IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
SKRIPSI
DOMINIKA BR GINTING 090822013
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
JUDUL : IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber
officunale Rosc.) DAN UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI
Kategori : SKRIPSI
Nama : DOMINIKA BR GINTING
Nomor Induk Mahasiswa : 090822013
Program : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Mei 2011
Komisi Pembimbing
Pembimbing II Pembimbing I
Cut Fatimah Zuhra, S.Si.M.Si Drs. Adil Ginting, M.Sc NIP: 197404051999032001 NIP: 195307041980031002
Diketahui/ Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Mei 2011
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi ini adalah “ Identifikasi Komponen Kimia
Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.) dan Uji Aktivitas Antibakteri”.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
2. Bapak Drs. Adil Ginting, M.Sc dan Ibu Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si, selaku pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan dan memberikan panduan serta pemikiran dan saran selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga dapat selesai.
3. Bapak dan Ibu staf pengajar FMIPA USU serta staf pegawai di Jurusan kimia. 4. Sahabat-sahabat penulis : Risna, Putri, Mutiara, Netti, Eliana, Santi, Dewi,
Widya, Helga, Floren, Mery, Juli, Susi, Dina, B’dinan, b’ian, b’osbal yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
5. Asisten Laboratorium Organik (Aspriadi, Robi, Yemima, Mery, Silo, Deni, Sion, Mutiara, Bayu, dan Samuel) dan Ricki serta rekan-rekan Mahasiswa khususnya Kimia Ekstensi angkatan 2009.
Secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda N. Ginting dan Ibunda P. Perangin-angin yang senatiasa memberikan doa serta dukungan moril dan materil hingga akhirnya penulis menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kakakq Ernesta, abangq Stepanus, adekq Sweeta serta istimewa kepada b’ Risky Sitepu yang selalu memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu yang ada, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Medan, Mei 2011
Abstrak
Telah dilakukan isolasi minyak atsiri dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale
Rosc.) melalui proses destilasi stahl. Rimpang jahe emprit didestilasi stahl selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri jahe emprit sebesar 0,66% (v/b). Komponen kimia
minyak atsiri jahe emprit dianalisis dengan menggunakan GC-MS dan FT-IR
menunjukkan ada empat senyawa yang terbesar yaitu senyawa Benzene,
1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), Zingiberene (15,42%), Alpha-Farnesene
(12,96%) dan Beta-sesquiphellandrene (10,96%). Uji aktivitas antibakteri minyak
atsiri jahe emprit yang dilakukan dengan metode difusi agar dengan konsentrasi
minyak atsiri 1%, 2%, 3% dan 4% v/v dalam etanol absolut. Minyak atsiri jahe emprit
membentuk zona hambat terhadap bakteri Saphylococcus aureus, Streptococcus
INDENTIFICATION COMPOUNDS OF THE VOLATILE OIL GINGER EMPRIT RHIZOMES (Zingiber officinale Rosc.) AND ANTIBACTERIAL
ACTIVITY TEST
Abstract
DAFTAR ISI
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Lokasi Penelitian 4
1.7 Metodologi Penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.) 5
2.1.1 Deskripsi Tanaman 5
2.2 Kandungan Kimia 7
2.3 Minyak Atsiri 8
2.3.1 Minyak Atsiri Jahe Emprit 9
2.4 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi 11
2.5 Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS 12
2.5.1 Kromatografi Gas 12
2.5.1.1 Gas Pembawa 13
2.5.1.2 Sistem Injeksi 14
2.5.1.3 Kolom 14
2.5.1.4 Fase Diam 15
2.5.1.5 Suhu 15
2.5.1.6 Detektor 15
2.5.2 Spektrofotometri Massa 15
2.6 Spektroskopi Inframerah 17
2.7 Bakteri 18
2.7.1 Bakteri Gram Positif 18
2.7.1.1 Streptococcus mutan 18
2.7.1.2 Staphylococcus aureus 18
2.7.2 Bakteri Gram Negatif 19
2.7.2.1 Salmonella sp 19
2.7.2.2 Shigella sp 20
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 21
3.1 Alat-alat 21
3.3 Prosedur Penelitian 22
3.3.1 Penyediaan Sampel 22
3.3.1.1 Penyediaan Rimpang Jahe Emprit 22 3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit dengan Alat
Destilasi Stahl 22
3.3.3 Analisis Minyak Atsiri Jahe Emprit dengan GC-MS
Dan Analisis FT-IR 23
3.3.4 Pengenceran Minyak Atsiri Jahe emprit 23 3.3.5 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Jahe Emprit 23
3.3.5.1 Pembuatan Media nutrient Agar (NA) dan
Subkultur Bakteri 23
3.3.5.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) 24
3.3.5.3 Suspensi Bakteri 24
3.3.5.4 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Jahe emprit 24
3.4 Bagan Penelitian 25
3.4.1 Isolasi minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit 25
3.4.2 Subkultur Bakteri 26
3.4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Jahe Emprit 27
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 28
4.1 Hasil Penelitian 28
4.1.1 Minyak atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl 28
4.1.2 Hasil Analisis dengan GC-MS 28
4.1.3 Hasil Analisis dengan FT-IR 30
4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 31
4.2 Pembahasan 32
4.2.1 Minyak Atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl 32
4.2.2 Analisis Minyak Atsiri Jahe Emprit 32
4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Jahe Emprit 49
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 51
5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran 51
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Kadar Komponen-komponen Kimia Penyusun Minyak Atsiri
Rimpang Jahe Emprit 29
Tabel 4.2 Hasil pengukuran diameter zona hambat beberapa kultur bakteri
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Zingiberen 9
Gambar 4.1 Kromatogram GC dan GC-MS Minyak Atsiri Jahe Emprit 28
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Minyak Atsiri Jahe Emprit 30
Gambar 4.3 Zona Hambat dari Minyak Atsiri Jahe Emprit 1%, 2%, 3% dan
4% v/v dalam etanol absolut terhadap Kultur Bakteri
(a) Staphylococcus aureus,(b) Streptococcus mutan, (c) Shigella sp,
dan (d) Salmonella sp 31
Gambar 4.4 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan
RT 6,974 menit 33
Gambar 4.5 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan
RT 8,008 menit 34
Gambar 4.6 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan
RT 9,057 menit 36
Gambar 4.7 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan
RT 13,105 menit 38
Gambar 4.8 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan
RT 14,142 menit 39
Gambar 4.9 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan
RT 17,067 menit 41
Gambar 4.10 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan
RT 17,271 menit 43
Gambar 4.11 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan
RT 17,369 45
Gambar 4.12 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan
Abstrak
Telah dilakukan isolasi minyak atsiri dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale
Rosc.) melalui proses destilasi stahl. Rimpang jahe emprit didestilasi stahl selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri jahe emprit sebesar 0,66% (v/b). Komponen kimia
minyak atsiri jahe emprit dianalisis dengan menggunakan GC-MS dan FT-IR
menunjukkan ada empat senyawa yang terbesar yaitu senyawa Benzene,
1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), Zingiberene (15,42%), Alpha-Farnesene
(12,96%) dan Beta-sesquiphellandrene (10,96%). Uji aktivitas antibakteri minyak
atsiri jahe emprit yang dilakukan dengan metode difusi agar dengan konsentrasi
minyak atsiri 1%, 2%, 3% dan 4% v/v dalam etanol absolut. Minyak atsiri jahe emprit
membentuk zona hambat terhadap bakteri Saphylococcus aureus, Streptococcus
INDENTIFICATION COMPOUNDS OF THE VOLATILE OIL GINGER EMPRIT RHIZOMES (Zingiber officinale Rosc.) AND ANTIBACTERIAL
ACTIVITY TEST
Abstract
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di
wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis
tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar,
batang, kulit, daun, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain
mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan
aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik
(Lutony,1994).
Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau
minyak terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam
Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman
dengan cara penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004). Namun, sifat fisik
terpenting minyak atsiri tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan metode
analisis yang akan digunakan untuk menentukan komponen kimia dan komposisinya
dalam minyak asal. Harus digunakan metode analisis yang dapat meminimalkan
hilangnya sebagian komponen selama proses analisa berlangsung (Agusta, 2000).
Salah satu tumbuhan atsiri yang terkenal adalah jahe (Zingiber officinale
Rosc.). Ini merupakan anggota Familia Zingiberaceae paling bermanfaat di daerah tropis. Rimpang jahe yang aromatis dan pedas dimanfaatkan sebagai rempah-rempah,
bumbu masakan, dan sumber obat. Dalam dunia pertanian, dikenal tiga Janis jahe
berdasarkan ukuran dan warna kulitnya yaitu jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah
Penelitian mengenai komponen minyak rimpang jahe sudah pernah dilakukan
oleh Setyawan dengan membandingkan kadar minyak atsiri pada tiga jenis jahe
(Zingiber officinale Rosc.) yakni jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah. Metode yang
digunakan adalah destilasi air (Hidrodestilasi) untuk mendapatkan minyak atsiri dari
rimpang jahe emprit dan untuk mengetahui kandungan minyak atsiri jahe emprit
dilakukan uji secara GC-MS untuk menentukan identitas setiap senyawa yang
dihasilkan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri jahe
gajah, merah dan emprit secara berturut-turut adalah 2%, 2,5% dan 2,5%. Jumlah
senyawa minyak atsiri ketiga secara berturut-turut adalah 18,18 dan 14 senyawa antara
lain α-pinen, kamfen, eukaliptol, borneol, sitral, benzene, 2,6-oktadiena, karyofilen dan farnesen.
Minyak atsiri sangat penting sebagai sumber rasa dan obat. Minyak atsiri
digunakan untuk memberi rasa dan aroma makanan, minuman, parfum dan kosmetik.
Sifat toksik alami minyak atsiri berguna dalam pengobatan dan minyak atsiri telah
lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, misalnya sebagai senyawa
antimikroba. Salah satu tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat dalam
pemakaian obat-obatan secara tradisional adalah rimpang jahe emprit (Zingiber
officinale Rosc.). Rimpang jahe emprit mengandung minyak atsiri yang banyak dipakai dalam bidang industri dan obat-obatan. Pemilihan rimpang jahe emprit sebagai
bahan penelitian didasarkan pada kemudahan untuk memperolehnya serta kandungan
minyak atsirinya yang cukup tinggi (Setyawan,2002).
Senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan tumbuhan suku Zingiberaceae
umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan
kehidupan manusia (Wulandari, 2006).
Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk mengetahui kandungan minyak
atsiri dari rimpang jahe emprit dari spesies Zingiber officinale Rosc. dan uji aktivitas
antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella
1.2. Permasalahan
1. Apakah komponen kimia minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang jahe
emprit (Zingiber officinale Rosc.)
2. Apakah minyak atsiri rimpang jahe emprit( Zingiber officinale Rosc.) dapat
bersifat sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp
1.3. Pembatasan Masalah
1. Penentuan komponen minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale
Rosc.) yang dilakukan secara GC-MS dan FT-IR
2. Minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) bersifat sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan,
Shigella sp, dan Salmonella sp
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui komponen kimia minyak atsiri yang terkandung di dalam
rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) dengan analisis GC-MS dan
FT-IR
2. Untuk menguji aktivitas antibakteri dari minyak atsiri rimpang jahe emprit
(Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komponen
kimia minyak atsiri serta memberikan informasi tentang sifat antibakteri dari rimpang
jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian untuk destilasi stahl dilakukan di laboratorium Kimia Organik
FMIPA USU Medan, penelitian untuk uji aktivitas antibakteri dilakukan di
laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan dan analisis GC-MS dan FT-IR
dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta.
1.7. Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen. Rimpang jahe emprit (Zingiber
officinale Rosc.) yang diperoleh dari Pematang Raya Kabupaten Simalungun berumur ± 8 bulan dihaluskan dan diisolasi melalui proses destilasi dengan alat stahl kemudian
minyak yang diperoleh dianalisa komponen kimianya menggunakan alat GC-MS dan
analisa FT-IR serta dilakukan uji sifat antibakteri dari rimpang jahe emprit (Zingiber
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.) 2.1.1 Deskripsi Tanaman
Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe (Zingiber officinale) termasuk dalam:
Divisi : Pteridophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : monocotyledoneae
Ordo : scitamineae
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale
Morfologi dari tanaman jahe adalah :
a. Akar
Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh
tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Oleh karenanya tujuan
penanaman jahe selalu untuk memperoleh rimpangnya. Rimpang jahe memiliki aroma
khas, bila dipotong berwarna putih, kuning, atau jingga. Sementara bagian luarnya
kuning kotor, atau bila telah tua menjadi agak coklat keabuan.
b. Batang
Batang tanaman merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Bagian luar
batang agak licin dan sedikit mengkilap berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi
titik-titik berwarna putih. Batang ini biasanya basah dan banyak mengandung air,
c. Daun
Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput-rumputan besar.
Pada bagian atas, daun lebar dan ujung agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau
tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu halus.
Panjang daun sekitar 5 - 25 cm dengan lebar 0,8 - 2,5 cm.
d. Bunga
Bunga jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu, dengan panjang 5 -
7 cm dan bergaris tengah 2 - 2,5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai bulir yang
keluar dari akar rimpang dengan panjang 15 – 25 cm. tangkai bulir dikelilingi daun
pelindung yang berbentuk bulat lonjong, berujung runcing, dengan tepi berwarna
merah, ungu atau hijau kekuningan.
Syarat tumbuh tanaman jahe untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari
budidaya tanaman tersebut, diantaranya adalah pertama, ketinggian tempat; tanaman
jahe sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai wilayah pegunungan, dari
ketinggian 0 – 1.500 m dari permukaan laut. Kedua, Curah hujan dan kelembapan;
tanaman jahe membutuhkan curah hujan yang tinggi, yaitu 2.500 – 3.000 mm per
tahun. Berkaitan dengan curah hujan yang relatif tinggi tersebut tanaman jahe
membutuhkan kelembapan yang tinggi untuk pertumbuhan yang optimal sekitar 80%.
Ketiga, Jenis tanah; ditanam dijenis tanah apapun jahe bisa tumbuh. Namun, untuk
mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini menghendaki tanah yang subur, gembur
dan berdranaise yang baik. Keempat; agar pertumbuhan optimal, jahe memerlukan
tempat terbuka yang mendapat sinar matahari sepanjang hari, dari pagi sampai sore
hari ( http//dhina.host22.com/page8.html).
Jahe (Zingiber officinale) mempunyai beberapa varietas. Varietas yang banyak
ditanam ada tiga macam, yaitu jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah.
a. Jahe Gajah
Varietas yang banyak ditanam masyarakat adalah jahe putih besar atau umum dikenal
dengan jahe gajah/badak. Sesuai dengan namanya, jenis ini memiliki penampilan
ukuran rimpang yang memang lebih besar disbanding jenis jahe yang lainnya,
berbuku-buku. Bagian dalam rimpang apabila diiris/dipotong/dipatahkan akan terlihat berwarna
putih kekuningan. Tinggi rimpang dapat mencapai 6 – 12 cm dengan panjang antara
15 – 35 cm, dan diameter berkisar 8,47 – 8,50 cm. Dari rimpang jahe besar ini
terkandung minyak atsiri antara 0,82 – 1,66%, kadar pati 55,10%, kadar serat 6,89%,
dan kadar abu 6,6 – 7,5%.
b. Jahe Emprit
Jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe emprit memiliki rimpang dengan bobot
berkisar 0,5 – 0,7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe emprit, kecil-kecil dan
berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat
mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 – 30 cm, dan diameter antara 3,27 – 4,05
cm. Kandungan dalam rimpang jahe emprit antara lain minyak atsiri 1,5 – 3,5%, kadar
pati 54,70%, kadar serat 6,59%, dan kadar abu 7,39 – 8,90%.
c. Jahe Merah
Jahe merah atau jahe suntil memiliki rimpang dengan bobot antara 0,5 – 0,7 kg per
rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya
berwarna jingga muda sampai merah. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm dan
tingginya antara 5,26 – 10,40 cm. Panjang rimpang mencapai 12,50 cm. Kandungan
dalam rimpang jahe merah antara lain minyak atsiri 2,58 – 3,90%, kadar pati 44,99%,
dan kadar abu 7,46% (Syukur, 2001).
2.2 Kandungan Kimia
Kandungan rimpang jahe terdiri dari 2 komponen, yakni :
1. Komponen volatile, sebagian besar terdiri dari derivate seskuiterpen (>50%) dan
monoterpen. Komponen inilah yang ada dalam aroma jahe, dengan konsentrasi
yang cendrung konstan yakni 1–3%. Derivate seskuiterpen yang terkandung
diantaranya zingiberene (20-30%), ar-curcumene (6-19%), β-sesquiphelandrene
(7-12%) dan β-bisabolene (5-12%). Sedangkan derivate monoterpen yang
terkandung diantaranya α-pinene, bornyl asetat, borneol, camphene, ρ-cymene,
2. Komponen nonvolatile terdiri dari oleorosin (4,0-7,5%). Ketika rimpang jahe
diekstraksi dengan pelarut, maka akan didapatkan elemen pedas seperti gingerol,
elemen non pedas, serta minyak essensial lainnya.Senyawa lain yang lebih pedas
namun memiliki konsentrasi yang lebih kecil ialah shogaol. Gingerol dan shogaol
telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe. Elemen lainnya
yang juga ditemukan ialah gingediol, gingediasetat, gingerdion, dan gingerenon
(Widiyanti, 2009).
2.3 Minyak Atsiri
Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan
biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik
mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester,
aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia
yang persentasenya sangat tinggi. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya
komponen yang persentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu komponen
yang persentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma
minyak atsiri tersebut (Agusta, 2000).
Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau
minyak terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam
Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian
tanaman,akar, kulit, batang, daun, buah,biji maupun bunga dengan cara penyulingan
dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri juga mempunyai rasa getir, berbau
wangi sesuai tanaman penghasilnya, dan umumnya larut dalam pelarut organik dan
tidak larut dalam air.
Minyak atsiri sangat penting sebagai sumber rasa dan obat. Minyak atsiri
digunakan untuk memberi rasa dan aroma makanan, minuman, parfum dan kosmetik.
lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, misalnya sebagai senyawa anti
mikroba (Setyawan, 2002).
2.3.1 Minyak Atsiri Jahe
Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak
menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak
atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak menguap
yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit.
Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan
jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin.
Kandungan minyak setiap bagian bagian rimpang jahe berbeda. Kandungan terbanyak
di bagian bawah jaringan epidermis. Semakin ke tengah kandungannya semakin
sedikit. Selain itu, umur jahe mempengaruhi kandungan minyaknya. Kandungan
minyak meningkat terus sampai mencapai umur optimum (12 bulan). Lewat usia itu
kandungan minyaknya semakin sedikit. Sedangkan bau khas jahe semakin tua
semakin menyengat.
Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe.
Minyak atsiri itu sendiri terdapat pada rimpang jahe segar, jahe kering, atau oleoresin.
Jahe kering mengandung minyak atsiri sebanyak 1-3 %. Sedangkan jahe segar
kandungan minyak atsirinya lebih banyak daripada jahe kering, apalagi kalau tidak
dikuliti sama sekali. Komponen utama minyak jahe adalah zingiberen dan zingiberol.
Zingiberen adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe ( Paimin, 1991).
