• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Disharmonis Penghuni Pada Rumah Susun Sederhana Sewa (RuSuNaWa) Di Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Disharmonis Penghuni Pada Rumah Susun Sederhana Sewa (RuSuNaWa) Di Kota Tebing Tinggi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi

Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing

Tinggi terletak pada 3°19’-3°21’ LU dan 98°11’-98°21’ BT. Kota Tebing Tinggi

terdiri dari 5 kecamatan dan 35 kelurahan dengan luas wilayah 38.438 km2.

Kecamatan Padang Hilir merupakan kecamatan yang terluas dengan luas 11.441

km2 atau 29,76% dari luas Kota Tebing Tinggi. Batas wilaya

Tabel 1.1 Batas Wilayah Kota Tebing Tinggi

Bagian Wilayah

Sebelah Utara PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai

Sebelah Timur PT. Socfindo Kebun Tanah Besih, Kabupaten Serdang Bedagai

Sebelah Selatan PTPN IV Kebun Pabatu , Kabupaten Serdang Bedagai

Sebelah Barat PTPN III Kebun G

unung Pamela Bandar Bejambu , Kabupaten Serdang Bedagai

Sumber: Data BPS Kota Tebing Tinggi 2012

Berdasarkan Data BPS Kota Tebing Tinggi, pada pertengahan tahun 2011

jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi sebanyak 146.606 jiwa dengan jumlah

rumah tangga sebanyak 35.232 rumah tangga. Dengan luas wilayah Kota Tebing

Tinggi yang hanya 38.438 km2, tingkat kepadatan penduduk kota Tebing Tinggi

(2)

Tabel 1.2 Presentase Perseberan Penduduk Kota Tebing Tinggi

Wilayah Penduduk (jiwa) Presentase (%)

Kecamatan Bajenis 33.411,50 jiwa 22,79%

Kecamatan Rambutan 31.798,84 jiwa 21,69%

Kecamatan Padang Hilir 30.318,12 jiwa 20,68%

Kecamatan Padang Hulu 26.975,50 jiwa 18,40%

Kecamatan Tebing Tinggi Kota 24.102,02 jiwa 16,44%

Jumlah penduduk 146.606 jiwa 100%

Sumber: Data BPS Kota Tebing Tinggi 2011

Di tahun 2011 di Kota Tebing Tinggi terdapat 36.171 keluarga yang terdiri

dari 313 Keluarga Pra Sejahtera dan 35.858 Keluarga Sejahtera. Keluarga

Sejahtera terdiri dari 7.301 Keluarga Sejahtera I, 11.993 Keluarga Sejatera II, dan

14.192 Keluarga Sejahtera III, dan 2.372 Keluarga Sejahtera III+. Hal ini

mengindikasikan bahwa ada 0,86% keluarga di Kota Tebing Tinggi yang belum

dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal seperti sandang, pangan, papan,

kesehatan, pengajaran dan agama sedangkan untuk keluarga yang sudah dapat

memenuhi kebutuhan dasar minimal ada 99,13%. Di tahun 2008 terdapat 23.070

penduduk miskin, di tahun 2009 terdapat 25.030 penduduk miskin, dan tahun

2010 18.900 jiwa.

Wilayah perkotaan dengan kompleksitas segala permasalahan yang ada,

seperti halnya jumlah penduduk yang mendiami wilayah perkotaan semakin

bertambah seiring waktu. Secara umum masyarakat berlomba-lomba untuk datang

ke wilayah perkotaan untuk memperoleh suatu profesi pekerjaan untuk memenuhi

kebutuhan hidup. Anggapan mendasar bahwa di wilayah kota masyarakat bisa

mudah mendapatkan pekerjan yang layak, tidak jarang banyak masyarakat yang

(3)

urbanisasi ini yaitu berlebihnya jumlah penduduk yang mendiami suatu wilayah

tertentu sehingga menciptakan suatu permasalahan baru di masa mendatang.

Dengan luas wilayah lahan yang terbatas serta wilayah yang dijadikan

sentral kegiatan perekonomian menciptakan suatu kelangkaan suatu lahan yang

membuat harga lahan manjadi melambung tinggi. Harga lahan yang tinggi akan

menjadikan masyarakat merasa sulit untuk memperolehnya dikarenakan tidak

semua warga masyarakat memiliki perekonomian yang memadai. Selain langka

dan mahalnya harga lahan/tanah di wilayah kota untuk pembangunan perumahan,

beberapa permasalahan mendasar berupa: beban biaya yang tinggi dalam

pengurusan proses perizinan (izin pemanfaatan ruang, lokasi, sertifikasi tanah dan

mendirikan bangunan), beban pajak, keterbatasan sarana prasarana dan utilitas

(PSU). Perlu diingat bahwa kebutuhan mendasar manusia memiliki tiga aspek

yaitu: pangan, sandang dan papan. Kebutuhan dasar tersebut harus dipenuhi bagi

setiap manusia dan terlepas dari kebutuhan yang lainnya setelah kebutuhan dasar

terpenuhi terlebih dahulu.

Kecenderungan yang ada saat ini bahwa di wilayah kota memiliki

permukiman kumuh (Slum Area) yang biasanya berada pada daerah aliran sungai

(DAS), jalur rel kereta api, dan lainnya. Hal tersebut diakibatkan oleh

ketidakmampuan masyarakat untuk memiliki hunian berupa rumah yang memiliki

harga yang relatif tinggi, sehingga masyarakat menengah kebawah (miskin) tidak

sanggup memenuhi kebutuhan papan yang layak huni. Dengan adanya kawasan

kumuh menciptakan kondisi yang tidak nyaman, kesemrawutan dan jauh dari nilai

(4)

kejahatan. Terlebih lagi bahwa pendirian bangunan tanpa izin dari pihak terkait

merupakan contoh dari tindakan melanggar hukum.

Pemerintah dalam hal ini berperan mensejahterakan masyarakat, berupaya

memberikan program terbaik untuk menyelesaikan suatu masalah. Salah satunya

yaitu memenuhi kebutuhan dasar setiap individu yaitu pemenuhan kebutuhan

papan yaitu hunian (rumah). Untuk mendekatkan kembali masyarakat

berpenghasilan menengah ke bawah ke pusat aktivitas kesehariannya dan

mencegah tumbuhnya kawasan kumuh (Slum Area) di perkotaan, maka

direncanakan suatu pembangunan hunian secara vertikal berupa rumah susun

(Flat). Dengan intensitas bangunan tinggi, diharapkan dapat mendorong

pemanfaatan lahan lebih efisien dan efektif.

Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA) ini dapat

mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah layak huni yang terjangkau bagi

masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), peningkatan efisiensi penggunaan

tanah sesuai peruntukan tata ruang, serta meningkatkan daya tampung, mobilitas,

produktivitas, dan daya saing kota. Salah satunya pembangunan RUSUNAWA di

Kota Tebing Tinggi yang beralamat lengkap pada Jl. Syech Beringin, Kelurahan

Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. Sejak tahun 2010 RUSUNAWA tersebut

telah beroperasi dan ditujukan untuk ditempati oleh masyarakat berpenghasilan

rendah (MBR) sebanyak 192 kepala keluarga. Bangunan terdiri dari 2 blok dan 5

lantai. Tipe RUSUNAWA adalah tipe 24 yang terdiri dari 1 kamar, ruang tamu,

kamar mandi, dapur, dan balkon (tempat jemuran).

(5)

Berdasarkan keadaan nyata dilapangan, bahwa saat ini rumah susun

sederhana sewa (RUSUNAWA) yang semula bisa dihuni oleh 192 kepala

keluarga sekarang kondisinya hanya bisa dihuni sebanyak 172 kepala keluarga.

Hal ini disebabkan sekitar 20 kamar hunian mengalami kerusakan akibat dari

kesalahan penggunaan. Penghuni RUSUNAWA tidak memperdulikan kondisi

lingkungan huniannya, minim akan perawatan. Hal ini bisa dilihat dari lingkungan

hunian yang tampak kumuh, kotor dan tidak nyaman. Disisi lain juga penghuni

memiliki budaya sosial yang terkesan individualis, tidak peduli dengan sekitar dan

kurang harmonis antar penghuni yang mendiami lingkungan hunian tersebut.

RUSUNAWA dihuni oleh masyarakat yang memiliki berbagai karakter

latar belakang pendidikan, kebudayaan, agama, etnis, ras yang berbeda sehingga

akan memaksa penghuni yang mendiami tempat tersebut untuk menjaga jarak

dengan penghuni lainnya. pada akhirnya sangat mempengaruhi proses interaksi

yang terjalin antar pengelola maupun antar penghuni. Penghuni yang ada

sebelumnya tidak saling mengenal sehingga pada saat telah mendiami hunian itu,

mereka belum bisa saling percaya sepenuhnya kepada individu lain. Desain

hunian bangunan yang minim serta berorientasi pada konsep pembangunan

secara vertikal ditujukan untuk dapat menampung secara maksimal seluruh

penghuni yang ada, sehingga terbangun suatu hubungan lahiriah diantara para

penghuninya karena mereka tinggal di tempat yang sama. Hubungan yang terjalin

merupakan konsekuensi logis dari persinggungan yang tidak sengaja. Tradisi

tegur sapa, senda gurau, serta kerja sama sangat lah minim karena pada dasarnya

individu di sibukkan pada aktivitas pekerjaan di luar. Dengan latar belakang

(6)

yaitu miskin sehingga adanya suatu kecenderungan sikap tidak peduli pada

lingkungan tempat tinggalnya, mereka hanya berpikir pada pemenuhan kebutuhan

hidup mereka sendiri. Sikap individu lebih dominan terjadi pada masyarakat yang

tinggal di hunian ini.

Penyediaan ruang terbuka untuk dapat digunakan bersama oleh penghuni,

seperti ruang pertemuan dan taman bermain merupakan suatu konsep untuk

memberikan ruang interaksi bagi penghuninya dengan mengadakan berbagai

kegiatan yang menunjang dalam proses berinteraksi. Setiap penghuni yang

mendiami tempat tersebut berperan serta dalam segala kegiatan yang positif untuk

kawasan daerah tempat tinggalnya seperti menjaga hubungan yang baik antara

penghuni dan pengelola, hubungan antar penghuni yang ada serta menjaga segala

fasilitas sarana dan prasarana yang telah menunjang di RUSUNAWA.

Kondisi bangunan RuSuNaWa yang kotak menjulang ke atas serta rumah

berdekatan memberikan berbagai kemungkinan dalam proses interaksi sosial yang

diwujudkan dalam sikap-sikap asosiatif maupun disosiatif baik dengan sesama

penghuni maupun dengan pengelola RuSuNaWa. Interaksi sosial terjalin di semua

lapisan masyarakat dan tidak ada manusia yang tidak berinteraksi dengan orang

lain, tetapi pada kenyataannya interaksi yang terjalin pada masyarakat perkotaan

lebih cenderung individual dan hal tersebut sedikit banyak juga berpengaruh pada

penghuni RUSUNAWA yang kehidupannya sudah mengikuti perkembangan

perkotaan.

(7)

Berangkat dari kondisi latar belakang seperti yang telah diuraikan, peneliti

tertarik melakukan kajian sosiologis untuk dijadikan sebuah skripsi dengan judul

“Disharmonis Antar Penghuni Pada Rumah Susun Sederhana Sewa

(RUSUNAWA) di Kota Tebing Tinggi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka peneliti membuat

rumusan masalah berdasarkan fokus penelitian. Adapun yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana ketidakharmonisan antar penghuni Rumah Susun Sederhana

Sewa (RUSUNAWA) di Kota Tebing Tinggi ?

2. Bagaimana ketidakharmonisan antar penghuni dan pengelola Rumah

Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA) di Kota Tebing Tinggi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui ketidakharmonisan antar penghuni Rumah Susun

Sederhana Sewa (RUSUNAWA) di Kota Tebing Tinggi.

2. Untuk mengetahui ketidakharmonisan antar penghuni dan pengelola

(8)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah wawasan

kajian ilmiah yang berkaitan dengan interaksi sosial sosial antar penghuni

rumah susun sederhana sewa (RUSUNAWA) di Kota Tebing Tinggi serta

dapat memberikan data pendukung bagi kajian ilmu pengetahuan sosial

khususnya dalam sosiologi perkotaan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk memahami

permasalahan-permasalahan sosiologis yang muncul di masyarakat dan

diharapkan menjadi referensi penunjang bagi instansi-instansi terkait

perihal pengambilan kebijakan oleh pemerintah dalam penanganan

Gambar

Tabel 1.1 Batas Wilayah Kota Tebing Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana wujud rancangan Rumah Susun Sewa Sederhana (RUSUNAWA) di Yogyakarta yang dapat membawa dampak sehat bagi para penghuninya, baik sehat jiwa maupun raga, melalui

PENGARUH KOMPONEN FISIK RUMAH SUSUN, SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT SKABIES DIRUMAH SUSUN SEWA SEDERHANA DIKOTA MEDAN TAHUN 2015.. No Kejadian Skabies

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan pelaksanaan perikatan sewa di rumah susun sederhana sewa serta sanksi bila penyewa telah melangar perikatan

UPTD Rumah Sewa adalah pihak yang mempunyai kewenangan dalam melakukan pengelolaan Rusunawa sebagai pemenuhan rumah tinggal yang bermartabat, nyaman, aman dan

Dengan menggunakan pertimbangan dari fungsi estetika maka tema taman yang diambil pada hunian Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA) Kerkof 2 Surakarta adalah tema taman dengan

Rumah Susun Sederhana Sewa, selanjutnya disingkat Rusunawa adalah bangunan gedung bertingkat yang dikelola daerah yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi

(2) Dalam hal pejabat pada UPT Rusunawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diisi, maka pengelolaan rusunawa dilaksanakan oleh Tim Pengelola Rumah Susun

Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut dengan Rusunawa adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam