• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.) Sangrai dalam Ransum terhadap Organ Dalam Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.) Sangrai dalam Ransum terhadap Organ Dalam Ayam Broiler"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BIJI KETUMBAR (

Coriandrum sativum

L) SANGRAI

DALAM RANSUM TERHADAP ORGAN DALAM

AYAM BROILER

HANDI MULYAWAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Biji Ketumbar (Coriandrum Sativum L.) Sangrai dalam Ransum terhadap Organ Dalam Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Handi Mulyawan

(4)

iv

ABSTRAK

HANDI MULYAWAN. Pemberian Biji Ketumbar (Coriandrum Sativum L) Sangrai Dalam Ransum terhadap Organ Dalam Ayam Broiler. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan HERI AHMAD SUKRIA.

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui khasiat penggunaan biji ketumbar dalam pakan terhadap organ dalam dan saluran pencernaan ayam broiler. Pemeliharaan menggunakan 90 ekor (DOC) broiler komersial (Cobb CP 707) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan (10 ekor/ulangan) dengan penggunaan taraf 0% (R0), 2% ketumbar mentah (R2), dan 2% ketumbar sangrai (R2S). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh nyata (P<0.05) ransum R2 meningkatkan tingkat konsumsi, bobot badan akhir, dan FCR serta menurunkan mortalitas yang lebih baik dibandingkan dengan R2S dan R0. Sementara persentase bobot dan panjang cm g-1 usus halus R2 masing-masing lebih rendah dan pendek dari R2S dan R0, persentase bobot usus besar R2 lebih rendah dari R2S dan lebih tinggi dari R0 dan persentase bobot thymus R2 lebih rendah dari R2S dan lebih tinggi dari R0. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan 2% biji ketumbar mentah dalam ransum dapat digunakan dalam pemanfaatan khasiat minyak atsiri sebagai peningkat performa dan stimulan organ pencernaan. Sementara perlakuan R2S dengan penyangraian ternyata tidak meningkatkan hasil yang lebih baik.

Kata kunci: biji ketumbar, broiler, organ dalam, organ saluran pencernaan.

ABSTRACT

HANDI MULYAWAN. The Influence of Feeding Roasted Coriander Seed (Coriandrum Sativum L) on Internal Organ and Digestion of Broiler. Supervised by RITA MUTIA and HERI ACHMAD SUKRIA.

Coriander is a herbal plant that is good for the health of the digestion organs of broiler chicken. The aim of this research was to determine the influence of addition roasted coriander seed on internal organs and digestion. The coriander will further provide additional benefits and alternative to replace antibiotics. Broiler chicks were randomly assigned to three dietary treatments with three replication consists of ten broilers in each. The treatment diets were 0%, 2% coriander seed, 2% roasted coriander seed. The experiment was conducted over five weeks. Parameter were observed in this study were internal organ and digestion, feed consumption, body weight, and feed conversion. The result of adding coriander seed significant (P<0.05) in ileum, colon, feed consumption, body weight, feed conversion, and very significant (p<0.01) in thymus. This result showed that adding 2% roasted coriander seeds gave a negative effect in ileum, colon, feed consumption, thymus, body weight, and feed conversion.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PEMBERIAN BIJI KETUMBAR (

Coriandrum sativum L

) SANGRAI

DALAM RANSUM TERHADAP ORGAN DALAM

AYAM BROILER

HANDI MULYAWAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemberian Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.) Sangrai dalam Ransum terhadap Organ Dalam Ayam Broiler

Nama : Handi Mulyawan NIM : D24080076

Disetujui oleh

Dr Ir Rita Mutia, MAgr Pembimbing I

Dr Ir Heri Ahmad Sukria, Msc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi Manu Hara Karti S, MS Ketua Departemen

(8)

viii

PRAKATA

Alhamdulillahirobil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L) Sangrai dalam Ransum terhadap Organ Dalam Ayam Broiler”. Penelitian dilakukan selama 3 bulan (Agustus-Oktober) di tahun 2011. Lokasi pemeliharan bertempat di Kandang Unggas Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas, pengukuran organ dalam dan pencernaan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas (Fapet, IPB).

Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan penulis dari program Sarjana Peternakan, Mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan serta, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

PRAKATA ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan Penelitian 2

Peralatan Penelitian 3

Lokasi dan Waktu Peneltian 3

Prosedur 3

Rancangan Percobaan 3

Perlakuan 4

Analisis Data 4

Peubah yang Diamati 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Biji Ketumbar sebagai Bahan Pakan 5 Pengaruh Perlakuan terhadap Organ Saluran Pencernaan 6

Ileum 7

Kolon 7

Pengaruh Perlakuan terhadap Organ Dalam dan Organ Imunitas 8

Thymus 8

Performa Broiler (konsumsi ransum, bobot badan akhir, dan FCR) 9 Mortalitas 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 19

(10)

x

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan dan nutrien ransum penelitian (as fed) 2 2 Komposisi nutrien biji ketumbar mentah dan sangrai (as fed) 5 3 Rataan organ saluran pencernaan broiler umur 5 Minggu 6 4 Rataan organ dalam dan organ imunitas broiler umur 5 minggu 8

5 Rataan performa broiler umur 5 minggu 10

6 Persentase mortalitas broiler selama 5 minggu pemeliharaan 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam persentase bobot jantung 14

2 Analisis ragam persentase bobot hati 14

3 Analisis ragam persentase bobot limpa 14

4 Analisis ragam persentase bobot rampela 14

5 Analisis ragam persentase bobot ginjal 14

6 Analisis ragam persentase bobot bursa fabrisius 14

7 Analisis ragam persentase bobot pankreas 14

8 Analisis ragam panjang relatif duodenum 15

9 Analisis ragam persentase bobot duodenum 15

10 Analisis ragam panjang relatif ileum 15

11 Analisis ragam persentase bobot ileum 15

12 Analisis uji lanjut lsd panjang relatif ileum 15

13 Analisis ragam panjang relatif jejenum 15

14 Analisis ragam persentase bobot jejenum 15

15 Analisis ragam panjang relatif kolon 16

16 Analisis ragam persentase bobot kolon 16

17 Analisis uji lanjut lsd bobot kolon 16

18 Analisis ragam panjang relatif seka 16

19 Analisis ragam persentase bobot seka 16

20 Analisis ragam bobot thymus 16

21 Analisis uji lanjut lsd bobot thymus 17

22 Analisis ragam konsumsi ransum 17

23 Analisis uji lanjut lsd konsumsi ransum 17

24 Analisis ragam bobot badan badan akhir 17

25 Analisis uji lanjut lsd bobot badan akhir 17

26 Analisis ragam konversi ransum 17

27 Analisis uji lanjut lsd konversi ransum 18

(11)

1

PENDAHULUAN

Usaha peternakan ayam broiler merupakan salah satu kegiatan yang paling cepat dan efisien untuk menghasilkan bahan pangan hewani yang bermutu dan bernilai gizi tinggi. Keunggulan ini menjadikan ayam broiler dapat diandalkan sebagai penyuplai salah satu sumber protein hewani yang berkualitas tinggi. Produksi ternak yang optimum tergantung pada kualitas pakan yang diberikan kepada ternak, sehingga kondisi ini menuntut adanya penyediaan pakan yang cukup baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Indonesia merupakan daerah tropis yang secara umum suhu dan kelembapan lingkungan hariannya berfluktuasi antara 23.4 - 36.0 oC dan kelembapan 54.2% - 85.7% (BPS 2011).

Hal ini berpotensi dapat memberikan cekaman panas ayam broiler. Kerugian yang ditimbulkan dari stres panas itu sendiri adalah menurunkan tingkat produksi, konsumsi ransum, daya tahan tubuh serta meningkatkan oksidasi sel dan mortalitas. Langkah yang biasa dilakukan untuk meningkatkan produksi dan menanggulangi stress panas pada ternak broiler adalah menggunakan suplemen vitamin dan antibiotik. Akan tetapi dikhawatirkan penggunaan suplemen vitamin dan antibiotik sebagai senyawa kimia ini selain dapat menimbulkan resistensi bakteri patogen dalam tubuh ayam broiler juga dapat meninggalkan residu kimia pada karkas yang berpotensi menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan konsumen.

Sebagai alternatif, bahan pakan herbal mulai banyak dikembangkan untuk mendapatkan bahan pakan yang berkhasiat dalam meningkatkan palatabilitas, produksi, kesehatan, dan mencegah stress panas ayam broiler. Bahan herbal yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketumbar (Coriandrum sativum L). Ketumbar belum banyak digunakan pada ternak dan potensi untuk budidaya ketumbar di Indonesia masih cukup tinggi. Sebagai bahan bumbu masakan dan rempah-rempah, ketumbar memiliki reputasi medis. Minyak esensial yang terkandung dalam biji ketumbar yaitu minyak atsiri memiliki manfaat sebagai antibakteri (Burt 2004), (Cantore et al. 2004), (Fkubo et al. 2004), antioksidan (Wangensteen et al. 2004), dan efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al. 2003).

Komponen utama minyak ketumbar (atsiri) adalah linalool yang jumlahnya sekitar 60%-70% (Lawrence dan Reynolds 1988). Pemilihan biji ketumbar dilakukan berdasarkan tingkat kematangan. Komponen ketumbar yang belum masak komponen minyaknya adalah golongan aldehid sementara ketumbar yang masak komponen minyaknya adalah golongan alokohol monoterpen dan linalool. Senyawa linalool ini berkhasiat dalam meningkatkan selera makan serta menstimulasi proses pencernaan pada hewan (Cabuk et al. 2003). Metode penyangraian yang dilakukan pada biji ketumbar dengan memunculkan aroma khas minyak atsiri diharapkan dapat lebih meningkatkan palatabilitas dan konsumsi pada ayam broiler. Minyak atsiri sendiri adalah senyawa yang mudah menguap jika terkena panas (Ketaren 1985).

(12)

2

METODE

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 90 ekor day old chicken (DOC) CP 707 dari PT Charoen Pokphand Indonesia dengan waktu pemeliharaan selama 5 minggu. DOC dibagi ke dalam 3 perlakuan dan 3 ulangan dan dalam setiap ulangan terdiri dari 10 ekor. Pakan yang digunakan merupakan hasil formulasi berdasarkan Lesson dan Summer (2005) dengan penambahan 2% biji ketumbar pada perlakuan R2 dan R2S. Pemberian ransum dibagi menjadi 2 periode sesuai dengan masa pemeliharaannya yaitu starter, umur 0-3 minggu dan ransum finisher, umur 4-5 minggu. Komposisi bahan dan kandungan nutrien ransum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi bahan dan nurtien ransum penelitian

(13)

3

Peralatan Peneltian

Kandang yang digunakan adalah 3 kandang utama berukuran 5 m2, setiap kandang utama terdapat 3 kandang kecil berukuran 1 m2 yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan pendukung yang digunakan antara lain lampu pijar 60 watt, termometer, tempat pakan, tempat minum, ember, selotip, karung, alat tulis, pisau, tirai penutup kandang, pemanas buatan (brooder), kertas koran, kompor gas, karbol, kapur sirih, peralatan sanitasi, timbangan digital merek

“oc ADAM” dengan ketelitian 0.02 g dan timbangan kitchen scale dengan kapasitas 2 kg.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kandang Unggas Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas unit kandang B, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prosedur

Pemilihan biji ketumbar yang dipilih yaitu bulat dan berwarna kuning kecokelatan. Pembuatan dan formulasi ransum dihitung berdasarkan kebutuhan nutrien ayam broiler fase starter dan finisher (Lesson dan Summer 2005) dengan penambahan biji ketumbar di dalamnya. Biji ketumbar mentah dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi mash (tepung), sementara untuk biji ketumbar sangrai dilakukan terlebih dahulu penyangraian selama lima menit dengan api 100 oC-180 oC, lalu setelahnya baru dicampurkan dalam ransum perlakuan. Pengambilan sampel untuk pengamatan organ dalam dan saluran pencernaan dilakukan pada minggu ke lima pemeliharaan. Waktu pengambilan sampel dilakukan pada pukul 08.30 WIB setelah dipuasakan selama 3 jam. Ayam yang digunakan berjumlah 9 ekor ayam (10% populasi ulangan) yang berbobot mendekati rata-rata populasi ulangan. Setelahnya ayam ditimbang bobot hidup akhirnya, lalu disembelih dan dicelupkan ke air panas sekitar 60 oC - 70 oC selama ± 2 menit agar mudah dalam melakukan pencabutan bulu. Selanjutnya dilakukan pembedahan organ dalam dan dibersihkan dari lemak-lemak yang menempel. Masing-masing dipisah sesuai perlakuan dan ulangan, lalu ditimbang, diukur dan dicatat panjang organ dalam dan saluran pencernaannya.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan 3 ulangan. Model matematika dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut :

Yij = µ + +

Keterangan :

Y : nilai pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum

: efek perlakuan ke-i

(14)

4

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 3 jenis ransum perlakuan yang dibedakan berdasarkan kondisi ketumbar disangrai dan tidak disangrai. Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

RO = Pakan tanpa campuran biji ketumbar (kontrol) R2 = Pakan dengan campuran biji ketumbar 2%

R2S = Pakan dengan campuran biji ketumbar sangrai 2% Analisis Data

Data peubah yang didapat dari hasil pengamatan dan pengukuran dilihat pengaruh nyata pada tiap perlakuan yang diberikan dengan perhitungan analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA). Pada perhitungan selanjutnya, dilihat perbedaan nyata yang terjadi diantara perlakuan yang berpengaruh nyata menggunakan perhitungan uji beda nyata terkecil atau Least significant difference

(LSD) (Mattjik dan Sumertajaya 2000). Peubah yang Diamati

Panjang relatif (cm g-1 BB) saluran pencernaan (duodenum, ileum, jejenum, kolon, seka). Panjang relatif saluran pencernaan dihitung dengan membagi panjang saluran pencernaan (cm) dibagi oleh bobot hidup akhir (g) lalu dikali 100%.

Persentase bobot organ dalam (rampela, jantung, hati, pankreas, ginjal). Persentase bobot organ dalam dihitung dengan membagi bobot organ dalam (g) dibagi oleh bobot hidup akhir (g) lalu dikali 100%.

Persentase bobot organ imunitas (limpa, thymus, bursa fabrisius). Persentase bobot organ imunitas dihitung dengan membagi bobot organ imunitas (g) dibagi oleh bobot hidup akhir (g) lalu dikali 100%.

Konsumsi ransum (g ekor-1). Konsumsi ransum dihitung dari pakan yang diberikan dikurangi oleh pakan yang sisa

Bobot badan akhir (g ekor-1). Bobot badan akhir didapat dari penimbangan bobot badan ayam broiler pada waktu akhir pemeliharaan.

Konversi pakan (feed convertion ratio (FCR)). Konversi pakan adalah banyaknya pakan yang diperlukan (g) untuk menghasilkan satu gram pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu.

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biji Ketumbar sebagai Bahan Pakan

Penggunaan dan pemberian bii ketumbar ke dalam pakan mudah pada proses pengolahannya dikarenakan biji ketumbar sudah memiliki bahan kering yang tinggi yaitu 88.8% (USDA 2009), proses pengeringan dengan penjemuran hingga digiling menjadi halus mudah dilakukan dan diberikan pada ternak unggas. Sebagai bahan pakan biji ketumbar juga memiliki beberapa kandungan nutrien di dalamnya yakni diantaranya adalah Protein, Lemak, Serat, Beta N, Kalsium, Phosphor dan Energi Bruto. Komposisi nutrien biji ketumbar mentah dan biji ketumbar sangrai berdasarkan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi nutrien biji ketumbar mentah dan sangrai (as fed)

Nutrien biji ketumbar 1 Mentah Sangrai

Komposisi nutrien biji ketumbar hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet, Institut Pertanian Bogor (2011); Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen.

Pada tabel 2, hasil analisis menunjukkan bahwa biji ketumbar memiliki kandungan serat yang cukup tinggi yakni 31.26% - 31.46%, akan tetapi kandungan serat kasar ransum dalam bahan pakan secara keseluruhan telah dihitung dan dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa serat kasarnya adalah sekitar 3.30% (R2) sampai 3.56% (R2S) sehingga penggunaan ketumbar sebagai bahan baku pada taraf 2% masih baik digunakan karena pemberian serat kasar yang ditolerir pada ayam broiler maksimal 5% dalam ransum (Direktorat Jendral Peternakan 2009). Pemberian serat kasar tinggi pada broiler dapat menurunkan efisiensi ransum, kecernaan, dan performa.

