• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kelancaran Kredit Dan Penilaian Kesehatan Pada Amartha Microfinance Di Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kelancaran Kredit Dan Penilaian Kesehatan Pada Amartha Microfinance Di Kabupaten Bogor."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

KELANCARAN KREDIT DAN PENILAIAN KESEHATAN

PADA AMARTHA MICROFINANCE

DI KABUPATEN BOGOR

PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinance di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Puteri Nurani Nur Syari’ati Pramono

(4)

ABSTRAK

PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinance di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan YUSRINA PERMANASARI.

Amartha Microfinance memiliki nilai Portofolio at Risk > 30 hari sebesar 0% sejak tahun 2011 sampai dengan 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan dan faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran kredit serta menganalisis tingkat kesehatan dan peramalan keuangan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor, analisis rasio, analisis tren dan peramalan. Hasil penelitian menunjukkan kunci utama pengelolaan penyaluran kredit adalah proses pembentukan kelompok yang dilakukan sendiri oleh anggota, sistem tanggung renteng selalu berjalan, serta disiplin kehadiran dan angsuran

zero tollerant. Faktor SDM yang memengaruhi kelancaran kredit adalah aspek

moral hazard dan morale hazard masing-masing sebesar 75.1%, sedangkan faktor anggota yang memengaruhi kelancaran kredit adalah aspek capital sebesar 64.3%, aspek capacity 52.2% dan aspek character 50.2%. Rasio likuiditas dan solvabilitas berada pada kondisi sehat, peramalan rasio likuiditas dan solvabilitas cenderung menurun.

Kata kunci : kelancaran kredit, kesehatan keuangan, lembaga keuangan mikro, portofolio at risk

ABSTRACT

PUTERI NURANI NUR SYARI'ATI PRAMONO. Analysis of Factors Affecting Performing Loan and Health Assessment on Amartha Microfinance in Bogor Regency. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and YUSRINA PERMANASARI.

Amartha Microfinance has a Portfolio at Risk value > 30 days on 0% since 2011 until 2014. This research aimed to analyze how Amartha organizes its credit and factors of human resources and customer that affecting performing loan and analyze the level of financial health and forecasting. This research used descriptive analysis, factor analysis, ratio analysis, trend analysis and forecasting. The results showed the key factors on credit organizations are the community-making system that is chosen personally by its members, back-up funding system that is always happened, absencing dedications and zero tollerant paying. Human resources factors affecting performing loan were moral hazard and morale hazard, respectively by 75.1%, while the customer factors that affecting performing loan were capital aspect amounted to 64.3%, capacity aspects 52.2% and of the character aspect of 50.2%. Liquidity and solvency ratios were at a healthy condition, forecasting liquidity and solvency ratios tend to decrease.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

KELANCARAN KREDIT DAN PENILAIAN KESEHATAN

PADA AMARTHA MICROFINANCE

DI KABUPATEN BOGOR

PUTERI NURANI NUR SYARI’ATI PRAMONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala limpahan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit dan Penilaian Kesehatan pada Amartha Microfinancedi Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc dan Ibu Yusrina Permanasari, SSos, ME selaku pembimbing yang begitu sabar sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ayahanda, Ibunda, Adik-Adik, serta seluruh keluarga dan teman-teman Kamajaya 48 dan Manajemen 48 yang membantu penulis dari segi moril maupun materiil. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Lembaga Keuangan Mikro 4

Kredit 4

Risiko Kredit 5

Studi Terdahulu yang Relevan 6

METODE 6

Kerangka Pemikiran 6

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Jenis dan Sumber Data 7

Metode Pengumpulan Data 8

Metode Pengambilan Sampel 8

Uji Instrumen 9

Pengolahan dan Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Amartha Microfinance 12

Pengelolaan Penyaluran Kredit Amartha 13

Faktor-faktor yang Memengaruhi Gagal Bayar 16

Kesehatan Keuangan Amartha serta Tren dan Peramalannya 19

Implikasi Manajerial 22

SIMPULAN DAN SARAN 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Communalities SDM 16

2 Communalities anggota 17

3 Peramalan rasio likuiditas 20

DAFTAR GAMBAR

1 Peningkatan penyaluran kredit Amartha 2

2 Kerangka pemikiran penelitian 7

3 Grafik rasio likuiditas 19

4 Analisis tren solvabilitas 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel studi terdahulu yang relevan 26

2 Uji validitas dan reliabilitas SDM 26

3 Uji validitas dan reliabilitas anggota 27

4 Analisis faktor indikator dan variabel SDM 27

5 Analisis faktor indikator dan variabel anggota 29

6 Rasio likuiditas 34

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lembaga keuangan non bank saat ini menjadi perhatian utama pemerintah, khususnya Otoritas Jasa Keuangan. Pemberdayaan lembaga keuangan non bank dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Lembaga keuangan non bank yang dimaksud salah satunya adalah lembaga keuangan mikro. Perhatian pemerintah tersebut terbukti dengan diberlakukannya UU No 1 tahun 2013 pada 8 Januari 2015 dan Peraturan OJK No 12, 13 dan 14 tahun 2014 yang mendukung UU tersebut. Lembaga keuangan mikro seperti yang didefinisikan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 merupakan lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Kabupaten Bogor menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013) merupakan kabupaten dengan jumlah keluarga prasejahtera sebesar 195 706 atau 15.7% dari keseluruhan jumlah keluarga di kabupaten Bogor pada tahun 2013, hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak masyarakat di kabupaten Bogor yang membutuhkan bantuan untuk diangkat menjadi keluarga sejahtera. Lembaga keuangan mikro memiliki dua bentuk badan hukum, yaitu koperasi dan perseroan terbatas. Data Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bogor serta Sekretariat Bagian Ekonomi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menunjukkan pada tahun 2013 hanya terdapat 65 koperasi yang tergolong lembaga keuangan mikro dan 1 lembaga keuangan mikro dalam bentuk perseroan terbatas. Jika dibandingkan dengan jumlah keluarga prasejahtera yang ada di kabupaten Bogor, perbandingannya cukup besar yaitu 1 : 2 965. Oleh karena itu sangat diperlukan lembaga keuangan mikro yang memiliki sistem pembiayaan yang baik untuk memberikan bantuan pada masyarakat agar terbebas dari kondisi kemiskinan dan prasejahtera dengan memberikan pinjaman modal dan pelatihan kewirausahaan. Lembaga keuangan mikro juga dibutuhkan agar masyarakat tidak melakukan pinjaman pada rentenir yang memiliki bunga sangat tinggi sehingga tidak semakin memperburuk kondisi keuangan keluarga.

Amartha Microfinance merupakan salah satu lembaga keuangan mikro di Kabupaten Bogor yang berbadan hukum koperasi dengan sistem pembiayaan syariah tanpa jaminan. Lembaga ini telah membantu masyarakat 67 desa di Kabupaten Bogor yang jauh dari jangkauan perbankan dengan jumlah anggota per Desember 2014 adalah sebesar 6 763 anggota dan 100% adalah perempuan (4th Quarterly Report Amartha Microfinance 2014).

Sistem pembiayaan yang dilakukan tanpa jaminan tentunya memiliki risiko yang sangat tinggi terkait dengan kemampuan anggota dalam mengembalikan pinjaman yang telah disalurkan. Setiap lembaga keuangan mikro sangat identik dengan risiko kredit yang menyebabkan non performing loan

(12)

2

dengan tahun 2014 memiliki PAR>30 hari sebesar 0%. Tetapi selama 2 tahun terakhir sejak April 2013 sampai dengan Maret 2015, jumlah penyaluran kredit Amartha semakin meningkat, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peningkatan penyaluran kredit Amartha

Kenaikan jumlah penyaluran kredit disertai dengan nilai PAR > 30 hari yang selalu 0% memicu pertanyaan apakah lembaga ini tidak memiliki risiko kredit sama sekali dan bagaimana sistem yang dilakukan oleh Amartha selama ini untuk mempertahankan nilai PAR > 30 hari selalu pada angka nol. Oleh karena itu, diperlukan analisa sistem manajemen risiko kredit yang dilakukan oleh Amartha

Microfinance dengan menganalisa faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kelancaran kredit, untuk mengetahui bagaimana harus mengelola risiko tersebut dengan baik untuk kelangsungan lembaga ini ke depannya.

