh peluang dan ancaman yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua faktor peluang dan ancaman yang ada (David 2008). Identifikasi berbagai faktor tersebut secara sistematis digunakan untuk merumuskan strategi perbaikan tata ruang hijau di Rusunawa.

2. Penentuan Bobot Setiap Variabel

Setelah diketahui faktor internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan penentuan tingkat kepentingannya. Pemberian nilai tingkat kepentingan dilakukan kepada setiap faktor dengan kisaran nilai berikut (Kinnear dan Taylor 1991):

Tabel 5 Penentuan nilai rating (Kinnear dan Taylor 1991)

Nilai peringkat Kekuatan (sthrenghts) dan peluang (opportunities)

Kelemahan (weakness) dan ancaman (threats)

(38)

Setelah mendapatkan nilai tingkat kepentingan dari setiap faktor strategis internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode Paired Comparison (perbandingan berpasangan). Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3 dengan penjelasan sebagai berikut (David 2008):

a. Bobot 1 jika indikator faktor horizontal kurang penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

b. Bobot 2 jika indikator faktor horizontal sama penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

c. Bobot 3 jika indikator faktor horizontal lebih penting dibandingkan indikator faktor vertikal.

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan pembagian nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel (Kinnear dan Taylor 1991).

3. Penentuan Peringkat (Rating)

Nilai pembobotan pada setiap variabel kemudian dikalikan dengan peringkat berdasarkan nilai tingkat kepentingannya untuk mendapatkan skor pembobotan. Total skor pembobotan didapatkan dari hasil penjumlahan skor pembobotan dari semua faktor strategis. Total skor pembobotan berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan IFE di bawah 2,5 maka dapat dinyatakan bahwa faktor internal lemah, sedangkan jika berada di atas 2,5 maka dinyatakan faktor internal kuat. Hal yang sama juga berlaku untuk total skor pembobotan EFE (David 2008).

Nilai total skor pembobotan IFE dan EFE selanjutnya dipetakan dalam matriks Internal-Eksternal (IE) (Gambar 6). Pemetaan ke Matriks IE bertujuan untuk mengetahui kondisi tata ruang hijau yang ada pada saat ini berdasarkan faktor-faktor internal eksternal. Matriks IE terbagi menjadi sembilan kolom dengan pembagian kolom I, II, dan IV untuk strategi yang tumbuh dan membangun (Growth and Build); kolom III, V, dan VII untuk strategi yang mempertahankan dan memelihara (Hold and Maintain); serta kolom VI, VIII, dan IX untuk strategi pemanenan dan divestasi (Harvest and Divest) (David 2008). Nilai total skor pembobotan dipetakan pada Matriks IE untuk mengetahui posisi tata ruang hijau Rusunawa saat ini pada kolom-kolom yang ada. Posisi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan dan menyusun strategi yang tepat untuk perbaikan tata ruang hijau Rusunawa.

4. Penyusunan Alternatif Strategi

Alat bantu untuk menyusun strategi perbaikan tata ruang hijau rumah susun adalah matriks SWOT (Tabel 6) yang berisi kemungkinan strategi alternatif yang dapat digunakan. Terdapat empat jenis strategi yang dihasilkan, yaitu:

a. Strategi SO, yaitu dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk mengambil peluang sebesar-besarnya.

(39)

c. Strategi WO, yaitu dengan mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan.

d. Strategi WT, yaitu dengan meminimalisir kelemahan-kelemahan untuk menghindari ancaman.

Gambar 6 Matriks internal eksternal

Matriks SWOT tersebut dapat menghasilkan beberapa alternatif strategi perbaikan tata ruang hijau Rusunawa sehingga kekuatan dan peluang dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan serta kelemahan dan ancaman dapat diminimalisir dan diatasi.

5. Pembuatan Tabel Rangking Alternatif Strategi

Penentuan rangking prioritas strategi yang telah dihasilkan dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait dan berpengaruh dalam strategi tersebut, kemudian dilakukan penjumlahan skor pembobotan dari masing-masing faktor tersebut (Shodiq 2013). Hasil perhitungan tersebut menjadi nilai bagi strategi yang ada. Penentuan rangking prioritas dilakukan berdasarkan urutan nilai strategi yang terbesar hingga yang terkecil. Perangkingan ini dilakukan secara subyektif dengan memaksimumkan kekuatan (Strenght) dan peluang (Opportunity) serta meminimumkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threat).

Tabel 6 Matrix SWOT Eksternal

Internal

Opportunities Threats

Strenghts Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil kesempatan yang ada

Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi

Weakness Mendapatkan keuntungan dari kesempatan yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan

Meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada

Konsep Desain Tata Ruang Hijau

(40)

data yang dibutuhkan dan analisis yang digunakan dalam penelitian serta output yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alur penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Rusunawa Jatirawasari terletak di Kelurahan Cempaka Putih Barat, Kecamatan Cempaka Putih Jakarta Pusat. Rusunawa ini berada di tengah pemukiman padat di tengah kota Jakarta, sehingga lokasi di sekitar Rusunawa didominasi oleh bangunan-bangunan dan perkerasan. Rusunawa yang berdiri pada lahan seluas 5.875 m2 ini dibangun pada tahun 2005-2006, terdiri atas 5 lantai dan dua blok yaitu Blok A yang terdiri dari 80 unit Sarusun type 30 dan Blok B yang terdiri dari 100 unit Sarusun type 21. Berdasarkan data pengelola Rusunawa Jatirawasari, jumlah keluarga yang mengisi Rusunawa saat dilakukan penelitian sebanyak 167 Kepala Keluarga (KK), 75 KK di Blok A dan 92 KK di

Input: Output:

Analisis I: Analisis Karakteristik (Metode Analisis: Deskriptif,

komparatif)

Analisis II: Analisis Pengaruh Ruang Hijau terhadap Kenyamanan Klimatologis

(Metode Analisis: Uji Nilai Tengah Duncan, Uji Sidik Ragam)

Analisis III: Persepsi dan Preferensi Penghuni (Metode Analisis: Chi-square, Skoring) Karakteristik Ruang

Hijau

Analisis:

Konsep Desain Tata Ruang Hijau

Rusunawa Suhu, Kelembaban,

Kecepatan angin

Data Kuesioner Persepsi dan Preferensi Penghuni

Gambar

Tabel 3  Deskripsi jenis dan sumber data
Gambar 3  Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengukuran di lapangan anemometer
Gambar 4  Ilustrasi pengamatan dengan alat abney level
Gambar 5  Titik-titik lokasi pengamatan suhu, kelembaban relatif dan kecepatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biaya hidup yang terjangkau serta kualitas hunian yang layak dan sehat seharusnya dirasakan oleh penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kaligawe Kota Semarang yang

PENGARUH KOMPONEN FISIK RUMAH SUSUN, SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT SKABIES DIRUMAH SUSUN SEWA SEDERHANA DIKOTA MEDAN TAHUN 2015.. No Kejadian Skabies

Hal tersebut ditinjau dari peletakkan massa bangunan pada kawasan Rumah Susun Sewa Sederhana Cingised yang berada diantara tiga massa bangunan lainnya, sehingga

Tujuan dari studi ini adalah menunjukkan perbedaan antara perhitungan harga sewa maupun sewa-beli secara normatif dengan yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta

Hal tersebut ditinjau dari peletakkan massa bangunan pada kawasan Rumah Susun Sewa Sederhana Cingised yang berada diantara tiga massa bangunan lainnya, sehingga

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti di Rumah Susun Sederhana Sewa Wonocolo atau Rusunawa Wonocolo, bahwa terdapat ketidaksesuaian pada penerapan tarif

PERSONAL HYGIENE DAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT PADA PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA..

Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut dengan Rusunawa adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam