• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan Berkaitan Dengan Keselamatan Penerbangan Ditinjau Dari Hukum Agraria ( Studi Di Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan Berkaitan Dengan Keselamatan Penerbangan Ditinjau Dari Hukum Agraria ( Studi Di Medan)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bandar Udara Internasional Polonia, Wikipedia Indonesia, yang diunduh dari

Basuki, Heru, “Merancang, Merencanakan Lapangan Terbang”, PT. Alumni, Bandung, 2008.

Goesniadhie, Kusnu, Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-undangan, JP Books, PT. Temprina Media Grafika Surabaya, cetakan pertama, 2006.

Hasibuan, Hisar, Bangunan tinggi di medan akan di audit, Harian Medan Bisnis, tanggal 25 april 2007, sumber http://www.medan bisnisonline.com/rub…6&more=1#88296.

Hasni., Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam konteks UUPA-UUPR-UUPLH, PT. Rajagrafindo Persada, 2008, Jakarta.

Martono, K, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Hukum Laut Internasional, Halaman 119, CV. Mandar Maju, Cetakan Pertama, 1995, Bandung

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007

Rizal, Khairul, Mensinkronkan Perencanaan Pembangunan Dan Perencanaan Keruangan Di Indonesia,

Sinulingga, Budi D., Tata Ruang Medan dan Bandara Kuala Namu, Harian Waspada, tanggal 7 januari 2008.

Siregar, Tampil Anshari, Undang-undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 2004.

Soekanto, Soerjonno, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986

Zaidar., Hukum Tata Ruang Indonesia, Medan, 2003

Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

(2)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penebangan.

(3)

BAB III

RENCANA TATA GUNA TANAH

DI KAWASAN BANDAR UDARA

A. Rencana Tata Guna Tanah

Rencana tata guna tanah merupakan bentuk nyata pelaksanaan pasal 2,

14 dan 15 UUPA yang juga dijiwai undang-undang lain yang mengurus

penggunaan tanah. Tujuan RTGT adalah untuk mengatur persediaan, peruntukan,

penggunaan tanah agar memberi menfaat yang LOSS (Lestari, Optimal, Serasi,

Seimbang). Fungsi RTGT adalah bukan saja sebagai suatu prosedur penyediaan

tanahm tetapi juga sebagai pengarahan kegiatan penggunaan tanah, jangka pendek

maupun jangka panjang, sehubungan dengan rencana pembangunan. RTGT harus

benar-benar menjabarkan kebijaksanaan pembangunan sehingga RTGT tersebut

disusun setelah adanya penggarisan kebijaksanaan pembangunan.

1. Dasar-dasar Pemikiran Penyusunan RTGT

Dasar-dasar pemikiran (falsafah) penyusunan RTGT adalah sebagai

berikut :

a. Penggunaan tanah bersifat dinamis sesuai dengan dinamika

masyarakat yang menggunakan tanah.

b. Didasari bahwa tanah yang menjadi objek perencanaan sebagian

besar telah dilekati bermacam-macam hak (berkaitan dengan

pembebasan tanah).

c. Didahului oleh kegiatan yang akan dilakukan/dikerjakan yakni

(4)

d. Berdasarkan pola pikir bahwa ruang daratan identik dengan tanah

(Pasal 4 UUPA).

2. Penyusunan RTGT

Penyusunan RTGT berpegang pada hal-hal berikut.

a. Politik

RTGT tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan

pembangunan, bahkan harus sedemikian rupa sehingga

pembangunan berjalan sesuai dengan GBHN, Krida Kabinet, Trilogi

Pembangunan. Dan UU No. 23/1997.

b. Hukum

RTGT mempertimbangkan benar-benar adanya hak-hak yang

melekat di atas tanah sehingga tidak menimbulkan konflik-konflik

penggunaan tanah.

c. Organisatoris

Bahwa penyusunan dan pelaksanaan RTGT harus mengikuti

prosedur pemerintah dan pembangunan tidak memihak pada sesuatu

sektor. RTGT harus mengakomodasi semua sektor yang memerlukan

tanah sesuai prioritasnya.

d. Teknis

RTGT disusun berdasarkan pada kriteria-kriteria teknis untuk

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang secara konsisten

dipedomani.30

(5)

Peranan Pemda dalam penyusunan RTGT adalah sebagai berikut :

a. Pasal 14 UUPA secara jelas menunjuk Pemda sebagai pelaksana

penyusunan RTGT. Dalam hal ini, agar dapat mengakomodasi

kegiatan pembangunan di daerahnya Pemda perlu menyusun

RTGT.

b. RTGT yang disusun Pemda mempunyai fungsi memberikan arah

penggunaan tanah serta sebagai sarana untuk mengoordinasi semua

kegiatan pembangunan di daerah.

c. Koordinasi penyusunan RTGT dilakukan oleh BAPPEDA selaku

aparat pemerintah wilayah yang mengoordinasi pelaksanaan

pembangunan di daerah.

d. RTGT yang disusun harus merupakan penjabaran dari rencana

pembangunan di daerah sepanjang menyangkut penetapan lokasi

dan kebutuhan tanah, yang mencakup rencana jangka pendek lima

tahun dan rencana tahunan.31

Hierarki RTGT mempunyai tingkatan-tingkatan berdasarkan cakupan

waktu dan wilayah administrasi pemerintahan. Semakin sempit cakupan wilayah

perencanaan dan semakin pendek jangka waktunya, akan memiliki tingkat detail

yang semakin tinggi.

Berdasarkan cakupan wilayah administrasi, hierarki RTGT terbagi

dalam:

a. RTGT tingkat nasional;

b. RTGT tingkat provinsi;

31

(6)

c. RTGT tingkat kabupaten;

d. RTGT tingkat khusus atau kecamatan.

Berdasarkan cakupan jangka waktu, hierarki RTGT terbagi dalam :

a. RTGT jangka panjang;

b. RTGT jangka menengah;

c. RTGT jangka pendek.

4. Hubungan antara Pengembangan Kota dan RTGT

Hubungan antara pengembang kota dan RTGT adalah sebagai berikut :

a. Secara fisik rencana pembangunan kota antara lain mengatur

rencana struktur penggunaan tanah kota. Ini berarti menyangkut

soal lokasi. Dengan demikian, rencana pembangunan kota harus

merupakan bagian dari RTGT di wilayah tersebut. Oleh karena itu,

hendaknya di dalam RTGT telah menunjuk wilayah-wilayah atau

kota yang dapat dikembangkan menjadi kota dan dengan

memperkirakan kapasitas penduduk.

b. Seperti halnya pengertian bahwa tata ruang daratan pada

hakikatnya sama dengan tata guna tanah, baik wujud maupun

prosedur penyusunan rencana-rencana tata ruang kota “identik”

dengan RTGT perkotaan, sepanjang kota tersebut terletak di

daratan. Sudah tentu RTGT akan lebih spesifik karena esensinya

berbeda dengan RTGT wilayah (daerah), dimana fungsi kota

(7)

Dalam memilih lokasi pembangunan, perlu diperhatikan hal-hal berikut

yakni :

a. Sejauh mungkin harus dihindarkan pengurangan areal tanah yang

subur.

b. Sedapat mungkin dimanfaatkan tanah yang semula tidak atau

kurang produktif.

c. Sedapat mungkin dihindarkan pemindahan penduduk dari tempat

kediaman.diperhatikan persyaratan untuk mencegah terjadinya

kerusakan atau pencemaran lingkungan yang bersangkutan

(berkaitan dengan UU No. 23 Tahun 1997).

Tugas BPN dalam penyediaan tanah untuk kepentingan proyek

pembangunan bersifat menunjang keberhasilan proyek-proyek tersebut. Jadi, BPN

memberi bantuan dalam bentuk sebagai berikut.

a. Penyediaan tanah secara fisik sepanjang di wilayah kegiatan

pembangunan.

Maksudnya masih ada tanah yang langsung dikuasai oleh negara, yang

memenuhi syarat untuk diberikan dengan segala sesuatu hak kepada

instansi yang bersangkutan.

b. Dalam bentuk fasilitas-fasilitas yang berupa pelayanan dan

penyediaan data untuk mendapatkan tanah yang diperlukan bagi

proyek pembangunan, misalnya :

1) penyediaan fakta daerah;

(8)

3) rekomendasi dari Janwil BPN.32

Pemda diberi kewenangan menyusun RTRW (Rencana Tata Ruang

Wilayah) berdasarkan Pasal 14 UUPA, atas pertimbangan bahwa Pemda

diyakini/dapat dipastikan :

1) Menguasai dan memahami sepenuhnya tentang data kemampuan

tanah di daerahnya (misal : tingkat kesuburan, kondisi fisik tanah,

dan sebagainya).

2) Memahami sepenuhnya tentang fakta daerah (misalnya data

kependudukan, sosial ekonomi, dan sebagainya).

5. Penggolongan Penggunaan Tanah

Keputusan yang baik adalah keputusan yang didukung oleh data yang

akurat. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan sebaiknya terlebih dahulu

mengadakan pengumpulan/inventarisasi data dan analisis sehingga diperoleh data

yang akurat. Di bidang tata guna tanah, salah satu data yang diperlukan untuk

mengambil keputusan selain fakta daerah adalah data penggunaan.

Hasil inventarisasi dari pengolahan data penggunaan tanah ini disajikan

dalam :

a. bentuk daftar;

b. peta penggunaan tanah yang menggambarkan letak dari berbagai

(9)

c. unsur-unsur lainnya yang berpengaruh terhadap kelancaran

kehidupan pada umumnya, misalnya : sarana

transportasi/komunikasi, sungai, sumber air.

Untuk memudahkan pekerjaan inventarisasi, Direktorat Tata Guna

Tanah, dalam hal ini BPN, membedakan dua jenis penggolongan penggunaan

tanah, yang didasarkan pada pemikiran bahwa antara keduanya ada perbedaan

yang cukup prinsipil.

Penggolongan penggunaan tanah yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Penggunaan Tanah Pedesaan

Penggunaan tanah pedesaan terutama sebagian besar untuk

melakukan kegiatan-kegiatan pokok (usaha) yang memerlukan tanah

(tempat/ruang) yang luas, misalnya seperti di bawah ini.

1) Pertanian: sawah, ladang, palawija, padang rumput (makanan

ternak), penggaraman.

2) Peternakan: unggas, ternak lainnya, penggembalaan.

3) Perikanan (tawar, asin/tambak).

b. Penggunaan Tanah Perkotaan

Penggunaan tanah perkotaan, terutama untuk melakukan kegiatan

pokok/usaha yang memerlukan tanah (tempat/ruang) yang relatif tidal

luas dan biasanya juga diukur dengan bilangan m², bukan Ha, misalnya

untuk :

1. perkantoran: jasa angkutan/komunikasi;

2. toko, perdagangan;

(10)

4. pendidikan;

5. bengkel;

6. pemukiman.

Urban atau zoning bertujuan untuk memberikan kejelasan atas tanah apa

yang dipandang atau tak berpautan dalam penggunaannya, pemanfaatan secara

optimal construction yang ada menentukan dasar, luas dan tinggi suatu bangunan,

termasuk jarak satu dengan lainnya.

Beberapa bentuk dari zoning yakni :

1. Exclusive agricultural zoning

Yang hanya membolehkan pertanian di daerah tersebut.

2. Floating Zone

Sebagai contoh, suatu keharusan zoning telah ditetapkan termasuk

pada suatu zone pemukiman, tetapi perbatasan daripadanya tidak

terlihat pada suatu peta zoning.

3. Contract zoning

Suatu varisi dimana kotapraja tidak menetapkan lebih dahulu dalam

niatnya. Peta zoning dan peraturannya akan timbul secara teratur.

Dan perubahan daripada umpamanya dari lingkungan pemukiman

menjadi lingkungan perdagangan, dan perobahan itu hanya untuk

suatu atau dua penggunaan dengan persetujuan.

4. Planned Development Unit

Suatu model kota, yang mencampurkan berbagai macam-macam

(11)

mempergunakan suatu daerah terbuka yang belum ada suatu

klasifikasi zoning yang biasa.

Dengan adanya zoning, maka suatu wilayah atau daerah tertentu dibagi

dalam beberapa zone penggunaan atas dasar kepentingan dan kegiatan usaha yang

hendak dilakukan, dimana antara satu dengan lain ada garis pemisah yang

didasarkan pada fakta atau data yang tertentu di lapangan, akan tetapi didasarkan

pada :

1. Perencanaan penggunaan tanah

2. Terciptanya peta penggunaan tanah

Dengan adanya perencanaan dan peta penggunaan tanah, maka di dalam

suatu wilayah (daerah perkotaan/zoning) tidak akan terjadi tumpang tindih

penggunaan tanah, misalnya daerah pemukiman tidak terdapat industri, menjaga

kawasan dan keamanan pada usaha. Pada daerah industri dapat

diawasi/pengendalian lingkungan, sehingga dapat terwujud azas tata guna tanah di

daerah perkotaan yang dikenal dengan istilah ATLAS (Aman, Tertib, Lancar dan

Sehat).33

Pembangunan kota pada hakikatnya jauh lebih sulit daripada

pembangunan jenis lainnya, misalnya: pembangunan di suatu daerah pedesaan.

Hal ini disebabkan menyangkut berbagai macam aspek kehidupan masyarakt.

Oleh karena itu, untuk berhasilnya suatu pembangunan kota harus didasarkan 6.Rencana Induk Kota dan Rencana Penggunaan Tanah

33

(12)

pada suatu rencana induk kota yang disusun berdasarkan fakta daerah dan arah

pembangunan wilayah dari kota itu sendiri.

Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kota

adalah sebagai berikut :

a. Sifat Kehidupan Kota

Pada hakikatnya penggunaan tanah di wilayah perkotaan adalah untuk

pemukiman dan untuk bangunan-bangunan lainnya, seperti: perkotaan,

pusat-pusat perdagangan, pabrik-pabrik, sarana umum/fasilitas sosial,

sedangkan penggunaan tanah dipedesaan lebih ditekankan

penggunaannya untuk tanah pertanian.

Sifat penggunaan tanah di wilayah perkotaan inilah yang menyebabkan

tanah di kota-kota dapat dibedakan dengan penggunaan tanah di

pedesaan, baik ditinjau dari volume penggunaannya maupun intensitas

pemakaiannya dan persyaratan yang diperlukan.

Sifat-sifat kehidupan di kota dapat digambarkan antara lain :

1) sifat penduduk kota yang anonim/individualitas;

2) memperoleh nafkah lebih banyak di bidang menjual jasa-jasa dan

perdagangan serta usaha-usaha di bidang npn-pertanian, banyak

jenis usaha;

3) dinamika hidup tinggi, sifat masyarakat heterogen;

4) segala sesuatu lebih didasarkan pada kebutuhan materi masyarakat

dengan ciri hubungan kepentingan/pamrih;

5) penyakit mudah berjangkit (di bagian kota tertentu).

(13)

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi kelangsungan

hidup di kota adalah :

1) harus ada suasana dan rasa aman dan tentram pada warga kota

(aman dari gangguan manusia, kebakaran, kebanjiran, longsor,

putusnya sumber hidup, lalu lintas);

2) harus ada suasana tertib (di segala bidang dan urusan);

3) segala sesuatu harus lancar terutama komunikasi dan lalu lintas

(adanya dinamika tinggi);

4) adanya suasana sehat (bebas dari penyakit menular, pencemaran

lingkungan, pembinaan kesehatan jasmani/rohani).34

Berhasil atau tidaknya sesuatu pembangunan sangat tergantung pada

adanya rencana, pelaksanaan, dan pengawasan. Fungsi pengawasan, koordinasi,

dan sinkronisasi sangat perlu dalam agar pembangunan itu tidak menyimpang dari

rencana yang telah ditetapkan serta tidak tumpang tindih dan saling bertentangan

fungsi dan kegunaannya satu sama lain sehingga tercapai keserasian di dalam fisik

pembangunan maupun manfaatnya.

Peranan bupati/walikota sebagai kepala wilayah adalah

pengusaha/administrator tunggal pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan sangat diperlukan untuk menggerakkan, mengendalikan dan

mengoordinasi pembangunan di daerahnya. Demikian juga di bidang tata guna

tanah, peranan bupati/walikota juga sangat diperlukan agar pembangunan yang

diadakan itu betul-betul sesuai deengan fakta daerah maupun persyaratan yang

34

(14)

ditetapkan dalam rencana penggunaan tanah sebagai tempat bagi pelaksanaan

pembangunan itu.

Kebutuhan tanah untuk pembangunan kota-kota memang sebagian besar

dibutuhkan oleh masyarakat, terutama untuk kebutuhan perumahan yang menjadi

elemen utama kegiatan kota. Keadaan ini dapat ditunjukkan dengan data yang ada

di BPN dari 13 kota, yaitu bahwa antara 60-80% perumahan. Perkembangan

daerah perumahan akan terus berlanjut. Seiringan dengan itu, kebutuhan tanah

bagi kegiatan lainnya yang akan menjadi penunjangnya akan turut berkembang

(perdagangan, ruang hijau, dan lain-lain), walaupun luasnya tidak sama dengan

perkembangan kebutuhan untuk perumahan.

Berdasarkan pertimbangan itulah masalah penyediaan tanah bagi

berbagai kepentingan untuk pelaksanaan pembangunan kota perlu diarahkan

sehingga tujuan usaha penataan ruang tercapai.

Kota dapat tercapai sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Maka dalam

prosedur penyediaan tanahnya, harus dilaksanakan dengan urutan prioritasnyanya

sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jika tidak ditetapkan prioritasnyam, akan

terjadi rebutan dalam pemilihan lokasi tiap kegiatan sehingga akan menimbulkan

permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan kotanya.

Perkembangan penduduk kota dari waktu ke waktu harus selalu

diantisipasi dengan perkembangan kebutuhan penunjangnya sehingga apabila

terjadi kekeliruan dalam mengantisipasinya, akan menyebabkan

ketidakseimbangan antar kebutuhan dengan pelayanan. Hal ini akan

mengakibatkan sasaran usaha penataan ruang yang mengarah pada yang kurang

(15)

kebutuhan dan pelayanan bagi kehidupan penduduk kotanya, serta perlunya

memantau tingkat/standar kebutuhan masyarakat kota yang selalu berubah sesuai

dengan dinamika dari pembangunan perkotaan. Dalam usaha penataan ruang kota,

setiap perubahan yang mungkin terjadi di luar dugaan sebelumnya harus dapat

diantisipasi sehingga tata ruang yang direncanakan harus bersifat dinamis, sesuai

dengan kondisi fisik, ekonomi, dan sosiokultur masing-masing kotanya.

B. Penyediaan Lahan Untuk Kawasan Bandar Udara

Pembangunan bandar udara memerlukan lokasi yang tepat dimana

mendukung pembuatan rancang bangun, perencanaan, dan pembangunan bandar

udara termasuk kawasan di sekelilingnya wajib memperhatikan ketentuan

keamanan penerbangan, keselamatan penerbangan dan kelestarian lingkungan

kawasan bandar udara.

Bandar udara disamping merupakan pusat kegiatan ekonomi juga

merupakan tempat yang paling rawan terhadap keselamatan penerbangan dan

pusat kerawanan nasional karena bandar udara merupakan tempat keluar

masuknya orang asing dari ke Indonesia, oleh karena itu penentuan lokasi bandar

udara tetap dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah berhak menentukan lokasi

bandar udara baik bandar udara terbuka untuk umum maupun bandar udara

khusus. Semua pembangunan bandar udara harus memperoleh izin dari

pemerintah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PP No. 50 Tahun 1986.35

Setiap pembangunan bandar udara untuk umum wajib disediakan

fasilitas pokok barupa fasilitas pendaratan dan atau lepas landas; fasilitas

35

(16)

keamanan dan keselamatan penerbangan; fasilitas untuk penyelesaian

penerbangan, penumpang dan bagasinya baik keberangkatan maupun

kedatangannya. Di samping fasilitas pokok tersebut, pembangunan bandar udara

untuk umum juga harus disediakan fasilitas non aeronautika yang meliputi

fasilitas bongkar dan atau memuat kargo, pos fasilitas untuk naik dan atau

turunnya penumpang, fasilitas keamanan bandar udara, lahan untuk mendirikan

bangunan untuk kepentingan kelancaran operasional di bandar udara; ruang kantor

untuk pelaksanaan fungsi pemerintahan sebagaimana disebutkan di atas, ruang

kantor untuk berbagai kegiatan perusahaan penerbangan yang mempunyai

kegiatan di bandar udara; jaringan jalan menuju ke bandar udara; jembatan yang

diperlukan saluran air; tempat pembuangan limbah; instalasi listrik; instalasi

telekomunikasi dan instalasi air minum serta penimbunan bahan bakar (bunker),

di samping fasilitas yang diperlukan untuk orang cacat yang memerlukan

pertolongan.36

Sebelum pelaksanaan pembangunan bandar udara harus dibuat

perencanaan pembangunan dan pengembangan yang meliputi studi kelayakan,

rencana induk bandar udara, rancangan awal dan rancangan teknik terinci dan

studi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Persyaratan lokasi untuk pembangunan, rencana induk bandar udara,

pembuatan rancangan awal dan rancangan teknik, studi analisis mengenai dampak

lingkungan sebagaimana disebutkan di atas akan diatur lebih lanjut dengan

(17)

Lingkungan bandar udara yaitu lingkungan kerja bandar udara dan

lingkungan kepentingan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam PP No. 50

Tahun 1986. Yang dimaksudkan dengan lingkungan kerja adalah lokasi tanah di

dalam batas-batas bandar udara yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional

(BPN) kepada Menteri Perhubungan dengan hak pengelolaan, sedangkan

lingkungan kepentingan bandar udara adalah lahan di luar batas-batas bandar

udara yang merupakan kepentingan bandar udara untuk pengembangan dan atau

untuk menjamin keselamatan penerbangan.

Semua bangunan yang berada di dalam lingkungan kerja bandar udara

harus memperoleh ijin membangun dari penyelenggara bandar udara, sedangkan

bangunan di lingkungan kepentingan bandar udara ijin diberikan oleh pemerintah

daerah setelah memperoleh rekomendasi dari Departemen Perhubungan cq

Direktorat jenderal Perhubungan Udara. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin

keselamatan penerbangan dan untuk mencegah terjadinya gugatan dari pihak

ketiga yang menderita kerugian akibat ijin yang diberikan oleh pemerintah daerah.

Untuk menjamin keselamatan penerbangan di bandar udara maupun di

sekitarnya, kawasan sekeliling bandar udara juga harus terhindar adanya empang,

tanaman yang mengundang burung atau serangga yang akan mengganggu pesawat

udara (bird hazard). Demikian pula untuk mencegah adanya gugatan pihak ketiga,

di sekitar bandar udara ditetapkan tingkat kebisingan sebagaimana diatur dalam

Pasal 8 ayat (1) PP No. 50 Tahun 1986.

Kebisingan adalah sumber daya yang dipancarkan dari mesin pesawat

udara pada saat pesawat terbang dan atau saat mesin hidup, gesekan badan awak

(18)

dengan udara pada saat penerbangan berlangsung, gesekan roda pesawat udara

dengan aspal pada saat tinggal landas maupun pada saat mendarat menuju ke

apron yang merupakan akumulasi dan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi

manusia. Sumber daya yang tidak nyaman tersebut harus diatur

pembuangannya.37

C. Perencanaan Pembangunan Bandar Udara dan Tata Guna Tanah di Kawasan Bandar Udara

Lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa

yang merupakan ruagn bagi kehidupan bangsa Indonesia dalam segala aspek dan

matranya bukanlah semata-mata milik bangsa yang hidup sekarang ini akan tetapi

juga merupakan milik generasi yang akan datang. Karena itu tidak diperkenankan

pengerukan sumber daya yang kelak akan merugikan generasi berikutnya, itu

pulalah sebabnya mengapa kita tiba pada suatu pilihan bahwa pembangunan yang

kita inginkan adalah pembangunan yang berkelanjutan.38

Rancangan sebuah Lapangan Terbang, adalah suatu proses yang rumit

saling kait mengkait, sehingga analisa dari suatu kegiatan tanpa memperhatikan

pengaruhnya terhadap kegiatan lain, bukan merupakan pemecahan yang

memuaskan. Sebuah lapangan terbang melingkupi kegiatan yang sangat luas, yang

mempunyai kebutuhan yang berbeda, bahkan kadang-kadang berlawanan, seperti

misalnya kegiatan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan (pintu-pintu)

37

Ibid, Halaman 138-139 38

Oloan Sitorus., Penataan Kawasan Industri sebagai Bahagian Dari Upaya

(19)

antara land side dan air side, sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak

mungkin pintu terbuka dari land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.

Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat dan

kendaraan udara mempunyai pengaruh yang kuat kepada rancangan. Penumpang

dan pengirim barang, berkepentingan terhadap waktu yang dijalani mulai dari

keluar rumah sampai ke tempat tujuan, mereka tidak berkepentingan pada

lamanya waktu perjalanan darat maupun udara. Dengan alasan lain, jalan masuk

menuju lapangan terbang, perlu mendapat perhatian dalam pembuatan

rancangannya.

Hubungan lapangan terbang dan masyarakat sekelilingnya. Persoalan

yang ditimbulkan oleh beroperasinya bandar udara, dewasa ini sudah sangat

kompleks. Pada masa lalu awal kegiatan penerbangan, bandar udara terletak jauh

dari kota. Tanah murah, penduduk jarang, bangunan tidak berdesakan dan mudah

diatur, sehingga halangan terhadap operasi pesawat (Obstruction) tidak

merupakan persoalan. Begitu pula terhadap masyarakat, operasi penerbangannya

masih jarang, pesawat lebih kecil, sehingga suara mesin pesawat tidak

mengganggu kehidupan. Keseimbangan lingkungan mulai goyah, setelah

penduduk bertambah, industri memerlukan tanah murah yang umumnya di luar

kota dan jalan menuju daerah itu mudah.

Tanah demikian hanya ada di sekitar lokasi lapangan terbang,

selanjutnya perkembangan industri mengundang masuk pekerja untuk bertenpat

tinggal di sekitar pabrik, perlu pasar, perlu pedagang, perlu tambahan jalan dan

seterusnya efek berganda. Dari sudut operasi penerbangan sendiri, untuk melayani

(20)

beroperasi makin bear, tentu membutuhkan mesin yang lebih besar, resikonya

suara makin bising. Jadilah keseimbangan lingkungan terganggu. Maka

berkembanglah kebutuhan baru, lapangan terbang yang diatur, direncanakan,

dirancang sehingga semua kegiatan mendapat tempat yang selayaknya, perlu

tenaga perencana yang baik. Perlu Airport Master Planning dan perlu airport

masterplanner.39

C. 1. Rancangan Induk Bandar Udara

Defenisi rancangan induk adalah konsep pengembangan bandar udara

ultimate. Pengertian pengembangan bukan saja di dalam lingkungan bandar udara

tetapi seluruh area bandar udara di dalam dan di luar, sekitar operasi penerbangan

dan tata guna tanah sekitarnya. Tujuan umum dari rancangan induk adalah untuk

memberikan pedoman untuk penerbangan di kemudian hari yang memadai bagi

operasi penerbangan yang selaras dengan lingkungan dan pengembangan

masyarakat serta moda transportasi yang lain. Lebih detail. Rancangan induk

memberikan pedoman untuk :

a. Pengembangan fasilitas fisik sebuah lapangan terbang.

b. Tata guna tanah dan pengembangannya di dalam dan di di sekitar

bandar udara.

c. Menentukan pengaruh lingkungan dari pembangunan bandar udara

dan operasi penerbangan.

d. Pembangunan untuk kebutuhan jalan masuk.

39

(21)

e. Pengembangan kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya yang

menghasilkan uang bagi bandar udara yang bisa dikerjakan.

f. Pembagian phase dan kegiatan prioritas yang dilaksanakan sesuai

rancangan induk.

Pada awal masa penyusunan rancangan induk dikenal, kebanyakan

rancangan induk merupakan perancangan tehnis semata, terutama hanya untuk

keperluan operasi penerbangan. Namun dewasa ini rancangan induk mendapat

pengaruh dari segala segi, mempertimbangkan banyak kepentingan seperti teknis

operasi penerbangan, ekonomis, keuangan dan politis.

Terutama kesejahteraan lingkungan, keseimbangan masyarakat

sekeliling mendapat perhatian dan berpengaruh kuat atas rancangan induk

sehingga rancangan induk yang dibuat dewasa ini, tidak selalu yang terbaik dari

segi tehnik operasi penerbangan. Rancangan merupakan hasil kompromi dari

berbagai kebutuhan physik maupun non physik. Walaupun rancangan induk

lapangan terbang mempunyai isi yang berbeda untuk setiap lokasi dan berbeda

untuk setiap perencana namun yang paling kurang harus mengandung :

a. Ramalan kebutuhan/permintaan. Ramalan harus termasuk operasi

penerbangan, jumlah penumpang, volume barang dan lalu lintas

darat. Ramalannya dibuat tidak hanya ramalan tahunan, tetapi juga

jam-jam tersibuk harian.

b. Alternatif pemecahan persoalan, dari kebutuhan yang diramalkan

secara memadai dan memuaskan. Setiap alternatif pemecahan

persoalan harus memperhatikan pengaruh-pengaruhnya terhadap

(22)

c. Analisa biaya investasi. Tinjauan terhadap biaya pembangunan,

apakah dana yang dikeluarkan untuk suatu fasilitas bermanfaat,

apakah manfaatnya. Satu contoh, hubungannya dengan kebisingan.

Bila dibangun landas pacu sejajar, pengaruhnya sangat besar

terhadap penduduk sepanjang landasan, maka lebih baik

meningkatkan kemampuan landasan pacu tunggal daripada

membangun landasan sejajar. Analisa biaya investasi serta

keuntungannya langsung maupun tidak langsung sehingga

memberikan banyak pilihan bagi pimpinan/pengambil keputusan

untuk mempertimbangkan.

d. Pengaruh lingkungan dan alternative mengatasinya. Setiap

pembahasan dari rancangan tentu mengandung resiko antara lain

keuangan, teknis, pengaruhnya terhadap lingkungan. Pengembangan

sebuah lapangan terbang, tentu akan mengundang penduduk untuk

membangun perumahan sepanjang jalan masuk, membangun fasilitas

kehidupan. Contohnya : cengkareng, berbondong-bondong orang

membangun perumahan di jakarta barat, agar dekat dengan lokasi

bandar udara. Industri ikut berkembang sehingga perlu segera

diadakan peninjauan secara terpadu baik dari segi pengembangan

bandar udara, pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar maupun

perkembangan masyarakat terhadap operasionil penerbangan dan

bagaimana mengendalikan pengembangan masing-masing.

Pengembangan sebuah bandar udara, akan mengundang minat

(23)

lapangan dan sebagainya. Dalam tahap penyusunan rancangan induk,

pihak-pihak yang berkaitan dengannya haruslah diajak berkonsultasi

agar tidak terjadi ketimpangan pada rancangan induknya.40

Seorang yang bertanggung jawab untuk menentukan pemilihan lokasi

banadar udara baru, pertama-tama harus membuat kriteria sebagai pedoman dalam

penentuan lokasi yang sepatutnya untuk pengembangan di masa depan. Lokasi

bandar udara dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Tipe pengembangan lingkungan sekitar.

2. Kondisi atmosphir.

3. Kemudahan untuk mendapat tarnsport darat.

4. Tersedianya tanah untuk pengembangan.

5. Adanya lapangan terbang lain.

6. Halangan sekeliling (Surrounding Obstruction).

7. Pertimbangan ekonomis.

8. Tersedianya utilitas.

Ad. 1. Tipe pengembangan lingkungan sekitar

Faktor yang sangat penting, sebab kegiatan sebuah bandar udara

terutama dilihat dari kebisingan, inilah pasal yang paling banyak

mengganggu lingkungan dari sebuah bandar udara. Maka penelitian,

pengamatan, terhadap penggunaan tanah sekitar lapangan terbang sangat

perlu. Prioritas diberikan kepada pengembangan lingkungan yang selaras

dengan aktifitas bandar udara.

40

(24)

Bila mungkin pemilihan lokasi menjauhi daerah pemukiman

penduduk dan sekolah. Untuk lokasi terpilih yang masih mempunyai

daerah pemukiman belum rapat, sangat baik bila dikeluarkan peraturan

daerah yang mengatur tata ruang sekitar bandar udara, akan sangat

membantu pengembangan bandar udara maupun lingkungan sehingga

tidak ada konflik di kemudian hari.

Bandar udara sangat esensial bagi transport sebuah lingkungan

masyarakat, itu merupakan bagian integral dari masyarakat itu.

Karenanya bandar udara perlu ada, perlu berkembang, tapi tentu

masyarakat juga perlu berkembang jadi dituntut pengaturan

sebaik-baiknya, koordinasi pengembangan dari dua-duanya. Agar kegiatan

operasi penerbangan gangguannya bagi kehidupan masyarakat bisa

ditekan sekecil mungkin diinginkan adanya jalur hijau antara landas

pacu, taxiway, apron, bangunan terminal sebagai pembatas.

Ad. 2. Kondisi Atmosphir

Adanya kabut, asap kebakaran mengurangi jarak pandang pilot,

kabut (fog), asap (smoke), campuran keduanya mengurangi jarak

pandang bahkan sampai ketinggian muka laut campuran ini sangat

membahayakan dinamakan SMOG. Hambatan jenis ini mempunyai

pengaruh kepada menurunnya kapasitas lalu lintas penerbangan.

Jeleknya jarak pandang (visibility) mengurangi kemampuan pesawat

terbang dibanding visibility yang jauh. Hanya pesawat-pesawat yang

(25)

Instrument flight rule (IFR). kabut mempunyai kecenderungan bertahan

pada satu daerah yang tiupan anginnya kecil. Asap dihasilkan oleh

kebakaran hutan atau cerobong-cerobong asap industri.

Ad. 3. Kenudahan Untuk Mendapat transport darat.

Waktu yang dibutuhkan untuk keluar dari tempat penumpang

berangkat ke bandar udara, merupakan hal yang perlu dipelajari. Di

kota-kota besar waktu di darat lebih banyak daripada di udara dalam suatu

perjalanan. Jalan macet, mencari tempat parkir, lapor berangkat,

menunggu naik pesawat, lebih lama dari perjalanan bandar udara ke

bandar udara. Sesudah dikenal penerbangan dengan pesawat jet, untuk

perjalanan kurang dari 400 nmi (= 644 km) antara dua bandar udara di

kota besar, waktu di darat bisa dua kali lipat waktu di udara dalam

perjalanan itu. Kecenderungan di Indonesia penumpang mencapai

bandar udara dan keluar dari bandar udara adalah dengan mengendarai

mobil pribadi.

Pemakaian dengan mobil pribadi tentu dengan berbagai alasan,

alasan keamanan, praktis dan mudah (belum tentu murah). Ada alasan

lain yang perlu mendapat perhatian, transport umum tidak aman, sedang

taxi sangat mahal, bukan rahasia lagi bahwa taxi menuju ke dan keluar

dari bandar udara adalah transport yang termahal di Indonesia dengan

sarana kenderaan yang seadanya. Sampai suatu titik perkembangan

tertentu penggunaan mobil pribadi dari dan ke bandar udara masih bisa

(26)

sesudah titik itu dilewati perlu dipikirkan transportasi darat masal untuk

transit dari bandar udara ke pusat kota. Transportasi masal misalnya

kereta api, cable car, bus-bus dengan rute bandar udara-pusat

kota,bolak-balik – Commuter Transport.

Ad. 4. Tersedianya tanah untuk pengembangan.

Pada pelita II secara faris besar perkembangan Transportasi

Udara rata-rata nasional sebesar 14%. Pelita III rata-rata nasional 16%

begitu dinamisnya perkembangan angkutan udara, barang tentu setiap

bandar udara juga harus menyesuaikan dengan permintaan, landas pacu

diperpanjang, taxiway diperlebar dan ditambah, apron diperluas, tempat

parkir kenderaan diperluas, bangunan terminal diperluas. Semua tentu

memerlukan tanah untuk pengembangan, baik untuk memperluas

fasilitas yang telah ada, maupun membangun fasilitas yang baru.

Ad. 5. Adanya bandar udara lain

Ketika mengadakan pemilihan lokasi untuk menentukan sebuah

bandar udara baru, atau menambah landas pacu baru, perlu

dipertimbangkan adanya lapangan terbang lain yang berada di

sekitarnya. Bandar udara harus mempunyai jarak yang cukup jauh satu

sama lain, untuk memberikan ruang lingkup yang cukup untuk manuver

saat akan mendarat pada satu bandar udara dan gangguan

gerakan/naik/turun pesawat di bandar udara lain. Jarak minimum antar

(27)

bandar udara itu mempunyai perlengkapan operasi bandar udara dengan

kondisi jarak pandang yang jelek.

Ad. 6. Halangan sekeliling (Surrounding Obstruction)

Lokasi bandar udara harus dipilih sedemikian, hingga bila

diadakan pengembangan, bebas halangan atau halangan mudah

dihilangkan. Bandar udara harus dilindungi dengan peraturan yang ketat

agar tidak sembarangan membangun apa saja yang merupakan halangan

bagi penerbangan. Terutama pada daerah Approach area pengawasan

harus seketat-ketatnya.

Perkembangan teknologi pesawat di masa depan yang beroperasi

sangat pesat serta syarat-syarat pengoperasiannya, maka kebutuhan

untuk operasi dari teknologi pesawat kini harus dipenuhi. Itu syarat

minimal yang dibutuhkan bagi operasi pesawat masa depan. Tentu

sangat mustahil bila diminta untuk menguasai danmemembebaskan

tanah diperpanjangan landasan agar orang tidak membangun

sembarangan disitu. Maka yang paling tepat adalah pengaturan tata

ruang, yang didukung oleh Undang-undang, atau paling kurang

Peraturan Daerah, begitu lokasi bandar udara sudah ditentukan.

Clearance yang dibutuhkan approach area pada perpanjangan

landas pacu secara detail diberikan dalam :

- FAA FAR Part Obstruction Clearance Requirement

(28)

Pada daerah approach area itu terdapat areal disebut daerah

landasan bersih halangan (Runway Clear Zone). Menurut pengalaman

daerah ini sulit diawasi dari pembuatan bangunan bila tidak dibebaskan,

walau ada larangan melalui Undang-undang penerbangan dan peraturan

daerah.

Ad. 7. Pertimbangan Ekonomi

Penyajian rancangan induk tentu memberikan beberapa pilihan

kemungkinan lokasi, ada perbandingan-perbandingan ditinjau secara

sekonomis. Lokasi yang berada pada tanah rendah, lebih rendah dari

sekelilingnya membutuhkan penggusuran dan seterusnya. Berbagai

alternativ lengkap dengan perhitungan volume dan biaya diberikan.

Tentu saja pilihan lokasi jatuh kepada tempat dengan ongkos

pembangunan yang murah.

Ad. 8. Tersedianya utilitas

Sebuah bandar udara terutama yang besar membutuhkan utilitas

yang besar pula, perlu tersedia air minum dan air gelontor, tenaga listrik,

sambungan telepon, bahan bakar minyak. Dalam pembuatan rancangan

induk tentu penyediaan utilitas harus dipertimbangkan pula. Dari mana

air minum untuk menggelontor W.C. Tenaga listrik selain dari PLN

harus ada tenaga cadangan bila sambungan PLN putus, padahal

pelabuhan udara serta peralatannya harus tetap beroperasi.

Bahan bakar bisa disalurkan melalui pipa-pipa dan keluar di

(29)

harus ada. Air limbah arus dipikirkan pembuangannya, limbah

kakus/WC harus dibuatkan pipa tersendiri tidak dicampur dengan

selokan pembuangan air hujan. Limbah restoran banyak mengandung

lemak, kalau dibuang bersama limbah WC dalam satu pipa. Pipa

tersumbat lemak, maka limbah WC, limbah restoran dan air hujan harus

terpisah.41

C. 2. Tata Guna Tanah Yang Didambakan di Kawasan Bandar Udara

Rancangan tata guna tanah pada daerah di dalam areal bandar udara, dan

areal yang berbatasn dengannya adalah bagian penting dalam rancangan induk

lapangan terbang. Tata guna tanah di dalam dan di luar area yang berbatasan

dengan bandar udara merupakan bagian integral, dari program rancangan terpadu

wilayah pengembangan, dimana bandar udara itu sebagai salah satu pelayanan

angkutan udaranya.

Oleh karena itu penyusunan rancangan tata guna tanah harus terkoordinir

dengan rancangan tata ruang kota dan rancangan tata ruang wilayah

pengembangan baik dari kebijaksanaannya, programnya dan tujuannya. Keberatan

yang paling tidak disukai oleh penduduk sekitar bandar udara adalah suara bising

dari pesawat turbin.

Tata guna tanah harus diproyeksikan kepada kemungkinan

pengembangan pemakaian pesawat jet di masa depan. Kontur intensitas suara

bising dari berbagai jenis pesawat bisa digambarkan di atas peta tata guna tanah.

Dari peta tata guna tanah dan kontur intensitas suara bising dapat diperkirakan

41

(30)

ketidak selarasan antara operasi penerbangan dengan penggunaan yang telah ada.

Bila tanah di luar batas pagar pelabuhan udara belum merupakan daerah

berkembang, kontur intensitas bising bisa dipakai sebagai dasar pengembangan

tata guna tanah yang terpadu dan tata ruang. Walaupun tata ruang dipakai sebagai

metode untuk mengontrol tata guna tanah pada sebuah bandar udara dan

sekitarnya, cara ini tidak efektif bagi daerah yang terlanjur dibangun, karena tata

ruang tidak bisa berlaku surut.

Walaupun dengan kekurangan ini, perencana harus menggunakan tata

ruang untuk mengontrol tata guna tanah, sebab cara ini yang baik untuk

mendapatkan keselarasan lingkungan. Sebuah bandar udara dalam menyusun tata

ruangnya bisa menggunakan :

1. FAR Part 77 dan

2. ICAO Annex 14

Perluasan tata guna tanah pada sebuah bandar udara sepenuhnya

tergantung kepada tersedianya tanah untuk penggunaannya bisa kepada hal-hal

yang langsung berhubungan dengan penerbangan, sedangkan yang lain sebagai

penunjang.

Penggunaan yang langsung dengan penerbangan seperti landasan

taxiway, apron, bangunan terminal, parkir kenderaan, dan fasilitas pemeliharaan.

Failitas penunjang yang non penerbangan seperti ruang untuk rekreasi, aktifitas

industri, aktifitas perdagangan. Ketika menganalisa kegiatan industri dan

penerbangan, harus diperhitungkan baik-baik bahwa kegiatan itu tidak

(31)

elektronik (Radio Antar Penduduk/CB, ORARI akan mengganggu operasi

navigasi pesawat, peralatan komunikasi dan bantuan navigasi darat.

Asap akan mengganggu jarak pandangan. Fasilitas rekreasi seperti

lapangan golf cukup baik diadakan dalam lingkungan bandar udara. Pertanian

jenis tertentu baik ditempatkan di daerah bandar udara selama tidak mengundang

kehadiran burung. Bandar udara yang mempunyai kelebihan tanah, sesudah

dipakai untuk kepentingan operasi penerbangan, dan kemungkinan

pengembangannya di masa depan, bila merencanakan dalam tata guna tanahnya

suatu daerah untuk disewakan, untuk membantu pendapatan bagi bandar udara,

tapi ini belum umum di Indonesia.42

42

Ibid, halaman 110-113

Tujuan utama tata guna tanah bagi area di luar bandar udara adalah

membuat seminimal mungkin gangguan suara bising bagi pemukiman di

sekitarnya dan menjaga keselamatan penerbangan. Rancangan tata guna tanah

yang dibuat oleh pihak bandar udara dipakai oleh Pemerintah Daerah sebagai

pedoman pengembangan daerah sekeliling bandar udara. Sehingga tidak ada

masalah hukum di kemudian mengenai pemanfaatan lahan di dalam dan di luar

bandar udara.

Dengan kata lain produk hukum dari Menteri Perhubungan mengenai

kawasan keselamatan operasional penerbangan dan pemanfaatan lahan bandar

udara harus diimplementasikan ke dalam peraturan daerah yang dibuat pemerintah

daerah. Sehingga tidak ada peraturan yang tumpang tindih bahkan peraturan yang

tingkatnya lebih tinggi didukung oleh peraturan yang tingkatnya lebih rendah (lex

(32)

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya,

maka yang menjadi kesimpulan dan saran bagi penutu dari tulisan ini adalah :

A. Kesimpulan

1. Mengenai keselamatan penerbangan dimana diatur dalam Undang-undang No.

15 Tahun 1992 yang telah direvisi menjadi Undang-undang RI No. 1 Tahun

2009 tentang penerbangan. Kemudian melalui Peraturan Pemerintah RI No. 3

Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dan secara

khusus untuk bandar udara polonia yakni Keputusan Menteri Perhubungan

No. 18 Tahun 1991 tentang Batas-batas Keselamatan Operasi Penerbangan di

Sekitar bandar udara polonia – medan. Peraturan perundang-undangan

tersebut mengatur secara jelas bagaimana standar keamanan dan keselamantan

dalam operasional penerbangan di suatu bandar udara. Dimana suatu bandar

udara haruslah memiliki rencana induk bandar udara dimana mendukung

lingkungan hidup sekitarnya. Peraturan KKOP secara jelas mengatur

ketinggian bangunan disekitar kawasan keselamatan operasional penerbangan

sehingga penataan bangunan, bahkan penataan ruang darat dan udara di

kawasan bandar udara dapat tertata dengan benar guna mendukung

keselamatan penerbangan. Karena itu KKOP harus dijalankan dengan tegas,

sehingga permasalahan ketinggian bangunan dapat dicegah dikemudian hari.

2. Penyediaan lahan untuk suatu bandar udara baru dilandasi oleh Peraturan

(33)

bandar udara kepada pengelola bandara dengan hak pengelolaan. Bandar

udara harus memiliki rencana induk bandar udara guna menunjang operasional

bandar udara dan pengembangan di masa depan. Selain itu harus membuat

rencana tata guna di kawasan dalam dan kawasan luar bandara. Sehingga

penggunaan lahan dikawasan bandar udara tidak menganggu operasional

bandara. Sebuah bandar udara dalam menyusun tata ruangnya bisa

menggunakan :

3. FAR Part 77 dan

4. ICAO Annex 14

Perluasan tata guna tanah pada sebuah bandar udara sepenuhnya

tergantung kepada tersedianya tanah untuk penggunaannya bisa kepada

hal-hal yang langsung berhubungan dengan penerbangan, sedangkan yang lain

(34)

B. Saran

Masalah keselamatan penerbangan dan pemanfaatan lahan kawasan

sekitar bandar udara masing sering terjadi, sehingga diperlukan upaya-upaya

hukum yang harus diambil supaya tidak terjadi masalah tersebut di masa akan

datang. Oleh karena itu dalam tulisan ini dapat diberikan beberapa saran :

a. pembangunan fisik suatu kota tidak dapat ditahan pada saat ini, karena

mendukung perkembangan ekonomi. Kehadiran bandar udara sebagai

daya tarik untuk pembangunan fisik di sekitar bandar udara dikhawatirkan

akan menggangu keselamatan penerbangan itu sendiri. Bandar udara

polonia mengalami dilematis dari permasalahan tersebut sehingga perlu

priotitas dalam hal ini. Sebelum bandar udara polonia dipindahkan maka

kegiatan KKOP disekitar KKOP harus diawasi dan apabila ada yang

menyalahi ketentuan haruslah ditindak dengan tegas karena haruslah

diutamakan keselamatan penerbangan itu sendiri. Kegiatan pembangunan

bisa diarahkan kedaerah lain dulu menunggu pemindahan bandar udara.

Selain itu pihak dinas tata ruang dan tata bangunan kota medan harus

sejalan, sinkron dalam mengupayakan KKOP supaya tetap dilaksanakan

bukan hanya mementingkan kegiatan pembangunan saja namun

mengorbankan keselamatan penerbangan. Selain itu pihak administratur

bandara nantinya bisa memiliki fungsi eksekutor, sehingga

masalah-masalah ketinggian bangunan di kawasan KKOP dapat langsung ditindak

dengan tegas.

b. Belajar dari masalah yang telah terjadi ada baiknya pemerintah kota

(35)

tengah dimana pemda lombok membuat suatu Perda yaitu : Perda No. 7

Tahun 2006 tentang rencana detail tata ruang kawasan bandar udara

lombok baru kabupaten lombok tengah. Sehingga ada pengaturan jelas

terhadap lahan di kawasan bandar udara serta peruntukkannya. Sehingga

penataan tanah yang mendukung kegiatan operasional bandar udara.

Dengan demikian tercapailah keselamatan penerbangan dan keselamatan

masyarakat sekitar. Sehingga dengan demikian dengan pengaturan tersebut

bisa mencegah masalah yang sering terjadi yakni pemanfaatan lahan,

ketinggian bangunan, dan masalah kebisingan di kawasan bandar udara.

Bandar udara kuala namu akan beroperasi pada tahun 2011 atau pada

tahun 2012, maka pemerintah daerah harus mengawasi daerah kawasan

penerbangan bandar udara kuala namu khususnya pemanfaatan lahan,

sehingga dari sekarang seharusnya bisa dikeluarkan peraturan untuk

(36)

BAB II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG

KESELAMATAN PENERBANGAN

A. Sejarah Singkat Bandar Udara Polonia

Sebelum kita masuk pada pembahasan utama pada bab ini, mari kita

melihat sejarah bandar udara Polonia. Bandara Internasional Polonia (kode IATA:

MES; kode ICAO:WIMM) adalah sebuah bandar udara internasional yang terletak

sekitar 2 km dari pusat kota Medan, Indonesia. Bandara ini melayani penerbangan

ke kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Batam dan juga ke Malaysia

(Kuala Lumpur, Penang, Ipoh) dan singapura. Dihitung dari jumlah arus

penumpang, Polonia adalah bandara terbesar keempat di Indonesia setelah

Soekarno-Hatta, Juanda, dan Ngurah Rai.

Nama Polonia berasal dari nama negara asal para pembangunnya,

Polandia (Polonia merupakan nama “Polandia” dalam bahasa latin). Sebelum

menjadi bandar udara, kawasan tersebut merupakan lahan perkebunan milik orang

Polandia bernama Baron Michalsky. Tahun 1872 dia mendapat konsesi dari

Pemerintah Belanda untuk membuka perkebunan tembakau di Sumatera Timur di

daerah medan. Kemudian dia menamakan daerah itu dengan nama Polonia,

sebuah daerah di negeri kelahirannya.

Tahun 1879 karena suatu hal, konsesi atas tanah perkebunan itu

berpindah tangan kepada Deli Maatschappy (Deli MIJ) atau NV Deli Maskapai.

Tahun itu terdapat kabar pionir penerbang bangsa Belanda van der Hoop akan

(37)

dalam waktu 20 jam terbang. Maka Deli MIJ yang memegang konsesi atas tanah

itu, menyediakan sebidang lahan untuk diserahkan sebagai lapangan terbang

pertama di Medan. Pada tahun 1924, setelah berita pertama tentang kedatangan

pesawat udara itu tidak terdengar, maka rencana kedatangan pesawat udara

kembali terdengar. Mengingat waktu itu sangat pendek, persiapan untuk lapangan

terbang tidak dapat dikejar, akhirnya pesawat kecil yang diawaki van der Hoop

yang menumpangi pesawat Fokker, bersama VN Poelman dan van der Broeke

mendarat di lapangan pacuan kuda yakni Deli Renvereeniging, disambut Sultan

Deli Sulaiman Syariful Alamsyah.

Setelah pesawat pertama mendarat di Medan, maka Asisten Residen

Sumatera Timur Mr. CS Van Kempen mendesak pemerintah Hindia Belanda di

Batavia, agar mempercepat dropping dana untuk menyelesaikan pembangunan

lapangan terbang Polonia. Pada 1928 lapangan terbang Polonia dibuka secara

resmi, ditandai dengan mendaratnya enam pesawat udara milik KNILM, anak

perusahaan KLM, pada landasan yang masih darurat, berupa tanah yang

dikeraskan. Mulai tahun 1930, perusahaan penerbangan Belanda KLM serta anak

perusahaannya KNILM membuka jaringan penerbangan ke Medan secara berkala.

Pada tahun 1936 kapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya melakukan

perbaikan yaitu pembuatan landasan pacu (runway) sepanjang 600 meter.

Pada tahun 1975, berdasarkan keputusan bersama Departemen

Pertahanan dan Keamanan, Departemen Perhubungan dan Departemen Keuangan,

pengelolaan pelabuhan udara Polonia menjadi hak pengelolaan bersama antara

Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara Sipil. Dan mulai 1985 berdasarkan

(38)

diserahkan kepada Perum Angkasa Pura yang selanjutnya mulai 1 Januari 1994

menjdai PT. Angkasa Pura II (Persero). Bandar Udara Polonia mempunyai luas

sebesar 144 hektar. Panjang landasan pacu saat ini adalah 2.900 meter, sementara

yang dapat digunakan sepanjang 2.625 meter (sehingga terdapat displaced

threshold sebesar 275 meter). Hal ini terjadi karena banyaknya benda yang

menghalang di sekitar tempat lepas landas dan mendarat. Polonia juga memiliki 4

taxiway dan apron seluas 81.455 meter. Polonia dirancang untuk dapat memuat

maksimum sekitar 900.000 penumpang. 26

B. Peraturan-peraturan Perundang-undangan di bidang Keselamatan Penerbangan

Ada beberapa peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang

keselamatan penerbangan yang telah diundangkan yakni :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009

tentang penerbangan.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001

tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.

3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 1991 tentang

Batas-batas Keselamatan Operasi Penerbangan Di Sekitar Bandar

Udara Polonia – Medan.

26

Bandar Udara Internasional Polonia, Wikipedia Indonesia, yang

(39)

B. 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang

penerbangan

Undang-undang RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah

penyempurnaan dari Undang-undang RI No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan

guna menyelaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

perubahan paradigma dan lingkungan strategis, termasuk otonomi daerah,

kompetisi tingkat regional dan global, peran serta masyarakat, persaingan usaha,

konvensi internasional tentang penerbangan, perlindungan profesi, serta

perlindungan konsumen.

Pasal 1 angka 33 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2009 menyatakan

Bandar Udara adalah kawasan di daratam dan/atau perairan dengan batas-batas

tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas,

naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan

antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan

keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

Keselamatan penerbangan di bandar udara dan sekitarnya yang meliputi

peralatan, berbagai kawasan operasi penerbangan, pembatasan penggunaan lahan

di dalam maupun diluar bandara; keamanan penerbangan yang meliputi berbagai

daerah yang perlu diamankan, pemeriksaan badan, kargo, bagasi, pos serta para

petugas yang wajib mengamankan, penyelenggaraan bandar udara baik oleh

pemerintah maupun badan usaha milik negara, swasta, kerjasama pengusahaan

bandar udara; pembangunan bandar udara yang harus memiliki fasilitas yang

(40)

Pasal 3 Undang-undang RI No. 1 Tahun 2009 menyatakan bahwa

penerbangan diselenggarakan dengan tujuan :

a. mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur,

selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan

menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat;

b. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui

udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara

dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

c. membina jiwa kedirgantaraan;

d. menjunjung kedaulatan negara;

e. menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan

industri angkutan udara nasional;

f. menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan

pembangunan nasional;

g. memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka

perwujudan Wawasan Nusantaral;

h. meningkatkan ketahanan nasional; dan

i. mempererat hubungan antar bangsa.

Bandar udara terdiri atas:

a. bandar udara umum, yang selanjutnya disebut bandar udara; dan

b. bandar udara khusus.

Bandar udara memiliki peran sebagai :

(41)

b. pintu gerbang kegiatan perekonomian;

c. tempat kegiatan alih moda transportasi;

d. pendorong dan penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;

e. pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan, dan

penanganan bencana; serta

f. prasarana memperkukuh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.

Dalam pasal 199 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 menyatakan :

(1) Rencana induk nasional bandar udara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 193 ayat (3) huruf b merupakan pedoman dalam

penetapan lokasi, penyusunan rencana induk, pembangunan,

pengoperasian, dan pengembangan bandar udara.

(2) Rencana induk nasional bandar udara sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan :

a. rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota;

b. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;

c. potensi sumber daya alam;

d. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun

internasional;

e. sistem transportasi nasional;

f. keterpaduan intermoda dan multimoda; serta

g. peran bandar udara.

(42)

a. kebijakan nasional bandar udara; dan

b. rencana lokasi bandar udara beserta penggunaan, hierarki,

dan klasifikasi bandar udara.

Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah diketahui atau diukur

antara lain dengan survei asal dan tujuan penumpang (origin dan destination

survey).

Penetapan Lokasi Bandar Udara haruslah memperhatikan hal-hal sebagai

berikut yakni :

(1) Lokasi bandara udara ditetapkan oleh Menteri.

(2) Penetapan lokasi bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memuat;

a.titik koordinat bandar udara; dan

b.rencana induk bandar udara.

(3) Penetapan lokasi bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan memperhatikan :

a. rencana induk nasional bandar udara;

b. keselamatan dan keamanan penerbangan;

c. keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan

kegiatan lain terkait lokasi bandar udara;

d. kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah,

teknis pembangunan, dan pengoperasian; serta

e. kelayakan lingkungan.

Menurut penjelasan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

(43)

memberikan keuntungan secara ekonomis bagi pengembangan wilayah, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud dengan “kelayakan

finansial” adalah kelayakan yang dinilai akan memberikan keuntungan bagi badan

usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara. Yang dimaksud dengan

“kelayakan sosial” adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan dampak yang

ditimbulkan oleh adanya bandar udara tidak akan meresahkan masyarakat sekitar

serta memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar. Yang dimaksud dengan

“kelayakan pengembangan wilayah” adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan

kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan “kelayakan teknis

pembangunan” adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan faktor kesesuaian fisik

dasar antara topografi, kondisi meteorologi dan geofisika, serta daya dukung

tanah. Yang dimaksud dengan “kelayakan pengoperasian” adalah kelayakan yang

dinilai berdasarkan jenis pesawat, pengaruh cuaca, penghalang, penggunaan ruang

udara, dukungan navigasi penerbangan, serta prosedur pendaratan dan lepas

landar.

Rencana induk bandar udara harus memuat :

a. Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan

kargo;

b. Kebutuhan fasilitas;

c. Tata letak fasilitas;

d. Tahapan pelaksanaan pembangunan;

e. Kebutuhan dan pemanfaatan lahan;

(44)

g. Daerah lingkungan kepentingan;

h. Kawasan keselamatan operasi penerbangan; dan

i. Batas kawasan kebisingan.

Kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 202 huruf h terdiri atas :

a. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;

b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;

c. kawasan di bawah permukaan transisi;

d. kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam;

e. kawasan di bawah permukaan kerucut; dan

f. kawasan di bawah permukaan horizontal luar.

Batas kawasan kebisingan merupakan kawasan tertentu di sekitar

bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara yang terdiri

atas :

a. kebisingan tingkat I;

b. kebisingan tingkat II; dan

c. kebisingan tingkat III.

Yang dimaksud dengan “kebisingan tingkat I” adalah tingkat kebisingan

yang berada dalam Indeks Kebisingan Pesawat Udara (Weighted Equivalent

Continous Perceived Noise Level/WECPNL) lebih besar atau sama dengan 70

(tujuh puluh) dan lebih kecil dari 75 (tujuh puluh lima). Yang dimaksud dengan

“kebisingan tingkat II” adalah tingkat kebisingan yang berada dalam Indeks

Kebisingan Pesawat Udara lebih besar atau sama dengan 75 (tujuh puluh lima)

(45)

tingkat III” adalah tingkat kebisingan yang berada dalam Indeks Kebisingan

Pesawat Udara lebih besar atau sama dengan 80 (delapan puluh).

Dengan demikian mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan,

serta menanam atau memelihara pepohonan di dalam kawasan keselamatan

operasi penerbangan tidak boleh melebihi batas ketinggian kawasan keselamatan

operasi penerbangan. Kecuali, terhadap ketentuan mendirikan, mengubah, atau

melestarikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat

persetujuan Menteri, dan memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. merupakan fasilitas yang mutlak diperlukan untuk operasi

penerbangan;

b. memenuhi kajian khusus aeronautika; dan

c. sesuai dengan ketentuan teknis keselamatan operasi penerbangan.

Bangunan yang melebihi batasan tersebut wajib menginformasikannya

kepada pelayanan aeronautika. Bandar udara sebagai bangunan gedung dengan

fungsi khusus, pembangunannya wajib memperhatikan ketentuan keselamatan dan

keamanan penerbangan, mutu pelayanan jasa kebandarudaraan, kelestarian

lingkungan, serta keterpaduan intermoda dan multimoda.

Izin mendirikan bangunan bandar udara ditetapkan okeh Pemerintah

setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Izin mendirikan bangunan

bandar udara baru dapat diterbitkan setelah memenuhi persyaratan yakni :

a. bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan;

b. rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan

aksesibilitas dalam penyelenggaraan bandar udara;

(46)

d. rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara; dan

e. kelestarian lingkungan.

Pada Pasal 211 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 menyatakan :

(1) untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan serta

pengembangan bandar udara, pemerintah daerah wajib

mengendalikan daerah lingkungan kepentingan bandar udara.

(2) Untuk mengendalikan daerah lingkungan kepentingan bandar

udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah

wajib menetapkan rencana rinci tata ruang kawasan di sekitar

bandara udara dengan memperhatikan rencana induk bandar

udara dan rencana induk nasional bandar udara.

Lebih jelas lagi dinyatakan dalam penjelasan Pasal 211 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009, yang dimaksud dengan “rencana rinci tata ruang kawasan

di sekitar bandar udara” adalah pengaturan tata guna lahan di sekitar bandar udara.

Dengan demikian pemerintah daerah harus membuat peraturan untuk mendukung

hal tersebut yakni pengaturan tata guna lahan di sekitar bandar udara.

B. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang

Keamanan dan Keselamatan Penebangan

Keamanan dan keselamatan penerbangan memiliki peranan yang penting

dan strategis dalam penyelenggaraan penerbangan sehingga penyelenggaraannya

dikuasai oleh Pemerintah dalam satu kesatuan sistem pelayanan keamanan dan

(47)

Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah meliputi aspek pengaturan,

pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan, pendayagunaan,

dan pengembangan sistem pelayanan keamanan dan keselamatan penerbangan,

dalam upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat,

aman, cepat, tertib dan teratur serta terpadu dengan moda transportasi lain.

Setiap penyelenggara bandara wajib memiliki setifikat operasi bandar

udara yang diberikan oleh Menteri Perhubungan. Dimana dalam Pasal 34 angka 2

PPRI No. 3 Tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan

menyatakan persyaratan untuk memperoleh sertifikat operasi bandara yakni :

a. tersedianya fasilitas dan/atau peralatan penunjang penerbangan

yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan

penerbangan yang disesuaikan dengan kelasnya;

b. memiliki prosedur pelayanan jasa bandar udara;

c. memiliki buku petunjuk pengoperasian, penanggulangan keadaan

gawat darurat, perawatan, program pengamanan bandar udara dan

higiene dan sanitasi;

d. tersedia personil yang memiliki kualifikasi untuk pengoperasian,

perawatan dan pelayanan jasa bandar udara;

e. memiliki daerah lingkungan kerja bandar udara, peta kontur

lingkungan bandar udara, peta situasi pembagian sisi darat dan sisi

udara;

f. memiliki kawasan keselamatan penerbangan di sekitar banda udara

yang meliputi:

(48)

2) kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;

3) kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;

4) kawasan di bawah permukaan horizontal luar;

5) kawasan di bawah permukaan kerucut;

6) kawasan di bawah permukaan transisi;

7) kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi

penerbangan;

g. memiliki peta yang menunjukkan lokasi/koordinat penghalang dan

ketinggiannya yang dapat membahayakan keselamatan

penerbangan;

h. memiliki fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan

pemadaman kebakaran sesuai dengan kategorinya;

i. memiliki berita acara evaluasi/uji coba yang menyatakan laik untuk

dioperasikan; dan

j. struktur organisasi penyelenggaraan bandar udara.

Fasilitas penerbangan yang dimaksud antara lain meliputi peralatan

sistem pendaratan, peralatan sistem komunikasi, peralatan meteorologi, landasan

pacu (runway), penghubunga landasan pacu, peralatan parkir pesawat (apron) dan

terminal. Peralatan penunjang penerbangan antara lain meliputi peralatan listrik,

instalasi air, peralatan perbengkelan, pergudangan, dan peralatan pemanduan

parkir pesawat udara (Aircraft Docking Guidance System/ADGS).

Setiap pembangunan bandar udara untuk umum wajib disediakan

fasilitas pokok berupa fasilitas pendaratan dan atau lepas landas; fasilitas

(49)

penerbangan, penumpang dan bagasinya baik keberangkatan maupun

kedatangannya. Disamping fasilitas pokok tersebut, pembangunan bandar udara

untuk umum juga harus disediakan fasilitas non aeronautika yang meliputi

fasilitas bongkar dan atau memuat kargo, pos fasilitas keamanan bandar udara,

lahan untuk mendirikan bangunan untuk kepentingan kelancaran operasional di

bandar udara; ruang kantor untuk pelaksanaan fungsi pemerintahan, ruang kantor

untuk berbagai kegiatan perusahaan penerbangan yang mempunyai kegiatan di

bandar udara; jaringan jalan menuju ke bandar udara; jembatan yang diperlukan

saluran air; tempat pembuangan limbah; instalasi listrik; instalasi telekomunikasi

dan instalasi air minum serta penimbunan bahan bakar (bunker), di samping

fasilitas yang diperlukan untuk orang cacat yang memerlukan pertolongan.

Sebelum pelaksanaan pembangunan bandar udara harus dibuat

perencanaan pembangunan dan pengembangan yang meliputi studi kelayakan,

rencana induk bandar udara, rancangan awal dan rancangan teknik terinci dan

studi analis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Persyaratan lokasi untuk

pembangunan, rencana induk bandar udara, pembuatan rancangan awal dan

rancangan tehnik terinci dan studi analisis mengenai dampak lingkungan

sebagaimana akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri Perhubungan.27

a. populasi burung di lingkungan kerja bandar udara;

Dalam PPRI No. 3 Tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan

penerbangan Pasal 50 angka 1 menyatakan bahwa penyelenggara bandar udara

wajib menjaga lingkungan bandar udara guna menghindari terjadinya :

b. populasi binatang lain yang berkeliaran di sisi udara;

27

(50)

c. gangguan terhadap higiene dan sanitasi;

d. gangguan kebisingan; dan

e. gangguan lainnya yang dapat membahayakan keamanan dan

keselamatan penerbangan.

Dengan demikian penting untuk diperhatikan mengenai dampak

lingkungan di sekitar bandara, sehingga mendukung kegiatan operasional bandar

udara.

B. 3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 1991 tentang

Batas-batas Keselamatan Operasi Penerbangan Di Sekitar Bandar Udara Polonia

– Medan.

Kepmenhub No. 18 Tahun 1991 tentang batas-batas Keselamatan

Operasi penerbangan di Sekitar Bandar Udara Polonia – Medan sudah melalui

kajian aeronuutika yang berstandar internasional. dimana sudah ditentukan

berdasarkan persyaratan permukaan batas penghalang untuk landasan dengan

pendekatan presisi kategori III Nomor Kode 4 sesuai Annex 14 ICAO Konvensi

Chicago Tahhun 1944 yang sudah menjadi konvensi internasional mengenai

kebandarudaraan.

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar bandar

udara yaitu :

a. Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas;

b. Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan;

c. Kawasan di bawah permukaan transisi;

(51)

e. Kawasan sekitar penempatan alat bantu navigasi udara.

Batas-batas tanah kawasan yang disebut di atas di tetapkan dalam pasal

3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 dimana dilampir dibagian akhir skripsi ini. Sedangkan

batas-batas ketinggian bangunan dan benda tumbuh untuk setiap kawasan yang

dimaksud dalam Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 ditetapkan pada Pasal 11, 12, 13, 14,

15, 16 dan 17 Kepmenhub No.18 Tahun 1991 juga dilampirkan di akhir skripsi ini

berikut peta dan skema lokasinya.

KKOP adalah tanah atau perairan dan ruang udara di bandar udara dan

sekitarnya yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka

menjamin keselamatan penerbangan. Pada KKOP tidak dibenarkan adanya

bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun yang dapat

berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang diperkenankan

sesuaai dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi Landasan Pacu) dan

Runway Classification (Klasifikasi Landasan Pacu) dari suatu bandar udara.

KKOP suatu bandara merupakan kawasan yang relatif sangat luas, mulai dari

pinggir landas pacu yang disebut runway strip membentang sampai 15 km dari

ARP dengan ketinggian berbeda-beda sampai 145 m relatif tehadap AES.

Kawasan permukaan yang paling kritis terhadap adanya halangan (obstacle)

adalah Kawasan Pendekatan dan Lepas landas (apprroach and take off), Kawasan

Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, Kawasan di Bawah Permukaan Transisi, dan

Kawasan di Bawah Permukaan Horizontal Dalam. Pada zona horizontal dalam,

maksimal ketinggian bangunan di sekitar bandar udara yang diizinkan adalah 45

Referensi

Dokumen terkait

Namun, apabila hilal tidak kelihatan pada hari tersebut, para ulama berbeza pendapat terhadap kaedah yang perlu digunakan untuk menetapkan awal bulan Hijrah iaitu sama ada

Pertama, pedagogi kritis sebagai suatu konsep pendidikan memiliki konsekuensi dalam praktik pendidikan, mengarahkan praktik pendidikan lebih manusiawi, dalam

Keadaan para salaf di bulan Ramadhan, sebagaimana tercatat di dalam buku-buku yang teriwayatkan dari orang- orang yang terpercaya, bahwasanya mereka (para salaf) memohon

Unjuk kerja Unjuk kerja Unjuk kerja Tes identifikasi Uji prosedur Tes identifikasi  tunjukkanlah salah satu dari berbagai ragam piranti lunak yang termasuk dalam kelompok pengolah

Menurut Joseph (2010) dalam jurnal berjudul Optimization of Operating Systems towards Green Computing, green computing adalah studi dan praktek sumber daya

Entah berapa hari lamanya, Sri Pelaka berkata kepada Ni Luh Bandesa: "Wahai Luh Bandesa dan kerabatku sekalian, aku bertanya kepada kalian semua, manakah yang lebih baik,

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur didampingi oleh Kepala ANRI Mustari Irawan berfoto bersama dengan para perwakilan penerima Laporan

Yuke Lutfi Bahtiar, Fredy Tri Prastyo, Mesin Pengepres Plastik Menggunakan Pneumatik. Program Studi D3 Teknik Mesin