ANALISA KANDUNGAN BESI DAN AMONIA DARI AIR
SUNGAI KAWASAN INDUSTRI DAN NON INDUSTRI
KARYA ILMIAH
ADE SURYA AYU LESTARI
082401057
PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISA KANDUNGAN BESI DAN AMONIA DARI AIR
SUNGAI KAWASAN INDUSTRI DAN NON INDUSTRI
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
ADE SURYA AYU LETARI
082401057
PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISA KANDUNGAN BESI DAN
AMONIA DARI AIR
SUNGAI KAWASAN INDUSTRI DAN NON INDUSTRI
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : ADE SURYA AYU LESTARI
Nomor Induk Mahasiswa : 082401057
Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA ANALIS
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
ANALISA KANDUNGAN BESI DAN AMONIA DARI AIR
SUNGAI KAWASAN INDUSTRI DAN NON INDUSTRI
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri,kecuali beberapa kutipan dari ringkasan masing-masing yang disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2011
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih sangat sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini tidak lain karena ilmu yang diterima penulis masih sangat terbatas, adapun judul yang diambil penulis dalam karya ilmiah ini adalah “Analisa kandungan besi dan amonia dari air sungai kawasan industri dan non industri”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Diploma 3 program studi Kimia Analis FMIPA USU Medan.
Tersusun karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang telah banyak membantu serta memberi petunjuk, motivasi maupun bimbingan, antara lain :
1. Kepada seluruh keluarga besar,terutama kepada ayahanda Marwoto dan ibunda Trisniwati dan adik-adik tercinta yang selalu memberikan doa dan semangat serta bantuan moril dan meteril kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
4. Seluruh Staff dan Dosen FMIPA USU yang telah membantu dan mendidik penulis selama perkuliahan.
5. Pimpinan dan seluruh staff Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan yang telah memberi tempat untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan dan telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani PKL.
7. Kepada kakanda Yopi Agustri yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah.
Dengan penuh harapan dan doa semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca sekalian. Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
Medan, Juli 2011 Penulis
ANALISA KANDUNGAN BESI DAN AMONIA DARI AIR
SUNGAI KAWASAN INDUSTRI DAN NON INDUSTRI
ABSTRAK
Kualitas suatu air ditentukan dengan berbagai macam parameter, diantaranya adalah kadar besi dan kadar amonia. Penentuan kadar besi dan kadar amonia dilakukan secara spektrofotometer UV-Vis dimana untuk kadar besi dilakukan pada panjang gelombang 510 nm dan pada amonia dilakukan pada panjang gelombang 425 nm dimana hasil pengukuran dinyatakan dalam mg/L. Hasil analisis diperoleh kadar besi dan amonia pada sungai kawasan industri (sungai Juanda 3,483 mg/L ; 2,105 mg/L dan Sungai Pertempuran 3,53 mg/L ; 2,656 mg/L) dan sungai kawasan non industri (sungai Sembahe 0,1048 mg/L ; 0,098 mg/L dan sungai Biru-biru 0,174 mg/L ; 0,107 mg/L). Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar besi dan kadar amonia dari sungai kawasan non industri menuju sungai kawasan industri. Sungai yang berada pada kawasan non industri (sungai Sembahe dan sungai Biru-biru) memiliki kadar besi dan amonia berada dibawah nilai ambang batas standart yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, sedangkan sungai pada kawasan industri (sungai Juanda dan sungai Pertempuran) memiliki kadar besi dan amonia melebihi nilai ambang batas standart yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.