H3C
CH3 CH3 CH3
H
Bagian organ yang disuling sangat menentukan kadar minyak atsiri.
Pengamatan anatomi pada helai daun, pelepah daun, batang semu, akar dan rimpang
anggota-anggota Zingiberaceae, menunjukkan bahwa jumlah sel penyimpanan minyak
atsiri pada rimpang jauh lebih banyak dibandingkna organ lain, sehingga diperkirakan
mengandung lebih banyak minyak atsiri. Musim pemanenan sangat mempengaruhi
kadar minyak atsiri, kelembaban tanah, banyaknya sinar matahari, serta stres
lingkungan akibat kekurangan air dapat menaikkan konsentrasi senyawa kimia
berkerangka karbon, termasuk terpenoid. Selain itu, metode isolasi juga sangat
mempengaruhi kadar minyak atsiri beserta komposisi dan dan kadar senyawa-senyawa
penyusunnya. Di samping itu suhu tinggi selama destilasi akan mengubah komposisi
kimia minyak atsiri dan menghasilkan senyawa baru yang secara alami tidak
disintesis. Untuk menghindari kerusakan minyak atsiri diberi perlakuan untuk
memisahkan benda-benda asing berupa logam, harus dibebaskan dari air dan
dijernihkan,kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar dan
terlindungi dari cahaya. Minyak atsiri tersebut harus dijernihkan dan dibebaskan dari
air, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
kerusakan minyak atsiri. Minyak dalam jumlah kecil dapat didehidrasi dengan
menambahkan natrium sulfat anhidrus, disusul dengan pengocokan, kemudian
didiamkan dan selanjutnya disaring (Guenter, 2006).
Di dalam dunia perdagangan, minyak jahe dikenal dengan nama ginger oil.
Menurut EOA, patokan mutu ginger oil sebagai berikut :
- Warna dan penampilan : cairan berwarna kuning muda sampai kuning
- Berat jenis pada 25oC : 0,871 – 0,882
- Putaran optik : (-28) – (-45)o
- Indeks refraksi, 20oC : 1.4880 – 1.4940
- Bilangan penyabunan : tidak lebih dari 20
- Kelarutan dalam alkohol : larut dengan kekeruhan
2.4 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi
Destilasi dapat didefenisikan sebagai cara penguapan dari suatu zat dengan
perantara uap air dan proses pengembunan berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Destilasi merupakan metode yang paling berfungsi untuk memisahkan dua zat yang
berbeda, tetapi tergantung beberapa faktor, termasuk juga perbedaan tekanan uap air
(berkaitan dengan perbedaan titik didihnya) dari komponen-komponen tersebut.
Destilasi melepaskan uap air pada sebuah zat yang tercampur yang kaya dengan
komponen yang mudah menguap daripada zat tersebut ( Pasto, 1992).
Beberapa jenis bahan tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih
dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang
terdapat di dalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjer minyak dapat
terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya yaitu agar rendemen minyak menjadi lebih
tinggi dan waktu penyulingan lebih singkat (Lutony, 1994).
Minyak atsiri, minyak mudah menguap, atau minyak terbang merupakan
campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi
maupun titik didih yang beragam. Penyulingan dapat didefenisikan sebagai proses
pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau
lebih berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut.
Proses penyulingan sangat penting diketahui oleh para penghasil minyak atsiri.
Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur,
hingga membentuk dua fase atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahan
minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering disebut
hidrodestilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran bahwa penyulingan dapat dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak atsiri dengan air.
Dalam pengertian industri minyak atsiri dibedakan tiga tipe hidrodestilasi, yaitu:
1.Penyulingan Air
Bila cara ini digunakan maka bahan yang akan disuling berhubungan langsung
dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan mengapung di atas air
atau terendam seluruhnya, tergantung pada berat jenis dan kuantitas bahan yang akan
diperoses. Air dapat dididihkan dengan api secara langsung. Penyulingan air ini tidak
ubahnya bahan tanaman direbus secara langsung.
2.Penyulingan uap dan air
Bahan tanaman yang akan diperoses secara penyulingan uap dan air
ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang
yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan diisi air
sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan. Bahan tanaman yang akan disuling hanya
terkena uap, dan tidak terkena air yang mendidih.
3.Penyulingan uap
Uap yang digunakan lazim memilliki tekanan yang lebih besar daripada
tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil penguapan air yang berasal dari suatu
pembangkit uap air. Uap air yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam alat
penyulingan. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang menyolok pada ketiga alat
penyulingan tersebut. Namun demikian pemilihan tergantung pada cara yang
digunakan, karena reaksi tertentu dapat terjadi selama penyulingan (Sastrohamidjojo,
2004).
2.5 Analisa Komponen Kimia Minyak atsiri dengan GC - MS 2.5.1 Kromatografi Gas
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase
adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi
sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi
(tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003).
Dalam teknik kromatografi, semua pemisahan tergantung pada gerakan relatif
dari masing-masing komponen di antara kedua fase tesebut. Senyawa atau komponen
yang tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat
daripada komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan antara komponen
yang satu dengan yang lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorbsi, partisi,
kelarutan atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-perbedaaan ini cukup
besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna (Yazid,2005).
Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk
analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium.
Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik anlitik dalam pemisahan
komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa
sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari
kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah.
Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan indentitas atau struktur untuk setiap
puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem
tidak bagus (Mcnair, 2009).
2.5.1.1 Gas Pembawa
Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar),
nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2). Keuntungannya adalah
karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering
yang dikemas dalam tangki tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung pada
detektor yang dipakai. Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara
lain harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom),
2.5.1.2 Sistem Injeksi
Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien.
Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :
a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan
diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% masuk menju kolom.
b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua
sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom
karena katup pemecah ditutup; dan
d. Injeksi langsung ke kolom (on colum injection), yang mana ujung semprit
dimasukkan langsung ke dalam kolom.
Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa
yang mudah menguap, karena kalau penyuntikkannya melalui lubang suntik,
dikawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi
(Rohman, 2009)
2.5.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada
kromatografi gas (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama
ditentukan oleh pemilihan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, baja tahan karet,
aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung, atau gulungan
spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).
2.5.1.4 Fase Diam
Fase diam disapukan pada permukaan dalam medium, seperti tanah diatome
dalam kolom atau dilapiskan pada dinding kapiler. Berdasarkan bentuk fisiknya, fase
Berdasarkan sifatnya fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar,
sedikit polar, setengah polar (semi polar), dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak
atsiri yang non polar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya
digunakan kolom dalam fase diam yang bersifat sedikit polar. Jika dalam analisis
minyak atsiri digunakan kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan
menjadi lebar (lebih tajam) dan sebagai puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu
juga dengan garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan
kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama
sekali (Agusta, 2000).
2.5.1.5 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis
kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah
pengaturan suhu injektor dan kolom. Kondisi analisis yang cocok sangat bergantung
pada komponen minyak atsiri yang akan dianalisis. (Agusta, 2000).
2.5.1.6 Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah
sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik.
Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase
gerak (Rohman, 2009).
2.5.2. Spektrometri Massa
Pemboman molekul oleh sebuah arus elektron pada energi mendekati 70
elektron volt dapat menghasilkan banyak perubahan pada struktur molekul. Salah satu
proses yang terjadi yang disebabkan oleh pemboman dengan elektron adalah
Ion berenergi tinggi ini serta hasil fragmentasinya merupakan dasar bagi cara analisis
spektrometri massa (Pine, 1988).
Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer
massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron
Impact ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000).
Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan massa suatu molekul
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi
Tinggi (High Resolution Mass Spectra)
3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola frakmentasinya
Ketika uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer massa, maka
zat ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini mempunyai energi
yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga akan memberikan
ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul cendrung tidak
stabil dan terpecah menjadi frakmen-frakmen yang lebih kecil. Frakmen-frakmen ini
yang akan menghasilkan diagram batang (Dachriyanus,2004).
Spektrometer mampu menganalisis cuplikan yang jumlahnya sangat kecil dan
menghasilkan data yang berguna mengenai struktur dan indentitas senyawa organik.
Jika efluen dari kromatofrafi gas diarahkan ke spektrometer massa, maka informasi
mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram dapat diperoleh.
Karena laju aliran yang rendah dan ukuran cuplikan yang kecil, cara ini paling mudah
diterapkan pada kolom kromatografi gas kapiler. Cuplikan disuntikkan ke dalam
kromatografi gas dan terkromatografi sehingga semua komponenya terpisah.
Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu tertentu atau pada
maksimum atau tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom. Kemudian data
disimpan di dalam komputer, dan daripadanya dapat diperoleh hasil kromatogram
disertai integrasi semua puncak. Disamping itu, kita dapat memperoleh spektrum
senyawa yang pernah diketahui dan sebagai sumber informasi struktur dan bobot
molekul senyawa baru (Gritter, 1991).
Peningkatan penggunaan GC-MS banyak digunakan yang dihubungkan
dengan komputer dimana dapat merekam dan menyimpan data dari sebuah analisis
akan berkembang pada pemisah yang lebih efesien. Karena komputer dapat diprogram
untuk mencari spektra library yang langka, membuat indentifikasi dan menunjukkan
analisis dari campuran gas tersebut (Willett, 1987).
2.6. Spektroskopi Inframerah
Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada
pelbagai panjang gelombang absorpsi masing-masing gugus fungsi disebut
Spektroskopi inframerah. Suatu spektrum inframerah ialah suatu grafik dari panjang gelombang atau frekuensi, yang secara berkesinambungan berubah sepanjang suatu
daerah sempit dari spektrum elektromagnetik, versus transmisi-persen (%T) atau
absorbansi (A) (Fessenden, 1986). Spektroskopi inframerah digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga analisis kuantitatif.
Spektrum inframerah memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak
minimumnya (Khopkar, 2003). Indentifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh
berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell,
2005).
Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum
elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro.
Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang daripada 100 cm-1 diserap oleh sebuah
molekul organik dan diubah menjadi energi utaran molekul. Penyerapan ini tercatu
dan dengan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri
(Silverstein, 1981).
Spektrum inframerah dapat diperoleh dari gas, cairan atau padatan. Spektrum
gas atau cairan yang mudah menguap dapat diperoleh dengan memuaikan cuplikan
nisibi sejumlah besar senyawa tidak mempunyai tekanan uap cukup tinggi agar
menghasilkan spektrum yang dapat dimanfaatkan (Silverstein, 1981).
2.7. Bakteri
Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang
berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam
bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau
menimbulkan panyakit yang ditularkan melalui makanan (Buckle, 2007). Sel bakteri
secara keseluruhan atau bagian dari sel memungkinkan untuk dicat dengan berbagai
cat atau warna. Cat yang umum dipakai adalah cat Gram. Kemampuannya untuk
mengikat cat tergantung atas spesies bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
(Gaman,1992).
2.7.1 Bakteri Gram Positif
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metal
unggu sewaktu pewarnaan gram dan lebih tahan terhadap ketahanan terhadap
perlakuan fisik daripada bakteri gram negatif.
2.7.1.1 Streptococcus mutan
Spesies Streptococcus berbentuk bulat yang dapat dijumpai secara tunggal,
berpasangan atau berbentuk rantai. Bakteri ini termasuk bakteri gram positif.
(Tortora,2001).Bakteri ini berperan nyata dalam produksi susu dan sayur-sayuran
(Buckle, 2007). Pengamatan bahwa kerusakan gigi salah satunya disebabkan oleh
Streptococcus mutan. Glukan melekat erat pada permukaan gigi dan pada bakteri, yang membawa streptococcus berhubungan sangat erat dengan email gigi (Volk dan
2.7.2.2 Staphylococcus aureus
Spesies Staphylococcus khususnya berbentuk seperti tandan anggur. Dimana
sesuai namanya aureus memiliki pigmen koloni berwarna kuning. Kelompok ini
bersifat anaerob fakultatif. Beberapa karakteristik dari staphylococcus ini memiliki
banyak bentuk. Mereka dapat tumbuh pada kondisi di bawah tekanan osmosis atau
daerah lembab. Bakteri ini juga dapat tumbuh pada makanan di atas tekanan osmosis
seperti pada daging. Staphylococcus aureus bersifat sebagai toksin bahwa kontribusi
bakteri patogen ini dapat menyerang tubuh dan merusak memberan (Tortora, 2001).
Pada waktu pertumbuhan, organism ini mampu memproduksi suatu enterotoksin yang
cukup berbahanya yang menyebabkan terjadinya peristiwa keracunan makanan
(Buckle, 2007).
2.7.2 Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna
metil unggu pada metode pewarnaan gram. Ketahanan bakteri ini terhadap perlakuan
fisik kurang tahan.
2.7.2.1 Salmonella sp
Salmonella merupakan salah satu genus dari Enetrobacteriaceae, berbentuk
batang gram negatif, anaerob fakultatif dan aerogenik. Bakteri dari genus Salmonella
merupakan bakeri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu
antara 5 - 47oC, dengan suhu optimum 35 - 37oC. Beberapa sel tetap dapat hidup
selama penyimpanan beku. Di samping itu,salmonella dapat tumbuh pada pH 4,1 - 9,0
dengan pH optimum 6,5 - 7,5. Nilai pH minimum bervariasi bergantung kepada
serotipe, suhu inkubasi, komposisi media dan jumlah sel. Pada pH di bawah 4,0 dan di
atas 9,0 salmonella akan mati secara perlahan.
Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak
selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari makanan
dari hasil olahannya,ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu
dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi,1999).
2.7.2.2 Shigella
Shigella merupakan suatu bakteri patogen yang dapat menyebabkan gejala
penyakit shigellosis atau sering disebut disentri. Shigella adalah suatu bakteri dari
familia Enterobacteriacea, bersifat gram negatif bentuk batang. Shigella dapat tumbuh
pada suhu 37oC. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan tahan terhadap konsentrasi
garam 5 - 6% (Supardi,1999).
Usaha menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan
dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan pangan dan
memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan (kemasan) makanan,
pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang telah
memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat-alat
Alat stahl
GC-MS Shimadzu
Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) Shimadzu
Belender
Gelas ukur 100 ml Pyrex
Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex
Gelas ukur 100 ml Pyrex
Labu destilasi 1000 ml Pyrex
Pipet serologi Pyrex
Pipet tetes
Cawan petri
Bunsen
Tabung reaksi Pyrex
Kertas cakram Oxoid
3.2 Bahan-bahan
Jahe Emprit
Na2SO4 anhidrus p.a. Merck
Etanol absolut p.a. Merck
Alkohol 70%
Aquadest
Nutrien Agar (NA) p.a. Oxoid
Mueller Hinton Agar (MHA) p.a. Oxoid
Larutan Standar Mcfarland
3.3.1.1 Penyediaan Rimpang Jahe Emprit
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang jahe emprit (Zingiber
officinale Rosc.) yang diperoleh dari Pematang Raya Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. Jahe diambil dari tumbuhan yang berumur ± 8 bulan. Rimpang jahe
emprit dibersihkan dan diperkecil ukurannya dengan cara diblender.
3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit dengan Alat Destilasi Stahl
Sebanyak 255 gram rimpang jahe emprit dihaluskan dengan cara dibelender dan
dimasukkan ke dalam labu destilasi 1000 ml ditambahkan air sampai kira-kira ± ¾ isi
labu, dipasang pada alat penyuling stahl, dan dididihkan selama ± 4-5 jam hingga
minyak atsiri menguap sempurna. Destilat yang diperoleh merupakan campuran
minyak dengan air yang selanjutnya dipisahkan dengan corong pisah. Kemudian
ditambah sedikit Na2SO4 anhidrus pada botol vial untuk memastikan minyak atsiri
minyak yang diperoleh dianalisa kandungan kimianya menggunakan alat GC-MS dan
analisis FT-IR dan dilakukan uji aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 1%, 2%, 3% dan 4% v/v dalam etanol absolut.
3.3.3 Analisis Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit dengan GC-MS dan Analisis FT-IR
Analisis ini dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta,
menggunakan GC-MS dengan jenis pengion EI (Elektron Impack), kolom Rastek
RXi-5MS, panjang 30 meter, suhu kolom 60oC, dan gas pembawa Helium dan
dilakukan anlisis spektrofotometri inframerah.
3.3.4 Pengenceran Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit
Minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) diencerkan dengan
pelarut etanol absolut dengan masing-masing konsentrasi 1%, 2%, 3% dan 4% v/v.
3.3.5 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit 3.3.5.1 Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Subkultur Bakteri
Dimasukkan 5,6 g media NA ke dalam gelas erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 ml
aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam
autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit. Kemudian dibagi ke dalam empat cawan
petri, dibiarkan media memadat. Digoreskan bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp yang berasal dari isolat secara aseptik kedalam media yang sudah memadat. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37°C.
3.3.5.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)
Dimasukkan 7,6 g media MHA ke dalam gelas erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 ml
aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan lalu disterilkan di dalam
3.3.5.3 Suspensi Bakteri
Dimasukkan 10 ml aquadest yang telah disterilkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan
Salmonella sp yang sudah disubkultur ke dalam aquadest dengan menggunakan jarum ose yang sudah steril. Dimasukkan bakteri hingga kekeruhan aquadest sama dengan
kekeruhan standar mcfarland.
3.3.5.4 Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit
Dimasukkan 0,1 ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus ke dalam media MHA
yang sebelumnya telah dibiarkan memadat didalam cawan petri lalu diratakan dengan
menggunakan hockey stick dan dibiarkan sesaat. Dimasukkan kertas cakram yang
telah dibasahi oleh minyak atsiri rimpang jahe emprit yang telah diencerkan dengan
etanol absolut dengan masing-masing konsentrasi kedalam cawan petri yang telah
berisi bakteri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah itu diukur zona
bening yang ada di sekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong.
Dilakukan perlakuan yang sama untuk suspensi dari bakteri Streptococus mutan,
3.4Bagan Penelitian
3.4.1 Isolasi Minyak Atsiri dari Rimpang Jahe Emprit
255 g rimpang jahe emprit yang telah dihaluskan
Dimasukkan ke dalam labu destilasi
Ditambahkan airsampai + 3/4 labu destilasi
Didestilasi dengan alat stahl selama 4-5 jam
Residu Destilat
Dimasukkan ke dalam corong pisah
Lapisan bawah Lapisan atas
Ditambahkan Na2SO4 anhidrous
Disaring
Residu Minyak atsiri rimpang jahe emprit
Uji aktivitas antibakteri Analisa GC-MS
Analisa FT-IR Ditentukan kadar
3.4.2 Subkultur Bakteri
Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Streptococcus mutan, Shigella sp dan
Salmonella sp.
5,6 g media NA (Nutrient Agar)
Dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 250 ml
Dilarutkan dalam 200 ml aquadest sambil diaduk dan dipanaskan
Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC
Media NA (Nutrient Agar) steril
Dituangkan ke dalam cawan petri steril
Dibiarkan memadat
Digoreskan bakteri Staphylococcus aureus secara aseptik ke dalam media NA yang telah memadat
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC
3.4.3 Uji Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit
7,6 g media MHA (Meuller Hilton Agar)
Dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml
Dilarutkan dengan 200 ml aquadest sambil dipanaskan dan diaduk Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC
10 ml aquadest steril
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang steril
Dimasukkan bakteri Staphylococcus aureus yang sudah disubkultur dengan menggunakan jarumose
Disamakan kekeruhanya dengan standar Mcfarland
Suspensi Bakteri
Dimasukkan 0,1 ml suspensi bakteri ke dalam media MHA
Media MHA ( Meuller Hilton Agar) steril
Dituang ke dalam cawan petri yang steril
Dibiarkan memadat
Disebarkan dengan menggunakan hockey stick
Dimasukkan kertas cakram yang ditetesi dengan minyak atsiri rimpang jahe emprit dengan penambahan pelarut etanol absolut dengan konsentrasi masing-masing 1%, 2%, 3%, dan 4% v/v di atas permukaan media yang berisi bakteri
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC
Diukur zona bening antibakteri disekitar cakram dengan jangka sorong
Hasil
Dilakukan perlakuan yang sama untuk pembuatan suspensi bakteri Streptococcus mutan, Shigella sp dan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Minyak Atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl
Dari hasil destilasi rimpang jahe emprit sebanyak 255 g diperoleh 1,7 ml
(0,66 v/b) minyak atsiri berwarna kuning pucat.
4.1.2 Hasil Analisis dengan GC – MS
Minyak atsiri yang diperoleh secara hidrodestilasi dianalisis dengan Gas
Chromatography – Mass Spectroscopy (GC –MS). Data kromatogram GC dari
rimpang jahe emprit hasil hidrodestilasi adalah sebanyak 42 puncak dengan data
kromatogram MS sebanyak 9 senyawa yang dianalisis berdasarkan persentase yang
terbesar yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.1. Kadar Komponen-komponen Kimia Penyusun Minyak Atsiri
Puncak Fragmen Senyawa
4.1.3 Hasil Analisis dengan FT-IR
Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit
Hasil analisis spektrofotometri inframerah (FT-IR) dari minyak atsiri jahe
emprit menghasilkan pita-pita serapan pada bilangan gelombang (cm-1) sebagai
berikut :
1. Pada bilangan gelombang 3402,43 cm-1 puncak melebar menunjukkan adanya
vibrasi ulur –OH
2. Pada bilangan gelombang 2924,09-2870,08 cm-1 puncak kuat menunjukkan
adanya vibrasi ikatan C-H
3. Pada bilangan gelombang 1720,5-1604,17 cm-1 puncak sedang menunjukkan
adanya vibrasi ikatan rangkap C=C
4. Pada bilangan gelombang 1450,47-1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan
adanya vibrasi ikatan CH3
5. Pada bilangan gelombang 1720,50 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya
vibrasi ikatan rangkap C=O
6. Pada bilangan gelombang 1234, 44 – 1033,85 cm-1 puncak sedang
4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak atsiri rimpang jahe emprit diencerkan dengan etanol absolut (95%) dengan
variasi konsentrasi 1%, 2%, 3% dan 4% v/v. Sifat antibakteri minyak atsiri rimpang
jahe emprit menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri patogen
yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp.
(a) Staphylococcus aureus (b) Streptococcus mutan
(c) Shigella sp (d) Salmonella sp
Gambar 4.3. Zona hambat dari minyak atsiri rimpang jahe emprit 1%, 2%, 3%
dan 4 % v/v dalam etanol absolut terhadap kultur bakteri (a) Staphylococcus
aureus, (b) Streptococcus mutan, (c) Shigella sp dan (d) Salmonella sp
Hasil pengujian minyak atsiri rimpang jahe emprit terhadap pertumbuhan
bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan Strptococcus mutan serta
pertumbuhan bakteri gram negatif Shigella sp dan Salmonella sp setelah inkubasi 1 x
Tabel 4.2. Hasil pengukuran diameter zona hambat beberapa kultur bakteri
oleh minyak atsiri rimpang jahe emprit
Bakteri uji Konsentrasi minyak atsiri rimpang jahe (% v/v) dengan pelarut etanol
4.2.1 Minyak Atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh penentuan kadar minyak
atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) sebanyak 0,66% v/b dan minyak
atsiri berwarna kuning pucat. Kecilnya kadar minyak atsiri jahe emprit yang diperoleh
kemungkinan disebabkan karena rimpang jahe emprit yang diperoleh dari Pematang
Raya masih berumur ± 8 bulan. Kadar minyak atsiri tumbuhan dipengaruhi oleh
tingkat kematangan atau umur panen, bagian organ yang disuling, musim pemanenan,
tanah dan iklim tempat pemanenan, varietas atau spesies yang ditanam, serta faktor
lingkungan lainnya (Setyawan, 2002).
4.2.2 Analisis Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit
1. Puncak dengan RT 6,975 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C10H16 data spektrum menunjukkan ion molekul 136. Dengan membandingkan
data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library, yang lebih mendekati
Gambar 4.4. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 6,974 menit
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 136 yang merupakan
berat molekul camphene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan
pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus fungsi
alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dan
pada bilangan gelombang 2924,09 – 2870,08 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya
vibrasi ikatan C-H.
Me
Me
CH2
+.
(C10H16)+
m/z 136
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 121 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari
(C10H16)+
Me
CH2
+
(C9H13)+
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 93 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C9H13)+
CH2
+
(C7H9)+
m/z 93
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil lepasnya C4H4 dari (C7H9)+
(CH2=CH-CH2)+
(C3H5)+
m/z 41
2. Puncak dengan RT 8,008 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C8H14O. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 126. Dengan
membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan spektrum pada library yang
lebih mendekati adalah 5-Hepten-2-one,6-metyl sebanyak 2,39%.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 126 yang merupakan
berat molekul 5-Hepten-2-one,6-metyl. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu
puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan
gugus fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan
rangkap C=C dan pada bilangan gelombang 1720,50 cm-1 menunjukkan gugus fungsi
keton dengan adanya vibrasi ikatan C=O.
o +.
(C8H14O)+
m/z 126
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 108 sebagai hasil terlepasnya H2O dari (C8H14O)+
+
C
.
(C8H12)+
m/z 108
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 69 sebagai hasil terlepasnya C3H3 dari (C8H12)+
+
CH2
(C5H9)+
m/z 69
Selanjutnya diikuti fragmen 5m/z 43 sebagai hasil terlepasnya C2H2 dari (C5H9)+
(CH3CHCH3)+
(C3H7)+
m/z 43
3. Puncak dengan RT 9,057 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library
yang mendekati adalah 1,8-Cineole sebanyak 5,27%.
Gambar 4.6. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 9,057 menit
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 154 yang merupakan
berat molekul 1,8-Cineole. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak
serapan pada daerah bilangan gelombang 1234,44 – 1033,85 cm-1 puncak sedang
menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-O dan bilangan gelombang 1450,47-1033,85
cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan CH3.
o
Me Me
Me +.
(C10H18O)+
m/z 154
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 139 sebaga hasil terlepasnya radikal CH3 dari
(C10H18O)+
o
Me Me
(C9H15O)+
m/z 139
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 125 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C9H15O)+
o
Me Me
+
(C8H13O)+
m/z 125
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 108 sebagai hasil terlepasnya OH dari (C8H13O)+
+
Me Me
(C8H12)+
m/z 108
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 43 sebagai hasil terlepasnya C5H5 dari (C8H12)+
(CH3CHCH3)+
(C3H7)+
m/z 43
4. Puncak dengan RT 13,105 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C10H20O. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 156. Dengan
membandingkan data spektrum yang lebih mendekat yang diperoleh dengan data
Gambar 4.7.Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 13,105 menit
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 156 yang merupakan
berat molekul 6-Okten-1-ol3,7-dimethyl. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu
puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan
gugus alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C
dan daerah bilangan gelombang 3402,43 cm-1 menunjukkan gugus fungsi alkohol
dengan puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH.
+
OH
.
(C10H20O)+
m/z 156
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 138 sebagai hasil terlepasnya H2O dari (C10H20O)+
+.
(C10H18)+
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 123 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari
(C10H18)+
+
(C9H15)+
m/z 123
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C6H10 dari (C9H15)+
(CH2=C-CH3)+
( C3H5)+
m/z 41
5. Puncak dengan RT 14,142 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C11H22O. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 170. Dengan
membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library
yang lebih mendekati adalah 2-Undecanone sebanyak 2,09%.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 170 yang merupakan
berat molekul 2-Undecanone. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak
serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,50 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
ikatan rangkap C=O menunjukkan gugus fungsi keton dan bilangan gelombang
1450,47-1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan CH3.
+
O .
(C11H22O)+
m/z 170
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 155 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari
(C11H20O)+
O
+
(C10H19O)+
m/z 155
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 127 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C10H19O)+
+
O
(C8H15O)+
m/z 127
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 58 sebagai hasil terlepasnya C5H9 dari (C8H15O)+
CH3-C-CH3
O
(C3H6O)+
6. Puncak dengan RT 17,067 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C15H22. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 202. Dengan
membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library
yang lebih mendekati adalah Benzene,1-(1,5-dimetyl-4-hexenyl sebanyak 11,81%.
Gambar 4.9. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,067 menit
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 202 yang merupakan
berat molekul Benzene,1-(1,5-dimetyl-4-hexenyl. Data ini didukung oleh analisis
FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1
puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dan daerah bilangan
gelombang 2924,09 – 2870,08 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ikatan
C-H.
H3C
C-CH2-CH2-CH=C CH3
CH3 CH3
H
+.
(C15H22)+
m/z 202
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 187 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari
H3C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 145 sebagai hasil terlepasnya C3H6 dari (C14H19)+
H3C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 119 sebagai hasil terlepasnya C2H2 dari (C11H13)+
H3C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C6H6 dari (C9H11)+
(CH2=CHCH2)+
(C3H5)+
m/z 41
7. Puncak dengan RT 17,271 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C15H24. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 204. Dengan
membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library
Gambar 4.10. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,271 menit
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 204 yang merupakan
berat molekul Zingiberene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak
serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus
fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap
C=C.
H3C
C-CH2-CH2-CH=C CH3
CH3 CH3
H
+.
(C15H24)+
m/z 204
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 189 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari
H3C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 147 sebagai hasil terlepasnya C3H6 dari (C14H21)+
H3C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 93 sebagai hasil terlepasnya C4H6 dari (C11H15)+
H3C
+
(C7H9)+
m/z 93
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C6H6 dari (C7H9)+
(CH2=CHCH2)+
(C3H5)+
m/z 41
8. Puncak dengan RT 17,369 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C15H24. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 204. Dengan
yang lebih mendekati adalah Alpha-Farnesene sebanyak 12,96%.
Gambar 4.11. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,369 menit
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 204 yang merupakan
berat molekul Alpha-Farnesene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak
serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus
fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap
C=C.
+.
(C15H24)+
m/z 204
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 161 sebagai hasil terlepasnya C3H7 dari (C15H24)+
+ CH
CH
(C12H17)+
m/z 161
+
(C10H13)+
m/z 133
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 119 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C10H13)+
+
(C9H11)+
m/z 119
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 93 sebagai hasil terlepasnya C2H2 dari (C9H11)+
+
(C7H9)+
m/z 93
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C4H9 dari (C7H9)+
(CH2=CH-CH2)+
(C3H5)+
m/z 41
9. Puncak dengan RT 17,658 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul
C15H24. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 204. Dengan
yang lebih mendekati adalah Beta-Sesquiphellandrene sebanyak 10,96%.
Gambar 4.12. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,658 menit
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 204 yang merupakan
berat molekul Beta-Sesquiphellandrene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu
puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan
gugus fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan
rangkap C=C dan daerah bilangan gelombang 1450,47 – 1033,85 cm-1 puncak sedang
menunjukkan adanya vibrasi tekuk ikatan CH3.
H2C
C-CH2-CH2-CH=C CH3
CH3
CH3
H
+.
(C15H24)+
m/z 204
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 189 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari
H2C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 161 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C14H21)+
H2C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 147 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C12H17)+
H2C
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 133 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C11H15)+
H2C
CH2
+
(C6H11)+
m/z 69
Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C6H11)+
(CH2=CH-CH2)+
(C3H5)+
m/z 41
4.2.3 Uji Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa minyak atsiri jahe emprit pada konsentrasin1 %
telah dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutan, Salmonella sp, dan Shigella sp. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang jahe emprit aktif menghambat pertumbuhan koloni bakteri
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp. Pada konsentrasi 1% pertumbuhan koloni bakteri mulai dapat dihambat dengan luas daerah
hambat yang berbeda. Hal ini disebabkan karena struktur dinding sel bakteri yang
dicegah dan merusak dinding sel yang menyebabkan tekanan osmotik dalam sel lebih
tinggi daripada lingkungan luar sel sehingga sel akan mengalami lisis. Komponen
senyawa pada jahe emprit mengandung gugus polar –OH seperti Citronellol dan
hidrokarbon teroksigenasi seperti 1,8-Cieole dan 2-Undecanone yang bersifat sebagai
antibakteri. Kepolaran senyawa inilah yang mengakibatkan senyawa lebih mudah
menembus dinding sel bakteri (Yanotama, 2009). Minyak atsiri yang aktif pada
umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol
berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein dengan ikatan yang lemah
dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan