SKRIPSI
EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA
UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI
Oleh
Retno Endah Dianing Sari F24102099
2006
Retno Endah Dianing Sari. F24102099. Efektivitas Acidified Sodium Chlorite (ASC) pada Udang (L. Vannamei) di PT. Centralpertiwi Bahari. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc, Dr.Ir. Harsi D.Kusumaningrum, M.Sc, Dipl. Ing. Remi Michalowski
ABSTRAK
Perubahan mutu udang beku terjadi selama udang dipanen sampai memasuki tahap pengolahan. Penyebab penurunan mutu udang adalah proses enzimatik, kimiawi dan mikrobiologis yang dipengaruhi oleh keadaan fisik udang, faktor waktu dan suhu.
Udang yang berasal dari tambak mengandung jumlah mikroba awal yang bervariasi tiap tambak. Penggunaan antimikroba merupakan salah satu cara untuk mengurangi jumlah mikroba awal selama pemanenan dan pengolahan. Sodium hipoklorit merupakan sanitaiser yang paling sering digunakan pada udang. Namun penggunaannya mulai dibatasi karena menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan menyebabkan diskolorisasi udang. Selain itu beberapa negara di Eropa sudah melarang penggunaan sodium hipoklorit sebagai antimikroba pada makanan.
Penggunaan sanitaiser alternatif pada udang mulai diterapkan oleh PT Centralpertiwi Bahari. Sanitaiser alternatif pengganti klorin yang telah diujicoba pada udang di PT. CPB adalah citrofresh, Acidified Sodium Chlorite (ASC) dan air. Saat ini PT. CPB menggunakan air sebagai sanitaiser. ASC merupakan sanitaiser yang menghasilkan senyawa antimikroba aktif berupa klorin dioksida. ASC sudah diizinkan sebagai antimikroba pangan oleh United States Food & Drug Administration (USFDA) tahun 1999 yaitu 21 CFR 173.325.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui efektivitas sanitaiser ASC terhadap bakteri Escherichia coli. E. coli merupakan indikator sanitasi dan
Good Handling Practice. Hasil penelitian pendahuluan dengan analisa ANOVA menunjukkan bahwa antara larutan ASC dan sodium hipoklorit tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam mereduksi E. coli (p=0.315). Pengaruh antar konsentrasi menunjukkan bahwa antara konsentrasi 80 ppm dan 100 ppm berbeda nyata (p=0.018). Pengaruh antara konsentrasi 80 dan 90 ppm serta 90 dan 100 ppm tidak menunjukkan perbedaan nyata. Konsentrasi yang dipilih adalah 80 ppm. Pada konsentrasi 80 ppm larutan ASC sudah dapat mereduksi E. coli sekitar 1,2 siklus log. Alasan lain pemilihan konsentrasi 80 ppm karena semakin rendah konsentrasi maka biaya produksi yang dikeluarkan juga lebih kecil.
EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA
UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Retno Endah Dianing Sari F24102099
2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Retno Endah Dianing Sari F24102099
Dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1983 di Tanjung Karang
Tanggal lulus : September 2006
Menyetujui, Bogor, September 2006
Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc Dr. Ir. Harsi.D.K, M.Sc Dipl. Ing. Remi M. Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II Pembimbing Lapang
RIWAYAT HIDUP
Retno Endah Dianing Sari dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1983 di Tanjung Karang, Lampung. Penulis merupakan kakak dari Dona dan Tika dan adik dari Mbak Ita dalam keluarga Suripto dan Dyah Purwaningsih yang bertempat tinggal di Klaten.
Pendidikan kanak-kanak penulis dialami di Belitung dalam dua TK yang berbeda. Setelah mengenyam pendidikan dasar di SD Keden I Pedan, Klaten (1989-1995), penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SLTP N 2 Klaten (1995-1998). Pendidikan menengah penulis ditamatkan di SMU N I Klaten selama 1998-2001. Masa perguruan tinggi dialami dalam 2 periode yaitu Teknik Elektro Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) selama satu tahun kemudian memasuki Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2002 dalam Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP).
Selama empat tahun di ITP, penulis aktif sebagai staf Divisi Infokom UKM Gentra Kaheman (2002-2003), Bendahara UKM Merpati Putih (2003-2004), Bendahara Divisi PSDM KAMMI IPB (2003-(2003-2004), Bendahara UKM Century IPB (2004-2005), anggota Food Chat Club ITP (2003-2005), Staf Divisi Sosial Kemahasiswaan Himitepa (2004-2005) dan staf Divisi Bina Ukhuwah Perisai ITP 39 (2003-2006). Penghargaan yang pernah diraih penulis adalah juara II tatagerak beregu putri pada kejuaraan nasional Merpati Putih tingkat perguruan tinggi di TMII (2004) dan finalis Debate Contest Fateta tahun 2005. Penulis mengalami pengalaman kerja selama praktek kerja di Selamat Biscuit Indonesia, Sidoarjo pada tahun 2005 dan sebagai guru privat (2003-2006).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi rabbil’aalamiin puji syukur bagi Yang Maha Pemurah Allah SWT atas curahan keajaibanNya dan jalan yang dibukaNya dalam penyelesaian Skripsi dengan judul EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI. Skripsi ini merupakan salah satu syarat meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) serta bentuk pertanggungjawaban selama magang penelitian di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung.
Selaksa terimakasih taklupa dihaturkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak awal penelitian hingga penyelesaian skripsi yaitu :
1. Bapak dan Ibu terkasih atas cinta tanpa syaratnya dan pemahaman yang tulus serta Mbak Ita, Dona dan Tika yang telah membuat dunia ini semakin berwarna bersama kalian.
2. Program Grant B dan Tim Service Grant Development (Ibu Ratih, Ibu Siti, Ibu Dede, Ibu Antum) dan Bpk. Adil dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas kesempatannya dan bantuan dana yang diberikan dalam menyelesaikan penelitian.
3. Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App. Sc selaku Pembimbing Akademik I atas bimbingan dan arahannya dalam meraih gelar sarjana.
4. Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, M.Sc selaku Pembimbing Akademik II atas saran, kesediaan dan kekuatannya dalam menyelesaikan skripsi. 5. Ibu Dr. Cinta N. Michalowski dan Mr. Remi Michalowski sebagai
Pembimbing Lapangan atas petunjuk, pengertian, pengetahuan dan kesediaannya dalam membimbing selama penelitian.
6. Jajaran direksi PT.CPB (Bpk. Bambang Widigdo, Bpk Rubi Haliman, Bpk. Candra, dll.) atas kesempatan dan bantuannya selama magang. 7. Bpk. Teddy, Ibu Santi, Pak Udi, Mbak Wulan, Mbak Alis, Mbak Frida,
Mas TW, Mas Iguh, Mas Tatang, Bang Anton, Mas Sigit, Pak Toni, Pak Iwan, Pak Eko, Pak Jum, Mas Herdi, Mbak Eka, Mbak Wiwik, Mas Amin,
8. Bp. Hardi, Teh Rini, Mbak Retno, Jeng Sri, Mbak Tita, Pak Akhmad dan Teh Herni, Mas Wahyu, Mas Heri, Mas Win, Mas WW (tanpa kalian semuanya tidak akan pernah sama). Mbak Dwi dan Mas Day (tetap duet maut ya!), Mas Agus, Mas Pai, Mas Edy, Mas Hari, Mas Ilung, Mas Suryadi, Mbak Iin, Mbak Sur, Mbak Lina dan seluruh tim A&I.
9. PPIC atas pinjaman komputer dan internetnya.Eko, Aji, Firdi, Mas Edi, Mas Bah, Pak Toni, maaf kalau terkena teguran gara-gara kita berempat numpang. SPA dengan tempat ganti dan tentu komputernya yaitu Bu Riana, Pak Achid, Pak Eko, Mas Andria, Mas Pupun, Pak Munir, Pak Ayep, Wahyu, Mbak Sari, Nora, Mbak Anik, Mbak Yuli dan inspektor. 10.Seluruh keluarga besar PT CPB yang tidak bisa disebutkan semua dan
juga satpam-satpam (pura, eksekutif-gorengan gratisannya enak-,kasturit). 11.Sahabat-sahabat terbaik dari Pondok Adinda, Wisma Nurul Fitri dan
Keluarga Mahasiswa Klaten dengan menjadi bagian dari kalian kebahagiaan dan pertolongan itu menjadi nyata.
12.Hana, Rina, Dhenok, Rizki, Meilin dan Ira (persahabatan, kasih sayang dan perhatian yang tulus dan sangat indah), Dikres, Vero dan Dian (Hidup menjadi lebih ringan dan keajaiban itu ada bersama kalian).
13.C-6 yang sudah membuat praktikum menjadi anjangsana perang dunia (Prasna, Samsul dan Eva). Kekompakan dan kekanak-kanakan golongan C dalam mengacaukan suasana praktikum (Vivi, Arti, Steisi, Farah, Feni, Karen, Deddy, Hanif, Ari, Putra, Ulik, Bekti, Risky, Oji, Yoga, Rikza, Molid,Yudhan, Bobby).
14.Kebersamaan ITP 39, kumpulan orang-orang menakjubkan. Buat pioner S.TP jangan lupa 4 tahun itu penuh makna jadi kabar-kabar ya!
15.Kasih sayang dan perhatian semua pihak yang telah membantu dan tidak terlintas dalam pikiran penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan dan Sasaran ... 2
C. Manfaat ... 2
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 3
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 3
B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ... 3
C. Visi dan Misi Perusahaan ... 3
D. Sumber Daya Manusia ... 5
E. Fasilitas Perusahaan ... 5
F. Struktur Organisasi ... 6
III. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Taksonomi Udang ... 8
B. Kualitas Mikrobiologi Udang ... 8
C. Analisa Mikrobiologi untuk Total Plate Count dan Escherichia coli ... 10
D. Patogenitas Escherichia coli ... 11
E. Sanitaiser ... 14
F. Bahan Baku Larutan Sanitaiser ... 16
F.1 Sodium Hipoklorit ... 16
F.2 Acidified Sodium Chlorite ... 19
IV. METODOLOGI PENELITIAN... 24
I. Bahan dan Alat... 24
A. Bahan Penelitian... 24
B. Alat Penelitian... 24
II. Metodologi... 24
A. Pembuatan Larutan Acidified Sodium Chlorite (ASC)... 24
B. Pembuatan Larutan Sodium Hipoklorit... 25
C. Persiapan Kultur Escherichia coli... 26
D. Penelitian Pendahuluan... 26
E. Penelitian Utama... 27
F. Analisa Mikrobiologi... 28
F.1 Analisa Escherichia coli... 28
F.2 Analisa Total Plate Count... 28
G. Analisa Klorin... 30
H. Analisa Biaya... 31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Pengaruh Bahan Sanitaiser terhadap Reduksi Escherichia coli ... 32
B. Pengaruh Konsentrasi terhadap Reduksi Escherichia coli ... 33
C. pH... ... 35
D. Suhu... ... 37
E. Pengaruh Acidified Sodium Chlorite setelah Tiga kali Pencelupan terhadap Reduksi Total Mikroba. ... 38
F. Analisis Biaya ... 40
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. Kesimpulan ... 42
B. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tipe Mikrooganisme pada Udang Hasil Budidaya... 9
Tabel 2. Perubahan pH pada ASC dan Sodium Hipoklorit.……….. 36
Tabel 3. Hasil Pengujian Efektivitas Sanitaiser terhadap Escherichia coli... 38
SKRIPSI
EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA
UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI
Oleh
Retno Endah Dianing Sari F24102099
2006
Retno Endah Dianing Sari. F24102099. Efektivitas Acidified Sodium Chlorite (ASC) pada Udang (L. Vannamei) di PT. Centralpertiwi Bahari. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc, Dr.Ir. Harsi D.Kusumaningrum, M.Sc, Dipl. Ing. Remi Michalowski
ABSTRAK
Perubahan mutu udang beku terjadi selama udang dipanen sampai memasuki tahap pengolahan. Penyebab penurunan mutu udang adalah proses enzimatik, kimiawi dan mikrobiologis yang dipengaruhi oleh keadaan fisik udang, faktor waktu dan suhu.
Udang yang berasal dari tambak mengandung jumlah mikroba awal yang bervariasi tiap tambak. Penggunaan antimikroba merupakan salah satu cara untuk mengurangi jumlah mikroba awal selama pemanenan dan pengolahan. Sodium hipoklorit merupakan sanitaiser yang paling sering digunakan pada udang. Namun penggunaannya mulai dibatasi karena menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan menyebabkan diskolorisasi udang. Selain itu beberapa negara di Eropa sudah melarang penggunaan sodium hipoklorit sebagai antimikroba pada makanan.
Penggunaan sanitaiser alternatif pada udang mulai diterapkan oleh PT Centralpertiwi Bahari. Sanitaiser alternatif pengganti klorin yang telah diujicoba pada udang di PT. CPB adalah citrofresh, Acidified Sodium Chlorite (ASC) dan air. Saat ini PT. CPB menggunakan air sebagai sanitaiser. ASC merupakan sanitaiser yang menghasilkan senyawa antimikroba aktif berupa klorin dioksida. ASC sudah diizinkan sebagai antimikroba pangan oleh United States Food & Drug Administration (USFDA) tahun 1999 yaitu 21 CFR 173.325.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui efektivitas sanitaiser ASC terhadap bakteri Escherichia coli. E. coli merupakan indikator sanitasi dan
Good Handling Practice. Hasil penelitian pendahuluan dengan analisa ANOVA menunjukkan bahwa antara larutan ASC dan sodium hipoklorit tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam mereduksi E. coli (p=0.315). Pengaruh antar konsentrasi menunjukkan bahwa antara konsentrasi 80 ppm dan 100 ppm berbeda nyata (p=0.018). Pengaruh antara konsentrasi 80 dan 90 ppm serta 90 dan 100 ppm tidak menunjukkan perbedaan nyata. Konsentrasi yang dipilih adalah 80 ppm. Pada konsentrasi 80 ppm larutan ASC sudah dapat mereduksi E. coli sekitar 1,2 siklus log. Alasan lain pemilihan konsentrasi 80 ppm karena semakin rendah konsentrasi maka biaya produksi yang dikeluarkan juga lebih kecil.
EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA
UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Retno Endah Dianing Sari F24102099
2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Retno Endah Dianing Sari F24102099
Dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1983 di Tanjung Karang
Tanggal lulus : September 2006
Menyetujui, Bogor, September 2006
Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc Dr. Ir. Harsi.D.K, M.Sc Dipl. Ing. Remi M. Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II Pembimbing Lapang
RIWAYAT HIDUP
Retno Endah Dianing Sari dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1983 di Tanjung Karang, Lampung. Penulis merupakan kakak dari Dona dan Tika dan adik dari Mbak Ita dalam keluarga Suripto dan Dyah Purwaningsih yang bertempat tinggal di Klaten.
Pendidikan kanak-kanak penulis dialami di Belitung dalam dua TK yang berbeda. Setelah mengenyam pendidikan dasar di SD Keden I Pedan, Klaten (1989-1995), penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SLTP N 2 Klaten (1995-1998). Pendidikan menengah penulis ditamatkan di SMU N I Klaten selama 1998-2001. Masa perguruan tinggi dialami dalam 2 periode yaitu Teknik Elektro Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) selama satu tahun kemudian memasuki Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2002 dalam Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP).
Selama empat tahun di ITP, penulis aktif sebagai staf Divisi Infokom UKM Gentra Kaheman (2002-2003), Bendahara UKM Merpati Putih (2003-2004), Bendahara Divisi PSDM KAMMI IPB (2003-(2003-2004), Bendahara UKM Century IPB (2004-2005), anggota Food Chat Club ITP (2003-2005), Staf Divisi Sosial Kemahasiswaan Himitepa (2004-2005) dan staf Divisi Bina Ukhuwah Perisai ITP 39 (2003-2006). Penghargaan yang pernah diraih penulis adalah juara II tatagerak beregu putri pada kejuaraan nasional Merpati Putih tingkat perguruan tinggi di TMII (2004) dan finalis Debate Contest Fateta tahun 2005. Penulis mengalami pengalaman kerja selama praktek kerja di Selamat Biscuit Indonesia, Sidoarjo pada tahun 2005 dan sebagai guru privat (2003-2006).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi rabbil’aalamiin puji syukur bagi Yang Maha Pemurah Allah SWT atas curahan keajaibanNya dan jalan yang dibukaNya dalam penyelesaian Skripsi dengan judul EFEKTIVITAS ACIDIFIED SODIUM CHLORITE (ASC) PADA UDANG (L. vannamei) DI PT. CENTRALPERTIWI BAHARI. Skripsi ini merupakan salah satu syarat meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) serta bentuk pertanggungjawaban selama magang penelitian di PT. Centralpertiwi Bahari, Lampung.
Selaksa terimakasih taklupa dihaturkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak awal penelitian hingga penyelesaian skripsi yaitu :
1. Bapak dan Ibu terkasih atas cinta tanpa syaratnya dan pemahaman yang tulus serta Mbak Ita, Dona dan Tika yang telah membuat dunia ini semakin berwarna bersama kalian.
2. Program Grant B dan Tim Service Grant Development (Ibu Ratih, Ibu Siti, Ibu Dede, Ibu Antum) dan Bpk. Adil dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas kesempatannya dan bantuan dana yang diberikan dalam menyelesaikan penelitian.
3. Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App. Sc selaku Pembimbing Akademik I atas bimbingan dan arahannya dalam meraih gelar sarjana.
4. Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, M.Sc selaku Pembimbing Akademik II atas saran, kesediaan dan kekuatannya dalam menyelesaikan skripsi. 5. Ibu Dr. Cinta N. Michalowski dan Mr. Remi Michalowski sebagai
Pembimbing Lapangan atas petunjuk, pengertian, pengetahuan dan kesediaannya dalam membimbing selama penelitian.
6. Jajaran direksi PT.CPB (Bpk. Bambang Widigdo, Bpk Rubi Haliman, Bpk. Candra, dll.) atas kesempatan dan bantuannya selama magang. 7. Bpk. Teddy, Ibu Santi, Pak Udi, Mbak Wulan, Mbak Alis, Mbak Frida,
Mas TW, Mas Iguh, Mas Tatang, Bang Anton, Mas Sigit, Pak Toni, Pak Iwan, Pak Eko, Pak Jum, Mas Herdi, Mbak Eka, Mbak Wiwik, Mas Amin,
8. Bp. Hardi, Teh Rini, Mbak Retno, Jeng Sri, Mbak Tita, Pak Akhmad dan Teh Herni, Mas Wahyu, Mas Heri, Mas Win, Mas WW (tanpa kalian semuanya tidak akan pernah sama). Mbak Dwi dan Mas Day (tetap duet maut ya!), Mas Agus, Mas Pai, Mas Edy, Mas Hari, Mas Ilung, Mas Suryadi, Mbak Iin, Mbak Sur, Mbak Lina dan seluruh tim A&I.
9. PPIC atas pinjaman komputer dan internetnya.Eko, Aji, Firdi, Mas Edi, Mas Bah, Pak Toni, maaf kalau terkena teguran gara-gara kita berempat numpang. SPA dengan tempat ganti dan tentu komputernya yaitu Bu Riana, Pak Achid, Pak Eko, Mas Andria, Mas Pupun, Pak Munir, Pak Ayep, Wahyu, Mbak Sari, Nora, Mbak Anik, Mbak Yuli dan inspektor. 10.Seluruh keluarga besar PT CPB yang tidak bisa disebutkan semua dan
juga satpam-satpam (pura, eksekutif-gorengan gratisannya enak-,kasturit). 11.Sahabat-sahabat terbaik dari Pondok Adinda, Wisma Nurul Fitri dan
Keluarga Mahasiswa Klaten dengan menjadi bagian dari kalian kebahagiaan dan pertolongan itu menjadi nyata.
12.Hana, Rina, Dhenok, Rizki, Meilin dan Ira (persahabatan, kasih sayang dan perhatian yang tulus dan sangat indah), Dikres, Vero dan Dian (Hidup menjadi lebih ringan dan keajaiban itu ada bersama kalian).
13.C-6 yang sudah membuat praktikum menjadi anjangsana perang dunia (Prasna, Samsul dan Eva). Kekompakan dan kekanak-kanakan golongan C dalam mengacaukan suasana praktikum (Vivi, Arti, Steisi, Farah, Feni, Karen, Deddy, Hanif, Ari, Putra, Ulik, Bekti, Risky, Oji, Yoga, Rikza, Molid,Yudhan, Bobby).
14.Kebersamaan ITP 39, kumpulan orang-orang menakjubkan. Buat pioner S.TP jangan lupa 4 tahun itu penuh makna jadi kabar-kabar ya!
15.Kasih sayang dan perhatian semua pihak yang telah membantu dan tidak terlintas dalam pikiran penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan dan Sasaran ... 2
C. Manfaat ... 2
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 3
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 3
B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ... 3
C. Visi dan Misi Perusahaan ... 3
D. Sumber Daya Manusia ... 5
E. Fasilitas Perusahaan ... 5
F. Struktur Organisasi ... 6
III. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Taksonomi Udang ... 8
B. Kualitas Mikrobiologi Udang ... 8
C. Analisa Mikrobiologi untuk Total Plate Count dan Escherichia coli ... 10
D. Patogenitas Escherichia coli ... 11
E. Sanitaiser ... 14
F. Bahan Baku Larutan Sanitaiser ... 16
F.1 Sodium Hipoklorit ... 16
F.2 Acidified Sodium Chlorite ... 19
IV. METODOLOGI PENELITIAN... 24
I. Bahan dan Alat... 24
A. Bahan Penelitian... 24
B. Alat Penelitian... 24
II. Metodologi... 24
A. Pembuatan Larutan Acidified Sodium Chlorite (ASC)... 24
B. Pembuatan Larutan Sodium Hipoklorit... 25
C. Persiapan Kultur Escherichia coli... 26
D. Penelitian Pendahuluan... 26
E. Penelitian Utama... 27
F. Analisa Mikrobiologi... 28
F.1 Analisa Escherichia coli... 28
F.2 Analisa Total Plate Count... 28
G. Analisa Klorin... 30
H. Analisa Biaya... 31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Pengaruh Bahan Sanitaiser terhadap Reduksi Escherichia coli ... 32
B. Pengaruh Konsentrasi terhadap Reduksi Escherichia coli ... 33
C. pH... ... 35
D. Suhu... ... 37
E. Pengaruh Acidified Sodium Chlorite setelah Tiga kali Pencelupan terhadap Reduksi Total Mikroba. ... 38
F. Analisis Biaya ... 40
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. Kesimpulan ... 42
B. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tipe Mikrooganisme pada Udang Hasil Budidaya... 9
Tabel 2. Perubahan pH pada ASC dan Sodium Hipoklorit.……….. 36
Tabel 3. Hasil Pengujian Efektivitas Sanitaiser terhadap Escherichia coli... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Reaksi Sodium Hipoklorit dalam Air... 16
Gambar 2. Reaksi Kloraminasi Asam Hipoklorit dengan Asam Amino... 18
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Klorin Dioksida dari Sodium Klorit... 20
Gambar 4. Mekanisme Konversi Sodium Klorit menjadi Klorin Dioksida... 21
Gambar 5. Reaksi Klorin Dioksida dengan Besi... 22
Gambar 6. Reaksi Ketidakseimbangan Klorin Dioksida... 22
Gambar 7. Struktur Asam Sitrat... 23
Gambar 8. Pembuatan Larutan Aqua-Plus 5®... 25
Gambar 9. Uji Efektivitas Larutan Acidified Sodium Chlorite dan Sodium Hipoklorit terhadap E. coli... 27
Gambar 10. Uji Efektivitas Larutan Acidified Sodium Chlorite dan Sodium Hipoklorit terhadap Total Plate Count... 28
Gambar 11. Pengaruh Sanitaiser terhadap Reduksi E. coli (log)... 33
Gambar 12. Rida Count untuk Escherichia coli... 34
Gambar 13. Reaksi Netralisasi Asam Amino... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a. Hasil Pengujian Sanitaiser terhadap Jumlah Escherichia coli... 49 Lampiran 1b. Perubahan pH dan Suhu pada Uji Efektivitas Sanitaiser
terhadap Escherichia coli ... 49 Lampiran 2a. UjiANOVA dengan Metode General Linier Model... 50 Lampiran 2b. Uji Lanjut dengan Metode Tukey-LSD untuk
Melihat Interaksi Antar Konsentrasi... 50 Lampiran 2c. Uji Lanjut dengan Metode Tukey LSD untuk
Melihat Interaksi Antar Bahan Sanitaiser... 51 Lampiran 3a. Hasil Pencelupan Udang terhadap Jumlah Total Mikroba
(Reduksi log)... 52 Lampiran 3b. Uji Analysis of Variance antara ASC dan Air……….. 52 Lampiran 4a. Jumlah Escherichia coli Selama Pertumbuhan 16 Jam... 53 Lampiran 4b. Kurva Pertumbuhan Escherichia coli Laboratorium Food
DAFTAR SINGKATAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budidaya udang di Indonesia merupakan faktor pendukung industri ekspor udang beku. Komoditas udang beku yang diekspor terbagi menjadi dua yaitu udang beku masak (cooked frozen shrimp) dan udang beku mentah (raw frozen shrimp). Faktor utama yang menjadi syarat ekspor udang beku adalah keamanan pangan dan kualitas udang. Udang yang diekspor dari Indonesia berasal dari lautan (udang liar) dan tambak (udang budidaya). Kedua jenis komoditas udang ini rentan terhadap kontaminasi cemaran kimia, fisik dan mikrobiologi.
Udang hasil budidaya dapat menjadi produk yang tidak aman dikonsumsi jika : (1) udang terkontaminasi dengan galur tertentu dari sejumlah bakteri patogen, (2) udang mengandung sejumlah bahan tambahan pangan yang berlebih dari standar yang seharusnya, (3) udang mengandung pestisida, herbisida dan bahan kimia berpotensi toksik yang berasal dari tambak dan (4) udang mengandung bahan kimia sebagai antibiotik yang dimasukkan dalam tambak (Otwell et al, 2006). Sekitar 90% penolakan udang yang berasal dari Indonesia di negara tujuan ekspor adalah filth dan
Salmonella (Dewanti-Hariyadi et al, 2002). Udang merupakan produk yang bersifat mudah rusak dan tidak tahan lama sehingga udang yang diekspor harus dijual dalam bentuk beku (udang beku). Udang beku harus aman dari semua kontaminasi baik fisik, kimia maupun mikrobiologi untuk menjaga mutu dan memperpanjang umur simpan produk. Salah satu cara untuk mengurangi kontaminasi mikroba adalah dengan penggunaan sanitaiser.
dalam produk pangan. Jumlah residu bahan kimia dalam produk pangan mempunyai standar yang berbeda pada setiap negara.
Bahan kimia berbahan dasar klorin, khususnya klorin dalam bentuk cair dan hipoklorit merupakan sanitaiser yang sering digunakan untuk mendekontaminasi pada produk segar (Anonima, 2006). Senyawa ini dapat memicu terbentuknya produk samping berupa senyawa trihalometan. Trihalometan dapat memicu terjadinya kanker (karsinogenik) (EPA, 1999). Selain itu European Regulation (Directive No 98/8/EC ) menyatakan bahwa klorin terdaftar bukan sebagai Foodstuffs and Feedstuffs Protection (PT 20). Oleh karena itu perlu digunakan sanitaiser alternatif sebagai pengganti klorin. Sanitaiser alternatif yang diujicobakan sebagai pengganti klorin di PT. CPB adalah Acidified Sodium Chlorite (ASC). ASC merupakan sanitaiser dengan zat aktif klorin dioksida. Sanitaiser ini dihasilkan dengan mencampurkan sodium chlorite dan asam yang sudah termasuk Generally Recognized As Safe
(GRAS). Food Drug Administration telah mengesahkan dalam ketetapan 21 CFR Part 173 bahwa ASC aman digunakan dalam pengolahan air dan es yang kontak langsung dengan seafood.
