• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dosis Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung, Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dosis Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung, Bogor."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Kehutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Cahyawati, Dwi Septi. 2004. Pengaruh Mikorhiza dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Semai Ficus callosa Willd. (Pangsar). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Departemen Kehutanan. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Departemen Kehutanan.

Jakarta.

---. 2002. Informasi Singkat Benih Jati. Penerbit Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan Departemen Kehutanan. Jakarta.

---. 2003. Buku Panduan Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Gomez, Kwanchai and Arturo a. Gomez.1986. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Penerjemah : Endang Sjamsuddin, Justika .S. Baharsyah. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hardjowigeno, S.2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Haygreen, John G. dan Jim L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Laegreid, M. O.C. Bøckman and O. Kaarstad. 1999. Agriculture, Fertilizers and Environment. CABI Publishing. USA.

Leiwakabessy, F.M. 1998. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mahfudz, Henry Supriyanto, Drastyono, M. Anisfauzi, Yuliah dan Toni Herawan. 2003. Sekilas Jati. Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Masripatin, Nur. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Jati. Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Nguyen. 2001. Social Forestry: Terminology Forum. URL:

(2)

Noronha, R. dan Spears, J.S. 1988. Variabel-variabel Sosiologi dalam Rancangan Proyek Kehutanan. Dalam: Cernea, M.M. (ed.) Mengutamakan Manusia di Dalam Pembangunan. Alih bahasa oleh Teku, B.B. Universitas Indonesia Press, Jakarta: 287-340.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Penerbit: Agromedia Pustaka. Jakarta.

Nugroho, A. 2003. Pengaruh Pemupukan dan Penyiangan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jati Super (Tectona grandis Linn.f.) di Taman Hutan Cikabayan. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Pandit, I Ketut dan Hikmat Ramdan. 2002. Anatomi Kayu. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pasaribu, Hati S. 2003. Budidaya Jati. Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Pusat Studi Pembangunan IPB. 1991. Proceeding Seminar III Hasil Penelitian Perhutanan Sosial di Jawa dan Luar Jawa. Bogor.

Soepraptohardjo, M. 1978. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Badan Pengendali Bimas dan Lembaga Penelitian Tanah. Departemen Pertanian. Jakarta. Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas

Kehutanan (YPFK). Bogor.

Sumarna, Yana. 2003. Budidaya Jati. Penerbit Swadaya. Jakarta.

(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemupukan pada tanaman Jati dengan dosis hingga 30 gram/ tanaman (umur 8 bulan setelah pemupukan) pada tanah Latosol menghasilkan persentase hidup tanaman yang tinggi, yaitu berkisar antara 90%-100%, namun pemupukan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman.. Akan tetapi lokasi (blok) berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kelerengan, kandungan unsur hara dalam tanah, teknik konservasi tanah dan air, serta jenis vegetasi yang tumbuh atau di tanam di daerah tersebut.

Saran

1. Perlu adanya teknik pengolahan tanah yang baik untuk menjaga ketersediaan unsur hara pada masing-masing blok.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persentase Hidup Tanaman

Hasil perhitungan persentase hidup tanaman jati dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase hidup tanaman jati pada umur 8 bulan setelah pemupukan Blok Dosis Pupuk NPK (gr/tanaman)

0 10 20 30 A

B C

100 % 90 % 90 %

100 % 100 % 100 %

100 % 100 % 90 %

100 % 100 % 100 %

Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase hidup tanaman jati di desa Sukagalih termasuk cukup tinggi, berkisar antara 90% sampai dengan 100%. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanaman jati yang mati disebabkan karena serangan hama penggerek batang terutama pada blok C dan menyerang bagian pucuk tanaman. Jumlah tanaman jati yang terserang hama penggerek sebanyak 11 batang (Tabel 6). Persentase hidup tanaman pada Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa bibit jati yang di tanam di desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, pada ketinggian 800 mdpl, dapat menyesuaikan dengan kondisi lapangan setempat.

Tabel 6. Jumlah bibit jati yang terserang hama penggerek batang pada umur 8 bulan setelah pemupukan

Blok Dosis Pupuk Jumlah

0 gram 10 gram 20 gram 30 gram

A - - 2 - 2 B 1 - 1 - 2 C 4 2 - 1 7

(5)

batang rata-rata menyerang pada bagian pucuk tanaman dan pada batang tanaman jati sehingga mengakibatkan tumbuhnya terubusan dan kerusakan pada tanaman bahkan mengakibatkan kematian pada tanaman, yaitu 1 tanaman di blok B pada kontrol dan 1 tanaman di blok C pada kontrol. Selain serangan hama penggerek batang juga terjadi serangan hama ulat yang mengakibatkan berkurangnya luasan daun yang dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan tanaman.

Pertambahan Tinggi

Pertambahan tinggi merupakan selisih antara pengukuran akhir dengan pengukuran awal. Pengukuran pertambahan tinggi pada tanaman jati dilakukan setiap seminggu sekali selama delapan bulan. Adapun rata-rata pertambahan tinggi tanaman jati dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman jati 8 bulan setelah pemupukan

Blok

Dosis Pupuk Tinggi (cm)

NPK 0 gram

NPK 10 gram

NPK 20 gram

NPK 30 gram

Jumlah (∑)

Rata-rata

A 71.3 77.3 58.2 66.4 273.2 68.3

B 96.8 76.0 78.4 78.9 330.2 82.5

C 34.6 47.3 52.7 42.8 177.4 44.4

Jumlah (∑) 202.7 200.6 189.3 188.1 780.75 65.1 Rata-rata 67.6 66.9 63.1 62.7 65.1

(6)

0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0

Minggu

ke-Ti

ng

gi

(

c

m

)

Blok A P0 Blok A P1 Blok A P2 Blok A P3 Blok B P0 Blok B P1 Blok B P2 Blok B P3 Blok C P0 Blok C P1 Blok C P2 Blok C P3 diberikan. Adapun grafik pertumbuhan rata-rata tanaman setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan rata-rata tanaman jati selama 8 bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 31

Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan pada musim kemarau (minggu 1-17) dan pertumbuhan pada musim penghujan (minggu 17-31). Adapun gambar kondisi tanaman di lapangan dapat dilihat pada gambar 3.

A B

Gambar 3. Pertumbuhan Tanaman Jati pada Musim Kemarau (A) dan pada Musim Penghujan (B)

(7)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 Minggu ke-Ti ng gi ( c m )

Blok A P0 Blok A P1 Blok A P2 Blok A P3 Blok B P0 Blok B P1 Blok B P2 Blok B P3 Blok C P0 Blok C P1 Blok C P2 Blok C P3 perhitungan nilai koefisien korelatif antara dosis pupuk dan pertumbuhan tinggi pada setiap blok dapat dibaca pada Tabel 8.

Tabel 8. Koefisien korelasi (r) antara dosis pupuk dengan pertumbuhan jati di blok A, B dan C

No Blok Nilai r Nilai R2

Blok A

Blok B Blok C Rata-rata -0,54 -0,58 0,51 -0,94 0.29 0.34 0.26 0.88

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai r terendah terdapat pada Blok B, yaitu sebesar -0,58, sedangkan nilai r tertinggi terdapat pada Blok C, yaitu 0,51. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tanaman pada blok A dan B berbanding terbalik dengan dosis pupuk, sedangkan pada blok C menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman berbanding lurus terhadap dosis pupuk. Jika nilai koefisien korelasi dihitung berdasarkan nilai rata-rata pertumbuhan tinggi seluruh blok (A,B,C) maka pertumbuhan tinggi tanaman berbanding terbalik dengan dosis pupuk dengan nilai r = -0,94 (berkorelasi negatif). Pertumbuhan rata-rata tanaman jati berdasarkan hasil selisih tinggi akhir dengan tinggi awal dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Laju pertumbuhan bibit jati umur 8 bulan setelah pemupukan

(8)

Gambar 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman jati selama 8 bulan setelah pemupukan di blok B tanpa pupuk mencapai pertumbuhan terbaik pada minggu ke 11 pada kontrol. Berdasarkan masing-masing perlakuan dosis pemupukan menunjukkan bahwa pada dosis 10 gram menghasilkan pertumbuhan terbaik terjadi pada minggu ke-14, sedangkan pada perlakuan pupuk 20 gram dan 30 gram pertumbuhan terbaik terjadi pada minggu ke-12 dan 13. Secara ekonomi hal ini berguna, karena pada pertumbuhan pada kondisi tersebut pemupukan dapat dihentikan sehingga menghemat biaya pembelian pupuk. Adapun pertimbangan lain yaitu apabila pemupukan terus dilaksanakan akan memberikan hasil yang sama. Hasil sidik ragam pertumbuhan tinggi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Sidik ragam pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertambahan tinggi rata-rata tanaman jati umur 8 bulan setelah pemupukan

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F hitung F tabel P-value Pupuk Blok Galat Total 56.87583333 2977.71166667 591.14166667 3625.72916667 3 2 6 11 18.95861111 1488.85583333 98.52361111 0.19tn 15.11* 2.68 2.68 0.8978 0.0045

Keterangan: tn : tidak nyata (Fh<Ft (α = 0.05)) * : berbeda nyata (Fh>Ft (α = 0.05))

Tabel 9 menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman Jati setelah 8 bulan pemupukan, namun lokasi (blok) tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan Jati. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pemupukan yang terbaik pada masing-masing blok, maka dilakukan uji lanjut Duncan (Tabel 10).

Tabel 10. Uji lanjut Duncan pengaruh dosis pupuk NPK dan blok terhadap rata-rata pertambahan tinggi tanaman jati umur 8 bulan setelah pemupukan Perlakuan Pupuk

(NPK)

Pertambahan Tinggi Rata-rata (cm)

(9)

Keterangan: ** = nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%.

tn = tidak nyata

Tabel 10 menunjukkan bahwa pemberian pupuk pada dosis 0 gram, 10 gram, 20 gram dan 30 gram per tanaman menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang hampir sama (antara 62,7 sampai dengan 67,57 cm). Jati yang ditanam pada blok A dan B lebih tinggi daripada yang ditanam di blok C. Sementara itu, bibit jati pada blok C pertumbuhannya kurang bagus karena kesuburan tanah di blok C kurang subur dengan nilai N dan K yang rendah (Tabel 11.).

Tabel 11. Hasil analisis kimia tanah di tempat penelitian

Blok pH Kandungan bahan organik KTK

H2O KCl C (%) N (%) C/N P (ppm)

K (ppm)

A 5.7 4.8 3.00 0.21 14 16 423 32.13

B 5.9 4.9 2.58 0.18 14 16 768 25.65

C 6.3 5.0 1.70 0.14 12 63 147 26.00

Tabel 11 menunjukkan bahwa pada blok C kandungan Nitrogen (N), Karbon (C) dan Kalium (K) termasuk rendah, yaitu 1,70 %, 0,14 % dan 147 ppm, demikian juga nilai KTKnya (26,0).

Pertambahan Diameter

(10)

Tabel 12. Pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman jati umur 8 bulan setelah pemupukan

Blok

Dosis Pupuk Diameter (mm)

NPK 0 gram NPK 10 gram NPK 20 gram NPK 30 gram Jumlah

(∑) Rata-rata A 3.2 3.2 3.4 3.3 13 3.2

B 3 3.2 3.1 3.6 12.9 3.2

C 3.5 2.3 3 3.2 12 3

Jumlah (∑) 9.7 8.7 9.5 10.0 61.2 3.1

Rata-rata 3.2 2.9 3.2 3.3 3.1

Tabel 12 manunjukkan bahwa pertumbuhan diameter jati tertinggi diperoleh pada blok B dipupuk NPK 30 gr, yaitu sebesar 3,6 mm. Untuk mengetahui perlakuan dosis pupuk terhadap diameter pada berbagai blok, maka dilakukan sidik ragam (Tabel 13).

Tabel 13. Sidik ragam pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertambahan diameter rata-rata tanaman jati umur 8 bulan setelah pemupukan

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah

F hitung F tabel P-value Pupuk Blok Galat Total 0.20916667 0.08666667 0.45333333 0.74916667 3 2 6 11 0.06972222 0.04333333 0.07555556 0.57tn 0.92tn 2.68 2.68 0.5917 0.4848

Keterangan: tn : tidak nyata (Fh<Ft (α = 0.05))

(11)

Pertambahan Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung pada setiap pengamatan. Untuk mengetahui pertambahan jumlah daun pada tanaman jati sebagai respon dari perlakuan pemupukan dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang tumbuh selama proses pemupukan dilakukan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan perhitungan jumlah total daun yang telah tumbuh diperoleh pertambahan jumlah daun yang berbeda-beda pada masing-masing blok tanaman. Hasil perhitungan pertumbuhan rata-rata pada masing-masing blok tanaman dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh dosis pupuk NPK terhadap jumlah daun jati 8 bulan setelah pemupukan

Blok

Dosis Pupuk Jumlah Daun (lembar) NPK 0 gram NPK 10 gram NPK 20 gram NPK 30 gram Jumlah

(∑) Rata-rata

A 22.4 24 15.1 16 77.5 19.4

B 11.8 13 17.3 12.7 54.8 13.7

C 24.5 11.1 12.4 12.7 60.7 15.2

Jumlah (∑) 58.7 48.1 44.8 41.4 193 16.1

Rata-rata 19.6 16 14.9 13.8 16.1

Tabel 14 menunjukkan bahwa jumlah daun jati pada berbagai dosis pupuk NPK berkisar antara 14 hingga 19 lembar, sedangkan jumlah daun rata-rata pada blok A, B dan C masing-masing 19,13, dan 15 lembar. Untuk mengetahui pengaruh pada masing-masing blok, maka dilakukan sidik ragam yang disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15. Sidik ragam pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertambahan jumlah daun rata-rata tanaman jati 8 bulan setelah pemupukan

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah

F hitung F tabel P-value Pupuk Blok Galat Total 0.00000605 0.00001852 0.00003033 0.00005491 3 2 6 11 0.00000202 0.00000926 0.00000506 0.40tn 1.83tn 2.68 2.68 0.7590 0.2393

(12)
(13)

Pembahasan

Pemberian Pupuk NPK

Unsur hara merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan tanaman seperti halnya air, cahaya, suhu, penyakit, genetik tanaman dan faktor-faktor yang lain (Laegreid et al. 1999). Unsur hara yang terbatas atau bahkan kurang akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Gejala kekurangan unsur hara ini dapat dilihat dari penampakan fisik tanaman. Salah satu cara untuk menambah ketersediaan hara yang diperlukan adalah melalui kegiatan pemupukan. Pupuk yang paling banyak diberikan pada tanaman adalah pupuk NPK karena pupuk ini mengandung unsur hara majemuk N, P dan K yang berguna untuk menambah suplai unsur-unsur hara tersebut dalam tanah dan mudah didapat.

(14)

kandungan unsur hara dalam tanahnya rendah serta letaknya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan blok A dan blok B dan memiliki nilai KTK yang rendah sehingga rentan terhadap erosi tanah terutama pada lapisan tanah atas. Pemupukan yang dilakukan pada blok C dapat membantu peningkatan unsur hara dalam tanah serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jati. Selain itu, berdasarkan grafik pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman jati pada musim penghujan lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini disebabkan karena musim kemarau yang berkepanjangan yang mengakibatkan banyak tanaman jati yang mengalami kematian pada pucuknya sehingga pada musim penghujan banyak muncul trubusan. Pengukuran pada musim penghujan dilakukan pada tinggi trubusan yang tumbuh pada tanaman jati sebagai hasil pertambahan tinggi tanaman.

(15)

Berdasarkan hasil analisis tanah yang telah dilakukan, blok A, B, dan C memiliki nilai KTK sebesar 32,13; 25,65; dan 26,00. Semakin tinggi nilai KTK maka semakin tinggi pula kandungan unsur hara tanah. KTK tidak hanya berguna jika ditinjau dari segi penyediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, tetapi juga berguna sebagai tempat penyimpanan sementara unsur hara tambahan melalui pupuk. Selain itu, hasil analisis tanah menunjukkan bahwa blok C memiliki kandungan unsur C, N, K yang lebih rendah dibandingkan dengan blok A dan B, yaitu 1,7 % C; 0,14 % N; dan 147 ppm K sedangkan untuk unsur P blok C memiliki kandungan tertinggi, yaitu sebesar 63 ppm. Rendahnya kandungan unsur hara tersebut mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman jati di blok C, dimana unsur hara seperti Nitrogen sangat penting bagi proses-proses yang terjadi dalam tanaman. Leiwakabessy (1998) menyatakan bahwa unsur Nitrogen merupakan salah satu unsur penyusun klorofil, unsur Nitrogen juga berperan dalam mengatur penggunaan unsur Kalium dan Phospor. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+ dari tanah (Marschner 1995 diacu dalam Laegreid et al. 1999). Nitrogen atau zat lemas yang diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- (nitrat) dan NH4+ (amonium). Apabila unsur Nitrogen tersedia lebih banyak dari unsur yang lainnya, akan dapat menghasilkan protein lebih banyak (Sutedjo 1994 dalam Cahyawati 2004). Kelimpahan Nitrogen meningkatkan produksi protoplasma, susunan melebar sel dan pertumbuhan yang cepat. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata pertumbuhan pada masing-masing blok.

(16)

pertumbuhan sel tanaman secara aktif. Adapun serapan unsur P pada tanaman jati adalah sebesar 0.353 mg/tanaman, sedangkan persentase serapan unsur N, P dan K berdasarkan hasil analisis kandungan NPK yang dilakukan pada daun jati dalam penelitian sebelumnya adalah 1,7% N; 0,20% P; dan 0,6% K . Unsur Kalium yang cukup tersedia penting untuk menjamin ketahanan tanaman terhadap penyakit dan kekeringan. Kekurangan unsur K dapat mengakibatkan pembatasan kemampuan tanaman untuk menggunakan N sehingga menimbulkan potensi terjadinya pencucian N, serta mengakibatkan kerentanan tanaman terhadap penyakit dan meningkatkan kebutuhan akan pestisida (Laegreid et al. 1999).

Berdasarkan kelas kelerengan, blok C memiliki kelerengan yang lebih tinggi dibandingkan dengan blok A dan B, dimana blok A dan blok B memiliki bentuk bentang darat yang lebih datar. Perbedaan kelerengan ini sangat berpengaruh terhadap ketebalan solum. Pada lokasi percobaan tersebut memiliki curah hujan yang cukup tinggi yang memungkinkan terjadinya erosi tanah dan berdampak pada ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Teknik konservasi tanah dan air yang dilakukan pada blok A dan B berbeda dengan blok C, dimana blok A dan blok B merupakan lahan pertanian yang ditanami berbagai macam jenis tanaman termasuk jenis tanaman legum seperti kacang tanah, kacang panjang, sengon dan krotalaria yang dapat berperan sebagai fiksator nitrogen dari udara sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah terutama Nitrogen (N).

(17)

udara. Pada blok B dan C teknik konservasi yang digunakan berupa penanaman dengan jenis tanaman legum, namun terdapat perbedaan dalam jumlah tanaman dan lahan yang digunakan, sehingga berdampak terhadap perbedaan kandungan unsur hara dalam tanah terutama Nitrogen (N).

(18)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Umum Kecamatan Megamendung

Kondisi Geografis Kecamatan Megamendung

Kecamatan Megamendung adalah salah satu organisasi perangkat daerah Kabupaten Bogor yang terletak disebelah selatan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor pada 06˚ 41' 52,4"LS dan 106˚ 55' 12,8" BT dengan kondisi alam perbukitan, berada pada ketinggian 650-1.100 mdpl dengan curah hujan rata-rata 3.178,8 mm/th dan suhu antara 17,85-23,91 ˚C dengan tekanan udara 912 mb. Luas wilayah Kecamatan Megamendung adalah 4006,3 ha dengan batas wilayah kerja:

• Sebelah Utara : Kecamatan Ciawi

• Sebelah Selatan : Kecamatan Cisarua

• Sebelah Barat : Kecamatan Caringin

• Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan Jonggol

Kecamatan Megamendung terdiri dari 55 RW, 246 RT yang terbagi dalam 11 Desa, 27 Dusun. Desa-desa tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Desa Megamendung 7. Desa Sukamanah 2. Desa Cipayung Girang 8. Desa Sukaresmi 3. Desa Cipayung 9. Desa Sukakarya 4. Desa Gadog 10. Desa Sukagalih 5. Desa Sukamahi 11. Desa Kuta 6. Desa Sukamaju

Apabila dilihat berdasarkan karakteristik wilayah maka kecamatan Megamendung termasuk ke dalam kawasan Bopuncur (Bogor-Puncak-Cianjur) yang dilalui DAS Ciliwung yang merupakan wilayah khusus dalam artifak penanganan dan pengembangannya. Kecamatan Megamendung merupakan wilayah pertanian/ perkebunan, pariwisata dan penyangga kawasan hutan lindung.

(19)

bawang, petai, sawi, kubis, kacang panjang dan cabe, sedang produksi buah-buahan, yaitu pisang dan alpukat.

Kondisi Demografis Kecamatan Megamendung

Jumlah penduduk kecamatan Megamendung seiring dengan waktu dan perkembangan daerah, jumlah penduduk kecamatan Megamendung semakin bertambah dan hal ini mengakibatkan semakin padatnya volume kerja kecamatan Megamendung di bidang pelayanan. Adapun jumlah penduduk berdasarkan data dinamis perkembangan kependudukan di kecamatan Megamendung sampai tahun 2005 sejumlah 84.316 jiwa terdiri dari 18.659 Kepala Keluarga dengan jumlah laki-laki 43.240 orang dan perempuan 41.076 orang. Berdasarkan wilayah administratifnya, desa Sukagalih terdiri atas 2 dusun dengan 4 RW dan 20 RT dengan jumlah penduduk 7258 orang dengan jumlah laki-laki 3667 dan perempuan 3591 serta 1595 kepala keluarga. Kepadatan penduduk di Desa Sukagalih adalah 1.849 jiwa/ Km2 (Tabel 2)

Sebaran Agama

Tabel 1. Sebaran agama di desa Sukagalih Kecamatan Megamendung (kantor kepala desa Sukagalih 2006)

No Agama Jumlah (orang) %

1 2 3 4 5

Islam

Katolik Protestan

Hindu

Budha

7294 13

- 1 .-

99.81 0.18 0.00 0.01 0.00

(20)

Sebaran Usia

Tabel 2. Sebaran usia penduduk di desa Sukagalih Kecamatan Megamendung (Kecamatan Megamendung 2006)

No Umur Jumlah

(orang)

No Umur Jumlah

(orang) 1 2 3 4 5 6 0-4 5-9 10-14 15-19 20-29 30-24 5.934 4.843 5.639 6.116 17.386 7.032 7 8 9 10 11 12 35-44 45-49 50-54 55-59 60-64 >65 5.858 5.143 4.167 12.255 1.975 3.247

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk desa Sukagalih berusia antara 55-59 tahun (12.255 orang), sedang yang berusia 20-30 tahun sebanyak 17.386 orang.