(16)

6

dan terjadi pengurangan bobot sebanyak 10%, sehingga dapat diindikasikan bahwa pada fase ini terjadi penguapan linalool pada ketumbar. Linalool sendiri diketahui adalah komponen minyak atsiri yang menentukan intensitas aroma harum pada ketumbar dan berperan dalam meningkatkan selera makan serta stimulasi proses pencernaan pada hewan (Cabuk et al. 2003). Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa penyangraian dapat menurunkan beberapa hasil peubah yang diukur, seperti panjang relatif ileum, persentase bobot kolon, performa, konversi ransum dan bobot badan akhir. Hal ini disebabkan karena sudah terjadi perubahan fisik biji ketumbar menjadi kehitaman, menimbukan rasa pahit, serta diduga terjadi kerusakan dan hilangnya beberapa komponen senyawa aktif minyak atsiri pada biji ketumbar dalam proses penyangraian. Metode penyangraian yang dilakukan selama 5 menit ketika aroma atsiri muncul ternyata tidak menunjukkan hasil perubahan fisik yang disukai oleh broiler. Lidah unggas memiliki sistem perasa berupa gustative atau taste buds untuk mengenali rasa makanannya. Meskipun jumlah titik perasa ayam lebih sedikit dibandingkan dengan hewan lainnya akan tetapi sensitivitasnya lebih tinggi (Amrullah 2004).

Pengaruh Perlakuan terhadap Organ Saluran Pencernaan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap peubah organ saluran pencernaan seperti rempela, pankreas, hati, duodenum, jejunum dan seka memberikan pengaruh yang tidak nyata (P<0.05). Artinya peubah organ pencernaan ini dengan penambahan 2% biji ketumbar mentah maupun sangrai masih dapat bekerja sesuai fungsinya masing-masing dengan baik. Sementara pemberian ketumbar terhadap panjang relatif ileum dan persentase bobot kolon menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0.05). Hasil rataan organ saluran pencernaan broiler umur 5 minggu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan organ saluran pencernaan broiler umur 5 minggu

Peubah Perlakuan

(17)

7

Ileum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan terhadap panjang relatif ileum R2S dan R2 dalam pakan menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) diantara keduanya dan pengaruh yang sama terhadap RO. Sementara pada pemberian perlakuan terhadap persentase bobot ileum memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05). Panjang relatif ileum R0, R2, dan R2S berturut-turut yakni 0.060 cm g-1, 0.059 cm g-1, dan 0.071 cm g-1 sedangkan persentase bobot ileum R2S, R0, dan R2 yakni berturut-turut 1.13%, 0.96%, dan 0.93%. Menurut Gillespie (2004), ileum merupakan bagian usus halus terpanjang yang berfungsi untuk mengabsorpsi nutrisi pada ternak dan merupakan organ penting dalam pencernaan. Panjang relatif yang didapat telah dihitung berdasarkan bobot badan broiler yang diperoleh. Rendahnya panjang relatif dan persentase bobot ileum R2 dibandingkan R2S merupakan kondisi panjang dan ketebalan yang berbeda. Ileum R2 yang lebih tipis dibandingkan dengan ileum R2S mengindikasikan bahwa penyerapan nutrisi yang terjadi di ileum R2 adalah lebih baik. Ketumbar yang diberikan sebagai bahan pakan memiliki khasiat dalam stimulasi pencernaan dan antibakteri. Efek stimulasi ini berpengaruh terhadap kinerja enzim pada proses pencernaan. Proses metabolisme secara enzimatis di dalamnya mampu memecah partikel nutrien kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi lebih sederhana. Beberapa enzim yang terdapat pada usus halus terdiri dari enzim protease (peptidase), maltase, laktase dan sukrease (Pilliang dan Djojosoebagio 2000).

Pada ileum R2S yang lebih panjang dan tebal mengindikasikan kemampuan ileum dengan enzim pencernaan beserta flora bakterinya di dalamnya memiliki kerja yang lebih berat dalam penyerapan zat-zat makanan. Luas permukaan usus dapat meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan (Frandson 1992). Selain itu umumnya usus halus ayam yang mengandung flora bakteria yang normal lebih panjang dan lebih berat dari pada usus halus ayam yang bebas dari flora bakteri (Wahju 1997). Kondisi seperti ini dapat memperlambat dan menurunkan tingkat efisiensi pencernaan pakan disaluran pencernaan. Sehingga beberapa nutrisi yang masuk ke dalam tubuh tidak terserap dengan baik oleh usus halus. Pengaruh ketumbar sangrai R2S yang tidak optimal ini diyakini karena sudah berkurang atau menguapnya linalool sebagai komponen utama minyak atsiri sebagai antibakteri dan stimulan enzim pencernaan saat proses penyangraian. Menurut Sari (2001), dalam proses penyangraian terjadi pengurangan bobot hingga 16% yang diantaranya adalah 6% kadar air dan 10% senyawa kimia. Sementara salah satu sifat minyak atsiri adalah mudah menguap apabila terkena panas (Ketaren 1985).

Kolon

(18)

8

berbeda dalam pemanfaatan nutrien bahan pakan dari tiap perlakuan untuk meningkatkan pertumbuhan organ kolon. Kolon tidak mensekresikan enzim, namun di dalamnya terjadi proses penyerapan air yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dan meningkatkan kadar air di dalam sel tubuh broiler. Tidak adanya proses metabolisme kimiawi di dalam kolon mengindikasikan bahwa pengaruh senyawa aktif minyak atsiri pada biji ketumbar yang diserap tubuh tidak berpengaruh langsung terhadap sistem pencernaan di dalam kolon. Diketahui bahwa ada aktivitas jasad renik dalam kolon tetapi sangat rendah jika dibandingkan dengan non ruminansia lain (Tillman 1998).

Namun jika melihat persentase bobot kolon R2S yang lebih rendah dibandingkan R0 dan R2, hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung asupan nutrisi dari bahan pakan dengan biji ketumbar sangrai tidak lebih baik diserap oleh tubuh untuk meningkatkan perkembangan organ kolon secara persentase bobot. Asupan nutrisi yang diserap dan diperlukan oleh tubuh juga diperlukan untuk pertumbuhan organ dalam. Tingkat perkembangan organ kolon yang baik dapat menunjang kinerja kolon dengan baik. Kolon sendiri berfungsi dalam metabolisme penyerapan air yang berasal dari proses pencernaan di usus halus dan menyalurkan sisa makanan dari usus ke kloaka (Sudaryani dan Santosa 1994).

Pengaruh Perlakuan terhadap Organ Dalam dan Organ Imunitas

Hasil analisis sidik ragam terhadap peubah organ dalam seperti jantung, limpa, dan ginjal serta organ imunitas seperti bursa fabrisius menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P<0.05). Artinya dengan penambahan 2% biji ketumbar mentah dan sangrai, peubah organ dalam dan pencernaan ini masih dapat melakukan fungsinya dengan baik. Sementara terhadap peubah organ imunitas thymus menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0.01). Hasil rataan organ dalam dan organ imunitas broiler umur 5 minggu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan organ dalam dan organ imunitas broiler umur 5 minggu

Organ dalam R0 R2 R2S

R0 = ransum tanpa biji ketumbar/kontrol), R2 = ransum dengan biji ketumbar 2%, R2S = ransum dengan biji ketumbar Sangrai 2%; Penambahan huruf non-kapital berbeda pada baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Thymus

(19)

9

lahir dan mengalami pengecilan setelah dewasa. Organ thymus pada sistem limfoid berfungsi untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing. Sel-sel pada sistem ini dikenal dengan sel imunokompeten yaitu sel yang mampu membedakan sel tubuh dengan zat asing dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-benda asing. Thymus bersama bursa fabrisius berperan dalam menginduksi respons imun yang dilakukan system seluler yang diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit. Organ thymus sendiri berfungsi sebagai tempat terjadinya pematangan sel T, sementara limfosit B yang berperan sebagai mediator imunitas humoral mengalami transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi (Sharma 1991).

Jika dilihat dari persentase bobot thymus yang dihasilkan, pada perlakuan R2S, persentase bobot thymus menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan R2 dan R0, hal ini mengindikasikan bahwa thymus R2S sebagai organ sistem imunitas tidak mampu merespon biji ketumbar sangrai yang masuk ke dalam tubuh dengan baik dan hal ini mengakibatkan terjadi peningkatan kinerja perlawanan thymus secara aktif terhadap zat asing dari bahan pakan yang masuk ke dalam tubuh broiler. Kondisi ini memperlihatkan tubuh sedang melakukan aktivitas melawan zat asing yang dikenali sebagai agen penyakit dengan meningkatkan produksi dan menguras zat kebal atau antibodi (Sturkie 2000). Respon negatif terhadap senyawa minyak atsiri seperti ini jika terjadi terus menerus dapat mengakibatkan terjadi kenaikkan bobot thymus yang signifikan dibandingkan dengan thymus normal atau R0

Performa Broiler (konsumsi ransum, bobot akhir, dan FCR)

Berdasarkan hasil penelitian Fadhili (2013) menunjukkan bahwa penggunaan ransum 2% biji ketumbar sangrai (R2S) berpengaruh nyata dapat menurunkan tingkat konsumsi jika dibandingkan dengan penggunaan biji ketumbar 2% mentah (R2). Konsumsi pakan merupakan salah satu nilai performa broiler yang penting dalam pemeliharaan ayam broiler. Tingkat konsumsi sangat ditentukan dari kualitas pakan yang diberikan.

Dilihat dari data hasil penelitian Fadhili (2013), konsumsi R2S lebih rendah yakni 1872.55 g ekor-1 jika dibandingkan dengan R2 dan R0 yakni masing-masing sebesar 2223.51 g ekor-1 dan 2199.04 g ekor-1. Konsumsi R2S yang rendah dikarenakan oleh perubahan fisik menjadi kehitaman dan rasa pahit yang tidak disukai ayam broiler pada ketumbar yang telah disangrai. Hal ini menyebabkan aroma khas yang diharapkan dapat meningkatkan palatabilitas ayam broiler tidak mampu dalam meningkatkan konsumsi. Menurut Tillman et al.

(1991), pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan konsumsi ransum dan asupan nutrien bagi ternak, sehingga konsumsi tinggi akan menghasilkan pertumbuhan yang tinggi begitu juga sebaliknya konsumsi yang rendah akan menghasilkan pertumbuhan yang rendah pula.

(20)

10

pakan tidak mampu diserap baik oleh sistem pencernaan broiler sehingga tidak mampu menaikkan bobot badan secara optimal. Hal ini dikarenakan kandungan komponen terbesar minyak atsiri berupa linalool di dalam biji ketumbar telah jadi pengurangan karena penguapan saat proses penyangraian. Linalool sendiri berkhasiat meningkatkan aktivitas pencernaan biologis broiler dan efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al. 2003)

Selanjutnya pada hasil penelitian Fadhili (2013) dapat dilihat bahwa nilai konversi pakan atau feed convertion ratio (FCR) R2S lebih tinggi yakni sebesar 2.06 jikadibandingkan dengan R2 dan R0 yakni masing-masing sebesar 1.73 dan 1.85. Hal ini terkait erat karena pengaruh tingkat konsumsi, bobot badan, serta efisiensi tingkat pencernaan ayam broiler itu sendiri. Seperti yang diketahui bahwa konversi ramsum merupakan perbandingan antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan setiap minggu dalam satu periode produksi (Anggorodi 1985). Konversi pakan yang baik adalah konversi pakan yang rendah dengan perhitungan jumlah konsumsi dengan kuantitas sedikit sudah mampu menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Efektifitas penyerapan nutrisi ditunjang dari kualitas pakan yang diberikan. Rendahnya konversi pakan R2S diduga terjadi karena kerusakan dan hilangnya kandungan penting minyak atsiri seperti linalool saat dilakukannya proses penyangraian. Hasil rataan performa broiler umur 5 minggu disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 Rataan peforma broiler umur 5 minggu

Peubah 1 Perlakuan

R0 R2 R2S

Konsumsi ransum

(g ekor-1) 2199.04±99.16a 2223.51±163.01a 1872.55±29.70b FCR 1.85±0.14a 1.73±0.12a 2.06±0.18b Bobot badan akhir

(g ekor-1) 1183.33±35.16a 1285.00±6.98a 908.66±28.92b

FCR = feed convertion ratio; R0 = pakan tanpa campuran biji ketumbar (kontrol), R2 = Pakan dengan campuran bji ketumbar mentah 2%, R2S = Pakan dengan campuran biji ketumbar sangrai 2%; Penambahan huruf non kapital yang berbeda pada baris menandakan perbedaan nyata (p<0.05 atau p<0.01); 1 Fadhili (2013).

Mortalitas

Mortalitas merupakan suatu angka jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara (Rasyaf 1999). Menurut North (1984), tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan dan suhu lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit.

(21)

11

pada tingkat kematian 4%. Pemeliharaan ayam pedaging secara komersial dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5% (North dan Bell 1990).

Mortalitas yang tinggi merupakan gejala yang timbul akibat daya sensitivitas akibat cekaman panas serta meningkatnya kebutuhan nutrisi broiler seiring dengan pertambahan umur. Dilihat dari persentase mortalitas R2S yang lebih tinggi dari R2 dan R0, mengindikasikan bahwa penggunaan biji ketumbar dengan penyangraian tidak lebih baik dalam menanggulangi efek cekaman panas dan meningkatkan status kesehatan ayam broiler untuk mencegah meningkatnya angka kematian. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan biji ketumbar dengan khasiat sebagai antioksidan dan antistress tidak mampu secara optimal dalam pemanfaatan senyawa aktif di dalamnya jika dilakukan penyangraian. Penyebabnya diduga karena minyak atsiri yang terkandung dalam biji ketumbar sudah mengalami pengurangan akibat penguapan atau kerusakan kandungan komponen senyawa aktifnya saat proses penyangraian. Hasil persentase mortalitas broiler selama 5 minggu disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase mortalitas broiler selama 5 minggu pemeliharaan

Minggu Perlakuan tanpa sangrai, R2S = Pakan dengan penambahan biji ketumbar 2% sangrai.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan 2% ketumbar dengan metode penyangraian tidak berpengaruh positif terhadap panjang dan ketebalan dinding ileum, kolon, serta thymus. Penggunaan 2% ketumbar sangrai menurunkan beberapa peubah lainnya seperti tingkat konsumsi, bobot badan akhir, dan konversi ransum. Metode penyangraian yang dilakukan diduga menurunkan kandungan linalool pada biji ketumbar.

Saran

(22)

12

Astawan M. 2009. Ketumbar. http://cybehealt.cbn.net.id [ 3 Juni 2011]

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Suhu dan Kelembaban Harian. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik RI.

Burt S. 2004. Essential oils: their antibacterial properties and potential applications in foods-a review. IntJ Food Microbiol. 94:223-253.

Cabuk M, Alcicek A, Bozkurt M, Imer N. 2003. Antimicrobial properties of the essential oils isolated from aromatic plants and using possibility as alternative feed additives. II. National Animal Nutrition Congress. 18-20 September, Konya, Turkey pp: 184-487.

Cantore PL, Lacobellis NS, De Marco A, Capasso F, Senatore F. 2004. Antibacterial activity of Coriandrum sativum L and Foeniculum vulgare Miller var, vulgare (Miller) essential oils. J Agric Food Chem. 52: 7862-7866.

Fadhili R. 2013. Penggunaan Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L) Sangrai Dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler. [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Fauci AS et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine: Ed Ke-17. New York (US): The McGraw-Hill Companies.

Fkubo I, Fujita KI, Kubo A, Nihei KI, Ogura T. 2004. Antibacterial activity of coriander volatile compounds against Salmonella choleraesuis. J Agric Food Chem. 52: 3329-3332.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed Ke-4. Terjemahan B. Srigandono, Koen Praseno.Yogyakarta (ID):GMU Pr.

Gillespie RJ. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. Ed Ke-7. Toronto (CN): Thomson Learning.

Gregg JC. 2002. Immunity Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5thEd. New York (US): Springer Science and Business Media.