B. Tujuan dan Sasaran
Penelitian pendahuluan bertujuan mengetahui efektivitas Acidified Sodium Chlorite (ASC) dan sodium hipoklorit dalam mereduksi bakteri E. coli pada udang utuh (Head-On). Penelitian utama bertujuan mengetahui efektivitas ASC dalam mereduksi total mikroba. Sasaran yang ingin dicapai adalah memperoleh sanitaiser alternatif yang dapat menggantikan sodium hipoklorit dengan kekuatan reduksi mikroba yang sama atau lebih kuat.
C. Manfaat
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT. Centralpertiwi Bratasena didirikan pada tanggal 8 Juli 1994 dengan SPT. BPKM No 453/PMDN/1994, dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 509/KPT./IK.120/7/1995 serta Surat Keputusan Gubernur Daerah Lampung No. 5 tahun 1996 tentang Pola Kemitraan Usaha Perikanan Inti Rakyat di Wilayah Lampung. PT. Centralpertiwi Bratasena ini merupakan usaha gabungan antara investor Charoen Pokphand Group dari Thailand dengan PT. Bratasena Perkasa Kencana. PT. Centralpertiwi Bratasena bergerak di bidang aquabisnis dengan pola usaha kemitraan inti rakyat (plasma).
Pada tahun 1998, pemilik PT. Bratasena Perkasa Kencana menarik sahamnya dari usaha gabungan ini. Kemudian, nama PT. Centralpertiwi Bratasena diganti menjadi PT. Centralpertiwi Bahari. Saat ini, mayoritas saham PT. Centralpertiwi Bahari dimiliki oleh PT. Centralproteina Prima yang merupakan anak cabang Charoen Pokphand Indonesia (CPI).
B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan
PT. Centralpertiwi Bahari berada di wilayah bekas hutan register 47 Way Terusan, Kecamatan Pembantu Gedong Meneng, Kecamatan Induk Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Luas lahan yang dicadangkan adalah 22 271 hektar. Batas-batas wilayah PT. Centralpertiwi Bahari, yaitu:
Utara : Sungai Way Tulang Bawang, Selatan : Sungai Way Seputih dan Laut Jawa Barat : Sungai Way Terusan
Timur : Laut Jawa
lahan yang telah digunakan, dengan tambak budidaya terletak di dua desa, yaitu:
1. Desa Adiwarna yang meliputi Blok 1, Blok 2 dan Blok 81 2. Desa Mandiri yang meliputi Blok 71.
Selain itu, PT. Centralpertiwi Bahari juga mempunyai tempat pembenuran (hatchery) yang terletak di Desa Suak, Lampung Selatan seluas 130 hektar. Terdapat pula pabrik pakan udang yang terletak di Tanjung Bintang, Kawasan Industri Lampung. Apabila seluruh lahan dan kapasitas PT. Centralpertiwi Bahari telah difungsikan, maka perusahaan ini akan menjadi perusahaan budidaya tambak udang terbesar di dunia.
C. Visi dan Misi Perusahaan
PT. Centralpertiwi Bahari (PT. CPB) merupakan perusahaan budidaya dan pengolahan udang modern. Perusahaan ini memiliki visi menjadi perusahaan tambak inti rakyat terbaik dengan teknologi ramah lingkungan dimana setiap insan secara tulus mengabdi dan memberikan kontribusi terbaiknya kepada perusahaan, bangsa dan negara. Adapun misi PT. CPB adalah :
1. Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.
2. Membina hubungan kerjasama yang harmonis antara inti dengan plasma untuk mencapai tujuan bersama.
3. Menyediakan produk dan pelayanan dengan mutu terbaik bagi pelanggan yang pada akhirnya memberikan manfaat kepada investor, karyawan, mitra kerja dan pemerintah.
4. Memberikan manfaat kepada masyarakat sekeliling melalui peningkatan kegiatan ekonomi.
Selain itu, PT. CPB juga memiliki nilai-nilai (values) yang diterapkan, meliputi:
2. Professionalism (honesty, loyalty, quality and integrity) : dituntut segala sesuatunya berjalan secara profesional, sesuai dengan nilai-nilai kejujuran, kesetiaan, kualitas dan integritas yang tinggi pada perusahaan.
3. Broadminded : berpikiran luas, fleksibel dan mampu menerima, menyerap serta menerapkan kemajuan dan teknologi.
D. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data dari Human Resources Departement (HRD) PT. Centralpertiwi Bahari, hingga bulan Mei 2006, jumlah karyawan yang bekerja sebagai inti adalah 3010 orang. Saat ini, terdapat 3119 plasma yang bekerja sebagai petambak, dan sekitar 154 orang diantaranya termasuk plasma lunas kredit. Selain itu, PT. CPB juga melakukan outsourcing dengan mempekerjakan karyawan dari perusahaan penyalur tenaga kerja.
E. Fasilitas Perusahaan
PT. Centralpertiwi Bahari menyediakan fasilitas lengkap bagi karyawan, plasma dan keluarganya. Fasilitas tersebut meliputi fasilitas perumahan, pendidikan, transportasi, ibadat, ekonomi, komunikasi, kesehatan, olahraga dan rekreasi. Bagi karyawan PT. CPB, disediakan perumahan (sesuai dengan status karyawan), tunjangan, jamsostek dan sebagainya, sesuai dengan peraturan tentang ketenagakerjaan.
Fasilitas pendidikan terdiri dari satu Sekolah Dasar (SD) pada masing-masing desa dan satu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Fasilitas transportasi berupa infrastruktur jalan (road dan subroad), jalan raya menuju dermaga (± 20 km), dermaga sungai (Amarta dan Sadewa), transportasi air berupa perahu
speed boat dan ponton, dan transportasi darat berupa bus karyawan dan minibus (Mitsubishi L-300).
petambak plasma. Fasilitas komunikasi meliputi siaran radio Swara Bahari, HT, Warung Telekomunikasi (Wartel), telepon rumah dan pemancar signal HP. Fasilitas kesehatan meliputi puskesmas di setiap blok dan Pusat Pelayanan Medical.
Fasilitas olahraga meliputi lapangan sepak bola, lapangan volley, lapangan basket, lapangan bulu tangkis dan tenis meja. Selain itu, juga terdapat fasilitas permainan bilyard, organisasi olahraga Satria Nusantara (SN) dan taekwondo. Terkadang, diadakan acara hiburan seperti layar tancap, musik dangdut, pop atau campur sari yang didatangkan dari Bandar Lampung.
Bagi para petambak, perusahaan menyediakan fasilitas tempat tinggal berupa rumah tipe 36, kolam tambak (ukuran 25 x 75 m atau 0.5 hektar), yang dilengkapi sarana irigasi, alas plastik, peralatan operasional dan pelatihan (dibayar dengan sistem kredit), fasilitas listrik dan air bersih, paket teknologi (biosecurity, benur, analisa laboratorium untuk kualitas air, udang dan lingkungan tambak, obat-obatan serta pakan), paket natura (kebutuhan pokok berupa beras, minyak goreng, mie instant, susu kaleng, sabun mandi, sabun cuci dan minyak tanah) serta biaya hidup bulanan sebesar Rp. 700.000,-.
F. Struktur Organisasi
PT. CPB memiliki sebelas divisi yang tersebar di beberapa wilayah di Lampung, dan dua bagian non-divisi yang berada di Bandar Lampung dan Jakarta. Sembilan dari sebelas divisi tersebut berada di Pond Site, wilayah Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. Dua divisi lainnya berada di wilayah Kawasan Industri Lampung (KaIL) Tanjung Bintang dan di wilayah Suak-Kalianda, Lampung Selatan.
Divisi-divisi yang berada di Pond Site yaitu: 1. Divisi General Affairs and Community Development
2. Divisi Food Processing Plant 3. Divisi Aquaculture
8. Divisi Farmer Service
9. Divisi Finance
Divisi yang berada di wilayah KaIL Tanjung Bintang adalah Divisi
Feedmill Operation yang merupakan divisi yang bertanggung jawab dalam hal pengadaan pakan udang (pabrik pakan). Sedangkan divisi yang berada di wilayah Suak-Kalianda adalah Divisi Breeding Operation, yakni divisi yang bertanggung jawab dalam hal pengadaan benur udang.
Bagian non-divisi yang berada di Bandar Lampung adalah
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi Udang
PT. Centralpertiwi Bahari menggunakan bahan baku udang yang berasal
dari budidaya udang terpadu. Jenis udang yang dibudidayakan adalah udang
berkaki putih (whiteleg shrimp) dengan urutan taksonomi sebagai berikut : Domain = Eucarya
Kingdom = Animalia
Phylum = Anthropoda
Subphylum = Crustacea
Class = Malacostraca
Subclass = Eumalacostraca
Superorder = Eucarida
Order = Decapoda
Suborder = Dendrobranchiata
Super Family = Penaeoidea
Family = Penaeidae
Genus = Penaeus
Species = vannamei
* diadaptasi dari Anonimc (2006)
B. Kualitas Mikrobiologi Udang
Udang yang akan diekspor mempunyai tiga syarat perdagangan yaitu :
(1) standar pelabelan, (2) standar kesegaran dan (3) standar kesehatan dan
keamanan udang. Di Indonesia tiga standar ini ditangani oleh satu pihak yaitu
Departemen Pertanian. Standar kesehatan dan keamanan udang meliputi
batasan adanya kontaminan dalam udang yang meliputi : kontaminasi kimia,
bahan asing dan mikrobiologi (Sunarya, 1989). Kerusakan mutu udang dapat
dipengaruhi oleh flora bakteri awal (Miget, 1991)
penganggu lainnya, atau tangan dan baju manusia. Kontaminasi lanjutan bisa
dapat berasal dari bahan pengemas dan atmosfer (Suryana, 1989).
Mikroorganisme yang mengkontaminasi udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tipe Mikroorganisme pada Udang Hasil Budidaya
mikroorganisme Nama Sifat
Bakteri
Shewanella putrefaciens Merusak Pseudomonas spp. Merusak
Vibrio spp. Merusak
Aeromonas Merusak
Clostridium botulinum Patogen Vibrio cholerae Patogen Vibrio vulfinicus Patogen Clostridium perfringens Patogen
Salmonella Patogen
E.coli Patogen
Coliform Patogen
Staphylococcus aureus Patogen Listeria monocytogenes Patogen
Virus
Taura Merusak
Yellow head Merusak
White spot Merusak
Hepatitis A Patogen
Hepatitis E Patogen
Norwalk-Like Patogen Haematopoietic Necrosis Virus disease Merusak
Fungal
Oomycetous fungi Merusak
Lagenidium sp Merusak
Sirolpidium sp Merusak
Haliphthoros sp. Merusak
Fusarium sp Merusak Protozoa Amoeboflagellates Merusak
Otwell et al, (2006), Suryana (1989), Miget (1991)
Crustacea yang berasal dari habitat air hangat mengandung lebih banyak bakteri mesofilik dan Gram positif daripada Crustacea yang hidup di air dingin. Bakteri pada tiap bagian udang mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Bakteri yang terdapat pada kulit dan insang udang
merepresentasikan mikroflora yang terdapat pada habitat udang. Sedangkan
bakteri yang ditemukan pada sistem pencernaan udang kemungkinan
merupakan bakteri yang dapat bertahan hidup pada pH yang lebih rendah dan
tekanan oksigen (Miget, 1991). Berdasarkan Tabel 1 diatas, beberapa
efektifitivitas proses sanitasi yang sudah diterapkan perusahaan. Selain itu,
indikator bakteri digunakan untuk memastikan keamanan produk. Salah satu
metode yang biasa digunakan sebagai indikator mikrobiologi adalah Total Plate Count (TPC). TPC dapat dijadikan perkiraan kondisi sanitasi secara umum.
C. Analisa Mikrobiologi untuk Total Plate Count dan Escherichia coli
Total Plate Count (TPC) digunakan untuk menentukan total bakteri aerobik yang hidup pada suhu temperatur mesofilik (300-370C). TPC dapat
digunakan dalam analisa umur simpan produk untuk menentukan tingkat
kerusakan yang terjadi. Hasil TPC yang diperoleh dapat dibandingkan dari uji
interval sampai uji untuk meverifikasi keberadaan bakteri awal yang mungkin
tumbuh dalam produk (Alam et al., 2003).
Total Plate Count sangat efektif untuk mengevaluasi kualitas sanitasi produk pangan yang tidak mendukung untuk menjadi tempat tumbuhnya
bakteri (proses pengeringan, pembekuan dll.). Metode ini dapat digunakan
untuk mengkontrol penerapan sanitasi selama proses produksi, transportasi
dan penyimpanan. Data hasil perhitungan TPC menunjukkan tingkat sanitasi
yang sudah diterapkan dalam proses produksi. Namun TPC tidak dapat
dijadikan standar utama pada makanan segar karena sebagian dari total
mikroflora yang tumbuh dapat merupakan patogen.
Total Viable Count (TVC) didefinisikan sebagai jumlah bakteria (cfu/g) dalam produk makanan dalam kondisi pengkulturan yang optimal.
Dengan demikian TVC tidak berarti sebuah pengukuran dari total populasi
bakteri, tetapi hanya mengukur fraksi dari mikroflora yang mampu
menghasilkan koloni dalam media yang digunakan pada kondisi inkubasi.
Oleh karena itu, suhu selama inkubasi berpengaruh besar terhadap jumlah
koloni. Selain itu TVC tidak dapat membedakan tipe bakteri. Walaupun
jumlah TVC dalam sampel makanan sama, akan tetapi aktivitas biokimia
Rida Count khusus Escherichia coli merupakan salah satu media yang digunakan untuk menghitung bakteri E. coli. Rida Count E. coli telah mendapatkan persetujuan oleh AOAC (Association of Official Analytical Chemists) dalam sertifikat no.100402 . Media ini berupa lembaran yang dilapisi dengan kultur media siap pakai. Lembaran media terbuat dari kultur
media yang dilapisi oleh serat tanpa ditenun sehingga menghasilkan
penyerapan yang sempurna terhadap larutan sampel. Lapisan film transparan
di atasnya mencegah kontaminasi dari lapisan media. Media ini menyerap
semua cairan seperti larutan media dari sampel makanan. Lembaran film yang
melapisinya berguna untuk mencegah kebocoran larutan sampel (Anonimg,
2006).
D. Patogenitas Escherichia coli
Sifat patogenitas pada mikroba lebih ditujukan kepada kemampuan
menganggu normalitas sistem fisiologi multiselular makhluk hidup. Namun
patogen juga mampu menganggu makhluk hidup bersel tunggal. Bakteri
patogen dapat menyerang manusia karena : (1) kemampuannya menginvasi
jaringan : invasif dan (2) kemampuannya memproduksi toksin : toksigenesis.
(Todar, 2002).
Kriteria bakteri patogen dapat dibedakan menjadi 3 yaitu, patogen
potensial, patogen obligat dan patogen oportunistik. Patogen potensial adalah
flora bakteri yang hidup secara komensialisme dan parasit dalam tubuh
inangnya tanpa menyebabkan timbulnya penyakit. Sedangkan patogen obligat
adalah bakteri patogen yang tidak berhubungan langsung dengan inangnya
kecuali ketika menimbulkan penyakit. Patogen oportunistik adalah bakteri
patogen yang akan menyebabkan penyakit pada inangnya ketika inang dalam
keadaan tidak sehat. Flora normal seperti pada Staphylococcus aureus dan E. coli dapat menyebabkan infeksi oportunistik.
dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas (Jay, 1978). Temperatur
maksimum pertumbuhan E. coli adalah 370 C tetapi masih dapat tumbuh dalam suhu dari 150C sampai 450 C. Bakteri ini merupakan jenis anaerob
fakultatif dan dapat memfermentasi glukosa dengan menghasilkan asam dan
gas. Kecepatan pertumbuhan Escherichia coli cenderung sama pada pH diantara 5.5 dan 7.5 tetapi mengalami penurunan secara cepat dalam kondisi
asam. Buchanan dan Dagi (1994) dalam Marriott (1999) melaporkan bahwa
pH minimum E. coli 0157:H7 adalah 4 sampai 4.5. Secara umum tidak ada metode yang dapat membedakan galur patogen dan non patogen. Akan tetapi,
biasanya Escherichia coli yang memiliki sifat seperti laktosa-negatif dan tidak mampu memproduksi indol pada suhu 440 C merupakan galur patogen
(Huss 1994 dalam Huong, 2001 )
Menurut Slabyj et al. (2003), bakteri ini pada awalnya tidak dianggap sebagai patogen. Namun ternyata beberapa macam E. coli yang dapat menyebabkan berbagai sindrom gangguan pencernaan yaitu (a)
enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), (b) enteroinvasive Escherichia coli
(EIEC), (c) enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) dan (d) enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). Selain itu terdapat dua jenis E.
coli yang bersifat patogen menurut Buchanan dan Doyle (1997) yaitu (e) enteroaggregatif Escherichia coli (EaggEC) dan (f) difusely adherent. Oleh karena itu, keberadaan E. coli dalam produk makanan harus dihindari. Selain sebagai bakteri patogen, E. coli digunakan sebagai indikator sanitasi.
Organisme yang digunakan sebagai indikator kontaminasi atau
pencemaran harus dapat memenuhi beberapa syarat, yaitu (1) spesifik: bakteri
yang terseleksi sebagai indikator sebaiknya hanya terdapat pada lingkungan
usus, (2) jumlahnya banyak dalam feces sehingga masih dapat hidup pada
pengenceran terkecil,(3) resistensinya tinggi pada lingkungan ekstraenteral,
(4) mudah dan bisa diandalkan untuk dideteksi bahkan dalam jumlah yang
sangat sedikit (Buttiaux dan Mossel dalam Jay, 1978)
air proses (Feng dan Hartman,1982, Bridie dan de Boer, 1992 dalam
Rengpipat dan Suwonsonthichai, 2002). Bakteri koliform sudah terbukti
sebagai indikator fekal pada air. Salah satu prasyarat organisme yang
dijadikan indikator sanitasi karena keberadaannya dalam saluran pencernaan
manusia dan hewan sangat seragam. Oleh karena itu keberadaan E. coli di luar saluran pencernaan manusia menandakan terjadi kontaminasi fekal yang
dikeluarkan manusia atau hewan (Jay, 1978).
Tidak terdapat indikasi bahwa seafood merupakan sumber utama infeksi
E. coli. Infeksi yang ditemukan pada seafood berhubungan dengan kontaminasi atau penanganan pangan dalam kondisi yang tidak higiene (Huss
1994 dalam Huong 2001). Galur patogen E. coli dapat mengkontaminasi
seafood melalui pencemaran limbah yang berasal dari lingkungan sekitarnya atau terjadi setelah pemanenan (Ward et al.,1997). Bahaya kontaminasi E. coli pada seafood dapat dicegah dengan memanaskan seafood dengan panas yang cukup untuk membunuh bakteri atau menjaga seafood beku pada suhu dibawah 4.40C (400F), mencegah kontaminasi silang dari setelah pemasakan
dan mencegah pekerja yang sedang sakit berada dalam area produksi. Dosis
infeksi E. coli bergantung pada galur tertentu, hanya beberapa organisme diantara berjuta jenis E. coli. Oleh karena itu waktu dan suhu pemasakan produk tidak terlalu berpengaruh menyebabkan penyakit. Kerusakan akibat
bakteri Gram negatif pada daging krustasea di daerah tropis hampir sama
dengan kerusakan yang terjadi pada ikan (Keinsman et al.,1994).
Escherichia coli merupakan salah satu jenis bakteri Gram-negatif yang bersifat menurunkan mutu. Beberapa golongan Enterobacteriaceae mampu
melakukan mekanisme mereduksi trimetilamin oksida (TMAO) menjadi
yang toleran terhadap asam kemungkinan masih bertahan selama proses
refrigerasi (Buchanan dan Doyle, 1997).
E. Sanitaiser
Kontaminasi mikroba ke dalam udang dapat mempersingkat umur
simpan udang beku dan juga berbahaya bagi kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya. Syarat utama untuk mencegah kontaminasi adalah
menjaga kebersihan baik lingkungan maupun individu. Industri pangan
mencantumkan prosedur kebersihan dan sanitasi dalam SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure). Prosedur penetapan sanitasi biasanya meliputi beberapa isu seperti personal hygiene, pelatihan pekerja, penerapan sanitasi dalam proses produksi dan juga protokol pembersihan dan sanitasi.
Tujuan utama penerapan sanitasi adalah meminimalkan kontaminasi mikroba
(Hajmeer, 2005).
Antimikroba pangan adalah komponen yang digunakan untuk
memperpanjang fase lag atau membunuh mikroorganisme. Komponen ini
berbeda dengan antibiotik (seperti penisilin dan tetrasiklin) yang digunakan
mengobati manusia atau penyakit pada hewan (Harrison dan Davidson, 2002).
Terdapat tiga kelompok yang dikategorikan sebagai antimikroba yaitu
desinfektan, sanitaiser dan sterilizer. Menurut Enviromental Protection Agency (EPA) desinfektan adalah antimikroba yang dapat menghancurkan atau menginaktifkan spesies khusus penyebab infeksi atau mikroorganisme
yang membahayakan kesehatan masyarakat, tetapi tidak diharuskan
membunuh spora bakteri. Sanitaiser adalah antimikroba yang mampu
mereduksi populasi bakteri secara nyata, tetapi tidak mengeliminasi seluruh
mikroorganisme pada pada permukaan yang diberi perlakuan. Suatu
antimikroba dapat dikategorikan sebagai sanitaiser jika hasil percobaan
produk tersebut mampu menunjukkan reduksi minimal 99,9% dalam sejumlah
test mikroorganisme dibandingkan dengan kontrol yang dilakukan secara
dihancurkan (Anonimb, 2006). Redish (1961) menyatakan bahwa sanitaiser
memerlukan tahapan pembersihan dan desinfektan tidak perlu menerapkan
proses pembersihan. Proses desinfeksi dapat juga merupakan proses sanitasi,
tetapi proses sanitasi tidak diharuskan menjamin penghilangan kuman
penyebab infeksi secara menyeluruh yang disyaratkan dalam desinfektan.
Sciff (1998) mengemukakan bahwa sanitaiser harus mampu menurunkan 5 log
reduksi pada bakteri spesifik dalam waktu 30 detik. Sanitaiser boleh dan tidak
harus menghancurkan mikroba patogen dan penyebab penyakit. Desinfektan
harus mampu menurunkan 5 log reduksi bakteri patogen dengan waktu kontak
lebih dari 5 menit, tetapi kurang dari 10 menit. Jika dibandingkan dengan
sanitaiser maka desinfektan harus memiliki kapasitas membunuh mikroba
patogen yang lebih besar.
Sanitasi dengan bahan kimia merupakan perlakuan yang sering
diterapkan pada industri pangan. Kemampuan mereduksi jumlah mikroba
bahan ini bergantung pada konsentrasi, waktu kontak dan juga aktivitas residu
kimia. Keefektifan sanitaiser dipengaruhi oleh suhu, pH, keberadaan residu
makanan dan juga kesadahan air (Ingham, 2005).
Jika populasi dari mikroorganisme terpapar dengan komponen
antimikroba dalam konsentrasi tinggi, maka sel-sel yang mudah tepengaruh
akan terbunuh. Akan tetapi, beberapa sel mungkin memiliki resistensi ( baik
alamiah atau atau yang diperoleh kemudian). Resistensi ini diperoleh melalui
mutasi atau perubahan gen sehingga sifatnya akan tetap, bertahan dan tumbuh
(Bower dan Daeschel,1999 dalam Harrison dan Davidson, 2002 ).
Uji coba antimikroba dengan menggunakan zona penghambatan pada
media biasa dilakukan untuk mengetahui potensi agen antimikroba baru yang
akan digunakan pada produk pangan. Komposisi bahan pangan mempunyai
pengaruh yang besar dalam aktivitas antimikroba, seperti asam organik, suhu,
keberadaan lemak, protein, surfaktan, mineral dan komponen makanan lainnya
(Roller, 2003). pH makanan adalah faktor terpenting yang mempengaruhi
efektifitas antimikroba pangan. Banyak antimikroba pada makanan bersifat
asam yang terprotonasi karena antimikroba paling efektif dalam kondisi tidak
terdisosiasi. Oleh karena itu pKa (pH dimana 50% asam dalam kondisi tidak
terdisosiasi) dalam komponen antimikroba sangat menentukan untuk aplikasi
di dalam produk pangan. Semakin rendah pH dalam produk pangan, maka
semakin besar pula proporsi asam tidak terdisosiasi yang terbentuk dan
semakin besar pula aktivitas antimikroba. Antimikroba harus bersifat lipofilik
dan larut dalam fase air untuk dapat melalui membran sel. Mikroorganisme
pada makanan yang banyak mengandung lipid akan menunjukkan
kecenderungan peningkatan resistensi terhadap antimikroba. Hal ini
disebabkan solubilitas dan pengikatan antimikroba oleh lipid. Masalah utama
yang menjadi perhatian adalah keamanan sanitaiser terhadap produk pangan
dan kesehatan manusia.
F. Bahan Baku Larutan Sanitaiser F.1 Sodium Hipoklorit
Sodium hipoklorit berwarna kuning terang dan jernih dengan
karakteristik bau yang kuat. Larutan ini mempunyai relatif densitas 1,1
(larutan air 5,5%). Sodium hipoklorit bersifat tidak stabil, oksidator kuat
dan bereaksi dengan komponen yang mudah menyala. Sodium hipoklorit
dibuat dengan mereaksikan alkalis dengan gas klorin. Dalam air, sodium
hipoklorit membentuk asam hipoklorit (HOCl) dan garam sodium. pH
dalam air akan menentukan jumlah asam hipoklorit yang terbentuk
(HOCl). Mekanisme perubahaannya dapat dilihat pada Gambar 1. Asam
hipoklorit terdiri menjadi asam hidrokloroit (asam klorida) dan oksigen.
Atom oksigen adalah oksidator kuat (Anonimd, 2006).
NaOCl + H2O → HOCl + NaOH
-Gambar 1. Reaksi Sodium Hipoklorit dalam Air (Marriott 1999)
Efektivitas antimikroba sodium hipoklorit sangat bergantung pada
pH (basa) maka jumlah ion hipoklorit (OCl-) akan meningkat. Kekuatan
antimikroba ion hipoklorit 1/80 dari hipoklorit (Dychdala dan Cords,
1994) Kekuatan antimikroba sodium hipoklorit akan hilang selama
penyimpanan karena penguapan klorin dalam bentuk gas. Kecepatan
kehilangan aktivitas antimikroba sodium hipoklorit semakin besar pada
suhu yang lebih tinggi. Suhu penyimpanan sebaiknya 1200F (48,80C)
(Ingham, 2005).
Hipoklorit merupakan agen pengoksidasi yang kuat terhadap
bakteri, spora dan jamur. Asam hipoklorit (HOCl) berfungsi sebagai
reaktor yang dapat menyerang beberapa bagian secara langsung pada
dinding sel dan gugus asam amino protein. Efek utama dari asam ini
adalah (1) mempercepat oksidasi gugus tiol menjadi disulfida,
sulfooksida dan disulfoksida serta (2) efek penghancuran sintesis DNA
yang menghasilkan pembentukan turunan klorin pada basa nukleotida.