Sebaran mata pencaharian

Tabel 3. Sebaran mata pencaharian di desa Sukagalih Kecamatan Megamendung (Kecamatan Megamendung 2006)

No Mata Pencaharian Jumlah (orang)

No Mata Pencaharian Jumlah (orang) 1 2 3 4 5 Petani

• Pemilik tanah

• Penggarap

• Buruh tani Pengusaha Pengrajin Industri kecil Buruh industri 7.568 1.247 5.143 1.178 32 33 25 235 6 7 8 9 10 11 12 13 Pertukangan Buruh perkebunan Pedagang Pengemudi/ jasa PNS TNI/POLRI Pensiunan/ purnawirawan Anggota DPRD Kabupaten 1.567 173 3.036 145 54 1.732 285 1

(21)

Sebaran Pendidikan

Tabel 4. Sebaran pendidikan di desa Sukagalih Kecamatan Megamendung (kantor kepala desa Sukagalih 2006)

No Jumlah

(orang)

No Jumlah (orang) 1 2 3 4 5 Belum sekolah Tidak tamat sekolah Tamat SD/ sederajat Tamat SLTP/ sederajat Tamat SLTA/ sederajat 1.231 5.828 3.628 588 365 6 7 Perguruan tinggi: • D1 • D3 • S1 Buta huruf 12 15 27 433

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk desa Sukagalih tidak sekolah atau tidak tamat sekolah (48,06 %) dengan demikian penduduk sangat erat pekerjaannya dengan pertanian dan perdagangan hasil pertanian, sedang luas tanah pertanian yang diusahakan oleh penduduk hanya seluas 250 ha. Dengan demikian ketersediaan lapangan kerja dan tingkat pendidikan merupakan masalah utama di desa Sukagalih.

Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan sosial budaya masyarakat kecamatan Megamendung banyak dipengaruhi kebudayaan dan sosiologis masyarakat Sunda. Sistem kekerabatan orang Sunda yang banyak dipengaruhi oleh adat yang diteruskan secara turun temurun berdasarkan agama Islam. Unsur adat dan agama terjalin erat menjadi kebiasaan dan kebudayaan masyarakat Megamendung. Hal ini nampak dengan adanya kebiasaan gotong royong dalam pembangunan jalan dan pembagian hasil pertanian secara sukarela.

Kondisi Ekonomi

(22)

kacang panjang dan cabe, sedangkan produksi buah-buahan yaitu pisang dan alpukat. Hasil pertanian tersebut dijual kepada para wisatawan.

Sebagai daerah tujuan wisata di kabupaten Bogor, potensi pengembangannya banyak didukung oleh faktor geografis dan kondisi alamnya. Daya tarik kecamatan Megamendung sebagai daerah tujuan wisata adalah panorama alam yang indah dan udara yang sejuk.

Kondisi Lahan

Jenis tanah di desa Sukagalih termasuk tanah Latosol dan merupakan endapan batu tufa dari gunung Gede Pangrango. Tanah pada umumnya berpasir, sehingga ringan dalam pengerjaannya dan bersifat poros.

Deskripsi Blok

¾ Blok A : blok A merupakan lokasi perkebunan masyarakat desa Sukagalih dengan kondisi lokasi yang datar. Jenis tanaman perkebunan yang di tanam pada blok ini adalah tomat dan kacang panjang.

¾ Blok B : Blok B juga merupakan lokasi perkebunan warga dengan lokasi yang datar dan ditanami oleh tanaman jagung, kacang panjang, sawi dan tomat.

(23)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: tanaman Jati (Tectona grandis L.f.) umur 1 tahun dan 2 tahun, pupuk NPK mutiara biru ( 16 : 16 :16 ). Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya (Departemen Kehutanan 2003), pada komposisi pupuk tersebut telah memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan, namun terdapat perbedaan jenis tanah antara daerah Megamendung dengan lokasi tempat penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan. Jenis tanah di daerah Megamendung adalah Latosol, sedangkan pada lokasi penelitian yang dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan adalah jenis tanah Podsolik. Alat yang digunakan meliputi cangkul, penggaris ukuran 30 cm dan 60 cm, kaliper, alat tulis, alat hitung, kertas label, plastik untuk penutup kertas label dan alat penyiram.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

a) Pemilihan lokasi

Dalam penelitian ini dibangun tiga blok penelitian. Setiap blok terdiri atas 40 tanaman Jati dengan empat (4) perlakuan dosis pupuk NPK (16:16:16), yaitu 0 gram, 10 gram, 20 gram dan 30 gram per tanaman dengan sepuluh kali ulangan.

b) Analisis tanah

(24)

Pelaksanaan Penelitian

a. Pemberian pupuk NPK

Pemberian pupuk NPK (16:16:16) dilakukan dengan cara menaburkan pupuk ke dalam lubang pemupukan yang melingkari tanaman. Adapun dosis pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0 gram, 10 gram, 20 gram dan 30 gram per tanaman.

Gambar 1. Teknik pemupukan NPK di sekitar tanaman jati b. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan jati meliputi pembersihan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman Jati serta kegiatan penyiraman.

c. Parameter yang diamati 1. Tinggi tanaman Jati

Perubahan tinggi tanaman diamati dengan cara mengukur dari leher akar sampai pucuk dari batang utama (ujung dominasi apikal) dengan menggunakan galah ukur berukuran 2 meter. Pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali mulai pada saat pemupukan hingga umur 4 bulan setelah tanam, dan pada umur 8 bulan.

2. Diameter tanaman Jati

Diameter tanaman diukur dengan menggunakan kaliper pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah. Pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman.

3. Jumlah daun

(25)

4. Persentase hidup

Perhitungan persentase hidup tanaman Jati dilakukan pada akhir pengamatan dengan menggunakan rumus:

Persentase hidup = Jumlah tanaman Jati yang hidup X 100 % Jumlah total tanaman yang diamati

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan ditentukan berdasarkan hasil pemetaan tanaman di lapangan. Berdasarkan hasil inventarisasi awal di lapangan, maka dipilih metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Dalam penelitian ini dosis pupuk yang diberikan terdiri dari 4 level, yaitu:

P0 = Tanpa pupuk NPK (kontrol)

P1 = Pemberian pupuk NPK dengan dosis 10 gram/ tanaman P2 = Pemberian pupuk NPK dengan dosis 20 gram/ tanaman P3 = Pemberian pupuk NPK dengan dosis 30 gram/ tanaman.

Jumlah blok terdiri atas 3 level, sehingga unit percobaan terdiri dari 40 tanaman. Model linier RAKL tersebut sebagai berikut:

ij j i ij

Y =μ+τ +β +ε

Keterangan : i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 dan j = 1,2,3,4

Yij = pengamatan pada perlakuan pemupukan NPK ke-i dan kelompok ke-j

µ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan pemupukan NPK ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

εij = pengaruh acak pada perlakuan pemupukan NPK ke-i dan kelompok ke-j

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman Jati, hipotesis yang digunakan dalam pengujian tersebut adalah:

H0 : Perlakuan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman Jati

(26)

Kriteria pengambilan keputusan dan hipotesis yang diuji adalah : F hitung < F tabel, terima H0

F hitung > F tabel, terima H1

Analisis Data

Setiap data yang dianalisis merupakan hasil dari pengurangan data pengamatan akhir dan pengamatan awal. Data tersebut merupakan respon pertumbuhan (riap) dari tanaman Jati selama 8 bulan pengamatan di lapangan.

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Jati (Tectona grandis Linn.f.)

Dalam taksonomi dan tatanama ilmiah, tanaman jati termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Areal penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailan dan bagian barat Laos. Batas utara pada garis 25° LU di Myanmar, batas selatan pada garis 9° LU di India. Jati tersebar pada garis 70°-100° BT. Penyebarannya ternyata terputus-putus. Hutan jati terpisah oleh pegunungan, tanah-tanah datar, tanah-tanah pertanian dan tipe hutan lainnya. Di Indonesia, jati bukan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di P. Kangean, Muna, Sumbawa dan Jawa (Departemen Kehutanan 2002).

Dalam sistem taksonomi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Klas : Angiospermeae

Sub klas : Dicotyledoneae

Ordo : Verbenales

Family : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis L.f.

Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet (mampu bertahan hingga 500 tahun).

Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah T. grandis Linn. f. Secara historis, nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi (Sumarna 2003).

(28)

jati dapat menjadi sangat bengkok dan bercabang rendah (Departemen Kehutanan 2003).

Jati termasuk calcicolous tree species, yaitu jenis tanaman yang memerlukan unsur Kalsium dalam jumlah relatif besar untuk tumbuh dan berkembang. Hasil analisis abu yang telah dilakukan diketahui bahwa jati mengandung (CaO) 30,3%, phosphorus (P) 29,7 %, dan silika (SiO2) sebanyak 25% (Departemen Kehutanan 2003).

Jati mulai berbunga pada umur 6-8 tahun setelah ditanam. Berbunga pada musim hujan. Awal pembungaan terjadi kira-kira satu bulan setelah hujan pertama turun. Jati selalu berbunga setiap tahun, tetapi terjadi variasi besar dalam intensitas pembungaan setiap tahunnya. Penyerbukan dilakukan oleh serangga. Rangkaian bunga dan buah kadang-kadang rontok oleh serangga yang juga pemakan kuncup bunga. Buah mencapai ukuran maksimal setelah 50 hari, namun untuk mencapai kemasakan diperlukan waktu 120-150 hari setelah pembuahan. Kematangan buah dapat ditandai dengan jatuhnya buah ke tanah karena digoyang atau jatuh sendirinya (Departemen Kehutanan 2002).

Kondisi lingkungan yang baik untuk jati adalah daerah dengan musim kering yang nyata ( meski bukan syarat mutlak ), memiliki curah hujan antara 1200-3000 mm/th. Intensitas cahaya cukup tinggi, 75-100 % dan suhu berkisar antara 22-31°C. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan jati antara 0-900 mdpl (Webb et al. 1984). Di Indonesia memang masih banyak dijumpai jati tumbuh pada ketinggian 1300 mdpl, tetapi pertumbuhannya menjadi kurang optimal. Meskipun membutuhkan musim kemarau yang nyata, tetapi musim kemarau yang terlalu kering dan lama akan menjadi faktor pembatas penyebaran jati (Departemen Kehutanan 2003).

(29)

berbulu. Daun muda (petiola) berwarna hijau kecokelatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan (Sumarna 2003).

Buah jati berkeping 2 dengan kotiledon berukuran panjang 3-6 mm, epikotil akan tumbuh tegak menghasilkan organ batang dan pada ujung batang akan menghasilkan daun muda dengan bentuk membulat dan berwarna hijau atau kemerahan. Tahapan pertumbuhan anakan jati ditunjukan oleh warna akar primer yang putih-kuning, akar sekunder tumbuh relatif sedikit, kemudian, dilanjutkan dengan tumbuhnya tunas/ daun berwarna hijau muda dengan ukuran antara 7,5-15,5 cm (panjang). Setelah menghasilkan daun 6-9 helai, anakan akan tumbuh memanjang hingga mencapai 1,5-3,5 cm.

Tanaman jati tergolong tanaman yang menggugurkan daun pada saat musim kemarau, antara bulan November hingga Januari. Setelah gugur, daun akan tumbuh lagi pada bulan Januari atau Maret. Tumbuhnya daun ini juga secara umum ditentukan oleh kondisi musim.

Menurut Sumarna (2003), masa pembungaan antara bulan Juni-Agustus atau September. Buah yang terbentuk akan masak sekitar bulan November dan akan jatuh sekitar bulan Februari atau April. Buah jati termasuk ringan, 1,1-2,8 g.

Buah yang jatuh akan menghasilkan sistem regenerasi alami. Secara fisiologis, tingkat keberhasilan tumbuh anakan alam pada berbagai wilayah ditentukan oleh iklim, ketinggian tempat tumbuh, kematangan benih, dan kondisi lantai hutan (tanah).

Secara umum, tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/th, optimum 1000-1500 mm/th, dan maksimum 2500 mm/th (walaupun demikian, jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3750 mm/th). Suhu udara yang dibutuhkan tanaman jati minimum 13-17 °C dan maksimum 39-43°C. Pada suhu optimal, 32-42°C, tanaman jati akan menghasilkan kualitas kayu yang baik. Adapun kondisi kelembaban lingkungan tanaman jati yang optimal sekitar 80% untuk fase vegetatif dan antara 60-70 % untuk fase generatif.

(30)

terbentuk tampak artistik. Lingkaran tumbuh nampak jelas, baik pada bidang transversal maupun radial dan sering kali menimbulkan gambar yang indah sehingga kayu jati dikelompokan dalam jenis kayu mewah (fancy wood) atau kelas I. Jati seperti ini banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah (Cepu, Jepara) dan Jawa Timur (Bondowoso, Situbondo). Pada daerah yang sering turun hujan atau curah hujannya tinggi (>1500 mm/th), jati tidak menggugurkan daun dan lingkaran tahun kurang menarik sehingga produk kayunya tergolong kelas II-III, misalnya jati yang ditanam di Sukabumi-Jawa Barat (curah hujan > 2500 mm/th). Tanaman jati memiliki berat jenis kayu (BJ) sebesar 0.67 dengan tekstur agak kasar dan tidak merata. Selain itu, tanaman jati memiliki kelas kuat II (Departemen Kehutanan 1981) dan kelas awet I-II (Pandit et al. 2002).

Secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari formasi limestone, granite, gneiss, mica schist, sandstone, quartzite, conglomerate, shale, dan clay. Pertanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Sesuai sifat fisiologis untuk menghasilkan pertumbuhan optimal, jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH) optimum sekitar 6,0. Namun, ada kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5), dijumpai tanaman jati dengan petumbuhan yang baik. Tanaman jati sensitive terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah sehingga pada lahan yang berporositas tinggi dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan baik. Kondisi kesuburan tanah lahan juga akan berpengaruh terhadap perilaku fisiologis tanaman yang ditunjukkan oleh perkembangan riap tumbuh (T-tinggi dan D-diameter) (Sumarna 2003).

Pengertian pupuk dan pemupukan

(31)

Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk peningkatan produksi dan mutu hasil tanaman. Secara umum manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Adapun manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisik tanah adalah memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Ruangan dalam yang berisi udara akan mendukung pertumbuhan bakteri aerob yang berada di sekitar akar. Sementara air yang tersimpan di dalam ruangan tanah menjadi persediaan yang sangat berharga bagi tanaman (Departemen Kehutanan 2003)

Manfaat lain pemberian pupuk organik adalah mengurangi erosi pada permukaan tanah. Dalam hal ini pupuk organik berfungsi sebagai penutup tanah dan memperkuat struktur tanah di bagian permukaan sehingga tanah tidak mudah tergerus oleh aliran air tetapi masih cukup gembur untuk dapat ditembus perakaran dan masih mudah diolah.

Manfaat pupuk dalam memperbaiki sifat kimia tanah yaitu menyediakan unsur hara yang diperlukan bagi tanaman, juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang, seperti N,P dan K yang mudah hilang oleh penguapan atau oleh air perkolasi. Selain itu, pemupukan juga dapat menambah mikroorganisme tanah (Departemen Kehutanan 2003).

Pemupukan menjadi hal yang mendasar dalam penanaman suatu jenis tanaman. Ada beberapa anggapan bahwa pemupukan hanya diaplikasikan untuk jenis tanaman pertanian saja, tetapi pada perkembangannya pemupukan untuk jenis tanaman kehutanan juga sangat dibutuhkan untuk menambah hara tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman di awal perkembangannya (Departemen Kehutanan 2003).

