• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomenajukunen Rikon ( Perceraian Di Usia Tua) Dalam Masyarakat Jepang Dewasa Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fenomenajukunen Rikon ( Perceraian Di Usia Tua) Dalam Masyarakat Jepang Dewasa Ini"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENAJUKUNEN RIKON ( PERCERAIAN DI USIA TUA) DALAM MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI

GENZAI NO NIHON SAKAI DE NO JUKUNEN RIKON NO GENSOU

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

LORA JUWITA SITUMORANG 110708013

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FENOMENAJUKUNEN RIKON ( PERCERAIAN DI USIA TUA) DALAM MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI

GENZAI NO NIHON SAKAI DE NO JUKUNEN RIKON NO GENSOU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam

Bidang Ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I, Pembimbing II,

NIP. 19580704 1984 12 1 001 NIP. 19600403 1991 03 1 001 Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS,.Ph.D.Drs. Amin Sihombing

(3)

Disetujui Oleh

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, September2015 Departemen Sastra Jepang Ketua,

(4)

ABSTRAK

Fenomena Jukunen Rikon (Perceraian Diusia Tua) Dalam Masyarakat Jepang Dewasa ini

げんざい ,現在の日本社会 にほんしゃかい での じゅくねんりこん 熟 年 離 婚 の 現 象

1. Perceraian adalah cerai hidup atau perpisahan hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan perkawinan mereka

げんしょう りこん ,離婚とは夫婦 ふ う ふ の しっぱい 失 敗 としての 夫 おっと と つま 妻 の 間 あいだ の けっこんせいかつ

2. Dalam bahasa jepang perceraian diterjemahkan menjadi Rikon.

結 婚 生 活 ので

ある。

「Perceraian」は日本語

に ほ ん ご

では「

り こ ん

3. Akhir-akhir ini permasalahan perceraian di Jepang dibandingkan dengan negara lain semakin meningkat. Salah satunya adalah fenomena Jukunen Rikon. 離婚」という。 さいきん ,最近、日本 に ほ ん での りこんもんだい 離婚問題はほかのくによりたくさん上 あ がって きた。その 一 ひと , つは じゅくねんりこん 熟 年 離 婚 の 現 象 げんしょう

4. Kata Jukunen Rikon merupakan istilah yang digunakan untuk menujukkan perceraian yang terjadi pada pasangan usia tua.

(5)

5. Jukunen Rikon terjadi pada saat suami memasuki masa pensiun dan anak-anak telah keluar dari rumah karena sudah menikah.

じゅくねんりこん ,熟年離婚は子供 こ ど も が けっこん 結 婚 して 家 いえ を で 出た後 あと や おっと 夫 が 定 年 ていねん し たあとふうふが り こ ん

6. Di Jepang proses perceraian dapat yang dapat diperoleh di kantor catatan sipil. 離婚することである。 にほん ,日本 で は 離婚 り こ ん の て つ づ 手続 き か んた んで す 。 登 録 所 とうろくじょ で え 得 ら れる 離婚願書 りこんがんしょ を きにゅう

7. Jukunen Rikon banyak dilakukan oleh atas permintaan istri, karena para istri yang merasa tidak bahagia dan hidup dalam tekanan selama menikah dengan suaminya. 記 入 することだけでできる。 じゅくねんりこん ,熟年離婚は良 よ く おく 奥 さんの 頼 たの みで おこな 行 われる。 奥 おく さんは じゅうにん 住 人 と結 婚 けっこん ている かん 間 に不幸 ふ こ う

8. Kemudian para istri menunggu anak-anaknya membentuk keluarga baru dan keluar dari rumah saat suami sudah memasuki masa pensiun dan istri langsung mengajukan perceraian.

(6)

9. Ada dua faktor penyebab Jukunen Rikon, pertama faktor Internal utamanya berasal dari sudut pandang sang istri.

じゅくねんりこん ,熟年離婚 の 要 因 よういん は ふた 二 つある。 一 ひと つ め 目 は 妻 つま の み と お 見通 しの 内部 な い ぶ の しゅいん

10.Perceraian ini terjadi karena kurangnya komunikasi dengan pasangan, ketidaksetiaan pasangan dan kemandirian seorang perempuan dalam hal keuangan. 主 因 である。 この離婚 り こ ん は あ い て 相手と通 信 つうしん があまりなく、 あ い て 相手の不倫 ふ り ん 、 じょせい 女 性 の経 済 的 けいざいてき な じ り つ 自立のせいで発 生 はっせい

11.Kedua faktor Eksternal berubahnya pandangan terhadap perceraian, terbukanya kesempatan kerja bagi perempuan dan hukum pembagian harta bersama ketika bercerai.

する。 ふた ,二つ目 め の よういん 要 因 は高 たか いは り こ ん 離婚に対 たい する み か た 見方の変 更 へんこう 、 じょせい 女 性 のため の雇用機会 こ よ う き か い が ひら 開 くこと、離婚共同財産分離 りこんきょうどうざいさんぶんり の ほうりつ

12.Terjadinya Jukunen Rikon ini menyebabkan banyak pria hidup sendiri pada masa tuanya karena diceraikan oleh istri.

(7)

13.Para wanita memulai kehidupan baru dengan bantuan keuangan dari pensiun suaminya dan hidup merasa lebih bahagia telah terlepas dari suaminya. じょせい ,女性は 住 人 じゅうにん の ねんきん 年 金 の財政支援 ざいせいしえん を う 受けて 新 あたら しい せいかつ 生 活 を 始 はじ め、 じゅうにん 住 人 と離 はな れて せいかつ 生 活 はもっと 幸 しあわ せに かん

14.Setelah para istri tersebut memiliki banyak waktu untuk dirinya sendiri. Istri juga dapat melakukan hal yang tidak bisa dilakukan sebelumnya tanpa terganggu dengan keberadaan suami.

感 じる。 りこん ,離婚した後 あと 、 おく 奥 さんが自分 じ ぶ ん の じ か ん 時間があるようになった。奥 おく さ んも い ぜ ん 以前の 夫 おっと の そんざい 存 在 に 中 断 ちゅうだん

15. Anak-anak yang pada umumnya telah menikah dan memiliki keluarga sendiri tidak merasa terganggu dengan perceraian orangtuanya.

されてできないことをやられるよう

になった。

結婚して自分の家があった子供たちは 両 親りょうしん

16.Jukunen Rikon tidak hanya berdampak pada pasangan yang telah melakukan perceraian saja.

の離婚に中断されない。

熟年離婚は離婚したカップルに影 響えいきょうをあた

17.Agar tidak mengalami Jukunen Rikon, para suami di Jepang lebih mencemaskan pernikahannya dan mulai memberikan perhatian pada istrinya.

(8)

熟年離婚を避さけるように、日本での夫は自分の結婚をしんぱい心配しており、

妻にもっと気きをつか

18.Para suami meluangkan waktu untuk bersama keluarga dan mengikuti pembagian tugas rumah tangga.

使っている。

夫はもっと家族と時間を過すごし、家事の分別か じ ぶんべつをしたが

19.Mereka mulai menyadari bahwa mereka tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik apabila tidak ada dukungan dari istri mereka.

従 う。

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis mengucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah

“FENOMENAJUKUNEN RIKON (PERCERAIAN DI USIA TUA) DALAM

MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril, materi dan ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih, penghargaan dan penghormatan kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D. selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

(10)

memeriksa serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini hingga selesai.

5. Bapak dan Ibu dosen, serta Staf Pegawai di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis serta dukungan dalam menyelesaian skripsi ini.

6. Terima kasih yang tidak terhingga kepada ayahanda Alm. Edi Erikson Situmorang dan ibunda Alm. Asnah Rose Uli Hutagalung yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil dan selalu mendoakan sampai penulis dapat menyelesaikan studinya dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kevin Lades Tampubolon yang selalu memberi dukungan dan semangat pada penulis serta kepada sahabat setia, Angelina Martha Manik A.md dan Citra Lestari Situmeang yang memberikan doa, semangat, canda tawa serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

10.Terimakasih kepada abang kami Joko Santoso A.md yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun uraiannya.Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan kritik dan saran yang membangun.Akhir kata, semoga skripsi ini nanti dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca khususnya mahasiswa/ mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera lainnya.

Penulis

Medan, September 2015

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan masalah ... 5

1.3Ruang Lingkup... 5

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 6

1.5Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.5.1 Tinjauan Pustaka ... 7

1.5.2 Kerangka Teori ... 8

1.6Metode Penelitian... 9

BAB II GAMBARAN UMUM FENOMENA JUKUNEN RIKON 2.1 Defenisi Jukunen Rikon ... 10

2.2 Data Statistik Jukunen Rikon ... 12

2.3 Penyebab Jukunen Rikon ... 17

(13)

2.4 Kasus-kasus Jukunen Rikon ... 22

2.4.1 Kasus Yuji Tanaka ... 23

2.4.2 Kasus Yamada ... 24

2.4.3 Kasus Junko Yasukawa ... 24

2.4.4 Kasus Yoshiko Yamauchi ... 24

2.4.5 Kasus Tomoko ... 25

2.4.6 Kasus Keiko Imaizumi ... 25

BAB III PENYELESAIAN JUKUNEN RIKON 3.1 Usaha Penyelesaian Keluarga ... 28

3.1.1 Defenisi Keluarga ... 28

3.1.2 Peran Keluarga ... 30

3.1.3 Waktu Yang Dihabiskan Bersama Keluarga ... 34

3.1.4 Dampak Jukunen Rikon Pada Keluarga ... 36

3.2 Usaha Penyelesaian Pemerintah ... 37

3.2.1 Usaha Yang Dilakukan Pemerintah ... 37

3.2.2 Dampak Jukunen Rikon Pada Pemerintah ... 46

3.2.3 Harapan Hidup Orang Jepang ... 47

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 50

(14)

ABSTRAK

Fenomena Jukunen Rikon (Perceraian Diusia Tua) Dalam Masyarakat Jepang Dewasa ini

げんざい ,現在の日本社会 にほんしゃかい での じゅくねんりこん 熟 年 離 婚 の 現 象

1. Perceraian adalah cerai hidup atau perpisahan hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan perkawinan mereka

げんしょう りこん ,離婚とは夫婦 ふ う ふ の しっぱい 失 敗 としての 夫 おっと と つま 妻 の 間 あいだ の けっこんせいかつ

2. Dalam bahasa jepang perceraian diterjemahkan menjadi Rikon.

結 婚 生 活 ので

ある。

「Perceraian」は日本語

に ほ ん ご

では「

り こ ん

3. Akhir-akhir ini permasalahan perceraian di Jepang dibandingkan dengan negara lain semakin meningkat. Salah satunya adalah fenomena Jukunen Rikon. 離婚」という。 さいきん ,最近、日本 に ほ ん での りこんもんだい 離婚問題はほかのくによりたくさん上 あ がって きた。その 一 ひと , つは じゅくねんりこん 熟 年 離 婚 の 現 象 げんしょう

4. Kata Jukunen Rikon merupakan istilah yang digunakan untuk menujukkan perceraian yang terjadi pada pasangan usia tua.

(15)

5. Jukunen Rikon terjadi pada saat suami memasuki masa pensiun dan anak-anak telah keluar dari rumah karena sudah menikah.

じゅくねんりこん ,熟年離婚は子供 こ ど も が けっこん 結 婚 して 家 いえ を で 出た後 あと や おっと 夫 が 定 年 ていねん し たあとふうふが り こ ん

6. Di Jepang proses perceraian dapat yang dapat diperoleh di kantor catatan sipil. 離婚することである。 にほん ,日本 で は 離婚 り こ ん の て つ づ 手続 き か んた んで す 。 登 録 所 とうろくじょ で え 得 ら れる 離婚願書 りこんがんしょ を きにゅう

7. Jukunen Rikon banyak dilakukan oleh atas permintaan istri, karena para istri yang merasa tidak bahagia dan hidup dalam tekanan selama menikah dengan suaminya. 記 入 することだけでできる。 じゅくねんりこん ,熟年離婚は良 よ く おく 奥 さんの 頼 たの みで おこな 行 われる。 奥 おく さんは じゅうにん 住 人 と結 婚 けっこん ている かん 間 に不幸 ふ こ う

8. Kemudian para istri menunggu anak-anaknya membentuk keluarga baru dan keluar dari rumah saat suami sudah memasuki masa pensiun dan istri langsung mengajukan perceraian.

(16)

9. Ada dua faktor penyebab Jukunen Rikon, pertama faktor Internal utamanya berasal dari sudut pandang sang istri.

じゅくねんりこん ,熟年離婚 の 要 因 よういん は ふた 二 つある。 一 ひと つ め 目 は 妻 つま の み と お 見通 しの 内部 な い ぶ の しゅいん

10.Perceraian ini terjadi karena kurangnya komunikasi dengan pasangan, ketidaksetiaan pasangan dan kemandirian seorang perempuan dalam hal keuangan. 主 因 である。 この離婚 り こ ん は あ い て 相手と通 信 つうしん があまりなく、 あ い て 相手の不倫 ふ り ん 、 じょせい 女 性 の経 済 的 けいざいてき な じ り つ 自立のせいで発 生 はっせい

11.Kedua faktor Eksternal berubahnya pandangan terhadap perceraian, terbukanya kesempatan kerja bagi perempuan dan hukum pembagian harta bersama ketika bercerai.

する。 ふた ,二つ目 め の よういん 要 因 は高 たか いは り こ ん 離婚に対 たい する み か た 見方の変 更 へんこう 、 じょせい 女 性 のため の雇用機会 こ よ う き か い が ひら 開 くこと、離婚共同財産分離 りこんきょうどうざいさんぶんり の ほうりつ

12.Terjadinya Jukunen Rikon ini menyebabkan banyak pria hidup sendiri pada masa tuanya karena diceraikan oleh istri.

(17)

13.Para wanita memulai kehidupan baru dengan bantuan keuangan dari pensiun suaminya dan hidup merasa lebih bahagia telah terlepas dari suaminya. じょせい ,女性は 住 人 じゅうにん の ねんきん 年 金 の財政支援 ざいせいしえん を う 受けて 新 あたら しい せいかつ 生 活 を 始 はじ め、 じゅうにん 住 人 と離 はな れて せいかつ 生 活 はもっと 幸 しあわ せに かん

14.Setelah para istri tersebut memiliki banyak waktu untuk dirinya sendiri. Istri juga dapat melakukan hal yang tidak bisa dilakukan sebelumnya tanpa terganggu dengan keberadaan suami.

感 じる。 りこん ,離婚した後 あと 、 おく 奥 さんが自分 じ ぶ ん の じ か ん 時間があるようになった。奥 おく さ んも い ぜ ん 以前の 夫 おっと の そんざい 存 在 に 中 断 ちゅうだん

15. Anak-anak yang pada umumnya telah menikah dan memiliki keluarga sendiri tidak merasa terganggu dengan perceraian orangtuanya.

されてできないことをやられるよう

になった。

結婚して自分の家があった子供たちは 両 親りょうしん

16.Jukunen Rikon tidak hanya berdampak pada pasangan yang telah melakukan perceraian saja.

の離婚に中断されない。

熟年離婚は離婚したカップルに影 響えいきょうをあた

17.Agar tidak mengalami Jukunen Rikon, para suami di Jepang lebih mencemaskan pernikahannya dan mulai memberikan perhatian pada istrinya.

(18)

熟年離婚を避さけるように、日本での夫は自分の結婚をしんぱい心配しており、

妻にもっと気きをつか

18.Para suami meluangkan waktu untuk bersama keluarga dan mengikuti pembagian tugas rumah tangga.

使っている。

夫はもっと家族と時間を過すごし、家事の分別か じ ぶんべつをしたが

19.Mereka mulai menyadari bahwa mereka tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik apabila tidak ada dukungan dari istri mereka.

従 う。

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan sesamanya dengan menghasilkan apa yang di sebut dengan peradaban. Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan.

Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009:2) menjelaskan kebudayaan dalam arti luas.Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan alamiah.Misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat ikan tersebut dibakar atau ikan pepes atau shashimi tersebut adalah kebudayaan.

Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni.Oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang di olah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan pengertian budaya yang diuraikan di atas, yaitu budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik.

(20)

Sehingga dapat di tarik suatu pengertian yaitu kebudayaan adalah segala hasil karya cipta dan gagasan manusia yang mengalami suatu proses adaptasi sehingga menciptakan suatu sistem dalam masyarakat, baik itu berupa ilmu pengetahuan, nilai, norma dan juga sistem kepercayaan di dalam kehidupan masyarakat.

Dalam Kamus Kanji Sonomama Rakubiki Jiten (Kumagai 2006:123), Rikon

memiliki makna sebagai perihal pembatalan hubungan pernikahan suami-istri secara hukum.Perceraian di Jepang telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tengah peningkatan angka perceraian pada masyarakat Jepang saat ini, terjadi sebuah fenomena perceraian yang terjadi di kalangan pasangan tua yang dikenal dengan istilah Jukunen Rikon yang merupakan perceraian yang terjadi pada usia pernikahan yang lebih dari 20 tahun. Mengacu pada data yang dipublikasikan pemerintah melalui laman resmi Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Rakyat Jepang, fenomena ini meningkat sejak pertengahan tahun 1990-an.

Fenomena Jukunen Rikon di Jepang banyak terjadi ketika sang suami memasuki masa pensiun sehingga dikenal juga dengan istilah 定年離婚 Teinen

Rikon. Dalam perceraian seperti ini, biasanya istri yang mengajukan perceraian kepada suami.Di Jepang, fenomena perceraian usia tua juga membuat munculnya sebuah drama yang berjudul Middle Aged Divorce dengan judul asli 熟年離婚

Jukunen Rikon (perceraian usia tua). Menurut hasil J-Dorama Weekly Rating, drama ini sangat diminati dan dianggap mengalahkan drama Jepang lainnya di

(21)

Dalam situs di internet yang bernama Smart Marriage, seorang konselor pernikahan bernama Hiromi Ikeuchi mengatakan bahwa dalam sebuah kasus dimana perceraian usia tua terjadi diakibatkan karena pada saat masa produktif sang suami mencari nafkah dan sang istri tinggal dirumah sehingga sedikit sekali percakapan yang terjadi antara pasangan tersebut. Kemudian, pada saat mendekati usia pensiun, waktu luang sang suami bertambah dan mengakibatkan sang suami lebih lama di rumah. Terbiasanya sang istri yang dulunya lebih sering ditinggal sang suami pergi bekerja, menghabiskan waktu bersama dimasa pensiun sang suami menjadi tekanan dan beban bagi sang istri.

Beberapa wanita Jepang melihat suami sebagai sebuah penghambat untuk menikmati hari tua, setelah pensiun sang suami mulai menguasai setiap aspek dalam kehidupan seperti banyak menghabiskan waktu luang di rumah. Kebanyakan suami di Jepang yang pensiun cenderung untuk bergantung kepada istri, lalu menghabiskan waktu-waktu mereka di rumah sehingga membuat istri merasa tidak bebas. Istri ingin bebas dari pekerjaan rumah tangga dan juga kewajibannya terhadap sang suami, selain itu istri juga menginginkan agar dirinya juga dapat memiliki kebebasan secara keuangan agar dapat mempergunakan uang tersebut untuk keperluan dirinya sendiri (Reynolds, Isabel. Middle Aged Divorce: Japan Baby Boomer Face Late-Life Divorce Risk. Harudanji, 3 Januari 2006).

Sejak dahulu para suami di Jepang tidak diharapkan untuk membantu istri mereka memasak, mencuci, atau membersihkan rumah. Sebuah gaya lama yaitu, tiga kata dari suami untuk istri setelah pulang ke rumah dari bekerja 飯 meshi

(22)

20 atau 30 tahun sudah cukup untuk suami istri hidup bersama, dan pada saat mereka tidak memiliki kecocokan lagi, alternatif yang dipilih adalah bercerai (Osedo, Hirosi. Wives Retiring From Marriage. The Courier Mail, Japan: 24 Februari 2006).

Karena meningkatnya keinginan wanita untuk bercerai membuat pemerintah berencana untuk mengubah sistem pensuin di Jepang yaitu undang-undang perceraian pada tahun 2007 yang mendorong ledakan perceraian. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa istri akan mendapat 50% dari uang pensiun suaminya setelah bercerai. Sehingga meskipun para wanita tidak memiliki pekerjaan penuh, mereka tidak mengkhawatirkan tentang biaya hidup sendiri.

Jumlah pasangan yang bercerai memiliki angka yang tertinggi setiap tahunnya.Menurut Internal Affairs and Communications Ministry pada tahun 2002, jumlah perceraian mencapai puncaknya yaitu sekitar 290.000 pasangan. Sedangkan pada tahun 2003 berjumlah 284.000 pasangan, dan pada tahun 2004 berjumlah 271.000 pasangan. Jumlah perceraian tersebut menurun karena banyak wanita menunggu dikeluarkannya undang-undang pensiun yang baru pada bulan April 2007.

Cerita di dalam drama 熟年離婚 Jukunen Rikon ini mirip dengan kasus-kasus perceraian usia tua di Jepang yang terjadi saat ini. Suami yang menghabiskan sebagian besar waktunya selama puluhan tahun hanya untuk pekerjaannya, anak-anak yang mulai tumbuh dewasa dan istri yang mengisi waktunya di luar rumah.Saat suami memasuki masa pensiun, istri meminta sebuah perceraian.

(23)

diberi judul “FENOMENAJUKUNEN RIKON(PERCERAIAN USIA TUA) DALAM MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI”

1.2 Rumusan Masalah

Dalam Jepang dewasa ini masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor atau lebih yang menghasilkan situasi lain yang menyeret mereka dalam hubungan yang rumit yang mereka sendiri sulit memahaminya.

Jukunen Rikon adalah perceraian yang pernikahannya menginjak lebih dari 20 tahun. Tinggi angka perceraian usia tua di Jepang merupakan salah satu masalah yang kini melanda Jepang. Selain itu, dinamika yang terjadi pada angka

Jukunen Rikon di Jepang tampaknya merupakan salah satu dampak lain dari masalah tersebut.

Berdasarkan pengurairan di atas, maka penulis mengangkat permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana realitas Jukunen Rikon?

2. Bagaimana usaha-usaha mengatasi Jukunen Rikon di Jepang

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

(24)

Dalam analisis ini, penulis hanya fokus pada realitas Jukunen Rikon di Jepang, usaha setelah bercerai dalam mengatasi Jukunen Rikon.Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan fenomenologi ekstensial sebagai acuan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui realitas Jukunen Rikon di Jepang.

2. Untuk mengetahui usaha-usaha mengatasi Jukunen Rikon di Jepang.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini :

1. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan mengenai realitas dan usaha penyelesaian terjadinya Jukunen Rikon di Jepang. 2. Bagi pembaca, dapat menambah bahan bacaan dan sumber penelitian

untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya.

1.5 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka

(25)

kegiatan dalam kehidupan individu.Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok penting, selain karena para anggotanya saling mengadakan kontak langsung juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.

Dalam membentuk keluarga harus ada pernikahan.Di Jepang ada 2 pernikahan yang dijodohkan (miai-kekkon) dan pernikahan cinta (renai-kekkon).Pernikahan yang diatur antar keluarga dan berfungsi untuk memperkuat ikatan antar keluarga maupun untuk mendapat tambahan tenaga kerja yang baik dan kuat.Pernikahan merupakan urusan keluarga dan bukan urusan pribadi.Sehingga wanita tidak bisa menolak untuk dijodohkan. Bagi wanita, pernikahan dianggap tujuan utama dan suatu keharusan karena pernikahan merupakan sumber kekuatan ekonomi selain untuk meneruskan hubungan kekeluargaan (Iwao 1993:23) sehingga dalam pernikahan, wanita harus tunduk dan patuh pada ayah mertua (kacho) dan tunduk pada suaminya. Dalam hal perceraian, hanya dari pihak laki-laki yang bisa memutuskan, baik itu ayah mertua (kacho)

maupun suami.Namun adakalanya ibu mertua yang menceraikan istri anaknya. Ada beberapa dasar dalam menceraikan istri, yaitu tidak mematuhi ayah dan ibu mertua dan tidak memiliki keturunan.Dasar inilah yang menjadi alasan suami untuk menceraikan istrinya.Namun, pada beberapa tahun belakangan ini, istri yang meminta cerai dari suaminya karena mulai berpikir tentang kebahagian dirinya sendiri.

(26)

persamaan derajat antara pria dan wanita yang semakin terlihat juga mendukung perceraian tersebut.

1.5.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan teori sosiologis dalam keluarga.Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga menjadi terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahakan diri (Soelaeman, 1994:5-10).

Dengan demikian, pendekatan teori sosiologis dalam keluarga digunakan untuk menafsirkan gejala yang ditemukan dalam Jukunen Rikon pada masyarakat Jepang. Salah satu faktor pencetus Jukunen Rikon ini adalah banyaknya pria generasi pasca perang yang mencapai usia 60 tahun dan pensiun. Artinya sejumlah besar pria akan melepaskan kegiatan kantor dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan pasangannya

(27)

1.6 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa metode, yakni dengan metode kualitatif, kepustakaan, deskriptif analitis dan analisis kasus. Menurut Oxford University Dictionary of Sociology (1998: 312) metode penelitian adalah suatu metode atau pendekatan umum secara empiris dari suatu ilmu, atau sebuah penelitian bebas khusus. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kualitatif yaitu dengan meneliti kasus-kasus perceraian. Dalam melalui studi kepustakaan, penulis mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini menggunakan buku-buku teori yang terdapat di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Japan Fondation yang ada di Medan dan juga mengumpulkan data-data melalui internet.

Selain itu penelitian juga akan menganalisis pada kasus-kasus yang didapat secara deskriptif analitis. Dalam Oxford University Dictionary of Sociology (1998: 415), penelitian kasus atau studi kasus adalah sebuah bentuk penelitian tentang status subjek penelitian yang mengambil contoh dari suatu kasus atau beberapa contoh kejadian sosial seperti komunitas, grup sosial, keluarga, kehidupan sejarah, peran masyarakat, kejadian, atau hubungan masyarakat, kemudian menelitinya dengan menerapkan beberapa metode penelitian.

(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PENYELESAIAN JUKUNEN RIKON

2.1 Defenisi Jukunen Rikon

Untuk menjelaskan tentang asal usul kata Jukunen Rikon dan pengertiannya secara etimologi, maka digunakan Kamus Kanji Modern Jepang-Indonesia oleh Andew N. Nelson.

Jukunen Rikon berasal dari 2 buah kata, yaitu Jukunen(熟年) dan Rikon(離

婚).Kata Jukunen(熟年)dan Rikon(離婚) masing-masing juga berasal dari 2 buah kata yang digabungkan. Kata Jukunen(熟年) memiliki komponen Juku(熟) yang berarti “matang” dan Nen(年) yang berarti “tahun”. Sehingga kata Jukunen(熟年) diartikan dengan tahun yang telah matang.Dalam bahasa inggris kata ini dapat dipadankan dengan “mature years”.