CONTENT ANALYSIS OF IRON AND WATER AMMONIA
RIVER AREA INDUSTRIAL AND NON-INDUSTRIAL
ABSTRACT
DAFTAR ISI
4.1.1. Data absorbansi larutan standart besi (Fe) secara Spektrofotometer UV-Vis 29
4.1.2. Data hasil pengukuran kadar besi (Fe) pada sampel secara Spektrofotometer UV-Vis 29
4.1.3. Data absorbansi larutan standart amonia (NH3) secara Spektrofotometer UV-Vis 30
4.2. Perhitungan 31
4.2.1. Perhitungan kadar besi (Fe) 31
4.2.1.1. Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis besi (Fe) secara Spektrofotometer UV-Vis 32
4.2.1.2. Harga Y baru larutan standart besi (Fe) 34
4.2.2. Perhitungan kadar Amonia (NH3) 37
4.2.2.1.Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis amonia (NH3) secara Spektrofotometer UV-Vis 38
4.2.2.2. Harga Y baru larutan standart amonia (NH3) 39
4.3. Pembahasan 43
4.3.1. Data hasil rata-rata analisis kadar besi dan amonia dari air sungai kawasan industri (sungai juanda dan sungai pertempuran) dan Sungai kawasan non industri(sungai biru-biru dan sungai sembahe) 43 Bab 5 Kesimpulan dan Saran 46
5.1. Kesimpulan 46
5.2. Saran 46
ANALISA KANDUNGAN BESI DAN AMONIA DARI AIR
SUNGAI KAWASAN INDUSTRI DAN NON INDUSTRI
ABSTRAK
Kualitas suatu air ditentukan dengan berbagai macam parameter, diantaranya adalah kadar besi dan kadar amonia. Penentuan kadar besi dan kadar amonia dilakukan secara spektrofotometer UV-Vis dimana untuk kadar besi dilakukan pada panjang gelombang 510 nm dan pada amonia dilakukan pada panjang gelombang 425 nm dimana hasil pengukuran dinyatakan dalam mg/L. Hasil analisis diperoleh kadar besi dan amonia pada sungai kawasan industri (sungai Juanda 3,483 mg/L ; 2,105 mg/L dan Sungai Pertempuran 3,53 mg/L ; 2,656 mg/L) dan sungai kawasan non industri (sungai Sembahe 0,1048 mg/L ; 0,098 mg/L dan sungai Biru-biru 0,174 mg/L ; 0,107 mg/L). Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar besi dan kadar amonia dari sungai kawasan non industri menuju sungai kawasan industri. Sungai yang berada pada kawasan non industri (sungai Sembahe dan sungai Biru-biru) memiliki kadar besi dan amonia berada dibawah nilai ambang batas standart yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, sedangkan sungai pada kawasan industri (sungai Juanda dan sungai Pertempuran) memiliki kadar besi dan amonia melebihi nilai ambang batas standart yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.
CONTENT ANALYSIS OF IRON AND WATER AMMONIA
RIVER AREA INDUSTRIAL AND NON-INDUSTRIAL
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan. Semua makhluk hidup memerlukan air. Tanpa air tak akan ada kehidupan. Demikian pula manusia tak dapat hidup tanpa air. Kebutuhan air kita menyangkut dua hal. Pertama, air untuk kehidupan kita sebagai makhluk hayati dan kedua, air untuk kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya (Mahida,1984).
Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air dan atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya (30%) berupa daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung zat cair (uap air) sebanyak 15% dari tekanan atmosfer (Gabriel,2001).
Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya.
air yang bersih, namun senyawa atau mineral (unsur) yang terdapat di dalamnya berlainan.
Apabila air yang diperlukan dalam kegiatan industri dan teknologi itu dalam jumlah yang cukup besar, maka perlu diperkirakan dari mana air tersebut diperoleh. Pengambilan air dari sumber air tidak boleh mengganggu keseimbangan air lingkungan. Didalam kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh dibuang langsung kelingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang air limbah industri atau Water Treatment Recycle
Proces adalah syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan lingkungan
(wardhana, 2001).
Salah satu unsur yang menyebabkan terjadinya perubahan warna, bau dan rasa air adalah karena adanya Amonia (NH3) dan Besi (Fe). Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, amonium sulfat, amonium posfat dan amonium nitrat), serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur.
1.2 Permasalahan
Dari uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang timbul adalah berapakah kadar besi dan amonia yang terdapat pada air sungai kawasan industri (sungai Juanda dan sungai Pertempuran) dan sungai kawasan non-industri (sungai Sembahe dan sungai Biru-biru) yang di ukur dengan alat spektrofotometer tampak (visible).
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui kadar besi dan amonia pada air sungai kawasan industri (sungai Juanda dan sungai Pertempuran) dan sungai kawasan non-industri (sungai Sembahe dan sungai Biru-biru) apakah masih memenuhi syarat Baku Mutu Air berdasarkan kelas menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.
1.4 Manfaat
1.5 Metodologi
Karya ilmiah ini dilakukan melalui analisis laboratorium, dengan mengambil contoh daerah Sembahe dan Biru-biru di kab.Deliserdang sebagai kawasan sungai non-industri serta contoh sungai Juanda dan Pertempuran di daerah Medan sebagai sungai kawasan industri.
1.6 Lokasi
- Sampel sungai kawasan non industri yaitu sungai Sembahe diambil pada daerah arah ke Berastagi tepatnya pada daerah Sembahe dan sungai Biru-biru terletak pada daerah Biru-biru kabupaten Deliserdang, sedangkan untuk sampel sungai kawasan industri yaitu sungai Juanda berada di jalan Ir.H.Juanda Medan-Maimon dan sungai Pertempuran berada di jalan Pertempuran Medan-barat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 AIR
Air merupakan sumber daya alam yang di perlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat di manfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain.
Saat ini, masalah yang di hadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, di perlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara saksama.
Ada pun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut. 1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung,
tanpa pengolahan terlebih dahulu
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan,industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Effendi, 2003).
Tubuh kita sebagian besar terdiri atas air. Proses kimia yang terjadi dalam tubuh kita yaitu disebut metabolisme, berlangsung dalam medium air. Molekul air juga ikut dalam banyak reaksi kimia metabolisme. Air merupakan alat untuk mengangkut zat dari bagian tubuh yang satu ke bagian lain. Misalnya: darah, yang sebagian besar terdiri atas air, mengalir ke seluruh bagian tubuh dan membawa oksigen yang terikat pada sel darah merah ke semua sel dalam tubuh. Air juga diperlukan untuk mengatur suhu tubuh.
Kualitas air ditentukan oleh banyak faktor, yaitu zat terlarut, zat yang tersuspensi, dan makhluk hidup, khususnya jasad renik, di dalam air. Air murni, yang tidak mengandung zat yang tidak terlarut, tidak baik untuk kehidupan kita. Sebaliknya zat yang terlarut ada yang bersifat racun. Apabila zat yang terlarut, zat yang tersuspensi dan makhluk hidup dalam air membuat kualitas air menjadi tidak sesuai untuk kehidupan kita, air itu disebut tercemar.
2.1.1. Sumber Air
Secara garis besar dapat dikatakan air bersumber dari: 1. Air laut
Kadar garam pada air laut sangat bervariasi dari setiap tempat. Misalnya hitam mempunyai kadar garam sangat tinggi dibandingkan dengan kadar garam pada Samudra Pasifik. Air laut mendapat pencemaran dari 3 tempat yaitu dari darat, udara dan laut. Dari darat hampir 90% bahan pencemar berasal dari darat, melalui sungai, air rembesan yang belum tersaring dengan baik, melalui pipa WC. Dari udara; bahan pencemar dibuang dari pesawat terbang. Dari laut; bahan pencemar dibuang dari kapal laut dan perahu nelayan.
2. Air hujan
Air hujan setelah dianalisis maka diperoleh hasil sebagai berikut (data dikutip dari buku “Penyediaan Air Bersih Bagi Masyarakat” oleh Sugiharto, M.Sc,SPPH Tanjung karang,1993 yang berupa kutipan dari New York State Departement of Public
Health);
1. Hardness/kekerasan (19 mg/l sebagai CaCO3); 2. Calcium (16 mg/l sebagai CaCO3);
3. Magnesium (3 mg/l sebagai MgCO3); 4. Sodium (6 mg/l sebagai Na);
10. Nitrate (0,1 mg/l sebagai N); 11. pH 6,8
3. Air Tanah
Air tanah disebut pula air tawar oleh karena tidak terasa asin. Berdasarkan lokasi air maka air tanah dapat dibagi dalam 2(dua) bagian yaitu:
1. Air permukaan tanah
2. Air jauh permukaan tanah (Gabriel,2001).
2.1.2 Karakteristik Badan Air
Badan air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu komponen hidrologi, komponen fisika-kimia, dan komponen biologi. Penilaian kualitas suatu badan air harus mencakup ketiga komponen tersebut.
A. Air Permukaan (Surface Water)
B. Air Tanah (Groundwater)
Air tanah (groundwater) merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada akifer. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dengan air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan hingga ratusan tahun,oleh sebab itu pula air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran (Effendi,2003).
2.1.3. Masalah Pencemaran Air
Diperkenalkannya sistem pengangkutan air modern mengalihkan pembuangan sampah dari jalan-jalan dan daerah-daerah perkotaan ke aliran-aliran kali dan sungai. Inilah yang menjadi permulaan permasalahan pencemaran air itu.
Dengan membengkaknya industri yang mengalirkan air sampah mereka ke dalam aliran-aliran kali diseputar mereka, maka aliran kali ini akan makin tercemar dan secara terus menerus menjadi tidak layak sebagai sumber persediaan air. Aliran kali tersebut juga menjadi tidak sehat sebagai penyediaan air untuk kebutuhan industri. Di banyak negara industri, aliran kali sudah sedemikian tercemar sehingga seterusnya menjadi tak layak sebagai sumber-sumber persediaan air tanpa sedikit pun dapat dipergunakan oleh rakyat di pinggiran kota untuk dimurnikan secara memadai guna kebutuhan manusia atau industri.
A. Sampah Industri
sampah industri cair. Istilah sampah industri pada umumnya terbatas pada sampah cair yang karena alasan warna, isinya yang padat, kandungan anorganik atau organik, kadar garam, keasaman, alkalinitas, dan sifat-sifat khas mereka yang beracun menimbulkan masalah-masalah pencemaran aliran air. Karena besarnya kebutuhan air dari banyak industri dan keperluan air untuk pembangkitan tenaga listrik dan untuk tujuan pendinginan, bangunan-bangunan industri, pabrik, penggilingan-penggilingan sering kali terpaksa didirikan di pematang-pematang sungai dan batang air lainnya. Pembuangan sampah cairan dari bangunan tersebut merupakan penyebab utama pencemaran sungai.
Sampah industri berbeda-beda dalam jumlah dan kekuatan pencemarannya sesuai dengan produk dan proses pabrik dari mana mereka muncul. Beberapa sampah seperti air pendingin volumenya besar tetapi mengakibatkan sedikit pencemaran, yang lain volumenya secara relatif kecil tetapi mengandung konsentrasi zat organik dan anorganik. Sampah-sampah lain seperti air buangan (drainase) dari tambang batu bara dan air garam dari ladang-ladang minyak mempunyai sifat khas lain yang nyata. Secara luas sampah-sampah industri dapat dikelompokkan sesuai dengan sifat pokok pencemaran mereka seperti : (a) sampah-sampah (b) sampah organik yang dapat memuai, (c) sampah kimiawi (d) sampah-sampah beracun, dan (e) sampah-sampah radio-aktif. Namun demikian, dari segi kepraktisan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan ialah: (a) sampah yang tidak dapat memuai atau sampah-sampah yang secara biologis lembab (b) sampah-sampah-sampah-sampah yang sudah memuai.
kekeruhan yang tinggi dan warna, kandungan alkali dan kemasaman yang menonjol dan suhu yang tinggi. Adanya cairan-cairan yang mudah terbakar, pencemar-pencemar yang menghambat seperti cyanida, sulfida, phenol, formaldehyda, logam-logam pencemar yang beracun, detergen-detergen sintetik sedangkan kadar minyak dan minyak pelumas tinggi merupakan sifat-sifat khas penting yang membedakan sampah industri dari limbah domestik normal (Mahida,1984).
B. Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan
limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi
berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Bila ditinjau secara
kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 3 bagian:
• Limbah cair
• Limbah gas dan partikel
• Limbah padat ( Kristanto, 2002).
C. Indikator atau Tanda-Tanda Bahwa Air Lingkungan Telah Tercemar: 1. Adanya perubahan suhu air
2. Adanya perubahan pH
5. Adanya mikroorganisme
6. Meningkatnya radioaktivitas di lingkungan
1. Perubahan suhu air
Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Agar proses industri dan mesin-mesin yang menunjang kegiatan terebut berjalan baik maka panas yang terjadi harus dihilangkan. Penghilangan panas dilakukan dengan proses pendinginan air. Air yang menjadi panas tersebut kemudian dibuang ke sungai maka air sungai akan menjadi panas. Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.
2. Perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang memiliki pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air.
3. Perubahan warna, bau dan rasa air
dalam bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna air sehingga air tetap tampak jernih. Bahan buangan industri yang bersifat organik dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi. Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Apabila mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu telah terjadi pelarutan sejenis garam-garaman.
4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut
Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat,jika tidak terlarut secara sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang terlarut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan dan koloidal akan melayang di dalam air sehingga akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air yang akan mengganggu kehidupan mikroorganisme. Bahan buangan industri berupa bahan anorganik yang dapat larut maka air akan mendapat tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut. Banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada umumnya bersifat racun, seperti Cd, Cr, Pb.
5. Mikroorganisme
penyakit. Pada umumnya industri pengolahan bahan makanan berpotensi untuk menyebabkan berkembangbiaknya mikroorganisme, termasuk mikroba patogen.
6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
Mengingat bahwa zat radioaktif dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis baik secara langsung ataupun tidak langsung, maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang membuang bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Secara nasional sudah ada peraturan perundangan yang mengatur masalah bahan sisa (limbah) radioaktif. Mengenai hal ini badan tenaga atom (BATAN) secara aktif mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan tersebut. Salah satu sumber yang dapat menaikkan radioaktivitas lingkungan adalah pembakaran batubara (Wardhana,2001).