(32)

Dosis pemupukan

Dosis adalah jumlah pupuk yang harus diberikan atau yang dianjurkan untuk per satuan tanaman atau per satuan lahan. Penggunaan dosis yang berlebihan dapat mematikan tanaman, sedang dosis yang kurang tidak akan memberikan efek pertumbuhan tanaman seperti yang diharapkan (Departemen Kehutanan 2003).

Departemen Kehutanan (2003) menyatakan bahwa dasar penentuan dosis pemupukan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu analisis tanah, analisis jaringan tanaman, percobaan pemupukan dan pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman.

Jenis pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk NPK dengan dosis yang disesuaikan dengan keadaan tanah. Umumnya pupuk yang digunakan berkisar antara 20-50 gr pertanaman atau kurang lebih 2-5 sendok teh (Departemen Kehutanan 2003).

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Koloid tanah adalah bagian tanah yang sangat berperan dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman. Koloid tanah bermuatan negatif, sehingga dapat menarik dan memegang ion-ion bermuatan positif (kation), seperti Ca2+, H+, Mg2+, K+, Na+,Al3+, dan NH4+. Daya tarik menarik ini dapat dianalogikan seperti kutub negatif magnet menarik dan memegang kutub positif magnet lainnya. Kation yang telah melekat pada koloid tanah tidak mudah tercuci oleh aliran air. Namun, kation atau anion yang berada pada larutan tanah sangat mudah hanyut terbawa air.

Dalam pertukaran kation, satu ion kalium (K+) di dalam larutan tanah diserap oleh akar tanaman, dan satu ion K+ tercuci oleh aliran air. Akibatnya, dua ion K+ yang semula melekat pada koloid tanah akan berpindah ke dalam larutan tanah . Dengan demikian akan terdapat dua kutub negatif kosong pada koloid tanah yang akhirnya akan diisi oleh satu ion Ca2+ yang berasal dari larutan tanah. Pertukaran ini akan terjadi secara terus menerus.

(33)

sebagai tempat penyimpanan sementara unsur hara tambahan melalui pupuk. Dengan demikian, pernyataan bahwa proses pertukaran kation adalah kejadian alam terpenting dalam kehidupan tanaman setelah fotosintesis tidaklah terlalu berlebihan.

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kemampuan atau kapasitas koloid tanah untuk memegang kation. Kapasitas ini secara langsung tergantung pada jumlah muatan negatif dari koloid tanah dan sangat ditentukan oleh tipe koloid yang terdapat di dalam tanah.

Kapasitas tukar kation diukur dengan satuan miliequivalen per 100gram tanah (meq/100g tanah). Satu miliequivalen kation adalah jumlah kation yang dibutuhkan untuk menggantikan satu miligram hidrogen. Satu miliequivalen setara dengan 1/1000 equivalen. Jika bobot atom H adalah satu dan valensinya (muatan positif) adalah satu, bobot satu miliequivalen H sama dengan satu miligram. Bobot equivalen sama dengan bobot atom dibagi dengan valensinya. Jadi untuk menggantikan satu miligram hidrogen didalam koloid tanah dibutuhkan 20 miligram kalsium (bobot atom 40 dan valensi 2).

Jumlah relatif dari tiap kation yang diserap atau diikat oleh koloid tanah sangat berhubungan dengan kesuburan tanah. Tanah dengan tingkat keasaman tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar kation pada koloidnya berupa hidrogen dan aluminium. Tanah dengan pH 6-8 mengandung ion Ca2+ yang lebih besar dibandingkan dengan ion lainnya. Tanah dengan koloid yang banyak mengandung ion Na+ akan bersifat lengket dan menyulitkan resapan air. Tanah dengan persentase Ca2+ lebih dominan akan bersifat gembur dan mudah diresapi air.

(34)

kompos atau pupuk kandang. Penambahan hancuran batuan zeolit, secara signifikan juga dapat meningkatkan KTK tanah (Novizan 2002).

Kehutanan Sosial (Social Forestry)

Adapun pengertian dari social forestry adalah sesuatu ketika hutan, lahan hutan, dan produksi (yang berasal dari hutan) dikelola oleh masyarakat lokal (yaitu masyarakat yang hidup di sekitar atau masyarakat yang mempunyai concern/ perhatian penuh pada hutan) dimana dalam partisipasinya tersebut mereka memperoleh keuntungan. Berdasarkan definisi tersebut maka ada dua masalah pokok, yaitu target dan partner dari kehutanan sosial adalah masyarakat setempat (Nguyen 2001). Noronha dan Spears (1988) menyatakan bahwa tujuan kehutanan sosial berbeda dari rencana kehutanan yang biasa (dan komersial) dalam 3 (tiga) hal, yaitu

(1) Kehutanan sosial meliputi produksi dan penggunaan hasil-hasil hutan dalam satu sektor perekonomian, terutama yang tidak diedarkan sebagai uang (accountable);

(2) Menyangkut partisipasi langsung pemanfaat;

(3) Termasuk sikap dan ketrampilan yang berbeda dari segi ahli kehutanan yang harus memberikan peranannya sebagai pelindung hutan terhadap penduduk dan bekerja bersama penduduk untuk menanam pohon-pohon.

Di dalam seminar internasional yang bertema “Social Forestry and Sustainable Development” di Yogyakarta tahun 1994, ada beberapa pengertian yang disepakati tentang kehutanan sosial (Awang 2000 dalam Nguyen 2001)

(1) Kehutanan sosial adalah nama kolektif untuk strategi-strategi pengelolaan hutan yang memberikan perhatian khusus kepada pemerataan distribusi produksi hasil hutan dalam kaitannya dengan kebutuhan berbagai kelompok dalam masyarakat dan partisipatif aktif dari organisasi dan penduduk lokal di dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan biomasa kayu;

(35)

tujuan untuk menstimulasi keterlibatan aktif penduduk lokal dalam berbagai macam kegiatan pengelolaan hutan skala kecil, sebagai suatu tujuan antara untuk meningkatkan keadaan kehidupan masyarakat tersebut;

(3) Kehutanan sosial adalah suatu strategi yang difokuskan pada pemecahan masalah penduduk lokal disamping mengelola lingkungan wilayah. Oleh karena itu hasil utama dari kehutanan sosial tidak hanya kayu, namun hutan dapat diarahkan untuk memproduksi beragam komoditas sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut, termasuk kayu bakar, bahan makanan, pakan ternak, buah-buahan, air, hewan, alam, keindahan, perburuan dan sebagainya;

(4) Kehutanan sosial secara mendasar ditujukan kepada peningkatan produktivitas, pemerataan dan kelestarian dalam pembangunan sumberdaya hutan dan sumberdaya alam melalui partisipasi aktif masyarakat. Paradigma kehutanan sosial memiliki nilai-nilai esensial dalam pembangunan kehutanan, yaitu memposisikan rakyat/ masyarakat yang utama dalam pengelolaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan pemerataan sosial dan pentingnya peranan sistem asli masyarakat serta mempertahankan biodiversitas.

Kegiatan kehutanan sosial mempunyai beberapa bentuk yang dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) kelompok besar (Anonim 2002) , yaitu:

(1) Farm forestry; (2) Community forestry; (3) Extension forestry; dan (4) Agro-forestry.

(36)

Hutan Rakyat

Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah yang dalam hal ini dibebani hak milik, yang tumbuh di lahan milik di luar kawasan hutan. Hutan rakyat sudah dikenal sejak zaman dahulu berupa budidaya tanaman kayu sebagai batas luar atau pagar pemilikan lahan yang membatasi satu pemilik dengan pemilik lainnya, sehingga lebih lazim disebut pagar hidup. Hasil kayu lebih ditekankan sebagai hasil sampingan di luar tanaman pangan yang ditanam di dalam areal lahan. Hal ini dilakukan memang untuk tanaman pangan yang memerlukan perlindungan dari gangguan hama dan ternak.