Hampir semua tipe mikroorganisme, walaupun spora bakteri tidak
terlihat terkena dampak kerusakan DNA (Russel, 2003). Estrela et al.
(2002) menyatakan bahwa karakteristik fisio-kimia sodium hipoklorit
merupakan faktor penting dalam mekanisme antimikroba. Aktivitas
antimikroba berhubungan dengan sisi esensial enzimatis dari bakteri.
Sisi ini akan memicu mekanisme inaktivasi enzim secara ireversibel
dengan reaksi kloraminasi dan ion hidroksil.
Chlorine demand adalah perbedaan jumlah klorin yang diaplikasikan pada sampel dengan jumlah residu klorin bebas dan residu
klorin kombinasi atau total residu klorin yang terdapat pada proses akhir.
Klorin yang ditambahkan tidak akan langsung berfungsi sebagai
antimikroba, tetapi klorin akan bereaksi terlebih dahulu dengan
senyawa-senyawa yang terdapat dalam air rendaman. Kemudian klorin
akan berikatan dengan senyawa organik membentuk organoklorin yang
salah satunya adalah trihalometan. Selanjutnya klorin akan berikatan
dengan senyawa nitrogen atau amonia membentuk kloramin.
terikat dengan apapun sehingga mudah bereaksi jika dibutuhkan
(McFadden, 2006)
Asam hipoklorit (HOCl) ketika bereaksi dengan jaringan organik
akan berlaku sebagai pelarut, yaitu menghasilkan klorin. Asam
hipoklorit dan ion hipoklorit menyebabkan degradasi dan hidrolisis
protein (Estrella et al.,2002). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Kloramin juga mempunyai aktivitas germisida, tetapi karena berasal dari
asam hipoklorit dan garam organik, maka perlu waktu yang lama untuk
menjadikan kloramin ini sebagai sanitaiser yang efektif. Total residu
klorin merupakan jumlah antara residu bebas dan residu gabungan
(Lawson, 1995).
Gambar 2. Reaksi Kloraminasi Asam Hipoklorit dengan Asam Amino
(Estrella et al., 2002)
Sodium hipoklorit dapat menyebabkan beberapa kerusakan pada
mata dan kulit. Larutan ini sudah dikategorikan dalam toksisitas tingkat
1 pada bahan kimia yang ditambahkan pada air. Hal ini mengindikasikan
derajat tertinggi yang dapat memberikan efek akut. Penyebab utamanya
adalah pembentukan trihalomethan dalam air minum. Beberapa
komponen trihalomethan merupakan potensial karsinogen (EPA,1991).
Trihalometan merupakan produk samping klorinasi air yang
mengandung bahan organik Secara umum trihalometan terdiri dari
kloroform, bromoform, dibromoklorometan dan diklorobromometan.
Total trihalometan (TTHM) adalah jumlah dari keempat komponen
pembusukan bahan organik yang sudah mati. Asam fulvat adalah
substansi dengan berat molekul rendah turunan dari humus. Kedua zat
tersebut terdapat secara alami pada sumber mata air alami (Capece,
1998).
Sodium hipoklorit jika digunakan dengan air laut, maka akan
terbentuk hipobromit yang bersifat racun bagi organisme air
(EPA,1991). Klorin bersifat mutagen dan sangat toksik ketika kontak
langsung dengan garam amonium sehingga terbentuk
kloramin(Anonimd, 2006). Kloramin sangat berbahaya bagi organisme
di dalam air (Simpson et al., 2006)
F.2 Acidified Sodium Chlorite
Produk yang digunakan sebagai salah satu bahan pengganti
sanitaiser untuk udang oleh PT. Centralpertiwi Bahari adalah Aqua-Plus
5®. Produk ini mempunyai karakteristik :
1. Nama produk : Aqua-Plus 5®
2. Nama kimia : oxychlorine
3. Titik didih : 2140F atau 1010C (tekanan 1 atm)
4. Titik beku : 19.40F atau -70C
5. Tekanan uap : 23.7 mm Hg (250C)
6. Kelarutan di air : larut sempurna
7. pH : 9.2-9.8
8. Penampilan : bening, cairan tidak berwarna dengan bau
seperti klorin
9. Korosi : non-korosi terhadap metal
10.Stabilitas : stabil
11.Polimerisasi : tidak akan terjadi
Aqua-Plus 5® mengandung 5% klorin dioksida. Konsentrasi ini akan
terbentuk pada suhu antara 50-500C. Untuk mengaktifkan larutan ini, maka
perlu ditambahkan aktivator kristal berupa asam sitrat. Total berat asam sitrat
konsentrasi yang digunakan untuk udang di daerah receiver (penerimaan awal) adalah 75-100 ppm dengan waktu perendaman 10-15 menit atau lebih lama.
Oksiklorin merupakan salah satu bagian dari oksihalogen. Komponen
oksiklorin terdiri dari ClO2, HClO2, HOCl, Cl2 dan Cl-. Klorin dan asam
hipoklorit mudah sekali mengoksidasi ion klorit menjadi klorin dioksida.
Selain itu dalam larutan, sebagian besar ion klorat yang terbentuk bersamaan
dengan pembentukan sejumlah kecil atau tanpa klorin dioksida (Gordon,
1989). Aqua-Plus 5® merupakan oksiklorin dengan agen aktifnya berupa
klorin dioksida.
Aqua-Plus 5® merupakan salah satu bentuk klorin dioksida yang
terstabilisasi (stabilized chlorine dioxide) (Mitrol, 2006). Klorin dioksida yang terstabilisasi mempunyai kekuatan oksidasi yang tidak sama dengan klorin
dioksida. Agen pengoksidasi pada larutan ini lebih rendah (Mellvile, 2005)..
Produk klorin dioksida yang terstabilisasi hanya mengandung sedikit atau
tidak ada klorin dioksida. Larutan ini, sebelum digunakan harus diaktifkan
terlebih dahulu dengan mereaksikan sodium klorit dengan asam yang akan
menghasilkan gas secara perlahan. Menurut EPA (1999), klorin dioksida dapat
dihasilkan secara langsung dengan pengasaman larutan sodium klorit.
Mekanisme ini dikenal dengan nama Acidified Sodium Chlorite (ASC). Asam yang digunakan untuk menghasilkan klorin dioksida melalui mekanisme ini
adalah asam organik. Reaksi ini biasanya membutuhkan tingkat keasaman
yang tinggi (pH rendah) (Mellville,2005). Reaksi pembentukan klorin
dioksida dapat dilihat pada Gambar 3.. ASC diperoleh dengan mereaksikan
sodium klorit dengan asam sitrat menjadi oksidan yang sangat kuat (CFR
1998). Reaksi ini secara perlahan akan menghasilkan gas. Gas yang terbentuk
kemudian terperangkap dalam larutan atau gel.
(1) 5 NaClO2 + 4 HCl 4 ClO2 +5NaCl + 2 H2O
(2) NaOCl + HCl NaCl + HOCl
Jumlah klorin dioksida yang dihasilkan dari Acidified Sodium Chlorite
bergantung pada konsentrasi dan jenis asam yang digunakan untuk
mengaktivasinya. Nilai konversi sodium klorit menjadi klorin dioksida secara
teori bervariasi mulai dari 1% sampai 80%. Nilai konversi maksimum yang
diperoleh dari asam lain terbatas sampai 50%. Jika menggunakan asam klorida
(HCl) maka nilai konversi maksimum yang diperoleh adalah 80% (Anonim e,
2006).
Gambar 4. Mekanisme Konversi Sodium Klorit menjadi Klorin Dioksida
(Anonimf, 2006)
Nilai konversi yang rendah terkadang menguntungkan. Ion klorit yang
tidak bereaksi mempunyai kekuatan yang sama dengan asam klorat
(HClO2) yang secara perlahan akan terdekomposisi menjadi klorin dioksida.
Selama bereaksi klorin dioksida akan diubah menjadi ion klorit tambahan dan
melanjutkan siklus reaksi seperti pada Gambar 3 (Anonim f, 2006).
Reaksi kimia klorin dioksida berlangsung dalam dua tahap. Tahap
pertama 1 buah elektron (e-) berubah menjadi ion klorit. Jika pH dalam
kondisi cukup rendah atau agen pereduksi cukup kuat maka reaksi akan
berlanjut ke tahap kedua. Pada tahap ini 4 elektron akan berubah menjadi
bentuk ion klorida. Klorin dioksida beraksi cepat dalam semua agen pereduksi
anorganik, tetapi hanya sedikit bereaksi pada beberapa komponen organik.
Komponen organik yang dapat bereaksi adalah fenol, merkaptan, komponen
sulfur-organik, amina sekunder dan tersier. Oksidasi klorin dioksida pada
komponen organik berhenti pada asam organik dan tidak dapat memineralisasi
secara sempurna komponen organik tersebut (Anonimf, 2006).Reaksi klorin
dioksida terhadap besi (salah satu pengecualian bahan organik) dapat dilihat
pada Gambar 5. Besi yang teroksida dengan klorin dioksida dalam air akan
mengendap menjadi besi (III) hidroksida. Hasil endapan ini dapat dipindahkan
ClO2 + 5Fe(HCO3)2 + 3H2O ↔ 5Fe(OH)3 + 10Cl2 + Cl- + H+
Gambar 5. Reaksi Klorin Dioksida dengan Besi (Deinenger et al,. 2006)
Asam klorat (HClO2) merupakan komponen dasar dalam Acidified
Sodium Chlorite. Sekali terbentuk, asam klorat (HClO2) perlahan-lahan akan
terdekomposisi menjadi ion klorat (ClO2-), klorin dioksida (ClO2) dan ion
klorida (Cl-). Hipotesa yang berlaku dalam mekanisme reaksi turunan ASC,
berasal dari asam klorat (HClO2) yang tidak bermuatan. Asam ini mampu
mempenetrasi dinding sel bakteri dan menganggu sintesa protein. Asam yang
tidak terdisosiasi diduga memfasilitasi kebocoran proton dalam sel sehingga
secara tidak langsung mempengaruhi transport asam amino (Anonimf, 2006).
Klorin dioksida mengalami reaksi ketidakseimbangan dalam kondisi
basa (pH>9) menjadi klorit dan klorat (EPA, 1999). Reaksi
ketidakseimbangan klorin dioksida dapat dilihat pada Gambar 6. Produk hasil
disproporsional klorin dioksida terbukti tidak mempunyai efek desinfeksi.
Hanya klorin dioksida yang mempunyai kemampuan antiviral (Olivieri dan
Noiss, 1985)
2ClO2 + 2OH- ↔ClO2- + ClO3- + H2O
Gambar 6. Reaksi Ketidakseimbangan Klorin Dioksida(EPA, 1999)
Beberapa bakteri patogen seperti Salmonella dan E. coli mengandung enzim yang dikenal sebagai respiratory nitrat reductase. Ketika klorin dioksida berpenetrasi pada bakteri maka kerja enzim tersebut akan terganggu
dan membunuh bakteri tersebut. Bakteri yang menguntungkan dalam sistem
pencernaan hanya sedikit mengandung enzim respiratory nitrat reductase
sehingga tidak terlalu terpengaruh terhadap penetrasi klorin dioksida. (Arndt,
2003).
Ketika berada dalam air, klorin dioksida akan bereaksi dengan sejumlah
komponen organik dan anorganik. Reaksi ini akan menghasilkan klorit dan
prekursor THM. Asam ini teroksidasi oleh klorin dioksida dengan demikian
meminimalisasi pembentukan komponen halogen (Dieninger et al., 2006).
F.2.1 Sodium Klorit
Sodium klorit sudah diizinkan sebagai bahan pembantu dalam proses
produksi ( processing aid) dengan kandungan available chlorine maksimal 1,0 mg/kg (FSANZ, 2003). Bentuknya aslinya berupa kristal putih. Sodium
klorit sangat reaktif dan oksidan kuat. Larutan sodium klorit murni berwarna
jernih hingga kuning pucat, bergantung pada konsentrasi ion klorit
didalamnya. Ion klorit relatif stabil jika terlindung dari cahaya. Namun jika
terkena paparan cahaya maka mudah terdekomposisi menjadi beberapa produk
termasuk klorat, ion klorida, oksigen dan kemungkinan klorin dioksida
(Körtvélyesi, 2004).
F.2.2 Asam Sitrat
Asam sitrat berfungsi sebagai agen pengkelat yaitu senyawa yang dapat
mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg, dan Fe (Winarno dan Jenni,
1974). Asam sitrat merupakan asam anhidrous dan tidak berbau, berbentuk
seperti granula dengan rasa asam yang kuat. Kelarutannya dalam air dan
alkohol sangat mudah. Asam sitrat biasanya digunakan untuk meningkatkan
flavour asam, menambah pH, menghambat bakteri dan sebagai antioksidan.
(Anonime, 2006)
Tingkat keasaman dari asam sitrat ditentukan oleh tiga gugus karboksil
(COOH) yang dapat melepaskan proton dalam larutan yang dapat dilihat pada
Gambar 7. Jika reaksi ini terjadi maka terbentuk ion sitrat. Asam sitrat
termasuk bahan tambahan pangan yang diizinkan sebagai bahan pembantu
dalam proses produksi yang tercantum dalam standar 1.3.1(FSANZ, 2003)
IV. METODOLOGI PENELITIAN
I. Bahan dan Alat A. Bahan Penelitian
Bahan- bahan utama yang digunakan dalam penelitan adalah udang mentah utuh, larutan sodium hipoklorit dan larutan Aqua-Plus 5® (Acidified Sodium Chlorite). Bahan untuk pencelupan udang adalah air dan flake ice. Bahan untuk analisa mikrobiologi adalah Plate Count Agar (PCA), Peptone Water (PW), larutan NaCl fisiologis, Levine Eosin Methylene Blue Agar
(LEMB-Agar), Luria Bertani Broth (LB-Broth), Luria Bertani Agar (LB-Agar), Rida Count untuk E.coli dan kultur murni E.coli.
B. Alat Penelitian
Alat-alat yang dibutuhkan dalam pencelupan udang adalah baskom besar, baskom sedang dan baskom kecil, timbangan, stopwatch, termometer digital, plastik steril, bunsen, pinset, alkohol, pensil lilin, korek gas, gelas ukur 50 ml, gunting dan selotip. Alat-alat yang digunakan dalam analisa mikrobiologi adalah plastik steril, stomacher, bunsen, sarung tangan, alkohol, korek gas, botol kecil, tabung reaksi bertutup, pipet 1 ml, pipet 2 ml, pipet 5 ml, pipet 10 ml, cawan petri, spektrofotometer, bulb, erlenmeyer 250 ml, inkubator, dan waterbath. Alat-alat yang digunakan dalam analisa kimia adalah pipet, bulb, erlenmeyer 100 ml, neraca analitik, pH meter dan sudip.
II. Metodologi
A. Pembuatan Larutan Acidified Sodium Chlorite (ASC)
Prosedur pembuatan larutan Acidified Sodium Chlorite dapat dilihat pada Gambar 8. Asam sitrat digunakan sebagai aktivator yang direaksikan dengan larutan Aqua-Plus 5® sehingga menghasilkan klorin dioksida.
volume larutan sanitaiser sebanyak 600 ml, konsentrasi 90 ppm membutuhkan volume larutan Aqua-Plus 5® sebanyak 1.08 ml dan konsentrasi 100 sebanyak 1.2 ml.
2. Aktivator kristal berupa asam sitrat ditambahkan sebanyak 10 gram dalam 100 ml ASC. Bobot asam sitrat yang digunakan pada larutan sanitaser sebanyak 600 ml adalah sebanyak 0.096 gr pada konsentrasi 80 ppm, 0.108 gr pada konsentrasi 90 ppm dan 0.12 gr pada konsentrasi 100 ppm. Asam sitrat yang ditambahkan pada konsentrasi 80 ppm untuk larutan 12 l adalah 9.6 gram. Campuran tersebut kemudian diaduk secara perlahan sampai asam sitrat terlarut. Wadah yang digunakan untuk mencampur larutan dengan asam sitrat ditutup dan didiamkan selama 10-15 menit agar asam sitrat bereaksi. Larutan ASC akan berubah menjadi coklat kekuningan setelah penambahan asam sitrat.
Gambar 8. Pembuatan Larutan Aqua-Plus 5® (Mitrol, 2006)
B. Pembuatan Larutan Sodium Hipoklorit
Konsentrasi klorin di dalam larutan sodium hipoklorit harus dihitung Asam sitrat dicampurkan
dengan larutan Aqua-Plus 5®
Larutan diaduk secara merata
Wadah pembuat larutan ditutup selama 10-15 menit
mengencerkan larutan stock sodium hipoklorit yang dilanjutkan dengan analisa kadar klorin. Berdasarkan hasil analisa tersebut maka dihitung volume masing-masing larutan untuk konsentrasi 80 ppm, 90 ppm dan 100 ppm pada larutan sanitaiser sebanyak 600 ml. Konsentrasi 80 ppm membutuhkan larutan sodium hipoklorit sebanyak 0,4 ml, konsentrasi 90 ppm sebanyak 0.45 dan konsentrasi 100 ppm sebanyak 0.5 ml.
C. Persiapan Kultur Escherichia coli
Larutan Escherichia coli yang diinokulasi ke udang diperoleh dari kultur murni. Kultur murni E. coli digoreskan pada LEMB-Agar kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350 C. Hasil positif pertumbuhan berupa koloni berwarna hijau metalik yang kemudian diinokulasikan dalam
Luria Bertani Broth (LB-Broth) selama 12 jam pada suhu 350C. Lamanya waktu inkubasi dan jumlah koloni E. coli yang tumbuh diperoleh dari standar kurva pertumbuhan E. coli yang dimiliki Laboratorium Food Processing PT.CPB (Lampiran 4b).
Optical density dari kultur Escherichia coli dalam LB broth diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600nm yang menggunakan blanko LB-Broth. Setelah pengukuran, panjang gelombang tersebut dibandingkan dengan kurva pertumbuhan Escherichia coli kemudian dipilih larutan yang jumlah koloninya mendekati 108 cfu/ml. Selain itu dilakukan pengukuran secara langsung dengan pemupukan pada
Luria Bertani Agar dengan metode pour plate. E. coli dalam LB-Agar diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 350 C kemudian dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
D. Penelitian Pendahuluan