Perumusan Masalah

Risiko kredit merupakan risiko yang dapat dikelola, tetapi tidak semua lembaga keuangan mikro dapat mengelola risikonya dengan baik. Gagal bayar merupakan indikator apakah risiko kredit pada lembaga keuangan mikro bisa dikatakan baik atau tidak dengan melihat angka PAR > 30 hari yang dihasilkan lembaga setiap periodenya. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut serta peramalan yang dapat digunakan untuk mengantisipasi risiko pada Amartha Microfinance yang terjadi ke depannya. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengelolaan penyaluran kredit yang dilakukan oleh lembaga sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen?

2. Apa saja faktor-faktor SDM dan anggota yang memengaruhi kelancaran kredit sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen?

(13)

3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagi berikut :

1. Menganalisis pengelolaan penyaluran kredit yang dilakukan oleh lembaga sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen.

2. Menganalisis apa saja faktor-faktor SDM dan anggota yang memengaruhi kelancaran kredit sehingga PAR > 30 hari menjadi nol persen.

3. Menganalisis kesehatan keuangan serta tren dan peramalan dilihat dari rasio likuiditas dan solvabilitas.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan bagi peneliti ketika melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menerapkan konsep dan teori yang selama ini dipelajari di bangku kuliah pada keadaan yang sebenarnya.

2. Bagi lembaga

Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengelola risiko kredit yang dihadapi dengan baik.

3. Bagi pihak lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya agar dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik, serta diharapkan mampu membantu masyarakat untuk belajar mengenai risiko kredit terutama faktor-faktor yang memengaruhi gagal bayar.

Ruang Lingkup Penelitian

(14)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga keuangan mikro merupakan sebuah institusi yang memiliki tujuan profit dan sosial, kegiatan dari lembaga ini lebih bersifat community development tetapi tanpa mengesampingkan peran utama sebagai lembaga intermediasi keuangan (Bagaskara 2013). Lembaga keuangan mikro mempunyai aktivitas berupa simpan pinjam dan juga mendorong anggotanya agar memiliki kesadaran untuk menabung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Menurut UU No 1 tahun 2013, tujuan dari lembaga keuangan mikro adalah :

1. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;

2. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan

3. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah

Sedangkan kegiatan usaha dari lembaga keuangan mikro adalah :

1. Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

2. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.

Jenis-jenis lembaga keuangan mikro yang dimaksud menurut Otoritas Jasa Keuangan (2015) adalah sebagai berikut :

1. Bank Desa

11.Baitul Maal wa Tamwil

(15)

5 lain yang mengharuskan peminjam mengembalikan pinjamannya dalam jangka waktu tertentu dan dengan pemberian bunga pada setiap pinjaman.

Prinsip Kredit

Prinsip kredit yang digunakan untuk mengukur risiko gagal bayar suatu perusahaan menurut Djohanputro (2008) dikenal dengan 5C yaitu :

1. Character

Karakter ini berkaitan dengan sikap atau perilaku calon debitur dalam keinginannya untuk memenuhi atau membayar kewajiban.

2. Capacity

Kapasitas menunjukkan kemampuan dari calon debitur dalam membayar kewajiban pinjam-meminjam.

3. Capital

Kapital dapat dilihat dari perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri dari calon debitur, sejauh mana modal yang dimiliki dalam membayar pinjaman yang telah dilakukan.

4. Collateral

Jaminan merupakan piranti pengaman pinjaman yang diberikan oleh debitur yang digunakan apabila debitur menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin direstrukturisasi.

5. Condition

Kondisi ini mengacu pada kondisi eksternal perusahaan yang memengaruhi kelangsungan perusahaan, seperti kondisi ekonomi, politik, selera konsumen, lingkungan, dan faktor lain yang terkait dengan kepentingan pihak tertentu (stakeholders).

Risiko Kredit

Pengertian Risiko

Djohanputro (2008) mengungkapkan bahwa risiko merupakan ketidakpastian yang telah diketahui probabilitas kejadiannya. Menurut Silalahi (1997) dalam Umar (2001), risiko merupakan potensi atau kesempatan akan timbul kerugian pada suatu hal, serta penyimpangan yang terjadi yang tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan.

Manajemen Risiko

Manajemen risiko merupakan pengelolaan risiko yang dilakukan organisasi agar organisasi dapat bertahan dan dapat mengelola risiko secara optimal (Hanafi, 2009). Sedangkan menurut Ali (2006) manajemen risiko merupakan proses yang dilakukan secara berkelanjutan untuk menekan pengaruh dari risiko buruk yang terjadi.

Risiko Kredit

(16)

6

oleh Hanafi (2009) risiko kredit akan terjadi jika counterparty tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran kredit yang dilakukan.

Portfolio at Risk (PAR)

LKM menggolongkan kolektibilitas menggunakan istilah yang berbeda yaitu PAR (Portfolio at Risk), dan sebagian besar LKM di dunia menggolongkan PAR berdasarkan kelipatan setiap 30 hari tunggakan. Sedangkan kredit yang digolongkan sebagai Non Performing Loan (NPL) apabila kredit tersebut termasuk dalam kategori PAR > 30 hari. Penggolongan PAR adalah sebagai berikut (Microsave 2008 dalam Rachmawan 2014) :

1. PAR 0 hari : tunggakan 0

2. PAR 1 – 30 hari : tunggakan 1 sd 30 hari 3. PAR 31 – 90 hari : tunggakan 31 sd 90 hari 4. PAR 91 – 180 hari : tunggakan 91 sd 180 hari 5. PAR > 180 hari : tunggakan lebih dari 180 hari

Portfolio at risk atau portofolio berisiko merupakan sisa pokok pinjaman yang belum terbayar dari semua pinjaman yang tertunggak. PAR digunakan untuk mengukur nilai pinjaman berisiko terhadap total portofolio pinjaman. Pinjaman berisiko tersebut terdiri dari pinjaman yang mengalami keterlambatan lebih dari 30 hari atau PAR > 30 hari (Tim Penyusun Panduan Pengembangan LKMP di Maluku 2012).

Studi Terdahulu yang Relevan

Ketiga studi terdahulu yang relevan menjelaskan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi risiko kredit, sedangkan penelitian ini juga membahas mengenai risiko kredit tetapi lebih tepatnya membahas faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran kredit dari suatu lembaga keuangan mikro. Metode yang umum digunakan dalam penelitian terdahulu adalah analisis deskriptif serta regresi, tetapi dalam penelitian ini menggunakan metode analisis faktor. Rincian mengenai penelitian terdahulu yang relevan dapat dilihat pada Lampiran 1.

METODE

Kerangka Pemikiran

(17)

7 dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor, serta analisis rasio dan tren berturut-turut. Selanjutnya dapat dianalisis implikasi manajerial dan rekomendasi strategi apa yang dapat diterapkan pada Amartha kedepannya. Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Amartha Microfinance yang berlokasi di Bukit Indraprasta D3/No. 1 Telaga Kahuripan, Parung, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu Maret sampai dengan Mei 2015.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data yang didapatkan langsung dari sumber yaitu berupa hasil survey menggunakan kuesioner dengan SDM Amartha Microfinance serta anggota. Sedangkan data sekunder terdiri dari laporan keuangan Amartha, studi pustaka yang berasal dari buku, jurnal, skripsi, thesis, dan media elektronik.

Amartha Microfinance

PAR > 30 hari = 0%

Pengelolaan penyaluran kredit

Faktor SDM dan nasabah yang memengaruhi Kelancaran kredit

Kesehatan keuangan serta tren dan peramalan

1. Likuiditas 2. Solvabilitas

Analisis deskriptif Analisis faktor Analisis rasio serta tren dan peramalan

Implikasi manajerial

(18)

8

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data mengenai manajemen risiko kredit pada Amartha Microfinance adalah sebagai berikut :

1. Survey dan wawancara

Survey dilakukan dengan cara memberikan kuesioner pada sejumlah anggota dan juga SDM Amartha. Sedangkan wawancara dilakukan dengan pihak manajemen Amartha yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data secara sekunder yang dilakukan dengan analisis data keuangan historis Amartha Microfinance serta studi literatur, penelusuran, dan kepustakaan, buku, media cetak dan media elektronik.

Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu pengambilan sampel secara acak untuk sampel anggota, seperti menurut Umar (2001) semua populasi (anggota) pada probability sampling dianggap memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel, dan metode yang digunakan adalah

simple random sampling. Populasi yang cukup besar membuat penelitian ini harus membatasi jumlah sampel, dan jumlah sampel yang akan diambil yaitu menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi ( ) sebesar 10% dengan rumus 1.

...(1) Keterangan :

= Jumlah sampel = Populasi

= Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi

Jumlah anggota cabang Ciseeng sebanyak 1 927 anggota per akhir april 2015. Oleh karena itu setelah dimasukkan kedalam rumus Slovin, sampel yang diambil yaitu sebanyak :

(19)

9 Uji Instrumen

Uji Validitas

Suliyanto (2005) menjelaskan bahwa validitas merupakan sejauh mana ketepatan dan kecermatan yang dapat dihasilkan oleh suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Jadi valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung pada sejauh mana kemampuan alat tersebut mengukur objek dengan cermat dan tepat. Suatu alat ukur yang tepat, belum temtu cermat. Oleh karena itu instrumen tersebut harus dapat memberikan gambaran yang cermat mengenai data yang diuji, gambaran yang cermat adalah gambaran tentang perbedaan yang sekecil-kecilnya antara suatu objek dengan objek yang lain. Setelah dilakukan uji validitas, dari 13 pertanyaan untuk anggota dan 6 pertanyaan untuk SDM menunjukkan keseluruhan pertanyaan valid atau setiap pertanyaan memiliki nilai sign. < 0.05.

Uji Reliabilitas

Reliabilitas menggambarkan sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya (Suliyanto 2005). Jika suatu hasil pengukuran dilakukan secara berulang kali dan menghasilkan hasil yang relatif sama, maka pengukuran tersebut bisa dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Meskipun demikian tetap ada batas toleransi dari perbedaan hasil pengukuran, tetapi jika perbedaan tersebut terlalu besar, maka dapat dikatakan hasil pengukuran tersebut tidak reliabel. Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap 13 pertanyaan dari kuesioner anggota, maka didapatkan hasil Alpa Cronbach’s sebesar 0.624 atau lebih dari batas minimum nilai Alpha yaitu 0.6 (Bahri dan Zamzam 2014). Sedangkan hasil uji reliabilitas dari 6 pertanyaan yang diajukan pada karyawan Amartha menghasilkan nilai Alpha Cronbach’s sebesar 0.8 artinya seluruh pertanyaan reliabel.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 5 alat analisis yaitu analisis deskriptif, analisis faktor, analisis rasio, peramalan serta analisis tren.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu bentuk transformasi dari data-data mentah menjadi suatu informasi yang mudah dimengerti dan diterjemahkan (Wibisono 2002). Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan secara merinci tentang sistem pengelolaan kredit dari Amartha. Analisis Faktor

(20)

10

Suliyanto (2005), analisis faktor merupaka suatu teknik untuk menganalisis tentang ketergantungan dari beberapa variabel dengan tujuan untuk menyederhanakan beberapa variabel yang saling berhubungan menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti, dan juga dapat menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian. Tahapan yang harus dilakukan dalam analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis

a. Faktor SDM terdiri dari variabel/aspek moral hazard dan morale hazard

(Gumayantika dan Irwanto 2010). Indikator moral hazard terdiri dari kesengajaan membantu saudara yang menjadi anggota meskipun tidak layak dan kesengajaan tidak melakukan survey ke rumah calon anggota karena malas. Sedangkan indikator dari morale hazard terdiri dari kejujuran, integritas, kerja keras, dan motivasi.

b. Faktor anggota terdiri dari variabel/aspek 5C (Hanis dan Nursyamsi 2013). Tetapi dalam penelitian ini, karena Amartha tidak menggunakan jaminan, maka aspek collateral tidak dianalisis. Indikator dari aspek character

terdiri dari anggota merasa diri sendiri adalah jaminan di Amartha, rasa malu saat tidak dapat membayar angsuran, menghindari tanggung renteng, dan mendahulukan angsuran daripada kebutuhan lain. Aspek capacity

terdiri dari catatan pendapatan usaha, pinjaman dana di tempat lain, penyisihan uang angsuran dari pendapatan, dan sumber pendapatan lain. Aspek capital terdiri dari pendapatan setiap hari yang tidak menentu, penggunaan pinjaman, kepemilikan lahan dan tabungan sebagai modal usaha. Terakhir adalah aspek condition yang terdiri dari bencana alam yang memengaruhi kemampuan anggota membayar angsuran.

2. Melakukan uji variabel-variabel dengan uji korelasi atau keterkaitan antar variabel, uji KMO dan MSA.

a. Uji korelasi dilakukan dengan uji Bartlett’s Test of Spericity yaitu uji statistik yang dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa suatu variabel tidak saling berkorelasi dalam populasi. Tetapi dalam analisis faktor, hasil yang diinginkan adalah antarvariabel saling berkorelasi dengan kuat, oleh karena itu variabel harus memiliki nilai Bartlett hitung > Bartlett tabel atau Sign < Alpha 5%, hal itu menunjukkan adanya korelasi yang kuat antarvariabel sehingga pengolahan data dapat dilanjutkan.

b. Uji Kaiser-Mayer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA), uji KMO menunjukkan indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Jika jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial diantara seluruh pasangan variabel bernilai kecil dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO yang mendekati satu. Sedangkan untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai KMO yang dianggap cukup adalah jika nilai KMO ≥ 0.5.

(21)

11

3. Analisis Communalities

Nilai ekstraksi yang terdapat pada tabel communalities menunjukkan seberapa besar suatu variabel atau aspek mendefinisikan faktor. Atau dengan kata lain, jumlah varians (bisa dalam presentase) dari suatu variabel mula-mula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada (Santoso 2010). Suatu variabel dapat dikatakan baik dalam mendefinisikan faktor adalah jika nilai ekstraksi lebih dari 0.5, begitu pula sebaliknya, sebuah variabel dikatakan kurang baik dalam mendefinisikan faktor apabila nilai ekstraksi berada dibawah 0.5.

Tahapan analisis faktor dilakukan sebanyak 2 kali untuk masing-masing faktor, yaitu proses menentukan keeratan hubungan indikator dengan variabel, dan yang kedua menentukan keeratan hubungan variabel dengan faktor. Karena kebutuhan pengolahan hanya sampai dengan tahap ini, maka tahap selanjutnya seperti proses

factoring, rotasi faktor, dan penamaan faktor yang terbentuk tidak dilakukan dalam penelitian ini.

Analisis Rasio

Analisis rasio merupakan suatu teknik untuk mengetahui secara cepat kondisi keuangan perusahaan (Rangkuti 2006). Analisis rasio keuangan digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan saat ini dan untuk memprediksi kondisi keuangan di masa depan. Analisis rasio keuangan terdiri dari 5 jenis rasio pengukuran, tetapi pada LKM hanya dilakukan analisis pada rasio likuiditas dan solvabilitas (Peraturan OJK No. 13 pasal 15 tahun 2014). Rumus dari masing-masing rasio menurut Peraturan OJK No. 13 pasal 16 dan 17 tahun 2014 adalah sebagai berikut :

...(2)

...(3) Batas minimum nilai likuiditas adalah sebesar 3%, jika nilai likuiditas lebih dari 3% maka LKM tersebut dapat dianggap likuid atau sehat. Sedangkan batas minimum untuk nilai solvabilitas adalah 110%, jika nilai solvabilitas berada pada angka lebih dari sama dengan 110% maka LKM tersebut dapat dikatakan sehat atau solvable.

Peramalan

(22)

12

pada rasio likuiditas saja karena data bersifat stasioner dan homoskedastik. Setelah dilakukan uji otokorelasi maka didapatkan rumus 4.

...(4) Analisis Tren

Analisis tren merupakan suatu teknik analisis laporan keuangan dan merupakan metode analisis horizontal yang menggambarkan kecenderungan perubahan suatu pos laporan keuangan selama beberapa periode (Praptiwi dan Senda 2010). Analisis tren dilakukan pada nilai rasio dari solvabilitas yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan LKM. Analisis tren ini digunakan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan data dan memprediksi peramalan rasio solvabilitas selama 3 bulan kedepan. Sedangkan asumsi untuk peramalan 3 bulan kedepan dari kedua rasio tersebut adalah ceteris paribus, yaitu semua variabel lain dianggap konstan atau sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Amartha Microfinance

Amartha Microfinance merupakan sebuah lembaga keuangan mikro yang memiliki badan hukum koperasi dan terdaftar resmi sebagai Koperasi Amartha Indonesia yang berorientasi pada bisnis sosial. Lembaga ini berdiri sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini. Lembaga ini bergerak di bidang pembiayaan dengan keseluruhan anggota yang dibiayai adalah perempuan. Amartha mengadopsi sistem dari Grameen Bank yaitu pemberian kredit tanpa agunan yang dilakukan dengan sistem tanggung renteng per kelompok apabila ada anggota yang menunggak. Kantor pusat Amartha berada di Bukit Indraprasta D3/No. 1 Telaga Kahuripan, Parung, Kabupaten Bogor. Amartha memiliki moto “Life for Greater Purpose” dengan visinya yaitu menjadi LKM skala nasional yang menyediakan

jasa keuangan terjangkau bagi 100 000 keluarga prasejahtera pada tahun 2017. Sedangkan misi dari Amartha yaitu memfokuskan kepada pelayanan jasa keuangan terjangkau untuk masyarakat prasejahtera di pelosok pedesaan, sehingga mereka dapat mengejar kehidupan dengan tujuan yang lebih besar. Misi sosial tersebut dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui layanan pendidikan keuangan dasar dan pengorganisasian masyarakat yang melengkapi pelayanan jasa keuangannya.

Amartha memiliki badan hukum koperasi dan pelaksanaannya berdasar pada aturan koperasi yang berlaku, tetapi kegiatan usahanya berupa microfinance

(23)

13

Pengelolaan Penyaluran Kredit Amartha

Amartha menerapkan sistem penyaluran kredit yang terintegrasi dan terkendali, sehingga seluruh tahapan dan prosesnya harus dilakukan dengan seksama. Berikut tahapan penyaluran kredit yang dilakukan oleh Amartha :

1. Survey wilayah cabang baru

Survey wilayah pada cabang baru dilakukan oleh tim pembukaan wilayah, yaitu dengan melihat data BPS tentang seberapa banyak penduduk miskin di wilayah tersebut dan kategori-kategori lain yang mendukung pembukaan cabang pada wilayah tersebut. Survey lapangan juga dilakukan dengan tujuan mengetahui situasi dan kondisi sebenarnya dari wilayah tersebut. Jumlah LKM dan ketersediaan bank pada wilayah tersebut juga menjadi pertimbangan apakah pembukaan cabang baru berpotensi baik dilakukan di wilayah tersebut. Setelah semua survey dilakukan, kemudian diputuskan buka wilayah atau tidak. Ketika keputusan berada pada buka wilayah, maka langsung diadakan pertemuan umum yaitu sosialisasi mengenai produk-produk yang dimiliki oleh Amartha yang dilakukan di kantor kelurahan, RT dan RW. Kemudian setelah penyuluhan tingkat RT, dilakukan pengumpulan data orang-orang yang ingin melakukan pembiayaan dengan Amartha.

2. Proses pembentukan kelompok dan majelis

Proses pembentukan kelompok ini merupakan tahap awal dalam penyaluran kredit atau pembiayaan, tetapi proses ini sangat penting dan perlu untuk diperhatikan. Proses pembentukan kelompok ini dilakukan sendiri oleh anggota dengan memilih teman sekelompok yang dirasa baik dan dapat diandalkan.

3. Uji kelayakan

Setiap orang yang ingin melakukan pembiayaan di Amartha harus diuji apakah layak ataukah tidak. Pengujian kelayakan dilakukan setelah adanya pembentukan kelompok yang dilakukan oleh anggota sendiri. Uji kelayakan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan calon anggota dan pengisian formulir uji kelayakan, kemudian melakukan survey tempat tinggal atau rumah, dan survey mengenai kepribadian dari orang tersebut melalui tetangga-tetangga yang mengenal orang tersebut.

4. Latihan wajib kumpulan

Ketika uji kelayakan telah selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah dengan latihan wajib kumpulan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Latihan tersebut menjelaskan lebih lanjut kepada anggota apa saja kewajiban yang harus dilakukan oleh anggota selama menjadi anggota dari Amartha.

5. Pelayanan majelis

Pelayanan majelis pada Amartha dilakukan setiap minggu oleh pendamping lapang. Setiap pelayanan majelis, harus selalu mengedepankan disiplin kehadiran dan angsuran. Pelayanan majelis ini memiliki 5 kegiatan utama, yaitu :

a. Pengajuan

(24)

14

maksimal Rp1 500 000 dan pinjaman selanjutnya (tahun berikutnya) maksimal bertambah Rp1 000 000 sejak pengajuan pertama. Pengajuan pinjaman dilakukan dengan cara anggota memberikan pernyataan kepada anggota majelisnya kalau anggota tersebut ingin mengajukan pinjaman sebesar berapa dan untuk apa, kemudian menanyakan apakan seluruh anggota majelis setuju dan apakah siap untuk tanggung renteng. Ketika semua sudah terpenuhi, pengajuan pinjaman tersebut baru dapat diproses.

b. Pencairan

Setelah proses pengajuan pinjaman dilakukan, kantor akan melakukan evaluasi mengenai anggota tersebut, apakah layak untuk diberikan pinjaman secara penuh dan tepat waktu, atau harus dilakukan penundaan untuk pencairannya, atau juga harus dikurangi jumlah uang yang dicairkan, tidak sesuai dengan jumlah uang yang diajukan. Setelah keputusan tersebut didapat, maka pencairan dilakukan. Uang akan diterima oleh anggota apabila telah dilaksanakan akad antara anggota dengan pendamping lapang yang disaksikan oleh seluruh anggota majelis tanpa terkecuali. Proses pengajuan dan pencairan hanya dapat dilakukan apabila seluruh anggota majelis hadir, apabila ada satu anggota yang tidak hadir karena alasan apapun, maka pengajuan dan pencairan tidak dapat dilakukan pada hari tersebut.

c. Angsuran dan tabungan

Angsuran dilaksanakan setiap minggu selama 50 minggu sejak diterimanya dana pinjaman, oleh karena itu setiap minggu selalu dilaksanakan proses angsuran yang diikuti dengan tabungan wajib dan atau tabungan sukarela. Tabungan wajib merupakan tabungan yang menyertai angsuran dan wajib dibayar setiap minggu dengan jumlah yang telah ditentukan sebelumnya, serta hanya dapat diambil ketika anggota tersebut keluar dari Amartha. Tabungan sukarela merupakan tabungan yang dilakukan sukarela oleh anggota, waktu dan jumlah tabungannya sesuai dengan kehendak anggota tersebut dan dapat diambil kapanpun tanpa ada batasan.

d. Pembinaan

Pembinaan oleh pendamping lapang dilakukan setiap minggu dengan materi yang berbeda-beda setiap minggunya. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk menambah wawasan para anggota, baik wawasan tentang pengetahuan umum maupun mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan wirausaha.

e. Pelaksanaan tanggung renteng

Setiap anggota pasti sudah mengerti mengenai aturan tanggung renteng, yaitu ketika anggota tidak dapat membayar angsuran dengan alasan apapun, anggota yang lain harus siap untuk melakukan tanggung renteng, yaitu sistem pembayaran yang menggunakan uang seluruh anggota (patungan) untuk membayarkan angsuran anggota yang tidak dapat membayar pada saat itu 6. Home visit

Kunjungan rumah dilakukan kepada seluruh anggota. Kunjungan ini biasanya dilakukan oleh pendamping lapang, tetapi tidak menutup kemungkinan

(25)

15 pendamping lapang atau karyawan Amartha dengan anggota Amartha itu sendiri.

7. Penyelesaian tunggakan

Hal terakhir yang menjadi perhatian dalam penyaluran kredit adalah dengan penyelesaian tunggakan. Penyelesaian tunggakan ini dilakukan untuk anggota yang bermasalah ketika melakukan kredit di Amartha. Bermasalah dalam hal ini didefinisikan dengan tidak pernah hadir pada saat pelayanan majelis, tidak pernah membayar angsuran atau kabur, dan berbagai macam hal lain yang merugikan anggota majelisnya serta merugikan Amartha.