Pada awalnya hutan rakyat diarahkan sebagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, dan ternyata hasilnya yang berupa kayu telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai tambahan perhasilan. Hutan rakyat secara tradisional telah lama berkembang di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan rakyat tradisional yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan hutan rakyat dimulai dengan proyek bantuan INPRES Penghijauan pada lahan-lahan milik yang kritis dan terlantar. Baru setelah itu program pembinaan pembangunan hutan rakyat mendapat perhatian yang besar dari pemerintah.

Ada beberapa bentuk hutan rakyat (Nguyen 2003), antara lain:

1. Hutan tanaman murni, yaitu hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan, yang seluruhnya ditanami satu jenis kayu-kayuan, dengan menerapkan silvikultur intensif.

2. Hutan tanaman campuran, yaitu hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan, yang seluruhnya ditanami berbagai jenis kayu-kayuan, dengan menerapkan silvikultur intensif.

(37)

a. Taungya system (tumpangsari), yaitu bercocok tanam tanaman semusim selama jangka waktu tertentu di antara tanaman pokok (tanaman hutan) sebagai upaya pemanfaatan lahan hutan.

b. Silvopasture (wana ternak), yaitu model agroforestry yang merupakan campuran kegiatan kehutanan dan peternakan.

c. Silvofishery (wana mina), yaitu model agroforestry yang merupakan campuran kegiatan kehutanan di daerah pantai dengan usaha perikanan. Hutan rakyat berkembang melalui beberapa pola berikut:

a) Pola swadaya, yaitu hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri.

b) Pola subsidi, yaitu hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya.

c) Pola kemitraan, yaitu hutan rakyat yang dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta/ koperasi dengan insentif permodalan bunga ringan.

Pengembangan hutan rakyat dapat dilaksanakan dalam kerangka rehabilitasi lahan untuk tujuan konservasi dan untuk tujuan produksi. Dengan demikian, pengembangan tersebut mengacu pada Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta berpedoman pada rencana kehutanan kabupaten/ kota.

Pengembangan dalam rangka rehabilitasi lahan untuk tujuan konservasi dilaksanakan pada daerah yang perlu dikonservasi (kategori sangat kritis dan kritis) (Nguyen 2003) dengan cara:

a) Subsidi pada kelompok tani.

b) Swadaya oleh kelompok tani yang dilaksanakan pada areal dampak dengan pemberian insentif berupa bibit dan teknologi.

c) Untuk mendukung ekonomi rakyat, produksi hutan rakyat lebih diutamakan pada hasil hutan non kayu.

(38)

a) Subsidi melalui kelompok tani melaui model usaha hutan rakyat dengan areal dampaknya.

b) Pola kemitraan yang merupakan usaha antara kelompok tani dengan badan usaha dengan sistem bagi hasil.

c) Swadaya oleh kelompok tani.

Untuk meningkatkan kemampuan semua pihak yang terkait dengan pengembangan usaha hutan rakyat perlu dilakukan pengamatan kelembagaan sebagai berikut:

a. Pemantapan kelembagaan dinas kabupaten atau kota yang menangani kehutanan untuk pengembangan hutan rakyat.

b. Mengembangkan organisasi kelembagaan kelompok tani hutan rakyat yang sudah ada (yang berorientasi produksi) menjadi kelompok tani hutan rakyat yang berorientasi usaha.

(39)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia diperkirakan terdapat kurang lebih 6000 desa yang berada di sekitar hutan, dengan jumlah penduduk sekitar 30 juta jiwa. Sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk tersebut masih menggantungkan hidupnya dari hutan (Pusat Studi Pembangunan IPB, 1991).

Sebagian besar pengelolaan hutan alam yang dilakukan oleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH) selama ini telah menimbulkan penurunan kuantitas dan kualitas hutan baik dari luasan maupun volume tegakan. Disisi lain illegal logging dan kebakaran hutan juga telah menyebabkan kerusakan hutan. Tekanan pada hutan alam harus dikurangi, untuk itu Departemen Kehutanan telah menetapkan orientasi kebijakan pembangunan kehutanan ke depan sebagai era rehabilitasi dan konservasi hutan.

Dalam jangka panjang Departemen Kehutanan telah menetapkan lima kebijakan prioritas yang meliputi pemberantasan penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi lahan dan konservasi sumberdaya hutan dan penguatan desentralisasi kehutanan dengan payung “social forestry”. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor sebagai lembaga penyedia ilmu pengetahuan telah bekerjasama dengan instansi terkait serta masyarakat guna mendukung pembangunan hutan yang berkelanjutan yaitu melakukan Gerakan Penghijauan Peduli Banjir Jakarta dengan melakukan penanaman di daerah hulu sungai Ciliwung dan Cisadane dalam bentuk social forestry.

(40)

Penanaman jati di daerah tersebut dilakukan karena masyarakat menginginkan bibit jati walaupun daerah tersebut memiliki curah hujan yang tinggi dan ketinggian tempat hingga 800 mdpl dan pada umumnya memiliki kelerengan yang curam (30-70%). Disisi lain tingkat erosi di daerah ini cukup tinggi yang disebabkan oleh praktek konservasi tanah yang kurang baik (guludan searah lereng). Untuk itu perlu dilakukan percobaan pemupukan dengan pupuk NPK untuk memacu pertumbuhan bibit jati.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh dosis pupuk NPK (16:16:16) terhadap pertumbuhan tanaman jati pada tanah Latosol.

Manfaat Penelitian

(41)

Pertumbuhan Tanaman Jati (

Tectona grandis

Linn.f.) di Desa Sukagalih

Kecamatan Megamendung, Bogor. Dengan Dosen Pembimbing Dr.Ir.Supriyanto.

Sebagian besar pengelolaan hutan alam yang dilakukan oleh Hak Pengusahaan

Hutan (HPH) selama ini telah menimbulkan penurunan kuantitas dan kualitas hutan

baik dari luasan maupun volume tegakan. Disisi lain

illegal

logging

dan kebakaran

hutan juga telah menyebabkan kerusakan hutan. Tekanan pada hutan alam harus

dikurangi, untuk itu Departemen Kehutanan telah menetapkan orientasi kebijakan

pembangunan kehutanan ke depan sebagai era rehabilitasi dan konservasi hutan.

Dalam jangka panjang Departemen Kehutanan telah menetapkan lima

kebijakan prioritas yang meliputi pemberantasan penebangan liar, penanggulangan

kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi lahan dan konservasi

sumberdaya hutan dan penguatan desentralisasi kehutanan dengan payung “

social

forestry

”. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor sebagai lembaga penyedia ilmu

pengetahuan telah bekerjasama dengan instansi terkait serta masyarakat guna

mendukung pembangunan hutan yang berkelanjutan yaitu melakukan Gerakan

Penghijauan Peduli Banjir Jakarta dengan melakukan penanaman di daerah hulu

sungai Ciliwung dan Cisadane dalam bentuk

social forestry.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh dosis pupuk NPK

(16:16:16) terhadap pertumbuhan tanaman jati pada tanah Latosol.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukagalih, Kecamatan.Megamendung,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan

Mei sampai dengan bulan Desember 2006. adapun bahan yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi: tanaman Jati (

Tectona grandis

L.f.) umur 1 tahun dan 2 tahun,

pupuk NPK mutiara biru ( 16 : 16 :16 ). Alat yang digunakan meliputi cangkul,

penggaris ukuran 30 cm dan 60 cm, kaliper, alat tulis, alat hitung, kertas label, plastik

untuk penutup kertas label dan alat penyiram. Parameter yang diamati berupa tinggi,

(42)

30 gram per tanaman dengan sepuluh kali ulangan.

Penelitian ini menghasilkan persentase hidup tanaman jati berkisar antara

90%-100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa bibit jati yang ditanam di desa Sukagalih,

Kecamatan Megamendung, pada ketinggian 800 mdpl, dapat menyesuaikan dengan

kondisi lapangan setempat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanaman jati yang

mati disebabkan karena serangan hama penggerek batang terutama pada blok C dan

menyerang bagian pucuk tanaman. Jumlah tanaman jati yang terserang hama

penggerek sebanyak 11 batang. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hama

penggerek batang rata-rata menyerang pada bagian pucuk tanaman dan pada batang

tanaman jati sehingga mengakibatkan tumbuhnya terubusan dan kerusakan pada

tanaman bahkan mengakibatkan kematian pada tanaman, yaitu 1 tanaman di blok B

pada kontrol dan 1 tanaman di blok C pada kontrol. Selain serangan hama penggerek

batang juga terjadi serangan hama ulat yang mengakibatkan berkurangnya luasan daun

yang dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis yang pada akhirnya akan

berdampak pada pertumbuhan tanaman.

Rata-rata pertambahan tinggi tanaman jati pada blok A, B dan C sebesar 68,3

cm, 82,5 cm dan 44,4 cm, sedang pertumbuhan tinggi rata-rata sebagai respon

terhadap perlakuan dosis pupuk 0, 10, 20, dan 30 gram adalah 67,6 cm, 66,9 cm, 63,1

cm dan 62,7 cm. Interaksi antara dosis pupuk NPK dan blok tanaman menghasilkan

pertumbuhan tinggi tanaman terbaik pada blok B dengan dosis 0 gram NPK, yaitu 96,8

cm. Hasil sidik ragam pertumbuhan tinggi menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK

tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman Jati setelah 8

bulan pemupukan, namun lokasi (blok) tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap

pertumbuhan Jati. Uji lanjut Duncan pengaruh dosis pupuk NPK dan blok terhadap

rata-rata pertambahan tinggi tanaman jati umur 8 bulan setelah pemupukan

menunjukkan bahwa pemberian pupuk pada dosis 0 gram, 10 gram, 20 gram dan 30

gram per tanaman menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang hampir sama

(43)

dengan nilai N dan K yang rendah

Hasil analisis data dengan menggunakan rata-rata pertumbuhan, diperoleh hasil

pertumbuhan rata-rata diameter tanaman jati tertinggi diperoleh pada blok B dipupuk

NPK 30 gr, yaitu sebesar 3,6 mm. Sidik ragam pengaruh dosis pupuk NPK terhadap

pertambahan diameter rata-rata tanaman jati umur 8 bulan setelah pemupukan nampak

bahwa pertambahan diameter tidak dipengaruhi oleh dosis pupuk NPK dan blok

tanam. Perlakuan pemupukan pada berbagai dosis menghasilkan pengaruh terhadap

pertambahan diameter tanaman jati yang tidak nyata. Hal tersebut berarti pertumbuhan

diameter Jati tidak dipengaruhi oleh dosis pupuk dan tempat tumbuh, karena jarak

antar pohon tidak rapat.

Hasil perhitungan pertumbuhan rata-rata pada masing-masing blok tanaman

menunjukkan bahwa jumlah daun jati pada berbagai dosis pupuk NPK berkisar antara

14 hingga 19 lembar, sedangkan jumlah daun rata-rata pada blok A, B dan C

masing-masing 19,13, dan 15 lembar. Sidik ragam pengaruh dosis pupuk NPK terhadap

pertambahan jumlah daun rata-rata tanaman jati 8 bulan setelah pemupukan

menunjukkan bahwa pengaruh dosis pupuk NPK dan lokasi (blok) tanam tidak

berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun, sehingga tidak dilakukan uji lanjut

Duncan. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman jati. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman tersebut antara lain: perbedaan kandungan unsur hara tanah, kelerengan,

konservasi tanah dan air, serta jenis vegetasi yang tumbuh atau ditanam di daerah

tersebut. Selain faktor-faktor tersebut, juga terdapat faktor jenis tanah yang sangat

(44)

DI DESA SUKAGALIH, KECAMATAN MEGAMENDUNG,

BOGOR

Benu Setyawan

E 14202039

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(45)
(46)

      Duncan's Multiple Range Test for variable: RESPON   

       NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the         experimentwise error rate 

 

      Alpha= 0.05  df= 6  MSE= 98.52361   

       Number of Means     2     3         Critical Range  17.17 17.80   

       Means with the same letter are not significantly different.   

      Duncan Grouping      Mean      N  BLOK   

      A      82.525      4  2        A 

      A      68.300      4  1   

      B      44.350      4  3   

Lampiran 2 Perhitungan pertambahan diameter tanaman jati

   

(47)
(48)

 

      Duncan's Multiple Range Test for variable: RESPON   

       NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the         experimentwise error rate 

 

      Alpha= 0.05  df= 6  MSE= 0.075556   

       Number of Means     2     3         Critical Range  .4756 .4929   

       Means with the same letter are not significantly different.   

      Duncan Grouping      Mean      N  BLOK   

      A      3.2750      4  1        A 

      A      3.2250      4  2        A 

      A      3.0750      4  3   

Lampiran 3 Perhitungan pertambahan jumlah daun tanaman jati (sebelum di normalisasi)

   

(49)
(50)

      Duncan's Multiple Range Test for variable: RESPON   

       NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the         experimentwise error rate 

 

      Alpha= 0.05  df= 6  MSE= 23.27306   

       Number of Means     2     3         Critical Range  8.347 8.651   

       Means with the same letter are not significantly different.   

      Duncan Grouping      Mean      N  BLOK   

      A      19.375      4  1        A 

      A      15.175      4  3        A 

      A      13.700      4  2 

(51)
(52)

      A 

      A      0.003008      4  1   

Lampiran 5 Gambar pertumbuhan tanaman jati di desa Sukagalih di musim kemarau 4 bulan setelah pemupukan

(53)
[image:53.612.38.567.14.769.2]

Gambar 6. Tanaman jati di blok B

Gambar 7. Tanaman jati di blok C

Lampiran 5 Gambar pertumbuhan tanaman jati di desa Sukagalih di musim penghujan 8 bulan setelah pemupukan

[image:53.612.325.561.273.448.2]
(54)
[image:54.612.29.563.32.744.2] [image:54.612.331.521.267.410.2]

Gambar 9. Tanaman jati di blok B

Gambar

Gambar 2. Pertumbuhan rata-rata tanaman jati selama 8 bulan
Gambar 4. Laju pertumbuhan bibit jati umur 8 bulan setelah pemupukan
Tabel 12. Pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman jati umur 8
Tabel 15. Sidik ragam pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertambahan jumlah
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pemberian pupuk kandang yang lebih banyak (dosis 5 kg dan 4 kg) pada ukuran lubang tanam yang besar (75 x 75 x 75 cm) memberikan persentase hidup dan pertumbuhan tanaman jati

Menurut Jumini et al., (2011) yang menyatakan bahwa ketersediaan unsur hara berperan penting bagi tanaman, dengan melakukan pemupukan pada tanaman dapat meningkatkan

Dalam upaya menghasilkan tanaman kedelai yang berkualitas dengan meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman, maka perlu melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan

Respon Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan Serapan Hara NPK Tanaman Bawang Merah Terhadap Berbagai Dosis Pemupukan NPK Pada Tanah Alluvial. Respon Pertumbuhan, Hasil Umbi,

Pupuk NPK 15-15-15:Higroskopis (mudahmenyerapair) mudah larut dalam air, mengandung unsur hara N,P,K sekaligus kandungan unsur hara, setiap butir pupuk merata larut dalam

(1996) dan Sylvia ( 2005) pupuk takaran terbatas akan lebih menggiatkan berkembangnya infeksi dalam perakaran bibit tanaman inangnya. Penelitian ini menunjukkan tanggapan

Peningkatan pertambahan tinggi tanaman dengan pemberian urea sampai dengan dosis 30,0 gram/tanaman mengindikasikan bahwa tanah yang ada tidak mampu secara optimal untuk