• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inokulasi fungi mikoriza arbuskula untuk meningkatkan produktivitas dan mutu benih cabai serta efisiensi penggunaan pupuk P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inokulasi fungi mikoriza arbuskula untuk meningkatkan produktivitas dan mutu benih cabai serta efisiensi penggunaan pupuk P"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN

MUTU BENIH CABAI (

Capsicum annuum

L) SERTA

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK P

WIDI AGUSTIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

WIDI AGUSTIN. Inoculation of Arbuscular Mycorrhizal Fungus to Increase Yield and Quality of Hot Pepper (Capsicum annuum L) Seed and Phosphorus Fertilization Efficiency. Under direction: SATRIYAS ILYAS, SRI WILARSO BUDI, ISWANDI ANAS, FAIZA C SUWARNO.

Pepper production has not been achieving optimal results although demands are increasing. The low production of pepper is partly because the use of seed that has not qualified in quantity and quality. Besides that, pepper is cultivated on the marginal soil such as Ultisol. Nutrient availability, such as P, within the marginal soil is very limited whereas there is high fixations of P. Phosporus provide the important role to increase the quality and production of the seeds. One of the efforts to boost the availability and to make the using of P efficient is inoculating Arbuscular Mycorrhizal Fungus (AMF). This research is aimed to isolate indigenous AMF from hot pepper plant rhizosphere, effective AMF selection, and to examine AMF effectiveness in enhancing production and quality of pepper seeds while the use of fertilizer whether or not efficient was then observed.

Research conducted contains of four experiments which each experiment links to another. Those are: [1] Isolation, characterization and purification of AMF for three places of hot pepper plantation; [2] Selection of AMF effective in increasing the growth of hot pepper; [3] Examination of AMF effectiveness in boosting up the production and quality of pepper seeds and using efficiency of P fertilizer, [4] Plant response to inoculation inoculum of indigenous mixed AMF and AMF Mycofer. The experiment was conducted in the laboratory and greenhouse Silviculture, Faculty of Forestry IPB, Forests and Environmental Biotech Laboratory, Research Centre for Biological Resources and Biotechnology IPB, and the PPPPTK Pertanian greenhouse.

The soil samples were observed coming from the three planting sites rhizosphere hot pepper. Selections are made to the effective AMF isolates from single spore culture results and AMF Mycofer from laboratory Biotech Forest and Environment, Research Centre for Biological Resources and Biotechnology IPB. Testing the effectiveness of using the design plots are divided (split-split plot) in a Randomized design pattern, with three factors and three replications. The main plot is hot pepper cultivar: Laris type from Panah Merah and Tegar from Surabumi. The sub plot is the inoculant arbuscular mycorrhizae which are uninoculated and inoculated of Mycofer AMF 100 spores per seedling. The sub-sub plot are some level of P205 dose: without fertilizer P and with 100 kg/ha of P2O5, 125 kg/ha P2O5, 150 kg P2O5. Experiment of plant response to inoculation of indigenous mixed AMF and Mycfer AMF was arranged in split plot design, the main plot: hot pepper cultivar. The sub plot is the inoculant arbuscular mycorrhiza: uninoculated, inoculated of Mycofer AMF 100 spores per seedling, and inoculated of indigenous mixed AMF.

(3)

spores (Glomus sp-1), one species of Gigaspora (Gigaspora sp-1) and one species of Acaulospora (Acaulospora sp-3). The three species of these spores are propagated for experimental material II. In AMF effective selection, spores of Mycofer showed better results than the three indigenous species whereas AMF Mycofer was able to infect the roots of 87.4%. The effectiveness testing showed that iuit weight, and seed weight per plant on Laris by 2.7%, 30.4%, 8.4%, while on Tegar 35.8%, 16.6%, 23%. Inoculation of AMF improved the effectiveness of P fertilizer at all levels. Plants inoculated with AMF and P fertilizer showed better results compared with the P fertilizer without AMF inoculation, and the optimal dose 125 kg/ha on the number of fruits, fruit yield, and seed yield, which were respectively increased by 7.2%, 38.5%, and 14.0%. Improved results were assocated with increasing nutrient uptake and uptake efficiency. Interaction betwen AMF and P fertilization on cv. Laris and cv. Tegar was able to increase nutrient uptake of N, P, and K, in cv. Laris respectively of 57.7%, 155%, 44.3%, while in cv. Tegar respectively by 61.5%, 69.3%, 60.6%. Physiological quality of the harvested seeds (percent of germination, relative speed of germination, index of vigor, and spontaneity of seedling growth) was influenced significantly by P fertilization and inoculation with AMF. Inoculation of AMF and P2O5 fertilization at 100 kg/ha increased spontaneity grew 16.1%. Based on the results of experiments on nearly all parameters, AMF inoculation on P2O5 fertilizer at 100kg/ha, 125 kg/haand 150 kg/ha not significant in influencing the growth, yield and quality of the harvested seeds. Inoculation of AMF and P2O5 ferlilization at 100 kg/ha reduced the use of the SP 36 138.9 kg/ha (equal to 50 kg P2O5). The mixed inoculum of indigenous AMF and Mycofer showed promoting growth and crop production. The both of inoculum is not significantly.

(4)

RINGKASAN

Permintaan cabai terus meningkat, sementara hasil belum mencapai optimal. Rendahnya produksi cabai antara lain disebabkan karena penggunaan benih yang belum memenuhi syarat baik jumlah maupun mutu dan sebagian besar penanaman cabai pada tanah yang marjinal seperti Ultisol. Pada tanah marjinal ketersedian hara terutama P sangat terbatas, dimana terdapat fiksasi P yang tinggi. Fosfat sangat berperan dalam meningkatkan produksi dan mutu benih. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan dan efisiensi penggunaan P adalah dengan menginokulasi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi FMA indigenous dari rhizosfer penanaman cabai, seleksi FMA efektif serta menguji efektivitas FMA dalam meningkatkan produksi dan mutu benih cabai serta efisiensi penggunaan pupuk P.

Penelitian terdiri atas empat percobaan yang masing-masing memiliki keterkaitan yaitu: (1) Isolasi, karakterisasi dan pemurnian FMA dari tiga lokasi penanaman cabai, (2) Seleksi FMA efektif dalam meningkatkan pertumbuhan cabai, (3) Pengujian efektivitas FMA dalam meningkatkan produksi dan mutu benih serta efisiensi penggunaan pupuk P, (4) Tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum FMA Mycofer. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan rumah kaca Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, rumah kaca Pusat dan Laboratorium Teknologi Benih, Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur.

Sampel tanah yang diamati berasal dari rizosfer tiga lokasi penanaman cabai. Seleksi FMA efektif dilakukan terhadap isolat-isolat hasil kultur spora tunggal dan FMA Mycofer dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Pengujian efektivitas menggunakan Rancangan Petak-petak Terbagi (Split-split Plot) dalam pola Rancangan Acak Kelompok, dengan tiga faktor perlakuan dan tiga ulangan. Petak utama adalah jen is kultivar cabai: Laris dari Panah Merah dan Tegar dari Surabumi. Anak petak adalah pemberian inokulan mikoriza arbuskula yaitu tanpa inokulasi dan dengan inokulasi FMA Mycofer 100 spora per bibit. Anak-anak petak adalah taraf dosis pupuk SP36: tanpa pupuk P dan dengan 100 kg/ha P205, 125 kg/ha P205, 150 kg/ha P205. Respon/tanggap tanaman terhadap FMA indigenous campuran dilakukan di rumah kaca PPPPTK Pertanian. Rancangan penelitian Petak Terbagi (Split Plot) dalam pola Rancangan Acak Kelompok, dengan tiga ulangan. Petak utama kultivar cabai: Laris dan Tegar, Anak petak inokulasi FMA: tanpa inokulasi, inokulasi FMA Mycofer, inokulasi FMA indigenous campuran.

(5)

parameter derajat kolonisasi, FMA Mycofer menunjukkan hasil lebih baik dari ketiga spesies indigenous. Pada uji efektivitas diperoleh bahwa perlakuan kultivar, inokulasi FMA dan pemupukan P baik secara tunggal maupun interaksi ketiga faktor atau kedua faktor berpengaruh secara nyata terhadap parameter pertumbuhan, produksi dan mutu benih serta efisiensi penggunaan P.

Inokulasi FMA mampu meningkatkan keefektifan pemupukan P pada semua level pemupukan dan dosis optimal 125 kg/ha P2O5, mampu meningkatkan jumlah buah, bobot buah, bobot benih masing-masing sebesar 7.2%, 38.5%, dan 14.0%. Mutu fisiologis benih hasil panen (daya berkecambah, kecepatan tumbuh relatif, indeks vigor, dan spontanitas tumbuh) dipengaruhi secara nyata oleh pemupukan P dan inokulasi FMA. Inokulasi FMA pada pemupukan P2O5 dosis 100 kg/ha mampu meningkatkan spontanitas tumbuh 16,1%. Interaksi perlakuan kultivar, inokulasi FMA dan pemupukan P berpengaruh secara nyata terhadap kadar dan serapan N, P, K. Pada kultivar Laris maupun Tegar inokulasi FMA pada semua level pemupukan P mampu meningkatkan serapan N, P, K masing-masing sebesar 57.7%, 155%, 44.3 pada kultivar Laris, sedangkan pada kultivar Tegar masing-masing sebesar 61.5%, 69.3%, 60.6%. Adanya pengaruh nyata interaksi FMA dan level pemupukan fosfat terhadap serapan P tanaman kemungkinan karena ada kesesuaian antara FMA dengan tingkat pemupukan, dimana pada dosis 150 kg/ha, kolonisasi FMA masih tinggi, hifa eksternalnya mampu memperluas daerah penyerapan dan menembus daerah penipisan hara yang terdapat di sekitar perakaran dan menyerap unsur hara dari daerah tersebut. Berdasarkan hasil percobaan pada hampir semua parameter, inokulasi FMA pada pemupukan P2O5 dosis 100 kg/ha, 125 kg/ha dan 150 kg/ha tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan mutu benih. Inokulasi FMA pada pemupukan P2O5 dosis 100 kg/ha, dapat menghemat penggunaan pupuk SP 36 sejumlah 138,9 kg/ha. (setara dengan 50 kg/ha P2O5). Kultivar Tegar menunjukkan respon yang lebih baik dari kultivar Laris terhadap inokulasi FMA pada hampir semua parameter pertumbuhan dan produksi tanaman. Fungi mikoriza arbuskula indigenous campuran menunjukkan potensi yang sama dengan FMA Mycofer dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi buah dan benih cabai.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagaian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa, mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN

MUTU BENIH CABAI (

Capsicum annuum

L) SERTA

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK P

WIDI AGUSTIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada ujian tertutup : Dr. Ir. Endang Murniati, MS

: Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc

Penguji pada ujian terbuka : Dr. Ir. Yusdar Hilman, Ms

(9)

Judul Disertasi

:

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula untuk Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Benih Cabai (Capsicum annuum L) serta Efisiensi Penggunaan Pupuk P

Nama Mahasiswa

:

Widi Agustin

Nomor pokok

:

A 361040141

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Ketua

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi, MS Anggota

Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, MSc Anggota

Dr. Ir. Faiza C Suwarno, MS Anggota

Diketahui

Ketua Progam Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana, IPB

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan Oktober 2006 di Laboratorium dan rumah kaca Silvikultur, Fakultas Kehutan IPB, Laboratorium Biotek Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati daan Bioteknologi IPB, Laboratorium Benih dan rumah kaca Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian (PPPPTK Pertanian) Cianjur. Disertasi ini disusun berdasarkan empat topik penelitian saling terkait yaitu (1) Isolasi, karakterisasi, pemurnian dan perbanyakan FMA dari lokasi penanaman cabai pada tanal Ultisol, (2) Seleksi fungi mikoriza arbuskula (FMA) efektif dalam pertumbuhan cabai, (3) Efektivitas Inokulasi FMA untuk meningkatkan produksi dan mutu benih cabai merah (Capsicum annuum L) serta menekan Kebutuhan Pupuk P, (4) Tanggap Tanaman Terhadap Inokulasi Inokulum FMA Indigenous Campuran dan Inokulum FMA Mycofer.

Peran dan bimbingan dari komisi pembimbing sungguh sangat berarti dalam penulisan disertasi ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi, MS, Bapak Prof. Dr. Ir Iswandi Anas, M.Sc, Ibu Dr. Ir Faiza C Suwarno, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian dan bimbingannya selama penulis mempersiapkan dan melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi ini.

2. Staf Dosen pada Progam Pascasarjana IPB atas bimbingannya dalam perkulihan dan praktikum selama penulis mengikuti progam S3.

3. Rektor IPB, Dekan Pascasarjana dan Ketua Progam Studi Agronomi IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti progam S3 dan penggunaan fasilitas yang ada.

(11)

5. Kementerian Pendidikan Nasional, yang telah memberikan beasiswa pendidikan

6. Ibu Dr. Ir. Endang Murniati, MS dan Bapak Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc sebagai penguji pada ujian tertutup, Bapak Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS, Bapak Dr. Ir. M Rahmad Suhartanto, MSi sebagai penguji pada ujian terbuka yang telah banyak memberikan saran dan arahan yang sangat bermanfaat untuk perbaikan disertasi ini.

7. Almarhum Ayah, Ibu, suami dan anak-anaku tercinta serta rekan-rekan, atas dukungan doa, perhatian dan pengorbanannya selama penulis menempuh pendidikan di S3 ini

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya yang telah membantu penulis selama melaksanakan pendidikan S3.

Semoga segala perhatian, bantuan dan pengorbanan Bapak dan Ibu serta saudara/saudari sekaliyan mendapatkan balasan dari Alllah SWT, amin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 7 Agustus 1958 sebagai anak ke empat dari sembilan bersaudara dari ayah Alm Rasam Partosuwiryo dan Ibu Hj Suwarti. Pada tahun 1987, penulis menikah dengan Sumidi, M.Pd dan kini telah dikaruniai tiga orang putra yaitu Jalu Waskito Aji Nugroho, Wisnu Adi Nugroho dan Wahyu Adi Nugroho.

Pendidikan sarjana di tempuh di Fakultas Pertanian, Progam Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, lulus pada tahun 1984. Pada tahun 1992, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi Magister Pertanian di Progam Studi Ilmu Tanaman pada Progam Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang dan menamatkan pada tahun 1995. Pada tahun 2004 penulis mendapatkan kesempatkan untuk melanjutkan ke progam doktor di Progam Studi Agronomi, Pascasarjana IPB.

Tahun 1985-1986 penulis bekerja di RAVED (Rural Agriculture Vocational of Education Development), tahun1987 penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil di PPPPTK Pertanian sebagai widyaiswara.sampai sekarang.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR... ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN,... xviii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Strategi Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA... 8

Tanah Ultisol dan Permasalahnya ... 8

Taksonomi, Karakterisasi dan Habitat FMA ... 9

Peran FMA Dalam Meningkatkan Serapan Hara ... 14

Mekanisme Serapan Fosfat ... 16

Diskripsi Benih Cabai ... 19

Viabilitas dan Vigor Benih ... 19

Peranan P dalam Benih ... 20

.ISOLASI, KARAKTERISASI, PEMURNIAN, DAN PERBANYAK AN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DARI LOKASI PENANAMAN CABAI PADA TANAH ULTISOL... 23

Abstrak... 23

Pendahuluan... 24

Bahan dan Metode ... 26

Hasil ... 31

Pembahasan ... 35

Simpulan... 39

SELEKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) EFEKTIF DALAM PERTUMBUHAN CABAI ... 40 Abstrak ... 40

Pendahuluan ... 41

Bahan dan Metode ... 43

Hasil ... 47

Pembahasan ... 51 Simpulan ...

.

(14)

EFEKTIVITAS INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L) SERTA MENEKAN KEBUTUHAN PUPUK P...

56

Abstrak... 56

Pendahuluan ... 58

Bahan dan Metode ... 60

Hasil ... 65

Pembahasan ... 85

Simpulan ... 90

TANGGAP TANAMANTERHADAP INOKULASI INOKULUM FMA INDIGENOUS CAMPURAN DAN INOKULUM FMA MYCOFER 91 Abstrak... 91

Pendahuluan... 93

Bahan dan Metode... 93

Hasil... 95

Pembahasan... 97

Simpulan... 99

PEMBAHASAN UMUM ... 100

SIMPULAN DAN SARAN ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

LAMPIRAN ... ..

(15)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1 Jumlah spora FMA dari contoh tanah………. 30 2 Jumlah spora hasil Trapping per 50 g contoh tanah ... 31 3 Nilai kuadrat tengah derajad kolonisasi, tinggi tanaman,

jumlah cabang dan panjang akar ………

46

4 Pengaruh kultivar cabai dan inokulasi FMA terhadap derajat kolonisasi, tinggi tanaman, jumlah cabang dan panjang akar.

48

5 Nilai kuadrat tengah bobot kering akar, bobot kering tajuk dan nisbah tajuk/ akar………..

48

6 Pengaruh jenis FMA terhadap bobot kering akar ... 49 7 Pengaruh interaksi kultivar dan FMA terhadap bobot kering

akar, bobot kering tajuk dan nisbah tajuk akar ………...

50

8 Respon tinggi tanaman kultivar cabai Laris dan Tegar akibat pengaruh inokulasi FMA dan pemupukan ……….

66

9 Respon diameter batang kultivar cabai Laris dan Tegar akibat pengaruh inokulasi FMA dan pemupukan………….

67

10 Respon diameter buah kultivar cabai Laris dan Tegar akibat pengaruh inokulasi FMA dan pemupukan P………..

68

11 Pengaruh interaksi kultivar, inokulasi FMA dan pemupukan P terhadap panjang buah ……….

69

12 Pengaruh interaksi antara perlakuan kultivar dan inokulasi FMA inokulasi FMA dan pemupukan P terhadap jumlah

buah calon benih……….

70

13 Pengaruh interaksi antara perlakuan kultivar dan inokulasi FMA dan inokulasi FMA dan pemupukan P terhadap jumlah

buah total ………

71

14 Pengaruh interaksi antara perlakuan kultivar dan inokulasi FMA dan inokulasi FMA dan pemupukan P terhadap bobot

buah ………

72

15 Respon bobot buah kultivar cabai Laris dan Tegar akibat

(16)

16 Pengaruh interaksi perlakuan kultivar, inokulasi FMA dan pemupukan P terhadap berat 1000 butir...

73

17 Respon bobot benih per tanaman kultivar Laris dan Tegar akibat perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P ……….

74

18 Pengaruh interaksi perlakuan kultivar dengan inokulasi FMA dan inokulasi FMA dengan pemupukan P terhadap

bobot benih ……….

75

19 Respon jumlah benih per tanaman kultivar Laris dan Tegar akibat perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P…………

76

20 Pengaruh interaksi perlakuan kultivar dengan inokulasi FMA dan inokulasi FMA dengan pemupukan P terhadap

jumlah benih ………...

76

21 Pengaruh interaksi perlakuan kultivar, inokulasi FMA dan pemupukan P terhadap berat basah dan berat kering per

tanaman ………..

77

22 Pengaruh interaksi perlakuan kultivar dengan inokulasi FMA dan inokulasi FMA dengan pemupukan P terhadap

derajat kolonisasi………

78

23 Daya berkecambah kultivar cabai Laris dan Tegar pada perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P ……….

79

24 Kecepatan tumbuh kultivar cabai Laris dan Tegar pada perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan ……….

79

25 Indeks vigor kultivar cabai Laris dan Tegar pada perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P...

80

26 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P terhadap spontanitas tumbuh………

81

27 Kadar N, P, K kultivar Laris dan Tegar pada interaksi perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P...

82

28 Serapan N, P, K kultivar Laris dan Tegar pada interaksi perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P...

83

29 Efisiensi serapan N, P, K kultivar Laris dan Tegar pada interaksi perlakuan inokulasi FMA dan pemupukan P...

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Bagan alir penelitian... 7

2 Struktur mikoriza dalam perakaran... 11

3 Arbuskula dalam Glomus... 11

4 Arbuskula dalam Acaulospora... 11

5 Visikel dalam Glomus... 11

6 Visikel dalam Acaulospora... 11

7 Struktur infeksi FMA pada sel korteks akar... 12

8 Irisan melintang benih cabai... 19

9 Trapping FMA dengan tanaman inang P javanica... 26

10 Tahapan penyiapan pengumpulan spora... 27

11 Tahapan kultur spora tunggal………... 29

12 Perbanyakan FMA hasil dari spora tunggal... 30

13 Jenis spora ... 31

a Glomus sp... 31

b Gigaspora sp ... 31

c Acaulospora sp ... 31

14 Jenis spora atas dasar karakterisasi morfologi dan responnya terhadap larutan Melzer’s………... a Glomus sp 1………... 32

b Glomus sp 2………... 32

c Gigaspora sp1………... 32

d Gigaspora sp2………... 32

e Gigaspora sp 3……….... 33

f Acaulospora sp1………... 33

g Acaulospora sp 2………... 33

h Acaulospora sp3………... 33

i Acaulospora sp 4………... 33

(18)

Laris... 18 Pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan kultivar Tegar... .

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

00000000000000000000000000000000000000000000000000000000

000000000

No Halaman 1 Metode prosedur pengamatan kolonisasi FMA pada akar

tanaman...

126

2 Hasil analisis kimia tanah ... 127 3 Katagori aras kolonisasi ………... 128 4 Rekapitulasi uji F analisis ragam pengaruh perlakuan

kultivar, inokulasi FMA dan interaksi kedua perlakuan terhadap parameter pertumbuhan ...

128

5 Rekapitulasi uji F analisis ragam pengaruh perlakuan kultivar, inokulasi FMA, pemupukan P dan interaksi ketiga atau kedua faktor perlakuan terhadap pertumbuhan dan produksi ...

129

6 Rekapitulasi uji F analisis ragam pengaruh perlakuan kultivar, inokulasi FMA, pemupukan P dan interaksi ketiga atau kedua faktor perlakuan terhadap pertumbuhan dan produksi ...

130

7 Rekapitulasi uji F analisis ragam pengaruh perlakuan kultivar, inokulasi FMA, dan interaksi kedua faktor perlakuan terhadap pertumbuhan dan produksi ...

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Data statistik menunjukkan bahwa konsumsi cabai mencapai 4.65 kg per kapita per tahun, jika diasumsikan penduduk yang mengkonsumsi cabai berumur 15 tahun ke atas sebanyak 170 juta maka diperkirakan kebutuhan cabai dalam negeri sebesar 790 500 ton per tahun. Luas pertanaman cabai pada tahun 2008 mencapai 103 837 ha, menempati urutan pertama terluas dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya (Direktorat Jenderal Hortikultura 2009). Rataan produksi nasional baru mencapai 6.51 ton/ha atau hanya menghasilkan 736 019 ton (Departemen Pertanian 2007). Angka tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan produktivitas negara Cina yang telah mencapai 19,13 ton/ha (Ali 2006).

(21)

Marschner 1995). Gangguan penyerapan hara juga terjadi karena pengaruh langsung interaksi Al dengan fosfor (P) sehingga P menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Marschner 1995).

Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang penting dalam pertumbuhan akar, pertumbuhan bagian generatif (bunga, buah) dan perkecambahan benih. Unsur tersebut berfungsi sebagai penyusun metabolit dalam senyawa kompleks, sebagai aktivator, kofaktor atau penyatu enzim dan berperan dalam proses fisiologis (Soepardi 1983). Selain itu fosfor merupakan molekul pentransfer energi ADP dan ATP (Gardner et al. 1991; Marschner 1995). Jika energi tersedia dalam jumlah cukup maka semua proses metabolisme dapat berlangsung dengan baik, sehingga tanaman akan lebih mampu tumbuh dengan baik.

Pemberian pupuk P pada tanah Ultisol yang bertujuan meningkatkan kandungan dan ketersediaan P tanah serta meningkatkan produksi benih cabai, menjadi tidak efisien karena ada fiksasi P yang tinggi pada tanah Ultisol. Mikanova dan Novakova (2002) menyatakan meskipun P total dalam tanah terdapat dalam jumlah yang banyak tetapi ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Tanaman hanya mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan, sebagian besar mengakibatkan perubahan kimia dalam tanah menjadi bentuk tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan dan efisiensi P adalah dengan menginokulasi fungi endomikoriza (Jumaniyazova et al. 2004).

(22)

laju penyerapan unsur P per unit panjang akar meningkat 2-3 kali dibandingkan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini karena pada akar tanaman yang bermikoriza ditemukan hifa yang memberikan kontribusi sebesar 70-80% dari total penyerapan P. Prinsip kerja dari FMA adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif.

(23)

untuk tingkat viabilitasnya dan mutu benih apabila disimpan dan ditranslokasikan. Mutu fisik mengait pada mutu kebersihan dan homogenitas fisik.

Volume tanah yang dijelajah oleh 1 cm akar tanaman tanpa FMA hanya sekitar 1-2 cm3, sedangkan 1 cm akar tanaman ber FMA dapat menjelajah 12-15 cm3 (6-15 kali) (Sieverding 1991). Akibat pembesaran volume jelajah akar serap bermikoriza, keuntungan yang diperoleh tanaman adalah (1) peningkatan daya serap air dan hara terutama yang relatif immobile seperti P, Cu dan Zn, juga yang relatif mobile seperti K, S, NH4+, Mo; (2) penurunan stress tanaman akibat infeksi patogen akar, kondisi tanah salin, kelembaban tanah yang rendah, temperatur tanah yang tinggi serta faktor-faktor merugikan lainnya, (3) peningkatan toleransi tanaman terhadap defisiensi hara pada tanah tidak subur, dan terhadap kemasaman dan toksisitas Al, Fe, dan Mn pada tanah masam dan (4) peningkatan nodulisasi dan daya fiksasi N2 oleh Rhizobium pada simbiosis legum, (5) meningkatkan serapan dan toleransi tanaman terhadap toksisitas Zn (Dueck et al. 1986; Burkert dan Robson 1994); (6) merangsang laju fotosintesis dan transportasi fotosintat ke akar, produksi hormon seperti IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, auksin dan giberelin dan eksudasi asam-asam organik dari akar, serta permeabilitas membran terhadap lintasan hara (Abbott dan Robson 1984; Gianinazzi-Pearson dan Gianinazzi 1983); (7) mempercepat fase fisiologis definitif, sehingga waktu berbunga dan panen dipercepat, serta meningkatkan daya survival tanaman pada awal pertanaman (Linderman dan Hendrix 1984); dan (8) berperan penting dalam konservasi dan pendauran hara dalam tanah, dalam agregasi tanah dan mengurangi erosi/pelindian hara tanah (Sieverding 1991).

(24)

dengan hasil tajuk (3) Efisiensi penggunaan meliputi keseluruhan tanaman (akar dan tajuk).

Aplikasi fungi mikoriza dan berbagai taraf pupuk P diharapkan berinteraksi positif dalam meningkatkan produksi cabai dan mutu benih yang dihasilkan serta meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P pada lahan-lahan marginal. Penelitian terdiri atas empat percobaan yang saling melengkapi dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu: (1) isolasi, karakterisasi dan pemurnian FMA, (2) seleksi FMA yang efektif terhadap pertumbuhan cabai, (3) pengujian efektivitas inokulasi dalam menekan penggunaan pupuk P dan peningkatan produksi dan mutu benih cabai genotip Laris dan Tegar, (4) tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum FMA Mycofer.

Tujuan Penelitian

1. Mengisolasi dan mengkarakterisasi FMA pada lahan penanaman cabai di daerah Cianjur.

2. Mendapatkan jenis FMA yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan bibit cabai.

3. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA dalam meningkatkan efisiensi pemupukan P 4. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA dan pupuk P terhadap peningkatan hasil

dan mutu benih cabai.

Kegunaan Penelitian

1. Dengan ditemukan isolat FMA yang efektif maka isolat tersebut dapat digunakan pada usahatani cabai di tanah Ultisol.

2. Dengan diketahui mekanisme kerja FMA dalam peningkatan penyerapan hara P, maka diharapkan dapat memperbaiki teknik budidaya khususnya dalam pemupukan.

(25)

Hipotesis

1. Terdapat keragaman jenis-jenis FMA pada rhizosfer cabai.

2. Terdapat FMA jenis tertentu yang efektif tinggi pada tanaman cabai di tanah Ultisol.

3. Inokulasi FMA dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P.

4. Inokulasi FMA dan pemupukan P meningkatkan produksi dan mutu benih.

Strategi Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga topik penelitian, dan masing-masing topik penelitian saling berkaitan. Topik pertama bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi isolat-isolat FMA yang terdapat pada tanah Utisol, dengan judul “Isolasi, karakterisasi dan pemurnian FMA dari tanah Ultisol lahan penanaman cabai”. Isolat-isolat yang ditemukan pada penelitian pertama, diuji keefektifannya terhadap pertumbuhan bibit cabai pada penelitian kedua. Judul penelitian kedua "Seleksi FMA efektif terhadap pertumbuhan cabai”. Selanjutnya hasil penelitian kedua digunakan untuk penelitian ketiga dengan judul " Efektivitas inokulasi fungi mikoriza arbuskula dalam meningkatkan produksi dan mutu benih cabai serta menekan kebutuhan pupuk P”, penelitian keempat dengan judul” Tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum FMA Mycofer”.

(26)

INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH CABAI (Capsicum annuum L) SERTA EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK P

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Percobaan 1

Inokulasi, karakterisasi, pemurnian dan perbanyakan FMA dari lokasi penanaman cabai pada tanah Ultisol

Percobaan 2

Seleksi fungi mikoriza arbuskula (FMA)hasil

percobaan 1 yang efektif dalam pertumbuhan cabai

Percobaan 3

Efektivitas inokulasi FMA hasil percobaan 2 dalam

meningkatkan produksi dan mutu benih cabai serta menekan kebutuhan pupuk P

Hasil yang diharapkan

FMA

meningkatkan produksi , mutu benih dan penggu naan pupuk p

Hasil yang diharapkan FMA efektif dalam meningkatkan pertumbuhan Hasil yang diharapkan Jenis FMA indigenous Karakteristik FMA Percobaan 4

Tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum Mycofer

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol dan Permasalahannya

Pada wilayah beriklim tropika basah seperti di Indonesia, kemasaman tanah yang tinggi merupakan suatu masalah utama yang sering ditemui. Curah hujan ≥ 2.000 mm per tahun, temperatur rata-rata 27 C, mengakibatkan tercucinya kation-kation basa, sehingga tanah umumnya didominasi oleh oksida aluminium dan besi yang tinggi. Hal ini mengakibatkan tanah bereaksi masam. Masamnya tanah ini dapat terjadi sebagai akibat kemampuan ion Al dalam menghidrolisis air sehingga dibebaskan ion H . Ion H+ merupakan anasir penyebab tanah menjadi masam. Salah satu jenis tanah yang bersifat masam adalah Ultisol.

(28)

akar, baik akar primer, akar lateral maupun bulu akar. Tanaman yang keracunan Al mempunyai akar yang pendek, percabangan sedikit, akar adventif lebih banyak tumbuh pada pangkal akar, serta akar primer berkembang melebar ke arah apikal meristem sehingga terlihat gemuk (Rout et al. 2001). Pertumbuhan akar yang demikian sulit melakukan penetrasi ke lapisan sub soil, menyebabkan penyerapan hara dan air menjadi lebih rendah (Marschner 1995).

Pada tanah masam, fosfat yang dibebaskan baik dari proses pelapukan mineral apatit, dekomposisi bahan organik ataupun pupuk, akan segera diikat oleh liat serta aluminium, besi, ataupun kalsium, sehingga fosfat tidak tersedia bagi tanaman karena berubah menjadi garam yang mengendap dan tidak larut air (Syekhfani 1999). Radjagukguk (1983) mengemukakan bahwa salah satu ciri tanah mineral masam adalah rendahnya kandungan P dan fiksasi P yang tinggi.

Taksonomi, Karakteristik dan Habitat FMA

Mikoriza merupakan suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk karena adanya simbiosis mutualistik antara fungi (myces) dan akar (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi. Brundrett (2004) mendifinisikan mikoriza secara luas, yang mencakup seluruh keragaman mikoriza sebagai suatu asosiasi simbiotik yang esensial bagi satu atau kedua mitra, antara suatu fungi dan akar dari suatu tumbuhan hidup, yang terutama bertanggung jawab untuk transfer hara. Bentuk struktur khas mikoriza dapat dibedakan berdasarkan cara infeksinya pada perakaran tanaman inang, yaitu (1) endomikoriza, merupakan struktur mikoriza yang terbentuk sampai ke dalam sel korteks akar, (2) ektomikoriza, merupakan struktur mikoriza pada lapisan luar akar yang bentuknya berupa jala hartig; dan (3) ektendomikoriza, merupakan struktur mikoriza yang tidak hanya dapat membentuk jala hartig di permukaan akar, tetapi dapat menembus sel korteks (Smith dan Read 1997). Salah satu simbion fungi yang banyak membentuk struktur endomikoriza pada tanaman pertanian adalah FMA.

(29)

dinyatakan bahwa FMA adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk kedalam golongan endomikoriza termasuk kedalam golongan Glomeromycota, dengan ordo Glomales yang mempunyai dua sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai dua genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomineae mempunyai empat famili yaitu Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus dan Archaeosporaceae dengan genus Archaespora. Identifikasi FMA dapat dilakukan berdasarkan morfologi sporanya, ataupun dengan menggunakan teknik molekuler. Perbedaan morfologinya dapat dilihat dari perkembangan spora, bentuk spora, ukuran spora, warna spora, pola lapisan dinding spora dan reaksi warnanya, ornamentasi pada dinding spora, isi spora, perkecambahan spora dan hifa (Simanungkalit 2007).

(30)

(arbuskula, vesikel) di dalam sel korteks (Gambar 7). Secara simultan, hifa juga tumbuh di luar akar dan membentuk jaringan miselium yang ekstensif. Pertumbuhan fungi dalam tanah dapat mencapai 80 sampai 134 kali panjang akar yang dikolonisasinya.

[image:30.595.99.475.42.843.2]

Gambar 2. Struktur mikoriza dalam perakaran

(Brundrett et al. 1996)

Gambar 3. Arbuskula pada Glomus Gambar 4. Arbuskula pada Acaulospora (Brundrett et al. 1996) (Brundrett et al. 1996)

Gambar 5. Visikel dari Glomus Gambar 6. Visikel dari Acaulopsora (Brundrett et al. 1996) (Brundrett et al. 1996)

Arbuskula

(31)

Secara umum proses kolonisasi FMA pada akar tanaman melewati empat tahap, yaitu (1) induksi perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa, (2) kontak antara hifa dan permukaan akar yang menyebabkan pengenalan dan pembentukan apresorium, (3) penetrasi hifa ke dalam akar, dan (4) perkembangan struktur hifa interseluler.

.

(32)

dimulai dari propagul (spora dan residu akar) atau dari akar yang berdekatan dengan tanaman yang sama atau berbeda spesies tanaman. Propagul mampu menginfeksi akar tanaman inang karena adanya sinyal berupa eksudat flavanoid dari akar. Perkembangan infeksi FMA di akar berhubungan dengan pembentukan eksudat gula dan asam organik. Fungi mikoriza arbuskula dengan cepat mengkonversi dan mentransfer hasil fotosintat tanaman inang ke dalam senyawa karbon yang spesifik sebagai lipid atau glikogen (Gianinazzi-Pearson dan Gianinazzi 1983).

Mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman. Tiap jenis tanaman juga dapat berasosiasi dengan satu atau lebih jenis FMA. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis tanah dan jenis tanaman memiliki jenis FMA yang berbeda, seperti di sawah tadah hujan Laladon Bogor ditemukan 2 isolat Gigaspora dan 5 isolat Glomus (Hanafiah 2001); pada lahan penanaman padi di tanah podsolik ditemukan 1 isolat Acaulospora, 4 isolat Glomus (Iriani 2003); pada tanah PMK bekas hutan ditemukan 4 isolat Glomus, 5 isolat Acaulospora; pada tanah PMK bekas karet ada 7 isolat Glomus dan 2 isolat Acaulospora (Kartika 2006), pada kawasan pantai Samas sekitar tegakan Tridax procumbens terdapat 2 isolat Glomus dan 1 isolat Gigaspora (Swasono 2006).

(33)

menggunakan karbon tersebut sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya (Fakuara 1988), (4) keasaman tanah. Setiadi (1992) menyatakan bahwa perkembangan spora FMA sangat dipengaruhi oleh pH tanah, pH optimum untuk Glomus sp antara 5.5-9.5, Gigaspora sp berkisar 4-6. Setiadi (2004) menyimpulkan bahwa produksi spora pada kultur spora tunggal ditentukan oleh jenis media, tanaman inang, dan ukuran wadah. Media zeolit, tanaman inang dan wadah berukuran 250 ml merupakan kombinasi terbaik untuk menghasilkan jumlah spora tertinggi.

Peran FMA dalam Meningkatkan Serapan Hara

(34)

margarita dapat membantu penyerapan P sebesar 30.95 (Haryantini Santoso 2001). Hasil penelitian Guntoro (2003) menunjukkan inokulasi FMA dan bakteri Azospirillum pada turfgrass C. Dactlon var. Tifdwarf dapat meningkatkan serapan hara dan meningkatkan efisiensi pemupukan.

Produksi hifa sangat bervariasi antara FMA, tetapi variasi ini tidak selalu mencerminkan besarnya serapan P (Sanders et al. 1977). Demikian pula dengan sebaran hifa bervariasi pada masing-masing spesies FMA (Jakobsen el a1.1992). Acaulospora laevis menyebar 81 mm setelah empat minggu sedangkan dua fungi lainnya hanya menyebar 31 mm panjang hifa. Panjang hifa eksternal berkisar antara 1-30 m/cm3. Selain itu umur hifa juga mempengaruhi serapan P. Bertambahnya umur hifa, maka semakin aktif dalam reaksi metabolisme, namun demikian umumnya hanya berkisar 5-7 hari setelah inisiasi (Friese dan Allen 1991). Serapan P oleh hifa sangat dipengaruhi oleh kedekatan hifa dan kualitas hifa. Semakin dekat dengan sumber P, maka serapan P akan semakin tinggi, demikian pula hifa yang cukup berumur akan lebih mampu menyerap P dibandingkan hifa yang belum matang

Mekanisme Serapan Fosfat

Kadar P total di dalam tanah umumnya rendah, dan berbeda-beda menurut jenis tanah. Tanah-tanah muda dan perawan biasanya lebih tinggi daripada tanah-tanah tua. Begitu juga penyebarannya di dalam profil tanah berbeda, terlihat bahwa kadar P-anorganik makin bertambah dengan dalamnya lapisan kecuali bentuk P-organik. Sirkulasi P di alam, dalam bentuk fosfat berbeda dengan sirkulasi karbon dan nitrogen. Fosfor terdapat dalam tanah, batuan dan organisme hidup dan tidak dalam atmosfer. Total fosfor yang terdapat dalam bumi cukup besar, pada kerak bumi terdapat 2x1018 kg atau 0.12%. Sumber P tanah meliputi 0.04% atau 1.2 x 1 013 kg.

(35)

organik merupakan 20-50% dari total P tanah. Makin lanjut perkembangan tanah makin besar persentase P organik terhadap P total. Mineralisasi P organik menghasilkan H2PO4- yang segera diikat oleh komponen tanah. Bentuk P inorganik dapat dibedakan menjadi (1) P aktif, yang meliputi P-Ca, P-Al dan P-Fe dan (2) P tidak aktif, yang meliputi „occlude-P”, dan mineral fosfat primer. (Soepardi 1983). Fosfat mobil dalam tanaman, tetapi tidak mobil dalam tanah (McWilliams 2003). Fosfat relatif tidak mudah bergerak di dalam tanah dan mengalami difusi yang lambat menuju akar tanaman yaitu berkisar 10-12 sampai 10-15 m2 detik-1,sehingga tingginya serapan P tanaman menyebabkan terjadinya daerah deplesi/pengurasan P di sekitar akar (Schachtman et al. 1998; Smith 2002). Rata-rata konsentrasi P dalam larutan tanah adalah 0.05 ppm dan sangat bervariasi diantara jenis tanah. Konsentrasi P dalam larutan yang diperlukan tanaman bervariasi dari 0.003 sampai 0.3 ppm dan bergantung pada spesies tanaman dan tingkat produksinya (Havlin et al. 1999), sedangkan kemampuan tanaman mengambil P dari larutan tanah juga bervariasi tergantung pada spesies (genotipe) dan dipengaruhi oleh interaksi antara tanaman dan mikroba (Kaeppler et al. 2000). Sifat khas dari P yaitu sukar larut dalam air namun larut dalam asam lemah, hal ini juga menjadi salah satu kendala rendahnya ketersediaan P tanah (Syekhfani 1999; Hardjowigeno 2007). Sifat khas P tersebut mengakibatkan tanaman memperoleh P melalui mekanisme difusi. Gardner et al. (1991) menyebutkan pada tanaman jagung, P yang diserap tanaman melalui mekanisme difusi 32 kali lebih banyak dari P yang diperoleh tanaman melalui mekanisme aliran massa dan kontak langsung. Fosfor organik dalam tanah tidak langsung tersedia untuk tanaman, tetapi terlebih dahulu harus dimineralisasi menjadi P anorganik yang selanjutnya berada dalam reaksi kesetimbangan dalam larutan tanah (Smith et al. 2003). Ion fosfat dalam tanah terdapat dalam tiga fraksi yaitu dalam larutan tanah, dapat ditukarkan (tidak stabil), dan tidak larut (stabil). Hanya P dalam larutan yang tersedia bagi tanaman. Sebagai unsur penyusun ATP dan ADP setiap organisme tanah, maka P juga dimanfaatkan oleh berbagai organisme, sehingga tanaman budidaya juga harus berkompetisi dengan berbagai organisme lain untuk mendapatkannya (Rao et al. 1999; Gardner et al. 1991).

(36)

karena hifa eksternal dari fungi mikoriza berperan sebagai system perakaran. Hifa eksternal menyediakan permukaan yang lebih efektif (lebih ekstensif dan lebih baik penyebarannya) dalam menyerap hara dari tanah yang kemudian dipindahkan ke tanaman inang. Hifa disini berperan sebagai “jalan bebas hambatan” untuk gerakan fosfat melalui zona deplesi di sekeliling akar. Dari hasil pengukuran laju gerakan P pada akar yang bermikoriza adalah kira -kira 6 kali laju akar tidak bermikoriza (Gunawan 1993). Fosfor yang diserap oleh FMA diubah menjadi polyfosfat yang kemudian ditranslokasikan ke komponen FMA dalam jaringan akar. Proses pengangkutan berlangsung sangat efisien dan hampir 1.000 kali lebih cepat daripada laju difusi ion P melalui tanah (Barea et al. 1980). Polifosfat dalam arbuskula, diubah menjadi orthofosfat yang kemudian masuk kedalam sitoplasma FMA. Dari sini P melewati dinding sel FMA dan memasuki tanaman inang melalui proses difusi. Cooper dan Tinker (1978) menyatakan pergerakan P dari medium ke tanaman dapat dibagi dalam tiga proses yaitu: 1) serapan P oleh hifa dari tanah, 2) translokasi P melalui hifa dan 3) transfer P melewati interfase ruang fungi.

