LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE DAN FINANCIAL DISTRESS
1. JUMLAH DEWAN DIREKSI
NO KODE Jumlah Dewan Direksi
2011 2012 2013 2014 2015
1 ADRO 7 6 7 8 7
2 ARII 5 6 6 5 5
3 ARTI 5 4 4 4 4
4 ATPK 4 5 5 5 5
5 CITA 2 2 2 2 3
6 CTTH 4 4 4 5 4
7 DEWA 2 2 2 4 4
8 DKFT 3 3 4 4 4
9 DOID 5 3 4 4 4
10 ELSA 5 4 5 5 5
11 GEMS 5 6 6 6 6
12 HRUM 4 4 4 4 4
13 INCO 5 5 4 4 4
14 ITMG 5 5 6 4 6
15 KKGI 3 5 6 6 6
16 MEDC 5 5 4 4 5
17 MITI 4 3 3 5 5
18 PKPK 3 3 3 2 3
19 PTBA 6 6 6 6 6
20 PTRO 6 6 7 4 6
21 RUIS 4 5 4 3 3
22 SMRU 4 4 2 2 2
2. JUMLAH DEWAN KOMISARIS
NO KODE Jumlah Anggota Dewan Komisaris
2011 2012 2013 2014 2015
1 ADRO 6 6 5 5 5
2 ARII 5 6 6 6 6
3 ARTI 2 2 2 2 2
4 ATPK 3 3 3 3 3
5 CITA 2 2 2 3 3
6 CTTH 3 3 3 3 3
7 DEWA 2 3 4 5 6
8 DKFT 3 3 3 3 3
9 DOID 8 8 8 6 7
10 ELSA 5 5 5 5 5
11 GEMS 4 6 6 6 6
12 HRUM 5 5 5 5 6
13 INCO 9 10 10 10 10
14 ITMG 6 6 6 6 6
15 KKGI 4 5 4 5 5
16 MEDC 6 6 6 6 6
17 MITI 4 4 4 5 5
18 PKPK 3 3 3 3 3
19 PTBA 6 6 6 6 6
20 PTRO 7 7 7 4 5
21 RUIS 4 3 3 3 3
22 SMRU 3 3 2 2 2
3. JUMLAH KOMITE AUDIT
NO KODE
Jumlah Anggota Komite Audit
2011 2012 2013 2014 2015
1 ADRO 3 3 3 3 3
2 ARII 0 3 3 2 2
3 ARTI 2 2 2 2 2
4 ATPK 3 3 3 3 3
5 CITA 3 3 3 3 3
6 CTTH 3 3 3 3 3
7 DEWA 3 3 3 3 3
8 DKFT 3 3 3 3 3
9 DOID 3 3 3 3 3
10 ELSA 6 5 4 4 4
11 GEMS 3 3 3 3 3
12 HRUM 3 3 3 3 3
13 INCO 3 3 3 2 3
14 ITMG 3 3 3 3 3
15 KKGI 3 3 3 3 3
16 MEDC 5 5 3 3 3
17 MITI 3 3 3 3 3
18 PKPK 3 3 3 3 3
19 PTBA 3 3 4 4 4
20 PTRO 3 3 3 3 3
21 RUIS 3 3 3 3 3
22 SMRU 3 3 3 3 3
4. TURN OVER DARI DIREKSI a. JUMLAH DIREKSI MASUK
NO KODE Jumlah Direksi Masuk
2011 2012 2013 2014 2015
1 ADRO 0 0 1 1 0
2 ARII 0 1 1 1 0
3 ARTI 0 0 0 0 0
4 ATPK 2 2 0 0 1
5 CITA 0 0 0 0 2
6 CTTH 0 0 0 1 0
7 DEWA 1 0 0 1 0
8 DKFT 3 0 1 0 0
9 DOID 0 0 1 1 0
10 ELSA 5 0 1 1 3
11 GEMS 4 4 2 0 0
12 HRUM 0 0 0 0 0
13 INCO 4 0 1 0 0
14 ITMG 1 2 1 2 0
15 KKGI 0 2 1 0 0
16 MEDC 4 0 1 0 5
17 MITI 1 0 0 4 0
18 PKPK 0 1 0 1 1
19 PTBA 4 0 0 0 0
20 PTRO 0 0 5 2 3
21 RUIS 2 1 0 0 0
22 SMRU 1 0 0 0 1
b. JUMLAH DIREKSI KELUAR
NO KODE Jumlah Direksi Keluar
2011 2012 2013 2014 2015
1 ADRO 0 1 0 0 1
2 ARII 1 0 1 2 0
3 ARTI 0 1 0 0 0
4 ATPK 1 1 0 0 1
5 CITA 0 0 0 0 1
6 CTTH 0 0 0 0 1
7 DEWA 1 0 0 3 0
8 DKFT 2 0 0 0 0
9 DOID 0 2 0 1 0
10 ELSA 5 1 0 1 3
11 GEMS 2 3 2 0 0
12 HRUM 0 0 0 0 0
13 INCO 3 0 2 0 0
14 ITMG 1 2 0 0 0
15 KKGI 0 0 0 0 0
16 MEDC 2 0 2 0 4
17 MITI 0 1 0 2 0
18 PKPK 0 1 0 0 0
19 PTBA 4 0 0 0 0
20 PTRO 0 0 4 5 1
21 RUIS 2 0 1 1 0
22 SMRU 0 0 2 0 1
5. KUALITAS AUDIT
NO KODE Kualitas Audit
2011 2012 2013 2014 2015
1 ADRO 1 1 1 1 1
2 ARII 1 1 0 0 0
3 ARTI 0 0 0 0 0
4 ATPK 0 0 0 0 0
5 CITA 0 0 0 0 0
6 CTTH 0 0 0 0 0
7 DEWA 0 0 0 0 0
8 DKFT 0 0 0 0 0
9 DOID 0 0 0 0 0
10 ELSA 1 1 1 1 1
11 GEMS 0 1 1 1 1
12 HRUM 1 1 1 1 1
13 INCO 1 1 1 1 1
14 ITMG 1 1 1 1 1
15 KKGI 1 1 1 0 0
16 MEDC 1 1 1 1 1
17 MITI 0 0 0 0 0
18 PKPK 0 0 0 0 0
19 PTBA 1 1 1 1 1
20 PTRO 1 1 1 1 1
21 RUIS 0 0 0 0 0
22 SMRU 1 1 0 0 0
FINANCIAL DISTRESS
NO KODE FINANCIAL DISTRESS
2011 2012 2013 2014 2015
1 ADRO 0 0 0 0 0
2 ARII 1 1 1 1 1
3 ARTI 0 0 0 0 0
4 ATPK 1 1 1 1 1
5 CITA 1 1 1 1 1
6 CTTH 0 0 0 0 0
7 DEWA 1 1 1 1 1
8 DKFT 1 1 1 1 1
9 DOID 1 1 1 1 1
10 ELSA 0 0 0 0 0
11 GEMS 0 0 0 0 0
12 HRUM 0 0 0 0 0
13 INCO 0 0 0 0 0
14 ITMG 0 0 0 0 0
15 KKGI 0 0 0 0 0
16 MEDC 0 0 0 0 0
17 MITI 0 0 0 0 0
18 PKPK 1 1 1 1 1
19 PTBA 0 0 0 0 0
20 PTRO 0 0 0 0 0
21 RUIS 0 0 0 0 0
22 SMRU 1 1 1 1 1
LAMPIRAN 2 HASIL PENGOLAHAN SPSS 19.00
STATISTIK DESKRIPTIF
FINANCIAL DISTRESS
Frequency Percent Valid Percent
REGRESI LOGISTIK
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients Constant
Step 0 1 148.611 -.609
2 148.601 -.629
3 148.601 -.629
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 148.601
c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.
Iteration Historya,b,c,d
b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 148.601
d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 95.333a .371 .511
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
Classification Tablea
Observed
Predicted FINANCIAL
DISTRESS Percentage
Correct
0 1
Step 1 FINANCIAL DISTRESS
0 61 14 81.3
1 10 30 75.0
Overall Percentage 79.1
a. The cut value is .500
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 53.268 6 .000
Block 53.268 6 .000
Model 53.268 6 .000
Variables in the Equation
a. Variable(s) entered on step 1: JUMLAHDEWANDIREKSI, JUMLAHDEWANKOMISARIS,
JUMLAHKOMITEAUDIT, JUMLAHDIREKSIMASUK, JUMLAHDIREKSIKELUAR,
KUALITASAUDIT.
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 1a JUMLAHDEWANDIREKSI -.842 .273 9.480 1 .002 .431
DAFTAR PUSTAKA
Bodroastuti, Tri, 2009. “Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Financial Distress”, Working Paper STIE Widya Manggala Semarang.
Brigham, Eugene F and Philip R. Daves, 2003, Intermediate Financial Management, Eight Edition, Thomson, South-Western.
Brigham, Eugene F dan Louis C. Gapenski, 1997. Financial Management-Theory and Practice, Eight Edition, The Dryden Press.
Elloumi, Fathi and Jean-Pierre Gueyie, 2001. “Financial Distress and Corporate Governance: an Empirical Analysis”, Corporate Governance: 1(1):15-23.
Erlina, 2011. Metodologi Penelitian, USU Press, Medan.
Fachrudin, Khaira Amalia, 2008, Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal, USU Press, Medan.
Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghozali, Imam, 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2002. Pedoman Umum Good Corporate Governance.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Kuncoro, Mudrajad, 2013. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi (Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis). Erlangga, Jakarta.
Niarachma, Ranynda, 2012. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Financial Distress: Studi Terhadap Perusahaan yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007-2010”, Skripsi, Universitas Indonesia. Nuresa, Ardina dan Basuki Hadiprajitno, 2013. “Pengaruh Efektivitas Komite
Audit terhadap Financial Distress”, Diponegoro Journal of Accounting, Volume 2 Nomor 2 hal 1-10.
Platt, H., dan M. B. Platt, 2002. “Predicting Financial Distress”, Journal of Financial Service Professionals, 56, pp: 12-15.
Sari, Atmini, 2005, “ManfaatLaba dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Textille Mill Products dan Apparel and Other Textile Products yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi VIII,Solo.
Sastriana, Dian dan Fuad, 2013. “Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size terhadap Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial Distress)”, Diponegoro Journal of Accounting, Volume 2 Nomor 3 Hal. 1-10.
Suciati, Dini, 2008. “Prediksi Kondisi Financial Distress Kredit Pemilikan Motor.”, Skripsi,Universitas Indonesia, Jakarta.
Sugiono, 2003. Statistika untuk Penelitian, Edisi Kelima, Alfabeta, Bandung.
Suprayitno, G., Sedarnawati Yasni, May Susandy, Aries Susanty, Lien H, Kusumah, Siti Olivia Tito, Agus Riyadi, Zaenal Abidin, Eddy Kusnawijaya, Titik Aryati, Zahroh Naimah, dan Henni Gusfa, 2012. Laporan Hasil Riset & Pemeringkatan Corporate Governance Perception Index 2012: Good Corporate Governance dalam Perspektif Pengetahuan, IICG, Jakarta
Sutedi, Adrian, 2012. Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta.
Tjager, I.N., et al., 2013, Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Serial Mastering Good Corporate Governance, Prenhanllindo, Jakarta.
Ujiyantho, Muh. Arief, dan Bambang Agus Pramuka, 2007. “Mekanisme
Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja
Keuangan”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, 15-16 September.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka penelitian ini tergolong penelitian kausatif. Penelitian kausatif
merupakan penelitian dengan menggunakan karakteristik masalah berupa
hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih. Dimana penelitian ini
bertujuan untuk melihat seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh variabel
bebas kepada variabel terikat (Kuncoro 2013:15).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Peneliti melakukan penelitian pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia mealui media internet dengan
situs
bulan Desember 2015 untuk pengajuan judul sampai dengan Juli 2016.
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional yang ditetapkan dalam penelitian ini guna
menghindari ruang lingkup yang terlalu luas yang akan mengaburkan penelitian
adalah sebagai berikut:
• Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan pertambangan yang
• Objek penelitian diklasifikasikan dengan perusahaan yang mengalami
financial distress atau tidak dengan menggunakan nilai Earning per Share
(EPS) negatif selama dua tahun berturut-turut atau lebih.
3.4 Definisi Operasional Variabel 3.4.1 Variabel Dependen
Variabel depeden dari penelitian ini adalah financial distress (FD).
Variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy.
Sehingga dalam pengukurannya, perusahaan yang mengalami financial
distress diberi skor 1, sedangkan perusahaan yang tidak mengalami financial
distress diberi skor 0. Pengukuran variabel dependen mengacu pada
penelitian yang dilakukan oleh Elloumi dan Gueyie (2001) dalam Fachrudin
(2008:50), Ratna Wardhani (2006), Tri Bodroastuti (2009), Ranynda
Niarachma (2012), Dian Sastriana dan Fuad (2013), serta Revina, Yeni
Juarsi, dan Muhtar (2015) dimana penentuan perusahaan yang terkena
financial distress apabila memiliki nilai Earning per Share (EPS) yang
negatif selama dua tahun berturut-turut atau lebih. Berikut ini merupakan
rumus mencari EPS:
��� = ���������
������ℎ����
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi
variasi bagi variabel tak bebas (Erlina, 2011: 37). Variabel independen dalam
penelitian ini terkait dengan mekanisme corporate governance terdiri dari:
1. Jumlah Dewan Direksi
Variabel ini merupakan jumlah dewan direksi yang ada di perusahaan.
Variabel ini diukur berdasarkan jumlah anggota dewan direksi.
2. Jumlah Dewan Komisaris
Variabel ini merupakan ukuran dewan komisaris yang ada di
perusahaan. Variabel ini diukur berdasarkan jumlah anggota dewan
komisaris termasuk komisaris independen.
3. Jumlah Komite Audit
Di Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang efektif
menjelaskan bahwa anggota komite audit yang dimiliki oleh
perusahaan sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) orang, diketuai oleh
komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang
independen terhadap perusahaan (Komite Nasional Kebijakan
Governance, 2002). Oleh karena itu, untuk mengukur komite audit
dalam penelitian ini berdasarkan jumlah anggota komite audit yang
4. Turn Over Dari Direksi
a. Jumlah Direksi Baru yang Masuk
Variabel ini merupakan ukuran dewan direksi baru yang masuk ke
dalam jajaran dewan direksi di perusahaan. Variabel ini diukur
berdasarkan jumlah anggota dewan direksi baru yang masuk ke dalam
perusahaan.
b. Jumlah Direksi Lama yang Keluar
Variabel ini merupakan ukuran dewan direksi lama yang keluar
dari jajaran dewan direksi di perusahaan. Variabel ini diukur
berdasarkan jumlah anggota dewan direksi lama yang keluar dari
perusahaan.
5. Kualitas Audit
Kualitas audit dalam penelitian ini diproksikan dengan menggunakan
ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Variabel diukur dengan
menggunakan variabel dummy dimana angka 1 diberikan jika auditor
yang mengaudit perusahaan merupakan auditor dari Kantor Akuntan
Publik big four dan 0 diberikan jika ternyata perusahaan diaudit oleh
Kantor Akuntan Publik non big four (Revina, Yeni Juarsi, dan Muhtar,
2015). Kantor Akuntan Publik (KAP) yang digunakan dalam
1) Price Waterhouse Coopers (PWC), dengan partnernya di Indonesia
Tanudiredja, Wibisana & Rekan.
2) Deloitte Touche Tohmatsu, dengan partnernya di Indonesia Osman
Bing Satrio & Rekan.
3) Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) International, dengan
partnernya di Indonesia yaitu Siddharta & Widjaja.
4) Ernst and Young (EY), dengan partnernya di Indonesia
Purwantono, Suherman & Surja.
3.4.3 Definisi Operasional
Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dipahami
berbagai unsur-unsur yang menjadi dasar dari penelitian ilmiah yang termuat
dalam operasionalisasi variabel penelitian. Secara rinci, operasionalisasi
variabel dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
No Variabel Definisi Skala
Pengukuran
1. Financial Distress
Nilai 1 untuk perusahaan yang mengalami financial distress (memiliki EPS negatif selama dua tahun berturut-turut) sedangkan nilai 0 untuk
perusahaan yang tidak mengalami financial distress (memiliki EPS positif).
Nominal
2.
Jumlah Dewan Direksi
Jumlah dewan direksi pada sebuah perusahaan Nominal
3.
Jumlah Dewan Komisaris
Jumlah dewan komisaris pada sebuah perusahaan
Komite
a. Jumlah anggota direksi baru yang masuk ke dalam perusahaan
b. Jumlah anggota direksi lama yang keluar dari perusahaan
Nominal
7. Kualitas Audit
Nilai 1 untuk perusahaan jika auditor yang mengaudit perusahaan merupakan auditor dari KAP big four dan 0 jika perusahaan diaudit oleh
KAP non big four
Nominal
Sumber: Data Diolah Penulis
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2003:72) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas subjek ataupun objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik suatu
kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode
2011-2015 yaitu sebanyak 43 perusahaan.
Sampel adalah suatu himpunan bagian dari unit populasi (Kuncoro,
2003). Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling
dengan dengan jugdement sampling. Metode purposive sampling dengan
judgement sampling merupakan metode penentuan sampel berdasarkan kriteria
tertentu sesuai dengan yang dikehendaki peneliti. Kriteria sampel yang ditentukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dan laporan tahunan
yang menyampaikan data secara lengkap berkaitan dengan keseluruhan
variabel, yaitu berupa jumlah dewan direksi, jumlah dewan komisaris,
jumlah komite audit, turn over dari direksi, dan kualitas audit periode
2011-2015.
Berdasarkan kriteria yang telah dipaparkan diatas, maka perusahaan
pertambangan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah
sebanyak 23 perusahaan.
Tabel 3.2
Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
No Kode Nama Perusahaan
8 BORN Borneo Lumbung Energi & Metal
Lanjutan Tabel 3.2
36 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam
(Persero) Tbk √ √ 19
3.6 Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif,
yaitu data yang berupa angka atau bilangan. Berdasarkan sumber data, penelitian
ini menggunakan data sekunder. Menurut Erlina (2011) data sekunder adalah data
masyarakat pengguna data. Data penelitian ini didapatkan dari www.idx.co.id,
berupa laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesi (BEI) selama tahun 2011 sampai tahun 2015.
3.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa laporan
keuangan dan laporan tahunan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2011-2015.
3.8 Teknik Analisis Data
Untuk mengolah dan menganalisis data, peneliti menggunakan
menggunakan bantuan program statistik, software SPSS for windows. Adapun
metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
tahap-tahap sebagai berikut.
3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata (mean), standar deviasi, varian, sum, range, kurtosis, skewness
(kecenderungan distribusi) dari variabel-variabel yang akan diuji (Ghozali,
dua kategori, yaitu perusahaan financial distress dan perusahaan
non-financial distress.
3.8.2 Analisis Regresi Logistik
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah regresi logistik (logistic regression). Regresi logistik
adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya
variabel terikat (variabel dependen) dapat diprediksi oleh variabel bebasnya
(variabel independen). Penggunaan regresi logistik dilakukan karena
variabel dependen merupakan variabel dikotomi yang terdiri dari dua
kategori (variabel dummy) dengan satu variabel dependen (terikat) yang
non-metric (nominal) serta memiliki variabel independen (bebas) lebih dari
satu. Dalam penggunaannya, regresi logistik tidak memerlukan distribusi
yang normal pada variabel bebasnya (variabel independen). Di samping itu,
teknik analisis ini tidak memerlukan uji normalitas, uji heteroskedastisitas,
dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2006). Secara
sistematis, dapat dirumuskan dengan berikut:
Y =
a +b
1X
1+ b
2X
2+ b
3X
3+ b
4aX
4a+ b
4bX
4b+ b
5X
5+
eDimana:
Y = Probabilitas perusahaan mengalami financial distress
a = Konstanta
X2 = Jumlah Dewan Komisaris
X3 = Jumlah Anggota Audit
X4a = Jumlah Dewan Direksi Baru yang Masuk
X4b = Jumlah Dewan Direksi Lama yang Keluar
X5 = Kualitas Audit
b1-b5 = Koefisien Regresi
e = Standar error
Dalam melakukan analisis regresi logistik, dilakukan pengujian-pengujian
berikut ini :
1. Menguji kelayakan dengan Goodness of Fit Test
Kelayakan regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test untuk menguji hipotesa nol, bahwa tidak ada perbedaan
antara model dengan datanya (model yang dihipotesakan fit dengan data).
Syaratnya adalah (Situmorang dan Lufti, 2012:256) :
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima
Jika probabilitas ≤ 0,05 maka Ho ditolak
2. Menilai Overall Model Fit
Penilaian kesesuaian model dengan variabel bebas atau prediktor
dilakukan dengan menggunakan fungsi Likelihood (Ghozali, 2011:228).
Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan
terlebih dahulu untuk tujuan penilaian. Statistik -2LogL pada awal (block number
= 0) dengan angka - 2LogL pada block number = 1 dapat juga digunakan untuk
menentukan jika variabel bebas ditambahkan pada model apakah secara signifikan
memperbaiki model fit, apabila terjadi penurunan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa model tersebut menunjukkan model regresi yang baik.
3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
variabilitas variabel–variabel independen mampu memperjelas variabilitas
variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada
nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan
seperti nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2011: 79). Nilai ini didapat
dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai maksimumnya.
4. Matrik Klasifikasi
Matrik klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi
untuk memprediksi kemungkinan financial distress perusahaan. Matrik klasifikasi
logistik dapat dilihat pada classification table.Pada model yang sempurna maka
semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan
(Ghozali, 2011:324).
3.8.3 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji dengan menggunakan
3.8.3.1 Uji Secara Simultan (Likelihood)
Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh rasio-rasio keuangan
terhadap financial distress secara simultan sebagaimana uji F pada regresi
linier. Uji ini didasarkan pada nilai statistika -2LL. Uji serentak koefisien
regresi model logistik dihitung dari perbedaan -2LL antara model dengan
hanya terdiri dari konstanta dan model yang diestimasi terdiri dari konstanta
dan variabel independen (Widarjono, 2010:141). Selisih diantara block 0 dan
block 1 dalam -2LL merupakan model Chi Square yang dipakai untuk
menguji signifikansi secara simultan. Nilai signifikan < 0,05, menunjukkan
bahwa variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel
dependen.
3.8.3.2 Uji Secara Parsial (Uji Wald)
Uji wald dilakukan untuk melihat pengaruh rasio-rasio keuangan
terhadap prediksi financial distress secara parsial. Berikut syaratnya
(Widarjono, 2010:123):
• Jika nilai signifikan < 0,05 , maka H0 diterima, maka variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
• Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka H0 ditolak, maka variabel
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.2Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif memberikan informasi mengenai gambaran
data meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata (mean) dan standar deviasi dari variabel-variabel penelitian.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif variabel Jumlah Dewan Direksi, Jumlah Dewan Komisaris, Jumlah Komite Audit, Turn Over dari Direksi (Jumlah Direksi
Masuk dan Jumlah Direksi Keluar), dan Kualitas Audit
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Dari Tabel 4.1 dapat dideskripsikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Jumlah seluruh sampel di dalam penelitian sebanyak 23
perusahaan dikali 5 tahun periode penelitian menjadi 115
pengamatan penelitian, dengan variabel independen yang
digunakan dalam penelitian adalah jumlah dewan direksi, jumlah
dewan komisaris, jumlah komite audit, turn over dari direksi yaitu
jumlah direksi masuk dan jumlah direksi keluar, serta kualitas
audit.
2. Variabel independen jumlah dewan direksi memiliki nilai
minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 8 dengan
rata-rata 4,49. Nilai standar deviasi sebesar 1.340 yang jauh lebih kecil
jika dibandingkan dengan mean, artinya nilai mean merupakan
representasi yang baik dari keseluruhan data.
3. Variabel independen jumlah dewan komisaris memiliki nilai
minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 10 dengan
rata-rata 4,74. Nilai standar deviasi sebesar 1.911 yang jauh lebih kecil
jika dibandingkan dengan mean, artinya nilai mean merupakan
representasi yang baik dari keseluruhan data.
4. Variabel independen jumlah komite audit memiliki nilai minimum
sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 6 dengan rata-rata 3,09.
Nilai standar deviasi sebesar 0.670 yang jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan mean, artinya nilai mean merupakan
representasi yang baik dari keseluruhan data.
5. Variabel independen turn over dari direksi, yang terdiri dari:
a. Jumlah direksi masuk memiliki nilai minimum sebesar 0 dan
nilai maksimum sebesar 6 dengan rata-rata 0,85. Nilai standar
deviasi sebesar 1.365 yang jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan mean, artinya nilai mean merupakan representasi yang
b. Jumlah direksi keluar memiliki nilai minimum sebesar 0 dan
nilai maksimum sebesar 5 dengan rata-rata 0,73. Nilai standar
deviasi sebesar 1.209 yang jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan mean, artinya nilai mean merupakan representasi yang
kurang baik dari keseluruhan data.
6. Variabel independen kualitas audit memiliki nilai minimum
sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1 dengan rata-rata 0.49.
Nilai standar deviasi sebesar 0.502 yang lebih besar jika
dibandingkan dengan mean, artinya nilai mean merupakan
representasi yang kurang baik dari keseluruhan data.
Tabel 4.2
Statistik Frekuensi Variabel Financial Distress FINANCIAL DISTRESS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0 75 65.2 65.2 65.2
1 40 34.8 34.8 100.0
Total 115 100.0 100.0
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dideskripsikan bahwa variabel dependen
financial distress menggunakan variabel dummy, dimana perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan (financial distress) diberi kode “1” sedangkan
kode ”0”. Jumlah data yang valid ada sebanyak 115 data, dengan data yang tidak
mengalami kesulitan keuangan (financial distress) sebanyak 75 data (65,2%), dan
data yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) sebanyak 40 data
(34,8%).
4.1.2Analisis Regresi
4.1.2.1Menguji Kelayakan dengan Goodness of Fit Test
Uji kelayakan ini dilakukan dengan menggunakan goodness of
fit test yang diukur dengan melihat signifikansi pada tabel
Hosmer and Lemeshow Test.
Tabel 4.3
Hosmer and Lemeshow Test
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Dari Tabel 4.3 dapat kita lihat bahwa nilai chi-square dari
penelitian adalah 13,263 dan nilai sig. sebesar 0,066. Dari hasil
tersebut terlihat bahwa nilai sig. lebih besar dari 0,05, hal ini
berarti tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi
dengan klasifikasi yang diamati. Maka dapat disimpulkan
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
bahwa model regresi logistik dapat digunakan untuk analisis
selanjutnya.
4.1.2.2Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Uji keseluruhan model digunakan untuk melihat model yang
telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Penilaian
keseluruhan model regresi logistik dapat dilihat dengan
menggunakan nilai -2 Log Likelihood. Dimana, apabila terjadi
penurunan dalam nilai -2 Log Likelihood pada block number 1
dibandingkan dengan block number 0, maka dapat disimpulkan
bahwa model yang kedua (block number 1) dari regresi logistik
tersebut baik. Hasil dari -2 Log Likehood dengan block number
0 dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Likelihood L Block Nol
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 148.611 -.609
2 148.601 -.629
3 148.601 -.629
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 148.601
c. Estimation terminated at iteration number 3
because parameter estimates changed by less than
Hasil dari -2 Log Likehood dengan block number 1 dapat
dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini :
Tabel 4.5
Likelihood L Block Satu
Iteration Historya,b,c,d
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 148.601
d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa nilai -2Log Likelihood pada
block number 0 sebesar 148,601 dan pada Tabel 4.5 block
number 1 sebesar 95,333. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa model regresi logistik kedua lebih baik dalam
memprediksi kemungkinan suatu perusahaan mengalami
4.1.2.3Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Dalam regresi logistik, nilai statistik dari Nagelkerke R. Square
dapat diinterpretasikan sebagai suatu nilai yang mengukur
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
atau menerangkan variabel dependen. Hasil pengujian
koefisien determinasi (Nagelkerke R. Square) dapat dilihat
pada Tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 95.333a .371 .511
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001. Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Tabel 4.6 menunjukkan nilai Nagelkerke R Square.
Dilihat dari hasil output pengolahan data, nilai
Nagelker R Square adalah sebesar 0,511 yang berarti
variabilitas variabel independen adalah sebesar
51,1%, sisanya sebesar 48,9% (100%-51,1%)
dijelaskan oleh variabilitas variabel-variabel lain
4.1.1.4Matriks Klasifikasi
Matriks klasifikasi ini digunakan untuk menganalisis tingkat
akurasi model regresi logistik dalam memprediksi perusahaan
financial distress dengan non financial distress dibandingkan
dengan kondisi yang sesungguhnya. Hasil uji yang dihasilkan
dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7 Matriks Klasifikasi
Classification Tablea
Observed
Predicted
FINANCIAL DISTRESS Percentage
Correct
0 1
Step 1 FINANCIAL DISTRESS 0 61 14 81.3
1 10 30 75.0
Overall Percentage 79.1
a. The cut value is .500
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari 75 sampel data
perusahaan kategori non financial distress yang diteliti,
sebanyak 61 data atau 81,3% yang secara tepat dapat diprediksi
oleh model regresi logistik ini sebagai perusahaan yang tidak
mengalami kesulitan keuangan (financial distress)dan sisanya
sebanyak 14 perusahaan gagal diprediksi oleh model.
Sedangkan dari 40 sampel data perusahaan kategori financial
distress yang diteliti, dinyatakan sebanyak 30 data atau 75,0%
ini sebagai perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
(financial distress)dan sisanya sebanyak 10 perusahaan gagal
diprediksi oleh model. Secara keseluruhan, tingkat akurasi
model dalam memprediksi kondisi kesehatan perusahaan
adalah 79,1% yang berarti hasil penelitian ini cukup baik
karena mendekati ketepatan 100%.
4.1.1.5Hasil Analisis Regresi Logistik
Untuk mengetahui koefisien pada masing-masing variabel
dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini :
Tabel 4.8 Hasil Regresi Logistik
Variables in the Equation
a. Variable(s) entered on step 1: JUMLAHDEWANDIREKSI, JUMLAHDEWANKOMISARIS,
JUMLAHKOMITEAUDIT, JUMLAHDIREKSIMASUK, JUMLAHDIREKSIKELUAR,
KUALITASAUDIT.
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 1a JUMLAHDEWANDIREKSI -.842 .273 9.480 1 .002 .431
Berdasarkan hasil pengolahan regresi logistik pada Tabel 4.8
maka model analisis regresi logistik dapat ditransformasikan
dalam model persamaan sebagai berikut :
Y = 5,024 – 0,842X
1+ 0,188X
2– 0,709X
3+
0,255X
4a- 0,283X
4b- 2,470X
5Dari Tabel 4.8, masing-masing variabel independen dapat
diinterpretasikan pengaruhnya terhadap financial distress
sebagai berikut:
1. Konstanta sebesar 5,024; artinya jika koefisien variabel
bebasnya diabaikan maka probabilitas suatu perusahaan
mengalami kondisi financial distress akan naik sebesar
5,024.
2. Koefisien variabel jumlah dewan direksi sebesar -0,842;
artinya jika jumlah dewan direksi naik sebesar satu persen,
maka probabilitas suatu perusahaan mengalami financial
distress akan turun 0,842.
3. Koefisien variabel jumlah dewan komisaris sebesar
0,188; artinya jika jumlah dewan komisaris naik sebesar
satu persen, maka probabilitas suatu perusahaan mengalami
financial distress akan naik sebesar 0,188.
4. Koefisien variabel jumlah komite audit sebesar -0,709;
maka probabilitas suatu perusahaan mengalami financial
distress akan naik sebesar 0,709.
5. Koefisien variabel turn over dari direksi terdiri dari:
a. Jumlah direksi masuk, koefisiennya 0,255; artinya jika
jumlah direksi masuk naik sebesar satu persen, maka
probabilitas suatu perusahaan mengalami financial
distress akan naik sebesar 0,255.
b. Jumlah direksi keluar, koefisiennya -0,283; artinya jika
jumlah direksi keluar naik sebesar satu persen, maka
probabilitas suatu perusahaan mengalami financial
distress akan turun sebesar0,283.
6. Koefisien kualitas audit sebesar -2,470; artinya jika kualitas
audit naik sebesar satu persen, maka probabilitas suatu
perusahaan mengalami financial distress akan turun sebesar
2,470.
4.2 Pengujian Hipotesis
4.2.1Uji Secara Simultan (Likelihood)
Untuk melihat pengaruh dari seluruh variabel independen (jumlah
dewan direksi, jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit, turn over
dari direksi yang terdiri dari: jumlah direksi masuk dan jumlah direksi
keluar, serta kualitas audit) terhadap variabel dependen (financial
likelihoodpada block 0 dan block 1 pada Tabel 4.4 dan 4.5. Besarnya
nilai -2log likelihood pada block 0 adalah 148,601 setelah semua
variabel independen dimasukkan ke dalam model, nilai -2Log
Likelihood menjadi 95,333. Selisih diantara block 0 dan block 1
merupakan model Chi Square yang dipakai untuk menguji signifikansi
secara simultan.
Dalam penelitian ini model Chi Square yang diperoleh 148,601 -
95,333 = 53,268. Nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini :
Tabel 4.9 Nilai Chi-Square
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 53.268 6 .000
Block 53.268 6 .000 Model 53.268 6 .000
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa nilai signifikan yang diperoleh
adalah sebesar 0,000. Nilai signifikan yang lebih kecil dari 0,05
menandakan bahwa jumlah dewan direksi, jumlah dewan komisaris,
jumlah komite audit, turn over dari direksi yang terdiri dari: jumlah
direksi masuk dan jumlah direksi keluar, serta kualitas audit secara
bersama-sama berpengaruh terhadap probabilitas perusahaan yang
4.3.2 Uji Secara Parsial (Uji Wald)
Uji wald dilakukan untuk melihat pengaruh mekanisme corporate
governance, yang terdiri dari: jumlah dewan direksi, jumlah dewan
komisaris, jumlah komite audit, turn over dari direksi yang terdiri dari:
jumlah direksi masuk dan jumlah direksi keluar, serta kualitas audit
terhadap prediksi financial distress secara parsial. Pengaruh tersebut
dianggap signifikan terhadap prediksi financial distress apabila
signifikansi lebih kecil atau sama dengan 5% (0,05). Hasil uji wald
yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10 Uji Wald Variables in the Equation
a. Variable(s) entered on step 1: JUMLAHDEWANDIREKSI, JUMLAHDEWANKOMISARIS,
JUMLAHKOMITEAUDIT, JUMLAHDIREKSIMASUK, JUMLAHDIREKSIKELUAR,
KUALITASAUDIT.
Sumber: Output SPSS 2016, Data Diolah
1. Jumlah dewan direksi (X1) menunjukkan nilai koefisien sebesar
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 1a JUMLAHDEWANDIREKSI -.842 .273 9.480 1 .002 .431
-0,842 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari
0,005 (5%) artinya dapat disimpulkan bahwa variabel ini secara
parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial
distress.
2. Jumlah dewan komisaris (X2) menunjukkan nilai koefisien sebesar
0,188 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,231 lebih besar dari
0,005 (5%) artinya dapat disimpulkan bahwa variabel ini secara
parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial
distress.
3. Jumlah komite audit (X3) menunjukkan nilai koefisien sebesar
- 0,709 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,179 lebih besar dari
0,005 (5%) artinya dapat disimpulkan bahwa variabel ini secara
parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial
distress
4. Turn over dari direksi
a. Jumlah direksi masuk (X4a) menunjukkan nilai koefisien
sebesar 0,255 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,450 lebih
besar dari 0,005 (5%) artinya dapat disimpulkan bahwa
variabel ini secara parsial tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap financial distress
b. Jumlah direksi keluar (X4b) menunjukkan nilai koefisien
sebesar -0,283 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,464 lebih
variabel ini secara parsial tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap financial distress
5. Kualitas Audit menunjukkan nilai koefisien sebesar -2,470 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,005 (5%)
artinya dapat disimpulkan bahwa variabel ini secara parsial
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial
distress.
4.3 Pembahasan
4.3.1Pengaruh Jumlah Dewan Direksi terhadap Financial Distress
Variabel independen jumlah dewan direksi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kondisi financial distress. Artinya semakin besar
jumlah dewan direksi di dalam sebuah perusahaan maka akan semakin
kecil kemungkinan suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan
(financial distress). Dewan direksi bertugas dalam mengelola
perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan dan memastikan
kesinambungan usaha perusahaan, termasuk dalam hal memonitor
proses pelaporan keuangan sehingga dengan semakin banyaknya
jumlah dewan direksi dalam perusahaan maka akan semakin efektif di
dalam menjalankan tugasnya dan akan meminimalisir kemungkinan
perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress).
Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya, yaitu penelitian
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2006) yang
mengatakan bahwa jumlah dewan direksi memiliki perngaruh yang
positif dan signifikan terhadap kemungkinan perusahaan mengalami
kondisi financial distress.
4.3.2 Pengaruh Jumlah Dewan Komisaris terhadap Financial Distress
Variabel independen jumlah dewan komisaris tidak memiliki pengaruh
dan tidak signifikan terhadap kondisi financial distress. Jumlah dewan
komisaris tidak berpengaruh signifikan pada perusahaan pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2015
menunjukkan bahwa variabel jumlah dewan komisaris tidak menjadi
prediktor yang tepat dalam mengukur financial distress. Penelitian ini
menunjukkan bahwa berapapun jumlah dewan komisaris tidak memiliki
perbedaan dalam mempengaruhi potensi perusahaan mengalami kondisi
kesulitan keuangan (financial distress). Dewan komisaris berperan
dalam mengawasi kinerja dewan direksi. Namun efektivitas dan
efisiensi pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak
bergantung dari jumlah dewan komisaris melainkan dari independensi
dewan komisaris itu sendiri. (Yudha dan Fuad, 2013). Penelitian ini
memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yudha dan
Fuad (2013), namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wardhani (2006) yang mengatakan bahwa jumlah dewan
kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial
distress) dan juga penelitian yang dilakukan oleh Bodroastuti (2009)
yang mengatakan bahwa jumlah dewan komisaris memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap financial distress.
4.3.3 Pengaruh Jumlah Komite Audit terhadap Financial Distress
Variabel independen jumlah komite audit tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kondisi perusahaan mengalami kesulitan keuangan
(financial distress). Komite audit merupakan komite bentukan dewan
komisaris yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada
dewan dengan melihat setiap masalah keuangan dan operasi
perusahaan. Namun, jumlah komite audit kurang mampu menunjang
efektivitas kinerja dari komite audit tersebut. Hal ini karena terdapat
beberapa perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2011-2015 yang memiliki jumlah anggota komite
audit kurang dari atau lebih dari ketentuan yang telah diatur melalui
Keputusan Ketua Bapepam No:KEP-29/PM/2004 tentang pembentukan
dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit yang menyebutkan bahwa
jumlah komite audit minimal tiga orang yang seluruhnya adalah
anggota independen. Namun terlihat dari analisis deskriptif bahwa
minimal anggota komite audit jumlahnya 0 dan maksimal jumlahnya 6
orang. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah anggota komite audit
Penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Niarachma (2012) dan Nuresa dan Hadiprajitno (2013). Namun,
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sastriana dan Fuad
(2013) yang menyatakan bahwa ukuran komite audit memiliki pengaruh
yang negatif dan signifikan terhadap kemungkinan perusahaan
mengalami kondisi financial distress.
4.3.4 Pengaruh Turn Over dari Direksi (Jumlah Direksi Masuk dan Jumlah Direksi Keluar) terhadap Financial Distress
Variabel independen turn over dari direksi (jumlah direksi masuk dan
jumlah direksi keluar) tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kondisi perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial
distress), hal ini disebabkan karena kondisi sehatnya atau tidaknya
sebuah perusahaan bukan diakibatkan oleh banyak tidaknya direksi
yang masuk ataupun keluar, namun lebih disebabkan oleh hal-hal lain
seperti profesionalisme, pengalaman yang memadai, dan kemampuan
untuk menjalankan power yang dimiliki oleh direksi dalam mengelola
perusahaan. (Tjager, dkk, 2003:177). Penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Bodroastuti (2009)
namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani
(2006) menyatakan bahwa tingkat turn over dari direksi mempengaruhi
kemungkinan suatu perusahaan mengalami financial distress, dimana
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress dan semakin
besar jumlah direksi yang keluar maka kemungkinan perusahaan
terkena financial distress semakin besar pula.
4.3.5 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Financial Distress
Variabel independen kualitas audit memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap kemungkinan perusahaan mengalami kondisi
kesulitan keuangan (financial distress). Artinya, semakin perusahaan
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik big four dan partnernya di
Indonesia maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami
kesulitan keuangan (financial distress). Kualitas audit yang baik
diasumsikan bahwa auditor akan dapat menemukan dan melaporkan
pelanggaran dalam sistem akuntansi dengan pengetahuan dan keahlian
auditor melalui opini yang diberikan sehingga dapat dilakukan tindakan
untuk memperbaiki kondisi perusahaan demi terhindar dari kondisi
kesulitan keuangan (financial distress). Penelitian ini mendukung
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mekanisme corporate governance, yang terdiri dari: jumlah dewan
direksi, jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit, turn over dari
direksi (jumlah direksi masuk dan jumlah direksi keluar) dan kualitas audit
secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial
distress pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2011-2015.
2. Secara parsial jumlah dewan direksi dan kualitas audit memiliki pengaruh
yang negatif dan signifikan terhadap financial distress sementara jumlah
dewan komisaris, jumlah komite audit, dan turn over dari direksi (jumlah
direksi masuk dan jumlah direksi keluar) tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap financial distress pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2015.
5.2 Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian dengan
pembahasan yang sama.
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel penelitian
dari seluruh perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
dan menambah periode penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat
menggambarkan kondisi yang sesungguhnya yang terjadi dalam jangka
panjang.
2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel lainnya
sehingga penelitian lebih mampu untuk memprediksi kemungkinan
perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Financial Distress
2.1.1.1 Pengertian Financial Distress
Definisi kesulitan keuangan menurut Peraturan Pencatatan
Saham Shanghai Stock Exchange (SHSE) dan Shenzhen Stock
Exchange (SZSE) tahun 2001 dalam Fachrudin (2008: 5) adalah situasi
keuangan yang tidak normal. Suatu perusahaan berada dalam keadaan
situasi yang tidak normal bila perusahaan tersebut menghadapi salah
satu dari situasi-situasi ini, yaitu: laba bersih selama dua tahun terakhir
negatif, nilai saham bersih kurang dari face value saham dalam dua
tahun terakhir, auditor memberi opini adverse atau disclaimer pada
laporan keuangan tahun terakhir, nilai kepemilikan ekuitas yang diakui
auditor dan departemen terkait kurang dari nilai modal yang tercatat
pada dua tahun terakhir, dan situasi tidak normal lainnya.
Elloumi dan Gueyie (2001) mengkategorikan perusahaan yang
mengalami financial distress apabila memiliki Earning Per Share
(EPS) yang negatif selama beberapa tahun berturut-turut. Menurut Plat
dan Plat (2002) financial distress adalah tahap penurunan kondisi
keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan sebelum terjadinya
financial distress sebagai suatu kondisi dimana perusahaan mengalami
delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut
serta perusahaan tersebut telah di merger.
Menurut Brahmana (2007) kesulitan keuangan terjadi karena
kurangnya kemampuan entitas dalam mengerjakan dan menjaga
stabilitas kinerja keuangan sehingga mengakibatkan suatu entitas
berada dalam kondisi kerugian operasional dan laba bersih negatif
untuk periode bersangkutan. Sementara menurut Suciati (2008)
perusahaan mulai mengalami financial distress ketika arus kas operasi
perusahaan tidak mencukupi pemenuhan kewajiban jangka pendek,
seperti pembayaran bunga kredit yang telah jatuh tempo.
Selanjutnya dalam penelitian ini, mengacu pada definisi
financial distress menurut Elloumi dan Gueyie (2001) yaitu dimana
perusahaan yang mengalami kondisi financial distress apabila
perusahaan tersebut memiliki nilai Earning Per Share (EPS) yang
negatif selama beberapa tahun.
2.1.1.2 Bentuk-Bentuk Financial Distress
Secara umum terdapat beberapa macam kondisi perusahaan
yang mengalami financial distress (Brigham dan Gapenski, 1997),
1. Economic Failure
Economic Failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost
of capital. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur
mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat
pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada
suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan
dapat juga menjadi sehat secara ekonomi.
2. Business Failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan
operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.
3. Technical Insolvency
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika
tidak dapat memenuhi kewajiban lancer ketika jatuh tempo.
Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan
kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu,
perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya atau survive. Di sisi
lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi,
ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan
(financial disaster).
4. Insolvency in Bankruptcy
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvency in bankruptcy
daripada technical insolvency karena umumnya ini adalah tanda
economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis.
Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu
terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum.
5. Legal Bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan
tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
Dengan demikian ketidakmampuan dan kegagalan yang
dihadapi oleh suatu perusahaan merupakan inkompetensi manajemen
dalam mengelola perusahaan menghadapi lingkungan eksternal
perusahaan.
2.1.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial
distress pada suatu perusahaan, baik faktor yang berasal dari
lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal perusahaan.
Menurut Lizal (2002) dalam Fachrudin (2008) mengelompokkan
penyebab-penyebab financial distress yang dinamai dengan Model
Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Ada
tiga alasan yang menyebabkan perusahaan mengalami financial
1. Neoclassical model
Financial distress terjadi ketika alokasi sumber daya tidak tepat.
Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba
rugi. Misalnya dengan rasio profit terhadap assets (untuk mengukur
profitabilitas), dan liabilities terhadap assets
2. Financial model
Financial distress ditandai dengan adanya struktur keuangan yang
salah dan menyebabkan batasan likuiditas (liquidity constraints). Hal
ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam
jangka panjang, namun demikian perusahaan tersebut harus bangkrut
juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak
sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama
kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini
kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini
mengestimasi financial distress dengan indikator keuangan atau
indikator kinerja seperti rasio turnover terhadap total assets, revenues
terhadap turnover, profit margin, stock turnover, receivables turnover,
ROA, dan ROE.
3. Corporate governance model
Kondisi financial distress menurut corporate governance model adalah
ketika perusahaan memiliki susunan aset yang tepat dan struktur
keuangan yang baik namun dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan
konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tidak
terpecahkan.
2.1.1.4 Akibat Financial Distress
Kerugian utama perusahaan yang mempunyai tingkat hutang
yang lebih tinggi adalah peningkatan resiko kesulitan keuangan, dan
akhirnya likuidasi. Hal ini mungkin mempunyai pengaruh merugikan
bagi pihak pemilik ekuitas dan hutang (NetTel Africa, 2002 dalam
Fachrudin, 2008), akibat financial distress adalah sebagai berikut:
1. Risiko biaya kesulitan keuangan mempunyai dampak negatif
terhadap nilai perusahaan yang meng-offset nilai pembebasan
pajak atas peningkatan level hutang.
2. Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi ketika
kesulitan, hubungannya dengan supplier, pelanggan, pekerja,
dan kreditor menjadi rusak parah.
3. Supplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin lebih
berhati-hati, atau bahkan menghentikan pasokan sama sekali,
jika mereka yakin tidak ada kesempatan peningkatan perusahaan
dalam beberapa bulan.
4. Pelanggan mungkin mengembangkan hubungan dengan suplier
mereka, dengan merencanakan sendiri produksi mereka dengan
5. Situasi financial distress mungkin akan membuat pekerja
kurang termotivasi jika mereka merasa semakin gelisah dalam
bekerja dan prospek untuk maju sangat sedikit.
6. Bank dan pemberi pinjaman lain akan cenderung melihat
dengan prejudiced eye atas pinjaman lanjutan yang diajukan
perusahaan yang mengalami financial distress.
2.1.1.5 Mengatasi Financial Distress
Plat dan Plat (2002) juga menyatakan kegunaan informasi jika
suatu perusahaan mengalami financial distress adalah dapat
mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum
terjadinya kebangkrutan, pihak manajemen dapat mengambil tindakan
merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar
hutang dan mengelola perusahaan agar lebih baik dan memberikan
tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan
datang.
Perusahaan yang menghadapi financial distress umumnya
menanggapi atau merespon dengan tindakan-tindakan seperti:
pengurangan dividen, pengurangan tenaga kerja, dan menutup pabrik
atau divisi, ada juga kemungkinan bahwa direktur utama akan
mengundurkan diri (Turetsky dan McEwen, 2001 dalam Fachrudin,
2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory)
Untuk memudahkan pemahaman mengenai corporate governance
maka cara yang digunakan adalah dengan memahami teori keagenan (agency
theory). Teori ini memberikan pemahaman analisis untuk dapat mengkaji
pengaruh dari hubungan agent dengan principal atau principal dengan
principal. Principal adalah pihak yang memercayakan sumber daya atau
modal yang dimilikinya kepada pihak lain, seperti pemegang saham
(shareholder), pemberi kredit, pemilik lahan dan masyarakat. Sedangkan
agent adalah pihak yang menerima sumber daya untuk dikelola bagi
kepentingan pemiliknya, seperti direksi dan manajemen.Teori keagenan
muncul setelah adanya pemisahan kepemilikan dengan pengelolaan
perusahaan. Teori Keagenan pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan
Meckling pada tahun 1976.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Niarachma (2012) mendefinisikan
agency theory sebagai hubungan kontraktual antara satu atau lebih pihak
yaitu prinsipal dan agen, dimana pemilik perusahaan atau investor menunjuk
agen sebagai manajemen yang mengelola perusahaan atas nama pemilik
melibatkan juga pendelegasian wewenang untuk pengambilan keputusan
kepada manajemen. Manajemen diharapkan dapat mengoptimalkan sumber
daya yang ada secara maksimal untuk menyejahterakan pemilik baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Agency theory didasarkan pada
keyakinan bahwa agen-agen individu akan memilih tindakan yang
kemungkinan adanya konflik kepentingan antara manajer dan pemegang
saham.
Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengelolaan
perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini
sejalan dengan konsep teori keagenan yang menekankan pentingnya pemilik
perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
tenaga-tenaga professional (agent) yang lebih mengerti menjalankan bisnis.
Tujuan dari pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan agar pemilik
perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya
yang seefisien mungkin sehubungan dengan dikelolanya perusahaan oleh
tenaga-tenaga professional. Dan pemilik perusahaan (pemegang saham)
bertugas dalam memonitoring jalannya perusahaan yang dikelola oleh
manajemen serta mengembangkan insentif bagi manajemen untuk
memastikan mereka bekerja dengan baik.
Namun, disisi lain ada juga dampak negatif yang ditimbulkan dari
pemisahan pengelola dan pemilik perusahaan. Menurut Sutedi (2012:14)
pemisahan pengelola dan pemilik perusahaan mengakibatkan keleluasaan
pengelola manajemen perusahaan untuk memaksimalkan laba perusahaan
bisa mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan pengelolanya
sendiri dengan beban dan biaya yang ditanggung oleh pemilik perusahaan.
Disamping itu, pemisahan ini lebih lanjut akan menimbulkan kurangnya
transparansi dalam penggunaan dana dan juga pengungkapan hasil kinerja
Meckling (1976) dalam Niarachma (2012) mengungkapkan bahwa pemilik
dapat membatasi perbedaan kepentingan dengan memberikan insentif yang
sesuai kepada agent dalam hal ini manajemen dan dengan mengeluarkan
biaya monitoring tersebut maka pemilik perusahaan berusaha untuk
membatasi kemungkinan adanya kegiatan menyimpang yang dilakukan oleh
agent.
Konflik yang muncul dari pemisahan antara pemilik dan pengelola
perusahaan dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Dengan demikian diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat
mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Mekanisme
corporate governance bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan sehingga dengan adanya mekanisme corporate
governance yang baik diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan
konfik yang terjadi antara pihak agent dan principal. Selain itu, corporate
governance juga diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk membantu
shareholder dalam memantau perusahaan.
2.1.3 Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Isu mengenai Corporate Governance telah muncul di Indonesia sejak
tahun 1997, dikarenakan banyak ahli yang berpendapat bahwa kelemahan di
dalam Corporate Governance adalah sumber utama penyebab krisis ekonomi
pada saat itu. Kemudian pada tahun 1998, Indonesia mulai menerapkan
Intent (LOI) dengan International Monetary Fund (IMF), dimana salah satu
bagian pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan
perusahaan-perusahaan di Indonesia (Sutedi, 2012:3).
2.1.3.1. Pengertian Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002
mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders lainnya berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika. IICG (The Indonesian Institute For
Corporate Governance) mendefinisikan corporate governance adalah
serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu
perusahaan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan.
Sementara FCGI (Forum Corporate for Indonesia) mendefinisikan
corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, manajemen, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern maupun
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka
menciptakan nilai tambah bagi seluruh pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dari perusahaan.
Menurut Sutedi (2012:1) Corporate governance dapat
didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan
pengawas, dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan
nilai-nilai etika. Corporate Governance biasanya mengacu pada
sekumpulan mekanisme yang mempengaruhi keputusan yang akan
diambil oleh manajer ketika ada pemisahan antara kepemilikan dan
pengendalian beberapa dari pengendalian ini terletak pada fungsi dari
dewan direksi, pemegang saham institusional, dan pengendalian dari
mekanisme pasar (Larcker et al., 2005 dalam Wardhani, 2006).
Kaen (2003) dalam Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa
corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who)
yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan
mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya
korporasi. Yang dimaksud dengan “siapa” adalah para pemegang
saham, sedangkan ”mengapa” adalah karena adanya hubungan antara
pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap