• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyediaan Dan Karakterisasi Kitosan Glutaraldehide Sebagai Adsorben Untuk Menentukan Kadar Ion Logam CU Dengan SSA (Spektrofotometri Serapan Atom)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyediaan Dan Karakterisasi Kitosan Glutaraldehide Sebagai Adsorben Untuk Menentukan Kadar Ion Logam CU Dengan SSA (Spektrofotometri Serapan Atom)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEDIAAN DAN KARAKTERISASI

KITOSAN GLUTARALDEHIDA SEBAGAI ADSORBEN UNTUK

MENENTUKAN KADAR ION LOGAM CU DENGAN SSA

(SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM)

SKRIPSI

INDAH LESTARI RAHMAN

100822046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENYEDIAAN DAN KARAKTERISASI

KITOSAN GLUTARALDEHIDA SEBAGAI ADSORBEN UNTUK

MENENTUKAN KADAR ION LOGAM CU DENGAN SSA

(SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

INDAH LESTARI RAHMAN

100822046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENYEDIAAN DAN KARAKTERISASI KITOSAN GLUTARALDEHIDE SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENENTUKAN KADAR ION LOGAM CU DENGAN SSA (SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM) Kategori : SKRIPSI

Nama : INDAH LESTARI RAHMAN Nomor Induk Mahasiswa : 100822046

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Juli 2012

Komisi pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill NIP. 195504051983031002 NIP. 195308171983031002

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENYEDIAAN DAN KARAKTERISASI KITOSAN GLUTARALDEHIDE SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENENTUKAN KADAR ION LOGAM

CU DENGAN SSA (SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, segala puji bagi ALLAH Tuhan Semesta Alam yang dengan curahan

cinta-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk

meraih gelar Sarjana Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara. Serta shalawat dan salam saya sampaikan pada Rasulullah,

Muhammad SAW, sosok yang sangat saya idolakan, semoga kelak mendapat syafaat

Beliau. Amin.

Selanjutnya saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih tulus kepada

Ayahanda tersayang Abdurrahman Ayun,SH,S.Pd, yang dengan doa dan tetes peluhnya,

mengorbankan banyak hal untuk membesarkan dan mendidik saya dengan penuh cinta,

juga kepada Ibunda tersayang Dra. Anizar yang dengan doa tiada henti dan cintanya telah

mengajarkan banyak hal untuk kehidupan saya sampai detik ini, juga kepada Abangda

tersayang Aulia Hazairin Rahman, S.Pd serta kedua adinda tercinta Habib Muhazirin

Mahfudz Umri Rahman dan Nusa Intan Tata Rahmani, dan untuk seluruh keluarga yang

telah memberikan banyak dukungannya kepada saya, saya ucapkan terima kasih banyak.

Selesainya Skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai

pihak. Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill selaku pembimbing I dan Prof. Dr. Zul

Alfian M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan

pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Prof. Dr. Harlem Marpaung dan Ibu Juliati Tarigan, M.Si selaku Dosen Penguji

yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat membantu dalam

menyempurnakan skripsi ini.

3. Dr. Rumondang Bulan. MS dan Dr. Darwin Yunus, MS selaku Ketua dan

(6)

4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya dan pengetahuan selama

masa studi saya di FMIPA USU.

5. Kepala, staf dan seluruh asisten Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium

Penelitian FMIPA USU Medan yang telah memberikan segala fasilitas terbaik

selama saya melakukan penelitian terutama untuk Bang Man, terima kasih atas

masukan, bantuan dan kerjasamanya.

6. Teman seperjuangan saya : Ratri Karmilaningtyas dan teman-teman yang selalu

ada memberi dukungan dalam segala aktivitas : Julia Wansiska, Sari Wulan,

Ardiansyahputra Hasibuan, Jefri Aldi, Widayan Sucinta, Lisma Sari, kak Wati

serta teman-teman yang tergabung dalam Ekstensi Kimia 2010 yang telah

memberikan semangat dan motivasi kepada saya.

7. Keluarga Besar Yaspend Abdi negara Binjai : Ibu Heppiani Dahlia, SE, M.Si

selaku Ketua Yayasan dan Keluarga Besar SMA Abdi Negara Binjai : Ibu Nila

Hevy Zulianty, Ibu Susi Rahayu, dan rekan-rekan guru lainnya yang selalu

memberikan semangat kepada saya.

8. Keluarga Besar SMP Negeri 6 Binjai : Ibu Eka Mutia Khairuma, M.Psi selaku

Kepala Sekolah dan semua rekan-rekan guru SMP Negeri 6 Binjai, terima kasih

untuk semangat dan dukungan yang telah diberikan.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan

saya baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, saya mengharapkan

kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2012

(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk menganalisis kadar ion tembaga menggunakan ikat silang Kitosan glutaraldehida sebagai adsorben. Kitosan bead dibuat dari kitosan yang telah ditambahkan dengan asam asetat encer dan menjadi gel dengan penambahan NaOH. Kitosan bead ditambahkan dengan larutan Glutaraldehida 2,5% dan direndam dengan aseton kemudian dikeringkan sehingga diperoleh ikat silang kitosan glutaraldehida. Sebanyak 2 gram ikat silang kitosan glutaraldehida dimasukkan kedalam beaker glass lalu ditambahkan dengan 20 mL larutan standar tembaga (Cu2+) 0,2 gr/mL, diaduk selama 10 menit dan dibiarkan. Kemudian lapisan bagian atas diambil dan diuji dengan Spektrofotometer Serapan atom. Hasil penyerapan ion logam Cu2+ yang diperoleh adalah sebesar 73%.

(8)

THE PREPARATION AND CHARACTERISTIC OF CHITOSAN GLUTARALDEHYDE AS ADSORBENT TO MEASURED THE LEVELS OF

CUPRUM METAL IONS WITH ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY (AAS) METHODE

ABSTRACT

There was an experiment to analyzed the levels of Cuprum metal ions (Cu2+) with cross-linked of chitosan glutaraldehyde as adsorbent. Chitosan bead has prepared from chitosan that was dissolved with watery acetic acid and coagulated with sodium hydroxide. Chitosan bead was added with 2,5% glutaraldehyde solution and aseton, then dry it to get Cross-linked of chitosan glutaraldehyde. Put 2 gram of chitosan glutaraldehyde into beakerglass and put on 20 mL of metal solution (Cu2+) 0,2 mg/L, then stirred by 10 minutes and leat it. Then take the top of layer and measured by Atomic Absorption Spectrophotometry. The result of cuprum metal ions (Cu2+) absorption was 73%.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Identifikasi Masalah 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitan 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1. Kitosan 5

2.1.1. Struktur Kitosan 6

2.1.2. Sifat-sifat Kimia dan Biologi kitosan 7 2.1.3. Kelarutan Kitosan 8

2.2. Glutaraldehide 8

2.2.1. Struktur Glutaraldehide 9

2.3. Logam Tembaga (Cu) 9

2.3.1. Logam 9

2.3.2. Tembaga (Cu) 10

2.3.3. Efek toksik Tembaga 11

2.4. Adsorbsi 11

2.4.1. Pengertian Adsorbsi 11

2.4.2. Adsorben 13

(10)

Bab 3 Metodologi Penelitian 18

3.1. Bahan 18

3.2. Alat 18

3.3. Prosedur Penelitian 19

3.3.1. Pembuatan Larutan Asetat 5% 19 3.3.2. Pembuatan Larutan NaOH 2M 19 3.3.3. Pembuatan larutan Glutaraldehide 2,5% 19 3.3.4. Pembuatan Larutan standar Ion Cu 19 3.3.5. Pembuatan Kitosan Bead 20 3.3.6. Pembuatan Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehide 20 3.3.7. Kitosan Glutaraldehide sebagai Adsorben ion logam Cu 21 Dengan variasi berat 2 g

3.4. Bagan Penelitian 21

3.4.1. Pembuatan Kitosan Bead/manik 21 3.4.2. Pembuatan Ikat silang Kitosan dengan Glutaraldehide 22 3.4.3. Pembuatan Larutan Seri Standar logam tembaga 23

0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L

3.4.4. Kitosan Glutaraldehide sebagai adsorben ion logam Cu 24

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 25

4.1. Hasil Penelitian 25

4.1.1. Ion Tembaga (Cu2+) 25 4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi Dengan Metode 26

Least Square

4.1.1.2. Koefisien Korelasi 28 4.1.2. Ikat silang Kitosan Glutaraldehide dengan 28

Ion tembag (Cu2+)

4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi Dengan Metode 29 Least Square

4.1.2.2. Koefisien Korelasi 30 4.1.2.3. Persentase (% penurunan konsentrasi logam tembaga 31 4.1.3. Mekanisme reaksi ikatan silang antara Kitosan dengan 33

Glutaraldehide

4.2. Pembahasan 34

Bab 5 Kesimpulan Dan Saran 35

5.1. Kesimpulan 35

5.2. Saran 35

Daftar Pustaka 36

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Kondisi Alat SSA Merek Shimadzu Tipe AA-6300 Pada Pengukuran 25 Konsentrasi ion Tembaga (Cu2+)

Tabel 4.2. Data Absorbansi Larutan Standar Ion Tembaga (Cu2+) 25 Tabel 4.3. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi 26

Ion Tembaga (Cu2+) berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Ion Tembaga (Cu2+)

Tabel 4.4. Data Absorbansi Larutan Standar Ion Tembaga (Cu2+) 28 Dengan ikat silang Kitosan Glutaraldehide

Tabel 4.5. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi 29 Ion Tembaga (Cu2+) berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Ion Tembaga (Cu2+) dan ikat silang Kitosan Glutaraldehide Tabel 4.6. Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam tembaga dalam 31

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin 1 Gambar 1.2. Struktur Glutaraldehida 3 Gambar 2.1. Struktur kitosan 6 Gambar 2.2. Struktur Glutaraldehide 9 Gambar 2.3. Komponen-Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 14 Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Ion Tembaga (Cu2+) 26 Gambar 4.2. Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Logam tembaga dalam 32

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk menganalisis kadar ion tembaga menggunakan ikat silang Kitosan glutaraldehida sebagai adsorben. Kitosan bead dibuat dari kitosan yang telah ditambahkan dengan asam asetat encer dan menjadi gel dengan penambahan NaOH. Kitosan bead ditambahkan dengan larutan Glutaraldehida 2,5% dan direndam dengan aseton kemudian dikeringkan sehingga diperoleh ikat silang kitosan glutaraldehida. Sebanyak 2 gram ikat silang kitosan glutaraldehida dimasukkan kedalam beaker glass lalu ditambahkan dengan 20 mL larutan standar tembaga (Cu2+) 0,2 gr/mL, diaduk selama 10 menit dan dibiarkan. Kemudian lapisan bagian atas diambil dan diuji dengan Spektrofotometer Serapan atom. Hasil penyerapan ion logam Cu2+ yang diperoleh adalah sebesar 73%.

(15)

THE PREPARATION AND CHARACTERISTIC OF CHITOSAN GLUTARALDEHYDE AS ADSORBENT TO MEASURED THE LEVELS OF

CUPRUM METAL IONS WITH ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY (AAS) METHODE

ABSTRACT

There was an experiment to analyzed the levels of Cuprum metal ions (Cu2+) with cross-linked of chitosan glutaraldehyde as adsorbent. Chitosan bead has prepared from chitosan that was dissolved with watery acetic acid and coagulated with sodium hydroxide. Chitosan bead was added with 2,5% glutaraldehyde solution and aseton, then dry it to get Cross-linked of chitosan glutaraldehyde. Put 2 gram of chitosan glutaraldehyde into beakerglass and put on 20 mL of metal solution (Cu2+) 0,2 mg/L, then stirred by 10 minutes and leat it. Then take the top of layer and measured by Atomic Absorption Spectrophotometry. The result of cuprum metal ions (Cu2+) absorption was 73%.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Udang merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang mulai di lirik oleh

pasar dunia. Selama ini sebagaimana yang diketahui, limbah udang di Indonesia hanya

digunakan untuk pakan ternak, hidrolisat protein, silase, bahan baku terasi, petis dan

kerupuk udang. Sementara itu, limbah udang di negara-negara maju seperti jepang dan

Amerika Serikat telah diisolasi kitinnya. Kitin dalam kulit udang sebesar 15-20% dan

dapat diisolasi melalui proses deproteinase yang diikuti dengan demineralisasi. Kitin juga

dapat diubah menjadi kitosan setelah lebih dari gugus asetil (CH3CO-)-nya dihilangkan.

(17)

Ternyata penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan kelarutannya, sehingga

kitosan lebih banyak digunakan dari pada kitin, antara lain di industri kertas, pangan,

farmasi, fotografi, kosmetika, fungisida,dan tekstil sebagai pengemulsi, koagulan,

pengkelat serta pengental emulsi (Batchelor, 2004). Selain itu kitosan juga bersifat

nontoksik, biokompatibel, dan biodegradabel sehingga aman digunakan.

Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer tetapi tidak larut

dalm basa kuat dan H2SO4. Dalam kondisi asam berair, gugus amino kitosan akan

menangkap H dari lingkungannya, sehingga gugus amino-nya terprotonisasi menjadi –

NH3. Gugus –NH3 inilah yang menyebabkan kitosan bertindak sebagai garam, sehingga

dapat larut dalam air. Selain itu muatan positif –NH3 dapat digunakan dimanfaatkan

untuk adsorpsi (penyerapan) zat warna anionik (bermuatan negatif). Sementara adsorpsi

zat warna kationik dan kation logam memanfaatkan keberadaan pasangan elektron bebas

pada gugus –OH dan NH2. Oleh karena itu sebaiknya proses penyerapan dilakukan dalam

lingkungan yang tidak asam agar gugus –NH2 tidak terprotonasi. Pasangan elektron pada

gugus –OH dan NH2 akan berperan sebagai ligan (basa lewis, donor pasangan elektron)

yang dapat berinteraksi dengan zat warna kationik atau kation logam melalui mekanisme

pembentukan ikatan kovalen koordinasi (komplek). Karena jumlah gugus –NH2 kitosan

lebih banyak dibandingkan dengan kitin, kemampuan adsorpsi kitosan lebih tinggi

daripada kitin.

Sebagai adsorben, kitosan dapat digunakan secara langsung dalam bentuk

serpihan. Namun telah banyak penelitian yang menggunakan kitosan dalam bentuk

butiran, hidrogel, dan membran/film. Banyak peneliti juga telah memodifikasi struktur

kitosan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi, kekuatan mekanik dan kestabilannya.

Sebagai contohnya, taut silang antar rantai kitosan dengan menggunakan glutaraldehida

atau tripolifosfat. (Pope, 2004)

Kitosan dapat disintesis menjadi kitosan bead yang tidak larut dalam asam

sehingga dapat dimanfaatkan lebih luas. Adanya asam lemah encer dalam matriks kitosan

(18)

kitosan. Afinitas yang dimiliki kitosan bead menyebabkan meningkatnya kemampuan

kitosan bead dalam mengadsorpsi logam berat. Kemampuan adsorpsi kitosan bead dapat

ditingkatkan dengan mengikat silangkan kitosan bead dengan glutaraldehide. (Thate,

2004)

Glutaraldehide adalah suatu senyawa organik dengan Rumus Molekul C5H8O2 /

CH2(CH2CHO)2, dengan Massa molar 100.12 g mol−1 dan densitasnya adalah 1.06 g/mL.

Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi, baik

tunggal maupun dalam bentuk kombinasi.

Gambar 1.2. Struktur Glutarakdehide

Dilihat dari strukturnya, glutaraldehida mempunyai 2 gugus aldehida yang reaktif.

Gugus aldehide tersebut sangat reaktif terhadap gugus amina pada kitosan sehingga

apabila direaksikan, gugus aldehida akan berikatan kovalen dengan gugus amina dan

membentuk jembatan yang menghubungkan polimer kitosan yang satu dengan yang

lainnnya. Dengan penambahan agen crosslinking ini dipercaya dapat meningkatkan

kekuatan mekanik membran.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana karakteristik

Kitosan Glutaraldehida, dan bagaimanakah kemampuan Kitosan Glutaraldehida sebagai

(19)

1.2.Identifikasi Masalah

Bagaimanakah karakteristik Kitosan Glutaraldehida sebagai adsorben untuk menentukan

kadar ion logam Cu.

1.3.Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi oleh :

- Sampel yang digunakan adalah kitosan yang berasal dari limbah kulit udang yang

diperoleh dari pabrik pengolahan udang daerah pantai Belawan

- Perbandingan antara kitosan dengan Glutaraldehide adalah 1 : 1,5

- Analisis Kitosan Glutaraldehide sebagai adsorben dalam logam Cu dilakukan

dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

1.4.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui karakteristik Kitosan Glutaraldehida sebagai adsorben terhadap ion

logam Cu.

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini memberikan suatu informasi ilmiah

bahwa Kitosan Glutaraldehide dapat bertindak sebagai adsorben dalam menentukan kadar

(20)

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat percobaan laboratorium yaitu melihat karakterisasi kitosan

glutaraldehide sebagai adsorben terhadap penentuan kadar ion logam Cu yang dilakukan

dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Analisis spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) dilakukan di

Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

Universitas Gajah Mada, dan Analisis Spektrofotometer Serapan Atom dilakukan di Pusat

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah perikanan,

seperti kulit. udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara 65-70 persen.

Sumber bahan baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur, cumi, gurita,

serangga, laba - laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin antara 5-45 persen. Kitosan

merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk

lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk

deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa natrium bidroksida atau proses

enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase. Serat ini bersifat tidak dicerna dan

tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi lemak

hingga 4-5 kali beratnya (Rismana, 2006).

Kitosan adalah senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa

organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari

kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp,

Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur Selain dari kerangka

hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trakea, dinding usus

dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu

udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut.

Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Hawab,

(22)

Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami

kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga, krustasea,

dan fungi (Sanford and Hutchings, 1987). Diperkirakan lebih dari 109-1.010 ton kitosan

diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat berpotensi

menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja

berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil. Kitosan tersebut

masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Data statistik

menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan sekitar

56.200 ton limbah. Pasar dunia untuk produk turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer

kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai $ 60.000/ton.

Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan

berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan serangga. Kitosan dan kitin termasuk

senyawa kelompok polisakarida. Senyawa – senyawa lain yang termasuk kelompok

polisakarida yang sudah tidak asing bagi kita adalah pati dan sellulosa. Polisakarida –

polisakarida ini berbeda dalam jenis monosakarida penyusunnya dan cara monosakarida –

monosakarida berikatan membentuk polisakarida (Rismana, 2006).

2.1.1. Struktur Kitosan

Kitosan adalah jenis polimer rantai yang tidak linier yang mempunyai rumus umum (C

-6H11O4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa, dimana strukturnya

dapat dilihat sebagai berikut :

(23)

2.1.2. Sifat – Sifat Kimia dan biologi Kitosan

Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti sellulosa, dekstran, pektin,

asam alginat, agar, karangenan bersifat netral atau asam di alam, sedangkan kitosan

merupakan polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000).

Menurut Rismana (2006) sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat besar

yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan antara lain :

• Merupakan polimer poliamin berbentuk linear.

• Mempunyai gugus amino aktif.

• Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.

Sifat biologi kitosan antara lain:

• Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba

(biodegradable).

• Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.

• Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.

• Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat

tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi

spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat.

(Rismana, 2006)

Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari

6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut dalam asam asetat

dam asam formiat encer. Adanya dua gugus hidroksil pada kitin sedangkan kitosan

dengan 1 gugus amino dan 2 gugus hidroksil merupakan target dalam modifikasi kimiawi

(24)

Sifat kation kitosan adalah linier polielektrolit, bermuatan positif, flokulan yang

sangat baik, pengkelat ion – ion logam. Sifat biologi kitosan adalah non toksik, polimer

alami, sedangkan sifat kimia seperti linier poliamin, gugus amino dan gugus hidroksil

yang reaktif. Aplikasi kitosan dalam berbagai bidang tergantung sifat – sifat kationik,

biologi dan kimianya (Sandford dan Hutchings, 1987).

2.1.3. Kelarutan Kitosan

Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan senyawa

yang sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 dan tidak larut dalam H2SO4. Kitosan

tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik. Disamping itu

kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.

Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri

terapan dan industri kesehatan. Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga

tidak larut dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya

sejumlah asam, maka dapat larut dalam air-metanol, air-etanol, air-aseton, dan campuran

lainnya. Kitosan larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam

20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan

kitosan, asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan

dan asam sitrat juga dapat melarutkan kitosan pada sebagian kecil setelah beberapa waktu

akan terbentuk endapan putih yang menyerupai jelly. ( Widodo. A, 2005 )

2.2. Glutaraldehide

Glutaraldehide adalah suatu senyawa organik dengan Rumus Molekul C5H8O2 /

CH2(CH2CHO)2, dengan Massa molar 100.12 g mol−1 dan densitasnya adalah 1.06 g/mL.

Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi, baik

(25)

Aldehid merupakan desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk

mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian

diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid

yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai

masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2%

efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati

dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru akan mati setelah 10 jam.

2.2.1. Struktur Glutaraldehide

Gambar 2.2. Struktur Glutarakdehide

Dilihat dari strukturnya, glutaraldehida mempunyai 2 gugus aldehida yang reaktif.

Gugus aldehide tersebut sangat reaktif terhadap gugus amina pada kitosan sehingga

apabila direaksikan, gugus aldehida akan berikatan kovalen dengan gugus amina dan

membentuk jembatan yang menghubungkan polimer kitosan yang satu dengan yang

lainnnya. Dengan penambahan agen crosslinking ini dipercaya dapat meningkatkan

kekuatan mekanik membran.

2.3. Logam Tembaga (Cu)

2.3.1. Logam

Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup. Hal ini

(26)

berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena logam

tersebut mempuyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Disamping hal tersebut, beberapa

logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup (Darmono,1995).

Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia,

tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta

besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim

sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen,

tetratogen, atau karsinogen bagi manusia maupun hewan (Widowati, W. 2008).

2.3.2. Tembaga (Cu)

Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa dan liat. Ia melebur pada

suhu 10380C. Karena potensial elektroda standarnya positif, (+0,34 V untuk pasangan

Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya

oksigen ia dapat larut sedikit. Asam Nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah

melarutkan tembaga. (Widowati, 2008)

Tembaga yang tidak berikatan dengan protein merupakan zat racun.

Mengkonsumsi sejumlah kecil tembaga yang tidak berikatan dengan protein dapat

menyebabkan mual dan muntah.

Makanan atau minuman yang diasamkan, yang bersentuhan dengan pembuluh,

selang atau katup tembaga dalam waktu yang lama, dapat tercemar oleh sejumlah kecil

tembaga. Jika sejumlah besar garam tembaga, yang tidak terikat dalam protein, secara

tidak sengaja tertelan atau jika pembebatan larutan garam tembaga digunakan untuk

mengobati daerah kulit yang terbakar luas, sejumlah tembaga bisa terserap dan merusak

ginjal, menghambat pembentuklan air kemih dan menyebabkan anemia karena pecahnya

sel-sel darah merah (hemolisis). Keracunan tembaga dapat diobati dengan penisilamin

(27)

Kekurangan tembaga jarang terjadi pada orang sehat. Ini sering terjadi pada

bayi-bayi prematur atau bayi-bayi-bayi-bayi yang sedang dalam masa penyembuhan dari malnutrisi yang

berat.Orang-orang yang menerima makanan secara intravena (parenteral) dalam waktu

lama juga memiliki resiko menderita kekurangan tembaga.

2.3.3. Efek Toksik Tembaga

Unsur Tembaga (Cu) bisa ditemukan pada berbagai jenis makanan, air dan udara

sehingga manusia bisa terpapar Tembaga(Cu) melalui jalur makanan, minuman dan saat

bernafas. Tembaga (Cu) merupakan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah kecil. Apabila

jumlah Tembaga (Cu) telah melampaui batas aman, akan muncul toksisitas. Manusia

biasanya terpapar Tembaga (Cu) dari tanah, debu, makanan, serta minuman yang

tercemar Tembaga(Cu) yang berasal dari pipa bocor pada penambangan Tembaga (Cu)

atau industri yang menghasilkan limbah tembaga (Cu). Kira-kira 75%-99% total intake

Tembaga (Cu) berasal dari makanan dan minuman. Setiap hari manusia bisa terpapar

Tembaga (Cu) yang antara lain berasal dari peralatan dapur ataupun koin.

Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setelah

beberapa tahun. Logam berat bersifat akumulatif didalam tubuh organisme dan

konsentrasi mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dalam rantai makanan.

Biomagnifikasi berhubungan langsung dengan manusi yang menempati posisi top level

dalam rantai makanan karena konsentrasi logam berat yang dikandung dalam makanan

manusia telah mengalami peningkatan mulai dari komponen tingkat dasar (produsen).

Keracunan kronis Tembaga (Cu) dapat mengurangi umur, menimbulkan berbagai

(28)

2.4. Adsorbsi

2.4.1. Pengertian Adsorbsi

Peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain disebut adsorbsi. Zat yang

terserap disebut fase terserap sedangkan zat yang diserap disebut adsorben. Kecuali zat

padat, adsorben dapat pula berupa zat cair. Karena itu adsorbsi dapat terjadi antara: zat

padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat cair, atau gas dan zat cair.

Proses adsorbsi ini disebabkan oleh gaya tarik molekul permukaan adsorben.

Adsorbsi berbeda dengan absorbsi, karena pada absorbsi zat yang diserap masuk kedalam

absorbens.

Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorbsi sangat sesuai untuk

memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung

bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Adsorbsi digunakan dalam pengolahan air buangan

industri, terutama untuk mengurangi komponen-komponen organik misalnya warna,

fenol, detergen, zat-zat toksik dan zat-zat organik yang sukar diuraikan (

non-biodeyadable). (Mc. Cabe dkk., 1999)

Kecepatan adsorbsi tidak hanya tergantung pada perbedaan konsentrasi dan pada

luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, tekanan (untuk gas), ukuran partikel

dan porositas adsorben. Juga tergantung pada ukuran molekul bahan yang akan diadsorbsi

dan pada viskositas campur yang akan dipisahkan (cairan, gas). Pemilihan proses adsorbsi

yang akan digunakan untuk pemisahan disesuaikan dengan kondisi agregasi campuran

yang akan dipisahkan (padat, cair, gas), konsentrasi bahan yang akan dipisahkan,

adsorben yang paling cocok, metode regenerasi yang diperlukan maupun pertimbangan

ekonominya.

Proses adsorbsi meliputi tiga tahap mekanisme yaitu :

- Pergerakan molekul adsorbat menuju permukaan adsorben

(29)

- Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk

ikatan, yang berlangsung sangat cepat (Metcalf and Eddy, 1979).

2.4.2. Adsorben

Adsorben (untuk adsorbsi fisik) adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang

sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada

padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam orde 200 - 1000 m2/g adsorben.

Diameter pori sebesar 0,0003 – 0,002 µm.

Disamping luas spesifik dan diameter pori, maka kerapatan unggun, distribusi

ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan data karakterisitik yang penting dari

suatu adsorben. Tergantung pada tujuan penggunaannya, adsorben dapat berupa granulat

(dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adsorbsi campuran

cair) (Mc.Cabe dkk.,1999)

2.5. Spektrofotometri Serapan Atom

2.5.1. Definisi Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur

yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penyerapan cahaya pada panjang

gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar.

2.5.2. Prinsip dan Dasar Teori

Jika cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada nyala yang mengandung

(30)

penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom dalam keadaan dasar yang

berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan

menggunakan SSA (Walsh,A., 1955).

2.5.3. Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Komponen penting yang membentuk spektrofotometer serapan atom dapat diperlihatkan

secara skematis pada gambar berikut:

Gambar 2.3. Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom

(Day, R.A.Jr.,Underwood A.L. 1988).

1. Sumber Tenaga

Suatu sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom dari unsur yang

ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis tajam yang

mempunyai setengah lebar yang sama dengan garis serapan yang dibutuhkan oleh

atom-atom dalam contoh. Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga

(hallow chatode lamp) (Bassett dkk, 1994).

2. Nyala dan Sistem Pembakar- Pengabut

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi

bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk spektroskopi nyala suatu

Tabung katoda cekung

Pemotong

berputar Nyala M onokrom ator D etektor

Penguat arus

searah Pencatat

Sum ber tenaga

B ahan

(31)

persyaratan yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan

temperature lebih dari 2000oK. Untuk memenuhi persyaratan ini digunakan suatu gas

pembakar bersama-sama dengan suatu gas pengoksidasi / oksidator, seperti udara ataupun

gas dinitrogen oksida (N2O) (Haswell,S.J, 1991). Tujuan sistem pembakar – pengabut

adalah untuk mengubah larutan uji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Fungsi

pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan

dikabutkan ditarik kedalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara yang ditiupkan

melalui ujung kapiler, diperlukan aliran gas bertekanan tinggi untuk menghasilkan

aerosol yang halus (Basset dkk, 1994).