2.2. Amonia
Amonia (NH3) banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, amonium posfat, amonium nitrat, dan amonium sulfat), serta industri bubur kertas dan kertas. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur.
Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloidal sehingga mengendap didasar perairan. Amonia yang terukur diperairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH4+) dapat terionisasi. Amonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan.
Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi (unionized) bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu. Avertebrata air lebih toleran terhadap toksisitas amonia dari pada ikan. Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik adalah nitrat (NO3), amonium (NH4) dan gas nitrogen (N2). Pupuk yang mengandung amonium, misalnya urea, berfungsi untuk menambah pasokan nitrogen dalam tanah yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan.
Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amonia yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan (run-off) pupuk pertanian. Kadar amonia juga dapat ditemukan pada dasar
2.3. Besi
Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan elektron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan elektron. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak melibatkan oksigen dan hidrogen.
Fe ++ Fe +++ + e –
Proses oksidasi dan reduksi besi biasanya melibatkan bakteri sebagai mediator. Bakteri kemisintesis Thiobacillus dan Ferrobacillus memiliki sistem enzim yang dapat menstransfer elekron dari ion ferro kepada oksigen.
Pada pH sekitar 7,5 – 7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap (presipitasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO3), dan Fe(SO4). Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik, pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air, dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH.
mendapat cukup aerasi (aerob) hampir tidak pernah lebih dari 0,3 mg/liter. Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05 – 0,2 mg/liter
.
Besi termasuk unsur esensial bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan termasuk algae, besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam. Pada tumbuhan, besi berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Besi banyak digunakan dalam kegiatan pertambangan, industri kimia, bahan celupan, tekstil, penyulingan, minyak, dan sebagainya (Effendi, 2003).
2.4. Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbansi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relative jika energi tersebut ditranmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan diperoleh seperti prisma, grating atau pun celah optis (Khopkar,2003).
Berdasarkan sistem optiknya spektrofotometer dapat digolongkan dalam tiga macam yaitu :
2. Sistem optik radiasi berkas ganda (double beam) 3. Sistem optik radiasi berkas terpisah (spilitter beam)
Pada umumnya spektrofotometer UV-Vis berupa susunan peralatan optik yang terkonstruksi sebagai berikut :
cell
M
LS SC D A D
Gambar 2.4 : Bagan Spektrofotometer
Keterangan :
LS : Light Source M : Monochromator SC : Sample Compariment D : Detector
A : Amplifier D : Display
a. Light Source (sumber radiasi)
Sumber radiasi yang digunakan pada spektrofotometer UV-Vis adalah lampu deuterium, lampu tungsten-iodine, lampu merkuri. Sumber radiasi deuterium dapat dipakai pada daerah panjang gelombang 190 nm sampai 380 nm. Sumber radiasi tungsten merupakan campuran dari filamen tungsten dan gas iodin, oleh sebab itu disebut sebagai sumber radiasi “tungsten-iodine”. Sumber radiasi tungsten-iodine ini digunakan pada panjang gelombang 380-900 nm. Sumber radiasi merkuri, adalah suatu sumber radiasi mengandung uap merkuri dan biasanya sumber radiasi merkuri ini digunakan pada panjang gelombang 365 nm.
b. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator pada spektrofotometer UV-Vis biasanya terdiri dari susunan : celah (slit) masuk-filter-prisma-kisi(grating)-celah keluar.
c. Sample compratment
d. Detektor
Detektor merupakan salah satu bagian spektrofotometer UV-Vis yang penting. Fungsi detektor didalam spektrofotometer adalah mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik.
e. Amplifier
Amplifier digunakan untuk menguatkan sinyal yang dikeluarkan oleh detektor.
f. Visual display atau meter
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 METODOLOGI
3.1.1 Alat-alat
- Spektrofotometer DR 2010 - Labu takar 50 mL dan 100 mL
- Pipet volumetrik 1 mL,5 mL,10 mL,20 mL dan 50 mL - Pipet ukur 2 mL dan 10 mL
- Gelas Erlenmeyer 250 mL,dan 500 mL - Beaker glass 300 mL
- Hot plate - Kaca arloji - Pipet tetes - Propipet - Kuvet - Corong
- Labu alas 500 mL
- Gelas ukur 25 mL dan 100 mL
- Botol semprot - Spatula
3.1.2 Bahan-bahan
a. Penentuan kadar besi (Fe) - HCI pekat
- Penyangga ammonium asetat
- Hidroksilamin hidroklorida (NH2.OH.HCI) - 1,10 - fenantrolina - Air sungai Pertempuran
b. Penentuan Kadar Amonia (NH3) - Ammonium Klorida (NH4CI) - Larutan Nessler
- Larutan penyangga borat - Larutan NaOH 6 N - Larutan asam borat 2% - Kertas universal - Batu didih
- Air sungai Sembahe - Air sungai Juanda - Air sungai Pertempuran
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Prosedur Penentuan Kadar Besi (Fe)
A. Pembuatan Pereaksi
Pembuatan larutan hidroksilamin hidroklorida
Ditimbang NH2OH.HCI sebanyak 5 g kemudian larutkan dalam 50 mL air suling lalu diaduk dan diencerkan sampai 100 mL
Pembentukan larutan penyangga ammonium asetat
Ditimbang NH4C2H3O2 sebanyak 50 g kemudian dilarutkan kedalam 30 mL air suling, tambahkan 140 mL asam asetat glacial lalu diencerkan dengan air suling sampai 200 mL
Pembuatan larutan fenantrolin
B. Prosedur Analisa Pembuatan larutan standar
a. Pembuatan larutan induk Fe 1000 mg/L
Ditimbang FeNH4(SO4)2.12H2O sebanyak 8,607 g lalu dilarutkan dengan 100 ml air suling kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan encerkan dengan air suling sampai garis tanda lalu dihomogenkan
b. Pembuatan larutan standart Fe 100 mg/L
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Fe 1000 mg/L dan masukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai garis tanda lalu dihomogenkan
c. Pembuatan larutan standart Fe 10 mg/L
Dipipet sebanyak 25 mL larutan standar Fe 100 mg/L dan masukkan kedalam labu takar 250 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai garis tanda lalu dihomogenkan
d. Pembuatan larutan seri standart 0,0 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 mg/L
Dipipet masing-masing 0 mL, 5 mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL, 25 mL larutan Standart Fe 10 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, kemudian tambahkan 2 mL HCI pekat, tambahkan 1 mL larutan hidroksilamin hidoklorida, tambahkan 10 mL larutan penyangga ammonium asetat, tambahkan 2 mL larutan 1,10 fenantrolin kemudian encerkan dengan air suling sampai garis tanda dan dihomogenkan
C. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Setelah diperoleh absorbansi dari masing-masing konsentrasi kemudian buat kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan absorbansi
D. Preparasi sample
Dikocok sample sampai merata, dipipet sebanyak 50 mL dan masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL, tambahkan 2 mL HCI pekat, tambahkan 1 mL hidroksilamin hidroklorida, panaskan dan didihkan hingga volumenya menjadi 15-20 mL lalu dinginkan dan masukkan kedalam labu takar 50 mL, tambahkan 10 mL larutan penyangga amonium asetat, tambahkan 2 mL larutan 1,10 fenantrolin, lalu encerkan dengan air suling sampai garis tanda, homogenkan dan lakukan hal yang sama untuk blanko
E. Pengukuran absorbansi sampel
Hasil preparasi sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm
3.2.2. Prosedur Penentuan Kadar Amonia (NH3)
A. Pembuatan Pereaksi
Pembuatan asam borat 2 %
Timbang kristal asam borat sebanyak 2 g, masukkan kedalam beaker glass yang berisi 70 mL air suling, tambahkan air suling hingga volume 100 mL, dimasukkan magnetic stirrer lalu distirer sampai larut
Pembuatan larutan penyangga borat
menggunakan corong, tambahkan larutan NaOH 0,1N sebanyak 88 mL kemudian encerkan dengan air suling hingga garis tanda dan homogenkan
Pembuatan larutan Nessler
Timbang kristal NaOH sebanyak 16,0062 g, masukkan kedalam beaker glass yang berisi 150 mL air suling, tambahkan KI 7 g, aduk kemudian tambahkan HgI 10 g, distirer hingga larut lalu tambahkan air suling sampai volume 250 mL
B. Prosedur Analisa Pembuatan larutan standart
a. Pembuatan larutan induk NH3 1000 mg/L
Ditimbang NH4Cl sebanyak 3,817 g lalu dilarutkan dengan 100 mL air suling kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan encerkan dengan air suling sampai garis tanda lalu dihomogenkan
b. Pembuatan larutan standart NH3 100 mg/L
Dipipet 10 mL larutan induk NH3 1000 mg/L dan masukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai garis tanda lalu dihomogenkan
c. Pembuatan larutan standart NH3 10 mg/L
d. Pembuatan larutan seri standart NH3 0,0 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 mg/L
Dipipet masing-masing 0 mL,10 mL,15 mL,20 mL, dan 25 mL dari larutanstandart 10 mg/L, masukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai garis tanda lalu dihomogenkan
C. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dipipetkan 50 ml masing-masing larutan seri standart 0,0 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0; 2,5 mg/L dan dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer, tambahkan 1 mL larutan Nessler kedalam masing-masing larutan seri standart yang telah di pipet kemudian kocok dan biarkan proses reaksi berlangsung paling sedikit selama 10 menit, dimasukkan kedalam kuvet dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Setelah diperoleh absorbansi dari masing-masing konsentrasi kemudian dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan absorbansi
D. Preparasi sampel
E. Cara pengujian NH3
Dipipet 50 mL hasil destilat dan dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer, tambahkan 1 mL larutan nessler, kocok dan didiamkan selama 10 menit kemudian masukkan kedalam kuvet dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm lalu dicatat hasilnya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Percobaan
Tabel 4.1.1. Data Absorbansi Larutan Standard Besi (Fe) dengan
Spektrofotometer UV-Vis
NO Konsentrasi (x) Absorbansi (y)
1 0,0 0,000
Tabel 4.1.2. Data Hasil Pengukuran Kadar Besi (Fe) Pada Sampel dengan
Spektrofotometer UV-Vis
NO Sampel Absorbansi Konsentrasi
Tabel 4.1.3. Data Absorbansi Larutan Standart Amonia (NH3) dengan
Spektrofotometer UV-Vis
No Konsentrasi (x) Absorbansi (y)
1 0,0 0,000
Tabel 4.1.4. Data Hasil Pengukuran Amonia (NH3) Pada Sampel
dengan Spektrofotometer UV-Vis
NO Sempel Absorbansi Konsentrasi (mg/L)
4.2. Perhitungan
4.2.1. Perhitungan Kadar Fe
Pembuatan larutan induk -1000 ppm
Mg/L FeNH4(SO4)2.12H2O = x V
= x 1000 mg/L
= 8,607 g/L
Pembuatan larutan standard
-100 ppm - 10 ppm
V1 . N1 = V2 . N2 V1 . N1 = V2 . N2 V1 . 1000 = 100 . 100 V1 . 100 = 250 . 10
V1 = 10ml V1 = 25 ml
Pembuatan larutan seri standard
- 0 ppm -1,5 ppm
V1 . N1 = V2 . N2 V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 10 = 100 . 0 V1 . 10 = 100 . 1,5
V1 = 0 ml V1 = 15 ml
Mr BA
-0,5 ppm -2,0 ppm
Perhitungan metode least square
Tabel 4.2.1.1. Data Perhitungan Persamaan Garis Regresi untuk Analisis
Y5 = 0,5673 (2,0) + (-0,0106) = 1,124 Y6 = 0,5673 (2,5) + (-0,0106) = 1,4076
Tabel 4.2.1.2 Harga Y baru larutan standart Besi (Fe)
X(konsentrasi) Y(absorbansi)
= 3,482
X3 =
= 3,561
• Air sungai Pertempuran X1 =
= 3,480
X2 =
= 3,526
X3 =
= 3,583
2,020 – (-0,0106) 0,0673
1,964 – (-0,0106) 0,5673
1,990 – (-0,0106) 0,5673
-1,0 ppm -2,5 ppm
V1 . N1 = V2 . N2 V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 10 = 100 . 1 V1 . 10 = 100 . 2,5
V1 = 10 ml V1 = 25 ml
Perhitungan metode least square
Tabel 4.2.2.1. Data perhitungan persamaan garis regresi untuk analisis
b =
Tabel 4.2.2.2. Harga Y baru untuk larutan standart amonia (NH3)
X2 =
= 0,0988
X3 =
= 0,110
• Air sungai Juanda X1 =
= 2,054
X2 =
= 2,104
X3 =
= 2,157 0,02 – (-0,0234) 0,4392
0,025 – (-0,0234) 0,4392
0,879 – (-0,0234) 0,4392
0,901 – (-0,0234) 0,4392
• Air sungai Pertempuran X1 =
= 2,633
X2 =
= 2,655
X3 =
= 2,680
1,133 – (-0,0234) 0,4329
1,143 – (-0,0234) 0,4329
4.3. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan sampel air sungai kawasan industri (sungai Juanda dan sungai Pertempuran) dan sungai kawasan non-industri (sungai Biru-biru dan sungai Sembahe) yang dilaksanakan di Balai Riset Dan Standarisasi Medan (BARISTAND) pada tanggal 5 Februari 2011. Didapatkan hasil analisis kadar besi dan amonia dari air sungai kawasan industri (sungai Juanda dan sungai Pertempuran) dan sungai kawasan non-industri (sungai Biru-biru dan sungai Sembahe) secara Spektrofotometri UV-Visible ( tabel 4.3.1 )
Tabel 4.3.1. Data Hasil rata-rata analisis Kadar Besi dan Amonia dari Air Sungai Kawasan Industri (sungai Juanda dan sungai Pertempuran) dan Sungai Kawasan Non-Industri (sungai Biru-biru dan sungai Sembahe).
No Sampel Sungai Konsentrasi sampel
Besi (Fe) (mg/L)
Amonia (NH3) (mg/L) 1 Sungai kawasan industri Juanda 3,483 2,105
Pertempuran 3,530 2,656 2 Sungai kawasan non
industri
Biru-biru 0,1740 0,107
Sembahe 0,1048 0,098
mengalami kontaminasi baik karena erosi maupun pencemaran dari sepanjang tepi sungai.
Berdasarkan syarat Baku Mutu Air berdasarkan kelas menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kadar maksimum untuk besi adalah 0,3 mg/L dan amonia adalah 0,5 mg/L. Dari data diatas menunjukkan bahwa kadar besi dan kadar amonia pada sungai kawasan non industri masih memenuhi standart sedangkan pada sungai kawasan industri tidak memenuhi syarat Baku Mutu Air berdasarkan kelas menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya pencemaran oleh aktifitas penduduk yang semakin meningkat serta adanya bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri yang merupakan penyebab utama terjadinya pencemaran air.
Apabila konsentrasi besi dalam air melebihi standart akan menimbulkan noda-noda pada peralatan dan bahan-bahan yang berwarna putih serta menimbulkan bau dan rasa pada air minum,membentuk endapan pada pipa-pipa logam. Kadar amonia yang melebihi standart juga akan menimbulkan bau yang tidak sedap yang diakibatkan karena adanya aktifitas bakteri dan adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur.
Reaksi yang terjadi antara besi dengan fenantrolin adalah
2+ N N
N:
Fe2+ + 3 N N N: Fe
N N
1,10 Ortofenantrolin Fe fenantrolin
Kompleks warna jingga merah
Reaksi antara amonia dengan reagent nessler adalah
NH4OH NH3 + H2O
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
Kadar besi dan kadar amonia pada sungai kawasan non industri (Sembahe : 0,1048 mg/l ; 0,098 mg/l dan Biru-biru : 0,174 mg/l ; 0,107 mg/l) masih dibawah nilai ambang batas sedangkan kadar besi dan amonia pada sungai kawasan industri (Juanda : 3,483 mg/l ; 2,105 mg/l dan Pertempuran : 3,53 mg/l : 2,656 mg/l) telah melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.
5.2. Saran
a. Sebaiknya dilakukan pengujian terhadap jenis logam dan zat organik lainnya dari sumber air yang sama sehingga dapat diketahui kandungan jenis logam dan zat organik dalam air tersebut.
b. Sebaiknya hasil analisis tersebut dapat diinformasikan kepada warga pengguna sumber air tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Gabriel. J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Hipokrates. Khopkar. S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Kristanto. P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahida. U. N. 1984. Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta: C.V.Rajawali.
Mulja. M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Penerbit Erlangga University Press. Supardi. I. 2003. Lingkungan Hidup Dan Kelestariannya. Bandung: Penerbit
PT.Alumni.
Lampiran I
Baku Mutu Air berdasarkan kelas
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengelolahan
Total coliform Jml/100ml 1000 5000 10000 10000
MBAS
Senyawa fenol sebagai fenol
ug/L 1 1 1 (-)
BHC ug/L 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldrin ug/L 17 (-) (-) (-)
Chlordane ug/L 3 (-) (-) (-)
DDT ug/L 2 2 2 2
FISIKA
Heptachlor dan heptachlor epoxide
ug/L 18 (-) (-) (-)
Lindane ug/L 56 (-) (-) (-)
Methoxychlor ug/L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug/L 1 4 4 (-)
Toxaphan ug/L 5 (-) (-) (-)
Lampiran II
Harga Y baru larutan standart besi (Fe) X(konsentrasi) Y(absorbansi)
1. Kurva kalibrasi larutan standart (Fe)
2. Larutan standart besi (Fe)
Harga Y baru untuk larutan standart amonia (NH3)
Kurva kalibrasi larutan standart amonia (NH3)
Lampiran III
Peta sungai Jl. Pertempuran