Proses penyaluran kredit telah secara terang menjelaskan sistem pengelolaan penyaluran kredit, tetapi jika diperhatikan secara seksama, terdapat 3 poin penting yang dapat dijadikan kunci utama dalam pengelolaan penyaluran kredit sehingga PAR > 30 hari 0%. Poin pertama ada pada proses pembentukan kelompok dan majelis yang dilakukan sendiri oleh anggota, pembentukan kelompok yang dilakukan sendiri oleh anggota mendorong anggota untuk memilih teman-teman sekelompok yang menurut mereka nyaman. Pemilihan tersebut pasti juga didorong oleh sikap baik yang dimiliki oleh teman sekelompoknya. Jika anggota tersebut tidak baik, pasti anggota yang lain tidak mau menerima. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin akrab satu anggota kelompok dengan anggota yang lain, semakin baik pula masa depan dari kelompok tersebut karena tidak akan ada anggota yang melakukan tanggung renteng. Ketika tidak ada anggota yang melakukan tanggung renteng, maka PAR > 30 hari akan tetap bertahan pada angka nol persen karena tidak ada anggota yang macet pembiayaannya atau bahkan gagal bayar.

Poin kedua terletak pada sistem tanggung renteng yang harus terus berjalan, tanggung renteng ini harus berjalan setiap kali ada anggota yang tidak dapat membayar angsuran, karena hal ini salah satu cara untuk menghindari risiko gagal bayar terkait dengan sistem kredit di Amartha yang sama sekali tidak meminta jaminan dari anggotanya. Tanggung renteng merupakan kunci utama dari Amartha, karena jaminan dari pembiayaannya bergantung pada tanggung renteng. Poin 1 diatas menunjukkan pembentukan kelompok yang dilakukan sendiri akan meminimalisir tanggung renteng yang terjadi, tetapi masih ada angka “minimal” yang dimungkinkan akan terjadinya tanggung renteng pada suatu majelis atau kelompok. Tidak menjadi masalah ketika terdapat tanggung renteng, tetapi anggota yang lain mau menanggung angsuran anggota yang tanggung renteng tersebut. Lain masalahnya bila terdapat anggota yang tanggung renteng, tetapi anggota yang lain tidak mau menanggungnya, maka akan muncul angka adanya tunggakan atau kredit macet pada laporan keuangan Amartha. Oleh karena itu, kunci dari pertahanan PAR > 30 hari tetap pada angka nol persen selama ini adalah tanggung renteng yang selalu berjalan pada setiap kelompok dan juga majelis. Ketika ada anggota yang tanggung renteng dan anggota lain mau menanggung angsurannya, maka laporan keuangan mengenai kredit macet akan terselamatkan dan PAR > 30 hari akan bertahan pada angka nol persen.

(26)

16

Disiplin dalam hal ini tidak hanya disiplin tentang kehadiran, tetapi angsuran juga. Disiplin kehadiran juga berarti bahwa tidak akan absen selama pelayanan berlangsung yaitu sepanjang 50 minggu harus selalu hadir pelayanan apapun yang terjadi, karena sudah menjadi perjanjian di awal bahwa kehadiran merupakan jaminannya. Ketika ketidakhadiran menjadi sesuatu yang dibiasakan, maka peluang gagal bayar juga akan semakin tinggi, karena ketidakhadiran mengindikasikan bahwa anggota tersebut bisa saja kabur dan tidak mau membayar angsuran. Oleh karena itu, tidak ada toleransi untuk tidak hadir pada pelayanan dan pembayaran angsuran. Jika anggota tidak hadir, maka pendamping lapang harus segera menindaklanjuti dengan mendatangi rumah anggota yang tidak hadir tersebut, dan menanyakan apa alasan anggota tersebut tidak hadir pada pertemuan mingguan. Poin disiplin ini menjadi salah satu kunci untuk tetap mempertahankan anggota agar tetap hadir dan membayar angsuran. Jika anggota suatu majelis memiliki kedisiplinan tinggi terhadap kehadiran dan pembayaran angsuran, maka sudah dapat dipastikan bahwa PAR > 30 hari tidak akan terusik dan akan tetap pada angka nol persen.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelancaran Kredit

Faktor Sumber Daya Manusia

Menurut Gumayantika dan Irwanto (2010), aspek SDM yang memengaruhi risiko kredit dalam hal ini gagal bayar terdiri dari moral hazard dan

morale hazard. Moral hazard merupakan suatu tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh karyawan untuk kepentingan dirinya sendiri dan merugikan perusahaan sehingga menimbulkan risiko kredit. Sedangkan morale hazard

merupakan tindakan kurang hati-hati yang dilakukan oleh karyawan pada saat melakukan transaksi dengan anggota sehingga menimbulkan risiko kredit, hal ini erat kaitannya dengan mutu SDM pada perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan aspek tersebut untuk menganalisis faktor SDM. Hasil dari analisis faktor setelah dilakukan pengolahan data hasil kuesioner yang dibagikan kepada 32 karyawan Amartha mulai dari pengujian kelayakan indikator dan variabel sampai dengan hasil analisis communalities (lihat Lampiran 5) menunjukkan bahwa moral hazard dan morale hazard memiliki tingkat kepentingan yang sama, hal ini ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Communalities SDM Variabel/Aspek Nilai

Ekstraksi Indikator Nilai Ekstraksi

Moral Hazard 0.751 Meloloskan anggota yang tidak layak

karena saudara 0.804 Tidak melakukan survey karena malas 0.821

Morale Hazard 0.751 Kejujuran 0.691

Integritas 0.716

Kerja Keras 0.813

Nilai ekstraksi pada Tabel 3 menunjukkan kekuatan aspek tersebut dalam mendefinisikan faktor SDM yang berpengaruh pada gagal bayar. Moral hazard

(27)

17 dikatakan bahwa kedua aspek tersebut sama-sama kuat dalam mendefinisikan faktor SDM karena kedua nilai tersebut berada di atas 0.5. Atau dapat dikatakan bahwa aspek moral hazard dan morale hazard dapat mendefinisikan faktor SDM sebesar masing-masing 75.1%. Sedangkan komponen atau indikator dari moral hazard yang paling besar mendefinisikan aspek/variabel adalah tidak melakukan survey pada calon anggota karena malas dengan nilai ekstraksi sebesar 0.821 atau 82.1%. Indikator selanjutnya yaitu meloloskan anggota yang tidak layak karena saudara dengan nilai ekstraksi sebesar 0.804 atau 80.4%. Nilai ekstraksi dari indikator dapat dikatakan cukup tinggi karena mendekati 1, oleh karena itu perlu perhatian khusus dari perusahaan tentang hal-hal tersebut.

Variabel atau aspek dari faktor SDM selanjutnya adalah morale hazard

dengan indikator yang dapat mendefinisikan variabel paling tinggi adalah kerja keras dengan nilai ekstraksi sebesar 0.813 atau 81.3%, kemudian indikator integritas dapat mendefinisikan variabel sebesar 0.716 atau 71.6%, dan terakhir adalah indikator kejujuran yang dapar mendifinisikan variabel sebesar 0.691 atau 69.1%. SDM memang sangat penting dan sangat erat kaitannya dengan gagal bayar. Amartha sendiri memiliki aturan-aturan khusus yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya hazard yang dapat merugikan perusahaan. Salah satunya adalah dengan sistem perekrutan yang selektif, pengadaan pelatihan sebelum resmi bekerja dan melakukan evaluasi kinerja selama kurang lebih 6 bulan sekali untuk melihat kinerja karyawan.

Faktor Anggota

Hanis dan Nusyamsi (2013) menyebutkan bahwa prasyarat kredit (5C) memiliki pengaruh terhadap kelancaran pembayaran kredit oleh anggota. Tetapi dalam kasus pada Amartha, lembaga ini tidak menggunakan jaminan sehingga aspek collateral dihilangkan dalam pengambilan sampai dengan pengolahan data. Berdasarkan aspek 4C (character, capacity, capital dan condition) yang telah dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 96 anggota Amartha yang diambil secara acak, menggunakan analisis faktor dari proses uji indikator dan variabel sampai dengan tahap analisis communalities (lihat Lampiran 6) didapatkan hasil pada Tabel 2.

