• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi penyandang tuna netra: studi kasus di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi penyandang tuna netra: studi kasus di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung Provinsi Jawa Barat"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KAPASITAS KElEMBAGAAN

KOPERASI PENYANDANG TUNA NETRA

(Studi kasus di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung Propinsi Jawa Barat)

MUlYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi Penyandang Tuna Netra (Studi Kasus di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kola Bandung) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan linggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang dilerbilkan maupun tidak dilerbilkan dari penulis lain lelah disebulkan dalam leks dan dicanlumkan dalam Daftar Puslaka di bag ian akhir lugas akhir ini.

Bogor, Desember 2006

(3)

ABSTRAK

Mulyati, Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi Penyandang Tuna Netra di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung. Dibimbing oleh Dr. Edi Suharto, M.Sc sebagai ketua dan Dr.lr. Titik Sumarli,MS sebagai anggota komisi pernbimbing.

Pemerintah dalam hal ini Deparlemen Sosial telah berusaha memberdayakan penyandang tuna netra melalui berbagai program, diantaranya adalah memberikan program rehabilitasi kepada penyandang tuna netra yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Netra Wyata Guns Bandung. Setelah hidup di ABAAセセセXイSォ。エL@ penyandang tuna netra telah dapat memanfaatkan keterampilannya untuk mencari nafkah, tetapi karena tingginya biaya hidup dan ketatnya persaingan kerja membuat banyak diantara mereka yang masih hidup dalam keadaan miskin.

Untuk menanggulangi permasalahan keuangan yang selama ini dirasakan berat oleh penyandang tuna netra, mereka membentuk lembaga koperasi. Secara konseptual, koperasi mempunyai fungsi yang sangat ideal, yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota, serla memperlinggi kualitas kehidupan anggota. Namun pada kenyataannya koperasi penyandahtl tuna netra yang ada di kelurahan Pasirkaliki baru sebagai tempat untuk membantu memenuhi kebutuhan konsumsi saja belum kepada peningkatan tarap hidup anggotanya. Sehingga proses pemberdayaan yang diharapkan terjadi melalui media kelembagaan koperasi belum terwlljud. Dengan demikian, koperasi yang sudah ada tersebut harus dikembangkan agar dapat berfungsi seperli yang diharapkan.

Tujuan utama dari kajian ini adalah menyusun program pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi secara parlisipatif. Namun demikiSn, sebelum

ウ。ュセ。ゥ@ pada tujuan utama tersebut, kajian ini juga berlujuan nienganalisis keragaan dan permasalahan koperasi serla mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keragaan koperasi.

(4)

ABSTRACT

Mulyati, Institutional Capacity Building of Cooperation for the Blind Clients at Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Bandung City. Advisor team: Dr Edi Suharto, M.Sc, as the Chairman, and Dr. Ir. Titik Sumarti, MS, as the Member of Advisor Commission.

On behalf of the government, the Department of Social Affairs has attempted to empower the blind clients through several programs, which is one of them the provision of rehabilitation program implemented at Social Institution "Bina Netra Wyata Guna Bandung". After following any programs facilitated by the ZセウエZエオエゥッョL@ the blind clients are expected to be able to practice and utilize their skills in the society to earn a living. Because of the height of living cost and the tightness of work competition, however they are still living in poor condition.

In order to handle financial problem they feel so hard to fulfill, they create cooperation institution. Cooperation has conceptually highly ideal function which is developing potential and economy capacity of rnembers as well as enhancing the life quality. In fact, however the cooperation organized by the blind clients at Kelurahan Pasirkaliki still has limited function, only on the availability of daily rheal not on adequate lite level of their members so that the expected empowerment through cooperation institution is not manifested yet. Therefore, the existing cooperation should be developed in order to do its function as expected by the members.

The main purpose of this study is to design the institutional capacity blJildln!1 program of cooperation in participatory way. In addition, this study aims to analyze the performance and the problems encountered by cooperation, and to know any factors influencing the performance of cooperation as well.

(5)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak Cipta dilindung

(6)

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN

KOPERASIPENYANDANG TUNA NETRA

(Studi Kasus di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung Propinsi Jawa Barat)

Mulyati

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesior1al pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tugas Akhir

Nama NRP

dセe、ゥsオィ。イエッLmNs」@

Ketua

Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi Penyandang Tuna Netra (Studi Kasus di Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung Propinsi Jawa Barat )

Mulyati A.154050075

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.lr.

Diketahui

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada A!!ah SWT atas segala kasih sayang dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2006 ini adalah Penguatan Kapasitas Kelembagaan I(operasi Dalam Memberdayakan Penyandang Tuna Netra.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada penuluis, Bapak Dr. Edi Suharto, M.Sc dan Ibu Dr.Ir.Titik Sumarti MS selaku pembimbing, serta Dr. Djuara P. Lubis yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kasno beserta jajaran pengurus dan anggbta koperasi Indera Raba, Bapak Drs.H. Hadi AI Ustad beserta staf dari PSBN Wyata QlJna, Bapak Soni dari Dinas Koperasi, Bapak Hasan beserta slaf dari PT Ilio Farma, serta BaRak Harun dari P2KP kelurahan Pasitkaliki yang telah membanlu selama perltJumpulan data. Ungkapan tl:!tir1la kasih juga disatnpaikan kepada ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

ウ。ケ。ョセョケ。N@

Setnoga karya ilmiah ini berrnanfaat.

Bogor, DesemtJer 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Mulyati dilahirkan di Bandung pad a tanggal 16 Oesember 1967 dari Ayah Mangun Karyo, (aim) dan Ibu Suwatni. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Tahun 1995 menikah dengan Rusmana dan telah memiliki dua orang anak, yaitu Alma Rifdah Oesiyana serta Naila Fadilah.

(10)

DAFTARISI

Halaman

Daftar Tabel. ... '... ... xii

Bab I Pendahuluan... 1

1.1. Latar Belakang... ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan... 5

Bab II Tinjauan Pustaka... 6

2.1. Konsepsi Pengembangan Kapasitas... ... 6

2.2. Konsepsi Per1gembangan Kelembagaan ... 8

2.3. Konsepsi Koperasi... 9

2.4. Pemberdayaan Penyandang Tuna Netra... 13

2.5. Kerangka Pemikiran Pengembangan Kapasitas KelembagaanKoperasi... 17

Bllb III Metodologi... 20

3.1. Metode Kajian... 20

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian... 20

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 21

3.4. Pengolahan Data... 25

3.5. Metode Perancangan Program... 25

Bab IV Peta Sosial Masyarakat Kelurahan Pasirkaliki... ... ... 27

4.1. Kondisi Geografi dan Potensi Sumber Daya Alam... 27

4.2. Kondisi Demografis... 29

4.3. Sistem Ekonomi... 33

4.4. Struktur Komunitas... 36

4.4.1. Pelapisan sosial... 36

4.4.2. Kepemimpinan... 37

4.5. Kelembagaan dan Organisasi... 38

(11)

Bab V HasH dan Pembahasan... 44

5.1. Gambaran Mengenai Koperasi Penyandang Tuna Netra.. 44

5.2. Pengembangan Ekonomi Komunitas Penyandang Tuna Netra Melalui Koperasi ... .... ... ... ... ... .... ... 47

5.3. Pengembangan Modal So sial Dalam KoperasL... 49

5.4. Analisis Keragaan dan Permasalahan Koperasi... 49

5.4.1. ModaL... ... ... .... ... ... 50

5.4.2. Manajemen... 52

5.4.3. Keragaan Usaha... 54

5.4.4. Jaringan... 56

5.5. Faktor-Faktor yang berpengaruh dalam Keragaan Koperasi... ... ... .... ... ... ... ... ... 58

5.5.1. Kapasitas Pen gurus... 59

5.5.2. Kapasitas Anggota... 61

5.5.3. Dukungan dari Pihak Luar... 63

5.6. Ikhtisar... 65

Bab VI Rancangan Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi... ... 67

6.1. Latar Belakang Penyusunan Program... 67

6.2. Langkah-Iangkah strategis dan Prinsip Pengembangan Koperasi... 68

6.3. Potensi dan Hambatan dalam Pengembangan Koperasi... 69

6.4. Proses Penyusunan Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi... 71

6.5. Program AI<si... ... "... 74

6.5.1. Kegiatan Pelatihan... 74

6.5.2. Kegiatan Pendampingan... 75

6.5.3. Kegiatan Kemitraan... 75

Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi... ... ... ... ... 77

7.1. Kesimpulan... ... ... 77

7.2. Rekomendasi... ... ... 79

Daftar Pustaka ... ·... 81

(12)

DAFT AR T ABEL

Halaman 1. Tujuan, variabel, parameter, sumber, teknik dan instrumen

pengumpulan data... 23

2. Jumlah penduduk kelurahan Pasirkaliki menurut umur dan

jenis kelamin pada tahun2005... ... 28

3. Jumlah penduduk penyandang tuna netra menurut umur dan

jenis kelamin di kelurahan Pasirkaliki pad a tahun 2005... 29

4. Jumlah penduduk kelurahan Pasirkaliki menurut tingkat pendidikan

pada tahun 2005... 31

5. Jumlah penduduk penyandang tuna netra menurut tingkat

pendidikan di kelurahan Pasirkaliki pad a tahun 2005... 31

6. Jumlah penduduk kelurahan Pasirkaliki berdasarkan

mata pencaharian pada tahun 2005... 32

7. Jumlah penduduk penyandang tuna netra berdasarkan

mata pencaharian di kelurahan Pasirkaliki pad a tahun 2005... 33

8. Keragaan dan Permasalahan Koperasi... .... .... ... .... 57

9. Faktor-Faktor yang mempengaruhi keragaan Koperasi... 63

10. Potensi, Permasalahan dan Harapan dalam Pengembangan

Koperasi... 69 11. Masalah, prioritas masalah dan alternatif pemecahan masalah... 71

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kegiatan Wawancara... 84

2. Kegiatan Diskusi Kelompok ... ... ... ... ... 85

(14)

1.1. Latar Belakang

BAB I

PENDAHULUAN

Paradigma baru dalam pemberdayaan memberikan pemahaman, bahwa sebenarnya masyarakat memiliki kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan pembangunan serta mewujudkan kesejahteraannya. Berbagai bentuk hubungan sosial, kepercayaan dan jaringan kerjasama yang tumbuh dalam masyarakat merupakan modal bagi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri. Hal ini berarti menjadikan seluruh warga masyarakat termasuk penyandang cacat memiliki ォ・ュ。ューセ。ョ@ dalam menghadapi dan mengatasi permasalahannya. Setiap individu warga masyarakat memperoleh dan diberi kesempatan untuk mengembangkan l,apasltasnya termasuk warga penyandang cacat sebagai bag ian dari kelompok yang kurang beruntung yang merupakan bag ian penting dalam masyarakat untuk diberdayakan.

Penanganan masalah sosial ponyandang cacat merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat pengembangan pelayanan kesejahteraan sosial sebagai upaya untuk memberdayakan para penyandang cacat sehingga mampu melaksanakan lungsl sosialnya dalam kehidupan masyarakat. Penyandang cacat berdasarkan UU RI no. 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untllk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: (a) penyandang cacat fisik, (b) penyanclang cacat mental dan (c) penyandang cacat fisik dan mental.

(15)

(b) bimbingan mental, (e) bimbingan fisik, (d) bimbingan sosial, (e) bimbingan keterampilan, (f) terapi penunjang, (g) bimbingan resosialisasi, (h) bimbingan dan pembinaan usaha, serta (i) bimbingan lanjut.

Penyandang tuna netra yang banyak terdapat di Kelurahan Pasirkaliki merupakan penyandang tuna netra yang telah mengikuti Rehabilitasi di Panti SO$ial Bina Netra Wyata Guna Bandung. Jumlah penyandang tuna netra yang ada di Ke!urahan Pasir!<aliki berdasarkan wawancara dengan informan pada bulan Maret 2005 adalah 102 orang. Dari jumlah tersebut 35 orang sudah tercatat sebagai penduduk tetap, sedangkan sisanya yang berjumlah 67 orang belum tercatat sebagai penduduk tetap dan hidup dalam keadaan miskin. Dawam r。ィ。セッ@ sebagaimana dikutip oleh Jamasy (2004) menyebutkan bahwa ada tujuh falctor penyebab kemiskinan yang terkait satu sama lain. Faktor-falctor tersebut adalah: (1) kecilnya kesempatan ォ・セ。@ sehingga masyarakat ti:lak memiliki penghasilan tetap, (2) upah/gaji di bawah standar minimum, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, (3) produktivitas kerja yang rendah, (4) keadaan aset, misalnya lahan untuk bertani dan modal untuk melakukan usaha, (5) diskriminasi dalam jenis kelamin dan kelas sosial, (6) tekanan harga, misalnya karena mekanisme permintaan dan penawaran beba,;, dan (7) penjualan tanah yang berpotensi untuk masa depan keluarga.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat dijelaskan bahwa penyandang cacat merupakan bag ian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cac",t. Sehubungan dengan hal tersebut, maka strategi pemberdayaan masyarakat harus diarahkan kepada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat. Peningkatan kemampuan masyarakat itulah yang dikenal dengan pengembangan kapasitas.

(16)

pembentukan koperasi ini adalah untuk membantu sesama penyandang tuna netra dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Tetapi dengan berjalannya waktu, tUjuanpun berkembang untuk pengembangan usaha anggota.

Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi yang dibentuk oleh penyandang tuna netra itu belum dapat disebut koperasi karena belul'1 memenuhi ketentuan-ketentuan yang harus ada, seperti adanya anggaran dasar, berbadan hukum serta melaksanakan rapat anggota tahunan sesuai dengan ketentuan. Walaupun demikian keberadaan koperasi yang mereka bentuk dirasakan telah banyak memberi manfaat bagi para penyandang tuna netra karena sebagian permasalahan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat terbantu melalui koperasi. Selain permasalahan keabsahan sebagai lembaga koperasi, kegiatan yang mereka namakan koperasi juga mengalam. beberapa hambatan untuk dapat berkembang, di antaranya kekurangan modal untuk pengembangan usaha serta rendahnya pengetahuan dan keterampilan pengurus dalam hal manajerial koperasi.

Nasdian (2005) berpendapat bahwa pengembangan usaha-usaha produktif skala kecil dan menengah seringkali mengabaikan kemampuan kelembagaan, karena hampir semua kelembagaan yang mendukung sektor ini lemah dalam: (a) merancang rencana kegiatan yang luwes, (b) manajemen dan administrasi secara profesional, (c) mengoperasionalkan dan melaksanakan tugas kelembagaan secara efektif, dan (d) melanjutkan pendanaan secara efisien dan mandiri.

Kajian ini dirasakan penting bagi komunitas penyandang tuna netra di Kelurahan Pasirkaliki. Diharapkan dengan kajian ini dapat membantu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi secara partisipatif, artinya dari proses menentukan masalah sampai kepada rencana kegiatan untuk menyelesClikan masalah dilakukan dengan melibatkan komunitas penyandang tuna netra dan melibatkan stakeholder secara aktif.

(17)

karakteristik permasalahan sama, tentunya dengan modifikasi sesuai dengan jenis kecacatan dan daerah masing-masing.

Berdasarkan hal tersebut di atas diperlukan berbagai strategi untuk penguatan kapasitas kelembagaan koperasi agar dapat lebih baik dan lebih banyak memberikan manfaat kepada para penyandang tuna netra selaku aggota koperasi sehingga para peJ1yandang tuna netra tersebut dapat lebih berdaya. Oleh karena itu perlanyaan pokok kajian ini adalah upaya-upaya atau strategi apa yang dapat dilakukan untuk dapat menguatkan kelembagaan koperasi agar dapat memberdayakan penyandang tuna netra?

1.2. Rumusan Masalah

Studi ini difokuskan pada penguatan kelembagaan koperasi dalam memberdayakan penyandang tuna netra. Dengan penguatan kelembagaan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka dalam memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan sesuai dengan aspirasi mereka sendiri.

Berhasil tidaknya sebuah koperasi bukan hanya ditentukan oleh faktor dari dalam koperasi, tetapi dipengaruhi juga oleh fai<tor dari luar koperasi. Yang dimaksud fai<tor luar disini adalah kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi keberlangsungan koperasi baik yang berasal dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. Bagaimana pihak luar ini dapat mengakomodir kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan koperasi serta bagaimana koperasi dapat mengakses terhadap pemerintah, swasta maupun masyarakat merupakan fai<tor yang sangat berpengaruh. Suharto (2005) menyebutkan bahwa program-program pemerintah termasuk program-program kesejahteraan sosial, dipandang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan secara luas dan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan fai<tor dari dalam koperasi adalah berhubungan dengan kapasitas individu (pengurus dan anggota) serta kelembagaan koperasi itu sendiri. Menurut sumber yang sama dijelaskan bahwa salah satu model prai<tik pekerjaan sosial adalah model kekuatan yang lebih ditekankan pada bagaimana menggali dan memobilisasi sumber-sumber yang terkait dengan klien, baik sumber intemal yang ada pad a diri klien sendiri maupun sumber ekstemal yang berada di lingkungan sekitar klien.

(18)

dalam mengembangkan kemampuan untuk menyediakan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan anggota, pengelolalan kegiatan yang belum tertata rapih serta belum terbukanya jejaring dengan pihak luar. Penguatan kelembagaan tidak saja membahas hal-hal yang berkaitan dengan lembaga terse but, tetapi juga menyangkut individu-individu sebagai pengurus dan anggota koperasi terse but serta mengenai dukungan pihak luar. Ketiganya saling mempengaruhi terhadap perkembangan kelembagaan koperasi. Oleh karena itu untuk mengkaji upaya pengembangan kelembagaan koperasi dalam memberdayakan penyandang tuna netra maka terlebih dahulu dipelajari hal-hal sebagai bertkut: 1. Bagaimana keragaan dar penmasalahan yang dihadapi koperasi?

2. Faktor-faktor apa l'aja yang berpengaruh dalam keragaan koperasi? 3. Strategi apa yang dapai dilakukan untuk mE:ngembangkan kelembagaan

koperasi sehingga dapat memberdayakan penyandang tuna netra?

1.3. Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan rtncian masalah tersebut di atas maka tujuan yang diharapkan dart kajian ini adalah mengkaji kapasitas kelembagaan koperasi dan bagaimana cara menguatkannya. Secara khusus tujuan dart kajian ini adalah :

1. Mempelajari keragaan dan permasalahan yang dihadapi koperasi. 2. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh dalam keragaan koperasi.

3. Merumuskan strategi dan program yang dapat dilakukan untuk dapat mengembangkan kapasitas I<operasi.

1.4. Kegunaan Kajian

Hasil dart kajian ini diharapkan dapat membertkan sumbangan pemikiran bagi upaya pemberdayaan penyandang tuna netra, yaitu :

1. Memberikan masukan tentang program pengembangan kelembagaan koperasi bagi penyandang tuna netra.

2. Memberikan masukan tentang program pemberdayaan penyandang tuna netra bagi aparat pemertntahan di Kelurahan Pasirkaliki.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUST AKA

2.1. Konsepsi Pengembangan Kapasitas

Menurut Eade (1977) dalam Tonny dan Utomo (2005), pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang memiliki hak yang sama terhadap sumberdaya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Pengembangan kapasitas masyarakat bertujuan untuk mengkombinasikan fokus yang lebih rind pad a setiap situasi dengan visi strategi yang luas dalam jangka panjang. Oari sumber yang sama juga disebutkan bahwa kapasitas masyarakat merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan セゥNNゥェェェ「gイ、。ケ。@ manusia sehingga menjadi suatu local capacity. Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat. Sementara it!..! pイ。ウセ、ェセ@ (2001!) mengemukakan bahwa penguatan adal1::h suatu proses upaya yang sistematis menjadikan ketahanan sosial suatu masyarakat menjadi lebih baik, dinamis, berdaya dan kuat dalam menghadapi berbagai pemenuhan kebutuhan dan tantangan-tantangan atau hambatan yang dapat mempengaruhi eksistensinya.

Pengembangan kapasitas erat kaitannya dengan konsep pemberdayaan, karena pada intinya pengembangan kapasitas adalah juga pemberdayaan. Sedang konsep pengembangan kapasitas dan pemberdayaan, berkaitan dengan konsep pembangunan popular (popular development). Menurut Oharmawan

I?oon) pnp,,/-.::.rrlollo/opmonf IDnl m O i l simn/ll ho Ilnriorcof""ori as a do,u!>/I"\nrnon'

\""" v I v .... , ... , ... ".", / . .... ,IL I' '-"I " ... .1 BセNイ@ 0.,; .... u.' .... V ' ... LV' ... .... .. v/vl·n" ... ' L that involves a considerable number of people who participate voluntarily and they reflect a value of solidarity where mutual shares, egalitarian, and democracy are appreciated as cultural basis used to pursue common prosperity.

Popular Oepelopment (PO) secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu pendekatan pembangunan yang melibatkan warga masyarakat berpartisipasi secara sukarela yang mencerminkan suatu nilai kesetiakawanan secara timbal baiik, egaiiter dan demokrasi, sebagai basis budaya yang digunakan uniuk mewujudkan kemakmuran bersama.

(20)

Lebih rinci Supeno (2002) menjelaskan bahwa penguatan kapasitas adalah

perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai

tujuan secara efektif dan efisien. Penguatan kapasitas berarti adanya perubahan

perilaku untuk: (1) meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap, (2) meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam

organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya. (3) meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam kemandirian, dan mengantisipasi

perubahan. Sedangkan menurut Eade yang dikutip oleh Nasdian dan Utomo

(2005), menyatakan bahwa pengembangan kapasitas mencakup pengembangan

pendidikan, pelatihan dan keterampilan, membangun kerjasama kelompok dan

pengembangan jejaring.

Dalam upaya meningkatkan kapasitas individu maupun kelompok, maka

Suharto (2005) m&njelaskan bahwa pekerjaan sosial adalah aktivitas profesion31

untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau

memperibaiki kapasitas mereka agar berfungsi sQsial dan menciptakan kondisi·

kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut

sumber yang sama disebutkan bahwa kinerja pekerja sosial dalam meningkatkan

keberfungsian sosial dapat dilihat dari beribagai strategi pekerjaan sosial, yaitu:

(1) meningkatkan kemampuan orang dalam menghadapi masalah yang

dialaminya, (2) menghubungkan orang dengan sistem dan Janngan

sosial yang memungkinkan mereka menjangkau atau memperoleh beribagai

sumber, pelayanan dan kesempatan, (3) meningkatkan kinerja lembaga· lembaga SOSi31, sehingga mampu memberikan pelayanan sosial secara efektif,

berkualitas dan berperikemanusiaan, (4) merumuskan dan mengembangkan

perangkat hukum dan peraturan yang mampu mencipt'lkan situasi yang kondusif

bagi tercapainya kemerataan ekonomi dan keadilan sosial.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas dapat dipahami ,bahwa

pengembangan kapasitas adalah bagaimana mendorong kekuatan yang ada

pada komunitas, baik itu kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi

maupun sumberdaya manusia agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik

sehingga tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Terkait dengan kajian

bagaimana meningkatkan pengembangan kapasitas koperasi maka unsur

kapasitas yang harus diperhatikan meliputi pengembangan pendidikan, pelatihan

dan keterampilan, membangun kerja kelompok dan pengembangan jejaring.

(21)

perubahan ke arah yang lebih baik dari segi keterampilan, pengetahuan, serta sikap dalam mengelola suatu organisasi. Dalam hal manajemen dan keuangan adalah bagaimana koperasi tersebut dapat dike!ola dengan baik serta dapat memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang ada, baik yang berasal dan penghimpunan modal dan dalam maupun yang berasal dan pihak luar untuk meningkatkan kualitas hidup para anggotanya. Hubungan dengan ーゥセャ。ォ@ luar adalah berkaitan dengan kelembagaan yang mampu mengembangkan jejaring so sial demi kemajuan

pengembangan kapasitas

anggota dan organisasi. Dengan demikian koperasi tidak bisa hanya dilakukan dalam hal perbaikan sumberdaya manusianya saja tetapi harus ada perbaikan dalam lembaganya dengan memanfaatkan berbagai sumber yang ada di masyarakat, pemerintah maupun swasta.

セNRN@ Konsepsi Pengembangan Kelembagaan

Nasdian dan Utomo (2005) mengungkapkan bahwa terdapat dua perspektif tentang kelembagaan sosial. Pertama, yaitu perspektif yang memandang baik kelembagaan maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial, yakni sebagai kelompok-kelompok, hanya saja kelembagaan bersifat lebih universal dan penting, sedangkan asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. Kedua, perspektif yang memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak dan me man dang asosiasi sebagai bentuk organisasi yang konkrit. Sumber yang sama juga menyebutkan bahwa suatu kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial, dengan demikian kelembagaan memiliki aspek ォオセオイ。ャ@

dan struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, dan segi struktural berupa pelbagai peranan so sial.

Soekanto (1999) menjelaskan bahwa kelembagaan berfungsi untuk: (1) membenkan pedoman, bagaimana harus bertingkah laku dan bersikap dalam menghadapi masalah dalam hidup, (2) menjaga keutuhan masyarakat, serta (3) memberikan pegangan kepada masyarakat untuk pengendalian sosial, atau menjadi sistem pengawasan tingkah laku. Sedangkan untuk memahami aspek internal dari kelembagaan, maka kita harus masuk ke dalamnya untuk melihat bagian demi bagian.

(22)

kegiatan dan perilaku yang berlahan dan waktu ke waktu karena didukung oleh norma stan dar dan nilai-nilai dan dalam. Dengan demikian pengembangan kapasitas kelembagaan merupakan upaya atau proses untuk mengubah/memperbaiki kemampuan lembaga dengan cara mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang tersedia, dan menciptakan pola baru kegiatan dan ー・ョャセォオN@

Syahyuti (2003) menjelaskan bahwa untuk menguatkan kelembagaan pertu diurai terlebih dahulu dan dianalisa vanabel-variabel yang ada di dalam kelembagaan tersebut,. Dengart demikian kita dqpat menentukan indikator-indikator yang menunjukan kelemahan dan kelembagaan tersebut, sekaligus potensi dan kesempatan untuk ditingkatkan kapasitasnya. Vanabel-vanabel dalam keltlmbagaan yang perlu dianalisa adalah nilai, norma yang bertaku dan group atmosphere (berkaitan dengan pelilaku kolektif). Nilai yang bertaku dan system tata nilai, jenis nilai dan orientasi dali nilai tersebut. Sedangkan norma dilihat berupa aturan-aturan yang merupakan kesepakatan bersama dan dilakukan oleh masyarakat dalam kelembagaan tersebut. Sementara group atmosphere lebih menyangkut ォゥョ・セ。@ kelembagaan tersebut dan masyarakat yang ada di dalamnya.

Dari beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa mengembangkan kelembagaan berlujuan untuk memperbaiki kemampuan lembaga. Untuk menguatkannya, terlebih dahulu harus diurai apa yang menjadi indikator-indikator kelemahan maupun kekuatan dalam kelembagaan tersebut. Upaya mengubah atau memperbaiki kemampuan lembaga dengan cara mengefektifkan sumberdaya manusia dan keuangan yang tersedia. Sehingga kajianpun akan difokuskan kepada bagaimana upaya untuk dapat mengembangkan koperasi dengan kekuatan dan kelemahan yang ada.

2.3. Konsepsi Koperasi

(23)

lokal yang digolongkan kepada sektor keswadayaan masyarakat yaitu tumbuh dan digiatkan oleh warga masyarakat secara sukarela untuk kepentingan bersama.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian menjelaskan bahwa Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai suatu lembaga koperasi mempunyai peran dan fungsi, yaitu:

a. Membangun dan ュ・ョセ・ュ「。ョァォ。ョ@ potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pad a umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi

Untuk membentuk suatu koperasi maka ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Hal tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang No 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian yang menyebutkan, bahwa syarat pembentukan koperasi adalah: (1) dibentuk oleh sekurang-kurangnya dua puluh orang, (2) dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar, (3) memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disyahkan oleh pemerintah.

(24)

Salah satu masalah yang menjadi perhatian bagi koperasi adalah akses terhadap sumber-sumber modal dari luar serta masih lemahnya kemampuan untuk mGmanfaatkan berbagai peluang yang ada, termasuk untuk memanfaatkan modal untuk tujuan suatu usaha yang benar-benar mampu bersaing dan memberikan keuntungan ekonomis yang memadai. Ismail dan Jauhari (1995) menjelaskan bahwa permasalahan modal pada koperasi pada intinya disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu:

1. Akses koperasi terhadap modal luar relatif sangat keeil. Hal ini boleh jadi disebabkan oleh rendahnya

return on investment

dan usaha-usaha yang dikerjakan oleh koperasi dan atau karena biaya administrasi yang relatif terlalu cesar dan atau efisiensi manajemen yang masih rendah, sehingga tidak proporsional dengan jumlah kredit yang dikelola.

2.

Umumnya koperasi juga tidak mampu menghimpun modal sendiri melalui penyisihan seeara berarti melalui akumulasi keuntungan usahanya, karena usaha yang dike lola masih dalam tingkatan yang sederhana dengan skala usaha yang relatif keeil pula.

3. Meskipun pemerintah telah menyeciakan berbagai skim kredit khusus yang menu nut ukuran dunia usaha pada umumnya sebenamya dapat dijadikan sebagai keunggulan komparatif bagi koperasi dan tidak dimiliki oleh dunia usaha yang lain. Namun dalam kenyataannya kesempatan impun maslh relatif sulit dimanfaatkan oleh koperasi secara maksimal. Hal ini terbukti dari rendahnya realisasi pencairan kredit dari skim-skim kredit khusus ini. Disini terlihat bahwa profesionalisme manajemen koperasi dengan berbag2i interaksinya dengan masalah-masalah lain belum mampu seeara optimal menangkap peluang yang ada. Khusus untuk koperasi, upaya pemupukan modal yang bersumber dari para anggota dengan mengaeu kepada prinsip dasarnya juga masih belum dapat diharapkan seeara berarti untuk menggerakan usaha-usaha koperasi.

(25)

Khusus untuk lembaga koperasi yang dimaksud dengan modal send in adalah modal yang dihimpun dan dalam koperasi atau anggotanya dalam bentuk: (1) simpanan pokok, (2) simpanan wajib, (3) simpanan sukarela, (4) simpanan lainnya, (5) hibah dan (6) cadangan. Lembaga ekonomi yang memerlukan suatu kegiatan usaha sangat memerlukan kehadiran sumberdaya manusia yang handal, artinya adalah bahwa lembaga ekonomi seperti koperasi memerlukan sumberdaya manusia yang mengetahui: (1) tata cara kehidupan berkoperasi, (2) tata cara berbisnis yang baik dan (3) cara mengembangkan satu atau beberapa kegiatan produksi. Kebijaksanaan manajemen usaha koperasi dapat dilakukan langsung oleh pengurus dapat juga diserahkan kepada manajer. Sebenamya prinsip penerapan sistem manajer 、セオェオォ。ョ@ agar pengembangan usaha koperasi dapat berjalan lebih agresif, efisien dan efektif. Sedangkan pengurus dalam hal ini cukup hanya menetapkan kebijaksanaan umum yang perlu dijalankan manajer. Pengurus diharapkan dapat lebih mengkonsentrasikan din pad a aspek pengembangan dan pembinaan anggota. Oleh sebab itu, dalam pengembangan koperasi maka aspek manajemen usaha menjadi penting, karena kunci sukses dari lembaga usaha sangat tergantung kepada kehandalan manajemen. Disamping berbagai penataan manajemen perlu pula diperhatikan aspek pelayanan kepada anggota mengingat kedudukan anggota di dalam koperasi, disamping sebagai pemilik juga sekaligus sebagai pengguna. Mengenai keragaan usaha koperasi dinyatakan sebagai 「・セ。ャ。ョ@ atau tidaknya sebuah koperasi serta menyangkut keuntungan atau kerugian yang dialami oleh koperasi.

(26)

2.4. Konsepsi Pemberdayaan Penyandang Tuna Netra

Dalam Petunjuk Teknis Direktorat Rehabilitasi Penyandang Cacat (1992) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyandang cacat netra adalah orang yang tidak dapat menghitung jari-jari tangan pada jarak satu meter di depannya dengan menggunakan indera penglihatan. Secara umum cacat netra dapat dibagi ke dalam dua katagori, yaitu: (1) Penyandang car-at netra yang tidak bisa melihat sarna sekali (buta total) dan (2) penyandang cacat netra yang masih mempunyai sisa penglihatan (low vision).

Sutjihati (1996) berpendapat bahwa dibandingkan dengan orang awas, orang tuna netra relatif lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan sosial. Hambatan-hambatan tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan-perasaan rendah diri, malu, khawatir, cemas yang beriebihan.

menjelaskan bahwa sikap-sikap masyarakat yang

Sumber yang sarna sering kali tidak menguntungkan seperti penolakan, penghinaan, tak acuh, serta terbatasnya kesempatan bagi para tuna netra untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang diterima, merupakan kecenderungan tuna nelra yang dapat mengakibalkan perkembangan sosialnya menjadi terhambat. Kesulitan lain dalam melaksanakan tugas perkembangan sosial ini ialah keterbatasan tuna netra untuk dapat belajar sosial melalui proses identifikasi dan imitasi.

Suharto (2005) menyebutkan bahwa terdapat sikap dan perilaku masyarakat yang dapat menjadi sumber utama エ・セ。、ゥョケ。@ konf!ik, di antaranya adalah handicapism yaitu prasangka atau sikap-siKap negatif terhadap orang yang memiliki kecacatan adalah manifestasi dari handicapism atau cacatisme.

Orang yang memiliki kecacatan (tubuh,mental) secara otomatis sering dianggap berbeda dan tidak mampu melakukan tugas-tugas kehidupan sebagaimana orang normal. Orang dengan kecacatan kerap dipandang sebagai orang yang secara sosial tidak "matang" dan tidak mampu dalam segala hal.

(27)

Suharto (2005) mengemukakan bahwa pemberdayaan menunjuk pad a kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiHki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja be bas mengemukakan pendapat, melainkan be bas dan kelaparan, bebas dan kebodohan, bebas dari kesakitan, (b) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan, dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Sunyoto (2004) berpendapat setidak-tidaknya ada dua macam perspektif yang relevan untuk mendei<ati persoalan pemberdayaan masyarakat agar lebih memiliki akses, yaitu perspektif yang mempokuskan perhatiannya pad a alokasi sumberdaya dan perspektif yang memfokuskan perhatiannya pada penampilan kelembagaan.

Sumodiningrat, dkk (1998) berpendapat bahwa konsep pemberdayaan sebagai konsep alternatif pembangunan, pad a intinya memberi tekanan pad a otonomi pengambilan keputusan dan suatu masyarakat yang berlandas pada sumberdaya pribadi, lang sung melalui partisipasi, demokratis dan pembelajaran so sial melalui pengalaman lang sung. Sasaran pokok kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat adalah: (1) untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di tingkat bawah dan menurunnya jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan, (2) berkembangnya masyarakat untuk meningkatkan kegiatan sosial ekonomi produktif masyarakat, dan (3) berkembangnya kemampuan masyarakat dan meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat.

Tujuan pemberdayaan lembaga dan komunitas ditekankan pada pengintegrasian serta pengemb,mgan kapasitas dalam upaya memecahkan masalah mereka secara kooperatif berdasarkan kemauan dan kemampuan menolong diri sendiri sesuai dengan prinsip-pnnsip demokratis. Strategi yang digunakan untuk mengadakan perubahan dasar adalah dengan pelibatan berbagai kelompok warga dalam menentukan dan memecahkan masalah mereka sendiri (Sumodiningrat dkk: 1998).

(28)

bekejasama secara saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai, dan (4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri Hsオュ。セッ@ dan Saharudin, 2005).

Kerangka pikir pada proses pemberdayaan mengandung tiga tujuan penting, yaitu: (1) menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, (2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat atau kelompok yang akan diberdayakan, misalnya melalui peningkatan taraf pendidikan, peningkatan derajat kesehatan, peningkatan akses terhadap sumber-sumber kemajuan, dan (3) upaya melindungi atau mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, menciptakan keadilan, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dan yang belum berkembang (Jamasy, 2004)

Prijono (1996) berpendapat bahwa masyarakat dianggap berdaya bila ia mampu meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha dan pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip gotong royong, koswadayaan dan partisipasi.

(29)

Prijono (1996) menjelaskan bahwa pembentukan kelompok menyediakan suatu dasar bagi terciptanya kohesi sosial anggota kelompok, Adanya kedekatan dan mutual interest dari anggota kelompok membantu kelompok untuk membentuk semangat sukarela, Kondisi ini akan membantu kelompok untuk mengurangi kerentanan individu dalam menghadapi goncangan mendadak dan kesengsaraan. Akibat sinergetik dari ikatan kelompok ini nantinya akan membantu mengatasi masalah mereka.

Menurut Schaefer yang dikutif oleh Garvin dalam Prijono (2003) kelompok adalah sejumlah orang yang memiliki kesamaan norma, nilai dan harapan-harapan serta melakukan interaksi secara sadar dan teratur. Suatu kelompok menjadi kelompok (dalam arti bukan sekedar kumpulan orang) bila kelompok itu membentuk suatu pola relasi, ikatan atau kekuatan tertentu yang memberikan kepada individu anggota suatu perasaan kebersamaan dan ikut memiliki.

Agar kelompok dapat berjalan baik dan menjadi mandiri, maka di dalam perjalanannya diperlukan pendamping yang akan membantu kelompok tersebut menuju kepada tujuan yang diinginkan. Peran pendamping akan sangat penting gun a memperlancar proses dialog antar individu di dalam kelompok tadi. Karena proses pemberdayaan mementingkan pematahan dari relasi subyek dan obyek, maka pendamping tidak berfungsi sebagai orang yang mengajari atau menggurui individu dalam kelompok, tetapi ikut berfungsi sebagai orang yang belajar dari kelompok. Pendamping diharapkan menjadi pihak yang membantu kelompok untuk suatu masa tertentu dan diharapkan nantinya kelompok akan dapat berfungsi secara mandiri. (Norman, 1977 dalam Prijono, 1996).

Untuk melaksanakan kegiatan pendampingan, menu rut Ife (1995) setidaknya seorang pend am ping harus melaksanakan peranan-peranan yang telah dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yang harus dijalankan, dimana masing-masing terdapat peran-peran yang lebih spesifik yang mengarah pada teknik-teknik. Peran-peran tersebut adalah peran fasilitatif (fasilitative roles), peran edukasional (educational roles), peran sebagai perwakilan masyarakat (representative roles) dan peran teknis (technical roles).

(30)

mengembangkan usahanya. Demikian halnya dengan lembaga koperasi telah dapat meningkatkan modalnya, meningkatkan usahanya serta telah dapat menjalin keljasama yang baik dengan pihak luar.

2.5. Kerangka Pemiklran

Setiap komunitas termasuk di dalamnya komunitas penyandarg tuna netra mempunyai potensi atau kekuatan yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Tidak semua komunitas menyadan hal tersebut termasuk komunttas penyandang tuna netra yang memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu diperlukan dorongan dan pihak luar untuk memberdayakan komunttas penyandang tuna netra. Untuk memberdayakan penyandang tuna netra maka dapat diupayakan dengan eara meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi yang saat ini dijadikan tempat bagi mereka untuk mengaspirasikan kehendak-kehendak mereka.

Disisi lain walaupun koperasi yang mereka bentuk selama ini telah dapat membenkan manfaat bagi penyandang tuna netra namun sayangnya koperasi ini belum dapat mengembangkan usahanya sehingga masih banyak tujuan yang belum dapat telaksanakan. Oleh karena ttu diperlukan suatu lembaga yang efektif. Efektifitas lembaga dapat ditingkatkan melalui pengembangan kapasitas indlvldu maupun kapasltas kelembagaan. Umumnya keterbatasan individu dipengaruhi oleh aspek pengetahuan, keterampilan mengelola usaha dan sikap terhadap program yang ada. Keterbatasan kapasitas ini akan berpengaruh terhadap kapasitas lembaga dengan lemahnya modal, manajemen, usaha dan janngan.

(31)
(32)
[image:32.806.56.720.176.443.2]

Gambar 1 : Alur Pemikiran Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KoperCisi Untuk Memberdayakan Penyandang Tuna Netra

Kapasitas Pengurus

-

Pengetahuan Keberdayaan Lembaga

-

Keterampilan

-

Sikap

Program

-

Modal meningkat

Pengembangan

-

Usaha berkembang

Keragaan Koperasi KelembagaRn

I

,

-

Dapat menjalin kerjasama dengan

I

Kapasitas Anggota

Modal

t

pihak luar

-- Pengetahuan - Manajemen

- Sikap - Usaha

- Jaringan dengan

pihak luar Keberdayaan Individu

- Pendapatan meningkat - Potensi diri berkembang Dukullgall dari Pihak Luar

- Usaha lebih

- Masyarakat berkembang

- Pemerilltah

(33)

3.1. Metode Kajian

BAB III

METODOLOGI

ivieiode kajian yang digullakan adaiah kajian komuniias ekspianasi, yaiiu pencarian pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang berbagai aspek C'nc:-i"::)l " .... イyGiャャョゥKセs@ mo'a'ui Nッカウョャセョ。ウ[@ 'moniolaskan) fa"'or pon"obab sua'"

... v ... ,. .... , GセvBG@ ... '''<.... I , ... , , I ... Lセ@ pIa. ' \ , ... ,'J .... , \ .u .... '7... U."

kejadian/gejala sosial yang dipertanyakan, atau mengidentifikasi jaringan sebab akibat berkenaan dengan suatu kejadian atau gejala sosial melaui data kualitatif. Kajian ini difokuskan bagaimana penguatan kapasitas koperasi dalam pengelolaan organisasi dan kerjasama yang lebih optimal, baik dalam pengelolaan, penambahan modal dan kemitraan, yang mendukung penguatan kapasitas koperasi untuk memberdayakan penyandang tuna netra di Kelurahan Pasirkaliki.

Dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan harapan dapat memperoleh informasi seeara mendalam dan mengetahu: per:st!wa peristiwa yang terjadi dalam komunitas penyandang tuna netra. Pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh dari pola perilaku, tindakan dan interaksi anggota dan pengurus koperasi terse but serta dukungan pihak luar terhadap koperasi. Dengan mempertimbangkan aras kajian tersebut, maka tipe kajian ini lTlenggunakan aras kajian subyektif-mikro, yaitu upaya memahami sikap, pola perilaku dan upaya-upaya yang ada berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan, dengan menggunakan strategi studi kasus (Sitorus dan Agusta, 2005)

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi penyandang tuna netra dilakukan di Kelurahan Pasirkaliki, Keo::amatan Cieendo, Kota Bandung, Propinsi Jawa Bara!. Pemilihan terhadap kelurahan tersebu! dilakukan seeara sengaja dengan maksud menemukan tempa! yang relevan dengan tujuan penelitian. Dasar pertimbangan dari pemilihan Kelurahan Pasirkaliki sebagai lokasi kajian antara lain sebagai beriku! :

(34)

dengan informan, terdapat 102 penyandang tuna netra tinggal dikelurahan Pasirkaliki.

(2) Koperasi penyandang tuna netra merupakan koperasi yang dibentuk mumi dari a3pirasi dan dorongan kominitas penyandang tuna netra yang ada pada kelurahan tersebut.

(3) Penulis mempunyai pengalaman yang cukup dalam mengenal wilayah serta komunitas penyandang tuna netra yang ada di kelurahan tersebut sehubungan dengan pekeljaan penulis sebagai Pekelja So sial di Panti Sosial Sina Netra Wyata Guna yang berdomisili di kelurahan Pasirkaliki.

Waktu kajian dHakl!kan secara bertahap dan telah diawali cfengan pemetaan so sial masyarakat Kelurahan Pasirkaliki pada bulan Nopember 2005 dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi program pengembangan masyarakat yang berkenaan dengan pengembangan kelembagaan koperasi penyandang tuna netra pad a bulan Maret 2006. Sedangkan kajian mendalam tentang pengembangan kelembagaan koperasi serta penyusunan program kegiatan dilaksanakan pad a bulan Juli sampai Agustus 2006.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam kajian lapangan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dali informan dan hasil pengamatan lapangan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dali data statistik, dokumenllaporan atau publikasi yang diperoleh dali kelurahan atau instansi teknis terkait serta kcperasi, seperti monografi kelurahan, laporan tahunan dan dokumen lainnya.

3.3.1. Pengamatan atau Observasi

(35)

Melalui kegiatan observasi pengkaji dapat memperoleh data bahwa hubungan sosial yang terjadi antara pengurus dan anggota telah 「・セ。ャ。ョ@ dengan baik. Ada kepercayaan yang kuat dari anggota kepada pengurus demikian juga dari pengurus kepada anggola. Koperasi penyandang tuna netra ini belum bisa berfungsi dan berjalan dengan baik dikarenakan adanya masalah-rnasalah yang belum dapat teratasi baik masalah yang berasal dari dalam koperasi maupun yang berasal dari luar koperasi. Masalah-masalah tersebut diantaranya kesulitan pen gurus untuk bisa meningkatkan modal baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar. Manajemen koperasi belum bisa dikerjakan dengan benar karena keterbatasan pengetahuan pengurus. Kegiatan usaha koperasi hanya satu jenis yaitu simpan pinjam sedangkan untuk membuka オウセィ。@ lain masih sulit untuk dapat direalisasikan. Jaringan pengurus dengan pihak luar belum dapat dilakukan karena keterbatasan pengurus dalam memperoleh informasi untuk dapat menjangkau akses.

3.3.2. Wawancara

Wawancara mendalam, yaitu cara pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan kajian melalui temu muka atau temu wicara yang dilakukan pengkaji dengan tineliti セョヲッイュ。ョIN@ Pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan struktur tertentu tetapi terpusat pada satu pokOk tertentu. Menurut Sitorus dan Agusta (2005), wawancara mendalam merupakan proses temu muka berulang antara peneliti dan subyek tineliti. Melalui wawancara mendalam yakni menggali informasi secara mendalam dari subyek informan yang dipilih sehingga mendapat data yang lengkap. Untuk melaksanakan hal tersebut, pengkaji terjebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara yang berkenaan dengan informasi yang ingin diperoleh dari subyek kajian.

Wawancara mendalam dilaksanakan kepada penyandang tuna netra selaku anggota dan pengurus koperasi, masyarakat yang mempunyai pengalaman dalam berkoperasi, lembaga-Iembaga baik yang ada di masyarakat, pemerintah maupun swasta yang terkait dengan usaha pengembangan koperasi. Seperti dengan Kelurahan Pasirkaliki, P2KP Kelurahan Pasirka.liki, Dinas Koperasi, Dinas Sosial, PT Bio Farma, BK3S Propinsi Jawa Barat, Koperasi PSBN Wyata Guna, Hotel Griya Indah dan Koperasi PERTUNI Jawa Barat.

(36)

memperoleh informasi secara kasar atau mengecek informasi yang telah diperoleh dari pihak lain. Sedangkan secara individual dimaksudkan untuk memperoleh informasi lebih dalam yang tidak didapat pad a wawancara kelompok.

3.3.3. Diskusi KeJompok Terarah

Saharudin (2005) menjelaskan bahwa diskus; kelompok terarah atau Focus Group Discussion merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan sebagai pengalaman diantara para peserta diskusi dalam satu kelompok untuk membahas masalah khusus.

Kegiatan diskusi kelompok terarah diiaksanakan berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada saat wawancara. Dalam kajian ini FGD dilaksanakan sebanyak dua kali. Yang pertanra diskusi kelompok terarah yang diikuti oleh pengurus dan anggota koperasi. Kegiatan ini dipandu oleh salah seorang peserta diskusi yattu ketua koperasi Indera Raba. Yang menjadi topik bahasan dalam diskusi ini adalah: (1) bagaimana keragaan koperasi saat ini, (2) permasalahan-permasalahan yang ada baik yang dihadapi oleh anggota maupun oleh pengurus, serta (3) harapan-harapan dari anggota maupun pengurus tentang koperasi di masa yang akan datang.

Topik bahasan dalam diskusi kedua adalah: (1) pengungkapan kembali apa yang menjadi permasalahan dan harapan yang ingin dicapai baik oleh anggota, pengurus koperasi maupun stakeholder, (2) membuat rumusan masalah dan prioritas masalah, dan (3) me:mbuat rencana pemecahan masalah.

Setelah kegiatan diskusi kedua berakhir kegiatan dilanjutkan dengan mengadakan lokakarya yang menghadirkan stakeholder. Dalam kegiatan lokakarya ini dipaparkan apa yang menjadi masalah dan solusi pemecahan masalah dalam pengembangan koperasi. Dengan adanya lokakarya stakeholder dapat memahami rencana pemecahan dan peranan mereka dalam rencana program tersebut, sehingga kemungkinan program dapat diwujudkan lebih memungkinkan.

(37)

Tabel 1: Tujuan, Variabel, Parameter, Sumber, Teknik dan Instrumen Pengumpulan

Data.

No Tujuan Variabel Parameter Sumber Data Teknik Instrumen

1. Mengetahui セ@ Modal - Pengumpulan, Pengurus -Observasi Pedoman

permasalahan -Manajemen penggunaan Anggota -WalN'ancara wawancara

dan keragaan -Kegiatan modal

koperasi usaha

-

Perencanaan,

- Jaringan pengorga-nisasjan dan pengawasan - Jenis dan

perkembangan usaha

- jejaring

dengan

pihak luar

2. Mengetahui - Kapasitas

-

Pengetahuan, - Pengurus -Observasi Pedoman

faktor-faktar pengurus keterampilan - Anggota -Wawancara Wawancara

yang - Kapasitas dan sikap

-

Kelurahan

mempengaruhi anggota pengurus dim Pasirkaliki

keragaan

-

Dukungan mengelola

-

Dinas

koperasi pemerlntah, koperasi Koperasi

masyarakat - Pengetahuan

-

PSBN

dan swasta dan sikap Wyata

anggota Guna

dalam

-

PTBio

mengikuti Farma

koperasi

-

BKM

-

Partisipasi P2KP

dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah, masyarakat dan swasta

3. Menyusun

-

Data

-

Malisis - Pengurus Diskusi Pedoman

program aksi patensl patensi - anggota Kelompok diskusi

pengembang- dan dan masalah - Pegawai Terarah

an masalah pengurus kelurahan

kelembagaan pengurus dan - Ketua

koperasi dan ang90ta P2KP

an9gota - Penetapan - Staf

- Potensi alternatif Dinas

dan masalah Koperasl

masalah

-

Analisis - Pengurus

koperasi atternatif Koperasi

-

Rencana program PSBN

ォ・セ。@

-

Penentuan Wyata

program aksi Guna

-

Pelaksanaan -Pengurus

program aksi Koperasi

masyarakat

-Pegawai

[image:37.558.77.477.101.681.2]
(38)

3.5. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah memasukan data ke tabuiasi atau komputer serta dibuat tabel frekuensi dan tabel silang. Sebelumnya data sudah harus diedi: baik pad a tahap pengisian kuesioner, pengkodean, maupun pada tahap pemindahan lembaran kode ke komputer (Sitorus dan Agusta, 2005). Dengan demikian pengolahan data disesuaikan dengan kebutuhan dari kajian. Untuk menganalisis penguatan kapasitas koperasi digunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode analisi kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dan orang-orang atau perilaku yang dapat diamati di lapangan. Pendekatan kuantitatif adalah dengan mengolah dan menganalisis data dengan menggunakan tabulasi frekwensi, seperti data jumlah penduduk menurut umur, tingkat pendidikan, disajikan menggunakan tabel.

Sitorus dan Agusta (2004) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif meliputi tiga jalur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam melakukan reduksi data pengkaji berusaha memilah dari data-data yang terkumpul dengan cara menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, serta membuang atau mengabaikan data yang tidak perlu. Pemilihan ini didasarkan kepada tujuan dari pen gada an penelitian. Dengan melakukan reduksi data maka pengorganisasian data dan kesimpulan akhir dapat diambil.

Dalam membuat penarikan kesimpulan pengkaji tenebih dahulu melakukan verifikasi atas kesimpulan. Kesimpulan-kesimpulan tersebut diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara: (1) memikir ulang selama penulisan, (2) tinjauan ulang pad a catatan-catatan lapangan, (3) peninjauan kembali dan tukar pikiran antar teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubyektif.

3.6. Metode Perancangan Program

(39)

pengurus,anggota, tokoh masyarakat, aparat pemerintah kelurahan, pihak Dinas Koperasi, pihak PT BIO Farma dan pihak Hotel Grya Indah. Selanjutnya data yang sudah terkumpul diutarakan pad a saat diskusi kelompok sGsuai dengan identifikasi masalah tersebut.

Tahap kedua: Melaksanakan analisis tujuan. Analisis yang telah dirumuskan, maka langkah selanjutnya melaksanakan analisis tujuan melalui Partisipatory Assesment Method dan diskusi kelompok parsial serta diskusi kelompok seluruh anggota dan pengurus, sehingga memperoleh analisis tujuan yang akan dirumuskan bersama.

Tahap ketiga: Melaksanakan analisis alternatif berdasarkan anaiisis エlセェオ。ョ@ yang dirumuskan pada tahap pendahuluan. Pada tahap ini dirancang bersama pengurus dan anggota. Analisis alternatif untuk memilih beberapa pokok kegiatan penting dari beberapa aHematif yang ada. Kegiatan dilakukan melalui diskusi kelompok yang selanjutnya dilaksanakan melalui Partisipatory Assesment Method .

Tahap keempat: Menyusun analisis stakeholder berdasarkan identifikasi yang sudah dilakukan pada tahap wawancara. Pada tahap ini disusun matrik mengenai siapa saja pihak terkait (stakeholder) yang dimanfaatkan dan dilibatkan dalam perancangan program serta dianalisis mengenai kekuatan masing-masaing stakeholder.

(40)

BAB IV

PETA SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN PASIRKALIKI

Pada Praktek Lapangan I telah dilakukan Pemetaan Sosial di Kelurahan Pasirkaliki dan telah diperoleh sejumlah data dan informasi mengenai kondisi dan permasalahan umum yang dirasakan oleh masyarakat maupun oleh komunitas penyandang tuna netra di Ke!urahan Pasirkaliki. Salah satu permasalahan yang sangat dirasakan oleh komunitas penyandang tuna netra dan diharapkan akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik yaitu permasalahan keberdayaan penyandang tuna netra. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:

4.1. Kondisi Geografi d"n Potensi Sumber Daya Alam

Kelurahan Pasirkaliki merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kelurahan ini terletak di bagian utara Kota Bandung. Adapun batas-batas dar! Ke!uraha!'! Pasirkaliki adalah sebelah barat dibatasi oleh Kelurahan Arjuna, sebelah timur dibatasi Kelurahan Babakan Ciamis, sebelah utara dibatasi Kelurahan Sukaj&di dan sebelah Selatan dibatasi Kelurahan Kebon Jukut.

Jarak Kelurahan Pasirkaliki dan pusat pemerintahan Kecamatan Cicendo sekitar satu kilometer dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki maupun menggunakan angkutan Kota selama lima menit. Dari pusat pemerintahan kota Bandung sejauh due kilometer dan dapat ditempuh dengan Angkutan Kota selama 10 menit. Dari pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat sekitar tiga kilometer yang dapat ditempuh dengan Angkutan Kota selama 15 menit.

Kelurahan ini dilalui jalan raya yang sangat ramai lalu lintasnya, seperli jalan Pajajaran, Jalan Pasirkaliki, Jalan Pasteur, Jalan Cihampelas serla jalan Kebon Jati. Jenis kendaraan umum yang melintasi lokasi ini adalah angkutan kota, taxi dan bis kota. Kendaraan umum angkutan kota dan taxi beroperasi melewati jalan-jalan tersebut hampir 24 jam sehari. Hal ini memudahkan masyarakat maupun penyandang tuna netra yang mau pergi kemanapun dengan menggunakan alat transporlasi umum.

(41)

beroperasi di kelurahan ini, yailu: Holel Muliara, Hotel Selecta Permai, Hotel Serena, Hotel Patra Disa, Hotel Griya Indah,Hotel Nugraha, Hotel Laksana, Hotel Petra Plaza, Hotel Pelangi Indah, Hotel cemeJiang dan Hotel Permata Indah.

Keadaan lokasi yang strategis banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk membuka usaha, baik ilu usaha warung makanan, usaha wartel maupun usaha mengontrakan rumah. Demikian halnya dengan komunitas penyandang tuna netra mereka memanfaatkan lokasi ini untuk membuka Panti Pijat baik yang dike lola secara perorangan maupun secara berkelompok.

Dikarenakan banyaknya orang yang masih melakukan aktivitas hingga larut malam membuat lokasi ini banyak digunakan untuk berjualan makanan hingga dini hari. Sehingga pad a malam hari banyak yang berjualan nasi goreng, pecel lele, ikan dan ayam bakar dengan menggunakan tenda-tenda untuk berjualan. Kehadiran para pedagang yang menjual mal;anan hingga dini hari banyak dimanfaatkan oleh para pendatang yang tinggal di kelurahan tersebut, seperti: mahasiswa, karyawan swasta maupun para penyandang tuna netra.

Membuka usaha hingga dini hari bukan hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, tetapi dilakukan juga oleh komunitas penyandang tuna netra. Mereka bekerja atau membuka usaha pijat ada yang sampai 24 jam. Sistem pelayananan pun disesuaikan dengan keinginan orang yang ingin dipija!. Bisa dengan pasen mendatangi panli pijat atau pemijat yang mendatangi pasen.

(42)

4.2. Kondisi Demografis

Secara demografis, kelurahan Pasirkaiiki memiliki luas wilayah 109 ha, terdiri dari 10 Rukun Warga (RW) dan 62 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Kelurahan Pasirkaliki menurul dala yang dibuat pada lahun 2004 adalah 9.515 jiwa, yang terdiri alas 4831 jiwa laki-Iaki dan 4684 jiwa perempuan. Dari jumlah penduduk dialas lerdapal 2076 kepala kelu'lrga (KK) warga Negara Indonesia, 825 kepala keluarga warga negara Indonesia keturunan etnis Cina dan 14 kepala keluarga warga negara asing 0NNA). Data mengenai komposisi umur dan jenis kelamin dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini:

No 01 02 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14.

Tabel2: Jumlah Penduduk Kelurahan Pasirkaliki Menurut Umur, Jenis Kelamin Pada lahun 2005

Golongan jenis kelamin Jumlah %

Umur (Tahun)

Laki-Iaki % perempuan %

0- 4 360 7,45 306 6,53 666 6,10

5- 9 256 5,30 304 6,49 560 5,89

10-14 390 8,07 310 6,62 700 7,36

15-19 360 7,45 294 6,28 654 6,87

20-24 399 8,26 407 8,69 806 8,47

25-29 440 9,11 389 8,30 829 8,71

30-34 462 9,56 440 9,39 902 9,48

35-39 406 8,40 447 9,54 853 8,96

40-44 380 7,87 399 8,52 779 8,19

45-49 296 6,13 407 8,69 703 7,39

50-54 240 4,97 265 5,66 503 5,29

55-59 253 5,24 239 5,10 592 6,22

60-64 116 2,40 123 2,63 239 2,51

65+ 380 7,87 354 7,56 734 7,71

Jumlah 4831 50,77 4684 49,22 9515 100

Sumber : Monografi Kelurahan Tahun 2005

(43)

kelamin diperoleh angka 94 persen artinya jumlah penduduk perempuan hampir sama dengan jumlah penduduk laki-Iaki.

Selain masyarakal yang tidak mempunyai hambalan dalam fungsi lubuhnya pada Kelurahan Pasirkaliki juga banyak lerdapat penyandang tuna nelra. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, jumlah penyandang luna nelra yang ada di Kelurahan Pasirkaliki berjumlah 102 orang. Jumlah penyandang luna nelra berdasarkan umur dan jenis kelamin dapal dilihal pada Tabel 3 berikut ini:

No

1, 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Penyandang Tuna Neira Menunul Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Pasirkaliki Pada Tahun 2005

Golongan

Umur L % P % Jumlah %

(Ihn)

20-24 22 21,56 4 3,92 26 25,49

25-29 21 20,58 9 8,82 30 29,41

30-34 18 17,64 3 2,94 21 20,58

35-39 7 6,86 4 3,92 11 10,78

40-44 5 4,90 1 0,98 6 5,88

45-49 3 2,94 1 0,98 4 0,98

50-54 2 1,96

-

0 2 1,96

I

55-59 1 0,98 1 0,98 2 1,96

Jumlah 79 77,45 23 22,54 102 100

Sumber: Informan

Dari label di alas dapal dikelahui bahwa jumlah penyandang tuna nelra yang ada di Kelurahan Pasirkaliki 「・セオュャ。ィ@ 102 jiwa. Terdiri alas 79 jiwa

(44)

Keadaan penduduk tuna netra yang lebih banyak ada pad a kelompok umur muda dapat menunjukan bahwa komunitas penyandang tuna netra yang ada di kelurahan Pasirkaliki merupakan penduduk usia produktif yang mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan.

Dari jumlah 102 jiwa penyandang tuna netra yang ada di kelurahan Pasirkaliki. baru sekitar 35 orang yang sudah tercatat sebagai penduduk tetap. Umumnya mereka mempunyai taraf hidup yang lebih baik daripada yang belum mempunyai KTP. Mata pencaharian mereka ada yang sebagai pemijat. pengelola panti pijat. PNS dan guru. Lama mereka tingga di wilayah tersebut sudah lebih dari lima tahun. Sedangkan sisanya yang berjumlah 67 orang umumnya merupakan penyandang tuna netra yang baru lulus dari PSBN Wyata Guna. Lama tinggal di wilayah itu kurang dari dua tahun. Hampir seluruhnya mempunyai mata penca;,arian sebagai pemijat. Mereka biasanya tidak lama tinggal di wilayah tersebut. Karena apabila mereka merasa sudah cukup mampu untuk mendirikan sebuah panti secara berkelompok. mereka akan pindah ke luar untuk mencari rumah kontrakan yang lebih murah guna dijadikan tempat panti pijat. Itulah sebabnya mereka tidak merasa terlah,l penting untuk mempunyai KTP di tempatnya tinggal sekarang karena selain biaya pembuatan KTP dianggap mahal juga tidak selamanya mereka akan tinggal di situ.

Gerak penduduk masuk di Kelurahan Pasirkaliki lebih besar dari gerak penduduk keluar. hal ini disebabkan banyaknya pendatang yang menetap di wilayah ini baik untuk 「・ォ・セ。@ maupun untuk melanjutkan pendidikannya. Kontribusi keberadaan PSBN Wyata Guna dalam mempengaruhi adanya gerak masuk cukup besar. Hal ini disebabkan:

1. Setiap tahun PSBN Wyata Guna mengeluarkan kelayan binaannya yang telah tamat mengikuti program rehabilita:;i sebanyak 40 sampai dengan 60 orang.

(45)

3. Pertemanan antara eks klien dengan teman yang masih menjadi klien PSBN

Wyata Guna sangat kuat, sehingga mereka lebih memilih tempat kontrakan

yang

dekat dengan PSBN Wyata Guna.

Dilihat dari tingkat pendidikan, maka Tingkat pendidikan masyarakat

Kelurahan Pasir Kaliki cukup bagus, seperti yang terlihat pada Tabel 4, berikut:

Tabel 4: Jumlah Penduduk Kelurahan Pasirkaliki Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Tahun 2005

i

-No Tingkat Pendidikan Jumlah %

1. Tidaklbelum Sekolah 953 10,01

2. Tidak Samal SO 356 3,74

3. Belum Tarnal SO 1116 11,72

4. Tarnal SO 1130 11,87

5. Tarnal SLTP 2083 21,89

6. TamalSLTA 2068 21,73

7. Akademi (01 - 0111) 764 8,02

8. s。セ。ョ。@ (S.1 - S.3) 1045 10,98

Jumlah

..

9515 100

Sumber . Monografi Kelurahan Paslrkahkl Tahun 2005

Data di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang mempunyai latar

belakang pendidikan akademi ke atas ada 19 persen. Hal ini membuktikan

bahwa selain kesadaran akan pentingnya pendidikan cukup tinggi juga

kemampuan ekonomi untuk mengikuti pendidikan cukup tinggi pula.

Sedangkan mengenai tingkat pendidikan penyandang tuna netra

berdasarkan hasil wawancara dengan ir.forman dapat dilihat pad a Tabel 5,

berikut ini:

No

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Tabel 5 : Jumlah Penduduk Penyandang Tuna Netra Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pasirkaliki Pada Tahun 2005

Tingkat Pendidikan Jumlah %

Tidak Tamat SD 16 15,68

TamatSD 29 28,43

TamatSLTP 23 22,54

TamatSLTA 27 26,47

Tamat Akademi 2 1,96

s。セ。ョ。@ 5 0,98

Jumlah 102 100

[image:45.550.77.475.184.378.2]
(46)

Gambar

Gambar 1 : Alur Pemikiran Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KoperCisi Untuk Memberdayakan Penyandang Tuna Netra
Tabel 1: Tujuan, Variabel, Parameter, Sumber, Teknik dan Instrumen Pengumpulan
Tabel 4: Jumlah Penduduk Kelurahan Pasirkaliki Berdasarkan Tingkat
Tabel 6 berikut ini:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis saya yang berjudul: “MANAJEMEN MADRASAH TSANAWIYAH PONDOK PESANTREN ASSUNNIYYAH TAMBARANGAN KABUPATEN TAPIN PROVINSI KALIMANTAN

Dari hasil penelitian kuat tekan batako ringan styrofoam, perbandingan bahan yang paling baik dan menghasilkan kuat tekan yang paling tinggi yaitu pada perbandingan 1

1.. Instrumen Instrumen Penilaian Penilaian 1. Penilaia Penilaian Sikap : Lemb n Sikap : Lembar observ ar observasi saat dis asi saat diskusi kelompo kusi kelompok dan dis k

Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara berat badan lebih dengan tekanan intraokular di Sultan Agung Eye Center Rumah Sakit

pesawat tersebut adalah seorang Pramugari asal Yogyakarta / yaitu Agnes Ratnaning Lestari //Rosalin. Wasmiyati ibunda dari Agnes / ketika ditemui oleh Tim AKJ RBTV / di rumahnya

Hasilnya diperoleh konsep Ka'bani - Mawinne yang memperjelas esensi rumah tradisional Sumba di Kampung Tarung yaitu sebagai rumah ‘pemali’ atau rumah sakral yang tidak bisa

Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemakaian sorgum sebagai bahan substitusi jagung di dalam ransum terhadap berat bagian bagian karkas dan

Menurut Iglesias et al (2009), pengikatan jumlah pestisida dengan HA meningkat seiring dengan penambahan pH, dan menurun dengan adanya Ca 2+. Pada kondisi ini, ion kalsium