• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAYA DEET PADA INSECT - REPELLENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAYA DEET PADA INSECT - REPELLENT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAYA DEET PADA INSECT - REPELLENT

Banyak sekali jenis produk pestisida rumah tangga atau lebih dikenal sebagai obat nyamuk, seperti produk pengusir nyamuk dalam bentuk semprotan, bakar, elektrik dll Seberapa sering anda memakai pestisida rumah tangga? Apa merknya dan ampuhkah untuk mengusir nyamuk serta berapa harganya? Pertanyaan tersebut sering muncul jika kita menggunakan pestisida rumah tangga. Tapi tidak banyak yang bertanya apakah aman untuk kesehatan. Prinsip utama yang harus diingat dalam menyikapi penggunaan pestisida rumah tangga adalah semua pestisida merupakan racun dan semua racun pasti berbahaya. DEET (Diethyltoluamide) merupakan bahan aktif yang paling banyak dan sering digunakan untuk repellent di Indonesia. Selain DEET, umumnya repellent mengandung bahan kimia sintetis yang dapat menolak nyamuk untuk mendekati kulit. Bahan kimia lain yang juga digunakan diantaranya adalah permetrin, picaridin. Selain itu ada juga bahan yang berasal dari tumbuhan seperti citronella, cedar, verbena, pennyroyal, geranium, lavender, bawang putih, pine (cemara) dll.

Repellent dikenal sebagai salah satu jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi tubuh (kulit) dari gigitan nyamuk. Sekarang ini, orang lebih mengenalnya sebagai lotion anti nyamuk. Sebenarnya produk repellent tidak hanya berbentuk lotion, ada juga yang berbentuk spray (semprot). Sehingga cara penggunaannya adalah dengan mengoleskan atau menyemprot -kan bahan tersebut ke kulit.

Cara kerja repellent menolak nyamuk

Nyamuk memiliki kemampuan untuk mencari mangsa dengan mencium bau karbondioksida, asam laktat dan bau lainnya yang berasal dari kulit yang hangat dan lembab. Nyamuk sangat sensitif dengan bahan kimia tersebut, sehingga dapat mendeteksi darah yang merupakan makanannya dengan jarak 2,5 meter. Umumnya repellent termasuk DEET akan memanipulasi bau dan rasa yang

(2)

berasal dari kulit dengan menghambat reseptor asam laktat pada antena nyamuk sehingga mencegah nyamuk mendekati kulit.

Mengenal lebih jauh DEET

DEET merupakan amida aromatik yang efektif untuk digunakan pada produk repellent, juga dikenal sebagai N,N-diethyl-meta-toluamide atau m-DET. DEET sangat larut dalam pelarut benzen, etil eter dan etanol, pertamakali dikembangkan oleh tentara Amerika pada tahun 1946 dan mulai digunakan secara luas oleh masyarakat pada tahun 1957.

Konsentrasi DEET pada sebuah produk mengindikasikan seberapa lama waktu efektifnya produk tersebut. Konsentrasi yang lebih tinggi menunjukkan produk tersebut efektif untuk periode waktu yang lebih lama. Misalnya produk mengandung ≤10% akan efektif selama 2 jam, sedangkan produk dengan persentase yang lebih tinggi akan bertahan dua kali lebih lama.

Untuk itu, produk dengan konsentrasi DEET lebih rendah memerlukan pengolesan berulang karena lama kerjanya lebih pendek. Namun, hal ini juga dipengaruhi dari lamanya waktu seseorang berada di luar rumah. Selain itu, jenis aktifitas tertentu menuntut seseorang untuk mengoleskan kembali produk repellent, sebagai contoh DEET akan tercuci setelah berenang atau melakukan aktifitas yang mengeluarkan keringat berlebih.

DEET diserap kedalam tubuh melalui kulit. Penyerapannya melalui kulit tergantung dari konsentrasi dan pelarut dalam formulasi produk repellent tersebut. Suatu hasil penelitian menyebutkan bahwa konsentrasi DEET sebesar 15% dalam etanol akan diserap kedalam tubuh, rata-rata 8,4%. Penyerapannya kedalam tubuh akan dimulai dalam 2 jam setelah penggunaan secara topikal. Penyerapan DEET juga tergantung pada umur dan massa tubuh. Bayi yang berumur < 2 bulan memiliki rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh yang lebih besar sehingga lebih mudah terserap dan mudah mencapai konsentrasi plasma yang tinggi. Absorpsi juga dapat meningkat ketika digunakan pada kulit yang luka. Ketika DEET dilarutkan dalam etanol, absorbsi juga dapat

(3)

meningkat karena etanol dapat meningkatkan permeabilitas kulit. Absorbsi dapat menurun dalam keadaan berkeringat dan suhu tubuh yang tinggi.

Ketika digunakan pada kulit, sebagian DEET diabsorbsi, sebagian lagi menguap atau hilang terhapus pakaian. DEET yang diabsorbsi oleh kulit masuk ke dalam jaringan lemak tetapi tidak terakumulasi dalam lapisan superfisial kulit. DEET yang terabsorbsi, kemudian akan masuk ke dalam lapisan kulit yang lebih dalam, akan mengalami metabolisme dan diekskresikan melalui urin.

Bahaya DEET terhadap kesehatan

Semua produk yang ditujukan untuk mengendalikan nyamuk adalah racun, tidak ada satupun racun yang aman. Begitupula pula dengan repellent. Kandungan repellent seperti DEET merupakan bahan korosif. Walaupun telah ditambahkan dengan zat-zat lain yang berfungsi sebagai pelembab, zat ini tetap berbahaya. Penggunaan repellent hanya jika dalam keadaan benar-benar dibutuhkan dan jangan digunakan pada kulit sensitif atau luka. U.S. EPA (Environmental Protection Agency) mengklasifikasikan DEET dalam kategori dengan toksisitas akut yang rendah (kategori III) dan tidak bersifat karsinogen pada manusia.

Toksisitas DEET tergantung dari rute paparan dan dosis yang masuk ke dalam tubuh. Rute paparan yang sering terjadi pada penggunaan DEET adalah karena tertelan dan penggunaan topikal yang berlebihan. Selain itu juga dapat masuk melalui kontak dengan mata dan inhalasi (terhirup).

Tertelan DEET menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti mual dan muntah (tertelan dalam jumlah kecil), biasanya bersifat reversibel. Dosis yang lebih tinggi menyebabkan hipertensi, takikardi, kejang, depresi sistem saraf pusat, letargi, ataksia, tremor, opisthotonus, hipertonia, hepatitis toksik, depresi saluran pernafasan dan koma. Tertelan DEET dengan dosis besar dapat menyebabkan akibat yang fatal, terutama jika tertelan bersamaan dengan obat-obat yang menekan sistem saraf pusat seperti obat-obat-obat-obat sedatif.

Ketika digunakan secara langsung pada kulit, masalah yang sering muncul adalah iritasi kulit, termasuk eritema (kemerahan pada kulit) dan pruritis (gatal).

(4)

Pada saat bertugas, beberapa orang dari kalangan militer dan petugas hutan sering menggunakan DEET dengan konsentrasi yang tinggi setiap hari dan akibatnya mengalami efek yang parah akibat paparan dalam jangka waktu lama (kronik), seperti insomnia, kram otot, gangguan pada suasana hati (mood disturbances) dan terbentuk ruam. Setelah penggunaan yang berulang dan dalam jangka waktu lama, absorbsi melalui kulit dapat menyebabkan keracunan sistemik. Hal ini terutama terjadi pada anak-anak. Kontak dengan mata menyebabkan efek yang ringan sampai sedang tetapi umumnya iritasi jangka pendek bersifat tidak permanen. Keracunan melalui inhalasi umumnya karena produk repellent yang berbentuk spray sehingga menyebabkan iritasi saluran pernafasan atas.

Penggunaan repellent yang aman

™ Baca dan ikuti setiap petunjuk dan larangan pada label kemasan.

™ Dalam memilih produk repellent sebaiknya diperhatikan jenis dan konsentrasi bahan aktifnya. Jika memilih produk dengan bahan aktif DEET pilihlah dengan konsentrasi 10-30%.

™ Jangan digunakan pada kulit yang terluka dan teiritasi serta pada jenis kulit yang sensitif.

™ Jangan mengoleskan di tangan atau dekat mata dan mulut pada anak-anak ™ Gunakan produk secukupnya sesuai kebutuhan, jangan mengoleskan secara

berlebihan. Hindari pengolesan atau penyemprotan produk yang mengandung DEET > 50% ke ke kulit secara berulang walaupun dalam waktu yang singkat.

™ Sebaiknya hindari penggunaan repellent unt uk anak usia < 2 tahun, jika terpaksa menggunakan perhatikan usia anak, sebagaimana disampaikan dalam uraian berikut :

¾ Anak usia <6 bulan:

ƒ Jangan menggunakan repellent dengan bahan aktif DEET untuk bayi dibawah 6 bulan.

(5)

ƒ Penggunaan DEET (repellent) pada ibu yang sedang menyusui tidak disarankan karena bahaya terhadap bayi yang sedang disusui belum diketahui secara pasti. Untuk menghindari gangguan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara seperti penggunaan baju yang tertutup dan menghindari tempat-tempat yang banyak nyamuk.

¾ Anak usia 6 bulan – 2 tahun

ƒ Jika penggunaan repellent benar-benar dibutuhkan, dapat digunakan produk dengan kadar DEET kurang dari 10% dan oleskan hanya satu kali sehari

ƒ Oleskan repellent sedikit saja. Jangan mengoleskan pada wajah atau tangan.

ƒ Jangan biarkan repellent menempel dikulit dalam jangka waktu yang lama.

¾ Anak usia 2 -12 tahun

ƒ Gunakan produk repellent dengan kadar DEET kurang dari 10%. ƒ Penggunaan repellent tidak boleh lebih dari 3 kali sehari

ƒ Jangan dioleskan pada wajah dan tangan

ƒ Jangan biarkan repellent menempel dikulit dalam jangka waktu yang lama

¾ Anak usia >12 tahun

ƒ Gunakan produk dengan dengan kadar DEET kurang dari <30%.

ƒ Jika dibutuhkan untuk mengoleskannya kembali, pertimbangkan lamanya waktu bekerja dari repellent:

- Kadar DEET 30% perlindungannya selama 6 jam - Kadar DEET 15% perlindungannya selama 5 jam - Kadar DEET 10% perlindungannya selama 3 jam - Kadar DEET 5% perlindungannya selama 2 jam

(6)

Penanggulangan keracunan DEET Pada penggunaan losion:

• Jika terjadi iritasi pada kulit saat menggunakan, segera cuci bagian kulit yang teriritasi dengan sabun dan air bersih yang mengalir

Jika DEET tertelan :

• Berikan arang aktif dengan dosis : dewasa : 25-100 gr; anak-anak (1-12 tahun) : 50 gr, anak-anak ( < 1 th) : 10-25 gr, di atas 13 th dosis : 25-100 gr .

• Jangan dilakukan induksi muntah karena DEET merupakan bahan yang dapat menyebabkan gejala kejang yang cepat.

Jika DEET mengalami kontak dengan mata :

• Posisi korban duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi mata yang terpapar.

• Secara perlahan buka kelopak mata dan bilas dengan sejumlah air bersih dingin atau larutan NaCl 0,9% perlahan selama 15-20 menit.

• Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya. • Jika masih belum yakin bersih, bilas kembali selama 10 menit. • Jangan biarkan korban menggosok matanya.

• Tutuplah mata dengan kain kasa steril dan segera konsultasikan ke dokter mata.

Jika DEET terhirup :

• Pindahkan/jauhkan korban dari paparan inhalasi ke udara segar. Jika terjadi gejala gangguan pernafasan seperti nafas pendek, beri bantuan pernafasan.

Tidak tersedia antidotum untuk keracunan DEET, karena itu korban yang dibawa ke rumah sakit akan ditangani secara suportif dan simtomatik.

(7)

Daftar Pustaka

1. Katz, M, Tracy, MD et al, Insect repellents: Historical Persectives and New Developments. J Am Acad Dermatol: vol. 58 number 5. May Texas. 2008. 2. Waldvogel M et al. Insect Repellent Products. Department of Entomology

North Carolina Cooperative Extension. North Carolina. 2005.

3. _________, DEET Insect repellant Toxicity, Utox Update vol. 7, salt lake city, Utah Poison Control Center Utah, 2005.

4. __________DEET general FAQ Sheet.( http; //npic. orst.edu/factsheets/ DEETgen.pdf). National Pesticide Information Center (NPIC). 2008 dalam New World Encyclopedia : DEET (http://www. newworldencyclopedia.org/ entry/DEET).

5. ______________. Insect Repellents for Children. Canadian Paediatric Society. Ottawa. 2002.

6. ___________Pedoman Pertolongan Keracunan Untuk Puskesmas : Pestisida. Sentra Informasi Keracunan PIOM Badan POM. 2005.

7. ______, DET (N,N-Diethyl-meta-toluamide) Chemical Technical Summary for Public Health and Public Safety Professionals. Agency for Toxic

Substances and Disease Registry, Atlanta, 2004.

8. http://www.toxinz.com/

9. http://npic.orst.edu/RMPP/rmpp_ch8.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Information sharing among supply chain partners ( c-commerce ) sometimes referred to as the collaboration supply chain is one method to overcome problems in the flow... 

Apabila kita memaknai uraian tersebut di atas, dengan mempertimbangkan peran serta fungsi guru yang strategis dalam proses pembelajaran, permasalahan pencapaian hasil

Terdapat 7 variabel kunci untuk mencapai kondisi kebun plasma kelapa sawit berkelanjutan yaitu : luas lahan, status lahan, teknologi. pengelolaan, modal, SDM, kelembagaan dan

Tantangan dalam menyeimbangkan kepentingan pekerjaan dan keluarga pada keluarga dengan suami istri bekerja, baik di sektor formal maupun informal serta alokasi

Oleh karena itu informasi tentang kesehatan gigi merupakan bagian dari kesehatan secara keseluruhan yang tidak bisa dipisahkan dan penting dalam menunjang kualitas

40 Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala dan leher,

Dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum: Teori &amp; Praktik (2011), Idi memaparkan mengenai beberapa model pengembangan kurikulum, diantaranya: 1) model Ralp Tyler;

Responden akan diberikan pernyataan yang menggunakan skala Likert, responden mencari sumber-sumber informasi lainnya (selain media massa yang sering digunakan) untuk memperkuat