• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Tingkat Keberhasilan Pembiakan Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Tingkat Keberhasilan Pembiakan Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TINGKAT KEBERHASILAN PEMBIAKAN KOMODO

(

Varanus komodoensis

Ouwens, 1912) DI KEBUN BINATANG

SURABAYA, JAWA TIMUR

DYAH NURFITRIANA CIPTA SARI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Tingkat Keberhasilan Pembiakan Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DYAH NURFITRIANA CIPTA SARI. Studi Tingkat Keberhasilan Pembiakan Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur. Dibimbing oleh HADI S. ALIKODRA dan BURHANUDDIN MASYUD.

Komodo (Varanus komodoensis) merupakan satwa endemik yang termasuk dalam daftar Appendix I CITES dan dikategorikan rentan oleh IUCN. Penurunan populasi komodo sebesar 14,78% di habitat alami, mendorong pelestarian komodo di ex-situ, seperti di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manajemen pembiakan, menentukan tingkat keberhasilan pembiakan, dan mengkaji kesejahteraan komodo. Data dikumpulkan menggunakan metode wawancara dan dianalisis dengan menghitung persentase daya tetas, angka kematian, tingkat perkembangbiakan, dan menilai kesejahteraan satwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen KBS cukup baik dan memperhatikan aspek pakan, kesehatan, kandang, dan pengaturan pembiakan. Tingkat perkembangbiakan komodo dikategorikan tinggi sebesar 93,33%, sedangkan daya tetas dan angka kematian dikategorikan sedang dengan persentase 46,06% dan 34,60%. Penilaian kesejahteraan komodo di KBS dikategorikan cukup, hal ini berarti pengelolaan komodo telah memperhatikan prinsip kesejahteraan satwa yang utama yaitu bebas dari rasa lapar dan haus.

Kata kunci: Kebun Binatang Surabaya, kesejahteraan, komodo, pembiakan

ABSTRACT

DYAH NURFITRIANA CIPTA SARI. Study on Breeding Success Rate of Komodo Dragon (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) at Surabaya Zoo, East Java. Supervised by HADI S. ALIKODRA and BURHANUDDIN MASYUD.

Komodo dragon is an endemic species which listed as Appendix I CITES and categorized as vulnerable in IUCN Red List of Threatened Species. Declining komodo population by 14,78% in their natural habitat encouraged the preservation of komodo in ex-situ, such as at Surabaya Zoo. The aims of this research are to review the breeding management, to determine the rate of breeding success, and to review the komodo welfare. Data were collected using interview method and analysed by calculating the percentage of hatchability, mortality, breeding rate, and assessing the animal welfare. The results of this research indicates that KBS management was good enough and concerned about feeding aspect, health aspect, cage aspect, and breeding management aspect. Komodo breeding rate categorized as high as 93,33%, meanwhile the hatchability and mortality rate categorized as medium as 46,06% and 34,60%. Komodo dragon welfare assessment at KBS categorized as fair, which means komodo dragon management at KBS has been concerning the major of animal welfare principle, which are free of hunger and thirst.

(5)

STUDI TINGKAT KEBERHASILAN PEMBIAKAN KOMODO

(

Varanus komodoensis

Ouwens, 1912) DI KEBUN BINATANG

SURABAYA, JAWA TIMUR

DYAH NURFITRIANA CIPTA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni ini berjudul Studi Tingkat Keberhasilan Pembiakan Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir H Hadi S. Alikodra, MS dan Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini serta terima kasih kepada Dr Ir Gunawan Santoso, MS selaku dosen penguji dan Resti Meilani, SHut, MSi selaku ketua ujian komprehensif. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Kebun Binatang Surabaya (KBS) Jawa Timur, terutama Ibu Henny, Ibu Penta, Bapak Wanto, Bapak drh. Rahmat, Bapak Suraji, dan Bapak Rukin yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih juga kepada Winda Eka Ningtyas dan Dani Rekso Wardoyo yang telah membantu dalam pengumpulan data, teman-teman seperjuangan Anggrek Hitam 46 terutama Elis, Dita, Tri, Irma, Intania, Dewi, Aza, Dila, Febe, Intan, Yohana, Rio, Gayuh serta teman-teman Wisma Padasuka yang telah memberikan semangat, doa, dan saran hingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 8 

Latar Belakang 1 

Tujuan 2 

Manfaat 2

TINJAUAN PUSTAKA 2 

Klasifikasi dan Morfologi 2

Kesejahteraan Satwa 3

Pembiakan Komodo 4

Kebun Binatang 4

METODE 5  Alat dan Bahan 5  Waktu dan Tempat 5  Jenis dan Metode Pengumpulan Data 5 Analisis Data 7  HASIL DAN PEMBAHASAN 8  Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8  Manajemen Pembiakan 10  Tingkat Keberhasilan Pembiakan 17 Kesejahteraan Komodo di KBS 19

SIMPULAN DAN SARAN 24 

Simpulan 24 

Saran 25 

DAFTAR PUSTAKA 25

(10)

DAFTAR TABEL

1 Data dan informasi komodo di KBS 6

2 Skor penilaian kriteria kesejahteraan satwa di KBS 6 3 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa 8 4 Klasifikasi penilaian dan nilai terbobot kesejahteraan satwa pada

komodo di KBS 8

5 Rincian pengelolaan pakan komodo di KBS 10 6 Jenis penyakit dan luka yang pernah menyerang komodo di KBS 12

7 Kandang komodo di KBS 13

8 Suhu dan kelembaban kandang komodo di KBS 14 9 Faktor-faktor penentu keberhasilan pembiakan komodo di KBS 18 10 Persentase dan kriteria tingkat keberhasilan pembiakan komodo di KBS 19 11 Gambaran pengelolaan komodo dari aspek bebas dari ketidaknyamanan

lingkungan 20 12 Gambaran pengelolaan komodo dari aspek bebas dari rasa sakit, luka,

dan penyakit 21

13 Gambaran pengelolaan komodo dari aspek bebas dari rasa takut dan tertekan 22 14 Gambaran pengelolaan komodo dari aspek bebas untuk menampilkan

perilaku alami 23

15 Capaian implementasi kesejahteraan satwa komodo di KBS 24

DAFTAR GAMBAR

1 Komodo di KBS 2

2 Jenis pakan komodo di KBS (a) tikus putih, (b) daging kambing 11 3 Jenis kandang komodo (a) kandang anakan, (b) kandang peraga di KBS 14

4 Proses penetasan telur komodo di KBS 15

5 Alat penetasan telur komodo sistem kering 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Struktur organisasi Kebun Binatang Surabaya (KBS) 28

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komodo (Varanus komodoensis) dikenal dengan sebutan biawak komodo merupakan binatang melata atau reptilia yang termasuk dalam famili Varanidae. Spesies kadal terbesar di dunia ini memiliki habitat asli di Indonesia yaitu di Pulau Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Flores di Nusa Tenggara Timur. Komodo merupakan satwa endemik yang termasuk dalam daftar Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan dikategorikan sebagai vulnerable (rentan) oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN). Komodo juga ditetapkan sebagai satwa nasional Indonesia (Kepres No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional). Keberadaan komodo di habitat in-situ semakin jarang dijumpai, penelitian Meilany (2007) menyebutkan bahwa jumlah populasi komodo di alam pada tahun 2007 di Pulau Komodo sekitar 1.329 individu dan 1.370 individu di Pulau Rinca. Pada tahun 2008 diketahui populasi komodo di tiga pulau besar, yaitu Pulau Komodo (33.937 hektar) sebanyak 1.200 individu, Pulau Rinca (19.627 hektar) sebanyak 1.100 individu dan Pulau Padar (2.017 hektar) diduga sudah tidak ada lagi komodo (Chrismiawati 2008). Adanya penurunan populasi pada tahun 2007 dan 2008 sebesar 14,78% di habitat alaminya tersebut ditambah dengan berkurangnya mangsa alami akibat perburuan, maka salah satu cara yang dilakukan untuk menjaga pelestarian komodo adalah melalui pelestarian ex-situ, seperti di kebun binatang.

Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ) yang berfungsi untuk pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan atau satwa dengan tetap menjaga kemurnian jenis guna menjamin kelestarian keberadaan dan pemanfaatannya (Peraturan Dirjen PHKA Nomor: P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi). Salah satu bentuk lembaga konservasi adalah kebun binatang yaitu tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya tiga kelas taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 15 hektar dan pengunjung tidak menggunakan kendaraan bermotor (motor atau mobil) (Permenhut Nomor: P.31/Menhut-II/2012 tentang Lembaga Konservasi). Keberadaan kebun binatang ini diharapkan dapat mendukung bertambahnya populasi satwa endemik, salah satunya komodo.

Satyatama (1997), menjelaskan bahwa kebun binatang yang telah melakukan usaha penetasan telur komodo, yaitu Kebun Binatang Gembira Loka (KBGL), Kebun Binatang Ragunan dan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Kebun Binatang Surabaya merupakan salah satu kebun binatang yang tertua di Indonesia dan diketahui telah banyak berhasil dalam usaha pengembangbiakan satwa termasuk komodo. Menurut data yang diperoleh pada tahun 2010 satwa komodo yang ada di KBS sebanyak 48 individu dan berkembang 56 individu pada tahun 2012.

(12)

pembiakan komodo, tingkat keberhasilannya, dan kondisi kesejahteraan komodo di KBS

Tujuan

Tujuan penelitian: (1) Mengkaji manajemen pembiakan komodo di KBS, (2) Menentukan tingkat keberhasilan pembiakan komodo di KBS, dan (3) Mengkaji kesejahteraan komodo di KBS.

Manfaat

Data hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pengelola KBS sehingga dapat mengembangkan pembiakan satwa komodo lebih baik lagi dan sebagai pedoman untuk pengelolaan dan atau pengembangan satwa komodo di habitat ex-situ lain di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi komodo secara sistematik hewan menurut Grzimek (1975) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub-Phylum : Craniata Class : Reptilia

Sub-Class : Lepidosauria Ordo : Squamata

Sub-Ordo : Sauria Infra Ordo : Varanomorpha Family : Varanidae Genus : Varanus

Spesies : Varanus komodoensis

(13)

Komodo mempunyai ukuran tubuh yang panjang ketika telah mencapai umur dewasa. Bentuk tubuh gagah dan memiliki ukuran tubuh yang besar sekali, dimana panjang tubuh dapat mencapai 3 meter dan berat 300 kg. Jauh lebih besar dan lebih berat dibandingkan biawak biasa (Varanus timorensis) yang panjang tubuhnya tidak lebih dari 50 cm. Warna kulitnya coklat kuning kehitam-hitaman dan bersisik agak kasar. Komodo memiliki badan yang panjang, lebih besar dari kepalanya. Kepala komodo agak memanjang mirip kadal, matanya kecil, mulutnya agak memanjang ke belakang (Usboko 2009).

Menurut PPA (1978), umur komodo dapat ditentukan berdasarkan ukurannya, seperti: (1) Komodo muda: Panjang badan total (dari ujung kepala sampai ujung individu) kurang dari 1 meter. Warna kulit coklat muda kegelapan dengan diselingi garis-garis merah muda dan kuning. (2) Komodo dewasa: Panjang badan total 1 - 2 meter. Warna kulit coklat agak tua dan garis-garis badan sudah mulai kabur bahkan sudah hampir hilang. (3) Komodo tua: Panjang badan total lebih dari 2 meter. Warna kulit coklat tua-kelabu hampir kehitam-hitaman. Komodo betina memiliki bentuk kepala yang agak lonjong, kepala berukuran relatif kecil, penampilan muka lebih jelek dan kaki kecil. Komodo jantan memiliki ukuran kepala lebih besar, bentuk kepala agak bulat, penampilan muka gagah, kaki lebih keluar dan besar serta ukuran tubuh lebih besar (Kartono 1994).

Kesejahteraan Satwa

Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia (PP Nomor 95 Tahun 2012). Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967, kesejahteraan hewan ialah usaha manusia memeliharan hewan, yang meliputi pemeliharaan lestari hidupnya hewan dengan pemeliharaan dan perlindungan yang wajar. Kesejahteraan satwa (animal welfare) memiliki tiga aspek penting yaitu: welfare science, etika, dan hukum. Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda dan dari sudut pandang hewan. Kesejahteraan etika yakni mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. Kesejahteraan hukum mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan (Wahyu 2012).

(14)

Pembiakan Komodo

Pembiakan merupakan proses, cara, perbuatan untuk menghasilkan individu baru, baik secara seksual maupun aseksual (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pembiakan satwa bertujuan untuk menghasilkan keturunan yang lestari. Komodo merupakan reptil yang berkembangbiak dengan bertelur. Menurut Erdmann (2004), komodo betina mulai kawin pada usia tujuh tahun dan komodo jantan pada usia delapan tahun. Musim kawin pada komodo yang dipelihara mulai terlihat sekitar Mei dan Juni.

Musim kawin ditandai dengan meningkatnya aktivitas menyelisik (grooming). Perilaku menyelisik untuk mencari pasangan kawin dilakukan oleh jantan terhadap betina dengan cara menjilat-jilat dan mencium/mengendus anggota tubuh bagian belakang, menggaruk/meraba sampai menaiki pasangannya. Setelah itu aktivitas menyelisik dan kawin dilakukan dalam satu rangkaian perilaku kawin. Perkawinan dapat berlangsung enam hari, dengan pola perilaku tunggal (posisi jantan selalu diatas punggung betina). Namun pada saat kopulasi, jantan akan segera memiringkan individunya, sehingga pangkal individu menyamping berada di bawah betina (Satyatama 1997).

Setelah aktivitas menyelisik dan kawin tidak dilakukan lagi, aktivitas dan perilaku bertelur mulai terlihat. Perilaku awal yang dilakukan betina adalah aktif menjelajah mencari tempat bertelur dan membuat sarang. Setiap musim bertelur, komodo dapat bertelur selama 1 - 14 hari dengan jarak peneluran 1-8 hari. Telur yang dihasilkan berkisar 1 - 6 butir dalam sekali peneluran, sedangkan dalam sehari komodo dapat melakukan 1 - 4 kali peneluran. Jadi, jumlah telur yang dikeluarkan dalam satu periode atau musim ± 24 butir (Satyatama 1997).

Kebun Binatang

Kebun binatang merupakan salah satu lembaga konservasi yang menentukan dan menjadi harapan sebagai lembaga yang mampu menyelamatkan dan melestarikan sumber daya alam keanekaragaman hayati satwaliar. Kebun binatang adalah suatu tempat yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru, sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam, dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat (Kepmenhutbun Nomor 479/Kpts-II/1998 tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar).

(15)

METODE

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer dryweet, kamera digital, alat pengukur waktu, kalkulator, tally sheet, panduan wawancara, dan alat tulis. Objek penelitian adalah komodo yang berada di KBS.

Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai studi tingkat keberhasilan pembiakan komodo dilaksanakan pada bulan Juni 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Kebun Binatang Surabaya (KBS), Jawa Timur (Lampiran 2).

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian/ data yang sudah ada dari pihak pengelola. Metode pengumpulan data yaitu pengamatan langsung dan pengukuran suhu, wawancara pengelola serta penelusuran dokumen berupa data telur yang dihasilkan komodo.

Data Manajemen Pembiakan

Jenis data yang dikumpulkan, antara lain:

1. Pakan meliputi waktu pemberian, jenis, jumlah dan cara pemberian, dan kandungan gizi pakan.

2. Pemeliharaan kesehatan dan perawatan kesehatan, yaitu: jenis penyakit dan cara pencegahan atau pengobatannya.

3. Perkandangan meliputi jenis dan ukuran, konstruksi, pengkayaan, perawatan dan sanitasi kandang serta suhu dan kelembaban udara di dalam kandang. 4. Pengaturan pembiakan meliputi sumber dan jumlah bibit, penentuan jenis

kelamin, pemilihan induk dan penjodohan, pengaturan peneluran atau penetasan, pengasuhan atau pembesaran individu baru, dan tingkat keberhasilan pembiakan. Sejarah adanya satwa komodo di KBS dan populasi komodo yang meliputi jumlah, jenis kelamin, dan kelas umur.

Data Tingkat Keberhasilan Pembiakan

Pengumpulan data penetasan dengan penelusuran dokumen pada tahun 2008 - 2013, meliputi jumlah induk betina dan jantan dewasa, jumlah induk yang berkembangbiak, jumlah telur yang dihasilkan, jumlah telur yang menetas, dan jumlah anakan yang mati.

Data Kesejahteraan Satwa

(16)

Tabel 1 Data dan informasi komodo di KBS Prinsip kesejahteraan

satwa Jenis data

Bebas dari rasa lapar dan haus

a. Kuantitas dan kualitas pakan dan minum b. Kebersihan pakan dan minum

c. Kontrol pakan dan minum d. Tempat menyimpan pakan

e. Letak dan bentuk pakan dan minum dalam kandang f. Waktu pemberian pakan dan minum

Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan

a. Jenis kandang

b. Kondisi suhu dan penerangan c. Kondisi cover dan shelter d. Kebersihan kandang e. Kondisi saluran kandang Bebas dari rasa sakit,

luka, dan penyakit

a. Kondisi kesehatan satwa

b. Frekuensi pemeriksaan kesehatan satwa

c. Kelengkapan dan kondisi fasilitas peralatan medis d. Ketersediaan ruang atau kandang medis

e. Ketersediaan tenaga ahli medis

f. Pengontrolan dan pencegahan penyakit Bebas dari rasa takut

dan tertekan

a. Ketersediaan staf ahli

b. Tanda-tanda perilaku satwa yang menunjukkan stres atau sakit

c. Penanganan satwa yang baru datang d. Upaya pencegahan rasa takut dan tertekan Bebas untuk

menampilkan perilaku alami

a. Ukuran kandang

b. Pengaruh kehadiran pengunjung

c. Keamanan kandang dan pengkayaan kandang

Penilaian prinsip kesejahteraan satwa diketahui dari nilai terbobot, berasal dari penjumlahan pada setiap aspek kesejahteraan satwa. Skor penilaian dibagi menjadi lima klasifikasi (Tabel 2).

Tabel 2 Skor penilaian kriteria kesejahteraan satwa di KBS

Skor Keterangan 1 Buruk: apabila pengelolaan tidak ada

2 Kurang: apabila pengelolaan ada, tetapi tidak sesuai

3 Cukup: apabila pengelolaan ada, sesuai, tetapi tidak diterapkan 4 Baik: apabila pengelolaan ada, sesuai, tetapi hanya sebagian (50%)

diterapkan

(17)

Analisis Data

Manajemen Pembiakan

Data manajemen pembiakan komodo dianalisis secara deskriptif yaitu menyusun data yang diperoleh kemudian menguraikan hasil yang dilengkapi dengan tabel dan gambar.

Tingkat Keberhasilan Pembiakan

Tingkat keberhasilan pembiakan komodo dapat diketahui dengan mengolah data secara kuantitatif dengan menggunakan rumus (North & Bell 1990):

a. Persentase daya tetas telur:

Keterangan: a = Σ telur yang berhasil menetas

b = Σ keseluruhan telur yang dihasilkan betina produktif b. Persentase angka kematian tiap kelas umur:

Keterangan: M = Σ anak yang mati tiap kelas umur

Mt = Σ total anak keseluruhan tiap kelas umur

c. Persentase tingkat perkembangbiakan dapat dilakukan melalui perhitungan sebagai berikut:

Keterangan:

I = Σ induk yang bertelur It = Σ total induk

Kriteria yang digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya persentase daya tetas telur, angka kematian, dan tingkat perkembangbiakan pada komodo di KBS yaitu:

0 – 30 % = rendah 30 – 60 % = sedang 60 – 100% = tinggi

Kesejahteraan Satwa

(18)

Tabel 3 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa Prinsip kesejahteraan satwa Bobot Keterangan Bebas dari rasa lapar dan

haus

30 Makan dan minum merupakan hal pokok dalam menunjang satwa untuk hidup

Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan

20 Pengaruh kondisi cuaca bagi satwa dengan tersedianya lingkungan yang cocok dan tempat berlindung

Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

20 Satwa yang sehat mendukung kesejahteraan satwa itu sendiri. Dilakukan dengan mencegah, mengobati luka dan penyakit.

Bebas dari rasa takut dan tertekan

15 Kondisi mental mempengaruhi kemampuan satwa untuk bertahan hidup atau adaptasi

Bebas untuk menampilkan perilaku alami

15 Adanya kebebasan dalam kandang dengan mendapatkan kesempatan berperilaku alami dengan porsi yang sesuai bagi satwa untuk meningkatkan kualitas hidup

Total 100

Tabel 4 Klasifikasi penilaian kesejahteraan komodo di KBS

No Klasifikasi penilaian Nilai terbobot

1 Sangat baik (A) 80,00-100,00

2 Baik (B) 70,00-79,99

3 Cukup (C) 60,00-69,99

4 Perlu pembinaan (D) <60,00

Sumber: Peraturan Dirjen PHKA No. P.6/IV-SET/2011

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Sejarah Kawasan

(19)

dan pertama kalinya KBS dibuka pada bulan April 1918 dengan membayar tiket masuk.

Pengelolaan kebun binatang terus berjalan hingga pada bulan Juli 1922 terjadi krisis moneter, sehingga beberapa pegawai meminta untuk dibubarkan, tetapi sebagian pegawai lainnya tidak setuju dengan adanya pembubaran. Pada 11 Mei 1923 rapat anggota dilakukan di Simpang Restoran memutuskan mendirikan Perkumpulan Kebun Binatang yang baru dan ditunjuklah W.A. Hompes untuk menggantikan J.P. Mooyman sebagai pimpinan. Krisis moneter yang terjadi telah diselamatkan dengan adanya bantuan pada tahun 1972 oleh gubernur Dijkerman dan anggota dewan A. Van Genrep yang berhasil mengajak DPR Kota Surabaya untuk memberikan perhatian pada KBS, dengan SK DPR tanggal 3 Juli 1927. Pada tahun yang sama dibeli juga tanah seluas 32.000 m3 sumbangan dari Maskapai Kereta Api, sampai pada tahun 1939 luas KBS meningkat menjadi 15 hektar dan pada tahun 1940 taman seluas 85.000 m2 berhasil dibangun di KBS (Nela 2010).

Selama perkembangannya KBS telah berubah fungsi yang dulunya hanya untuk tempat penampungan satwa eksotis koleksi pribadi telah dikembangkan fungsinya menjadi sarana perlindungan dan pelestarian, pendidikan, penelitian, dan rekreasi. Satwa yang menjadi koleksi di KBS cukup lengkap, ada lebih dari 300 spesies, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Tahun 70an KBS pernah menyandang predikat sebagai kebun binatang terlengkap dan terluas di kawasan Asia Tenggara.

Letak dan Luas Kawasan

Saat ini KBS berlokasi di Surabaya Selatan, terletak di Jl. Setail, no. 1 Surabaya. Letak geografis terdapat pada 07˚ 17’ 34’’ LS dan 07˚ 17’ 51’’ LS, 112˚ 34’ 56’’ BT dan 112˚ 35’ 15’’ BT. Luas wilayah KBS sebesar ± 16 ha yang dipergunakan untuk hijauan dalam sangkar 3,1 ha (20,7%), hijauan luar sangkar 1,8 ha (12%), hijauan ruang terbuka 4,9 ha (37,7%), jalan 0,8 ha (5,3%), saluran air 0,2 ha (1,3%), kolam dan bangunan 2,5 ha (16,7%), sangkar satwa 1,7 ha (11,3%), dan parkir seluas 1 ha (Pemerintah Kota Surabaya 2012) . Sedangkan, curah hujan rata-rata 127 mm3/ ml, ketinggian 3-6 mdpl, suhu udara rata-rata/ tahun 27,6˚C, kelembaban rata-rata per tahun 74%, dan struktur tanah berupa lapisan aluvial.

Keorganisasian

Kebun Binatang Surabaya adalah anggota dari PKBSI yaitu Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia. Menurut hasil kesepakatan rapat telah diputuskan bahwa kebun binatang atau zoo hanya tempat perkembangan satwa saja, sehingga nantinya atraksi-atraksi yang ada di kebun binatang lambat laun akan dihilangkan karena merupakan tindakan eksploitasi satwa (Pemerintah Kota Surabaya 2012). Struktur organisasi di KBS dapat dilihat pada Lampiran 1.

Aksesibilitas

(20)

membantu pengunjung dengan mudah menuju KBS. Jarak dari pusat kota ± 5 km, jarak dari laut ± 12 km, sehingga letaknya strategis dan mudah dijangkau.

Manajemen Pembiakan

Manajemen pengembangbiakan telah diperhatikan pengelola supaya satwa komodo terus terjaga kelestariannya. Jumlah satwa komodo saat ini mengalami kenaikan sebesar 30, 35% dari tahun 2012 sehingga menjadi 73 individu.

Pakan

Komodo merupakan satwa karnivora (pemakan daging) dan tidak mempunyai makanan khusus. Pakan yang diberikan di KBS dilakukan secara intensif (seluruhnya dengan campur tangan manusia). Pakan yang diberikan pada satwa komodo di KBS dibagi menurut kelas umur yaitu anakan, remaja, dan dewasa (Tabel 5).

Tabel 5 Rincian pengelolaan pakan komodo di KBS

(21)

Kandungan gizi yang terkandung dalam pakan komodo di KBS, antara lain: kuning telur dan ayam berfungsi menambah protein dalam tubuh, anakan tikus dan tikus putih berfungsi untuk penambah kalsium, daging sapi berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, dan daging kambing berfungsi untuk menambah protein, zat besi, vitamin B (LIPI 2013).

Kemampuan makan komodo sangat besar sehingga untuk ukuran komodo dewasa membutuhkan mamalia besar untuk mencukupi kebutuhan energinya, seperti kambing. Jika memungkinkan satwa ini akan memakan mangsa yang besar, hingga sebesar 80% dari bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan. Komodo makan dengan cara mencabik-cabik kemudian menelan mangsanya. Komodo membutuhkan waktu 15 - 20 menit untuk mencerna makanan dengan bantuan air liurnya. Di habitat aslinya buruan komodo bervariasi, komodo dewasa mampu memangsa babi hutan, rusa, ular, telur penyu, serta kadangkala komodo lain. Anak komodo memangsa kadal kecil, telur, tikus, ular, dan serangga yang ada dipepohonan (Usboko 2009). Jenis pakan yang diberikan KBS dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2 Jenis pakan komodo di KBS (a) tikus putih, (b) daging kambing Komposisi pakan yang diberikan pada komodo dari semua kelas umur tidak lepas dari pantauan dokter hewan dan animal keeper untuk memantau perkembangan tubuh komodo. Pemberian rentang waktu pada pemberian pakan pertama dan kedua pada setiap kelas umur dilakukan berdasarkan hasil pengamatan pengelola. Hal ini dilakukan karena komodo memiliki proses metabolisme yang lambat dalam proses mencerna makanan apabila kekurangan sinar matahari. Pengamatan pengelola ini didukung dengan Erdmann (2004), apabila kekenyangan komodo menyeret tubuhnya dan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Apabila tidak tercerna dengan baik, maka makanan yang ada dalam tubuh dapat membusuk dan menyebabkan muntah bahkan meracuni tubuhnya sendiri hingga dapat berakhir dengan kematian.

(22)

Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan satwaliar termasuk komodo KBS dilakukan oleh dokter hewan, staf bagian perawatan, dan animal keeper. Dokter hewan berperan sejak proses penetasan hingga komodo dewasa untuk mengontrol kesehatan satwa dan menangani satwa sakit atau terluka, staf perawat berperan membantu kinerja dokter dalam merawat satwa, sedangkan animal keeper berperan untuk mengontrol kondisi komodo dikandang peraga dan kandang anakan dan apabila satwa sakit atau luka, maka animal keeper akan melaporkan kepada dokter hewan. Perawatan komodo dilakukan sejak telur menetas sampai dewasa. Pada komodo anakan saat umur menginjak 1-1,5 bulan diberi vitamin berupa sirup yang berfungsi untuk menambah kalsium dalam tubuh. Asupan vitamin dan kalsium juga diberikan kepada komodo betina bunting, supaya telur yang dihasilkan memiliki cangkang yang kuat. Penyakit dan luka yang pernah terjadi pada komodo di KBS dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis penyakit dan luka yang pernah menyerang komodo di KBS No Jenis penyakit dan

luka Penyebab Cara pencegahan/ pengobatan 1 Prolapsus hemipenis

(tahun 2009 dan 2010)

-Belum diketahui

-Belum ada penanganan khusus, hanya dilakukan penambahan kapas dan alkohol, dijahit, disemprotkan limoxit.

Limoxit berfungsi untuk mencegah bakteri dan menghilangkan bau darah yang tersisa di sekitar luka.

Penyakit yang pernah menyerang komodo KBS yaitu prolapsus hemipenis terjadi ketika anakan (0-7 bulan). Penyebab penyakit ini belum teridentifikasi, menurut Ratnawati et al. (2007), prolaps merupakan pembalikan uterus, vagina dan servik, menggantung keluar melalui vulva. Penyebabnya adalah hewan selalu dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan intra abdominal saat berbaring maupun genetik. Penanggulangan yang dilakukan pada satwa mamalia, secara teknis satwa ditempatkan di kandang dengan kemiringan 5-15 cm lebih tinggi di bagian belakang. Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi ke posisi semula, irigasi (pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran) antiseptik (povidon iodine) dan injeksi dengan antibiotika spektru luas (oxytetracycline).

(23)

Perkandangan

Pengelolaan satwaliar di kebun binatang erat kaitannya dengan pengelolaan kandang yang berfungsi sebagai habitat buatan (artificial habitat). Kondisi kandang yang mendukung perilaku alami dan habitat alami satwa merupakan salah satu faktor yang menentukan kesejahteraan satwa. Kandang komodo di KBS terdiri dari 2 kandang, yaitu kandang anakan dan kandang peraga (display) (Tabel 7).

Tabel 7 Kandang komodo di KBS No

Jenis & ukuran kandang

Fasilitas Perawatan dan

sanitasi Keterangan -Pasir dan tanah -Disapu setiap

hari Keterangan: K = Kandang

(24)

difungsikan untuk memindahkan komodo dari kandang yang satu ke kandang lainnya.

(a) (b)

Gambar 3 Jenis kandang komodo (a) kandang anakan, (b) kandang peraga di KBS

Suhu dan kelembaban kandang komodo di KBS berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Suhu dan kelembaban kandang komodo di KBS Parameter

Pagi (08.00-08.30)

WIB

Siang (12.00-12.30)

WIB

Sore (16.00-16.30)

WIB

Suhu (°C) 27,71 30,57 28,33

Kelembaban (%) 88 80,14 85,14

Suhu dan kelembaban kandang berpengaruh terhadap kondisi komodo. Di habitat aslinya, kondisi suhu tahunan tertinggi adalah 43°C sedangkan suhu minimum 17°C, dengan kelembaban rata-rata 36% dan kelembaban tertinggi sekitar 86% (Erdmann 2004). Sedangkan di habitat buatan atau kandang yang terdapat di KBS suhu yang diperoleh yaitu 27-30°C dengan kelembaban 80-88%. Kelembaban udara yang tinggi ini berpengaruh pada aktivitas komodo dan proses perkembangbiakan. Menurut Yuliansari (2012), kondisi lingkungan yang kurang sesuai berpengaruh pada lamanya aktivitas yang dilakukan komodo. Apabila musim hujan terjadi terus-menerus maka akan berpengaruh pada tingkat kelembaban tanah yang digunakan untuk meletakkan telur komodo. Apabila kelembaban tanah tinggi maka kondisi sarang juga akan lembab sehingga akan mudah bagi telur komodo terserang jamur.

Sejarah dan Ketenagakerjaan

Pengelolaan KBS dilakukan oleh TPS (Tim Pengelola Sementara). TPS bertujuan agar satwa-satwa yang terdapat di KBS tidak terabaikan, salah satunya komodo yang merupakan satwa endemik. Komodo menjadi simbol dari lambang KBS, satwa ini berasal dari Pulau Rinca, Pulau Komodo pada tahun 1987.

(25)

tidak lepas dari perhatian pengelola yakni perhatian dari empat animal keeper, seorang dokter hewan, seorang asisten dokter dan seorang ahli pakan.

Pengaturan Pembiakan

Tahap pembiakan komodo di KBS dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu pra penetasan, penetasan, dan pasca penetasan (Gambar 4).

Gambar 4 Proses penetasan telur komodo di KBS

Pengaturan pembiakan satwa komodo di KBS awalnya dilakukan secara alami, tetapi hanya sedikit yang berhasil menetas dan apabila anakan dibiarkan di dalam kandang bersama komodo remaja atau dewasa lainnya maka anakan yang baru menetas dimakan oleh komodo dewasa. Sejak saat itu, penetasan telur dilakukan di bagian perawatan (nursery).

Proses pra penetasan telur komodo dilakukan penentuan jenis kelamin dilihat melalui aspek fisik yaitu melihat dari ukuran tubuh serta berat badannya. Menurut Erdmann (2004), untuk mengetahui perbedaan antara komodo jantan dan betina dengan memeriksa pola sisik pada komodo jantan yang terdapat di bagian bawah pangkal individunya, namun cara mudah untuk membedakannya adalah bahwa komodo dengan ukuran besar biasanya berkelamin jantan. Komodo terbesar yang pernah dicatat memiliki panjang 3,13 m (10 kaki, 2 inchi) dan sangat jarang komodo betina dapat berkembang melebihi panjang 2,5 m (7 kaki, 6 inchi). Pendataan dilakukan dengan memasang microchip pada bagian punggungnya yang diletakkan pada bagian bawah kulit. Pemasangan microchip berfungsi untuk mempermudah pendataan dan mengetahui perkembangan komodo di KBS. Pemasangannya dilakukan pada saat komodo berumur 1-1,5 bulan.

Pengelola KBS tidak melakukan pemilihan induk dan penjodohan pada satwanya. Sehingga proses perkawinan atau reproduksi dilakukan secara alami, hanya saja pada kandang peraga satwa dewasa dan remaja tidak ditempatkan pada kandang yang sama. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi perkelahian antar jantan remaja dan dewasa untuk mendapatkan betinanya. Komodo merupakan satwa poliandri yaitu satu betina banyak jantan, sehingga di habitat alaminya

Alami

Tidak ada pemilihan induk Pra penetasan

Pengaturan penempatan komodo di kandang Penetasan

(26)

diketahui bahwa sex ratio komodo adalah 3:1 (Erdmann 2004). Pada satwa ini faktor penentu utama kematangan seksual adalah ukuran tubuh. Usia dianggap tidak terlalu berpengaruh pada kematangan seksual karena berbeda antara komodo di in-situ dengan di ex-situ. Usia kematangan seksual komodo di in-situ ± 3-4 tahun, sedangkan usia kematangan seksual komodo di ex-situ tidak dapat ditentukan karena dipengaruhi oleh perawatan dan pakan yang berbeda.

Musim kawin satwa komodo adalah dari bulan Juli-Agustus walaupun perilaku kawin telah diamati selama bulan-bulan lain, tetapi umumnya selama musim kering (Erdmann 2004). Tiba musim kawin ditandai dengan meningkatnya aktivitas menyelisik (grooming). Perilaku ini dilakukan oleh jantan terhadap betina dengan cara menjilat-jilat dan mencium/ mengendus anggota tubuh bagian belakang, menggaruk/ meraba sampai menaiki pasangannya. Musim kawin juga ditentukan oleh suhu, hujan, dan ketersediaan pakan. Apabila musim hujan terjadi sepanjang tahun maka telur yang dihasilkan akan menurun dan kondisi cangkang yang tidak kuat sempurna. Erdmann (2004), menjelaskan bahwa komodo betina hanya menjaga telur-telurnya selama masa pengeraman sekitar tiga bulan, masa pengeraman telur komodo di habitat alaminya 8-9 bulan, sedangkan di KBS telur menetas pada 7-8 bulan kemudian.

Tahapan penting yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan penetasan adalah memindahkan telur dikandang peraga tanpa memindah posisi telur. Teknik pemindahan ini bertujuan untuk menjaga saluran pembuluh darah embrio tidak tertutupi oleh kuning telur, karena apabila tertutupi, maka embrio akan mati (Junaedi 1999). Telur yang diambil diseleksi dengan memilih telur yang berkualitas, seperti tidak retak, tidak berjamur, memiliki cangkang yang kuat, dan penampilan luar bagus. Saat di nursery dilakukan penetasan sistem kering. Penetasan sistem kering yaitu penetasan dengan membuat sistem inkubator buatan dengan media vermikulit tanpa tambahan air (Gambar 5).

Sumber: Rahmat 2012

Gambar 5 Alat penetasan telur komodo sistem kering

(27)

dan kelembaban 79-81%. Hal ini didukung oleh Jessop et al. (2003) diacu dalam Muslich dan Priyono (2005), keberhasilan penetasan telur komodo di in-situ sangat ditentukan oleh kondisi sarang diantaranya suhu. Telur komodo memerlukan suhu untuk inkubasi sampai pada penetasan sekitar 30°C.

Embrio komodo tidak memiliki kromosom seksual, sama seperti buaya, yaitu kromosom yang menentukan jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tidak seperti manusia, jenis kelamin komodo tidak ditentukan secara genetik. Jenis kelamin komodo ditentukan oleh suhu pengeraman atau sarang tempat telur ditetaskan. Kondisi suhu pada penetasan telur akan menentukan perbandingan jenis kelamin, sampai saat ini belum diketahui suhu yang tepat untuk menghasilkan embrio komodo jantan atau embrio komodo betina. Tetapi jenis reptil lainnya seperti buaya, menurut Hickman (2003) diacu dalam Huda (2009), menjelaskan bahwa suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan buaya betina.

Pertumbuhan embrio sangat dipengaruhi oleh suhu pada inkubator buatan. Embrio akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 29-31°C, dan akan mati apabila di luar kisaran suhu tersebut. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan embrio dihabitat alaminya, antara lain: suhu dalam sarang yakni semakin tinggi suhu maka embrio akan lebih cepat berkembang; kandungan air dalam sarang yaitu semakin banyak penyerapan air oleh telur maka embrio semakin berkembang, sebaliknya apabila kondisi sarang kering maka embrio tidak akan berkembang; dan kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio, apabila terjadi hujan maka air hujan yang menyerap ke dalam sarang dapat menghalangi penyerapan oksigen oleh telur, akibatnya embrio akan mati (Dermawan et al. 2009)

Perlakuan sebelum vermikulit digunakan sebagai media penetasan telur yakni disemprot desinfektan dan dijemur untuk menjaga terjadinya jamur atau bakteri. Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari pemanasan kepingan-kepingan mika serta mengandung potasium dan helium, memiliki sifat KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang tinggi 50-150 me/100 g terutama dalam keadaan padat maupun basah (Mashud dan Manaroinsong 2010). Vermikulit berfungsi menurunkan berat jenis dan meningkatkan daya serap air. Pasca penetasan dilakukan pemindahan ke kandang anakan (perawatan).

Tingkat Keberhasilan Pembiakan

Kebun binatang berperan sebagai konservasi, pendidikan, riset dan penelitian, dan rekreasi. Di bidang konservasi fungsi kebun binatang, antara lain: sebagai lembaga konservasi ex-situ dan merupakan benteng terakhir penyelamatan satwa, menyelamatkan satwa yang terancam punah karena kerusakan habitatnya, menjaga kemurnian genetik, dan tempat penitipan satwa-satwa langka milik negara. Keberhasilan pembiakan komodo dapat dilihat melalui persentase daya tetas telur, persentase angka kematian, dan persentase tingkat perkembangbiakan.

(28)

lima tahun. Hasil analisis yang dilakukan terhadap pembiakan satwa komodo terdapat pada Tabel 9.

Tabel 9 Faktor-faktor penentu keberhasilan pembiakan komodo di KBS Tahun

Tingkat

perkembangbiakan Daya tetas telur Angka kematian

It I % b a % Mt M %

2008 7 7 100 18 17 94,44 17 4 23,53

2009 10 6 60 64 45 70,31 45 44 97,77

2010 11 11 100 57 26 45,61 26 88 30,77

2011 11 11 100 38 14 36,84 14 7 50

2012 11 11 100 43 1 2,33 1 0 0

2013 11 11 100 67 18 26,86 18 1 5,55

Rata-rata 93,33 46,06 34,60

Keterangan: It = Σ total induk (individu); I = Σ induk yang bertelur (individu); b = Σ keseluruhan telur yang dihasilkan betina produktif (butir); a = Σ telur yang berhasil menetas (butir); Mt = Σ total anak keseluruhan tiap kelas umur (individu); M = Σ anak yang mati tiap kelas umur (individu)

Penambahan jenis dan jumlah koleksi di kebun binatang dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: koleksi dari alam, perbanyakan/ hasil penangkaran, dan pinjaman tukar menukar (PKBSI 2000). Komodo betina dapat bertelur 30-40 telur/ sarang, tetapi tidak semua telur yang berhasil menetas dan tidak semua anakan yang berhasil hidup serta berkembang dengan baik. Lubang atau sarang yang digunakan untuk bertelur ± 60-70 cm bahkan bisa mencapai 2 meter. Telur komodo akan menetas pada tahun berikutnya setelah diambil dari kandang (7-8 bulan). Persentase daya tetas telur dipengaruhi oleh jumlah telur yang berhasil menetas dan jumlah total telur yang dihasilkan. Persentase angka kematian dipengaruhi oleh jumlah anak yang mati dan jumlah total anak keseluruhan. Sedangkan, persentase tingkat perkembangbiakan dipengaruhi oleh jumlah induk yang bertelur dan jumlah total induk.

(29)

Tabel 10 Persentase dan kriteria tingkat keberhasilam pembiakan komodo di KBS

No Indikator Persentase (%) Kriteria

1 Tingkat perkembangbiakan 93,33 Tinggi

2 Daya tetas telur 46,06 Sedang

3 Angka kematian 34,60 Sedang

Tingkat perkembangbiakan termasuk dalam kriteria tinggi karena terdapat pada rentan nilai 60-100%. Persen daya tetas telur dan angka kematian dikatakan sedang karena terdapat pada rentan nilai 30-60%. Daya tetas telur sedang karena dipengaruhi oleh operator (orang yang menetaskan), kualitas telur yang ditetaskan, dan alat penetasan yang digunakan. Sutiyono dan Krismiati (2006) diacu dalam Ningtyas et al. (2013), daya tetas dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu dan kelembaban, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi, dan fertilitas telur. Angka kematian pada komodo anakan lebih disebabkan adanya penyakit prolapsus.

Persentase daya tetas telur sedang, angka kematian sedang, dan tingkat perkembangbiakan tinggi mengindikasikan bahwa manajemen pengelolaan komodo di KBS tergolong baik. Sedangkan, pengelolaan dikatakan buruk atau rendah ketika persentase daya tetas telur rendah, angka kematian tinggi, dan tingkat perkembangbiakan rendah. Saat ini komodo yang terdapat di KBS adalah 73 individu. Pertumbuhan populasi komodo ini ditentukan oleh banyaknya telur yang dapat menetas dan banyaknya indukan yang produktif. Pada habitat alaminya, komodo tidak mengerami telur-telurnya tetapi meletakkannya dalam sarang dan proses penetasan sangat tergantung pada kondisi lingkungan, baik fisik, biologi maupun kimia (Muslich dan Priyono 2005).

Di kebun binatang tidak dilakukan pemanenan hasil sehingga untuk mengendalikan populasi, pencegahan kebuntingan diadakan dengan cara memakai kontrasepsi atau menempatkan satu jenis kelamin saja dalam satu kandang. Kelebihan populasi dapat menyebabkan perkelahian satwa, stress, penularan penyakit tinggi, memperebutkan tempat tinggal, pakan dan pasangan, membebani biaya pemeliharaan, karena kebun binatang harus menyediakan pakan melebihi kemampuan. PKBSI (2000), menjelaskan bahwa pemanfaatan kelebihan populasi tidak dapat terlepas dari peraturan perundangan pemanfaatan satwaliar, sehingga satwa yang ada dapat dimanfaatkan untuk penelitian, tukar menukar, dan peragaan keliling.

Komodo di KBS juga dimanfaatkan untuk penelitian dan tukar menukar. Penukaran jenis satwaliar komodo hanya dapat dipertukarkan atas persetujuan Presiden (PP no. 8/1999 pasal 34). Pertukaran komodo yang pernah dilakukan pengelola KBS yaitu tahun 2006 pertukaran ke Taman Safari Indonesia II: Prigen sebanyak 6 individu dan kebun binatang di Afrika sebanyak 2 individu.

Kesejahteraan Komodo di KBS

Manajemen Kesejahteraan Komodo di KBS

(30)

satwa, dan menjadikan kebun binatang sebagai tempat yang nyaman untuk pengunjung (PKBSI 2000).

Bebas dari Rasa Lapar dan Haus

Bebas dari rasa lapar dan haus merupakan kondisi dimana satwa tercukupi kebutuhan pakannya, sehat, cukup gizi, dan terpenuhinya air minum. Jenis pakan yang diberikan untuk komodo di KBS, yaitu daging sapi, anakan tikus, tikus putih, ayam dan daging kambing. Pakan diberikan dalam kondisi segar seperti, tikus yang masih hidup, ayam dan kambing yang baru disembelih, sedangkan untuk daging sapi segar dicincang terlebih dahulu agar komodo anakan bisa memakannya. Keberadaan mesin pendingin di KBS memang tersedia, tetapi tidak dilakukan untuk menyimpan pakan komodo karena komodo tidak harus setiap hari makan.

Kebutuhan air minum komodo disediakan pada kolam-kolam buatan yang airnya mengalir menuju parit-parit. Sumber air berasal dari air sumur, sehingga air dapat digunakan untuk minum komodo dan tersedia setiap saat. Di habitat alaminya Erdmann (2004), menjelaskan bahwa komodo memang perlu meminum air, tetapi tidak sering. Komodo akan meminum banyak apabila tersedia banyak air dan meminum sedikit pada musim kering. Komodo dapat memperoleh 70% kebutuhan air dari mangsanya.

Kebutuhan pakan dan minum yang tercukupi akan mendukung kondisi pertumbuhan dan kesehatan yang baik, dan akan terjadi sebaliknya apabila tidak tercukupi kebutuhan pakan dan minumnya. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa perilaku komodo ketika sudah tercukupi jumlah pakannya maka individu komodo tersebut tidak memangsa pakan tersebut. Menurut Alikodra (2002), apabila kondisi satwa tersebut dalam kondisi baik termasuk sehat, maka satwa tersebut memiliki laju reproduksi yang tinggi dan lebih tahan terhadap penyakit. Sehingga kandungan gizi makanan mempunyai peranan yang penting baik terhadap laju kelahiran maupun laju kematian.

Bebas dari Ketidaknyamanan Lingkungan

Kondisi komodo di KBS untuk mengetahui aspek bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Gambaran pengelolaan komodo aspek bebas dari ketidaknyamanan lingkungan

Aspek Deskripsi -Kondisi suhu dan

penerangan

-Suhu kandang 27-30°C dan kelembaban 80-88%. Kandang tidak diberi penerangan khusus pada malam hanya ada lampu jalan.

-Kondisi cover dan shelter

-Pohon-pohon diberi pembatas supaya tidak memanjat terlalu tinggi. Pohon-pohon dengan tajuk lebar berfungsi untuk berlindung, lubang/ goa buatan digunakan komodo berlindung dari hujan.

-Kondisi saluran kandang

(31)

Jenis kandang yang digunakan oleh komodo yaitu kandang anakan (nursery) dan kandang peraga. Kandang dibersihkan setiap pagi untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan satwa. Gambaran pengelolaan komodo pada Tabel 11 juga dapat digambarkan pada penilaian pengamat dan pengelola bahwa nilai terbobot termasuk dalam klasifikasi cukup. Kecukupan disini berarti perlu adanya perbaikan pada saluran air yang tersumbat saat terjadi hujan terus menerus. Apabila air tergenang maka satwa akan mudah terserang penyakit dan dapat membuat kelembaban tanah tinggi. Sehingga dapat berpengaruh terhadap kondisi suhu dan kelembaban sarang.

Kondisi suhu dan kelembaban sarang dapat berpengaruh terhadap kondisi telur. Menurut Jessop et al. (2003) diacu dalam Muslich dan Priyono (2005), apabila penetasan terjadi pada kondisi alami maka pengurangan suhu yang signifikan akan memperlambat proses penetasan, tetapi apabila ada penambahan suhu yang signifikan maka telur akan rusak dan konsekuensinya telur tidak akan menetas. Menurut pengelola, meskipun penetasan yang dilakukan saat ini adalah penetasan buatan untuk telur komodo, kondisi telur saat dikandang juga perlu diperhatikan kualitasnya agar telur tersebut dapat menetas dan dengan kondisi sehat.

Bebas dari Rasa Sakit, Luka, dan Penyakit

Kondisi komodo di KBS untuk mengetahui aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Gambaran pengelolaan komodo dari aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

Aspek Deskripsi -Kondisi satwa -Pengamat tidak menemukan tanda-tanda satwa yang

sakit pada saat pengamatan, hanya terdapat individu komodo yang mengalami luka robek akibat pertarungan.

-Frekuensi pemeriksaan kesehatan satwa

-Tidak ada pemeriksaan rutin, tetapi pada umur 1-1,5 bulan diberi vitamin untuk menambah kalsium. -Kelengkapan dan kondisi

fasilitas peralatan medis

-Laboratorium pemeriksaan feses, laboratorium pemeriksaan darah manual, tempat penyimpanan obat

-Ketersediaan ruang atau kandang medis

-Terdapat ruang untuk perawatan satwa yang sakit -Tenaga ahli medis -1 orang dokter hewan dan 1 asisten dokter.

-Pengontrolan dan pencegahan penyakit

-Pengontrolan dilakukan rutin oleh animal keeper yang kemudian dilaporkan ke bagian koleksi apabila terdapat kejanggalan pada satwa.

(32)

daripada komodo lain dalam satu kelas umur. Kondisi seperti ini ditangani dengan memberikan pendekatan kepada satwa tersebut dan didekatkan pakannya, tidak ada perlakuan khusus atau penambahan vitamin untuk kondisi tersebut.

Bebas dari Rasa Takut dan Tertekan

Gejala stres atau sakit pada satwa biasanya ditandai dengan tidak aktifnya satwa. Apabila tidak sering diamati pengelola gejala ini tidak akan terlihat. Kondisi komodo di KBS untuk mengetahui aspek bebas dari rasa takut dan tertekan, dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Gambaran pengelolaan komodo dari aspek bebas dari rasa takut dan tertekan

Aspek Deskripsi -Ketersediaan staf ahli -Ada staf ahli yang bertugas untuk memantau

kondisi satwa setiap harinya. -Tanda-tanda perilaku

satwa yang menunjukkan stres atau sakit

-Tidak nafsu makan, kurang aktif.

-Penanganan satwa yang baru datang

-Sampai saat ini belum ada satwa komodo yang didatangkan lagi ke KBS. Tetapi untuk satwa lainnya akan diperiksa kesehatannya, kemudian dibuatkan kandang karantina yang semuanya ditutupi oleh dinding yang terbuat dari bambu-bambu tipis. Lalu dilakukan percobaan dengan mengeluarkan satwa tersebut di kandnag peraga untuk mengetahui daya adaptasinya.

-Upaya pencegahan rasa takut dan tertekan

-Melakukan upaya adaptasi untuk satwa yang masuk dan sebisa mungkin dijaga supaya pengunjung tidak mengganggu satwa.

Perilaku diam komodo bukan berarti menunjukkan bahwa komodo sakit. Erdmann (2004), menjelaskan bahwa komodo merupakan hewan berdarah dingin, maka satwa ini selalu berusaha terus menerus untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Di pagi hari, komodo harus memanaskan tubuhnya di sinar matahari. Komodo tertekan apabila kondisi lingkungan tidak stabil, yakni hujan sepanjang tahun atau kemarau sepanjang tahun, karena akan berpengaruh pada musim kawin.

Bebas untuk Menampilkan Perilaku Alami

(33)

komodo di KBS untuk mengetahui aspek bebas untuk menampilkan perilaku alami, dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Gambaran pengelolaan komodo dari aspek bebas untuk menampilkan perilaku alami

-Adanya pengunjung tidak merubah perilaku satwa

-Keamanan kandang -Adanya dinding pembatas antara pengunjung dan satwa, supaya tidak terjadi kehilangan pada komodo remaja, maka pada sore hari komodo dimasukkan ke dalam goa buatan dan ditutup dengan penutup yang terbuat dari besi. Batang pohon diberi pelapis yang terbuat dari mika agar komodo tidak memanjat terlalu tinggi.

-Pengkayaan kandang

-Kolam untuk minum dan berendam, goa atau sarang buatan untuk berlindung dan tidur pada malam hari, penambahan batang-batang pohon untuk memanjat dan berjemur bagi komodo remaja, dan penambahan tanah berpasir.

Hasil analisis penilaian prinsip kesejahteraan pengelola mengenai bebas untuk berperilaku alami memiliki kriteria perlu adanya pembinaan. Perlu adanya pembinaan dapat diartikan bahwa jumlah komodo yang terdapat di KBS memerlukan penanganan untuk pengaturan populasi. Populasi yang berlebih akan mempengaruhi pergerakan dari satwa komodo, karena menurut Alikodra (1990) diacu dalam Usboko (2009), dijelaskan bahwa luas wilayah jelajah semakin luas dengan semakin bertambahnya ukuran tubuh satwa, baik dari golongan karnivora maupun herbivora. Wilayah jelajah dapat semakin luas pada musim perkembangbiakan.

Tingkat Kesejahteraan

Prinsip kesejahteraan atau kebebasan hewan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang berdasarkan pada Peraturan Dirjen PHKA Nomor: P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi, terdiri dari 5 prinsip yaitu : (1) bebas dari rasa lapar dan haus, (2) bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, (3) bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, (4) bebas dari rasa takut dan tertekan, dan (5) bebas untuk menampilkan perilaku alami. Capaian implementasi kesejahteraan satwa komodo di KBS menurut pengamat dan pengelola termasuk dalam klasifikasi cukup karena mempunyai rataan 60,00-69,99.

(34)

Tabel 15 Capaian implementasi kesejahteraan satwa komodo di KBS

No Prinsip kesejahteraan Skoring Nilai terbobot

Pengamat Pengelola Pengamat Pengelola 1 Bebas dari rasa lapar dan

haus 3,3 3,6 99 108

2 Bebas dari

ketidaknyamanan

lingkungan 3,5 3,3 70 66

3 Bebas dari rasa sakit,

luka, dan penyakit 3,2 3,1 64 62

4 Bebas dari rasa takut dan

tertekan 3,1 2,9 46,5 43,5

5 Bebas untuk

menampilkan perilaku

alami 3 3 45 45

Jumlah 324,5 324,5

Rata-rata 64,9 64,9

Klasifikasi Cukup Cukup

Klasifikasi cukup dalam hal kesejahteraan ini mempunyai arti bahwa pelaksanaan pengelolaan satwa komodo di KBS telah memperhatikan prinsip kesejahteraan yang utama bagi satwa yaitu bebas dari rasa lapar dan haus. Berdasarkan hasil analisis perlu dilakukan pembinaan pada aspek bebas dari rasa takut dan tertekan, dan bebas untuk menampilkan perilaku alami, seperti melakukan perluasan pada kandang komodo atau melakukan pemisahan untuk komodo yang produktif dan sebaliknya. Satwa sejahtera apabila dalam kondisi yang sehat, cukup pakan (dalam jumlah dan mutu), tumbuh dan berkembangbiak dengan baik dalam kandang yang aman dan nyaman (PKBSI 2000).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(35)

Saran

1. Perlu dilakukan pendataan yang lebih detail, seperti studbook dan dokumen tertulis perkembangan kondisi satwa komodo di KBS.

2. Pihak KBS diharapkan melakukan perluasan kandang dan penambahan pengkayaan kandang komodo untuk menunjang aspek bebas untuk menampilkan perilaku alami yang dapat meningkatkan kesejahteraan komodo di KBS.

3. Perlu adanya penelitian mengenai pengaturan populasi satwa komodo yang disesuaikan dengan daya dukung untuk meningkatkan kondisi kesejahteraan komodo di KBS.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan (YPFK).

Chrismiawati M. 2008. Identifikasi karakteristik sarang berbiak komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dermawan A, Nuitja INS, Soedharma D, Halim MH, Kusrini MD, Lubis SB, Alhanif R, Khazali M, Murdiah M, Wahjuhardini PL et al. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Jakarta Pusat (ID): Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenederal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Erdmann AM. 2004. Panduan Sejarah Ekologi Taman Nasional Komodo Buku 1:

Darat [internet]. Nusa Tenggara Timur (ID): Taman Nasional Komodo. [diunduh 2013 Apr 21]. Tersedia pada http:/www.komodonationalpark.org Grzimek B. 1975. Animal Life Encyclopedia : Reptiles. New York (US): Van

Nostrand Reinhold Company.

Huda Y. 2009. Studi metode konservasi exsitu pada buaya muara (Crocodylus porosus) di Desa Teritip Kecamatan Teritip Kabupaten Balikpapan Kalimantan Timur [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri Malang. Junaedi. 1999. Aspek reproduksi ular sanca karpet (Morelia spilota spp.) [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kartono AP. 1994. Lebih dekat dengan Komodo. Bogor (ID): Warta. hlm 4.

[Kepres] Keputusan Presiden. 1993. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Jakarta (ID): Sekretariat Kabinet RI.

[Kepmenhutbun] Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan. 1998. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1998 tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar. Jakarat (ID): Kementerian Kehutanan dan Perkebunan.

(36)

Mashud N, Manaroinsong E. 2010. Pengaruh penggunaan vermikulit terhadap pertumbuhan planlet in vitro kelapa genjah kopyor. Buletin Palma. 38:43-48.

Matswapati D. 2009. Biologi reproduksi ular sanca batik (Phyton reticulatus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Meilany Y. 2011. Kajian aktivitas harian dan perilaku reproduksi komodo (Varanus komodoensis, Ouwens 1912) di Taman Margasatwa Ragunan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Muslich M, Priyono A. 2005. Penyebaran dan karakteristik sarang berbiak komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Liang Pulau Komodo Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur. Media Konserv. X(1):13-20.

Nela. 2010. Kebun Binatang Surabaya (KBS) (Surabaya Zoo) [Internet]. [diunduh

2013 Apr 1]. Tersedia pada:

http://nela.student.umm.ac.id/2010/10/14/kebun-binatang-surabaya-kbs-surabaya-zoo/.

Ningtyas MS, Ismoyowati, Sulistyawan IH. 2013. Pengaruh temperatur terhadap daya tetas telur itik (Anas plathyrinchos). J Ilm Peternak. 1(1):347-352. North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4th Ed. New

York (NY): Avi Book, Nostrand Reinhold.

Pemerintah Kota Surabaya. 2012. Kebun Binatang Surabaya [Internet]. [diunduh 2013 Mei 13]. Tersedia pada: http://www.surabaya.go.id/dinamis/?id=583. Peraturan Dirjen PHKA. 2011. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam Nomor: P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

[PKBSI] Persatuan Kebun Binatang Se-Indonesia. 2000. Pengelolaan Taman Satwa di Indonesia. Jakarta (ID): PKBSI.

[Permenhut] Peraturan Menteri Kehutanan. 2012. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.31 tentang Lembaga Konservasi. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

[PP] Peraturan Pemerintah. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Jakarta (ID): Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

[PP] Peraturan Pemerintah. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, Pasal 34. Jakarta (ID): Presiden Republik Indonesia.

[PPA] Perlindungan dan Pengawetan Alam. 1978. Pedoman Pengelolaan Satwa Langka Jilid I: Reptilia dan Amphibia. Bogor (ID): Direktorat Jenderal PPA. hlm 96 & 241-245.

Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy LS. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Pasuruan (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

(37)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Usboko E. 2009. Studi pola penggunaan ruang berbagai kelas umur biawak komodo (Varanus komodoensis Ouwens) di Loh Buaya-Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wahyu WW. 2012. Kesejahteraan hewan bagi kesehatan manusia [Internet]. [diunduh 2013 Sept 5]. Tersedia pada:

http://ainuly90.blogspot.com/2012/04/kesejahteraan-hewan-bagi-kesehatan.html.

(38)

Lampiran 1 Struktur organisasi Kebun Binatang Surabaya (KBS)

(39)

Lampiran 1 Struktur organisasi Kebun Binatang Surabaya (KBS) (lanjutan)

Rincian tugas dan fungsi organisasi Kebun Binatang Surabaya (KBS), sebagai berikut :

1. Kepala Badan Pelaksana Harian

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kebudayaan dan pariwisata b. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum

c. Pengelolaan ketatausahaan dinas

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Sekretaris

a. Pelaksanaan koordinasi perencanaan program, anggaran, dan laporan dinas b. Pelaksanaan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan

c. Pengelolaan administrasi kepegawaian

d. Pengelolaan surat menyurat, dokumentasi, rumah tangga dinas, kearsipan, dan perpustakaan

e. Pemeliharaan rutin gedung dan perlengkapan/peralatan kantor f. Pelaksanaan hubungan masyarakat dan keprotokolan

3. Kabag Adm Keuangan

a. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan

b. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan

c. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang keuangan

d. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang keuangan e. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

4. Kabag Umum

a. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian

b. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian

c. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang umum dan kepegawaian

d. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang umum dan kepegawaian

e. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas 5. Kabag SDM

a. Membantu pimpinan dalam melaksanakan koordinasi kegiatan bidang manajemen sumberdaya manusia

b. Membantu pimpinan dalam melaksanakan koordinasi bidang umum dan bertanggung jawab kepada Pimpinan

6. Kepala Unit Peragaan

a. Melatih dan memberikan keterampilan kepada satwa untuk bisa digunakan para pengunjung

(40)

Lampiran 1 Struktur organisasi Kebun Binatang Surabaya (KBS) (lanjutan)

c. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang sarana kepariwisataan

d. Pembinaan dan pengawasan, pemberian izin dan rekomendasi skala tertentu, monitoring evaluasi saran penunjang pariwisata (jasa pameran, konvensi, insentif dan meeting) skala kota

7. Kepala Unit RSHP

a. Memberikan pendidikan umum kepada para staf karyawan KBS b. Selalu memeriksa kesehatan para satwa yang ada di KBS

c. Memeriksa makanan dan minuman yang diberikan kepada satwa di KBS 8. Kepala Unit Usaha

a. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di KBS

b. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di KBS

c. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di KBS

d. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang sarana kepariwisataan

e. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Jasa dan Sarana Pariwisata sesuai dengan tugas

9. Kepala Unit Penangkaran

(41)

Lampiran 2 Lokasi KBS

Sumber : www.surabaya.map

(42)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 17 April 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Supardjo dan Widji Sri Wahyuni. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan ke SMPN 2 Deket dan lulus pada tahun 2006, setelah itu melanjutkan ke SMAN 1 Lamongan dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2009 melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada kegiatan HIMAKOVA di Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Pada tahun 2011 penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur-Papandayan dan tahun 2012 mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Penulis pernah mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) pada tahun 2012 di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Pada tahun 2013 penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai.

Gambar

Tabel 3  Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa
Tabel 5  Rincian pengelolaan pakan komodo di KBS
Gambar 2  Jenis pakan komodo di KBS (a) tikus putih, (b) daging kambing
Tabel 6  Jenis penyakit dan luka yang pernah menyerang komodo di KBS
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pend ndist istrib ribus usian ian #b #bat at da dan n &amp;a &amp;aha han n ed edis is a abis bis Pa Paka kai i mer merup upaka akan n kegiatan pengeluaran

Bila LC DN diterbitkan oleh bank lain dan pembayaran dilakukan di cabang sendiri, cabang pembayar tidak dapat membayar langsung atas wesel yang diunjukan

Sonra Anna oğlunun yoluna bakarak oturdu ve onun gelişini gözetlerken (oğlunun) babasına: 'Oğlunun gelişini ve kendisi ile giden adamı gör' dedi. Sonra Anna ileri

memaha ahami mi mat materi eri yan yang g dib diberi erikan kan seh sehing ingga ga den dengan gan med media ia pem pembel belajar ajaran an diharapkan proses

 Kusta reaktif adalah merupakan reaksi tubuh yang hebat terhadap suatu invasi bakteri atau antigen, dimana menimbulkan manifestasi klinis yang sangat hebat, yang

Berdasarkan analisis dan perhitungan yang telah diperoleh maka dapat diambil kesimpulan terhadap penerapan biaya kualitas untuk meningkatkan efisiensi produksi pada Baker’s

Hasil dan Pembahasan : sam- pel adalah 56 mahasiswa, jenis kelamin terbanyak laki-laki (51%), umur terbanyak 18-21 tahun (53,6%), jumlah IPK sama antara yang dibawah dan diatas 3 ada

Reaksi positif ini diperoleh dengan cara melihat ada tidaknya endapan coklat pada media disekitar koloni yang menunjukkan bahwa fungi tersebut dapat mendegradasi asam tanin