Kata Rikon(離婚)memiliki komponen Ri(離)yang merupakan onyomi (car abaca menurut aksara cina) dari hanareru(離)yang berarti “berpisah” sedangkan

Kon(婚) merupakan onyomi yang berarti “menikah”. Dengan demikian kata

Rikon(離婚) dapat diartikan “bercerai” atau “divorce”.

Secara keseluruhan Jukunen Rikon dapat diartikan dengan perceraian disaat usia pernikahan telah menginjak usia matang, yaitu 20 tahun ke atas (dalam

(29)

Jepang setelah Perang Dunia II.melibatkan Jepang dan nilai-nilai keluarga dalam masyarakat Jepang, perceraian adalah hal yang sangat memalukan. Terlebih lagi bila wanita yang menjadi penginisiatif perceraian.Pasangan yang bercerai dianggap tidak bisa menjaga keutuhan rumah tangga dengan baik dan mempermalukan keluarga.Tetapi, tidak berarti bahwa perceraian jarang terjadi di Jepang. Karena sistem keluarga yang mengatur pernikahan di Jepang pada saat itu memungkinkan keluarga dari pihak suami menceraikan istri jika ia tidak mampu menjadi menantu dan istri yang baik, serta tidak dapat keturunan bagi keluarga suaminya. Ditambah lagi pembangunan besar-besaran yang dilakukan Jepang dalam rangka pemulihan ekonomi telah menghasilkan industrialisasi yang menjadikan Jepang sekarang sebagai negara industry maju di dunia.Namun industrialisasi ini membuat para pria Jepang mendedikasikan seluruh hidupnya pada pekerjaan demi mencapai kesuksesan Jepang. Sehingga tanpa disadari telah menjadi korban kesibukan suami yang sama sekali tidak memperhatikan istrinya. Dengan demikian istri merasa tidak bahagia menjalani kehidupan rumah tangganya.

Akan tetapi, demi anak-anak dan pekerjaan suaminya, istri menahan diri dalam ketidakbahagiaan untuk menceraikan suaminya.Kemudian, ketika anak-anak telah memiliki keluarga sendiri dan keluar dari rumah, serta suami telah pensiun dari pekerjaannya, istri baru mengajukan cerai kepada suaminya.

2.2 Data Statistik Jukunen Rikon di Jepang

(30)

masyarakatnya. (Kumagai 2006: 123) menyatakan bahwa jumlah Jukunen Rikon, yang merupakan perceraian yang terjadi pada usia pernikahan yang lebih dari 20 tahun. Mengacu pada data yang publikasikan pemerintah melalui laman resmi Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Rakyat Jepang, perceraian di jepang telah meningkat cukup signifikan sejak pertengahan tahun 1990-an, tingkat Jukunen Rikon mengalami dinamika sejak masa bubble economy

(31)

(1947-2008) dalam ribuan

2.2 Tabel Jumlah dan Persentase Jukunen Rikon Tahun 1947 s.d 2008 Lama Menikah

Tahun

Total 20-25 25-30 30-35 35-…

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %

1947 2479 3,1 2479 3,1 … … … …

1950 2925 3,5 2925 3,5 … … … …

1955 3231 4,3 3231 4,3 … … … …

1960 3037 4,4 3037 4,4 … … … …

1965 3355 4,4 3355 4,4 … … … …

1970 5072 5,3 5072 5,3 … … … …

1975 6810 5,8 4050 3,4 1894 1,6 566 0,5 300 0,3 1980 10882 7,7 6573 4,7 2682 1,9 1164 0,8 463 0,3 1985 20434 12,4 12706 7,7 4827 2,9 1793 1,1 1108 0,7

2479 2925 3231 3037 3355 5072 6810 10882 20434 21717 31877 32659 34993 39614 40964 41824 42992 45536 45045 41958 40395 37782 40353 38920

0 10000 20000 30000 40000 50000

(32)

1990 21717 14,0 12801 8,2 5767 3,7 1964 1,3 1185 0,8 1995 31877 16,4 17847 9,2 8684 4,5 3506 1,8 1840 0,9 1996 32659 16,3 17701 8,8 9135 4,6 3810 1,9 2013 1,0 1997 34993 16,3 17782 8,3 10502 4,9 4277 2,0 2432 1,1 1998 39614 17,0 19072 8,2 12295 5,3 5160 2,2 3087 1,3 1999 40964 17,1 18898 7,9 13052 5,4 5526 2,3 3488 1,5 2000 41824 16,5 18701 7,4 13402 5,3 5839 2,3 3882 1,5 2001 42992 15,7 19021 6,9 13363 4,9 6318 2,3 4290 1,6 2002 45536 16,5 20417 7,4 13531 4,9 6969 2,5 4619 1,7 2003 45045 16,6 20308 7,5 12742 4,7 7032 2,6 4963 1,8 2004 41958 16,3 19041 7,4 11449 4,5 6758 2,6 4710 1,8 2005 40395 16,2 18401 7,4 10747 4,3 6453 2,6 4794 1,9 2006 37782 15,4 17059 7,0 10029 4,1 5947 2,4 4747 1,9 2007 40353 16,8 17789 7,4 10796 4,5 6261 2,6 5507 2,3 2008 38920 16,5 16932 7,2 10673 4,5 5867 2,5 5448 2,3

[image:32.595.114.517.86.515.2]
(33)

yang termasuk ke dalam kategori Jukunen Rikon stabil pada kisaran 16% dari jumlah perceraian secara keseluruhan.

Salah satu yang menjadi awal dari Jukunen Rikon adalah suami yang memasuki masa pensiun.Bahkan beberapa perempuan yang berniat menceraikan suaminya, sengaja menunggu lebih lama sampai suami mereka memasuki masa pensiun. Data pada tahun 2007 menujukkan bahwa dari 27.159 kasus (14,7%)

Jukunen Rikon rentang usia 40-85 tahun ke atas merupakan rentang usia yang beresiko tinggi mengalami Jukunen Rikon, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun rentang usia yang paling banyak melakukan perceraian pada kategori

Jukunen Rikon adalah 29,3% dari 27.159 kasus, untuk rentang usia 45-49 tahun bagi perempuan (7.948 kasus), rentang usia 50-54 tahun sebesar 22,7% (6.126 kasus), sedangkan bagi laki-laki rentang usia 50-54 tahun merupakan yang paling banyak yaitu sebesar 25,6% (6.949 kasus), rentang usia 55-59 tahun sebanyak 6.392 kasus (23,5%). Data di bawah ini menujukkan bahwa periode 20-25 tahun sebagai fokus dari jumlah Jukunen Rikon. Pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 terlihat bahwa pada rentang usia yang terbanyak, baik pada usia suami maupun istri, sebagian besar melakukan perceraian pada periode tersebut.

2.3 Jumlah Jukunen Rikon berdasarkan Usia Suami & Istri Tahun 2007

Usia Total

Periode Pernikahan

20-25 Tahun 25-30 Tahun 30-35 Tahun 35 Tahun-… (Tahun) Suami Istri Suami Istri Suami Istri Suami Istri Suami Istri

35-39 57 222 57 222 . . . . . .

40-44 1823 3910 1780 3734 43 176 . . . .

45-49 5930 7948 4730 5441 1177 2413 23 94 . .

50-54 6949 6162 3185 1444 3026 3233 727 1430 11 55

55-59 6392 4640 1325 468 2153 890 2279 2169 635 1113

(34)

65-69 1679 1235 123 29 137 39 207 45 1212 400

70-74 843 513 77 12 58 21 59 17 649 171

74-79 298 221 26 2 22 8 16 11 234 55

80-… 166 76 11 93 15 80 20 114 120 948

Selanjutnya Jenis pekerjaan dalam suatu rumah tangga pasangan usia tua juga berpengaruh terhadap keputusan bercerai. Mengacu pada data yang terdapat dalam Vital Statistic 2008, jenis pekerjaan yang dijadikan sebagai patokan terbagi menjadi enam kategori. Secara umum pada kasus Jukunen Rikon jenis pekerjaan yang paling banyak mengalami perceraian adalah pegawai swasta dimana terjadi 14.673 kasus (37,7%) perceraian pada tahun 2008 oleh pegawai negeri sebanyak 8.928 kasus (25,4%). Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasangan usia tua yang memutuskan bercerai meskipun telah bertahun-tahun menikah bekerja sebagai salaryman.

2.5 Jukunen Rikon Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2008

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Petani Wiraswasta Pegawai (1) Pegawai (2) Lain-lain Tidak Bekerja

20-25 25-30 30-35 35-...

Keterangan :

(35)

2.3 Penyebab Jukunen Rikon

Faktor penyebab yang mendorong terjadinya perceraian pada pasangan usiatua secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor penyebab Jukunen Rikon dalam tulisan ini berasal dari sudut pandang perempuan. Alasan yang mendasarinya adalah sebagian besar pihak yang mengajukan perceraian dalam pasangan usia lanjut adalah perempuan.

