STUDI PEMANFAATAN KULIT KERANG (ANDARA FERRUGINEA)
SEBAGAI BAHAN PENGISI PRODUK LATEX KARET ALAM
DENGAN TEHNIK PENCELUPAN
T E S I S
Oleh
YUNIATI
087006002/KIM
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI PEMANFAATAN KULIT KERANG (ANDARA FERRUGINEA)
SEBAGAI BAHAN PENGISI PRODUK LATEX KARET ALAM
DENGAN TEHNIK PENCELUPAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Sains dalam Program Studi Kimia Pada Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
YUNIATI
087006002/KIM
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul
Penelitian
: STUDI PEMANFAATAN KULIT KERANG
(ANDARA FERRUGINEA) SEBAGAI BAHAN
PENGISI PRODUK LATEX KARET ALAM
DENGAN TEHNIK PENCELUPAN
Nama :
YUNIATI
NIM :
087006002
Program Studi
:
Ilmu Kimia
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Marpongahtun, M.Sc
Dra. Yugia Muis, M.Si
Ketua Anggota
Ketua Program Studi
Dekan,
Prof. Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D
Dr. Sutarman, M.Sc
Telah diuji pada
Tanggal : 4 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Dr. Marpongahtun, M.Sc
Anggota
: 1. Dra. Yugia Muis, M.Si
PERNYATAAN
STUDI PEMANFAATAN KULIT KERANG (ANDARA FERRUGINEA)
SEBAGAI BAHAN PENGISI PRODUK LATEX KARET ALAM DENGAN
TEHNIK PENCELUPAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka.
Medan, September 2010 Penulis
STUDI PEMANFAATAN KULIT KERANG (ANDARA FERRUGINEA)
SEBAGAI BAHAN PENGISI PRODUK LATEX KARET ALAM
DENGAN TEHNIK PENCELUPAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian penggunaan limbah kulit kerang sebagai bahan
pengisi lateks karet alam, dengan variasi penambahan bahan pengisi, 2,5 phr, 7,5 phr
dan 12,5 phr. Pembanding digunakan kalsium karbonat dengan variasi berat yang
sama. Filem lateks karet alam yang digunakan divulkanisasi dengan cara
mengeringkan pada suhu 100
oC selama 30 menit dan hasil yang diperoleh diamati
dengan pengujian sifat-sifat mekanis (uji tarik), Morfologi (SEM), Uji Swelling Index
dan FTIR. Hasil uji sifat mekanis (uji tarik) menunjukkan bahwa kekuatan tarik
maksimum diperoleh pada penambahan bahan pengisi kulit kerang 7,5 phr sebesar
20,5 Mpa dan untuk pengisi kalsium karbonat sebesar 15,5 MPa. Perpanjangan putus
menurun dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi. Uji Swelling Index
menurun pada penambahan bahan pengisi, sampai tahap minimum sebesar 1,82 mm.
Sifat morfologi memperlihatkan dispersi halus pada penambahan pengisi 2,5 phr,
sementara agregat yang terjadi meningkat seiring dengan penambahan bahan pengisi
dan bentuk butiran pengisi kulit kerang lebih besar dibandingkan dengan kalsium
karbonat. Spectrum FTIR memberikan serapan yang tajam pada daerah 836.87 cm
-1yang menunjukkan serapan gugus karbonat.
STUDY OF CLAMSHELL (ANDARA FERRUGINEA) UTILIZATION
AS A FILLER FOR NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS
BY IMMERSION TECHNIQUES
ABSTRACT
The research of using clam shell as a filler for natural rubber latex, with various
additional filler, 2.5 phr, 7.5 phr and 12.5 phr has been studied. Calcium carbonate
is used for comparison with the variation of the same weight. Natural rubber latex
film used was vulcanised by drying at a temperature of 100 degrees centigrade for 30
minutes and the results obtained observed by testing the mechanical properties
(tensile test), morphology (SEM) analysis, swelling index and FTIR. Test results of
mechanical properties (tensile test) showed that the maximum tensile strength
obtained by adding shells filler 7.5 phr of 20.5 MPa and for calcium carbonate filler
of 15.5 MPa. Elongation at break decreased with increasing filler content. Index
decrease swelling test on the addition of filler, until the minimal stage of 1.82 mm.
The morphology showed dispersion of fine properties in the addition of 2.5 phr filler,
which occurred while the aggregate increases with the addition of filler, filler grains
and the shape of shells larger than calcium carbonate. FTIR spectrum gives a sharp
absorption phak at 836.87 cm
-1that showed uptake of carbonate groups.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul ‘Studi Pemanfaatan Kulit Kerang Sebagai Bahan
Pengisi Produk Lateks Karet Alam Dengan Teknik Pencelupan”. Kemudian salawat
dan salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membawa umatnya dari alam yang gelap ke alam yang terang benderang seperti
sekarang ini.
Selanjutnya saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih tulus kepada
Ayahanda tersayang Hasan Basri (Alm) yang dengan doa dan tetes peluhnya
mengorbankan banyak hal untuk membesarkan dan mendidik saya, juga kepada
Ibunda tersayang Syarifah (Almh) dengan doa tiada henti dan cintanya telah
mengajarkan banyak hal untuk kehidupan saya, serta tak lupa terima kasih terbingkis
kepada suami saya yang sangat saya sayangi Bapak Ir. M. Nasir yang penuh
pengertian sehingga saya dapat menyelesaikan studi di Magister Ilmu Kimia.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam c.q Bapeda dan Dinas
Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan finansial sehingga penulis dapat
menyelesaikan kuliah di Program Studi Magister Ilmu Kimia di Universitas Sumatera
Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera
Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan,
kepada Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara yang dijabat oleh Dr. Sutarman, M.Sc dan Ketua Program Studi Ilmu
Kimia Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, terima kasih atas kesempatan yang
diberikan untuk menjadi mahasiswa program magister pada sekolah pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
ditujukan kepada :
1.
Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku pembimbing utama dan Ibu Dra. Yugia
Muis, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang setiap saat dengan penuh
perhatian selalu memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini.
2.
Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar,
M.Sc, M.Phil dan Bapak Dr. Thamrin, M.Sc selaku penguji yang banyak
memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.
4.
Bapak Drs. H. Syamsuddin Lubis, Ak, MM selaku Direktur Utama PT. Industri
Karet Nusantara beserta staf atas fasilitas dan sarana yang diberikan selama
penelitian.
5.
Kepala Laboratorium Penelitian FMIPA USU dan Laboratorium Geologie
Kuarter (PPGL) dalam bantuannya menganalisa sampel penelitian.
6.
Rekan-rekan seangkatan 2008 (Wiwid, Melany, Ani, Andi, Edi dan Maniur),
Bapak Bagus dan Kak Rahnita atas kekompakan dan kekeluargaan selama
mengikuti perkuliahan serta pada saat penelitian, terima kasih atas bantuannya.
7.
Keluarga Bapak Irianif Sani, SE adikku Riani, Ana Sari serta keponakan Ike
Sania, SH, Randi Mesarino, SH yang telah memberikan doa restu serta dorongan
baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
8.
Buat Supina dan keluarga yang telah banyak membantu, semoga segala bantuan
dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal kebaikan dan
mendapat pahala di sisi Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca
demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian
dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.
Hormat Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1.
Nama
:
Yuniati
2.
Tempat/Tanggal Lahir
:
Medan, 2 Juni 1958
3.
Agama :
Islam
4.
Status :
Menikah
5.
Alamat
:
Komp. Perum Polikteknik No. 71 Buket
Rata Lhokseumawe
6.
Telepon/HP
:
(0645) 46952 / 0811678878
7.
Nama Ayah
:
Hasan Basri (Alm)
8.
Nama Ibu
:
Syarifah (Almh)
9.
Pendidikan
SD Swasta Alwasliyah Medan
: 1965 - 1970
SMP Negeri XI Medan
: 1971 - 1973
SMA Negeri VI Medan
: 1974 - 1976
Sarjana (S1) FMIPA USU Medan
: 1977 - 1986
Magister (S2) FMIPA USU Medan : 2008 - 2010
10.
Riwayat Pekerjaan
:
Staf Pengajar Politeknik Negeri
DAFTAR ISI
ABSTRAK
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
iii
RIWAYAT HIDUP
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Rumusan Masalah
4
1.3.
Tujuan Penelitian
4
1.4.
Manfaat Penelitian
4
1.5.
Lokasi Penelitian
4
1.6.
Metodologi Penelitian
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Latex Karet Alam
7
2.2.
Mastikasi
11
2.3.
Pembuatan Kompon Karet
12
2.3.1.
Bahan Vulkanisasi
12
2.3.2.
Bahan Pencepatan Reaksi
15
2.3.3.
Bahan Antioksidan dan Antiozon
17
2.3.4.
Bahan Pengisi
17
2.3.5.
Bahan Pelunak
19
2.4.
Formulasi Lateks Karet Alam
20
2.5.
Proses Pencelupan
20
2.6.
Kerang Kipas
22
2.8.
Karakterisasi Produk Latex Film
27
2.8.1.
Uji Swelling Index
27
2.8.2.
Kekuatan Tarik
28
2.8.3.
Spektroskopi infra merah Fourier Transform (FT-IR) 30
2.8.4.
SEM (Scanning Elektromagnetic Microscopy)
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Bahan dan Alat
34
3.2.
Pembuatan Larutan Pereaksi dengan Mengikuti
Standarisasi dari ASTM D 3184-80
34
3.2.1.
Pembuatan bahan pengisi (Kulit kerang dengan
CaCO
350%)
34
3.3.
Cara Kerja
35
3.3.1.
Pembuatan Formulasi Latex pra Vulkanisasi
35
3.3.2.
Proses Pembersihan Plat
36
3.3.3.
Proses Swelling Index (ASTM D3615)
36
3.3.4.
Pembuatan Filem
37
3.3.5.
Uji Tarik
38
3.3.6.
SEM (Scanning Elektromagnetic Microscopy)
39
3.3.7.
Uji FT-IR (Fourier Transformasi Infra Red)
39
3.4.
Bagan Penelitian
40
3.4.1.
Bagan Alir Pembuatan Filler dari Kulit Kerang
40
3.4.2.
Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)
41
3.4.3.
Bagan Alir Proses Pembersihan Plat
42
3.4.4.
Bagan Alir Pencelupan Produk Latex
43
3.4.5.
Karakterisasi Produk Filem
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Swelling Index
45
4.2. Kekuatan
Tarik
46
4.3. Analisa Spektrum FTIR
51
4.4. Hasil Karakterisasi Filem Lateks Karet Alam
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
60
5.2.
Saran
61
DAFTAR PUSTAKA
62
DAFTAR TABEL
Nomor Judul
Halaman
2.1.
Spesifikasi mutu Lateks Pekat
10
2.2.
Butiran Proses Pembentukan Cangkang
25
3.1.
Bahan-bahan senyawa latex pda vulkanisasi dan komposisinya
35
4.1.
Nilai Swelling Index Untuk Bahan Pengisi Kulit Kerang
45
4.2.
Nilai Swelling Index Untuk Bahan Pengisi Kalsium Karbonat
45
4.3
Data hasil kekuatan tarik (
σ
r) dan perpanjangan putus (EB)
pada variasi berat kulit kerang
47
4.4
Data hasil kekuatan tarik (
σ
r) dan perpanjangan putus (EB)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul
Halaman
2.1
Struktur cis-1,4 poli isoprena
7
2.2
Model Ikatan Sambung Silang Polisulfida
13
2.3
Model Rangkaian Ikatan Sambung Silang Monosulfida
14
2.4
Semua jenis ikatan sulfida (mono dan dipoli)
14
2.5
Skema peran aktivator seng oksida dalam kaitannya dengan
asam lemak
16
2.6
Kurva tegangan-regangan bahan poli isoprena
29
2.7
Macam-macam vibrasi pada FT-IR
31
3.1
Uji Kekuatan Tarik Berdasarkan ASTM D-638 Type IV
38
4.1
Swelling Index antara bahan pengisi kulit kerang, kalisum
kabornat tanpa bahan pengisi
46
4.2
Kekuatan Tarik Bahan Pengisi Kulit Kerang, Kalsium
Karbonat Tanpa Bahan Pengisi
49
4.3
Perpanjangan Putus Bahan Pengisi Kulit Kerang, Kalsium
Karbonat dan tanpa Bahan Pengisi
51
4.4
Spektrum FTIR film lateks karet alam tanpa pengisi
52
4.5
Spektrum FTIR lateks karet alam dengan pengisi kalsium
karbonat
53
4.6
Spektrum FTIR film lateks karet alam dengan pengisi kulit
kerang
54
4.7
a.
Fotografi Mikroskopis Permukaan Filem Lateks Karet Alam
dengan Pengisi 2,5 phr kulit kerang diperbesar 500x 55
4.7
b.
Fotografi Mikroskopis Permukaan Filem Lateks Karet Alam
4.7
c.
Fotografi Mikroskopis Permukaan Filem Lateks Karet Alam
dengan Pengisi 12,5 phr kulit kerang diperbesar 500x
56
4.8
a.
Fotografi Mikroskopis Permukaan Filem Lateks Karet Alam
dengan Pengisi 2,5 phr Kalsium Karbonat diperbesar 500 x
57
4.8
b.
Fotografi Mikroskopis Permukaan Filem Lateks Karet Alam
dengan Pengisi 7,5 phr Kalsium Karbonat diperbesar 500x
58
4.8
c.
Fotografi Mikroskopis Permukaan Filem Lateks Karet Alam
dengan Pengisi 12,5 phr Kalsium Karbonat diperbesar 500x
58
4.9
Fotografi Makroskopis Permukaan Filem Lateks Karet Alam
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Halaman
1
Kurva Tegangan Regangan Bahan Pengisi Kulit Kerang dan
Kalsium Karbonat
66
STUDI PEMANFAATAN KULIT KERANG (ANDARA FERRUGINEA)
SEBAGAI BAHAN PENGISI PRODUK LATEX KARET ALAM
DENGAN TEHNIK PENCELUPAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian penggunaan limbah kulit kerang sebagai bahan
pengisi lateks karet alam, dengan variasi penambahan bahan pengisi, 2,5 phr, 7,5 phr
dan 12,5 phr. Pembanding digunakan kalsium karbonat dengan variasi berat yang
sama. Filem lateks karet alam yang digunakan divulkanisasi dengan cara
mengeringkan pada suhu 100
oC selama 30 menit dan hasil yang diperoleh diamati
dengan pengujian sifat-sifat mekanis (uji tarik), Morfologi (SEM), Uji Swelling Index
dan FTIR. Hasil uji sifat mekanis (uji tarik) menunjukkan bahwa kekuatan tarik
maksimum diperoleh pada penambahan bahan pengisi kulit kerang 7,5 phr sebesar
20,5 Mpa dan untuk pengisi kalsium karbonat sebesar 15,5 MPa. Perpanjangan putus
menurun dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi. Uji Swelling Index
menurun pada penambahan bahan pengisi, sampai tahap minimum sebesar 1,82 mm.
Sifat morfologi memperlihatkan dispersi halus pada penambahan pengisi 2,5 phr,
sementara agregat yang terjadi meningkat seiring dengan penambahan bahan pengisi
dan bentuk butiran pengisi kulit kerang lebih besar dibandingkan dengan kalsium
karbonat. Spectrum FTIR memberikan serapan yang tajam pada daerah 836.87 cm
-1yang menunjukkan serapan gugus karbonat.
STUDY OF CLAMSHELL (ANDARA FERRUGINEA) UTILIZATION
AS A FILLER FOR NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS
BY IMMERSION TECHNIQUES
ABSTRACT
The research of using clam shell as a filler for natural rubber latex, with various
additional filler, 2.5 phr, 7.5 phr and 12.5 phr has been studied. Calcium carbonate
is used for comparison with the variation of the same weight. Natural rubber latex
film used was vulcanised by drying at a temperature of 100 degrees centigrade for 30
minutes and the results obtained observed by testing the mechanical properties
(tensile test), morphology (SEM) analysis, swelling index and FTIR. Test results of
mechanical properties (tensile test) showed that the maximum tensile strength
obtained by adding shells filler 7.5 phr of 20.5 MPa and for calcium carbonate filler
of 15.5 MPa. Elongation at break decreased with increasing filler content. Index
decrease swelling test on the addition of filler, until the minimal stage of 1.82 mm.
The morphology showed dispersion of fine properties in the addition of 2.5 phr filler,
which occurred while the aggregate increases with the addition of filler, filler grains
and the shape of shells larger than calcium carbonate. FTIR spectrum gives a sharp
absorption phak at 836.87 cm
-1that showed uptake of carbonate groups.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Karet alam merupakan suatu komoditi non migas, penghasil devisa negara di
Indonesia. Karet alam ini memiliki sifat fleksibilitas tinggi dan mampu berkristalisasi
pada suhu rendah, apabila diregang. Pada dasarnya karet alam tidak memiliki tensile,
modulus dan kekerasan yang merupakan sifat mekanik terpenting yang dibutuhkan
industri. Oleh karena itu perlu untuk menambahkan bahan-bahan pada karet alam
yang dapat meningkatkan karakteristik agar karet alam ini dapat digunakan untuk
produksi. Produk-produk yang dihasilkan dari latex karet alam antara lain seperti
sarung tangan, benang karet, balon kateter, pembalut luka elastis, kondom, tiup
stateskop dan lain-lain (Termal, 2005).
Latex karet alam umumnya mempunyai sifat fisika yang rendah bila dibandingkan
dengan latex yang sudah diberi bahan tambahan seperti bahan pengisi (Baharin,
1993). Untuk meningkatkan sifat fisika dari latex karet alam tersebut perlu dilakukan
kajian alternatif dengan menambahkan bahan pengisi (
filler
) ke dalam formulasi latex
karet alam, sehingga dapat memberikan nilai ketegangan tensile yang tinggi dan
dapat digunakan untuk produksi bahan baku latex (Eqwaikhide, 2008).
Penambahan bahan pengisi di dalam latex karet alam dapat menguatkan vulkanisat
suatu karet, sehingga kekuatan tarik dan sifat-sifat mekanikal lainnya seperti
Oleh sebab itulah bahan pengisi sangat berperan dalam mengendalikan sifat barang
jadi latex karet alam (William F. Hall, 2008).
Belakangan ini industri penghasil produk lateks karet alam dihadapkan pada masalah
kenaikan harga pasaran lateks karet alam yang terus meningkat. Peningkatan harga
lateks karet alam disebabkan oleh permintaan pasar terhadap lateks karet alam untuk
di ekspor juga meningkat (http://www.disperindag). Langkah yang perlu diambil
untuk pemrosesan adalah dengan menambahkan bahan pengisi ke dalam formulasi
lateks karet alam.
Peneliti terdahulu telah melakukan penelitian mengenai pengaruh temperatur
vulkanisasi, calsium karbonat sebagai pengisi (
filler
) dan sifat morfologinya
(Harahap. H. 2008).
Kalsium karbonat sebagai bahan pengisi dapat digunakan karena ketersediaannya dan
biaya rendah sehingga dapat mengurangkan pemakaian lateks dan dapat
mengurangkan biaya produksi (Suryadiansyah, 2008).
Kalsium karbonat sebagai semi penguat dan memiliki harga yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan bahan pengisi yang aktif dan memberikan kekerasan, kekuatan
tarik pada karet yang dihasilkan (Harahap. H, 2007).
Kalsium karbonat adalah sejenis material alam yang mengendap atau tertanam,
sedangkan kalsium karbonat yang tertanam selalu merupakan partikel-partikel
berukuran secara kasar (
calcitic
). Kalsium Karbonat di dapat dari endapan batu
gamping, marmar, kapur, dolomit, aragonite, calcitic atau kulit kerang yang dapat
Jenis kerang kipas (
Andara Ferruginea)
memiliki nilai komersil yang dapat
digolongkan sebagai bahan pangan, bahan industri serta merupakan komoditas
eksport untuk barang estetika (Zainal Arifin, 1992).
Limbah dari kulit kerang ini memberikan peluang usaha bila di olah dan
dimanfaatkan, sehingga akan meningkatkan kualitas dari limbah yang dapat
meningkatkan nilai ekonomi dari limbah tersebut serta menjadikan limbah tersebut
ramah lingkungan (http:www//benteunnes word press.com).
Permukaan dalam lapisan luar dari kulit kerang menghasilkan periostracium organik
merupakan lapisan cangkang plecypoda yang berupa lapisan kapur pada cangkang
banyak mengandung kalsium karbonat kira-kira 89,91% (Bunyamin Darma, 1988).
Lapisan terdalam terdiri dari lamella yang sangat tipis yang mengandung kalsium
karbonat dalam bentuk calcitic, aragonite atau keduanya yang tertanam dalam matrik
organik yang tipis (Jossep, 1987).
Bahan pengisi dapat berupa bahan mineral maupun non mineral. Pengisi dari limbah
kulit kerang yang mengandung kalsium karbonat diharapkan dapat meningkatkan
sifat fisika baik dari produk latex karet alam.
Berdasarkan hal tersebut di atas, ingin dilakukan penelitian penggunaan kulit kerang
yang mengandung kalsium karbonat sebagai bahan pengisi yang diharapkan dapat
1.2.
Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kulit kerang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengisi alternatif untuk pengganti kalsium karbonat dan
bagaimanakah sifat-sifat mekanikal dari latex karet alam yang menggunakan kulit
kerang sebagai bahan pengisi
1.3.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kulit kerang dapat
digunakan sebagai bahan pengisi alternatif pengganti kalsium karbonat dan untuk
mengetahui sifat fisika dan kimia dari latex karet alam dengan menggunakan kulit
kerang sebagai bahan pengisi.
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai penggunaan kulit
kerang sebagai bahan pengisi latex karet alam.
1.5.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Karet Nusantara (PT. IKA) Medan, di
laboratorium penelitian FMIPA USU, di pusat pengujian mutu barang di Belawan
1.6.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan :
1.
Pembuatan kompon untuk proses pra vulkanisan yang berupa campuran (latex
HA + Amonium Laurat) ; ZnO 30% ; ZDBC 50% ; KOH 10% ; sulfur 50% ;
Wingstay 50% dan bahan pengisi CaCO3 50% dan kulit kerang dengan berat
yang bervariasi.
2.
Pembuatan filem dilakukan dengan teknik pencelupan yang menggunakan
plat Aluminium sebagai bahan pencetak, dengan mencelupkan plat ke dalam
kompon yang telah mengalami maturasi selama 24 jam dan dilakukan
vulkanisasi. Filem latex karet alam di vulkanisasi dengan cara mengeringkan
di oven pada suhu 100
0C selama 30 menit
3.
Pengujian sifat mekanikal filem yang dihasilkan terdiri dari uji tarik,
perpanjangan putus dan karakterisasi dengan menggunakan instrumen FTIR
dan SEM.
Variabel yang digunakan pada tahapan ini :
-
Variabel bebas : variasi kulit kerang dan variasi kalsium karbonat
-
Variabel tetap : Berat latex HA 60% (100 phr)
Berat zinkum Oksida 30% (0,25 phr)
Berat ZDBC 50% (1,50 phr)
Berat KOH 10% ( 0,30 phr)
Berat Wingstay 50% (1 phr)
Suhu vulkanisasi 100
0C
Waktu vulkanisasi 30 menit
Kecapatan pengadukan / 12.000 rpm
-
Variabel terikat : - Uji swelling index
- Uji tarik
- SEM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Latex Karet Alam
Latex karet alam didapat dari pohon
hevea brasiliensis
yang berasal dari
keluarga
Euphorbia cae
ditemukan dikawasan tropikal Amazon Amerika Selatan.
Latex yang berasal dari pohon
hevea brasiliensis
ini dalam kimia disebut dengan
poliisoprena
(Gazaly, F.K, 1988). Mengacu kepada keteraturan susunan molekul
karet ini tersusun atas isomer yang disebut sebagai 1,4 cis poli isoprena dengan rumus
strukturnya :
CH
3H
C = C
CH
2CH
2Gambar 2.1. Struktur cis-1,4 poli isoprena
Karet alam adalah poli isoperna dengan ikatan rangkap cis, sedangkan trans
polimernya disebut getah perca (
gutta percha
) adalah suatu polimer keras yang
digunakan sebagai lapisan luar bola golf (Alfa, 1996).
Karet alam diperoleh dari hasil olahan terhadap getah atau latex yang keluar dari
pohon
hevea brasiliensis.
Melihat kepada rumus bangun dari struktur molekulnya
karet alam ini memiliki sifat antara lain mudah teroksidasi pada suhu tinggi, karena
fleksibel, tidak tahan terhadap ozon dan minyak non polar. Karet alam mempunyai
daya lentur tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah
(Spillane J. James, 1989).
Karet alam mengandung beberapa bahan antara lain ; karet hidrokarbon, protein, lipid
netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik, dan lain-lain. Protein dalam karet
alam dapat mempercepat vulkanisasi atau menarik air dalam vulkanisat. Beberapa
lipid ada yang merupakan bahan pencepat atau antioksidan. Protein juga dapat
meningkatkan
heat buildup
tetapi dapat juga meningkatkan ketahanan sobek
(http://www.pohon karet.2008)
Faktor-faktor seperti jenis pohon karet, cara menoreh, keadaan tanah juga cuaca
mempengaruhi kandungan karet kering dalam pohon yang ditoreh. Proses
pengawetan dilakukan dengan menambah ammonia berkepekatan 0,2%. Amonia
dengan kepekatan tinggi digunakan untuk pengawetan bagi penyimpanan untuk
jangka masa yang lama. Latex pekat dengan 0,6-0,8% dikenali sebagai amonia tinggi
(HA latex) manakala latex amonia rendah (LA latex) mengandung 0,2% amonia.
Latex karet alam adalah suatu koloid yang distabilkan oleh formulasi dasar nitrogen
dan formulasi asam karbosilik antara fasa karet serum semasa ia dijadikan filem latex
karet alam. Suatu protein akan terbentuk mengelilingi permukaan atas
partikel-partikel karet. Sebaran asam karboksilik dan formulasi dasar nitrogen bertindak
sebagai pengaktif bagi vulkanisasi sulfur. Hidrokarbon karet adalah formulasi utama
dan wujud dalam bentuk agregat bermolekul dalam partikel-partikel karet (Rangrong
Lateks kebun adalah getah yang baru disadap dengan kandungan karet kering sekitar
30% dan lateks kebun ini umumnya sangat encer, jadi perlu dipekatkan lebih dahulu
hingga kadar karet keringnya sekitar 60%.
Latex kebun ummnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan.
Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung molekul karet yang
terdispersi dalam serum lateks.
Lateks segar cenderung mengalami perubahan kimia. Setelah ditoreh dan setelah
proses penambahan amonia lateks karet alam mempunyai densitas antara 0.975-0.980
µg m
-3dengan pH 6.0-7.0 dan tegangan permukaan 40-45 m Jm
-2(Blackley, 1997).
Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi
atau penggumpalan selama penyimpanan pada kondisi yang diinginkan. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah :
1.
Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum)
2.
Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri
Rusaknya sistem kestabilan lateks dapat terjadi dengan sengaja atau tida sengaja.
Beberapa faktor yang sengaja dilakukan untuk membuat lateks menjadi tidak stabil
adalah dengan menambahkan bahan penggumpal. Seperti asam, sari buah dan tawas.
Sedangkan faktor ketidaksengajaan misalnya karena terjadinya penguapan air dalam
lateks yang berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh mikroba.
Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan pun
menjadi kurang baik. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat pun
Menurut ASTM D.1076-80 dan ISO 2004.
Tabel 2.1. Spesifikasi mutu lateks pekat
ASTM D.1076
ISO 2004
Parameter
HA
LA
HA
LA
1. Kandungan padatan total (TSC)
min %
61.5
61.5
61.5
61.5
2. Kandungan karet kering (DRC)
min %
60.0
60.0
60.0
60.0
3. Kandungan bahan karet max
2.0
2.0
2.0
2.0
4. Kadar
amoniak
min 1.6
max 1.0
min 10
max 0.8
5. Waktu pemantapan mekanis
(MST) detik
650
650
540
540
6. Bilangan KOH max %
0.8
0.8
1.0
1.0
7. Tembaga
max,
ppm
8
8
8
8
8. Mangan max, ppm
8
8
8
8
Disebut dengan lateks pekat yaitu lateks yang mengalami kepekatan, dimana lateks
pekat ada beberapa persyaratan antara lain :
1.
Warna putih dan berbau karet segar
2.
Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu
3.
Disaring dengan saringan 40 mesh
4.
Lateks pekat mempunyai kadar karet kering berkisar antara 60%
2.2.
Mastikasi
Mastikasi adalah proses awal dari pembuatan barang jadi karet. Proses ini
merupakan proses penurunan berat molekul karet yang ditunjukkan oleh penurunan
viskositas karet sehingga pencampuran bahan kompon, yang sebahagian besar adalah
serbuk padat dengan karet dapat berlangsung dengan mudah dan merata. Penurunan
berat molekul terjadi akibat rantai-rantai utama atau backbone dari karet
diputus-putus yang berakibat viskositasnya menurun.