Tabel 2 Communalities anggota Variabel/Aspek Nilai

Ekstraksi Indikator Nilai Ekstraksi

Character 0.502 Merasa diri sendiri adalah jaminan 0.683

Malu saat tidak dapat membayar angsuran 0.779 Menghindari tanggung renteng 0.596 Mendahulukan angsuran daripada

kebutuhan lain 0.258

Capacity 0.522 Pendapatan di luar usaha 0.601

Capital 0.643 Pendapatan tidak menentu 0.690

Penggunaan pinjaman untuk modal usaha 0.758 Memiliki lahan untuk usaha 0.602 Memiliki tabungan untuk usaha 0.405

Analisis awal dilakukan menggunakan 4C, tetapi pada tahap pegujian MSA atau Measure of Sampling Adequacy menunjukkan bahwa aspek condition

(28)

18

pengolahan lebih lanjut karena aspek tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil dari pengolahan tanpa menggunakan condition

didapatkan hasil ekstraksi terbesar ada pada aspek capital yaitu sebesar 0.643 atau 64.3%. Aspek ini cukup kuat dalam mendefiniskan faktor anggota karena memiliki nilai diatas 0.5. Atau dapat dikatakan bahwa aspek capital dapat mendefinisikan faktor nasabar sebesar 64.3%. Selama ini Amartha memiliki anggota yang memiliki aspek capital yang perlu untuk diperhatikan, indikator terpenting yang dapat mendefinisikan aspek capital adalah penggunaan pinjaman untuk modal usaha dengan nilai ekstraksi sebesar 0.758 atau 75.8%. Indikator terpenting selanjutnya adalah pendapatan yang tidak menentu dengan nilai 0.690 atau 69.0% dapat mendefinisikan aspek. Indikator ketiga dari aspek capital

dengan nilai 0.602 atau 60.2% dapat mendefinisikan aspek yaitu kepemilikan lahan untuk modal usaha. Sedangkan indikator terakhir yaitu memiliki tabungan untuk modal usaha dengan nilai ekstraksi sebesar 0.405 atau 40.5%, indikator ini tidak terlalu kuat mendefinisikan variabel karena berada di bawah 0.5. Indikator-indikator tersebut penting untuk diperhatikan, karena jika tidak diperhatikan dengan baik akan berdampak pada gagal bayar oleh anggota. Meskipun tanggung renteng tetap berjalan, jika anggota terus menerus tidak dapat membayar angsuran akan menyebabkan kerugian pada anggota yang lain dan berdampak buruk lebih lanjut.

Aspek kedua yang dengan kuat dapat mendefinisikan faktor anggota adalah aspek capacity. Aspek ini memiliki nilai ekstraksi sebesar 0.522 atau 52.2% dalam mendefinisikan faktor anggota. Sedangkan indikator yang menjadi perhatian dari aspek capacity adalah pendapatan anggota di luar usaha yang ia jalankan yang memiliki nilai ekstraksi sebesar 0.601 atau 60.1% dapat mendefinisikan variabel/aspek. Data awal terdapat indikator catatan pendapatan usaha, pinjaman dana di tempat lain, penyisihan uang angsuran dari pendapatan, tetapi karena nilai MSA < 0.5 oleh karen itu indikator-indikator tersebut tidak dapat dilanjutkan dalam pengolahan. Setiap hal yang berkaitan dengan kapasitas anggota dalam membayar angsuran harus benar-benar diperhatikan batas-batasnya, untuk mengetahui apakah anggota dapat membayar angsuran dengan baik di kemudian hari.

(29)

19 karena itu penanganan anggota harus benar-benar diperhatikan, kesehariannya harus menjadi perhatian utama dengan mencari informasi-informasi dari tetangga dan orang-orang terdekat yang menunjukkan sikap baik dari anggota.

Kesehatan Keuangan Amartha serta Tren dan Peramalannya

Penilaian tingkat kesehatan keuangan digunakan untuk mengetahui apakah kondisi keuangan pada suatu perusahaan masih dalam batas sehat atau tidak. Penilaian kesehatan keuangan dalam penelitian ini hanya dilakukan pada rasio likuiditas dan solvabilitas, karena kedua rasio tersebut merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan LKM (Peraturan OJK No. 13 Tahun 2014). Tren dan peramalan juga dilakukan terhadap kedua rasio keuangan tersebut untuk melihat bagaimana kecenderungan data dan peramalan selama 3 bulan kedepan. Analisis tren dilakukan untuk mengetahui apakah suatu data memiliki tren tersendiri dengan rentang waktu tertentu. Analisis rasio serta tren dan peramalan dari rasio-rasio diatas dilakukan melalui pengolahan pada data keuangan kuartal selama 2 tahun yang dibagi menjadi bulanan dari rentang waktu April 2013 sampai dengan Maret 2015.

Kesehatan Keuangan serta Tren dan Peramalan Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan finansial jangka pendeknya (Arifin dan Sumaryono 2007). Peramalan yang dilakukan pada rasio likuiditas menggunakan metode autoregresi dengan model AR menggunakan rumus 4 maka didapatkan hasil pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik rasio likuiditas

Analisis rasio likuiditas selama 2 tahun terakhir sejak April 2013 sampai dengan Maret 2015 menunjukkan bahwa nilai likuiditas Amartha berada pada kondisi sehat, yaitu selalu berada di atas batas minimal sebesar 3%. Grafik pada Gambar 3 didapatkan tren yang berfluktuasi mengikuti nilai aktualnya, tren ini didapatkan dari rumus 4 yang menunjukkan posisi dari rasio likuiditas selama 2 tahun terakhir. Atau dapat dikatakan bahwa rasio likuiditas tidak memiliki tren karena data aktual yang sangat berfluktuasi, analisis tren juga dilakukan tetapi tidak dapat diterapkan pada rasio likuiditas. Data aktual menunjukkan fluktuasi

Waktu

(30)

20

yang cukup tinggi dari bulan ke bulan, hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai akun pada laporan keuangan. Selama periode analisis, liabilitas lancar relatif naik dan stabil, tetapi nilai kas dan setara kas mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup signifikan sehingga membuat grafik liabilitas mengalami fluktuasi. Penurunan rasio likuiditas biasanya terjadi pada awal tahun seperti bulan januari dan februari pada 2014 dan 2015, hal ini disebabkan oleh penurunan nilai kas karena setiap awal tahun memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Misalnya pada Januari 2015 kas Amartha banyak digunakan untuk biaya investasi karyawan karena pembukaan cabang baru di kabupaten Bandung. Sedangkan peramalan yang didapatkan selama 3 bulan selanjutnya untuk April – Juni 2015 dengan menggunakan rumus 4 didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.

Tabel 3 Peramalan rasio likuiditas

Bulan Peramalan

April 2015 29.39084925

Mei 2015 29.31332788

Juni 2015 29.27290049

Peramalan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi sedikit penurunan rasio likuiditas pada 3 bulan setelah periode analisis, hal ini patut diwaspadai karena semakin rendah likuiditas maka semakin buruk kinerja dari lembaga ini. Fluktuasi nilai kas dapat memengaruhi rasio likuiditas, perusahaan yang tidak likuid akan mudah bangkrut karena sewaktu-waktu utang tersebut ditagih, perusahaan tidak dapat membayar sebagian besar utangnya. Oleh karena itu, jumlah utang atau kewajiban Amartha perlu diperhatikan agar tidak terlalu tinggi dan harus seimbang dengan penambahan kas dan setara kas sehingga tidak menurunkan rasio likuiditas kurang dari batas minimal yaitu 3%. Atau dapat dikatakan juga, modal kerja atau selisih dari aktiva lancar dengan utang lancar merupakan kunci likuiditas perusahaan yang baik, yaitu semakin besar jumlah modal kerja yang dimiliki perusahaan maka semakin baik likuiditasnya (Kuswadi 2008).

Kesehatan Keuangan serta Tren dan Peramalan Rasio Solvabilitas

(31)

21

Gambar 4 Analisis tren solvabilitas

Analisis rasio solvabilitas menunjukkan hasil yang positif atau baik, artinya Amartha solvabel dalam mendanai aktiva perusahaan. Kriteria sehat dapat ditetapkan pada kondisi solvabilitas Amartha karena selama periode analisis, nilai rasio berada diatas batas minimum yaitu 110%. Meskipun demikian, hasil analisis tren menunjukkan hasil yang kurang baik yaitu tren yang cenderung menurun pada setiap periode analisis. Penurunan ini menyebabkan peramalan selama 3 bulan ke depan ikut mengalami penurunan, bahkan pada bulan ketiga hasil peramalan berada di bawah 110% yaitu sebesar 109.271%. Hasil peramalan ini patut diwaspadai karena jika terjadi penurunan secara terus menerus dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan keuangan Amartha.

Kecenderungan penurunan rasio solvabilitas yang terus menerus ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan nilai total aktiva, karena Amartha memiliki masalah dalam loan disbursement disebabkan karena keterbatasan dana, oleh karena itu total aset Amartha lebih banyak mengalami penurunan dan tidak disertai dengan penurunan kewajiban sehingga rasio solvabilitas cenderung menurun setiap bulannya. Rasio likuiditas mengukur kemampuan lembaga membayar utang jangka pendek menggunakan kas dan setara kas, sedangkan rasio solvabilitas mengukur kemampuan lembaga dalam membayar seluruh total utang dengan seluruh aset. Ketika perusahaan dalam keadaan insovable tetapi likuid, maka perusahaan tersebut tidak akan segera mengalami kesulitan karena keadaan ini sangat erat hubungannya dengan modal kerja yang harus selalu dijaga keamanannya atau margin of safety (Amrin 2009). Oleh karena itu perusahaan dapat mengantisipasi kesulitan jika terjadi insovable adalah dengan menjaga selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar (modal kerja) agar kondisi perusahaan tetap likuid, sehingga dengan modal kerja yang memadai perusahaan tetap dapat membayar kewajiban jangka pendeknya, mempunyai cukup cadangan untuk menghindari kekurangan persediaan, serta memberikan piutang kepada pelanggan sehingga hubungan dengan pelanggan dapat terus dipertahankan (Mardiyanto 2009).

Selain menggunakan modal kerja sebagai pembantu dalam kasus penurunan solvabilitas, penggunaan ekuitas sebagai sumber pendanaan juga dapat dilakukan. Penyaluran kredit yang dilakukan dengan menggunakan ekuitas akan menambah jumlah aktiva tetapi tidak menambah jumlah kewajiban sehingga dapat menaikkan nilai solvabilitas di kemudian hari.

(32)

22

Implikasi Manajerial

Penerapan sistem penyaluran kredit yang dilakukan oleh Amartha Microfinance sudah cukup baik dengan menuangkan kegiatan kunci utama sebagai acuan agar tidak terjadi gagal bayar yaitu pembentukan kelompok oleh anggota, tanggung renteng berjalan serta disiplin kehadiran dan angsuran. Tetapi kegiatan keseluruhan harus tetap diperhatikan, karena hal terkecil sekalipun seperti kejujuran anggota bisa menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap kelancaran pembayaran anggota. Sedangkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh Amartha untuk menjaga nilai PAR adalah faktor SDM dan anggota. Faktor SDM yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen adalah itikad baik karyawan dan kualitas karyawan yang baik agar tidak terjadi hazard yang menimbulkan kerugian pada perusahaan di kemudian hari.

Faktor kedua adalah faktor anggota yaitu aspek kapital atau modal. Aspek permodalan yang dimiliki anggota memiliki peran penting, oleh karena itu Amartha harus memerhatikan kondisi usaha yang dimiliki oleh anggota, semakin baik kondisi usahanya maka kemungkinan gagal bayar akan semakin rendah. Oleh karena itu diperlukan pendampingan kewirausahaan yang intensif dan mendalam agar anggota memiliki kemampuan untuk mengelola usahanya secara baik, sehingga tidak akan terjadi kredit macet atau gagal bayar di kemudian hari.

Penilaian terhadap tingkat kesehatan keuangan Amartha menunjukkan bahwa rasio likuiditas dan solvabilitas berada pada kondisi sehat. Tetapi peramalan keduanya menunjukkan penurunan, oleh karena itu untuk rasio likuiditas perlu diperhatikan lagi jumlah utang atau kewajiban Amartha agar tidak terlalu tinggi dan harus seimbang dengan penambahan kas dan setara kas sehingga tidak menurunkan rasio likuiditas. Sedangkan penurunan rasio solvabilitas dapat diantisipasi dengan cara memperbesar modal kerja misalnya menambahkan nilai aktiva lancar seperti memperbesar pembiayaan yang dilakukan Amartha atau memberbesar jumlah aktiva lancar lainnya agar modal kerja semakin besar dan likuiditas perusahaan tetap baik sehingga mengurangi kemungkinan kesulitan dana perusahaan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Setelah dialakukan pembahasan mengenai 3 permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Amartha memiliki 7 langkah dalam proses penyaluran kreditnya, tetapi ada 3 kunci utama yang digunakan untuk pencegahan dan meminimalisir gagal bayar. Pertama, proses pembentukan kelompok dan majelis yang dilakukan sendiri oleh anggota. Kedua, tanggung renteng harus terus berjalan setiap ada anggota yang tidak dapat membayar angsuran. Ketiga, disiplin kehadiran dan angsuran

(33)

23 2. Analisis mengenai faktor SDM menunjukkan tingkat kepentingan yang sama antara moral hazard dan morale hazard yaitu sebesar 75.1% dalam mendefinisikan faktor. Sedangkan analisis pada faktor anggota menghasilkan nilai terbesar ada pada aspek capital dengan presentase 63.4%, kemudian aspek kedua yaitu capacity dengan presentase 52.2%, dan aspek terakhir dalam mendefinisikan faktor anggota yaitu aspek capacity dengan presentase sebesar 50.2%. Kedua faktor sama-sama memiliki aspek dengan nilai ekstraksi diatas 0.5, hal ini menujukkan bahwa selama ini faktor SDM dan anggota sama-sama kuat dalam mendukung tingkat PAR yang selalu berada pada angka 0%.

3. Hasil penilaian tingkat kesehatan menunjukkan bahwa rasio likuiditas dan solvabilitas selama 2 tahun terakhir dari April 2013 sampai dengan Maret 2015 pada Amartha berada pada kondisi sehat atau seluruh rasio berada diatas batas minimum yaitu 3% untuk rasio likuiditas dan 110% untuk rasio solvabilitas. Sedangkan tren dan peramalan menunjukkan kondisi yang kurang baik pada rasio likuiditas dan solvabilitas karena peramalan menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 bulan selanjutnya.

Saran

Penelitian ini masih perlu diperbaiki, oleh karena itu bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisa faktor-faktor yang lebih banyak seperti faktor keuangan internal serta faktor eksternal yaitu berupa kondisi diluar dugaan dari LKM sehingga akan lebih terlihat faktor-faktor mana yang lebih dominan dalam mendefinisikan gagal bayar. Penelitian ini hanya berfokus pada satu LKM sehingga penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan membandingkan 2 atau lebih LKM yang memiliki kondisi berbeda. Sedangkan untuk pengambilan data pada anggota diharapkan lebih dibimbing lagi para anggotanya dalam pengisian kuesioner, karena persepsi mereka sangat berbeda-beda dan agar tidak menimbulkan hasil data yang kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ali M. 2006. Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis). Jakarta (ID) : PT. Raja Grafindo Persada.

Amartha Microfinance. 2014. Laporan Kuartal 4 Amartha Microfinance Tahun 2014. Bogor : Amartha Microfinance. [Internet] [Diunduh pada 4 Maret 2015] Tersedia pada http://amartha.co.id/index.php/partners/quarter_report Amrin A. 2009. Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keuangan Syariah. Jakarta :

Grasindo.

Arifin J, Sumaryono A. 2007. Buku Kerja Berbasis Komputer : Manajer Keuangan dan Akuntan. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo. Bagaskara IGK. 2013. Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Jurnal Buletin

(34)

24

Bahri S, Zamzam F. 2014. Model Penelitian Kuantitatif Berbasis SEM-AMOS. Yogyakarta (ID) : Deepublish.

Djohanputro B. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Jakarta (ID) : Penerbit PPM. Gofur AA, Widianti UD. 2013. Sistem Peramalan untuk Pengadaan Material Unit

Injection di PT XYZ. Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika. 2 (2) [Internet] [Diunduh 7 Juli 2015] Tersedia pada http://komputa.if.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/vol.2-no.2/2.2.3.2013-13-18-2089-9033.pdf/pdf/2.2.3.2013-13-18-2089-9033.pdf

Gumayantika R, Irwanto AK. 2010. Analisis Sistem Manajemen Risiko Kredit dan Pengaruhnya terhadap Laba Perusahaan dengan Penerapan Model Program Komputer (Studi Kasus PT Bank JABAR Cabang Ciamis). Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Hanis U, Nursyamsi J. 2013. Pengaruh Prasyarat Kredit terhadap Kelancaran Pembayaran Anggota (Studi Kasus Anggota pada PT. Bank Bukopin Kantor Cabang Pembantu Cilegon). UG Jurnal. 7 (5) [Internet] [Diunduh

23 Maret 2015] Tersedia pada

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=94297&val=1448 Kabupaten Bogor dalam Angka. 2014. Kabupaten Bogor dalam Angka : Bogor

Regency in Figures 2014. Bogor (ID) : Penerbit BPS Kabupaten Bogor. Kuswadi. 2008. Memahami Rasio-Rasio Keuangan bagi Orang Awam. Jakarta

(ID) : PT. Elex Media Komputindo.

Leon B, Ericson S. 2007. Manajemen Aktiva Pasiva Bank Devisa. Jakarta (ID) : Grasindo.

Mardiyanto H. 2009. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta (ID) : Grasindo. Mishkin FS. 2008. Ekonomi, Uang, Perbankan, & Pasar Keuangan. Jakarta (ID) :

Salemba Empat.

[OJK] Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta. [Internet] [Diakses pada 18 Mei 2015] Tersedia pada http://www.ojk.go.id/lembaga-keuangan-mikro

[POJK] Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan no. 13 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta.

Praptiwi D, Senda I. 2010. Cara Mudah Bagi UKM Mendobrak Kebekuan Bisnis. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia Jakarta. Rachman DK. 2011. Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah pada Produk

Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institiut Pertanian Bogor.

Rachmawan A. 2014. Strategi Peningkatan Jumlah Debitur Berbasis Analisis Penilaian Rasio Kecukupan Modal Pada LKMS Koperasi Sejahtera Bangsaku [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(35)

25 Santoso S. 2010. Satistik Multivariat. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo. Siamat D. 2005. Manajemen Lembaga Kueuangan ; Kebijakan Moneter dan

Perbankan (Edisi Kelima). Jakarta (ID) : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID) : Penerbit Ghalia Indonesia.

Tim Penyusun Panduan Pengembangan LKMP di Maluku. 2012. Panduan Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro di Maluku. Ambon. [Internet]

[Diunduh pada 7 Juli 2015] Tersedia pada

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_317600.pdf

Umar H. 2001. Strategic Management in Action. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Umar H. 2002. Metode Riset Bisnis. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Usman R. 2003. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta (ID) : PT.

Gramedia Pustaka Utama.

[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia. 2013. Undang-Undang Republik Indonesia no 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta. Wibisono D. 2003. Riset Bisnis : Panduan bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta

(ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo DA, Kusnandar D, Satyahadewi N. 2013. Teknik Peramalan dengan Model Autoregressive Conditionalheteroscedastic (ARCH) (Studi Kasus pada PT Astra Agro Lestari Indonesia Tbk). Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya. 2 (2) [Internet] [Diunduh pada 7 Juli 2015] Tersedia pada http://komputa.if.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/vol.2-no.2/2.2.3.2013-13-18-2089-9033.pdf/pdf/2.2.3.2013-13-18-2089-9033.pdf

Widagdo B, Widayat. 2011. Pemodelan Persamaan Struktural : Aplikasi dalam Penelitian Manajemen. Malang (ID) : UMM Press.

(36)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel studi terdahulu yang relevan Penulis Variabel Metode

Analisis Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan didapat faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan bahkan kegagalan pengembalian kredit adalah faktor internal berupa internal debitur dan internal bank, sedangkan faktor eksternal berupa kegiatan ekonomi makro atau kegiatan pemerintah yang tidak dapat

diperkirakan oleh bank serta bencana alam dan kejadian-kejadian lain yang diluar dugaan dan juga persaingan yang tajam antar lembaga bank.

Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kredit PT ABC Finance antara lain adalah terjadinya manipulasi data dan informasi, kualitas dan kuantitas SDM, penyalahgunaan agunan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, pengalihan agunan secara tidak resmi,

angsuran yang dititipkan pada pihak yang tidak bertanggung jawab, serta faktor internal anggota.

Faktor-faktor yang memengaruhi risiko kredit adalah faktor internal perusahaan (SDM dan keuangan), faktor debitur (jangka waktu dan suku bunga), dan lingkungan eksternal (persaingan dengan bank lain).

Lampiran 2 Uji validitas dan reliabilitas SDM Uji validitas

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

(37)

27 Lampiran 3 Uji validitas dan reliabilitas anggota

Uji validitas

Lampiran 4 Analisis faktor indikator dan variabel SDM Uji KMO dan bartlett’s indikator SDM awal

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,564

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 81,615

Df 15

Sig. ,000

Uji MSA indikator SDM awal

Anti-image Matrices

a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)

Tabel communalities indikator SDM awal

(38)

28

Lanjutan Lampiran 4

Uji KMO dan bartlett’s indikator SDM setelah reduksi Q6

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,632

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 62,197

Df 10

Sig. ,000

Uji MSA indikator SDM setelah reduksi Q6

Anti-image Matrices

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5

Anti-image Covariance Q1 ,459 -,237 ,159 -,172 ,018

Q2 -,237 ,327 -,220 ,007 ,060

Q3 ,159 -,220 ,391 -,142 -,130

Q4 -,172 ,007 -,142 ,466 -,198

Q5 ,018 ,060 -,130 -,198 ,686

Anti-image Correlation Q1 ,539a -,611 ,376 -,373 ,031

Q2 -,611 ,605a -,615 ,017 ,127

Q3 ,376 -,615 ,599a -,333 -,251

Q4 -,373 ,017 -,333 ,750a -,351

Q5 ,031 ,127 -,251 -,351 ,722a

a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)

Tabel communalities indikator SDM setelah reduksi Q6

Communalities

Initial Extraction

Q1 1,000 ,804

Q2 1,000 ,821

Q3 1,000 ,691

Q4 1,000 ,716

Q5 1,000 ,813

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Uji KMO dan bartlett’s variabel SDM

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,500

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 8,593

Df 1

Sig. ,003

Uji MSA variabel SDM

Anti-image Matrices

Moral Hazard Morale Hazard

Anti-image Covariance Moral Hazard ,747 -,376

Morale Hazard -,376 ,747

Anti-image Correlation Moral Hazard ,500a -,503

Morale Hazard -,503 ,500a

(39)

29 Lanjutan Lampiran 4

Tabel communalities variabel SDM

Communalities

Initial Extraction

Moral Hazard 1,000 ,751

Morale Hazard 1,000 ,751

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Lampiran 5 Analisis faktor indikator dan variabel anggota Uji KMO dan bartlett’s indikator anggota awal

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,586

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 151,133

Df 78

Sig. ,000

Uji MSA indikator anggota awal Indikator MSA

Q1 0.550

Q2 0.496

Q3 0.656

Q4 0.682

Q5 0.535

Q6 0.472

Q7 0.453

Q8 0.677

Q9 0.595

Q10 0.493

Q11 0.680

Q12 0.708

Gambar

Gambar 1  Peningkatan penyaluran kredit Amartha
Gambar 2  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1  Communalities SDM
Tabel 2  Communalities anggota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Bukti

memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru PAI yang akan dinilai, maka penilaian dapat dilakukan oleh Pengawas PAI Kepala Sekolah atau Guru PAI dari Sekolah

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

[r]

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa

• Sebagian besar kegiatan manusia berhubungan dengan memori (ingatan) manusia, seperti saat manusia selalu mengingat semua yang terjadi, memori manusia berisi semua pengetahuan dari