2.3.1 Faktor Internal

Pada pasangan usia tua, setidaknya terdapat tiga faktor internal yang menyebabkan Jukunen Rikon, yaitu:

1. Kondisi keluarga sebelum bercerai

(36)

pensiun, masalah kurangnya interaksi dan komunikasi suami-istri menjadi semakin terasa dan menimbulkan ketidaknyamanan, khususnya di pihak istri.Terlebih lagi, anak yang biasanya menjadi teman bercengkrama lebih sering berkumpul bersama teman-temannya, atau bahkan telah tinggal terpisah. Ketidaknyamanan sang istri diperburuk dengan tidak terbiasanya merasakan kehadiran suami yang terus berada dirumah dan tidak mengerjakan apapun. Hal tersebut dianggap oleh para istri sebagai masalah yang berat sehingga mereka lebih memilih untuk bercerai ketimbang melanjutkan kehidupan bersama suami yang telah pensiun (Tanaka, 1995: 46-47).

2. Keinginan istri untuk mandiri

Perempuan Jepang saat ini cenderung lebih mandiri dengan tidak hanya fokus terhadap pekerjaan rumah tangga yang mengandalkan penghasilan suami sebagai pendapatan rumah tangga.Banyak di antara mereka yang juga mengikuti berbagai kegiatan di sela-sela kesibukan pekerjaan rumah tangga, atau bahkan bekerja, sehingga pergaulan mereka menjadi luas.Yamashita (1986: 416-417) menyatakan bahwa para istri di Jepang kini tidak lagi sepenuhnya bangga menjadi ibu rumah tangga.Hal ini kemudian menjadi salah satu elemen yang memperkuat keinginan seorang istri untuk bercerai.

(37)

Salah satu faktor internal yang lain yang menyebabkan Jukunen Rikon

adalah ketidaksetiaan pasangan. Bagi para istri yang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai ibu rumah tangga.Ketidaksetiaan pasangan menjadi pukulan berat dalam perjalanan rumah tangga. Beberapa kasus yang diungkapkan oleh Yamashita (1986) menunjukkan bahwa perselingkuhan yang dilakukan salah satu pasangan dapat menjadi alasan kuat bagi pasangan usia tua untuk memutuskan untuk bercerai.

2.3.2 Faktor Eksternal

Selain faktor internal yang mendorong terjadinya Jukunen Rikon, terdapat juga faktor eksternal yang mempengaruhi dinamika jumlah perceraian pada pasangan usia tua. Sedikitnya terdapat empat faktor eksternal dalam keputusan

Jukunen Rikon, antara lain :

1. Angka harapan hidup perempuan

2. Perubahan pandangan terhadap perceraian 3. Kesempatan kerja bagi perempuan

4. Pembagian harta bersama

(38)

mereka selama ini sehingga dalam sisa hidupnya, para perempuan tersebut ingin memperbaiki kehidupan mereka.

Seiring dengan perkembangannya zaman, terjadi perubahan pandangan perempuan mengenai perceraian serta mulai terbukanya masyarakat Jepang dalam menyikapi perceraian yang juga disebut Yamashita sebagai salah satu faktor berpengaruh dalam tingkat Jukunen Rikon. Perempuan yang mengalami perceraian dianggap gagal dan ia akan dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya. Namun, kini persepsi negatif mengenai perempuan yang bercerai mulai berkurang.Di saat para suami masih memikirkan bagaimana pandangan masyarakat jika mereka pernah bercerai, para istri justru berpikir lebih realistis dengan percaya bahwa lebih baik bercerai dan memulai kehidupan baru daripada terus melanjutkan pernikahan (Yamashita 1986: 417).Namun sekarang, sebagaimana pendapat Iwao (1993: 20) yang menyatakan bahwa perceraian di Jepang semakin mudah dilakukan karena pertimbangannya lebih bersifat pribadi ketimbang dulu yang melibatkan keluarga besar dalam keputusan bercerai mengakibatkan muncul perkiraan peningkatan pada jumlah perceraian, khususnya Jukunen Rikon.

(39)

Kemudian, sistem pembagian harta bersama (財産分与: zaisan bun’yo) selama pernikahan yang mengacu pada lamanya periode pernikahan dapat dijadikan salah satu motif melakukan Jukunen Rikon. Hal mengenai pembagian harta bersama (zaisan bun’yo) diatur dalam Minpou Jilid IV Bab 2 Bagian 4 Pasal 768:

1. Salah satu pihak yang telah bercerai berdasarkan kesepakatan pribadi dapat menuntut pembagian harta bersama kepada mantan pasangannya.

2. Terkait dengan pembagian harta bersama selama menikah yang disebutkan pada ayat (1), jika kedua belah pihak tidak dapat menemukan kata sepakat, maka pihak yang menuntut pembagian dapat mengajukan haknya tersebut di Kateisaibansho sebagai pengganti kesepakatan. Namun, batas pengajuan klaim terhadap harta bersama adalah paling lambat dua tahun dari tanggal perceraian.

3. Untuk kasus yang disebutkan pada ayat sebelumnya, kateisaibansho

memutuskan perkara pembagian harta bersama selama menikah, apakah pembagian harta bersama perlu, berapa jumlah yang diterima masing-masing pihak dan bagaimana metode pembagiannya, dengan bekerja sama dengan kedua belah pihak, serta memperhatikan segala kemungkinan.

(40)

perceraian berdasarkan kesepakatan bersama agak sulit untuk mendata secara pasti berapa bagian yang berhak yang diterima oleh masing-masing pihak.

Berikut ini terdapat kasus pembagian harta bersama yang didapat dari pendataan perceraian yang melalui kateisaibansho disebabkan oleh sulitnya melacak kesepakatan pada perceraian berdasarkan kesempatan bersama.

2.6 Pembagian Harta Bersama Ketika Bercerai (Zaisan Bun’yo) Berdasarkan Nominal dan Periode Pernikahan

2.7 Tabel Pembagian Harta Ketika Bercerai (Zaisanbun’yo) Berdasarkan Nominal dan Periode Pernikahan

< 1 juta yen < 2 juta yen < 4 juta yen < 6 juta yen < 6 juta

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

<satu tahun 1-5 tahun 5-10 tahun 10-15 tahun 15-20 tahun 20 tahun lebih

Jumlah Kasus L

a m a

M e n

i k a

(41)

yen

< satu tahun 82 23 4 2 2

1-5 tahun 622 218 160 44 67

5-10 tahun 479 242 263 106 178

10-15 tahun 289 161 159 102 242

15-20 tahun 136 105 137 88 189

20 tahun

lebih

174 158 267 220 803

Pada pasangan yang terhitung belum lama menikah, hampir sebagian besar memperoleh bagian harta bersama kurang dari 1 juta yen sementara pada pasangan yang telah lama menikah sekitar 20 tahun lebih dari 6 juta yen. Dari data di atas, dapat dilihat kecenderungan bahwa pasangan yang telah lama menikah memiliki kemungkinan untuk mendapat bagian harta yang lebih besar daripada pasangan yang belum lama menikah.

2.4 Kasus-kasus Jukunen Rikon

(42)

lalu, terlebih ketika sistem keluarga tradisional (Ie) masih dipegang erat oleh masyarakat Jepang sebagai dasar dalam kehidupan keluarga, perceraian akan mengakibatkan seorang wanita dikucilkan dalam masyarakat. Sehingga pada masa itu, wanita lebih baik untuk menahan perasaannya meskipun ia ingin bercerai karena tidak berbahagia dengan pernikahannya. Para istri lelah dan tidak bahagia dengan pernikahannya yang ia jalani selama puluhan tahun. Tetapi suami hanya menomorsatukan pekerjaan tanpa sedikit pun memperhatikan kehidupan keluarganya.

Sebagian besar diwawancarai dalam sebuah survey menyatakan bahwa perceraian dapat membebaskan diri mereka dari suami dan keluarga dan mereka memilki lebih banyak waktu luang untuk dirinya sendiri (dalam

Dari pernyataan di atas ada beberapa kasus perceraian usia tua di Jepang yang terjadi kurun waktu 2000-2007 melalui beberapa studi kasus. Tujuannya untuk menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi perceraian usia tua dari kasus-kasus yang ada.

2.4.1 Kasus Yuji Tanaka

(43)

merasa bebas melakukan apapun yang terbaik untuknya, seperti melakukan pekerjaan lain dan bersosialisasi dengan teman kerjanya. Hal ini menerangkan bahwa wanita berhak untuk mendapatkan hak bebas mengkontruksi diri sendiri seperti yang dimiliki laki-laki dan bebas mendefenisikan dirinya sendiri.

2.4.2 Kasus Yamada

Pada kasus Yamada alasan perceraian mereka adalah karena suami Yamada yang telah sering berselingkuh. Walau Yamada telah mengetahui hal tersebut, Yamada bersabar dengan ketidaksetiaan sang suami demi anak-anaknya. Setelah anak-anaknya dewasa dan meninggalkan rumah, lalu akhirnya Yamada mengajukan perceraian terhadap suaminya. Sang suami sibuk bekerja mendedikasi diri sepenuhnya pada pekerjaannya dan sang istri juga sepenuhnya mengurus rumah tangga mereka. Dan adanya keluar undang-undang perceraian Yamada merasa ini saatnya mengajukan perceraian.