3. Monokromator

Dalam spektroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis

resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi. (

Braun, R.D, 1982).

4. Detektor

Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengunggah intensitas radiasi

yang datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum dipakai

sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT = Photo Multiplier Tube

Detector). (Mulja, 1997).

5. Pencatat

Pencatat merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau

berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi

(32)

2.5.4. Optimasi peralatan Spektrofotometri Serapan Atom

Pada peralatan optimasi Spektrofotometri Serapan Atom agar memberikan wacana dan

sejauh mana sensitivitas dan batas deteksi alat terhadap sampel yang akan dianalisis,

optimasi pada peralatan SSA meliputi:

• Pemilihan persen (%) pada transmisi

• Lebar celah (slith width)

• Kedudukan lampu terhadap focus slit

• Kemampuan arus lampu Hallow Cathode

• Kedudukan panjang gelombang (λ)

• Set monokromator untuk memberikan sinyal maksimum

• Pemilihan nyala udara tekanan asetilen

• Kedudukan burner agar memberikan absorbansi maksimum

• Kedudukan atas kecepatan udara tekan

• Kedudukan atas kecepatan asetilen

2.5.5. Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

Yang dimaksud dengan gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih

kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel.

(33)

1. Gangguan yang berasal dari sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya

sampel yang mencapai nyala. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran

bahan bakar / gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut meliputi viskositas, tegangan

permukaan, berat jenis, dan tekanan uap. Gangguan yang lain adalah pengendapan

unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih

sedikit dari konsentrasi yang seharusnya terdapat dalam sampel.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah / banyaknya atom yag terjadi

didalam nyala. Meliputi disosiasi senyawa yang tidak sempurna dan ionisasi

atom-atom dalam nyala. Disosiasi tidak sempurna disebabkan oleh terbentuknya

senyawa yang bersifat refraktorik ( sukar diuraikan didalam nyala api ), misal

oksida garam-garam fosfat, silikat, aluminat dari logam alkali tanah. Ionisasi ion

dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi tinggi. Jika

suhu yang digunakan terlalu tinggi maka akan mengganggu pengukuran

absorbansi karena spektrum atom tersebut mengalami ionisasi yang tidak sama

dengan spektrum atom dalam keadaan netral.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang

dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi dalam

nyala. Hal ini juga dapat terjadi karena suhu atomisasi terlalu tinggi, penambahan

senyawa penyangga, dan pengektraksian unsur yang akan dianalisis

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik ( non atomic absorption )

Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang

bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan tersebut terjadi

karena penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada didalam nyala

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan

- Kitosan dari Kulit Udang

- NaOH p.a. (E. Merck)

- Asam Asetat p.a. (E. Merck)

- Glutaraldehide p.a. (E. Merck)

- Aseton p.a. (E. Merck)

- Aquadest

3.2. Alat

- Beaker Glass Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- Gelas Ukur Pyrex

- Neraca analitik (presisi ± 0,0001 g) Mettler

- pH meter Walklab

- Labu takar Pyrex

- Pipet volumetri Pyrex

- Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-6300

- Fourier Transform Infra Red (FTIR) Shimadzu

(35)

- Inkubator

- Spatula

- Corong

- Alu dan Lumpang

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Asetat 5 % (v/v)

Sebanyak 5 mL larutan Asetat glasial dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan

dengan 100 mL akuades. Lalu diaduk sampai homogen, sehingga diperoleh larutan asetat

5%.

3.3.2. Pembuatan larutan NaOH 2 M

Sebanyak 40 g NaOH pelet dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan 500 mL

akuades. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan NaOH 2 M.

3.3.3. Pembuatan larutan Glutaraldehide 2,5%

Sebanyak 10 mL Glutaraldehide dipipet kedalam labu takar 100 mL. Ditambahkan

dengan akuades hingga garis tanda. Lalu dihomogenkan sehingga diperoleh larutan

(36)

3.3.4. Pembuatan larutan standar Cu

a. Pembuatan larutan standar Cu 100 mg/L

Dipipet 5 mL larutan induk Cu 1000 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar

50 mL, diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda, dikocok hingga

homogen.

b. Pembuatan larutan standar Cu 10 mg/L

Dipipet 5 mL larutan standar Cu 100 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar

50 mL, diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda, dikocok hingga

homogen.

c. Pembuatan larutan seri standar Cu 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/L

Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL larutan standar Cu

10 mg/L dan masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, diencerkan

dengan aquadest hingga garis tanda, dikocok hingga homogen.

3.3.5. Pembuatan Kitosan Bead (Basuki, 2009)

- Kitosan kulit udang ditimbang sebanyak 15 g

- dimasukkan kedalam beaker glass

- dimasukkan Asam asetat 5% dengan perbandingan 1:40 kemudian diaduk

- disemprotkan dengan NaOH 2 M hingga berbentuk gel

- dikeringkan

3.3.6. Pembuatan Ikat silang kitosan dengan Glutaraldehide (Basuki, 2009)

- Kitosan bead yang telah kering dimasukkan dalam beaker glass

- dimasukkan glutaraldehide 2,5% dengan rasio 1,5 mL tiap gram kitosan bead

(37)

- hasil pengeringan dicuci dengan aquadest

- residu yang diperoleh direndam dengan aseton

- dikeringkan

- Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan Uji SSA dan Uji FTIR

3.3.7. Kitosan Glutaraldehide sebagai Adsorben ion logam Cu dengan variasi

berat 2 g (Basuki,2009)

- 2 g kitosan glutaraldehide dimasukkan kedalam beaker glass

- ditambahkan larutan seri standar Cu 0,2 mg/L dengan volume 20 mL

- distirer selama 10 menit kemudian disaring

- Filtrat yang dihasilkan akan dianalisa dengan Spektrofotometri Serapan

Atom pada λ = 324,7 nm

-Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Cu 0,4; 0,6; 0,8; dan

1,0 mg/L.

3.4 Bagan penelitian

3.4.1. Pembuatan Kitosan Bead / Manik (Basuki, 2009)

Dilarutkan dalam asam asetat 5% (b/v) dengan rasio 1:40

Disemprotkan dalam NaOH 2 M

dikeringkan

Hasil Gel Kitosan

(38)

3.4.2. Pembuatan Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehide (Basuki, 2009)

Dimasukkan dalam Larutan Glutaraldehide 2,5% dengan

Rasio 1,5 mL tiap gram Kitosan Bead

dikeringkan

Dicuci dengan aquadest

Dimasukkan dalam aseton

dikeringkan

Hasil

Hasil Kitosan Bead

(39)

3.4.3. Pembuatan larutan Standar Logam Tembaga 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/L

Dipipet sebanyak 5 mL larutan induk Cu

Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda

Dikocok hingga homogen

Dipipet sebanyak 5 mL larutan standar Cu

Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda

Dikocok hingga homogen

Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL dan 5 mL

larutan standar Cu

Dimasukkan masing-masing kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda

Dikocok hingga homogen

Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Serapan

Atom pada λspesifik 324,7 nm

Larutan Induk Tembaga 1000 mg/L

Larutan Standar Tembaga 100 mg/L

Larutan Standar Tembaga 10 mg/L

Larutan Seri Standar Logam Tembaga 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/L

(40)

3.4.4. Kitosan Glutaraldehide sebagai Adsorben Ion logam Cu (Basuki,2009)

Dimasukkan dalam beaker glass

Ditambahkan larutan sampel Cu dengan

volume 20 mL

dilakukan perendaman dan distirer dalam

waktu 10 menit

disaring

dibuat pH 2

Kitosan Glutaraldehide variasi 2 g

Residu Filtrat

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Ion Tembaga (Cu 2+)

Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi ion

Tembaga (Cu2+) dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada pengukuran

konsentrasi ion Tembaga (Cu 2+)

No Parameter Ion Tembaga (Cu2+)

Panjang gelombang

Tipe nyala

Kecepatan aliran gas pembakar

Kecepatan aliran Udara

(42)

Tabel 4.2. Data absorbansi larutan standar ion Tembaga (Cu2+)

Gambar 4.1. Kurva kalibrasi larutan standar ion Tembaga (Cu2+)

No Absorbansi rata-rata

(43)

4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar ion Tembaga (Cu2+) pada tabel 4.2.

diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier.

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode least

square dengan data pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Penurunan persamaan garis regresi untuk penentuan konsentrasi ion

Tembaga (Cu2+) berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar

ion Tembaga (Cu2+)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

(44)

dimana :

a = slope

b = intercept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square

sebagai berikut :

2

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.3. pada persamaan ini

maka diperoleh :

7486

Maka pesamaan garis yang diperoleh adalah :

y = 0,7486 x + 0,03418

4.1.1.2. Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

[

2 2

]

12

(45)

[

]

0,29951 0,99976

4.1.2. Ikat silang Kitosan glutaraldehide dengan Ion Tembaga (Cu 2+)

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar ion Tembaga (Cu2+) dengan ikat silang

kitosan Glutaraldehida terdapat pada tabel 4.4 sebagai berikut :

Tabel 4.4. Data absorbansi larutan seri standar ion Tembaga (Cu2+) dengan ikat

silang kitosan glutaraldehide

4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar ion Tembaga (Cu2+) dengan ikat silang

kitosan glutaraldehide pada tabel 4.4. diplotkan terhadap konsentrasi. Persamaan garis

regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data

pada tabel 4.5.

No Sampel Absorbansi rata-rata Konsentrasi (mg/L)

(46)

Tabel 4.5. Penurunan persamaan garis regresi untuk penentuan konsentrasi ion

Tembaga (Cu2+) berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar

ion Tembaga (Cu2+) dan ikat silang kitosan glutaraldehide

No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

y = ax + b

dimana :

a = slope

b = intercept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square

(47)

2

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.5. pada persamaan ini

maka diperoleh :

1388

Maka pesamaan garis yang diperoleh adalah :

y = 0,1388 x - 0,0020

4.1.2.2. Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

[

( )2 ( )2

]

12

Koefisien korelasi untuk ion Tembaga (Cu2+) dan ikat silang kitosan glutaraldehide

(48)

4.1.2.3. Persentasi (%) Penurunan Konsentrasi Logam Tembaga (Cu)

Persentasi (%) penurunan konsentrasi logam tembaga (Cu) dapat ditentukan dengan

menggunakan rumus :

%

Maka persentasi (%) penurunan konsentrasi logam tembaga (Cu) dalam larutan standar

setelah penambahan Ikat silang Kitosan Glutaraldehide adalah :

%

Dengan cara yang sama dapat dihitung persentasi (%) penurunan logam tembaga (Cu)

dalam larutan standar setelah penambahan kitosan.

Tabel 4.6. Data persentase (%) penurunan konsentrasi Logam Tembaga dalam

larutan standar setelah penambahan Kitosan Glutaraldehide

No

Berat Konsentrasi Konsentrasi Persentase

Kitosan

Glutaraldehida Awal Cu Akhir Cu Penurunan

(49)

Grafik persentase (%) penurunan konsentrasi logam tembaga (Cu) dalam larutan standar

setelah penambahan kitosan Glutaraldehide dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3. Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Logam Tembaga (Cu)

(50)

4.1.3. Mekanisme Reaksi Ikat silang antara Kitosan dengan Glutaraldehide

+

Kitosan + Glutaraldehide

Ikat silang

+ 2 H2O

(51)

4.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik Kitosan Glutaraldehide dan

kemampuan Kitosan Glutaraldehide sebagai adsorben untuk menentukan kadar ion logam

Cu.

Hasil FTIR dari Kitosan menunjukkan bahwa adanya serapan pada bilangan

gelombang 3386,8 cm-1 yang merupakan daerah –OH dan air. Pita serapan pada bilangan

gelombang 2877,6 cm-1 menunjukkan daerah puncak untuk gugus C-H. Adanya serapan

pada bilangan gelombang 1654,8 cm-1 dan 1377,1 cm-1 mungkin merupakan daerah

puncak untuk gugus N-H dari gugus amina dan gugus C-H pada CH3. (Gambar terlampir)

Hasil FTIR dari ikat silang Kitosan dengan Glutaraldehide menunjukkan bahwa

adanya serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 yang merupakan daerah –OH dan

air. Pita serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 menunjukkan daerah puncak

untuk gugus C-H. Adanya serapan pada bilangan gelombang 1651,07 cm-1 dan 1381,03

cm-1 mungkin merupakan daerah puncak untuk gugus N-H dari gugus amina dan gugus

C-H pada CH3. (Gambar terlampir)

Dari hasil Uji dengan SSA, diperoleh data bahwa konsentrasi larutan standar Cu

setelah ditambahkan dengan Kitosan Glutaraldehide mengalami penurunan. Hal ini

membuktikan bahwa Kitosan Glutaraldehida dapat berfungsi menjadi adsorben yang baik

untuk logam-logam berat, sebagai contoh adalah Cu. Hal ini disebabkan oleh karena

adanya asam lemah encer dalam matriks kitosan bead yang menyebabkan gugus –NH2

kitosan bead memiliki afinitas lebih tinggi dibanding kitosan. Afinitas yang dimiliki

kitosan bead menyebabkan meningkatnya kemampuan kitosan bead dalam mengadsorpsi

logam berat. Kemampuan adsorpsi kitosan bead ini semakin meningkat dengan mengikat

silangkan kitosan bead dengan glutaraldehide yang dibuktikan oleh penyerapan logam Cu

(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap ion Cu2+ menggunakan Spektroskopi Serapan

Atom (SSA) diperoleh data bahwa Kitosan Glutaraldehide 2 g + 0,2 mg/L larutan seri

standar Cu, maka konsentrasi larutan seri standar Cu akan mengalami penurunan

konsentrasi sebesar 73%, sedangkan Kitosan glutaraldehide 2 g + 1,0 mg/L larutan seri

standar Cu, maka larutan standar Cu akan mengalami penurunan konsentrasi logam Cu

yaitu sebesar 93,70 %.

5.2 Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan sintesis ikat silang kitosan

dengan senyawa lainnya serta dapat mengidentifikasi kemampuan adsorbsinya terhadap

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Bagus R., 2009. Sintesis Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehid serta

identifikasi Gugus fungsi dan derajat deasetilasinya. Jurnal Ilmu Dasar 10(1):

Hal. 94-95

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press

Day, R.A. Jr., Underwood, A.L. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi keempat. Jakarta:

Erlangga.

3 Juni 2012

Hawab, H.M., 2004. Perlu Berhati-hati Mengkonsumsi Kitosan. http://www.kompas.com.

(16 April 2012).

Hirano, S., 1986. Chitin and Chitosan. In Ullmann’s Encyclopedia of Industrial

Chemistry. Completely revised edition. Weinheim, New York.

Kumar, M.N.V.R., 2000. Chitin and Chitosan for Versatile Applications.

http://members.tripod.com (16 April 2012).

Rismana, 2006. Serat Kitosan Pengikat Lemak.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Jakarta: Pustaka Pelajar

Sanford, P.T. & Hutchings. 1987. World Market of Chitin and Its Derivatives. Di dalam

Varum KM, Domard A and Smidsrod O, editors. Advances in Chitin Science.

Vol VI. Trondheim, Norway.

Thate MR. 2004. Synthesis and Antibacterial Assessment of Water-Soluble Hydrophobic

Chitosan Derivatives Bearing QuaternaryAmmonium Functionality. Louisiana:

(54)

Walsh. A. 1955. Aplication of Atomic Absorption Spectrato Chemical Analysis

Spectrochemica. Acta. Vol 7

Widodo, A. 2005. Potensi Kitosan dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat

Limbah Cair Industri Tekstil. Jurnal. Surabaya : ITS.

Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran.

(55)
(56)

Lampiran 1 . FT-IR Kitosan

(57)
(58)

Lampiran 4. Larutan Kitosan dengan Asam Asetat Encer

(59)

Lampiran 6. Larutan Kitosan dengan Glutaraldehida

Gambar

Gambar 1.1. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin
Gambar 2.1. Struktur kitosan (Thate, 2004)
Gambar 2.3. Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom
Tabel 4.1. Kondisi alat SSA  Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada pengukuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada alternatif-alternatif solusi diatas masih terdapat kelemahan yaitu: solusi masih berdasarkan kebutuhan sesaat tidak sebagai kesatuan, solusi tidak

Penetapan Kadar Air dan Bilangan Asam dari Minyak Kelapa yang Dibuat Dengan Cara Tradisional dan Fermentasi.. FMIPA

Comment: This is the first time Governor Agus publicly speaks about the central bank’s rate preference for the year albeit the guidance has been rather clear given its

Artinya, para laki-laki (suami) yang melakukan tindak kekerasan, dapat dihukumi sebagai orang-orang yang berdosa besar karena melanggar prinsip-prinsip dasar agama. Bukan

Dalam proses pengisian formulir yang menjadi syarat untuk mendapatkan Kartu Keluarga (KK), dan apabila ada yang di rubah di dalam Kartu Keluarga harus melengkapi

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, layanan penelusuran terbitan berkala telah dimanfaatkan oleh 594 pemustaka, jumlah pemustaka non UGM yang

Hasil analisis statistik inferensial menunjukan bahwa pemberian beasiswa sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam

satu ini rata-rata kemampuan siswa dalam penerapan pembelajaranModel berfikir, menulis dan berdiskusi masih berada pada kategori Kurang dengan nilai 45.75. Hal ini