• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP

KEBERHASILAN STEK PUCUK

TEMBESU [

Fagraea fragrans

(Roxb.) Miq]

SUSILO RAHMADIANTO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Asal Bahan Dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans

(Roxb.) Miq] adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Susilo Rahmadianto

(4)

ABSTRAK

SUSILO RAHMADIANTO. Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]. Dibimbing oleh ISTOMO dan ATOK SUBIAKTO.

Fagraea fragrans dikenal dengan nama tembesu adalah jenis pohon berkayu yang dimanfaatkan untuk kayu panel (MDF, medium density fiberboard), papan partikel, venir dan furnitur. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keberhasilan pertumbuhan asal bahan stek pucuk F. fragrans dan mempelajari pengaruh kombinasi perlakuan antara asal bahan dengan media stek pucuk F. fragrans.

Stek pucuk F. fragrans dilakukan dengan menggunakan sistem KOFFCO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan persen bertunas 61.56%; persen hidup 91.42% dan persen berakar 76.33%. Selain itu, asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh sangat nyata panjang akar, berat basah akar, berat basah tunas, berat berat kering akar dan berat kering tunas. Semakin bertambahnya umur pohon induk, keberhasilan stek semakin berkurang. Jenis media stek cocopeat (serbuk sabut kelapa) dengan sekam padi memberikan pengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, berat basah akar dan sangat nyata pada parameter berat kering akar. Terdapat Interaksi antara asal bahan stek dengan media stek, yaitu pada parameter panjang akar, berat basah akar dan berat kering akar.

Kata kunci: Fagraea fragrans, stek pucuk, umur pohon induk

ABSTRACT

SUSILO RAHMADIANTO. Effect of material and media cuttings on successful of shoot cuttings Fagraea fragrans. Supervised by ISTOMO and ATOK SUBIAKTO.

Fagraea fragrans known as tembesu is a tree species used for wood panel (MDF, medium density fiberboard), particle board, veneer and furniture. This study aimed to determine successful growth of shoot cuttings and material F.

fragrans and to study the effect treatment combination the origin of cutting material and media. KOFFCO system is used for shoot cuttings F. fragrans. The results showed that the cutting material from juvenile shoot the higher percentage of shoot sprouting, survived and rooted are sprouted 61.56%; 91.42% and 76.33%. In addition, the seed material cuttings provide a very real effect on root length and root wet weight, shoot wet weight, root dry weight and shoot dry weight. The increasing age of the parent tree, diminishing cuttings success. The media cuttings cocopeat (coir dust) with paddy husk gives significant effect on root length parameter, root wet weight and very real effect at parameter root dry wet. There are interaction between the cuttings material with media cuttings, like root length parameter, root wet weight and root dry weight.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP

KEBERHASILAN STEK PUCUK

TEMBESU [

Fagraea fragrans

(Roxb.) Miq]

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq]

Nama : Susilo Rahmadianto

NIM : E44080066

Disetujui oleh

Dr. Ir. Istomo, MS Pembimbing I

Ir. Atok Subiakto, MAppSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS  Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah stek pucuk, dengan judul Pengaruh Asal Bahan dan Media Stek terhadap Keberhasilan Stek Pucuk Tembesu [Fagraea fragrans (Roxb.) Miq].

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Istomo, MS, Bapak Ir. Atok Subiakto, M.App.Sc selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Noor Farekah Haneda, M.Si selaku ketua sidang dan Bapak Ir. Siswoyo, M.Si. selaku penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Keluarga besar Komatsu Ltd, bagian Silvikultur Penelitian Pengembangan Kehutanan dan Rehabilitasi Litbang Bogor, Bapak Toni Kartiman beserta semua staf dari Balai Perbenihan Tanaman Hutan Palembang, semua staf Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor, keluarga besar Lab Ekologi Hutan atas dukungan, kerja sama, bantuan literatur dan ilmu yang diberikan, Keluarga besar Padang Golf Halim, yang telah membantu dalam penelitian saya dan teman-teman Silvikultur 45 yang selalu memberikan motivasi dan semangat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(10)

DAFTAR ISI

Tinjauan Jenis Fagraea fragrans 3

Faktor Juvenilitas 4

Definisi Stek dan Macamnya 4

Fakor Penentu Keberhasilan Stek 5

Media Tanam 6

Parameter yang Diamati 10

Rancangan Percobaan 10

Teknik Pengambilan Data 11

Analisis Data 13

HASIL 14 Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas stek

pucuk F. fragrans 14

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen hidup stek

pucuk F. fragrans 16

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen berakar stek

pucuk F. fragrans 19

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap panjang akar stek

pucuk F. fragrans 21

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah akar

stek pucuk F. fragrans 22

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah tunas

stek pucuk F. fragrans 24

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering akar

stek pucuk F. fragrans 26

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering tunas

(11)

PEMBAHASAN 29

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 35

(12)

DAFTAR TABEL

1 Analisis ragam data pengamatan 13

2 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen

bertunas stek pucuk F. fragrans 15

3 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen

hidup stek pucuk F. fragrans 17

4 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen

berakar stek pucuk F. fragrans 19

5 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap panjang

akar stek F. fragrans 21

6 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat

basah akar stek F. fragrans 22

7 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat

basah tunas stek F. fragrans 24

8 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat

basah kering akar stek F. fragrans 26

9 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat

parameter persen bertunas di setiap minggu 16 5 Perkembangan persen hidup stek pucuk F. fragrans pada setiap

minggu 17

6 Persen hidup stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan 17 7 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada

parameter persen hidup di setiap minggu 18 8 Persen berakar stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan 19 9 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada

parameter persen berakar di akhir pengamatan 20 10 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada

parameter panjang akar di akhir pengamatan 22 11 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada

parameter berat basah akar di akhir pengamatan 24 12 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada

pada parameter berat basah tunas di akhir pengamatan

25 13 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada

parameter berat kering akar di akhir pengamatan

(13)

14 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter berat kering tunas di akhir pengamatan

28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengolahan data analisis statistik persen bertunas stek pucuk

F. fragrans 36

2 Hasil pengolahan data analisis statistik persen hidup stek pucuk F.

fragrans 37

3 Hasil pengolahan data analisis statistik persen berakar dan panjang akar stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12 38 4 Hasil pengolahan data analisis statistik berat basah akar dan berat

basah tunas stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12 39 5 Hasil pengolahan data analisis statistik berat kering akar dan berat

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setelah reformasi tahun 1997-1998, penebangan pohon menjadi salah satu sumber pendapatan tunai bagi masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan deforestasi hutan yang tinggi, sekitar 2.01 juta ha per tahun. Kegiatan penebangan pohon tersebut juga menjadikan jenis pohon tembesu tidak luput dari kegiatan penebangan. Keberadaan salah satu populasi pohon di hutan alam yang dilindngi tersebut semakin berkurang pada waktu itu. Menurut Lemmens, Soerianegara dan Wong (editors) (1995), tembesu adalah salah satu contoh dari jenis kayu komersial lokal. Jenis pohon tembesu (Fagraea fragrans) memiliki berat jenis 0.81 g/ cm3, kelas kuat kayu I dan kelas awet II. Selain itu, kayunya dimanfaatkan untuk kayu panel (MDF, medium density fiberboard), papan partikel, venir dan furnitur.

Saat ini, populasi pohon tembesu masih cukup banyak khususnya di wilayah Sumatra, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Akan tetapi, untuk di daerah Palembang keberadaan jenis kayu ini kian langka dan harganya mahal (harga jual 3-6 juta per m3). Hal ini dikarenakan kayu tembesu merupakan bahan utama dari pembuatan seni ukir Palembang, yaitu kayu berurat dan lembut namun sangat tahan lama. Solusi untuk mengatasi kelangkaan kayu tersebut dengan pembangunan hutan tanaman, khusunya hutan rakyat dan hutan tanaman rakyat.

(15)

2

Perumusan Masalah

Pohon tembesu sebagian besar memiliki batang yang tidak terlalu lurus sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi untuk mengolahnya menjadi sortimen-sortimen kayu. Pada waktu pemanenan, pohon tembesu memiliki masa daur yang lama sekitar 20 tahun. Oleh karena itu, perlu pengetahuan mengenai teknik budidaya pohon tembesu melalui perbanyakan vegetatif (stek pucuk) secara massal dengan pemilihan individu-individu yang memiliki fenotipe unggul melalui tahapan seleksi pohon plus pada kegiatan pemuliaan pohon. Pemuliaan pohon biasanya dilakukan pada waktu setengah masa daur. Semakin bertambahnya umur pohon induk maka keberhasilan penyetekan yang ditunjukkan dengan kemampuan berakar dari stek akan semakin berkurang. Melalui stek pucuk pohon yang sudah tua, pada akhirnya diharapkan tetap mampu diperbanyak untuk dijadikan sebagai sumber bibit klon dan dapat mempertahankan sifat fenotipe dan genotipe unggul yang ada pada pohon tersebut, sehingga akan sangat mendukung untuk pembuatan hutan rakyat dan hutan tanaman rakyat yang baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.   

   

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui keberhasilan pertumbuhan asal bahan stek pucuk F. fragrans; 2) Mempelajari pengaruh kombinasi perlakuan antara asal bahan dengan media stek pucuk F. fragrans.

.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah tersedianya informasi tentang peluang perbanyakan dari stek pucuk F. fragrans dari berbagai asal bahan stek dan keterkaitannya dengan media stek sebagai sumber pengadaan bahan stek dalam jumlah besar dan memiliki kualitas yang baik.

Ruang Lingkup Penelitian

1. Pengamatan pertumbuhan bahan stek pucuk F. fragrans yang berasal dari bibit (semai juvenile), trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua.

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Jenis Fagraea fragrans

Jenis F. fragrans dalam kayu perdagangan Indonesia dikenal dengan nama tembesu. Daerah penyebarannya terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut pada wilayah beriklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A-B. Pohon ini memiliki kulit batang luar berwarna coklat sampai hitam, beralur dangkal dan sedikit mengelupas (Martawijaya et al.1989). Kayu teras berwarna coklat-kuning muda. Tinggi pohon tembesu mencapai 55 m, dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter mencapai 135 cm (Whitmore 1975). Kayu gubal umumnya berwarna lebih muda. Buah berdaging bertipe buni (berry), berbentuk elips berwarna orange sampai merah (BPTH Sumatra 2002). Menurut Lemmens, Soerianegara dan Wong (editors) (1995),

tembesu memiliki daun tunggal berwarna hijau dengan posisi daun berhadapan silang. Bunga berwarna putih krem dengan aroma yang khas. Kegunaan kayu tembesu terutama untuk konstruksi bangunan berat di tempat yang terbuka maupun berhubungan dengan tanah, balok jembatan, tiang rumah, kapal, bantalan rel kereta api. Perbanyakan tanaman tembesu dapat terjadi secara alamiah, hal ini dapat dilihat pada bekas tebangan tembesu, banyak tumbuh kelompok-kelompok anakan muda (Martawijaya et al.1989). Jenis pohon F. fragrans ditunjukkan pada Gambar 1

(a) (b) (c) Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Bangsa : Gentianales

Suku : Loganiaceae

Marga : Fagraea

Jenis : Fagraea fragrans

(17)

4

Faktor Juvenilitas

Fase awal perkembangan tumbuhan dikenal dengan sebutan fase juvenile. Fase ini dicirikan oleh penampakan fisik dan aktifitas yang berbeda seperti yang ditemukan pada fase selanjutnya atau fase dewasa (Adams et al.1995). Menurut Riodevriza (2010), fase dewasa yang pada dasarnya digunakan untuk reproduksi, kurang berguna untuk perbanyakan secara vegetatif (perbanyakan massal melalui perbanyakan klon pohon induk). Keadaan ini dikarenakan keseimbangan hormonal yang berbeda dalam jaringan.

Fase juvenile dari perkembangan tanaman dapat didefinisikan sebagai masa awal dari pertumbuhan ketika meristem apikal tidak akan merespon kondisi internal atau eksternal untuk memulai masa pembungaan secara khusus. Fase ini dicirikan oleh peningkatan ukuran secara eksponensial, ketidak mampuan berubah dari fase perkembangan vegetatif menuju kedewasaan reproduktif ke arah pembentukan bunga, bentuk morfologi, dan ciri fisiologi yang khusus, termasuk bentuk daun, duri, vigor atau daya tahan terhadap penyakit, dan kemampuan yang besar untuk menumbuhkan kembali tunas dan akar adventif (Arteca 1996).

Definisi Stek dan Macamnya

Stek adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari pohon induk dan apabila ditanam dalam kondisi yang menguntungkan untuk beregenerasi, akan berkembang menjadi tanaman yang sempurna. Pembiakan vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek (cutting), cangkok (layering), tempelan (budding), dan sambungan (grafting) (Soerianegara dan Djamhuri 1979).

Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), penyetekan dapat didefinisikan sebagai suatu perlakukan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Pembiakan vegetatif cara stek umumnya untuk menanggulangi tanaman-tanaman yang tidak mungkin diperbanyak dengan biji, melestarikan tanaman yang unggul dan juga memudahkan atau mempercepat perbanyakan tanaman.

Walaupun sebagian besar tanaman mampu bereproduksi secara seksual dalam siklus hidupnya, semua tanaman memiliki kemampuan untuk bereproduksi secara aseksual melalui perbanyakan vegetatif (Adams et al. 1995). Harahap (1972) menyatakan bahwa secara garis besar, pembiakan vegetatif dibagi dua, yaitu:

a. Allovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari dua jenis genotip yang berbeda seperti pada sambungan dan okulasi.

b. Autovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari genotip yang sama pada stek dan cangkok.

(18)

5

a. Tanaman tidak atau sedikit menghasilkan biji.

b. Tanaman menghasilkan biji tetapi sukar untuk berkecambah.

c. Beberapa tanaman lebih resisten terhadap hama dan penyakit bila mereka timbul pada akar-akar yang berhubungan dengan tanaman tersebut.

d. Beberapa tanaman lebih tahan terhadap suhu dingin bila disambungkan pada batang jenis lain.

e. Tanaman akan lebih kuat untuk disambungkan.

f. Tanaman akan lebih ekonomis bila dibiakkan secara vegetatif.

Faktor Penentu Keberhasilan Stek

Secara umum faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu faktor dalam dan faktor luar (lingkungan) tanaman (Hartmann et al. 1997).

1. Faktor dalam

a. Jenis tanaman

Beberapa jenis pohon kehutanan dapat dibiakkan dengan metode stek, baik itu stek dengan stek akar, stek batang, stek pucuk maupun stek daun, tetapi beberapa pohon justru tidak bisa dibiakkan dengan metode stek.

b. Bahan stek

Bahan stek meliputi nutrisi yang terkandung dalam bahan stek, ketersediaan air, kandungan hormon endogen dalam jaringan stek, kehadiran hama penyakit serta umur pohon induk dan umur bahan stek itu sendiri (Danu 2009; Riodevriza 2010).

2. Faktor luar (Lingkungan)

a. Suhu

Kisaran suhu yang baik untuk pembentukan perakaran adalah 21-270C. Setiap jenis akan mempunyai suhu yang berbeda-beda dalam kisaran 21-270C untuk merangsang pembentukan primordial masing-masing jenis (Hartmann et al.

1997).

b. Media perakaran

Jenis media yang dapat digunakan untuk media perakaran akan sangat mempengaruhi kemampuan stek untuk membentuk akar. Karakteristik jenis media tanam yang dipilih adalah dapat menyimpan dan mempertahankan zat cair yang diberikan serta menjaga kadar air udara (kelembaban) (Hartmann et al.

1997).

c. Kelembaban udara

(19)

6

d. Intensitas cahaya

Cahaya dibutuhkan tanaman sebagai salah satu komponen fotosintesis, untuk itu cahaya yang sesuai untuk tanaman akan menentukan keberhasilan stek. Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan dengan pengaturan intensitas naungan (Hartmann et al. 1997).

3. Faktor pelaksanaan

Pelaksanaan penyetakan, mulai dari pemotongan bahan stek, penanaman sampai pemeliharaan akan mempengaruhi keberhasilan stek. Selain itu, dalam penyetekan dibutuhkan peralatan yang bersih dan steril sehingga memperkecil kemungkinan stek terserang oleh hama penyakit (Hartmann et al. 1997).

Media Tanam

Salah satu penentu keberhasilan dalam kegiatan penyetekan adalah media tanam. Oleh karena itu, penentuan media tanam yang baik dan sesuai sangat dianjurkan. (Sakai dan Subiakto 2007), menyatakan beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk pemilihan media :

a. Kandungan kimia. Hal yang perlu diperhatikan adalah kadar garam, tingkat keasaman, dan tingkat ionisasi pada media. Jika kandungan tidak diperhatikan, maka proses penyerapan air oleh bahan stek akan terganggu. Media yang baik adalah yang memiliki kandungan kadar garam rendah, pH netral, serta memiliki tingkat ionisasi yang rendah.

b. Sifat fisik. Beberapa diantaranya adalah kemampuan mengikat air dan porositas media. Porositas dicirikan dari besarnya kandungan udara dalam media (aerasi) yang penting untuk media stek. Sifat media terbaik adalah media stek yang aerasinya cukup, namun tetap dapat mengikat air dengan baik.

c. Kandungan mikrobiologi. Mikrobiologi (bakteri, spora atau hifa jamur) dapat mempengaruhi bahan stek dengan membusukkan batang stek, atau bagian lain dari bahan. Penciptaan kondisi yang higienis (populasi mikroba rendah) sangat dibutuhkan.

Jenis Media

1. Arang sekam

(20)

7

2. Cocopeat (Serbuk sabut kelapa)

Cocopeat (serbuk sabut kelapa) berasal dari kulit buah kelapa yang sudah tua. Cocopeat memiliki ciri-ciri berserat banyak, ringan, tidak menempel pada pot, dan mudah dalam pemeliharaan. Kelebihan-kelebihannya antara lain adalah mudah mengikat dan menyimpan air, mengandung unsur-unsur hara makro yang diperlukan (N, P, K, Ca dan Mg), serta mudah diperoleh dalam jumlah banyak. Selain kaya akan unsur makro, cocopeat juga kaya akan bahan organik, abu, pektin, hemiselulosa, selulosa, pentosa dan lignin (Purwanto, 2010a).

3. Sekam padi

Sekam padi yang digunakan untuk media tanam adalah sekam padi yang sudah matang pemeramannya. Bila sekam padi belum benar-benar matang, maka bisa jadi akan ada bibit padi yang tumbuh. Proses yang tidak diinginkan ini akan menghasilkan panas, dan membutuhkan banyak unsur nitrogen, sehingga tanaman dapat kekurangan unsur nitrogen (Purwanto, 2010b).

4. Pasir Zeolit

Pasir zeolit adalah mineral senyawa alumina silikat hidrat dengan logam alkali dan alkali tanah, yang memiliki struktur kerangka yang berbentuk rongga. Sifat-sifat potensial pasir zeolit yang penting adalah: 1. Kemampuan pertukaran ion; 2. Absorpsi dan sifat penyaring molekul; 3. Dehidrasi dan rehidrasi (Mumpton, 1984 dalam Situmorang, 1993).

Perhutanan Klonal

Perhutanan klonal atau bisa disebut juga dalam istilah asing Clonal forestry

sering diterjemahkan menjadi adalah sistem pembangunan suatu hutan tanaman dengan menggunakan klon. Klon adalah material genetik yang terseleksi dan dikembangbiakan secara vegetatif (asexual). Metode vegetatif yang paling umum dilaksanakan dalam pembangunan Clonal forestry adalah dengan teknik Rooted cutting (stek) baik itu mini cutting atau macro cutting. Mini cutting adalah material vegetatif tanaman yang terdiri dari pucuk tanaman dan beberapa lembar daun di bawah pucuk tanaman yang diperoleh clonal hedges (kebun pangkas klonal), sementara macro cutting umumnya tanpa menggunakan pucuk tetapi hanya menggunakan beberapa lembar daun yang dipotong sebagian (Sipayung 2012).

Menurut Sipayung (2012), pada saat merencanakan pembangunan hutan tanaman dengan sistem clonal forestry, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Material klonal

Material klonal yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan sesuai dengan peruntukan kayu hutan tanaman tersebut. Syarat klon yang umum adalah :

(21)

8

b. Mudah dikembangbiakkan secara massal. c. Respon terhadap pemupukan.

d. Optimal dalam ketahanan terhadap hama penyakit penting.

e. Mempunyai wood properties yang sesuai dengan industri yang membutuhkannya.

2. Interaksi klon dengan kualitas tapak (tempat tumbuh)

Klon biasanya sangat kuat berinteraksi dengan lingkungan tempat tumbuhnya, karena bagaimana pun klon diseleksi berdasarkan interaksinya dengan lingkungan, atau sering disebut dengan P = G + E, dimana interaksi

Genotype (klon) dengan Environment (Lingkungan) akan menghasilkan

Phenotype (Performance, Production, Phenotype) (Soerianegara 1970).

3. Perbanyakan klon

Pengembangan perhutanan klonal akan berhubungan dengan bagaimana menghasilkan bibit-bibit vegetatif dari klon yang terseleksi. Perbanyakan klon ini akan menyangkut rooting ability (kemampuan menghasilkan akar) dan shoot ability (kemampuan menghasilkan trubusan).

4. Aspek ekonomi

Hasil perhutanan klonal adalah produktivitas tanaman kehutanan yang optimal. Adanya keseragaman produk yang tinggi, maka salah satu nilai yang dapat dicapai dengan perhutanan klonal adalah nilai ekonomis yang tinggi.

Sistem KOFFCO

Teknik stek pucuk KOFFCO (Komatsu Forest Researh and Development Agency Fog Cooling) system merupakan teknologi yang dikembangkan untuk perbanyakan massal jenis-jenis Dipterocarpaceae dan jenis indigenous lainnya. Pengembangan sistem KOFFCO melalui teknik pendinginan rumah kaca meliputi pengkabutan, proses pembuatan stek, pembuatan media, proses perawatan bibit stek pada tahap pembentukan akar stek dan tahap adaptasi stek di persemaian.

(22)

9

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai dari bulan November 2012 sampai Februari 2013, dilaksanakan di persemaian rumah kaca dengan sistem KOFFCO Badan Pusat Penelitian Pengembangan Kehutanan dan Rehabilitasi Bogor, Jawa Barat.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bibit (semai juvenile) F. fragrans yang berumur 1 tahun, trubusan pohon tua dan bagian pucuk pohon tua, zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F secukupnya, cocopeat (serbuk sabut kelapa) dengan sekam padi dengan perbandingan 2:1, pasir zeolit dan arang sekam padi, sebagai media perakaran.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain sungkup propagasi berukuran 66 x 37 x 33 cm, gunting stek, pot-tray, pasir zeolit, sprayer, ember, label, kamera digital, alat tulis (buku saku, pensil, penggaris) timbangan digital, 1 unit perangkat laptop beserta software SAS Portable v9. Ruang pengakaran stek menggunakan sistem KOFFCO yang memiliki suhu kurang dari 300C, kelembaban udara lebih dari 95%, dan intensitas cahaya antara 10.000-20.000 lux.

Prosedur Kerja Penyiapan sungkup propagasi

Sungkup yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu dengan cara dicuci. Kemudian pada bagian dasarnya diberi pasir zeolit setinggi 1 cm untuk menjaga kestabilan kelembaban dalam sungkup.

Penyiapan media

Media perakaran yang berasal dari campuran cocopeat (serbuk sabut kelapa) dan sekam padi dicampur dengan perbandingan 2:1. Sekam padi sebelumnya dilakukan pengukusan. Bahan pasir zeolit dan arang sekam padi dicuci bersih.

Penyedian bahan stek

(23)

10

Pemotongan bahan stek

Pemotongan bahan stek dilakukan dengan cara memotong bagian pucuk sepanjang 5-7 cm. Pada bagian pangkal disayat dengan kemiringan 450, kemudian menyisakan 2 helai daun yang sebelumnya telah dipotong dengan menyisakan 1/3 bagiannya.

Pemberian zat pengatur tumbuh

Bagian bawah stek dibubuhi zat pengatur tumbuh Rootone-F sampai secukupnya menutupi permukaan sayatan.

Penanaman bahan

Sebelum ditanam media stek disiram air agar lembab, kemudian media dibuat lubang seukuran batang stek dan ditancapkan ke dalam media.

Pemeliharaan stek

Pemeliharaan stek meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, dan pembuangan daun yang rontok agar tidak menimbulkan penyakit.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dan diukur meliputi persen bertunas stek, persen hidup stek, persen berakar stek, panjang akar, berat basah akar stek, berat basah tunas stek, berat kering akar stek dan berat kering tunas.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 2 faktor, yaitu faktor 1 asal bahan stek yang terdiri dari 3 taraf dan faktor 2 media stek dengan 3 taraf. Pada setiap perlakuan diberi ulangan sebanyak 4 kali dengan sub ulangan masing-masing 25 unit stek.

Faktor A: asal bahan stek terdiri dari 3 taraf, yaitu: A1: bibit (semai juvenile)

A2: trubusan pohon tua A3. pucuk pohon tua.

Faktor B: media stek yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: M1: media cocopeat (serbuk sabut kelapa)+ sekam padi M2: media pasir zeolit

M3: media arang sekam padi

Dengan demikian, dalam penelitian ini terdapat 9 kondisi, yaitu:

(24)

11

A2M1: asal bahan stek trubusan pohon tua F. fragrans dengan media stek

cocopeat + sekam padi.

A3M1: asal bahan stek dari pucuk pohon tua F. fragrans dengan media stek

cocopeat + sekam padi.

A1M2: asal bahan stek dari bibit F. fragrans dan media stek pasir zeolit. A2M2: asal bahan stek dari trubusan pohon tua F. fragrans dengan media stek

pasir zeolit.

A3M2: asal bahan stek dari pucuk pohon tua F. fragrans dengan media stek pasir zeolit.

A1M3: asal bahan stek dari bibit F. fragrans dan media stek arang sekam padi. A2M3: asal bahan stek dari trubusan pohon tua F. fragrans dengan media stek

arang sekam padi.

A3M3: asal bahan stek dari pucuk pohon tua F. frgarans dengan media tanam arang sekam padi

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diolah dan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006):

Yijk = µ + τi + αj + (τα)ij + εijk Keterangan:

Yijk = Nilai rata-rata pada perlakuan ke-i, ke-j dan ulangan ke-k. µ = Nilai rata-rata umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

αj = Pengaruh perlakuan ke-j

(τα)ij = Pengaruh interaksi perlakuan ke-i pada faktor τ dan pengaruh perlakuan ke-j pada faktor α

εijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ke-j dan ulangan ke-k

Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data pada penelitian ini dibagi menjadi dua jenis. Data pertama adalah data yang diambil pada setiap satu minggu sekali sampai akhir minggu penelitian untuk persen hidup stek, persen bertunas stek. Data kedua adalah data yang diambil pada akhir minggu penelitian untuk persen berakar, panjang akar, berat basah akar, berat basah tunas, berat kering akar dan berat kering tunas. Teknik pengambilan datanya sebagai berikut:

Persen bertunas stek

Penghitungan persen bertunas stek dilakukan dengan menghitung jumlah stek yang muncul tunasnya dibandingkan dengan jumlah total stek secara keseluruhan yang ditanam pada waktu awal penelitian, dengan rumus:

Persen bertunas stek

(25)

12

Persen hidup stek

Penghitungan persen hidup stek dilakukan dengan menghitung jumlah stek yang hidup dibandingkan dengan jumlah total stek secara keseluruhan yang ditanam pada waktu awal penelitian, dengan rumus:

Persen hidup stek jumlah stek yang hidup pada akhir penelitianjumlah stek pada awal penelitian %

Persen berakar stek

Penghitungan persen berakar stek dilakukan menghitung jumlah stek yang muncul akarnya dibandingkan dengan jumlah total stek yang ditanam pada waktu awal penelitian, dengan rumus:

Persen berakar stek jumlah stek yang berakar pada akhir penelitianjumlah stek pada awal penelitian %

Panjang akar stek

Pengukuran panjang akar stek dilakukan dengan mengukur panjang akar stek pada akhir penelitian. Pengukuran dilakukan dari pangkal sampai ujung akar, setelah itu dijumlah dan dirata-ratakan dengan jumlah akar yang muncul pada stek.

Panjang akar stek jumlah panjang akar stek pada akhir penelitianjumlah akar yang muncul pada stek

Berat basah akar

Pengukur berat basah akar dilakukan dengan memotong bagian akar yang tumbuh pada stek, selanjutnya ditimbang dalam kondisi segar (basah) dengan menggunakan timbangan digital.

Berat basah tunas

Pengukuran berat basah tunas dilakukan dengan memotong bagian tunas yang tumbuh pada stek, selanjutnya ditimbang dalam kondisi segar (basah) dengan menggunakan timbangan digital.

Berat kering akar

Pengukuran berat kering tunas dilakukan dengan mengoven bagian akar yang telah dipotong dan dibungkus kertas koran, dengan suhu 1500C selama 24 jam. Selanjutnya ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.

Berat kering tunas

(26)

13

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan software program Statistical Analysis System (SAS) dan analisis ragam ANOVA seperti Tabel 1.

Tabel 1 Analisis ragam data pengamatan Sumber

keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

A (a-1) JKA JKA/(a-1) B (b-1) JKB JKB/(b-1)

A*B (a-1) (b-1) JKAB JKAB/(a-1) (b-1)

Sisaan Ab(r-1) JKE JKE/ab(r-1)

Total Abr-1 JKT Faktor koreksi (C) …

JKt = ∑∑Yijk2 −C KTp = Jkp/JKb Fhit a = KTa/KTe Fhit b = KTb/KTe Fhit ab = KTab/KTae

JKp = ∑∑Y2ij/r –C JKb = ∑Y2j/ar –C

JKe = JKp

(27)

14

HASIL

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas stek pucuk F. fragrans

Persen bertunas stek dicirikan dengan bertambahnya daun baru pada stek, dan memiliki warna yang lebih muda jika dibandingkan dengan warna daun tuanya. Persen bertunas belum bisa menunjukkan keberhasilan stek secara umum, karena stek yang bertunas belum tentu timbul perakaran pada bagian dasar stek.

Persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada setiap minggunya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Perkembangan persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada setiap minggu.

Pengamatan terhadap persen bertunas stek dilakukan pada setiap minggu. Pada minggu ke-3 persen bertunas stek dari asal bahan bibit (semai juvenile) lebih tinggi (41.67%) dibandingkan asal bibit trubusan (27.33%) dan pucuk pohon tua (7.33%). Asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) dan trubusan pohon tua mengalami peningkatan pertumbuhan yang pesat sampai minggu ke-7.

(28)

15

Gambar 3 Persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas stek pucuk F. fragrans

Sumber DF Anova SS Kuadrat

tengah F-hitung P-Value Keterangan A 2 3.1691 1.5845 220.53 <0.0001 Sangat nyata M 2 0.0104 0.0052 0.72 0.2046 Tidak nyata A*M 4 0.0197 0.0049 0.69 0.5093 Tidak nyata Galat 27 0.1940 0.0072

Total 35 3.3932

Keterangan: A= faktor jenis; M= faktor media tanam stek

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh tidak nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh sangat dan tidak nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh sederhana faktor asal bahan stek terhadap persen bertunas pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

(29)

16

Gambar 4 memperlihatkan tidak terdapat interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap persen bertunas stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan terdapat satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang memberikan hasil negatif dengan posisi garis yang sama dan berpotongan, yaitu pada kondisi perlakuan A1M1 pada minggu ke-2 dengan nilai statistik 0.200 dengan A2M3 dengan nilai 0.220.

Gambar 4 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter persen bertunas di setiap minggu.

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen hidup stek pucuk

F. fragrans

Persen hidup stek dicirikan dengan kondisi stek yang segar, hijau dan tidak mengalami gugur daun. Persen hidup juga belum bisa menunjukkan keberhasilan stek secara umum, karena stek yang hidup didukung oleh timbulnya proses perakaran pada bagian dasar stek.

Berdasarkan dari Gambar 5, pada minggu ke-2 persen hidup stek dari bibit dan trubusan pohon tua memiliki nilai persen hidup yang tinggi, dibandingkan dengan bibit (semai juvenile) dan pucuk pohon tua, yaitu: 100.00%; 98.00% dan 92.67%. Asal bahan stek dari pucuk pohon tua terus mengalami penurunan lebih cepat dibandingkan dengan asal bahan bibit sampai minggu ke-12.

(30)

17

Gambar 5 Perkembangan persen hidup stek pucuk F. fragrans pada setiap minggu.

Gambar 6 Persen hidup stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen hidup stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen hidup stek pucuk F. fragrans

Sumber DF Anova SS Kuadrat

tengah F-hitung P-Value Keterangan A 2 1.5960 0.7980 16.13 <0.0001 Sangat nyata M 4 0.0044 0.0022 0.04 0.9570 Tidak nyata A*M 4 0.0132 0.0033 0.07 0.9913 Tidak nyata Galat 27 1.3360 0.0500

Total 35 1.3360

Keterangan: A= faktor jenis; M= faktor media tanam stek

(31)

18

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh tidak nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh sangat nyata dan tidak nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh sederhana faktor asal bahan stek terhadap persen bertunas pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh persen hidup yang paling baik dibandingkan dengan asal bahan stek dari trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua.

Gambar 7 memperlihatkan tidak terdapat interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap persen hidup stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan terdapat lebih dari satu satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang memberikan hasil negatif dengan posisi garis yang sama dan berpotongan, yaitu pada kondisi perlakuan A1M1, A1M2 pada minggu ke 1 dengan nilai statistik 0.560; 0.550 dengan A2M2 dengan nilai 0.570, A1M1, A1M2 pada minggu ke 2 dengan nilai statistik 0.590; 0.610 dengan A2M2 dengan nilai 0.620 dan A1M1, A1M2 pada minggu ke 3 dengan nilai statistik 0.670; 0.660 dengan A2M2 dengan nilai 0.690.

Gambar 7 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter persen hidup di setiap minggu.

(32)

19

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen berakar stek pucuk F. fragrans

Persen berakar stek dicirikan dengan stek yang timbul perakaran pada bagian dasar stek. Persen berakar bisa menunjukkan keberhasilan stek secara keseluruhan. sampai dengan akhir pengamatan minggu ke-12 stek masing-masing asal bahan terus mengalami penurunan, dengan persentase berakar asal bibit yang paling tinggi.

Berdasarkan Gambar 8 memperlihatkan bahwa asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan nilai persen berakar yang paling tinggi dibandingkan asal bahan dari trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua lainnya, yaitu 76.33%; 12.00% dan 0.00%.

Gambar 8 Persen berakar stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan

Rekapiltulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen berakar stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap persen berakar stek pucuk F. fragrans

Sumber DF Anova SS Kuadrat

tengah F-hitung P-value

Keterangan

Keterangan: A= faktor jenis; M= faktor media tanam stek

(33)

20

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh yang tidak nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh yang sangat nyata dan tidak nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh sederhana faktor asal bahan stek terhadap persen berakar pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh persen berakar yang paling baik baik dibandingkan dengan asal bahan stek dari trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua.

Gambar 9 memperlihatkan tidak terdapat interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap persen berakar stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan terdapat satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang memberikan hasil negatif dengan posisi garis yang sama dan berpotongan jika grafik batang tersebut diubah ke dalam grafik garis, yaitu pada kondisi perlakuan A2M3 dengan nilai statistik 0.093 dengan A3M3 dengan nilai 0.113.

Gambar 9 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter persen berakar di akhir pengamatan

0.880

A1M1 A1M2 A1M3 A2M1 A2M2 A2M3 A3M1 A3M2 A3M3

(34)

21

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap panjang akar stek pucuk F. fragrans

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans terhadap panjang akar stek disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap panjang akar stek pucuk F. fragrans

Sumber DF Anova SS Kuadrat

tengah F-hitung P-value

Keterangan

A 2 21414.2165 10707.1082 114.10 <0.0001 Sangat nyata M 2 699.6242 334.8121 3.57 0.0427 Nyata A*M 4 20895.7100 522.3643 5.57 0.0023 Sangat nyata Galat 26 2439.9212 93.8431

Total 34 26613.2189

Keterangan: A= faktor jenis; M= faktor media tanam stek

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh yang sangat nyata dan nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh-pengaruh sederhana faktor media terhadap panjang akar pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

1. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) (A1)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis media cocopeat

dengan sekam padi dan pasir zeolit memberikan pengaruh panjang akar yang lebih dibandingkan dengan jenis media arang sekam padi.

2. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari trubusan pohon tua (A2)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis media cocopeat

dengansekam padi memberikan panjang akar yang lebih baik dibandingkan jenis media pasir zeolit dan arang sekam padi.

Perlakuan: AIMI A1M2 A1M3 Rata-rata : 68.133 65.075 50.100

(35)

22

3 Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari pucuk pohon tua (A3)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, semua jenis media

cocopeat dengan sekam padi, pasir zeolit dan arang sekam padi memberikan pengaruh panjang akar yang buruk.

Gambar 10 memperlihatkan terdapat interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap panjang akar stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya satu atau lebih dari satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang tidak memberikan hasil negatif dengan posisi garis yang tidak sama dan tidak berpotongan jika grafik batang tersebut diubah ke dalam grafik garis, maka akan terlihat kondisi dari masing perlakuan asal bahan yang mengelompok secara masing-masing.

Gambar 10 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter panjang akar di akhir pengamatan

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah akar stek pucuk F. fragrans

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah akar stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 6.

68.133

A1M1 A1M2 A1M3 A2M1 A2M2 A2M3 A3M1 A3M2 A3M3

N

ilai

 

statistik

Kondisi Perlakuan

(36)

23

Tabel 6 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah akar stek pucuk F. fragrans

Sumber DF Anova SS Kuadrat

tengah F-hitung P-value

Keterangan A 2 2.4785 1.2392 37.71 <0.0001 Sangat nyata M 2 0.3253 0.1627 4.95 0.0151 Nyata A*M 4 0.3843 0.0961 2.92 0.0403 Nyata Galat 26 0.8544 0.0329

Total 34 4.0424

Keterangan: A= faktor jenis; M= faktor media tanam stek

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh yang sangat nyata dan nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh-pengaruh sederhana faktor media terhadap berat basah akar pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

1. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) (A1)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis media cocopeat

dengan sekam padi memberikan pengaruh berat basah akar yang lebih baik dibandingkan jenis media pasir zeolit dan arang sekam padi.

2. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari trubusan pohon tua (A2)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis media cocopeat

dengan sekam padi memberikan pengaruh berat basah akar yang lebih baik dibandingkan jenis media pasir zeolit dan arang sekam padi.

3. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari pucuk pohon tua (A3)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, semua jenis media

cocopeat dengan sekam padi, pasir zeolit dan arang sekam padi memberikan pengaruh berat basah akar yang buruk.

Perlakuan: AIMI A1M2 A1M3 Rata-rata : 0.913 0.638 0.388

Perlakuan: A2MI A2M2 A2M3 Rata-rata : 0.388 0.200 0.113

(37)

24

Gambar 11 memperlihatkan terdapat interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap berat basah akar stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya satu atau lebih dari satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang tidak memberikan hasil negatif dengan posisi garis yang tidak sama dan tidak berpotongan jika grafik batang tersebut diubah ke dalam grafik garis, maka akan terlihat kondisi dari masing perlakuan asal bahan yang mengelompok secara masing-masing.

Gambar 11 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter berat basah akar di akhir pengamatan

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah tunas stek pucuk F. fragrans

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah tunas stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat basah tunas stek pucuk F. fragrans

Sumber DF Anova SS Kuadrat

tengah F-hitung P-value

Keterangan

Keterangan: A= faktor jenis; M faktor media tanam stek

0.913

A1M1 A1M2 A1M3 A2M1 A2M2 A2M3 A3M1 A3M2 A3M3

(38)

25

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh yang tidak nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh yang sangat nyata dan tidak nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh sederhana faktor asal bahan stek terhadap berat basah tunas pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh berat basah tunas yang lebih baik dibandingkan dengan asal bahan stek dari trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua.

Gambar 12 memperlihatkan tidak terdapat interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap berat basah tunas stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan terdapat satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang memberikan hasil negatif dengan posisi garis yang sama dan berpotongan jika grafik batang tersebut diubah ke dalam grafik garis, yaitu pada kondisi perlakuan A1M1 dengan nilai statistik 0.413 dengan A2M3 dengan nilai 0.463.

Gambar 12 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter berat basah tunas di akhir pengamatan

0.413

A1M1 A1M2 A1M3 A2M1 A2M2 A2M3 A3M1 A3M2 A3M3

(39)

26

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering akar stek pucuk F. fragrans

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering akar stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering akar stek pucuk F. fragrans

Sumber DF Anova SS Kuadrat

tengah F-hitung P-value

Keterangan A 2 0.0352 0.0176 31.88 <0.0001 Sangat nyata M 2 0.0084 0.0042 7.63 0.0025 Sangat nyata A*M 4 0.0086 0.0021 3.91 0.0129 Nyata Galat 26 0.0144 0.0005

Total 34 0.0667

Keterangan: A= faktor jenis; M= faktor media tanam stek

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh yang sangat nyata dan nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh-pengaruh sederhana faktor media terhadap berat kering akar pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

1. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) (A1)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis media cocopeat

dengan sekam padi memberikan berat kering akar yang lebih baik dibandingkan jenis media pasir zeolit dan arang sekam padi.

2. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari trubusan pohon tua (A2)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis media cocopeat

dengan sekam padi memberikan berat kering akar yang lebih baik dibandingkan jenis media pasir zeolit dan arang sekam padi.

Perlakuan: AIMI A1M2 A1M3 Rata-rata : 0.125 0.075 0.037

(40)

27

3. Pengaruh faktor media (M) pada asal bahan stek dari pucuk pohon tua (A3)

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, semua jenis media

cocopeat dengan sekam padi, pasir zeolit dan arang sekam padi memberikan pengaruh berat kering akar yang buruk.

Gambar 13 memperlihatkan terdapat interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap berat kering akar stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya satu atau lebih dari satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang tidak memberikan hasil negatif walaupun posisi garis yang sama dan berhimpitan jika grafik batang tersebut diubah ke dalam grafik garis, maka akan terlihat kondisi dari masing perlakuan asal bahan yang akan mengelompok secara masing-masing.

Gambar 13 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter berat kering akar di akhir pengamatan

Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering tunas stek pucuk F. fragrans

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering tunas stek pucuk F. fragrans disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sidik ragam pengaruh asal bahan dan media stek terhadap berat kering tunas stek pucuk F. fragrans

0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

0.000

A1M1 A1M2 A1M3 A2M1 A2M2 A2M3 A3M1 A3M2 A3M3

N

(41)

28

Keterangan: A= faktor jenis; M= faktor media tanam stek

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa interaksi faktor memberikan pengaruh yang tidak nyata, sedangkan pengaruh utama A dan M memberikan pengaruh yang sangat nyata dan tidak nyata. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji lanjut untuk menguji pengaruh sederhana faktor asal bahan stek terhadap berat kering pada ketiga jenis dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan’s yang diuraikan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan’s, jenis asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh berat kering tunas yang lebih baik dibandingkan dengan asal bahan stek dari trubusan pohon tua dan pucuk pohon tua.

Gambar 14 memperlihatkan interaksi antara asal bahan dan media stek terhadap berat kering tunas stek pucuk F. fragrans. Hal ini dikarenakan terdapat satu kondisi perlakuan asal bahan dan media stek memiliki selisih nilai statistik yang memberikan hasil negatif dengan posisi garis yang sama dan berpotongan jika grafik batang tersebut diubah ke dalam grafik garis, yaitu pada kondisi perlakuan A1M2 dengan nilai statistik 0.037 dengan A2M2 dengan nilai 0.038.

Gambar 14 Interaksi antara asal bahan dan media stek pucuk F. fragrans pada parameter berat kering tunas di akhir pengamatan

0.125

A1M1 A1M2 A1M3 A2M1 A2M2 A2M3 A3M1 A3M2 A3M3

(42)

29

PEMBAHASAN

Asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh sangat nyata pada parameter pertumbuhan stek dalam hal ini persen bertunas, persen hidup, persen berakar, panjang akar, berat basah akar, berat basah tunas, berat kering akar dan pada parameter berat kering tunas berpengaruh nyata. Pada persen bertunas pertumbuhan yang baik adalah asal bahan stek dari bibit (semai juvenile). Bahan stek bibit memiliki nilai persen bertunas yang paling tinggi, yaitu 61.56% diantara asal bahan lainnya. Hal ini dikarenakan pada bibit (semai juvenile) memiliki kemampuan untuk melakukan elongation atau perpanjangan sel yang sangat pesat atau disebut juga dengan fase juvenile. Perpanjangan sel ini dipengaruhi oleh hormon tumbuh yang ada pada stek. Menurut Hartmann et al.

(1997) auksin berperan pada berbagai aktifitas tanaman seperti pertumbuhan batang, pembentukan akar adventif, pembentukan daun dan buah. Pada asal bahan trubusan dan pucuk pohon tua masih memiliki kemampuan untuk perkembangan ke arah vegetatif. Namun, pertumbuhannya tidak dapat maksimal.

Pada penelitian Danu (2009) disebutkan bahwa pada bagian batang stek tanaman S. leprosula berumur 2, 10 dan 25 tahun terdapat kandungan auksin IAA berturut-turut sebesar 82.240 ppm, 73.753 ppm dan 69.777 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan auksin yang terdapat di dalam pada pohon induk tua semakin menurun seiring bertambahnya umur pohon.

Persen hidup stek yang paling baik didominasi asal bahan dari bibit (semai

juvenile) dan trubusan pohon tua, 91.42% dan 90.42%. Nilai persen hidup yang sangat tinggi ini belum bisa menunjukkan keberhasilan stek secara umum. Stek yang hidup didukung juga timbulnya proses perakaran pada bagian dasar stek. Berdasarkan dari gambar grafik (Gambar 5) menunjukkan secara umum persen hidup semua asal bahan stek terus mengalami penurunan dengan gugurnya daun pada stek jika dilihat dari pengamatan pada setiap minggu. Menurut Riodevriza (2010) hal ini dikarenakan tidak adanya pasokan air dari akar sehingga menimbulkan kematian pada stek. Selain itu, kematian stek juga diduga stek mengalami kehabisan cadangan makanan, di mana stek menghasilkan tunas terlebih dahulu tanpa diikuti oleh pertumbuhan akar. Stek yang kehabisan cadangan makanan tidak mampu untuk menghasilkan makan sendiri dari proses fotosintesis kemudian akan mati.

Pada penelitian Danu (2009) bahwa stek S. leprosula yang berasal dari tanaman berumur ≤ 2 tahun, 10 tahun dan 25 tahun mampu manghasilkan persen hidup beturut-turut sebesar 100%; 36.67% dan 35.56%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur pohon induk maka tingkat juvenilitas dari bahan stek semakin menurun.

(43)

30

pohon tua tidak tumbuhan akar atau 0.00%. Hal ini dikarenakan bagian pucuk pohon tua memiliki batang yang keras dan berwarna gelap. Ini menunjukkan bahwa bagian pucuk tersebut semuanya telah memasuki pada fase penuaan, fase ini masih digunakan untuk perkembangan secara generatif, walaupun tidak secara optimal dilakukan oleh tanaman. Jika dilihat dari pengamatan persen bertunas pada akhir penelitian minggu ke-12 (Gambar 8). Asal bahan stek dari pucuk pohon tua masih dimungkinkan untuk menghasilkan akar dengan memperpanjang masa pengamatan. Menurut Riodevriza (2010) fase dewasa pada dasarnya digunakan untuk reproduksi, kurang optimal untuk perbanyakan secara vegetatif.

Panjang akar yang terdapat pada bahan stek bibit (semai juvenile) memiliki panjang akar paling baik diantara bahan trubusan pohon tua. Hal ini dikarenakan pada bibit (semai juvenile) masih banyak terdapat hormon yang menunjang pertumbuhan panjang akar. Pada trubusan pohon tua masih terdapat hormon yang menunjang pertumbuhan akar, tetapi tidak sebanyak kandungan hormon yang terdapat pada bibit (semai juvenile).

Pada parameter berat basah akar menunujukkan asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh yang sangat nyata. Asal bahan stek bibit (semai juvenile) memberikan berat basah akar yang paling baik dibandingkan asal bahan stek dari trubusan dan pucuk pohon tua. Ini disebabkan asal bahan stek bibit memiliki hormon pertumbuhan akar yang masih banyak, sehingga pada pengamatan minggu terakhir penelitian stek dari bibit (semai juvenile) terdapat jumlah akar yang paling banyak jika dibandingkan asal bahan lainnya.

Pada parameter berat basah tunas menunujukkan asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) dan trubusan pucuk pohon tua memberikan pengaruh berat basah tunas yang sama pada uji lanjut berganda Duncan’s (Tabel 7). Hal ini disebabkan asal bahan dari bibit (semai juvenile) memiliki jumlah tunas yang sedikit lebih banyak jika dibandingkan dengan asal bahan stek dari trubusan pohon tua.

Pada parameter berat kering akar menunujukkan asal bahan stek dari bibit (semai juvenile) memberikan pengaruh yang sangat nyata. Asal bahan stek bibit (semai juvenile) memberikan berat kering akar yang paling baik dibandingkan asal bahan stek dari trubusan dan pucuk pohon tua. Ini disebabkan asal bahan stek bibit (semai juvenile) pada pengamatan minggu terakhir penelitian terdapat jumlah akar yang paling banyak jika dibandingkan asal bahan lainnya, sehingga pada saat pengukuran berat kering akar memiliki nilai yang paling besar.

Pada parameter berat kering tunas menunujukkan asal bahan stek dari trubusan pucuk pohon tua memberikan pengaruh berat kering tunas yang sama pada uji lanjut berganda Duncan’s (Tabel 9). Hal ini disebabkan asal bahan dari bibit (semai juvenile) memiliki jumlah tunas yang lebih banyak jika dibandingkan dengan asal bahan stek dari trubusan pohon tua.

Bahan stek trubusan pohon tua menghasilkan persen berakar 12.00%, nilai ini sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai informasi dalam pembuatan sumber bibit dari multiplikasi klon-klon yang unggul sehingga dapat digunakan dalam kegiatan pembangunan suatu hutan tanaman atau perhutanan klonal.

(44)

31

g dan berat kering tunas 0.068 g. Namun stek membutuhkan penyapihan lebih lanjut. Interaksi antara asal stek dan jenis media berpengaruh tidak nyata, namun penggunaan asal stek dari alam dan media campuran topsoil dan kompos A. mangium 4:6 dianjurkan untuk digunakan dalam pembuatan stek tembesu karena lebih efektif dan efisien.

Media stek memberikan pengaruh nyata pada parameter panjang akar, nyata pada berat basah akar dan sangat nyata pada berat kering akar. Semua jenis media stek menunjang pertumbuhan stek pada parameter persen bertunas, persen hidup, persen berakar, berat basah tunas dan berat kering tunas. Terdapat interaksi antara asal bahan stek dan media stek ada, yaitu pada parameter panjang akar sangat nyata, parameter berat basah akar nyata dan parameter berat kering akar nyata. Secara umum jenis media cocopeat dengan sekam padi memberikan pengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, berat basah akar dan dan sangat nyata pada parameter berat kering akar. Hal ini dikarenakan sabut kelapa bersifat seperti spons yang banyak menyerap air dan mempertahankannya juga mempertahankan kelembaban medium (Sakai dan Subiakto 2007). Semua jenis media stek menunjang pertumbuhan stek pada parameter persen bertunas, persen hidup, persen berakar, berat basah tunas dan berat kering tunas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Asal bahan stek dari bibit (semai juvenile), trubusan dan pucuk pohon tua berturut-turut menghasilkan:

a. persen bertunas 61.56%; hidup 91.42% dan berakar 76.33%. b. persen bertunas 36.39%; hidup 90.42% dan berakar 12.00%. c. persen bertunas 8.92%; hidup 65.50% dan berakar 0.00%.

Selain itu, asal bahan stek dari bibit memberikan pengaruh sangat nyata terhadap parameter persen bertunas, persen hidup, persen berakar, panjang akar, berat basah akar, berat basah tunas, berat kering akar dan pada berat kering tunas. Semakin bertambahnya umur pohon induk, keberhasilan stek semakin berkurang.

2. Berdasarkan dari pengaruh kombinasi perlakuan antara asal bahan dengan media stek pucuk, terdapat interaksi antara asal bahan stek dan media stek ada, yaitu pada parameter panjang akar sangat nyata, parameter berat basah akar nyata dan parameter berat kering akar nyata. Jenis media stek cocopeat

(45)

32

Saran

1. Perlu dilakukannya penelitian selanjutnya untuk mengetahui laju pertumbuhan lainnya dari jenis F. fragrans sehingga bisa memberikan informasi tentang pembuatan hutan tanaman yang baik dari segi kualitas dan kualitas bibitnya.

(46)

33

DAFTAR PUSTAKA

Adams C.R, Barnford K M, Early M P. 1995. Principle of Horticulture Second Rev Edition. Great Britain(UK): Butterworth Heinemann.

Arteca Richard N. 1996. Plant Growth Subtances, Principles and Applications. New York(USA): Chapman and Hall.

[BPTH] Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sumatera. 2002. Teknis Budidaya Tembesu. Palembang(ID): BPTH Sumatera.

Danu. 2009. Hubungan antara umur dan tingkat juvenilitas dengan keberhasilan stek dan sambungan pucuk meranti tembaga Shorea leprosula [tesis]. Bogor(ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Harahap RMS. 1972. Percobaan orientasi vegetatif beberapa jenis pohon. Laporan LPH No. 155. Bogor(ID): Lembaga Penelitian Hutan.

Hartmann HT, Kester DE, Davies FT, and R.L. Geneeve. 1997. Plant Propagation Principle and Practice. Six Edition. New Jersey(USA): Prentice Hall, Inc. Engelwood.

Martawijaya A, I. Kartasujana, Mandang YI, Soewanda AP dan Kosasih K. 1989. Atlas kayu Indonesia jilid II. Bogor(ID): Balai Litbang Kehutanan.

Mattjik AA, Sumertajaya. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan MINITAB. Volume ke-1. Bogor(ID): IPB Press

Purwanto AW. 2010a. Aglaonema: Pesona kecantikan sang ratu daun. Yogyakarta(ID): Penerbit Kanisius.

Purwanto AW. 2010b. Sansevieria: Flora cantik penyerap racun. Yogyakarta(ID): Penerbit Kanisius.

Riodevriza. 2010. Pengaruh umur pohon induk terhadap keberhasilan stek dan sambungan Shorea selanica [skripsi]. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rochiman K, Harjadi SS. 1973. Pembiakan vegetatif. Bogor(ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sakai C, Subiakto A. 2007. Pedoman pembuatan stek jenis-jenis Dipterokarpa dengan KOFFCO System. Bogor(ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Konservasi Alam.

Situmorang R, Rachim A, Sastiono A. 1993. Pengaruh belerang terikat pada zeolit terhadap produksi kedelai (Glycine maxMerr.) pada pedsolik gajrug, Lebak. Bogor(ID): Fakultas Pertanian.

Sipayung. 2012. Perhutanan klonal. [internet]. [diunduh 20 Juli 2013]. Tersedia pada:ihttp: //researcher-on-forest.blogspot.com/2012/06/clonal-forestry. html. Soerianegara I. 1970. Pemuliaan hutan. Laporan mengenai F.A.O. Forest Tree

Improvement Training Centre, Raleigh, North Carolina, Laporan No.104, Lembaga Penelitian Hutan Bogor. 91 pp

Soerianegara I, Djamhuri E. 1979. Pemulian pohon hutan. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

(47)

34

Sofyan A, Muslimin I. 2006. Pengaruh asal bahan dan media stek terhadap pertumbuhan stek batang tembesu (Fragraea fragarans Roxb.). Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan 2007. Padang.

(48)

35

(49)

1

Lampiran 1 Hasil pengolahan data analisis statistik persen bertunas stek pucuk F. fragrans

Perlakuan Persen bertunas (%) pada minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

...KK ...

101.177 55.033 37.749 35.563 28.828 24.743 23.167 21.464 18.548 20.557 18.562 20.497

... Uji F ...

** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **

A1 0.150a 0.293a 0.147a 0.513a 0.660a 0.697a 0.727a 0.737a 0.777a 0.777a 0.823a 0.820a

A2 0.083b 0.197b 0.300b 0.367b 0.347b 0.410b 0.437b 0.447b 0.433b 0.463b 0.450b 0.440b

A3 0.000c 0.043c 0.073c 0.133c 0.133c 0.133c 0.067c 0.130c 0.126c 0.093c 0.097c 0.077c

... Uji F ...

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

M1 0.053 0.133 0.213 0.313 0.353 0.400 0.410 0.433 0.450 0.467 0.480 0.483

M2 0.067 0.157 0.243 0.300 0.367 0.410 0.403 0.407 0.427 0.417 0.440 0.417

M3 0.113 0.243 0.333 0.400 0.420 0.430 0.417 0.473 0.460 0.450 0.450 0.436

... Uji F ...

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

A1M1 0.090 0.200 0.330 0.460 0.650 0.690 0.740 0.750 0.790 0.800 0.850 0.850

A1M2 0.110 0.220 0.340 0.410 0.610 0.690 0.720 0.740 0.790 0.760 0.830 0.820

A1M3 0.250 0.460 0.580 0.670 0.720 0.710 0.720 0.720 0.750 0.770 0.790 0.790

A2M1 0.070 0.170 0.260 0.330 0.300 0.380 0.450 0.470 0.470 0.500 0.500 0.520

A2M2 0.090 0.200 0.310 0.370 0.350 0.440 0.420 0.390 0.380 0.440 0.420 0.390

A2M3 0.090 0.220 0.330 0.400 0.390 0.410 0.440 0.480 0.450 0.450 0.430 0.410

A3M1 0.000 0.030 0.050 0.150 0.110 0.130 0.040 0.080 0.090 0.100 0.090 0.080

A3M2 0.000 0.050 0.080 0.120 0.140 0.100 0.070 0.090 0.110 0.050 0.070 0.040

A3M3 0.000 0.050 0.090 0.130 0.150 0.170 0.090 0.220 0.180 0.130 0.130 0.110

(50)

2

Lampiran 2 Hasil pengolahan data analisis statistik persen hidup stek pucuk F. fragrans

Perlakuan Persen hidup (%) pada minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

... KK ...

96.334 80.650 67.507 56.678 51.559 43.604 42.745 38.474 36.801 37.787 36.412 34.184

... Uji F ...

tn tn tn tn * ** ** ** ** ** ** **

A1 0.607 0.667 0.717 0.753 0.807a 0.813a 0.830a 0.830a 0.847a 0.833a 0.837a 0.810a

A2 0.537 0.593 0.647 0.657 0.633ab 0.660a 0.657a 0.647a 0.633b 0.636b 0.627b 0.593b

A3 0.500 0.467 0.443 0/453 0.400b 0.380b 0.327b 0.333b 0.333c 0.300c 0.273c 0.217c

... Uji F ...

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

M1 0.527 0.527 0.553 0.597 0.587 0.620 0.610 0.603 0.607 0.600 0.590 0.577

M2 0.540 0.570 0.600 0.590 0.610 0.593 0.587 0.590 0.590 0.561 0.573 0.493

M3 0.577 0.630 0.653 0.677 0.643 0.640 0.617 0.617 0.617 0.603 0.573 0.550

... Uji F ...

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

A1M1 0.560 0.590 0.670 0.720 0.810 0.830 0.840 0.820 0.850 0.850 0.840 0.820

A1M2 0.550 0.610 0.660 0.680 0.760 0.770 0.800 0.840 0.840 0.810 0.830 0.760

A1M3 0.710 0.800 0.820 0.860 0.850 0.840 0.850 0.830 0.850 0.840 0.840 0.850

A2M1 0.520 0.570 0.610 0.620 0.600 0.660 0.690 0.670 0.660 0.660 0.660 0.650

A2M2 0.570 0.620 0.690 0.680 0.650 0.670 0.640 0.630 0.620 0.630 0.630 0.570

A2M3 0.520 0.590 0.640 0.670 0.650 0.650 0.640 0.640 0.620 0.620 0.590 0.560

A3M1 0.500 0.420 0.380 0.450 0.350 0.370 0.300 0.320 0.310 0.290 0.270 0.260

A3M2 0.500 0.480 0.450 0.410 0.420 0.340 0.320 0.300 0.310 0.260 0.260 0.150

A3M3 0.500 0.500 0.500 0.500 0.430 0.430 0.360 0.380 0.380 0.350 0.290 0.240

(51)

3

Lampiran 3 Hasil pengolahan data analisis statistik persen berakar dan panjang akar stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12 Perlakuan Persen berakar (%)

Interaksi Asal Bahan dan Media

A1M1 0.880

Interaksi Asal Bahan dan Media

(52)

4

Lampiran 4 Hasil pengolahan data analisis statistik berat basah akar dan berat basah tunas stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12 Perlakuan Berat

Interaksi Asal Bahan dan Media

A1M1 0.913 Interaksi Asal Bahan dan Media

(53)

5

Lampiran 5 Hasil pengolahan data analisis statistik berat kering akar dan berat kering tunas stek pucuk F. fragrans pada minggu ke 12 Perlakuan Berat kering

Interaksi Asal Bahan dan Media

A1M1 0.113 Interaksi Asal Bahan dan Media

(54)

Gambar

Gambar 1 Jenis Fagraea fragrans (a) pohon muda (b) buah pada pohon muda (c)
Tabel 1 Analisis ragam data pengamatan
Gambar 2 Perkembangan persen bertunas stek pucuk  F. fragrans pada setiap
Gambar 3 Persen bertunas stek pucuk F. fragrans pada akhir pengamatan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai anggota PMSM, para alumni akan mempunyai banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan para praktisi pengelola sumber daya manusia seluruh Indonesia dalam berbagai

Hasil akhir dari kegiatan ini adalah adanya peningkatan skor persepsi risiko tentang keselamatan berkendara yang akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku

Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang melakukan pemeriksaan atas kebe- naran laporan atau keterangan berkenaan de- ngan tindak pidana menyangkut hutan, Kawa- san

Batik Pasedahan Suropati merupakan batik khas Kota Pasuruan yang berawal dari lomba desain batik khas Kota Pasuruan pada tahun 2003 yang diadakan oleh Pemerintah Kota Pasuruan,

Saat ini terdapat permasalahan dalam pencatatan dan pembuatan laporan pembayaran SPP dan banyaknya kehilangan informasi pembayaran SPP hingga data-data yang penting dalam

Mengurangi konsumsi makanan cepat saji atau fastfood, makanan ringan dalam kemasan, minuman ringan ( softdrink ), cemilan manis atau makanan dengan kandungan lemak

Kerapatan tanaman dapat menyebabkan terjadinya kompetisi antar tanaman, sehingga pengaturan kerapatan tanaman yang tepat sangat diperlukan dalam produksi tanaman sorgum.Penelitian

Soehadi (2012) menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi perusahaan dalam membangun online community adalah membangun fasilitas yang mampu mengorkestrasikan pelanggan dan