De La Cruz (1981) melaporkan bahwa ektomikoriza mampu mengektrak senyawa berunsur hara secara langsung dari bahan organik, dan mengubahnya menjadi senyawa organik di dalam jaringan mikoriza selama proses metabolismenya, serta selanjutnya mengirimkan senyawa organik tersebut ke tanaman inang. Antibus et al. (1981) mengatakan bahwa ektomikoriza mampu mengubah fosfat organik tak larut menjadi tersedia bagi tanaman. Aktivitas ini terkonsentrasi pada selubung mikoriza, dimana pada selubung ini terjadi peningkatan aktivitas fosfatase.

(37)

fosfat organik dapat dilarutkan oleh adanya asam-asam organik. Banyak fungi menghasilkan asam oksalat yang dapat mengkelat ion Ca atau membuang ion tersebut dari larutan tanah dalam bentuk kalsium oksalat. Asam oksalat dapat juga memacu pelepasan ion fosfat yang diabsorpsi oleh hidroksi besi dan alumunium. 3) Beberapa bakteri pelarut fosfat dan fungi tanah dapat melepaskan P ke dalam pool P labil di tanah, yang selanjutnya dapat diserap oleh tanaman bermikoriza.

Potensi mikoriza dalam membantu tanaman menyerap P bergantung pada kondisi P tanah. Pada tanah yang difisiensi P, simbiosis mikoriza dengan tanaman menguntungkan, sedangkan pada tanah yang ketersediaan P–nya tinggi, simbiosis tersebut tidak menguntungkan (Swift 2004). Level P tanah lebih dari 140 mg/kg (140 ppm), infeksi mikoriza akan menurun, sedangkan apabila level P tanah 50 mg/kg (50 ppm) perkembangan mikoriza tinggi. Rahim (2002) menyatakan bahwa keefektivan mikoriza berbeda setiap tanaman dan lingkungan

Aspek Mutu Benih Diskripsi Benih Cabai Merah

Benih cabai berukuran kecil (3-5 mm), berwarna kuning dan berbentuk pipih seperti ginjal (buah pinggang). Berat 1000 biji kering berkisar antara 3-6 gram. Bagian-bagian benih cabai adalah embrio, endosperma, poros embrio (hipokotil, radikula, plumula), kotiledon, dan kulit benih.

Embrio cabai merah dikelilingi oleh endosperma. Endosperma berfungsi sebagai cadangan makanan untuk embrio dan kecambah muda. Endosperma terletak didepan radikal dan terdiri dari 7-9 sel (Walkins et al. 1985). Cadangan makanan benih sebagian besar tersusun protein dan lipid (Chen dan Lott 1992). Sel endosperma dibatasi oleh epidermis internal, epidermis berbentuk angular, mempunyai butiran-butiran minyak dan aleuron yang mengandung kristaloid.

(38)

luar (secara visual) terlihat terjadi satu hari sebelum radikula membesar dan menembus kulit benih. Perubahan ini dibarengi dengan hilangnya integritas endosperma dan berkurangnya ketebalan pada endosperma di depan radikula, tetapi pada bagian endosperma lain tidak mengalami perubahan. Sel-sel pada bagian paling luar dari endosperma yang berbatasan dengan kulit biji dan sel-sel protoderm embrio diseliputi oleh kutikula. Bagian-bagian benih pada Gambar 8.

Gambar 8. Irisan melintang benih cabai: C: kotiledon, E: endosperma; H: hipokotil; R: radikula; SC: kulit biji (Bosland dan Votava 1999)

Viabilitas dan Vigor Benih

Mutu benih adalah salah satu faktor penentu keberhasilan pertanaman secara ekonomis. Petani Jepang mengatakan bahwa benih adalah setengah kesuksesan. Menurut Ilyas (2003) mutu benih yang tinggi dicirikan oleh (1) tingkat kemurnian tinggi, (2) daya berkecambah tinggi, (3) vigor tinggi (4) bebas dari penyakit seedborne.

(39)

sehingga dari padanya dapat tumbuh jaringan baru, (7) laju tumbuh atau penambahan bobot kering dari bibit yang sudah berfotosintesis lebih tinggi, (8) menghasilkan tanaman yang berproduksi tinggi dalam waktu tertentu. Vigor benih tidak hanya mengukur sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan penampilan suatu lot benih yaitu: a) kecepatan dan keserempakan berkecambah dan pertumbuhan kecambah, b) kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan, dan c) kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan (Ditjen Hortikultura, 2006). Sadjad (1993) menyatakan bahwa pengujian vigor mencakup dua yaitu: (1) pengujian kekuatan tumbuh dan (2) pengujian daya simpan. Kekuatan tumbuh benih dapat dicerminkan oleh kecepatan tumbuh dan ketahanan terhadap kekeringan. Benih yang cepat tumbuh mengindikasikan lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimum.

Peranan P Dalam Benih

Fosfor merupakan unsur esensial untuk setiap sel hidup. Unsur ini terlibat langsung dalam berbagai metabolisme energi dan biosintesis asam nukleat dan membran, yang digunakan dalam proses fotosintesa, respirasi dan regulasi sejumlah enzyme (Raghothama 1999). Di dalam tanaman, fosfor terdapat sebagai fosfit ataupun P elemen. Fosfor inorganik banyak terdapat di dalam cairan sel yang merupakan komponen dari sistem penyangga tanaman. Fosfor dalam bentuk organik, antara lain terdapat sebagai: (1) fosfolipid, yang merupakan komponen membram sitoplasma dan khloroplas, (2) fitin, yang merupakan simpanan fosfat dalam biji, (3) gula fosfat, yang merupakan senyawa-senyawa dalam berbagai proses metabolisme tanaman, (4) nukleo protein, komponen utama DNA dan RNA dari inti sel, (5) ATP, ADP, dan AMP yang merupakan sumber energi untuk metabolisme, (6) NAD dan NADP, keduanya koenzim penting dalam proses reduksi dan oksidasi (Sutcliffe dan Baker 1974).

(40)

pada saat pemasakan benih dalam proses pembentukan benih (Noggle dan Fritz 1979). Senyawa fitin berfungsi sebagai cadangan fosfor dan untuk pemeliharaan energi dalam benih, sebab P dapat bergabung dengan dinukleotida (ADP) menjadi ATP.

(41)
(42)

ISOLASI, KARAKTERISASI, PEMURNIAN DAN

PERBANYAKAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DARI

LOKASI PENANAMAN CABAI PADA TANAH ULTISOL

Isolation, Characterization, Purification and Multiplication of

Arbuscular Mycorrhizal Fungus from Rhizosphere of Hot Pepper on

Ultisol Soil

Abstrak

Fungi mikoriza arbuskula ditemukan hampir di berbagai ekosistem, dan dapat bersimbiosis dengan hampir 90% famili tanaman. Setiap rizosfer suatu tanaman dalam suatu ekosistem memiliki berbagai jenis FMA dan untuk mengetahui jenis FMA tersebut perlu dilakukan kegiatan isolasi dan karakterisasi spora FMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengkarakterisasi dan memurnikan FMA dari rizosfer cabai pada tanah Ultisol.

Hasil penelitian menunjukkan pada contoh tanah awal sebelum trapping ditemukan satu genus spora FMA yaitu Glomus sp dengan kepadatan spora 1-3 spora dalam 50 g tanah. Setelah dilakukan trapping didapat sembilan jenis FMA yaitu dua tipe Glomus, tiga tipe Gigaspora dan empat tipe Acaulospora. Jenis FMA yang berhasil didapat dan diperbanyak dari kultur tunggal ada tiga tipe spora yaitu Glomus sp 1, Gigaspora sp 1, Acaulospora sp 3.

Kata kunci: Acaulospora sp, Gigaspora sp, Glomus sp

Abstract

Arbuscular mycorrhizae fungus are found in any ecosystem and it can symbiosis with 90% plant in the world. Every plant rhizospheres in any ecosystem there are various AMF. An isolation, characterization and purification is required to investigate the spesies or type of AMF. This research was aimed to study the isolation, characterization and purification of AMF sporulation in hot pepper rhizosphere on Ultisol soil.

The results of evaluation on soil sample before trapping showed that there was spore from one genus AMF (glomus), with population 2-5 spores/50 g soil. After trapping, nine AMF species i.e. two types of Glomus, three types of Gigaspora sp and four types of Acaulospora were identified in soil sample. Following single spore culture, three spore types were obtained: Glomus sp 1, Gigaspora sp 1, and Acaulospora sp 3.

Key words: AMF, Acaulospora sp, Gigaspora sp, Glomus sp

(43)

Pendahuluan

Fungi mikoriza arbuskula mempunyai kemampuan berasosiasi luas dengan berbagai jenis tanaman, sehingga banyak dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kesuburan tanah marjinal, termasuk pada tanah Ultisol. Salah satu tanaman yang bersimbiosis adalah cabai (Muchovej 2002). Simbiosis antara tanaman dengan FMA adalah simbiosis mutualisme, dimana fungi mendapatkan karbohidrat dari tanaman untuk kelangsungan hidupnya, sedangkan tanaman dapat menyerap lebih banyak unsur hara terutama P. Manfaat lain bagi tanaman dengan adanya asosiasi dengan FMA antara lain meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan meningkatkan ketahanan terhadap patogen akar.

Beberapa langkah agar FMA dapat berperan meningkatkan petumbuhan dan produksi tanaman adalah menggali/mengisolasi keberadaan FMA, mengidentifikasi dan memperbanyak FMA serta menginokulasi FMA ke tanaman. Propagul FMA dapat bertahan dalam tanah dalam bentuk spora, hifa dan akar tanaman inang yang terinfeksi. Fungi mikoriza arbuskula mempunyai selang ekologis yang luas. Setiadi (2002) mengatakan perkembangan spora setiap FMA berkaitan dengan pH medium. Fungi mikoriza arbuskula yang diisolasi dari tanah masam cenderung lebih menyukai pH rendah. Perkembangan spora Acaulospora laevis optimum pada pH 4.5 dan kapasitas perkecambahan akan menurun 10% jika kondisi mediumnya netral atau alkalin. Sebaliknya Glomus sp menginginkan pH netral sampai alkalin untuk perkecambahan optimumnya.

(44)

menempel pada spora dalam bentuk silinder dan beberapa spora mempunyai hifa ganda atau tangkai hifa bercabang. Ukuran spora berkisar sangat kecil (20 - 50 µm) sampai sangat besar (200 - 1000 µm) (Simanungkulit 2007)

Teknik dasar untuk isolasi adalah teknik penyaringan basah dari Gardemann dan Nicholson (1963). Teknik penyaringan basah dimaksudkan untuk memisahkan pasir, liat, dan bahan organik lain yang menempel pada spora melalui berbagai macam ukuran saringan. Struktur FMA (arbuskula, visikel, dan hifa) tidak bisa diamati secara langsung di bawah mikroskop karena baur dengan adanya berbagai pigmen dan isi sel dalam akar. Struktur fungi dalam akar dapat diamati jika warnanya lebih menyolok dibandingkan dengan struktur akar lain. Oleh karena itu pigmen-pigmen dan isi sel harus dihilangkan lebih dulu dengan menggunakan bahan kimia tertentu misalnya KOH (Brundrett et al. 1996).

Fungi mikoriza arbuskula bersifat obligat, sehingga untuk hidup dan berkembangbiaknya selalu menggunakan tanaman inang (host). Salah satu teknik untuk mengembangbiakan FMA adalah biakan pot (pot kultur), dimana FMA dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam sistem perakaran inangnya yang ditumbuhkan dalam pot yang berisi media tertentu. Setiadi dan Faiqoh (2004) menyatakan bahwa untuk menghasilkan inokulum yang berkualitas diperlukan media padat yang mempunyai syarat relatif ringan, berpori, mempunyai KTK yang tinggi, tidak berpatogen, dan tidak toksit serta mudah tersedia. Tanaman inang yang sering digunakan untuk produksi FMA adalah: Pueraria javanica, sorgum, bahia grass, rumput gajah, jagung, bawang daun, tagetes dan tomat (Mansur 2003).

(45)

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB, laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Bogor, laboratorium Bioteknologi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian . Waktu penelitian Oktober 2006 - Agustus 2008.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari enamtahap kegiatan yaitu: 1) pengambilan contoh tanah dan akar, 2) pengamatan spora awal, 3) trapping (pemerangkapan) FMA, 4) ekstraksi dan identifikasi spora FMA, 5) pembuatan kultur tunggal, 6) perbanyakan kultur FMA.

Pelaksanaan

Pengambilan contoh tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan di tiga lokasi penanaman cabai yaitu desa Bebojong, desa Cibalagung dan desa Sukamanah di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode sampling dengan mengambil beberapa titik di sekitar zona perakaran cabai, yaitu kedalaman 0 - 20 cm (daerah rizosfer), contoh tanah dimasukan dalam kantung plastik dan diberi label. Contoh tanah merupakan komposit dari sepuluh titik pengambilan masing-masing titik 500 g

Pengamatan spora awal

(46)

dan disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit. Selanjutnya larutan dihisap dengan pipet hisap dan ditaruh dalam cawan petri, kemudian dilihat dibawah mikroskop binokuler. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spora sangat sedikit yang kemungkinan saat pengambilan contoh tanah tidak pada musim sporulasi, maka dilakukan trapping (pemerangkapan) spora terlebih dahulu.

Trapping (Pemerangkapan) FMA

Teknik trapping menggunakan metode Brundrett et al. (1994) dengan menggunakan pot-pot kultur kecil (200 g volume). Media tanam yang digunakan berupa campuran contoh tanah 50 g dan batuan zeolit berukuran 1-2 mm sebanyak 150 g.

Tanaman inang yang digunakan adalah P javanica dan sorgum. Benih P javanica terlebih dahulu direndam dalam larutan Bayclin selama 5-10 menit sebagai upaya sterilisasi permukaan, kemudian benih direndam dalam air hangat selama 24 jam untuk memecahkan dormansi, setelah itu benih disemaikan dalam bak persemaian selama ± 10 hari. Selanjutnya kecambah langsung dipindahkan ke dalam pot-pot kultur (Gambar 9). Pemeliharaan kultur meliputi penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama secara mekanis. Pupuk yang digunakan adalah Hyponex merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/2 ℓ air. Pemberian larutan hara dilakukan setiap minggu sebanyak ± 20 ml tiap pot kultur. Pemanenan spora dilakukan setelah kultur berumur kurang lebih 4 bulan. Peubah yang diamati adalah jumlah spora per 50 g.

Gambar 9. Trapping FMA dengan tanaman inang P javanica

Ekstraksi dan identifikasi spora FMA

(47)

Teknik yang digunakan adalah teknik tuang saring dari Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan sentrifugasi dari Brundrett et al., (1996).

Pada teknik tuang saring, contoh tanah sebanyak 50 g dicampur dengan 200-300 ml air, lalu diaduk sampai butiran-butiran tanah hancur. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 710 µm, 425 µm, dan 45 µ m secara berurutan dari atas ke bawah. Saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan spora lolos. Selanjutnya saringan teratas dilepas, dan sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse (Gambar 10)

[image:47.595.102.512.0.842.2]

(a) (b) (c) Gambar 10. Tahapan penyiapan pengumpulan spora

(a) Penyaringan contoh tanah (b) Penambahan glukosa

(c) Sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm

(48)

diletakkan secara terpisah pada satu kaca preparat. Spora-spora dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat menggunakan ujung lidi. Perubahan warna spora dalam Melzer’s adalah salah satu untuk menentukan tipe spora yang ada.

Pembuatan kultur spora tunggal

Pembuatan kultur spora tunggal bertujuan untuk mendapatkan spora yang berasal dari satu jenis yang sama. Pembuatan kultur spora tunggal mengacu pada metode yang dilakukan Mansur (2000), yaitu Petridish Observation Chamber (PDOC) dan penanaman pada tabung reaksi.

Prosedur kerja dari kultur spora tunggal adalah cawan petri plastik yang akan digunakan sebagai tempat penanaman kultur dilubangi (0,5 cm x 0,5 cm) pada bagian tepinya yang berfungsi sebagai tempat munculnya kecambah. Kemudian cawan petri plastik diisi batuan zeolit yang telah disterilkan sampai penuh dan cukup padat. Selanjutnya dilakukan inokulasi spora (Gambar 11) yaitu spora-spora FMA yang telah diisolasi dari trapping dikumpulkan dalam gelas arloji dan dilakukan pemisahan berdasarkan genusnya. Bibit P javanica yang telah memiliki 2-3 helai daun (umur 7- 9 hari setelah semai) diletakan di atas kertas tissue. Selanjutnya spora diambil dengan pinset dan diletakan pada akar bibit tersebut. Setiap bibit hanya diinokulasi dengan satu spora. Bibit yang telah diinokulasi dipindahkan pada media kultur dengan posisi bagian batang bibit diletakan pada bagian tepi cawan petri plastik yang telah dilubangi. Selanjutnya cawan petri plastik ditutup dengan penutupnya dan diberi perekat supaya tidak tumpah. Setiap tabung diberi label yang memuat data tentang tanggal pembuatan kultur dan jenis spora yang dikulturkan. Selanjutnya tabung petri dibungkus dengan alumunium foil untuk mengurangi pengaruh langsung cahaya terhadap media kultur. Pemberian air dilakukan sesuai kebutuhan, sedangkan pemupukan dengan Hyponex merah (25-5-20) dilakukan 1 kali seminggu dengan konsentrasi 1 g/2 ℓ.

(49)

spora yang terbentuk sudah cukup banyak maka akan dilakukan sub-kultur ke pot kultur yang lebih besar.

Gigaspora hasil trapping

Penempelan spora tunggal Acaulospora hasil trapping pada akar

[image:49.595.102.506.72.841.2]

Penanaman tanaman berspora Gambar 11. Tahapan kultur spora tunggal

Perbanyakan kultur FMA

Hasil perbanyakan kultur spora tunggal disub-kulturkan untuk memperbanyak jumlah spora yang terbentuk. Teknik sub-kultur dilakukan dengan cara menanam langsung cawan petri plastik/tabung reaksi spora tunggal yang telah dibuka penutupnya ke dalam pot plastik kecil yang telah diisi zeolit (Gambar 12).

Kultur-kultur ini dipelihara di rumah kaca sampai berumur 4 bulan. Pemeliharaan meliputi pengairan dan pemberian larutan nutrisi. Pengairan dilakukan setiap hari (sesuai kebutuhan), sedangkan pemberian nutrisi dengan pupuk Hyponex merah dilakukan seminggu sekali dengan konsentrasi 1g/2 ℓ air. Hasil pemanenan kultur akan digunakan untuk uji efektivitas terhadap pertumbuhan dan produksi cabai.

(50)

Hasil

a. Kepadatan Spora

Kepadatan spora alami menurut hasil pengamatan lapang rizosfer cabai pada berbagai titik pengamatan terlihat tidak ada perbedaan penyebaran spora mikoriza yaitu 2-5 spora per 50 g contoh tanah (Tabel 1). Pada Tabel 1 terlihat bahwa jenis spora pada lokasi pengambilan contoh tanah desa Bebojong, di desa Cibalagung dan Sukamanah hanya satu jenis yaitu Glomus sp. Setelah dilakukan trapping dengan menggunakan tanaman inang sorgum dan Pueraria javanica dengan media zeolit untuk tiga desa dengan empat titik pengambilan didapatkan jumlah spora per 50 g tanah adalah 143 s.d 205 (Tabel 2).

Tabel 1. Jumlah spora FMA dari contoh tanah pada berbagai titik pengambilan No Lokasi pengambilan contoh

tanah

Jumlah spora FMA/50 g tanah

1 Desa Bebojong 3

2 Desa Cibalagung 2

3 Desa Sukamanah 5

Tabel 2. Jumlah spora hasil trapping per 50 g contoh tanah

Lokasi contoh tanah Kepadatan spora/50 g tanah

P javanica Sorgum

Desa Bebojong 143 158

Desa Cibalagung 154 205

Desa Sukamanah 185 202

Rata-rata 160 188

b. Karakteristik tipe spora

(51)
[image:51.595.111.509.76.796.2]

Gambar 13 a Glomus sp

Spora berbentuk bulat, berwarna kuning, Ukuran 518.54 µm

Gambar 13 b Gigaspora sp

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat Ukuran 759.25 µm

Gambar 13 c Acaulospora sp

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat Ukuran 407.43 µm

Tipe spora Karakteristik morfologi Reaksi dengan Melzer’s

Gambar 14 a

Glomus sp 1

Spora berbentuk bulat, berwarna kuning muda, permukaan spora halus, mempunyai hyphal attachment berbentuk lurus Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

Gambar 14 b

Glomus sp 2

Spora berbentuk bulat, berwarna kuning tua, permukaan spora halus , tidak mempunyai hyphal attachment

Tidak bereaksi dengan pewarna Melzer’s

Gambar 14 c

Gigaspora sp 1

Spora berbentuk bulat, berwarna merah

kekuningan, permukaan spora halus

(52)
[image:52.595.93.501.39.826.2]

Gambar 14 d

Gigaspora sp 2

Spora berbentuk bulat, berwarna kekuningan, permukaan spora halus

Bereaksi dengan larutan Melzer’s, terjadi perubahan warna. Bagian dalam spora berwarna kuning muda, dan bagian luar kuning tua

Gambar 14 a-i. Jenis spora hasil isolasi atas dasar karakterisasi morfologi dan responnya terhadap larutan Melzer’s

Gambar 14 e

Gigaspora sp 3

Spora berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, permukaan spora halus

Bereksi terhadap larutan Melzer’s, terjadi perubahan warna yang lebih gelap

Gambar 14 f

Acaulospora sp 1

Spora berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, permukaan relatif kasar

Bereaksi dengan larutan Melzer’s, terjadi perubahan warna dari

kecoklatan menjadi coklat kemerahan

Gambar 14 g

Acaulospora sp 2

Spora berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, permukaan relatif kasar

Bereaksi dengan larutan Melzer’s, terjadi perubahan warna. Bagian dalam spora berwarna kuning muda

Gambar 14 h

Acaulospora sp 3

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat muda, permukaan relatif kasar

(53)

Gambar 14 i

Acaulospora sp 4

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat, permukaan relatif kasar

Bereksi dengan larutan Melzer’s, terjadi perubahan warna. Bagian dalam spora

berwarna merah tua

Gambar 15. Kolonisasi akar oleh hifa FMA

Kultur spora tunggal

Berdasarkan kultur spora tunggal didapatkan bahwa tidak semua tipe spora yang dikulturkan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Dari sembilan jenis FMA yaitu dua spesies Glomus, tiga spesies Gigaspora dan empat spesies Acaulospora, hanya empat spesies spora yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik yaitu satu spesies spora glomus (spesies 1), satu spesies Gigaspra (spesies 1), satu spesies Acaulospora (spesies 3).

Perbanyakan /produksi kultur spora tunggal

(54)

Pembahasan

Kepadatan spora alami pada rizosfer penanaman cabai pada tiga lokasi ditemukan 2-5 spora per 50 g tanah. Hasil ini sangat rendah dibandingkan dengan kepadatan spora pada lahan penanaman tanaman padi gogo yaitu 4-23 spora /g tanah, lahan penanaman ubi kayu 3-31 spora/g tanah (Iriani 2003), pada rizosfer kelapa sawit 1-10 spora/g tanah (Kartika 2006), pada hutan pantai 31-134 spora/50 g tanah (Delvian 2003), pada rizosfer kelapa sawit 3-104 spora/50 g tanah (Widiastuti 2004). Rendahnya kepadatan spora pada rizosfer cabai ini diduga pada saat pengambilan contoh tanah FMA belum bersporulasi, namun lebih banyak mengandung propagul lain seperti hifa. Kemungkinan lain karena kandungan hara di rizosfer penanaman cabai cukup tinggi. Mansur (2003) menyatakan bahwa jenis dan dosis pupuk akan berpengaruh pada produksi spora. Pupuk P dan N yang tinggi dapat menurunkan kolonisasi dan produksi spora. Hasil penelitian Ervayenri (1998) menunjukkan bahwa jumlah spora dan propagul infektif FMA di tanah yang terganggu lebih sedikit daripada yang belum terganggu (alami). Demikian juga hasil penelitian Mc Gonigle et al., (1990) dan Zhao et al., (2001) yang mendapatkan bahwa pengolahan tanah justru dapat mengurangi kolonisasi mikoriza serta tingkat pemupukan yang tinggi juga dapat berpengaruh negatif pada mikoriza.
(55)

Nielsen (2000) mengelompokan senyawa organik yang dikeluarkan akar berdasarkan pergerakannya di tanah dibagi tiga kelompok yaitu 1) larut air-dapat berdifusi, 2) volatil-dapat berdifusi, dan 3) tidak dapat berdifusi. Kemampuan eksudat akar yang volatil menarik tabung perkecambahan lebih tinggi dibandingkan dengan yang larut air. Hal ini disebabkan eksudat yang volatil dapat menarik tabung perkecambahan pa

Gambar

Gambar 2.  Struktur mikoriza dalam perakaran
Gambar 10.  Tahapan penyiapan pengumpulan spora
Gambar 11.  Tahapan kultur spora tunggal
Gambar 13 a
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan identifikasi yang telah dikemukakan di atas, agar penelitian terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dibahas, maka penulis memberi batasan permasalahan pada :

Pada saat bertugas, beberapa orang dari kalangan militer dan petugas hutan sering menggunakan DEET dengan konsentrasi yang tinggi setiap hari dan akibatnya mengalami efek yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) jumlah siswa bergaya kognitif FD lebih banyak daripada jumlah siswa bergaya kognitif FI, (2) subjek FD lemah (FDL) mampu menguasai kemampuan

3) Kawasan Strategis Pariwisata III (KSP III) yaitu berupa pembangunan daya tarik wisata unggulan alam pantai dengan pendukung wisata pendidikan, konservasi dan

Upaya yang harus dilakukan yaitu: (1) pengembangan industri yang menunjang aspek pertanian sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA)

Simpulan yang didapat adalah bahwa aplikasi web yang dibuat sangat membantu dalam perhitungan biaya dimana total biaya pembangkit yang dihasilkan lebih optimal

Sebagaimana Perusahaan manufaktur paling mendominasi perusahaan yang terdaftar di BEI Sehingga dapat mewakili sampel 101 perusahaan dari keseluruhan populasi

Pesantren-pesantren kini menyadari untuk melakukan perubahan- perubahan dan pembangunan yang menekankan pada hal-hal yang material, walaupun tetap didasari pedoman