Sebagai contoh pada proses mastikasi karet alam terjadi penurunan berat molekul
yang lebih rendah (Bristow and Watson, 1963).
Proses mastikasi terdiri atas dua jenis yaitu :
1.
Mastikasi dingin. Proses pelunakan dilakukan pada suhu di bawah 100
0C seperti
dihepotesakan oleh Standinger dan Bondy serta oleh Kautman dan Eyring bahwa
yang berperan dalam pemutusan rantai molekul pada mastikasi dingin adalah
tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan dengan
karet. Pemutusan ikatan terjadi pada ikatan karbon-karbon dari rantai utama
polimer.
2.
Mastikasi panas. Proses pelunakan yang dilakukan pada suhu diatas 100
0C.
Mastikasi ini lebih dominan berasal dari proses oksidasi yang dialami oleh rantai
2.3.
Pembuatan Kompon Karet
Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet disebut kompon karet. Bahan
kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan kimia
pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, antioksidan, anti ozon, bahan pengisi
dan pelunak.
2.3.1.
Bahan Vulkanisasi
Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami
reaksi sambung silang sulfur (
Sulfur crosslinking)
sehingga menjadi molekul polimer
yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat
plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang
dikenal dengan proses pematangan (
curing)
dan molekul karet yang sudah
tersambung silang (
crosslinked rubber)
di rujuk sebagai vulkanisat karet (Akiba &
Hashim, 1997).
Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang
menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strenght dan modulus.
Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap
berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah
kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan
kerjanya akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator.
Yang dapat berfungsi sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida logam seperti
Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu
pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi
effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif
(perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung
sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung
pencepat lebih banyak dari pada sulfur.
Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya (Ismail
dan Hashim, 1998). Ketiga sistem ini juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan
sambung silang sulfida yang terbentuk dan reaksi kimia yang terjadi selepas
vulkanisasi. Pada tahap awal vulkanisasi rangkaian ini mengandung ikatan sambung
[image:32.612.159.464.414.555.2]silang polisulfida seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Model ikatan sambung silang polisulfida
Apabila waktu vulkanisasi ditingkatkan (diperpanjang), maka struktur rangkaian yang
terbentuk bergantung pada komposisi kuratif, suhu dan lamanya waktu vulkanisasi.
Struktur rangkaian yang mengandung ikatan sambung silang monosulfida,
Rantai molekul karet
Peningkatan waktu vulkanisasi
Gambar 2.3. Model rangkaian ikatan sambung silang monosulfida
Atau mengandung semua jenis ikatan sulfida (mono dan di poli) seperti dipaparkan
pada gambar 2.4 di bawah ini :
[image:33.612.119.453.352.452.2]Rantai molekul karet
Gambar 2.4. Semua jenis ikatan sulfida (mono dan dipoli)
Pada sistem pemvulkanisasi konvensional cenderung membentuk suatu struktur
kompleks, yang mengandung semua jenis ikatan sulfida (mono dan dipoli) pada
gambar 2.4.
Pada sistem pemvulkanisasi efisiensi cenderung membentuk struktur rangkaian yang
mengandung ikatan sambung silang mono sulfida pada gambar 2.3.
Pada sistem pemvulkanisasi semi efisiensi cenderung membentuk struktur
pertengahan di antara gambar 2.2 dengan gambar 2.3 (Indra Surya, 2006).
Rantai molekul karet
2.3.2.
Bahan Pencepatan Reaksi
Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri
hal ini kurang efisien karena menambah lama waktu produksi yang secara tak
langsung juga menambah biaya. Jadi fungsi bahan pencepat untuk mengatasi
kelambatan proses vulkanisasi.
Berdasarkan jenisnya ada beberapa macam bahan/pencepat reaksi.
Dari golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS.
Dari golongan guanidin contohnya DPG dan DOTG
Dari golongan dithiokarbonat contohnya ZDC dan ZDBC
Dari golongan thiuram disulfida contohnya TMTM dan TMTD (Rubber stchting,
1983)
Keuntungan lainnya yang dapat dicapai dengan penggunaan bahan pencepat yaitu :
1.
Kenaikan produksi oleh karena waktu vulkanisasi lebih pendek
2.
Perbaikan kualitas, oleh karena daya tahan lebih baik dan kekuatan tarik lebih
tinggi.
Sebahagian besar dari bahan pencepat (
accelerator)
memerlukan bantuan dari bahan
pengaktif pencepat (
accelator activator)
seperti seng oksida dan asam stearat untuk
dapat bekerja maximal. Zinkum oksida digunakan pada sistem karet sulfur
selanjutnya diaktifkan dengan penambahan asam stearat yang dapat melarutkan
zinkum oksida, efek keduanya untuk peningkatan jumlah zinkum sulfida yang di
produksi. Garam seng dari asam lemak yang juga merupakan perubahan tipe
Skema reaksi dari vulkanisasi sulfur yang memperlihatkan peranan zinkum oksida
dalam kaitannya dengan asam lemak ditunjukkan pada gambar 2.5.
L
ZnO
|
Sx – Zn - Sx
R
1CO
2H
|
L
Accelerator actual
L
L
|
So
|
XS Sa Zn Sb Sx
|
|
L
L
Sulfurating Agent
L
|
|
Sy
|
|
L
X
Crosslink precursor
|
Zinc Complex |
Sx
|
|
Zinc Complex |
S
[image:36.612.117.374.173.598.2]|
|
Gambar 2.5. Skema peran aktivator seng oksida dalam kaitannya dengan asam lemak
XSSX
Sx – Zn – Sx
XS Sa Zn Sb Sx
Sy
X
|
Reaksi di atas ini dapat meningkatkan vulkanisasi dan menjadikan waktu vulkanisasi
menjadi lebih singkat (Akiba & Hashim, 1997).
2.3.3.
Bahan Antioksidan dan Antiozon
Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh
oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur-unsur yang terkandung
dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan menimbulkan
retak-retak dipermukaan barang jadi karet. Bahan-bahan ini juga dapat melindungi barang
dari karet terhadap ion-ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan atau ion besi,
serta terhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan dan kelenturan.
Antioksidan dikelompokkan antara lain ke dalam :
-
Fenil nafrilamin (seperti PAN dan PBN)
-
Kondensat aldehid-amina (seperti agerite resin)
-
Kondensat keton-amina (seperti flectol H)
-
Turunan difenil-amina (contoh : nonox OD)
-
Fenil sulfida (seperti santowhite crystals)
-
Turunan fenol (seperti montaclere dan lonol)
Jenis wax atau lilin bisa juga membantu melindungi karet dalam kondisi statis
terhadap ozon (Krisna S, Bhuana, 1993).
2.3.4.
Bahan Pengisi
Bahan pengisi ditambahkan kebanyak kompon, untuk menambah berat dan
kwalitasnya. Beberapa bahan pengisi digunakan untuk memberikan kekakuan,
kekerasan dan tipe benda mekanik dengan kwalitas yang diinginkan (Polunim, 1962).
Bahan pengisi merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat
vulkanisasi ke dalam komponen latex, bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah
besar dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan
latex, menurunkan biaya.
Bahan pengisi dibagi atas dua yaitu bahan pengisi aktif dan bahan pengisi tidak aktif.
-
Bahan pengisi aktif penambahannya akan meningkatkan kekerasan, modulus,
ketahanan sobek dan ketahanan kikis. Penguatan yang ditimbulkan bahan pengisi
ditentukan oleh ukuran partikel keadaan permukaan dan bentuk butir halusnya.
Untuk memperoleh penguatan yang optimum maka partikel bahan pengisi
tersebut harus tersebar secara merata dalam komponen karet. Semakin kecil
ukuran partikel bahan pengisi maka pada penambahan dengan jumlah berat yang
sama, kekerasan kekuatan tarik barang jadi karet akan bertambah. Perpanjangan
putus serta modulus tidak banyak berpengaruh sedangkan daya pantulnya
berkurang.
-
Bahan pengisi tidak aktif hanya akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan
barang jadi karet sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang, tetapi
harga bahan pengisi tidak aktif relatif lebih murah sehingga umumnya digunakan
Pada kajian ini digunakan kulit kerang sebagai bahan pengisi dengan variasi berat
yang berbeda. Kulit kerang sebagai bahan pengisi dicampurkan dengan
komponen-komponen tetap. Untuk formulasi latex karet alam, sebelum mengalami proses
vulkanisasi, latex karet alam dan sejumlah bahan pencampuran dilakukan pemanasan
dengan suhu 70
0C, bahan pra vulkanisasi latex karet alam ini dibiarkan pada suhu
kamar selama 24 jam untuk maturasi. Setelah mencapai sistem yang homogen
terhadap campuran latex karet alam tersebut dilakukan pembuatan filem. Filem yang
akan dibuat dengan menggunakan plat aluminium yang berukuran 8 cm x 8 cm
kemudian dicelupkan ke dalam kompon, untuk dilakukan vulkanisasi pada suhu
100
0C selama 30 menit.
2.3.5.
Bahan Pelunak
Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian
bentuk. Penambahan bahan pengisi yang cukup banyak perlu diimbangi dengan
bahan pelunak. Apabila karet harus dicampur dengan banyak bahan pengisi, karet
akan menjadi jenuh (kurang elastis) dan keras. Untuk mempertinggi elastisitas
menurunkan kadar kekerasan ditambahkan bahan pelunak (Rubber Sticting, 1983).
Asam stearat adalah salah satu contoh bahan pelunak. Asam stearat umumnya
diperoleh dari hidrolisa lemak yang diperoleh dari lemak. Asam stearat penting dalam
lainnya. Selama vulkanisasi untuk membentuk karet yang dapat larut pada garam,
yang mana pada gilirannya bereaksi dengan bahan pencepat (Akiba & Hashim, 1997).
2.4.
Formulasi Lateks Karet Alam
Sebelum mengalami proses vulkanisasi, lateks karet alam dan sejumlah bahan
kompon terlebih dahulu mengalami proses pencampuran (
mixing)
sehingga
membentuk suatu formulasi lateks. Pencampuran yang melibatkan bahan dasar yaitu :
1.
Lateks HA 60%
2.
Bahan penyambung silang seperti dispersi sulfur
3.
Pengaktif pencepat (
accelator activator)
seperti dispersi ZnO
4.
Pencepat reaksi sambung silang (
accelator)
seperti dispersi ZDBC
5.
Penahan degradasi sifat-sifat karet (
antidegradant)
seperti dispersi wingstay.
6.
Bahan pengisi (
filler)
dispersi kalsium karbonat atau dispersi kulit kerang. Semua
bahan pravulkanisasi ini di stirer selama 2 jam dan dilakukan pemanasan pada
suhu 70
0C maka diperoleh formulasi latex yang siap untuk di vulkanisasi dengan
suhu 100
0C selama waktu 30 menit.
2.5.
Proses Pencelupan
Proses pencelupan merupakan suau teknik yang menghasilkan barang dari lateks
yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam
formulasi lateks, semasa pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks,
penghilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang
terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang
dicelupkan ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan
produk lateks akan terhasil. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan
untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan
lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu :
1.
Pencelupan terus (
straight dipping)
2.
Pencelupan berkoagulan (
coagulant dipping)
3.
Pencelupan pengaktifan panas (
heat sensitized dipping)
(Blackley, 1966)
Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk
menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2 – 0,8 mm.
Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan
berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu :
1.
Pencelupan berkoagulan basah
2.
Pencelupan berkoagulan kering
Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dilapisi
oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks semasa koagulan itu masih
basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah asam
asetat.
Pencelupan berkoagulan kering pembentukan dimasukkan ke dalam formulasi lateks
yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat.
Pencelupan berkoaglan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan
berkoagulan basah.
Keburukan dari koagulan basah ini sering menetes ke dalam tangki lateks
menyebabkan penghilang kestabilan lateks terjadi di dalam tangki lateks dan partikel
kecil karet akan terhasil. Tangki lateks yang berisi partikel kecil karet tidak dapat
digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet ini akan melekat
pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan (Hamidah Harahap,
et al
,
2006).
Ketebalan untuk film yang dihasilkan dengan teknik pencelupan berkoagulan
tergantung pada masa rendaman (
dwell time
), kepekatan koagulan dan juga jumlah
kandungan padatan lateks (TSC) lateks karet alam yang digunakan. Peningkatan nilai
faktor-faktor di atas akan meningkatkan ketebalan film yang terhasil (Baharin, 2000).
2.6.
Kerang Kipas
Kerang kipas (
Andara ferruginea)
terdapat di pantai laut pada substart lumpur
berpasir dengan kedalaman 10 m sampai 30 m, termasuk :
Class
: Bivalvia
Sub Family
: Accacea
Family
: Arcidea
Class Bivalvia dikenal juga dengan nama kerang mempunyai dua keping atau belahan
yang dihubungkan oleh engsel elastis yang disebut dengan hinge ligament yaitu
semacam pita elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (
conchiolin)
sama dengan periostrakum yang bersambungan dengan cangkang. Kedua keping
cangkang pada bagian dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan
sebuah otot aduktor posterior yang bekerja sama secara antagonis dengan hinge
ligamen.
Periostrakum merupakan lapisan cangkang pelecypoda paling luar dan menutupi dua
lapisan kapur atau lebih di dalamnya. Lapisan kapur tersebut terdiri dari aragonit atau
campuran aragonit dan calcite, yang tersusun sebagai bentuk prisma atau lembaran,
bentuk lensa atau bentuk lain lebih kompleks. Semua bentuk-bentuk tersebut selalu
tertanam dalam suatu kerangka organik (Sugiarti,
et al
, 2005).
Kulit terdiri dari dua bagian yang disebut cangkang yang diikat bersama pada
permukaan dorsal oleh hinge ligament elastis. Bagian terluar epithelium dari mental
terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1.
Lapisan terluar merupakan lapisan tipis, lapisan tanduk, periostracum yang
melindungi lapisan luar dari asam karbonat dalam air serta memberikan bagian
terluar dari cangkang lebih berwarna.
2.
Bagian tengah dari kristal kapur (kalsium karbonat) disebut lapisan prismatik.
3.
Lapisan dalam
naereous
terdiri dari banyak kristal kalsium karbonat dan
Class Bivalvia merupakan binatang pemakan tumbuh-tumbuhan tetapi ia tidak
mempunyai radula. Makanannya berupa partikel-partikel organis bersama-sama
dengan air dihisap oleh siphon dan di saring melalui insang. Di dalam cangkang
selain kalsium karbonat, juga terdapat pigment yang merupakan zat pembuat warna
dari cangkang. Cangkang dari kalsium karbonat biasanya hadir yang dibalut oleh
periostracum organik yang terbuat dari conchiolin protein “tanned” oleh guinonos.
Cangkang biasanya terdiri dari satu, dua atau delapan katup. Lapisan terluar dari
calcarcous terbuat dari prismatik vertikal dari kalsium karbonat (
calcite
) yang
dibatasi oleh matriks tipis proteinaceous. Lapisan terdalam terdiri dari lamella yang
sangat tipis dari kalsium karbonat dalam bentuk calcite, aragonite atau keduanya yang
tertanam dalam matriks organik yang tipis. Di dalam cangkang terkandung kalsium
karbonat yaitu kira-kira 89-99%, sedangkan 1-2% phospate, bahan organik couchiolin
dan air (Bunjamin Dharma, 1988).
Mantel pada palecy poda berbentuk jaringan tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh
dan terletak di bawah cangkang. Mantel terdapat tiga lipatan, dalam, tengah dan luar.
Lapisan luar sebagai penghasil cangkang.
Permukaan dalam lapisan luar menghasilkan periostrakum dan permukaan luarnya
menghasilkan lapisan kapur. Antara epitel mantel dan permukaan cangkang bagian
dalam terdapat rongga (kecuali pada tempat melekatnya otot palial) yang berisi cairan
ekstra palial, yang kemudian mengendap menjadi butiran-butiran proses
Tabel 2.2. Butiran proses pembentukan cangkang
Media
Eksternal
Mantel
Cairan Ekstrapalial
Cangkang
HCO
3-Ca
2+3
Metab
'
HCO
3-Protein
Mucopolysoc
Ca
2++ CO
32-'
CaCO
2HCO
3-Ca
2++ CO
32-CaCO
CO
2Protein
Mucopolysoc
2.7.
Kalsium Karbonat
Karbonat sering kali ditemukan dalam lingkungan geologi, ini ditemukan
sebagai polimorf. Polimorf adalah mineral dengan gugus kimia yang sama tetapi
dengan struktur kimia yang berbeda.
Konstributor kalsium karbonat seperti koral, alga dan mikroorganisme adalah
ditemukan dalanm lingkungan air dangkal karena membutuhkan sinar matahari untuk
menghasilkan kalsium karbonat.
Kalsium karbonat adalah sejenis material alam yang mengendap atau tertanam,
partikel-partikel berukuran secara kasar (
calcitic)
. Kalsium karbonat didapat dari endapan
batu gamping, mamar, kapur, dolomit, argonite, calcitic atau kulit kerang.
Batu gamping tanah adalah sejenis serbuk yang berwarna putih dengan ukuran
partikel dibawah 100 mesh, dapat digunakan dengan biaya rendah dan dapat
memberikan kekerasan pada senyawa karet.
Kalsium karbonat juga merupakan salah satu sumber utama yang digunakan dalam
pertumbuhan biologi. Endapan kalsium karbonat yang terdispersi dalam bentuk
calcitie yang juga banyak digunakan sebagai bahan pengisi (
filler)
untuk produk
sarung tangan karet dengan tujuan mencapai penghematan bahan dan biaya produksi.
Kalsium karbonat banyak digunakan sebagai ekstender pada cat terutama bahan
emulsi cat dimana secara khusus 30% berat cat adalah berupa kapur atau marble.
Kalsium karbonat juga banyak digunakan sebagai filter pada plastik.Beberapa contoh
khusus termasuk 15-20% bahan kapur dalam pipa buangan implasticised polivinyl
chlorida (u PVC).
Kalsium karbonat juga digunakan dalam berbagai keperluan dan juga sifat adhesif
dan pengisi dekoratif ubin keramik yang adhesif secara khusus mengandung 70-80%
batu kapur. Kalsium karbonat juga dikenal sebagai pemutih pada penggunaan glazing
(keramik), dimana digunakan sebagai unsur utama untuk keramik pada bentuk serbuk
Kapur (
chalk)
terdiri dari sisa makhluk kecil (
coccolitk)
yang terletak dalam dasar
lautan, dapat digunakan sebagai extender berbiaya rendah dan biasanya tidak
berhubungan dengan penguatan.
Kalsium karbonat sebagai
filler
semi pengkuat, pemberian produk dengan biaya
rendah, tampilan yang baik dengan resiliensi yang agak tinggi dan daya rentang dan
dapat digunakan dalam produksi (Partington, 1961).
2.8.
Karakterisasi Produk Latex Film
Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa campuran polimer.
Karakterisasi yang dilakukan adalah swelling index, uji tarik, spektroskopy, FTIR
dan Scaning Elektron Microscoft (SEM).
2.8.1.
Uji Swelling Index
Uji Swelling (ASTM 3615) adalah dilakukan dengan memotong film latex
sampel karet yang dibentuk secara bulat diameter 38 mm dan ketebalan 0,2 mm
dengan metode perendaman dalam cyclohexana pada suhu kamar selama 30 menit
untuk memungkinkan pengembangan guna mencapai kesetimbangan difusi.
Kemudian permukaan sample yang mengembang dihitung dengan menggunakan
kertas grafik dan rasio pengembangan di definisikan sebagai:
Swelling Indek =
Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan setelah
perendaman selama waktu “t”. Rasio ini tentu merupakan ukuran langsung dari
tingkat hubungan silang. Berat sample benda uji sebelum mengembang 38 mm
(Maged S, Sob
2003).
2.8.2.
Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang
terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan
tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F
maks) yang
digunakan untuk memutuskan spesimenya bahan dibagi dengan luas penampang awal
(Ao) (Wirjosentono, B. 1995).
σ
=
Ao
F
maks………. (2.1)
Dimana :
σ
= kekuatan tarik (kg. f/mm
2)
F
maks= beban maximum (kgf)
Ao
= luas penampang awal (mm
2)
Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya persatuan luas),
maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva tegangan terhadap
bahan poli isoprena bentuk kurva tegangan-regangan terlihat pada gambar 5 di bawah
ini.
Gambar 2.6. Kurva tegangan-regangan bahan poli-isoprena
Pada kurva di atas ada juga tahapan proses yang terjadi tahap pertama (sampai titik
A), kenaikan regangan bahan polimer berbanding lurus dengan tegangan, bila
tegangan dilepaskan specimen bahan akan kembali pada bentuk semula (bahan
bersifat elastis). Bila regangan diperbesar melampaui beban maksimum (
σ
0) molekul
bahan akan mengalami orientasi ke arah tarikan dan akan mengalami perubahan
regangan yang besar. Sampai titik B, semua molekul sudah terorientasi secara
teratur dan membentuk struktur kristalin yang lebih kuat. Pertambahan regangan
menjadi lebih kecil dan tegangan akan naik drastis sampai bahan terputus pada titik C
dengan besar tegangan =
σ
t. Daerah antara titik A dan C disebut daerah plastis, bila
bahan tidak bersifat plastis maka specimen bahan akan terputus setelah titik A.
Di samping kekuatan tarik (
σ
) sifat mekanik bahan yang lain juga dapat diamati dan
sifat kemulurannya (
ε
) yang didefenisikan sebagai :
y
y
y
A
B
C
Kekuatan tarik akhir
%
100
x
lo
lo
lf
−
ε
=
……….. (2.2)
dimana :
ε
= dalam %
lf, lo = panjang specimen setelah dan sebelum diberi tegangan (mm)
(Wirjosentono, 1995)
2.8.3.
Spektroskopi infra merah Fourier Transform (FT-IR)
Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi
FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali
dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk
mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan
penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson
pada akhir abad 19.
Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi
suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik)
bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda
pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir
seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm
-1.
Pada molekul biasa molekul organik frekwensi vibrasinya dalam keadaan tetap.
Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi regangan (
stretching
) dan vibrasi tekuk
vibrasi regangan adalah terjadinya terus menerus perubahan jarak antara dua atom di
dalam suatu molekul. Vibrasi ini ada dua macam, yaitu regangan simetris dan tak
simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya perubahan sudut antara dua
ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi tekuk, yakni vibrasi tekuk dalam bidang
(
inplane bending)
yang dapat berupa vibrasi deformasi (
scissoring)
atau vibrasi
“rocking” dan vibrasi keluar bidang (
out of plane bending)
yang dapat berupa
“wagning” atau berupa twisting (Gambar 6).
Gambar 2.7. Macam-macam vibrasi pada FT-IR
Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemlastis,
pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum
inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif,
panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat
digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan
Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidoksida
dan karboksilat.
Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya ikatan C-H
regangan pada daerah 2880 cm
-1– 2900 cm
-1dan regangan dari gugus fungsi lain
yang mendukung untuk analisa suatu material.
Banyak faktor yang mempengaruhi frekwensi vibrasi suatu ikatan dalam molekul dan
tidak mungkin memisahkan pengaruhnya satu dari yang lain, sebagai contoh serapan
ikatan C = O dalam gugus keton (RCOCH
3) lebih rendah dari pada dalam RCOCI.
Perubahan frekwensi C = O ini karena perbedaan massa di antara CH
3dan Cl
(Silverstein,
et.al
, 1981).
2.8.4.
SEM (Scanning Elektromagnetic Microscopy)
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen
secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada
spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa
fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan
absorbsi elektron.
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data
atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang
tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh
Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan
oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan
diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang
menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat
dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam
suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan
perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Bahan dan Alat
Bahan :
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Latex HA ; Zn O
30% ; ZDBC 50% ; KOH 10%, sulfur 50%, calsium carbonat 60%, kulit kerang,
dimetyl amine, wingstay, chloroform, calsium nitrat, asam acetat, amonium
hidroksida, siklokexane, metanol.
Alat yang digunakan adalah : pengaduk (magnetik stirer), oven, neraca analitis,
alat-alat gelas, cawan petri, termometer, grinding ball mill, klaxon stirer, water bath,
ayakan, spektoskopi FT-IR ; scaning eletron microscoft (SEM) ; seperangkat alat uji
tarik.
3.2.
Pembuatan Larutan Pereaksi dengan mengikuti standarisasi dari ASTM
D.3184-80
3.2.1.
Pembuatan bahan pengisi (Kulit kerang dan CaCO
350%)
Kulit kerang digiling dan diayak dengan shakat dengan ukuran 200 mesh. Ke
dalam beker glass dimasukkan demin water 22 gram, ditambahkan darvan 0,8
gram dan diaduk dengan stirer, lalu ditambahkan dimetil amin 0,35 gram dan
tepung kulit kerang 36 gram sedikit demi sedikit sambil dan tambahkan 0.23
gram NH
4OH 23 %, kemudian digrinding dengan menggunakan ball mill
Konsentrasi campuran bahan dan komposisi campuran bahan senyawa latex
pravulkanisasi dipaparkan pada tabel 3.1. di bawah ini :
Tabel 3.1. Bahan-bahan senyawa latex pra vulkanisasi dan komposisinya
Bahan
Konsentrasi
Bahan
Komposisi dalam
campuran (phr)
(dry)
Komposisi dalam
Camp (gram)
(wet)
Latex HA
60 %
100
166.7
ZnO 30
%
2.5
8
ZDBC 50
%
1
2
KOH 10
%
0.5
5
Sulfur 50
%
1.5
3
Wingstay.L (antioksidan)
50 %
1
2
Pengisi (kulit kerang
/CaCO
3)
50 %
0; 2.5 ; 7.5 ; 12,5
0; 5 ; 15 ; 25
3.3.
Cara Kerja
3.3.1.
Pembuatan formulasi latex pra vulkanisasi
-
Latex HA sebanyak (100 phr) dimasukkan ke dalam beker glass ditambah
KOH 10% (0,5 phr), sulfur 50% (1,5 phr), wingstay 50% (1 phr), kalsium
karbonat 50% (kulit kerang) dengan berat yang bervariasi (2,5 ; 7,5 ; 12,5
phr) dan ZnO (2,5 phr) terakhir ZDBC 50% (1 phr) formulasi latex di
stirer selama 2 jam.
-
Formulasi latex dipanaskan pada suhu 70
0C dalam water bath.
-
Penentuan tahap pematangan latex dengan bilangan chlorofrom
-
Setelah latex di pravulkanisasi, di dapat latex pematangan optimum,
dibahagian luar beker gelas kemudian kompon latex pada suhu kamar
didinginkan selama 24 jam untuk proses maturasi.
-
Test TSC nya gunanya untuk mengurangi ketebalan film
-
Test swelling index dilakukan setelah proses maturasi.
3.3.2.
Proses Pembersihan plat
-
Sebelum melakukan pencelupan, plat-plat dibersihkan dengan sempurna
-
Plat-plat dibersihkan dahulu dengan merendam ke dalam larutan asam dan
alkali, pencucian terdiri dari larutan asam acetat 6% dan kalium hidroksida
10% kemudian dicuci dengan air.
3.3.3.
Proses Sweling Index (ASTM D3615)
-
Di celupkan cetakan (plat Aluminium) ke dalam larutan CaNO
3dan
larutan etanol selama 2 menit dan keringkan
-
Kemudian dicelupkan plat ke dalam kompon yang berisi larutan pra
vulkanisasi.
-
Di celupkan lagi plat yang berisi kompon ke dalam larutan Ca NO
3dan
larutan metanol, kemudian dikeringkan
-
Sampel dilepaskan dari plat, kemudian dipotong berbentuk lingkaran
dengan diameter 38 mm, ketebalannya 0.2 mm kemudian direndam di
dalam cawan yang berisi larutan cylohexan di atas kertas grafik direndam
mengembang dihitung dengan menggunakan kertas grafik. Rasio
pengembangan didefenisikan sebagai sebagai :
Swelling index =
Wi
Ws
Dimana :
Ws = Berat sampel sesudah mengembang
Wi = Berat sampel sebelum mengembang
Dimana diameter awal sampel = 38 mm
3.3.4.
Pembuatan Filem
-
Plat aluminium dicelupkan (cetakan) ke dalam larutan CaNO
3dan larutan
metanol dan dikeringkan, kemudian plat yang telah kering dicelupkan ke
dalam formulasi latex yang telah mengalami maturasi, selama 10 detik
dengan perlahan-lahan dan segera diangkat keluar.
-
Di celupkan plat yang berisi kompon ke dalam larutan CaNO
3dan larutan
metanol, kemudian plat yang berisi kompon dikeringkan.
-
Selanjutnya plat yang berisi kompon di vulkanisasi pada suhu 100
0C selama
30 menit dan didinginkan
-
Dilakukan pendeburan aga