2.4.3 Kasus Junko Yasukawa

Pada kasus Junko Yasukawa, dia merasa suaminya jauh darinya karena suaminya sering berselingkuh sehingga Junko selalu mengacuhkan perselingkuhan suaminya tersebut karena dia ingin tetap mempertahankan keutuhan keluarganya. Hingga pada akhirnya dia merasa tidak dapat hidup bahagia sebagai bayangan sang suami lalu dia memutuskan untuk bercerai. Dimana suami dan istri masing-masing ditarik dalam pekerjaan dan kepentingan mereka sendiri.

(44)

Pada kasus Yoshiko Yamauchi, alasan Yoshiko mengajukan perceraian karena dia merasa sangat khawatir dan tidak tenang terhadap suaminya yang mungkin akan banyak mengaturnya setelah pensiun. Karena kekhawatiran tersebut Yoshiko menjadi sangat stress dan akhirnya suaminya menyetujui untuk bercerai dengan Yoshiko. Dikarenakan istrinya mendedikasikan diri sepenuhnya untuk tugas-tugas rumah tangga dan sang suami pada pekerjaannya mencari uang. Yoshiko merasa sang suaminya akan terlalu ikut campur dan mengaturnya setelah pensiun. Rasa takut akan suami yang akan mengaturnya setelah pensiun.

2.4.5 Kasus Tomoko

(45)

Pada kasus Keiko Imaizumi, dia merasa tidak bahagia untuk waktu yang sangat lama. Selama bertahun-tahun ia memutuskan untuk hanya istri yang baik, tapi ia tidak pernah bahagia. Akhirnya ketika ia memberitahu anak-anak bahwa ia ingin bercerai, ketiga anak mengatakan mereka mendukung. Bahkan mereka berkata bahwa ia seharusnya bebas untuk menikmati kehidupannya sendiri.

BAB III

(46)

3.1 Usaha Penyelesaian Keluarga 3.1.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah sebuah lembaga sosial yang berkembang dimasyarakat.Keluarga memiliki sebutan yang berbeda untuk setiap budaya.Tetapi, semua kehidupan dimulai dari keluarga.

Di dalam bahasa Jepang, keluarga disebut dengan kazoku.Namun, adakalanya disebut dengan Ie, tergantung dari kondisi dan kebutuhan.Kazoku

marupakan unut kecil yang merupakan bagian dalam masyarakat. Situmorang (2006: 22) mengatakan :

“Dalam konsep umum yang dimaksud dengan kazoku adalah hubungan persaudaraan yang didasarkan pada struktur masyarakat tersebut dan struktur keluarga berbeda dengan pada masing-masing budaya.”

Sedangkan yang dimaksud dengan Ie adalah sebuah konsep keluarga tradisional keluarga. Konsep ini merupakan warisan dari gaya hidup Samurai dan telah diakui dalam kode hukum sipil Meiji. Secara ringkas, Ie dapat diartikan sebagai sebuah keluarga luas yang mengikuti garis keturunan ayah.

(47)

“Kata Ie seperti yang sudah kita ketahui, menujuk pada sebuah konsep yang memiliki pengertian yang lebih daripada sebuah “keluarga” sebagai keluarga yang terdiri dari individu-individu yang hidup pada saat ini. Dala kata Ie mengandung rumah fisik dan harta benda milki keluarga, sumber-sumber yang menjadi penerus usaha keluarga, kuburan tempat para leluhur dimakamkan sebagai suatu kesatuan yang mengikat masa lalu dan masa sekarang serta menempati tempat tertentu dalam sistem kelas pendesaan kelas di pendesaan dan perkotaan.”

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Ie tidak hanya merupakan hubungan keluarga antara anggota yang masih hidup saja.Ie juga mengikat anggotanya dengan benda-benda pendukung keberlangsungan sebuah Ie. Bahkan Ie mengatur hubungan anggotanya dengan nenek moyang dan leluhur yang telah tiada, dalam Ie diajarkan cara untuk menghormati leluhur dan menjaga peninggalan-peninggalan keluarga. Anggota Ie juga harus menjaga harkat dan martabat Ie-nya sehingga harus selalu memperhatikan dengan baik setiap hal yang ia perbuat. Dengan demikian ikatan di dalam Ie sangat erat dan tidak mudah runtuh.

Kazoku dan Ie dapat dibedakan dari jumlah anggotanya.Kazoku hanya terdiri dari satu generasi saja, yaitu orangtua dan anak.Sedangkan Ie terdiri dari minimal dua generasi yang bertempat tinggal dalam satu rumah.Dapat dikatakan bahwa Ie

(48)

yang dilahirkan di dalam keluarga, tetapi karena berbagai penyebab dapat menjadi orang luar (Ariga dalam Situmorang 2006: 26).

Kacho memiliki dua kekuasaan, yaitu kekuasaan yang disebut dengan

kachoken (kekuasaan sebagai seorang kacho) dan fuken (kekuasaan sebagai ayah).Kacho mempunyai wewenang untuk memimpin hubungan kekerabatan di dalam Ie dan mengatur keluarganya.

3.1.2 Peran Anggota Keluarga

Setiap anggota keluarga baik kazoku maupun Ie memilki status dan peran yang berbeda-beda sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga.

Dalam keluarga tradisional Jepang (Ie) yang memegang peranan penting adalah kacho (kepala keluarga).Karena struktur yang digunakan pada sistem keluarga tradisional Jepang atau Ie adalah patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan laki-laki.Maka yang dapat menjadi kacho adalah ayah atau suami, atau menantu laki-laki yang diangkat menjadi anak dari sebuah Ie yang memilki anak sulung perempuan.Dengan demikian dapat dilihat bahwa pria Jepang dalam Ie

memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi dari wanita.

Kedudukan pria yang tinggi dalam sistem Ie dapat dilihat dari kutipan berikut:

(49)

karena perkawinan tetapi merupakan hubungan orangtua dengan anak.Sifat keluarga yang mengambil garis keturunan dari pihak laki-laki menjadi unit dasar masyarakat Jepang (Shinozuka dalam Harahap 2005: 18).

Kacho memiliki dua kekuasaan yaitu kekuasaan yang disebut dengan

kachoken (kekuasaan sebagai kacho) dan fuken (kekuasaan sebagai ayah).Kacho

mempunyai wewenang untuk memimpin hubungan kekerabatan di dalam Ie dan mengatur keluarganya.Kacho memiliki kekuasaan tertinggi untuk memutuskan semua hal yang berkaitan dengan milik keluarga.Kacho merupakan orang yang terpenting dalam hal upacara keagamaan dan adat keluarga yang harus dilaksanakan untuk menghormati leluhurnya.Kacho juga harus membagi pekerjaan pada seluruh anggota Ie dan mengawasi semua usaha anggotanya sekaligus bertanggung jawab pada semua bawahannya.Kacho sebagai seorang ayah atau kepala keluarga memiliki peran sebagai pelindung dan pemimpin bagi keluarganya. Seorang wanita dalam keluarga memiliki status tinggi atau rendah dari posisi di mana ia berada. Seorang istri belum mendapatkan wewenang apapun di dalam keluarga selama masih menjadi yome (menantu perempuan).Ia harus menempatkan diri sebagai yome dan tunduk kepada kacho maupun shutome (istri

(50)

Bila posisi seorang wanita sebagai kacho, ia akan memiliki status tinggi dan hampir setara dengan kacho. Sebagai istri kacho, biasanya ia dijadikan teman berunding kacho untuk memutuskan hal-hal yang penting dalam keluarga. Bila anak laki-lakinya telah menikah, maka ia akan menjadi shutome bagi istri anak laki-lakinya. Dengan demikian ia mendapat tugas tambahan untuk mendidik dan membimbing yome. Ketika suaminya pensiun, maka ia harus menyerahkan kekuasaannya sebagai seorang istri kacho kepada menantu perempuannya.

Anak-anak dalam Ie telah ditanamkan status dan peranan dalam keluarga sejak kecil. Seorang chonan (anak laki-laki tertua) akan mendapatkan tugas untuk menjaga, merawat, dan melanjutkan kelangsungan hidup keluarga. Sejak kecil

chonan sudah mendapatkan perlakuan istimewa dari orangtuanya.Ia akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari saudara-saudaranya yang lain, sedangkan saudara-saudaranya harus menghormatinya dan membantunya bila ia mendapatkan kesulitan. Hal ini dibiasakan karena chonan yang akan menjadi penerus nama keluarga dan menggantikan kedudukan kepala keluarga untuk meneruskan kepala keluarga.

Jinan (anak laki-laki kedua), sannan (anak laki-laki ketiga), dan selanjutnya setelah menikah biasanya keluar dari Ie-nya.Mereka diizinkan untuk membuat keluarga baru dan tinggal terpisah dari keluarga asalnya.Bila mereka mengalami kegagalan, maka diperbolehkan kembali kekeluarga asalnya. Bagi anak perempuan yang bukan anak sulung, ia akan menikah dan masuk kedalam Ie

(51)

Pada keluarga batih atau keluarga modern, ayah atau suami juga menjadi kepala keluarga.Suami bertugas mencari nafkah untuk keluarganya dan melindungi keluarganya.Namun karena kesibukan yang tinggi pada pekerjaan, biasanya ayah atau suami tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kehidupan rumah tangganya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan dan anak-anak, ia serahkan kepada istri.

Seorang istri dalam keluarga batih memiliki kedudukan yang sedikit lebih baik.Hal ini karena telah terjadi perubahan keluarga keluarga dan perubahan peran anggota keluarga.Seorang suami dari keluarga batih cenderung hidup terpisah dari orangtuanya.Setelah menikah, biasanya mereka tinggal di tempat yang baru, sehingga para istri tidak perlu hidup di bawah bimbingan shutome.Hal ini membuat istri memiliki status sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap perekonomian rumah tangga dan mengatur segala macam pengeluaran yang dibutuhkan keluarga termasuk uang saku suaminya.

(52)

sedikit sekali waktu yang dapat ia dedikasikan untuk keluarganya terutama untuk istri dan anaknya. Sehingga lama kelamaan sosok suami dan ayah menjadi kurang penting dalan kehidupan keluarganya.

Pria Jepang beranggapan bahwa ia telah memenuhi kewajiban sebagai kepala keluarga setelah ia memberikan gajinya kepada istrinya sedangkan bagi mereka seorang istrilah yang memiliki tanggung jawab untuk mengurus anak-anak dan keperluan rumah tangga. Suami Jepang menginginkan agar istrinya mengurusi semua kebutuhan keluarga, sehingga ia dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya.

Pada keluarga batih, anak laki-laki pertama tidak lagi berkewajiban untuk melanjutkan kelangsungan kehidupan keluarga atau mewarisi harta keluarga.Sehingga setelah menikah, setiap anak berhak tinggal terpisah dari orangtuanya.

3.1.3 Waktu Yang Dihabiskan Bersama Keluarga

(53)

oleh pria yang hidup sendiri adalah 10 menit, sedangkan untuk wanita yang hidup sendiri sebesar 8 menit.

Namun yang perlu diperhatikan adalah dua mengenai rata-rata waktu yang dihabiskan bersama keluarga tersebut dimasukkan rata-rata waktu yang hidup sendiri dan tidak melakukan interaksi sama sekali dengan anggota keluarga. Apabila dikeluarkan data yang tidak berinteraksi sama sekali dengan keluarga, maka rata-rata waktu yang dihabiskan bersama keluarga oleh pria yang hidup sendiri 4 jam 34 menit, sedangkan untuk wanita 4 jam 57 menit. Sehingga dapat diketahui rata-rata waktu yang dihabiskan bersama keluarga menjadi lebih panjang. Namun disatu sisi dari data tersebut dapat terungkap bahwa jumlah yang hidup sendiri dan tidak berinteraksi sama sekali dengan keluarga sangat besar. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 80.000 yang hidup sendiri dapat diketahui bahwa persentase keseluruhan (baik yang mempunyai anak maupun tidak) jumlah pria yang hidup sendiri dan tidak melakukan interaksi sama sekali dengan keluarga 84% dan untuk perempuan yang hidup sendiri 82,7%. Kemudian jika melihat data yang tidak mempunyai anak persentase jumlah pria yang hidup sendiri dan tidak melakukan interaksi sama sekali dengan keluarga menjadi semakin besar, untuk pria yang hidup sendiri 95,7%, sedangkan untuk wanita sebesar 96,8% (Fujumori 2010: 159).

(54)

Bahkan untuk yang hidup sendiri dan mempunyai anak yang sebagai tetangga. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa banyak laki-laki dan perempuan yang hidup sendiri di Jepang walaupun mempunyai anak yang tinggal dengan mereka, namun tidak melakukan interaksi sama sekali dengan anak mereka. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri Jepang yang melakukan survey dalam kurun waktu dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2007, mengenai “pergi untuk mengunjungi rumah”, dapat diketahui bahwa jumlah orang yang pergi untuk mengunjungi rumah menurun yakni 66,1% pada tahun 1985 menjadi 57,9% pada tahun 2007. Sebaliknya, orang yang menjawab “kalau ada permasalahan, akan berdiskusi dengan keluarga” meningkat dari 41,8% pada tahun 1985 menjadi 52% pada tahun 2007. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa orang Jepang mempunyai kecenderungan akan berdiskusi dengan anggota kelaurga apabila mereka mempuyai permasalahan, apabila mereka tidak mempunyai permasalahan maka mereka akan menjalani kehidupan sehari-hari tanpa perlu berhubungan dengan anggota keluarga.

(55)

keluarga. Dengan semakin meningkatnya perubahan keluarga di Jepang menjadi keluarga kecil, maka akan semakin mempersulit perawatan dan pelayanan kepada para usia tua dari pihak anggota keluarga. Anggota keluarga terutama anak seharusnya merupakan orang yang berada di garda terdepan untuk mengurus dan bertanggung jawab terhadap orangtua yang semakin renta, namun bia melihat kecenderungan dalam keluarga di Jepang dimana anak tidak tinggal lagi bersama dengan orangtuanya ketika mereka sudah dewasa, maka kecenderungan para usia tua yang hidup sendiri di Jepang akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.

3.1.4 Dampak Jukunen Rikon Pada Keluarga

Jukunen Rikon menyebabkan banyak pria hidup sendiri pada masa tuanya karena ditinggalkan oleh istri.Namun ada juga yang menikah lagi dengan wanita yang lebih muda.

Para wanita memulai kehidupan baru dengan bantuan keuangan dari pensiun suaminya yang terlebih dahulu.Para wanita ini merasa bahagia telah terlepas dari suaminya.Setelah bercerai, para wanita tersebut memiliki banyak waktu untuk dirinya sendiri. Mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak pernah memperhatikan mereka terganggu dengan keberadaan suami yang tidak pernah memperhatikan mereka sama sekali.

Anak-anak yang pada umumnya telah menikah dan memiliki keluarga sendiri tidak merasa terganggu dengan perceraian orangtuanya.

(56)

3.2.1 Usaha Yang Dilakukan Pemerintah

Berdasarkan Piagam Penanggulangan Masyarakat Menua (Keputusan Kabinet tanggal 7 september 2012) yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-undang dasar Penanggulangan Masyarakat Menua (UU no 129 tahun 1995): untuk mecegah orangtua yang terisolasi di dalam masyarakat atau dengan kata lain terhadap orang-orang yang membutuhkan bantuan atau dukungan secara sosial, maka pemerintah perlu meningkat upaya agar orang-orang tersebut tidak kehilangan hubungan dengan masyrakat. Pemerintah melakukan upaya untuk membantu yang hidup sendiri diantaranya adalah meningkatkan layanan perawatan (kaigo saabisu:介護サービス) yang terdiri dari 3 layanan:

1. Layanan yang dilakukan di sebuah bangunan (kyotaku saabisu:居宅

サービス)

2. Layanan fasilitas (shisetsu saabisu:施設サービス) 3. Layanan berbasis masyarakat

(chi-iki micchakugata saabisu:地域密着型サービス)

Selain itu terjadi juga layanan yang terkait dengan tempat tinggal (kyoju _

Kyotaku saabisu atau disebut juga dengan zaitaku saabisu (在宅サービス) merupakan layanan yang dilakukan di rumah atau fasilitas dan terdiri dari 12 jenis

kei

(57)

1. Ho _

a. Perawatan Fisik yakni perawatan yang berhubungan dengan fisik pasien seperti memandikan, menggantikan pakaian, mengganti popok, membantu ke toilet, dan menyuapi.

mon kaigo (訪問介護)atau layanan kunjungan merupakan layanan berupa perawatan kunjungan terdiri dari dua jenis:

b. Dukungan hidup berupa pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, belanja untuk keperluan rumah maupun konsultasi tentang kehidupan.

2. Ho _

mon ny _

3. H

uyoku kaigo (訪問入浴介護) atau layanan perawatan mandi melalui kunjungan merupakan kunjungan ke rumah para pasien yang terbaring sakit dengan mobil patrol yang dilengkapi dengan bak mandi portabel. Setelah pasien diperiksa suhu tubuh dan tekanan darahnya, para perawat akan memandikan, menyeka dan menyampo.

o _

4. H

mon kango (訪 問 看 護) merupakan layanan medis melalui kunjungan yaitu para pasien akan mendapat kunjungan dari staf medis dan akan menerima bantuan dan perawatan medis berdasarkan petunjuk dari seorang dokter.

o _

(58)

5. Kyotaku ryo _ y

_

o kanri shido _

6. Ts

(居宅療養管理指導) merupakan layanan berupa petunjuk atau arahan dalam menjaga kesehatan yaitu para pasien akan menerima kunjungan dokter, dokter gigi, ahli kesehatan gigi, apoteker, ahli diet, yang akan memberikan panduan pentingnya menjaga kesehatan dari segi medis, namun bukan praktek perawatan medis.

u _

7. Ts

sho kaigo (通 所 介 護) merupakan layanan berupa perawatan kehidupan sehari-hari seperti membantu mandi, makan dan buang hajat di sebuah fasilitas. Selain itu terdapat juga pelatihan fungsional untuk menggerakkan anggota tubuh, cek kesehatan dan kegiatan rekreasi (senam dan permainan) maupun kegiatan melakukan hobi.

u _

8. Tanki ny

sho rihabiriteeshon (通 所 リ ハ ビ リ テ ー シ ョ ン) merupakan layanan perawatan yang diberikan kepada pasien berdasarkan petunjuk dokter melalui fasilitas rumah sakit, klinik medis atau lainnya berupa terapi fisik dan layanan terapi lainnya.

_ ,u

9. Tanki ny

sho seikatsu kaigo (短期入所生活介護) merupakan layanan berupa tinggal sementara di fasilitas seperti panti jompo dan sebagainya yaitu selama berada di fasilitas tersebut, para pasien akan menerima layanan perawatan kehidupan sehari-hari.

_

,usho ryo _ y

_

(59)

10.Tokutei shisetsu nyukyosha seikatsu kaigo (特定施設入居者生活介護) merupakan layanan berupa perawatan kehidupan sehari-hari seperti membantu mandi, makan, buang hajat di tempat fasilitas khusus (tokutei shisetsu :特定施設). Fasilitas khusus yang dimaksud adalah tempat yang ditunjuk oleh negara berupa panti jompo, perumahan sewa khusus untuk lansia, panti jompo khusus untuk yang sakit dan sebagainya.

11.Fukushi y o _

12.Tokuteifukushi y

gu taiyo (福 祉 用 具 貸 与) layanan berupa peminjam peralatan seperti kursi roda dan tempat tidur untuk orang sakit dan peralatan lainnya untuk pelatihan fungsional.

o _

Sementara itu yang dimaksud dengan shisetsu saabisu adalah mengacu pada layanan yang diberikan di suatu fasilitas untuk perawatan kesehatan.Dan chi-iki micchaku gata saabisu merupakan layanan berbasis masyarakat yaitu layanan perawatan yang diberikan dalam sistem fleksibel sesuai dengan situasi actual dari masing-masing daerah.Oleh karena itu, terdapat perbedaan dalam jenis jasa yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Contoh dari chi-iki micchaku gata saabisu

(60)

adalah patrol secara periodic, layanan kunjungan setiap saat, layanan perawatan untuk pasien yang mengalami kepikunan dan sebagainya.

Mengenai pembayaran biaya kaigo saabisu, beban biaya yang dikenakan kepada pasien yang memakai jasa asuransi perawatan (kaigo hoken saabisu介護保 険 サ ー ビ ス) adalah sebesar 10% dari keseluruhan jumlah yang dibelanjakan untuk kaigo saabisu. Misalnya jika seorang pasien menggunakan kaigo saabisu

dengan jumlah 10.000 yen, maka pasien tersebut cukup membayar sebesar 1.000 yen sisanya akan dibayar negara melalui kaigo hoken. Mengenai batasan biaya yang diperoleh pengguna kyotaku saabisu. Biaya maksimum yang dapat diperoleh tiap bulannya sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam tingkat atau level yang berbeda. Penentuan pasien berada ditingkat yang mana, akan ditentukan oleh pemerintah dengan mengirim staf yang akan memantau keadaan para pasien secara ketat. Para pasien akan terbagi menjadi dua yakni:

1. Pasien yang hanya memerlukan dukungan di kehidupan sehari-hari Untuk pasien yang memerlukan dukungan di kehidupan sehari-hari yaitu:

a. Batasan biaya maksimum sebesar 49.700 yen perbulan untuk tingkat 1.

b. Batasan biaya maksimum sebesar 104.000 yen perbulan untuk tingkat 2.

2. Pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan atau layanan medis: Untuk pasien yang memerlukan asuhan keperawatan:

(61)

c. Tingkat 3 sebesar 267.500 yen. d. Tingkat 4 sebesar 306.000 yen. e. Tingkat 5 sebesar 358.300 yen.

Jika pengguna layanan ini masih berada dalam batas yang ditentukan, maka mereka hanya akan dikenakan baiaya sebesar 10%. Namun apabila melampui batas tersebut, maka jumlah biaya yang terlampui akan sepenuhnya ditanggung oleh para pengguna jasa tersebut sedangkan untuk shisetsu saabisu. Selain 10% dari keseluruhan jumlah biaya yang harus dibayarkan, maka harus membayar biaya tinggal, biaya makan dan biaya untuk kehidupan sehari-hari

Yang dimaksud dengan layanan yang terkait dengan tempat tinggal (kyoju _

1. Mempunyai luas lantai 25 meter persegi ke atas.

kei saabisu) merupakan layanan yang diberikan oleh pemerintah Jepang terhadap pasien dalam memenuhi tempat tinggal yang sesuai dengan kondisi pasien. 6 April 2011 berdasarkan Undang-undang no 26, tempat tinggal yang disewakan untuk para pasien harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

2. Setiap tempat tinggal harus dilengkapi dengan dapur, toilet, tempat penyimpanan, tempat penyimpanan peralatan dan kamar mandi yang dapat digunakan bersama-sama, maka dapur, tempat penyimpanan peralatan dan kamar mandi tidak perlu berada di setiap kamar.

3. Pungutan pembayaran uang muka sewa tempat tinggal dilakukan untuk mengambil langkah pemeliharaan.

(62)

Dengan adanya peraturan ini, maka tempat tinggal yang dibangun baik oleh pemerintah maupun swasta yang diperuntukkan bagi para pasien diharapkan akan memfasilitasi dan menyokong kehidupan mereka sehari-hari oleh pemerintah bernama shirubaa haujinggu (シ ル バ ー ハ ウ ジ ン ッ グ): silver housing) dan mempunyai fasilitas berupa bangunan barrier free atau bebas hambatan serta pelayanan berupa hadirnya orang yang memberikan dukungan dan orang yang merespo untuk melayani konsultasi serta keadaan darurat (Fujimori 2010: 301).

Shirubaa haujinggu diperuntukkan untuk orang berusia 60 tahun ke atas yang hidup sendiri maupun suami istri.Sampai dengan Maret tahun 2008, pembangunan

shirubaa haujinggu berjumlah 23.000. Sementara itu, jenis tempat tinggal yang ditawarkan oleh swasta terdiri dari tiga jenis:

1. Ko _

K

enchin (高円賃)

o _

2. K

enchin merupakan tempat tinggal yang tidak hanya dikhususkan untuk yang berusia 60 tahun ke atas sampai akhir September 2009 berjumlah 184.000 (Fujimori 2010: 302).

o _

K

senchin (高専賃)

o _

senchin diperuntukkan untuk yang berusia 60 tahun ke atas yang

hidup sendiri maupun suami istri.Berdasarkan ketentuan, bagi k _ o

(63)

3. Ko _ y

_

Jenis k

uchin (高優賃)

o _ y

_

uchinkhusus diperuntukkan untuk orang yang berusia 60 tahun

ke atas yang hidp sendiri maupun suami istri. Bangunan k o _ y

_ u chin

adalah barrier free dan sama seperti ko _

senchin, bagi k _ oyu

_

Perbedaan antara ketiga jenis tempat tinggal ini adalah k

chin yang telah memenuhi standar yang ditetapkan maka dapat ditunjuk sebagai

tokutei shisestu (特 定 施 設) dan dapat menawarkan kaigo saabisu. Sampai Maret 2008 berjumlah 33.000.

o _

enchin dan k _ o

senchin belum tentu mempunyai bangunan barrier free, sedangkan ko _ y

_

uchinpasti mempunyai bangunan barrier free dan dilengkapi orang yang siap merespon jika terjadi keadaan darurat. Sehingga dengan kata lain, jenis tempat tinggal yang mempunyai fasilitas sesuai untuk kebutuhan yang hidup sendiri hanya jenis

shirubaa haujinggu dan ko _ y

_ <

Gambar

tabel di atas, terlihat bahwa sejak tahun 1995 hingga tahun 2008 jumlah perceraian

Referensi

Dokumen terkait

Celebrity Endorser (X1) Iklan (X2) Brand Image (Z) Minat Beli

Manfaat dari dilaksanakannya Ujian Nasional yaitu: (1) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan, (2) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, (3) penentuan

: Jumlah Satuan Kerja : Penggolongan Kualitas Piutang : Penggolongan Masa Manfaat Aset Tetap : Rincian Revisi DIPA : Rincian Revisi DIPA per Program : PNBP per Satuan Kerja :

Dari hasil perhitungan untuk menyerap 39,361 kg/j gas fluor dibutuhkan 3348,294 kg/j larutan NaOH 10% dengan diameter kolom 0,937 ft, tinggi packing 17,891 ft, waktu tinggal gas

kerja yang secara tidak langsung berperan dalam proses produksi dan biayanya.. dikaitkan pada biaya

Orang dan pekerjaan seseorang, aktifitas apa yang dilakukan dan tempat melakukan aktifitas di sekitar yang relevan dengan kehidupan siswa, dengan memberikan keteladanan tentang

Skripsi yang berjudul LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KESULITAN BELAJAR SISWA KELAS VIII OLEH GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI MTsN BANJAR SELATAN 1 JALAN

Item pernyataan Kesadaram yang dinilai paling tinggi oleh konsumen adalah Dengan adanya iklan AC Inverter Panasonic saya berharap keadaan lingkungan akan menjadi lebih baik