Hadipoentyanti E, Wayuni S. 2004. Pengelompokan Kultivar Ketumbar Berdasarkan Sifat Morfologi. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor (ID): Departemen Kesehatan.

Isao K, Ken-Ichi F, Aya K, Ken-Ichi N, Tetsuya A. 2004. Antimicrobial activity of coriander volatile compound against Salmonella choleraesuits. J Agric Food Chem. 52: 3329-3332.

Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Lawrence BM, Reynolds RJ. 1988. Progress in essential oils. Perumer Flavorist.

An Alluerd Publication. 13(3): 49-50.

Lesson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. Ed Ke-3. Nottingham (UK): Nottingham Univ Pr.

(23)

13

North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed Ke-4. New York (US): Van Nostand Rienhold.

Piliang WG. & Djojosoebagio S. 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Ed Ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.

Rasyaf M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Ed ke-14. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sari LI. 2001. Mempelajari Proses Pengolahan Biji Kopi Bubuk Alternatif dengan Menggunakan Suhu dan Tekanan Rendah. [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Sharma JM. 1991. Overview of Avian immune system. Vet Immunol Immunopathol. 30 : 13-17.

Sturkie PD. 2000. Avian Physiology. Ed Ke-15. New York (US): Spinger-Verlag. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekodjo S.

1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Ed Ke-5. Yogyakarta (ID): GMU Pr. [USDA]. United States Department of Agriculture. 2009. Coriander seeds

nutrition facts (USDA National Nutrient data). www.nutrition-and-you.com [3 Februari 2011].

Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta (ID): GMU Pr.

(24)

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam persentase bobot jantung

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.13 0.066 1.263 5.143 10.925

Galat 6 0.31 0.053

Total 8 0.45

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 2 Analisis ragam persentase bobot hati

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.05 0.02 0.036 5.143 10.925

Galat 6 4.29 0.71

Total 8 4.34

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 3 Analisis ragam persentase bobot limpa

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.02 0.008 0.092 5.143 10.925

Galat 6 0.57 0.095

Total 8 0.590

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 4 Analisis ragam persentase bobot rempela

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 2.27 1.136 2.627 5.143 10.925

Galat 6 2.59 0.432

Total 8 4.86

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 5 Analisis ragam persentase bobot ginjal

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.15 0.075 0.393 5.143 10.925

Galat 6 1.15 0.191

Total 8 1.30

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 6 Analisis ragam persentase bobot bursa fabrisius

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.03 0.015 0.937 5.143 10.925

Galat 6 0.10 0.016

Total 8 0.13

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 7 Analisis ragam persentase bobot pankreas

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.03 0.014 0.158 5.143 10.925

Galat 6 0.55 0.009

Total 8 0.58

(25)

15

Lampiran 8 Analisis ragam panjang relatif duodenum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.01 0.003 0.927 5.143 10.925

Galat 6 0.02 0.003

Total 8 0.02

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 9 Analisis ragam persentase bobot duodenum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.06 0.027 0.298 5.143 10.925 Galat 6 0.55 0.092

Total 8 0.61

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

Lampiran 10 Analisis ragam panjang relatif ileum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.03 0.017 5.226* 5.143 10.925 Galat 6 0.02 0.003

Total 8 0.05

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah; * = nyata (P<0.05). Lampiran 11 Analisis ragam persentase bobot ileum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.62 0.312 0.489 5.143 10.925 Galat 6 3.82 0.636

Total 8 4.44

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah. Lampiran 12 Analisis uji lanjut LSD panjang relatif ileum

SD 0.046944

SD = significant difference, Tα = tabel analisis, LSD = least significant differennce.

Lampiran 13 Analisis ragam panjang relatif jejenum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.05 0.024 3.858 5.143 10.925

Galat 6 0.04 0.006

Total 8 0.08

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah. Lampiran 14 Analisis ragam persentase bobot jejenum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.54 0.268 0.579 5.143 10.925

Galat 6 2.77 0.463

Total 8 3.31

(26)

16

Lampiran 15 Analisis ragam persentase panjang relatif kolon

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.001 0.0007 1.713 5.143 10.925

Galat 6 0.002 0.0004

Total 8 0.003

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah. Lampiran 16 Analisis ragam persentase bobot kolon

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.59 0.297 9.637* 5.143 10.925

Galat 6 0.18 0.030

Total 8 0.77

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah; * = nyata (P<0.05).

Lampiran 17 Analisis uji lanjut LSD bobot kolon

SD 0.017212

SD = significant difference, Tα = tabel analisis, LSD = least significant difference.

Lampiran 18 Analisis ragam persentase panjang relatif seka

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.02 0.011 2.326 5.143 10.925 Galat 6 0.02 0.004

Total 8 0.05

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah. Lampiran 19 Analisis ragam persentase bobot seka

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0.16 0.078 0.739 5.143 10.925

Galat 6 0.63 0.105

Total 8 0.78

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah.

(27)

17

Lampiran 21 Analisis uji lanjut LSD bobot thymus

SD 0.164401

SD = significant difference, Tα = tabel analisis, LSD = least significant difference.

Lampiran 22 Analisis ragam konsumsi ransum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 230356 115178 6.49104* 5.143253 10.9248 Galat 6 106465 17744.1

Total 8 336820

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah; * = nyata (P<0.05).

Lampiran 23 Analisis uji lanjut LSD konsumsi ransum

Peubah Perbedaan Sig.

Konsumsi Kontrol Ketumbar 2% -24.47000 .829 Ketumbar sangrai 2% 326.47667* .024 Ketumbar 2% Kontrol 24.47000 .829 Ketumbar sangrai 2% 350.94667* .018 Ketumbar sangrai 2% Kontrol -326.47667* .024 Ketumbar 2% -350.94667* .018 Penambahan tanda * menunjukkan perbedaan signifikan pada level 0.05

Lampiran 24 Analisis ragam bobot badan akhir

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 227404.7 113702.3 19.58172** 5.143253 10.9248 Galat 6 34839.33 5806.556

Total 8 262244

db = derajat bebas, JK = jumlah kuadrat, KT = kuadrat tengah; ** = sangat nyata

P<(0.01).

Lampiran 25 Analisis uji lanjut LSD bobot badan akhir

Peubah Perbedaan Sig.

Bobot Hidup Akhir

Kontrol Ketumbar 2% -101.66667 .153 Ketumbar sangrai 2% 274.66667* .004 Ketumbar 2% Kontrol 101.66667 .153 Ketumbar sangrai 2% 376.33333* .001 Ketumbar sangrai 2% Kontrol -274.66667* .004 Ketumbar 2% -376.33333* .001 Penambahan tanda * menunjukkan perbedaan signifikan pada level 0.05.

Lampiran 26 Analisis ragam konversi ransum

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 1.35 0.67 33.46 5.14 10.92

Galat 6 0.12 0.02

Total 8 1.47

(28)

18

Lampiran 27 Analisis uji lanjut LSD konversi ransum

SD 0.115774 Tα 2.447

LSD 0.283301 0 2 2S

2.580726 2.925491 3.522781 0.344765 0.59729

a a b

SD = significant difference, Tα = tabel analisis, LSD = least significant difference.

Lampiran 28 Analisis ragam persentase mortalitas

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 22.22 11.11 2.13 5.14 10.92 Galat 6 533.33 88.89

Total 8

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 12 Agustus 1990 di Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Muchyi dan Ibu Anah Kusniah. Penulis mengawali pendidikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 2001 di SMPN 19 Tangerang. Pendidikan lanjutan tingkat atas pada tahun 2004 di SMAN 11 Tangerang. Penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Penulis aktif di Igo Bogor Comunnity IPB periode 2010-2012. Penulis juga aktif di dalam Himpunan Mahasiswa

Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2008-2009. Penulis pernah ikut kegiatan e-learning tentang pencegahan HIV & AIDS seluruh universitas di Indonesia tahun 2012. Penulis termasuk kontingen olah raga catur pada Fapet Cup 2011. Penulis juga pernah menjadi wakil indonesia dalam kejuaraan Internasional Igo 4 Negara di Japan Foundation tahun 2011 dan 2012 serta ikut dalam kejuaraan Indonesian Go Championship di WTC Mangga Dua. Terakhir penulis mengikuti PKM IPB dengan ide bisnis “D’Grass: Kaos Sablon Agraris” tahun 2012.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirrabil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Pada tulisan ini penulis berterima kasih banyak kepada bapak Dr Ir Heri Ahmad Sukria, M.Sc dan ibu Dr Ir Rita Mutia, M.Agr selaku dosen pembimbing anggota dan utama skripsi yang telah membimbing dan mengajarkan banyak hal kepada penulis. Penulis juga berterima kasih kepada ibu Ir. Widya Hermana, MS selaku dosen penguji seminar, ibu Dr Ir Lilis Khotijah, M.Si selaku dosen pembahas seminar, ibu Ir Lidy Herawati, MS selaku dosen panitia seminar serta tidak lupa kepada ibu Ir Niken Ulupi, MS dan bapak Dr Ir Asep Sudarman, M.Sc selaku dosen penguji sidang, dan ibu Dilla Mareista Fassah SPt, M.Sc selaku dosen panitia sidang penulis.

Gambar

Tabel 1 Komposisi bahan dan nurtien ransum penelitian
Tabel 2 Komposisi nutrien biji ketumbar mentah dan sangrai (as fed)
Tabel 3 Rataan organ saluran pencernaan broiler umur 5 minggu
Tabel 4 Rataan organ dalam dan organ imunitas broiler umur 5 minggu
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem yang berjalan saat ini terjadi beberapa kendala diantaranya informasi yang tidak tersebar dengan baik dan tidak semua mengetahui informasinya, dikarenakan

iv Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Kekuatan Geser Sambungan antara Baja AISI 1045 dengan Tembaga C10100 Menggunakan Metode Free.. Vacuum Diffusion

Penurunan derajat insomnia ini dikarenakan karena adanya efek dari perlakuan senam yang bisa memberikan perasaan rileks dan kenyamanan saat tidur sehingga

Penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui pengaruh Gamelan Semaradana terhadap bentuk Gamelan Balaganjur;2) mengetahui perkembangan Gamelan Balaganjur dewasa ini;

Hasil dari penelitian yang dilakukan dengan mewawancarai 8 sbjek penelitian yang tergabung dalam organisasi karang taruna di Desa Kemiren menghasilkan dua

Ada banyak cara yang dilakukan pelaku bisnis untuk meningkatkan.. kepuasan konsumen, salah satunya dengan memperhatikan

(1) Keterampilan proses sains siswa SMA di Kecamatan Andong pada mata pelajaran Fisika ditinjau dari jenisnya adalah sebagai berikut, pada keterampilan mengamati

Saran dalam penelitian ini adalah PPP Kecamatan Kembang, melaksanakan pendidikan politik dengan menarik melalui bentuk pendidikan politik yang kreatif, sehingga