• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. laurentii) Terhadap Mencit Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. laurentii) Terhadap Mencit Jantan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

48

Lampiran 1 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan

(2)

49

Lampiran 2 Hasil determinasi tumbuhan daun Lidah mertua (Sansevieria

trifasciata var.laurentii)

(3)

50

Lampiran3 Gambar hasil makroskopik

Daun lidah mertua segar

Potongan daun lidah mertua Simplisia daun lidah mertua

Serbuk simplisia daun lidah mertua

(4)

51

Lampiran 4 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia serbuk simplisia

daun lidah mertua (Rahimah, 2015)

No. Jenis Pemeriksaan Hasil

1. Alkaloid -

2. Flavonoid +

3. Glikosida +

5. Saponin +

6. Tanin +

7. Steroid +

(5)

52

Lampiran 5 Bagan Kerja Penelitian

Dipisahkan dari pengotornya

Dicuci,ditiriskan dipotong dan ditimbang Dikeringkan dalam lemari pengering

Ditimbang

Dihaluskan menggunakan blender

Dimaserasi menggunakan etanol 96%

Diuji antidiabetes Daun Lidah mertua

Simplisia

Serbuk Simplisia

EEDLM

Hasil

(6)

53 Berat serbuk 300 gram

Lampiran 5 Bagian kerja penelitian (lanjutan)

Bagan pembuatan EEDLM

dimasukkan ke wadah ditambahkan etanol 96% dibiarkan selama 5 hari disaring

direndam kembali dengan etanol 96%,biarkan selama 2 hari disaring

diuapkan menggunakan rotavorator (suhu 40oC) diuapkan diatas waterbath (40oC)

disaring

Maserat Ampas

maserat Ampas

Ekstrak kental

(7)

54

Lampiran 5 Bagan kerja penelitian(lanjutan)

Bagan pengerjaanuji efek antidiabetes daun lidah mertua dengan toleransi glukosa

Dipuasakan semua mencit selama 16 – 18 jam Diukur KGD puasa mencit (70 – 110 mg/dl)

Diberikan perlakuan sebagai berikut; Kelompok 1 : Kontrol (Na-CMC 0,5%) Kelompok 2 : EEDLM 100 mg/kgbb Kelompok 3 : EEDLM 150 mg/kgbb Kelompok 4 : EEDLM 200 mg/kgbb Kelompok 5 : Metformin 65 mg/kgbb

Diberikan larutan glukosa 30 menit kemudian

Diukur KGD puasa mencit tiap 30 menit selama 2 jam Mencit

Hasil

(8)

55

Lampiran 5 Bagan kerja penelitian(lanjutan)

Bagan pengerjaanuji efek antidiabetes daun lidah mertua dengan induksi aloksan

Dipuasakan semua mencit selama 16 – 18 jam Diukur KGD puasa (70 – 110 mg/dl)

Diberikan suntikan aloksan 150 mg/kgbb Ditunggu kenaikan KGD selama 3 hari Diukur KGD hiperglikemik > 200mg/dl

Diberikan perlakuan selama 21 hari dihitung dari hari ke-1 Kelompok 1 : Kontrol (Na-CMC 0,5%)

Kelompok 2 : EEDLM 100 mg/kgbb Kelompok 3 : EEDLM 150 mg/kgbb Kelompok 4 : EEDLM 200 mg/kgbb Kelompok 5 : Metformin 65 mg/kgbb

Diukur KGD hari ke- 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, dan 21 Mencit

Mencit Hiperglikemik

Kadar Glukosa Darah

(9)

56

Lampiran 6 Gambar alat-alat yang digunakan

A

BC

Keterangan: A = Glukometer (Easy Touch GCU) B = Wadah Penyimpanan Test Strip C = Test Strip

(10)

57

Lampiran 7 Tabel maksimum Larutan sediaan uji hewan

Volume maksimum larutan uji yang dapat diberikan pada beberapa hewan uji

Jenis Hewan Uji

Volume maksimum (mL) sesuai jalur pemberian

i.v. i.m. i.p. s.c. p.o.

Mencit (20-30

g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

Tikus (200 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0

Hamster (50 g) - 0,1 2-5 2,5 2,5

Marmut (250 g) - 0,25 2-5 5,0 10,0

Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0

Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0

Anjing (5 kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0

(11)

58

Lampiran 8 Tabel Konversi Dosis Hewan dengan Manusia (Syamsudin dan

Darmono, 2011) Mencit

(20 g)

Tikus (200 g)

Marmut (400 g)

Kelinci (1,2 kg)

Kera (4 kg)

Anjing (12 kg)

Manusia (70 kg) Mencit

(20 g)

1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9

Tikus (200 g)

0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmut (400 g)

0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci (1,2 kg)

0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera (4 kg)

0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing (12 kg)

0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia (70 kg)

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0

(12)

59

Lampiran 9 Contoh perhitungan dosis

Contoh perhitungan volume larutan induksi aloksan yang diambil untuk dipakai secara intraperitoneal (i.p.) pada hewan uji mencit

- Dosis induksi aloksan untuk mencit = 150 mg/kg bb (i.p.)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara i.p. adalah 1 mL (ada di Lampiran)

- Konsentrasi larutan induksi aloksan yang dibuat = 150 mg / 10 ml - Berapa volume larutan induksi aloksan yang akan diinduksikan? - Mis : BB Mencit = 20 g

a. Jumlah agen induksi yang diberikan = 150 mg/kg x 20 g = 3 mg

c. Volume larutan yang diberi = 3 mg x

150mg 10 mg = 0,2 mL

maka volume larutan induksi aloksan yang diambil sebanyak 0,2 mL.

(13)

60

Lampiran 9 (lanjutan)

Contoh perhitungan dosis glibenklamid yang akan diberikan pada mencit secara per oral (p.o.)

- Dosis maksimum untuk manusia dewasa = 5 mg – 20 mg

- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis untuk hewan uji ‘Mencit’ dikali 0,0026 (lihat Lampiran 8 halaman 58)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara per oral (p.o.) adalah 1 mL (lihat lampiran 7 halaman 57 )

a. Berapa dosis glibenklamid (dalam mg/kg bb) untuk mencit? - Dosis glibenklamid untuk mencit (20 g) = (5mg – 20mg) x0,0026

- Dosis glibenklamid untuk mencit (20 g) = 0,013mg – 0,052 mg, maka dosis glibenklamid yang digunakan =0,013 mg untuk mencit 20 g

- Jadi, dosis (mg/kg bb) 0,013 mg= 20 g 1 kg

X

X = 0,013 mg 20 g

x 1 kg

X = 0,65 kg - Maka dosis glibenklamid adalah 0,65 mg/kg bb

b. Berapa jumlah dan volume suspensi glibenklamid yang diberikan untuk mencit?

- Menurut FI edisi III, penetapan kadar tablet = 20 Tablet, maka diambil 20 tablet glibenklamid, digerus dan ditimbang berat totalnya 4120 mg

- Berat bahan aktif dalam 20 tablet glibenklamid adalah = 5 mg x 20 tab=100 mg

(14)

61 - Serbuk glibenklamid yang dibutuhkan

0,65 mg=

100 mg4120 mg X X

X = 0,65 mg

100 mg x 4120 mg

X = 26 ,78 mg ≈ 27 mg

- 27 mg serbuk glibenklamid ditambahkan dengan suspensi Na-CMC sampai 10,0 mL.

(15)

62

Lampiran 9 (lanjutan)

Contoh perhitungan dosis metformin yang akan diberikan pada mencit secara per oral (p.o.)

- Dosis maksimum untuk manusia dewasa = 5 mg – 20 mg

- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis untuk hewan uji ‘Mencit’ dikali 0,0026 (lihat Lampiran 8 halaman 58)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara per oral (p.o.) adalah 1 mL (lihat lampiran 7 halaman 57 )

a. Berapa dosis metformin (dalam mg/kg bb) untuk mencit? - Dosis metformin untuk mencit (20 g) = (5mg – 20mg) x0,0026

- Dosis metformin untuk mencit (20 g) = 0,013mg – 0,052 mg, maka dosis metformin yang digunakan =0,013 mg untuk mencit 20 g

- Jadi, dosis (mg/kg bb) 0,013 mg= 20 g 1 kg

X

X = 0,013 mg 20 g

x 1 kg

X = 0,65 kg - Maka dosis metformin adalah 0,65 mg/kg bb

b. Berapa jumlah dan volume suspensi metformin yang diberikan untuk mencit?

- Menurut FI edisi III, penetapan kadar tablet = 20 Tablet, maka diambil 20 tablet metformin, digerus dan ditimbang berat totalnya 4120 mg

- Berat bahan aktif dalam 20 tablet metformin adalah = 5 mg x 20 tab=100 mg

(16)

63 - Serbuk metformin yang dibutuhkan

0,65 mg=

100 mg4120 mg X X

X = 0,65 mg

100 mg x 4120 mg

X = 26 ,78 mg ≈ 27 mg

- 27 mg serbuk metformin ditambahkan dengan suspensi Na-CMC sampai 10,0 mL.

(17)

64

Lampiran 9 (lanjutan)

Contoh perhitungan dosis ekstrak etanol daun lidah mertua yang akan diberikan pada mencit diabetes

- Dosis suspensi ekstrak etanol daun lidah mertua yang akan dibuat adalah 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb.

a. Uraian pembuatan suspensi ekstrak etanol daun Lidah mertua:

Timbang 100 mg, 150 mg, dan 200 mg ekstrak etanol daun Lidah mertua, masing-masing dilarutkan dalam 10 mL suspensi CMC.

b. Berapa volume suspensi ekstrak daun lidah mertua yang akan diberikan pada mencit diabetes?

Mis :BB Mencit = 20 g

Jumlah EEDLM dosis 100 mg/kg bb = 20 g 1000 g

x 100 mg = 2 mg

Volume larutan yang diberi = 2 mg 100 mg

x 10 mL = 0,2 mL

Jumlah EEDLM dosis 150 mg/kg bb = 20 g 1000 g

x 150 mg = 3 mg

Volume larutan yang diberi = 3 mg 150 mg

x 10 mL = 0,2 mL

Jumlah EEDLM dosis 200 mg/kg bb = 20 g 1000 g

x 200 mg = 4 mg

Volume larutan yang diberi = 4 mg 200 mg

x 10 mL = 0,2 mL

(18)

65

Lampiran 10 Signifikansi penurunan KGD rata-rata metode uji toleransi glukosa

Kelompok

KGD±SD setelah perlakuan Waktu (menit) Keterangan : * = adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol

# = tidak adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok pembanding glibenklamid 0,65 mg/kg bb

(19)

66

Lampiran 11 Hasil uji ANOVA KGD puasa mencit normal sebelum diinduksi

aloksan dosis 150 mg/kg bb

(20)

67

Lampiran 12 Data penurunan KGD mencit induksi aloksan

1. KGD mencit setelah pemberian suspensi CMC-Na 0,5% Kelompok 1

(21)

68

Lampiran 12 Data penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

2. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDLM 100mg/kg bb

Kelompok 2

(22)

69

Lampiran 12 Data penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

3. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDLM 150mg/kg bb

Kelompok 3

(23)

70

Lampiran 12 Data penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

4. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDLM 200mg/kg bb

Kelompok 4

(24)

71

Lampiran 12 Data penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

5. KGD mencit setelah pemberian suspensi Metformin 65 mg/kg bb Kelompok

(25)

72

Lampiran 13 Data persentase penurunan KGD mencit induksi aloksan

1. % Penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi CMC-Na 0,5% Kelompok 1

( Kontrol CMC- Na 0,5%)

% penurunan KGD Hari

ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

Hari ke-17

Hari ke-19

Hari ke- 21 1 -5,26 -6,93 -10,53 -16,34 -19,94 -24,10 -25,21 -27,70 -30,19 -28,53 2 -12,72 -15,09 -16,86 -21,30 -19,82 -29,29 -28,40 -34,02 -36,39 -37,87 3 -10,03 -17,48 -13,59 -25,57 -27,51 -30,74 -41,10 -43,69 -43,04 -36,25 4 -11,46 -10,84 -13,31 -15,48 -17,96 -21,98 -26,32 -29,41 -31,58 -30,03 5 3,67 -0,92 -5,81 -12,84 -17,13 -16,21 -21,10 -25,69 -34,25 -32,11

Rata - rata -7,16 -10,25 -12,02 -18,31 -20,47 -24,46 -28,43 -32,10 -35,09 -32,96

SD 6,68 6,60 4,14 5,08 4,12 5,86 7,57 7,17 5,05 3,99

(26)

73

Lampiran 13 Data % Penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

2. % Penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDLM 100 mg/kg bb Kelompok 2

( EEDLM 100 mg/kg bb)

% penurunan KGD Hari

ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

Hari ke-17

Hari ke-19

Hari ke- 21

1 3,48 13,04 16,81 22,61 33,33 44,06 59,13 66,38 70,72 73,62

2 2,08 11,61 15,48 21,13 30,95 36,31 54,46 63,69 70,24 72,62

3 10,74 19,56 14,60 16,25 33,33 38,84 52,62 67,22 71,63 73,83

4 6,02 12,89 16,62 26,07 33,24 39,54 55,59 63,90 69,34 71,63

5 -1,49 7,16 3,28 8,66 25,37 30,45 50,15 65,37 70,45 71,04

Rata - rata 4,17 12,85 13,36 18,94 31,25 37,84 54,39 65,31 70,48 72,55

SD 4,57 4,44 5,70 6,75 3,44 4,99 3,36 1,53 0,83 1,21

(27)

74

Lampiran 13 Data % Penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

3. % Penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDLM 150 mg/kg bb Kelompok 3

( EEDLM 150 mg/kg bb)

% penurunan KGD Hari

ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

Hari ke-17

Hari ke-19

Hari ke- 21

1 17,96 21,55 22,65 31,77 39,78 54,97 66,57 72,65 73,48 76,52

2 10,12 8,04 22,02 29,17 34,23 54,17 59,82 68,15 73,51 75,30

3 9,04 14,29 20,12 30,90 34,11 52,77 62,97 70,55 77,84 73,47

4 4,64 14,20 25,51 29,28 37,39 50,43 60,00 73,33 74,49 79,42

5 -1,77 11,50 17,99 30,68 35,99 50,44 61,06 66,37 73,75 75,81

Rata - rata 8,00 13,92 21,66 30,36 36,30 52,56 62,09 70,21 74,61 76,10

SD 7,27 4,97 2,82 1,12 2,37 2,09 2,80 2,95 1,85 2,17

(28)

75

Lampiran 13 Data % Penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

4. % Penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDLM 200 mg/kg bb Kelompok 5

(EEDLM 200 mg/kg bb)

% penurunan KGD Hari

ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

Hari ke-17

Hari ke-19

Hari ke- 21

1 1,27 6,01 12,03 20,57 29,75 45,25 58,54 65,19 68,99 70,89

2 16,32 16,32 19,58 24,63 29,97 45,40 59,05 64,99 72,11 74,78

3 7,76 12,36 22,41 29,31 35,34 43,10 58,05 70,11 74,14 74,71

4 3,51 9,06 15,50 22,22 31,58 51,17 63,74 64,62 73,98 76,02

5 6,74 9,70 24,53 31,54 38,81 55,80 64,42 66,04 73,32 74,66

Rata - rata 7,12 10,69 18,81 25,65 33,09 48,14 60,76 66,19 72,50 74,21

SD 5,76 3,87 5,08 4,65 3,91 5,22 3,06 2,26 2,12 1,94

(29)

76

Lampiran 13 Data % Penurunan KGD mencit induksi aloksan (lanjutan)

5. % Penurunan KGD mencit setelah pemberian suspensi Metformin 65 mg/kg bb Kelompok 5

(Metformin 65 mg/kg bb)

% penurunan KGD Hari

ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

Hari ke-17

Hari ke-19

Hari ke- 21

1 7,48 20,50 26,32 31,02 39,61 53,19 64,27 70,36 75,35 78,12

2 12,64 21,91 24,72 33,71 44,10 50,28 63,20 72,75 74,72 75,28

3 10,85 17,30 25,22 27,57 39,30 52,49 62,76 68,04 73,31 74,49

4 5,41 18,32 21,62 23,42 31,23 52,25 59,16 72,37 73,87 72,97

5 12,99 17,51 30,79 32,77 40,40 51,69 64,12 71,47 72,88 74,86

Rata - rata 9,87 19,11 25,73 29,70 38,93 51,98 62,70 71,00 74,03 75,14

SD 3,32 2,01 3,32 4,22 4,71 1,09 2,08 1,90 1,01 1,88

(30)

77

Lampiran 14 Data selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan

1. Setelah pemberian suspensi CMC-Na 0,5%

Kelompok 1

Δ KGD setelah perlakuan Δ (Hari

0-awal)

Δ (Hari

3-awal)

Δ (Hari

5-awal)

Δ (Hari

7-awal)

Δ (Hari

9-awal)

Δ (Hari

11-awal)

Δ (Hari

13-awal)

Δ (Hari

15-awal)

Δ (Hari

17-awal)

Δ (Hari

19-awal)

Δ (Hari

21-awal)

1 318 312 318 331 352 365 380 384 393 402 396

2 252 295 303 309 324 319 351 348 367 375 380

3 222 253 276 264 301 307 317 349 357 355 334

4 243 280 278 286 293 301 314 328 338 345 340

5 249 237 252 268 291 305 302 318 333 361 354

Rata-rata 256,8 275,4 285,4 291,6 312,2 319,4 332,8 345,4 357,6 367,6 360,8

SD 36,16 30,50 25,65 28,31 25,82 26,36 32,06 25,31 24,14 22,09 26,48

(31)

78

Lampiran 14 Data selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan (lanjutan)

2. Setelah pemberian suspensi EEDLM 100 mg/kg bb

Kelompok 2

Δ KGD setelah perlakuan Δ (Hari

0-awal)

Δ (Hari

3-awal)

Δ (Hari

5-awal)

Δ (Hari

7-awal)

Δ (Hari

9-awal)

Δ (Hari

11-awal)

Δ (Hari

13-awal)

Δ (Hari

15-awal)

Δ (Hari

17-awal)

Δ (Hari

19-awal)

Δ (Hari

21-awal)

1 264 252 219 206 186 149 112 60 35 20 10

2 259 252 220 207 188 155 137 76 45 23 15

3 281 242 210 228 222 160 140 90 37 21 13

4 277 256 232 219 186 161 139 83 54 35 27

5 266 271 242 255 237 181 164 98 47 30 28

Rata-rata 269,4 254,6 224,6 223 203,8 161,2 138,4 81,4 43,6 25,8 18,6

SD 9,24 10,53 12,48 20,06 24,07 12,05 18,42 14,48 7,73 6,46 8,32

(32)

79

Lampiran 14 Data selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan (lanjutan)

3. Setelah pemberian suspensi EEDLM 150 mg/kg bb

Kelompok 3

Δ KGD setelah perlakuan Δ (Hari

0-awal)

Δ (Hari

3-awal)

Δ (Hari

5-awal)

Δ (Hari

7-awal)

Δ (Hari

9-awal)

Δ (Hari

11-awal)

Δ (Hari

13-awal)

Δ (Hari

15-awal)

Δ (Hari

17-awal)

Δ (Hari

19-awal)

Δ (Hari

21-awal)

1 284 219 206 202 169 140 85 43 21 18 7

2 265 231 238 191 167 150 83 64 36 18 12

3 268 237 219 199 162 151 87 52 26 1 16

4 265 249 216 177 164 136 91 58 12 8 -9

5 264 270 225 203 160 142 93 57 39 14 7

Rata-rata 269,2 241,2 220,8 194,4 164,4 143,8 87,8 54,8 26,8 11,8 6,6

SD 8,41 19,40 11,82 10,81 3,65 6,50 4,15 7,85 11,03 7,29 9,50

(33)

80

Lampiran 14 Data selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan (lanjutan)

4. Setelah pemberian suspensi EEDLM 200 mg/kg bb

Kelompok 4

Δ KGD setelah perlakuan Δ (Hari

0-awal)

Δ (Hari

3-awal)

Δ (Hari

5-awal)

Δ (Hari

7-awal)

Δ (Hari 9-awal)

Δ (Hari

11-awal)

Δ (Hari

13-awal)

Δ (Hari

15-awal)

Δ (Hari

17-awal)

Δ (Hari

19-awal)

Δ (Hari

21-awal)

1 241 237 222 203 176 147 98 56 35 23 17

2 269 214 214 203 186 168 116 70 50 26 17

3 267 240 224 189 165 144 117 65 23 9 7

4 266 254 235 213 190 158 91 48 45 13 6

5 294 269 258 203 177 150 87 55 49 22 17

Rata-rata 267,4 242,8 230,6 202,2 178,8 153,4 101,8 58,8 40,4 18,6 12,8

SD 18,77 20,51 17,05 8,56 9,73 9,69 13,99 8,70 11,39 7,23 5,76

(34)

81

Lampiran 14 Data selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan (lanjutan)

5. Setelah pemberian suspensi Metformin 65 mg/kg bb

Kelompok 5

Δ KGD setelah perlakuan Δ (Hari

0-awal)

Δ (Hari

3-awal)

Δ (Hari

5-awal)

Δ (Hari

7-awal)

Δ (Hari

9-awal)

Δ (Hari

11-awal)

Δ (Hari

13-awal)

Δ (Hari

15-awal)

Δ (Hari

17-awal)

Δ (Hari

19-awal)

Δ (Hari

21-awal)

1 284 257 210 189 172 141 92 52 30 12 2

2 262 217 184 174 142 105 83 37 3 -4 -6

3 271 234 212 185 177 137 92 57 39 21 17

4 265 247 204 193 187 161 91 68 24 19 22

5 283 237 221 174 167 140 100 56 30 25 18

Rata-rata 273 238,4 206,2 183 169 136,8 91,6 54 25,2 14,6 10,6

SD 10,12 14,99 13,83 8,69 16,81 20,15 6,02 11,20 13,52 11,41 11,99

(35)

82

Lampiran 15 Signifikansi persentase penurunan KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan

Kelompok Uji Hari ke-Metformin 65 mg/kg bb

0,001* Keterangan: * = adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol

#

= tidak adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok pembanding metformin 65 mg/kgbb

(36)

83

Lampiran 16 Signifikansi hasil selisih (delta) KGD rata-rata mencit yang diinduksi aloksan

Kelompok Keterangan: * = adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol

#

= tidak adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok pembanding metformin 65 mg/kgbb

(37)

45

DAFTAR PUSTAKA

Bamidele,0. Arokoyo, D.S. Akinnuga, A.M. dan Oluwarole, A.O. (2014). Antidiabetic effect of aqueous Extract of Basella alba leaves and metformin in alloxan-induced diabetic albino rats. African Journal of Biotechnology. Vol 13.Nigeria: Bowen University. Halaman 2457.

Dalimartha, S. (2007).Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Depok: Puspa Swara. Halaman 54-55.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia.Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33, 744.

Depkes RI. (1985). Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Halaman 7.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 297.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 9-10.

Depkes RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 21-22.

Dewi, R.K. (2014). Diabetes Bukan untuk Ditakuti. Jakarta: Penerbit Fmedia. Halaman 13-16.

Dipiro, J.T. Talbert, R.L. Yee, G.C. Matzke, G.R. Wells, B.G. Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach. New York: The McGraw-Hill. Halaman 1209-1211.

Fitrianingsih, S.P. dan Purwanti, L. (2012). Uji Efek Hipoglikemik Ekstrak Air Kulit Buah Pisang Ambon Putih (Musa (AAA Grup)) terhadap Mencit Model Hipoglikemik Galur Swiss Webster.Prosiding SnaPP2012: Sains, Teknologi, dan Kesehatan. Bandung: UNISBA. Halaman 75.

Gustaviani, R. (2007). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam: Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata MI. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Ketiga. Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1867.

Hariana, H.A. (2007). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri Kedua. Bogor: Penebar Swadaya. Halaman 106-108.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Halaman 526-527.

(38)

46

Kilvert, A. dan Fox, C. (2007).Bersahabat Dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penebar Plus. Halaman 17-20.

Lingga, L. (2005). Panduan Praktis Budidaya Sansevieria. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Halaman 1.

Luellmann, H. (2005). Color Atlas of Pharmacology. New York: Thieme. Halaman 1037, 1041.

Novrial, D. Sulistyo, H. Setiawati. (2012). Comparison of Honey, Glibenclamide, Metformin and Their Combination in the Streptozotocin Induced Diabetic Rat. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan.Purwokerto: FKIK UNSOED. Halaman 5.

Nugroho, A.E. (2006). Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi Dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Jurnal Biodiversitas UGM, Vol 7, No 4. Halaman 378-382.

Pour, P.S.(editor). (2006). Toxicology of the Pancreas. Boca Raton : Taylor and Francis Group. Halaman 552.

Pramono,S. (2008). Pesona Sansevieria. Jakarta: PT. Argomedia Pustaka. Halaman 13.

Qomariyah,N. Sarto,M. dan Pratiwi,R. (2012). Antidiabetic effect of a decoction of laves of Sansevieria trifasciata in alloxan-induced diabetic white rats (Rattus norvegicus L.). Jurnal Sains ITB, Vol 44, No 4. Halaman 308.

Rahimah, R. (2015). Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. laurentii).Skripsi.Medan : Fakultas Farmasi USU. Halaman 32,34.

Sastrapradja, S. (1997).Tanaman Hias. Bogor: Proyek Sumber Daya Ekonomi. Halaman 79.

Setiawan, D. (2006). Atlas Tumbuhan Indonesia. Jilid Keempat. Jakarta: Puspa Swara. Halaman 55.

Shetti, A.A. Sanakal, R.D., dan Kaliwal B.B. (2012). Antidiabetic Effect of Ethanolic Leaf Extract of Phyllanthus Amarusin Alloxan Induced Diabetic Mice. India: Asian Journal of Plant Science and Research, 2012, 2 (1): Halaman 11-15.

Subroto,A. (2006). Ramuan Herbal untuk Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 5-6.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K.M., dan Setiati, S. (2007).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid Ketiga.

(39)

47

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1852.

Syamsudin dan Darmono.(2011). Buku Ajar Farmakologi Eksperimental. Depok: UI Press. Halaman 21.

Tan, H.J., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting.Edisi keenam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Halaman 738-749.

Tandra, H. (2013). Life healty with Diabetes, Diabetes: diabetes Mengapa dan Bagaimana?. Jakarta: Rapha Publishing. Halaman 1-2.

Tjokroprawiro, A. (2007). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Melitus. Jakarta: Gramedia Pustaka. Halaman 10-11.

Utami, dan Lentera. (2003). Sehat dengan Ramuan Tradisional :Tanaman Obat untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Jakarta: Agro Media Pustaka. Halaman 5.

Whelan,A. dan Woodley,M. (1995). Pedoman Pengobatan. Diterjemahkan oleh: Santoso, B. Baiquni, K. W. Achmad, J. Maulidya. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Halaman 572.

Yuningsih, R. (2012). Pengobatan Tradisional di Unit Pelayanan Kesehatan.Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) SetJen DPR RI.Volume Keempat, No. 05.Halaman 9.

Zastrow, V.M., dan Bourne, R.H. (2001). Reseptor danFarmakodinamika Obat. Dalam Bertram G. Katzung (Editor). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 53.

(40)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, meliputi pengumpulan bahan tanaman, identifikasi tanaman, pembuatan simplisia,pembuatan ekstrak etanol daun lidah mertua, penyiapan hewan percobaan, pengujian aktivitas antidiabetes ekstrak etanol daun lidah mertua dengan metode uji toleransi glukosa dan induksi aloksan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 15.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lemari pengering, blender (Philip), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan (GW-1500), rotary evaporator(Heidolph WB 2000), glukometer (Easy Touch®GCU ) dan strip

glukotest(Easy touch®GCU strip test), spuit 1 mL, oral sonde, mortar, stamfer dan alat-alat gelas lainnya.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun lidah mertua. Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96% (destilasi), larutan NaCl 0,9 %, aloksan monohidrat (Sigma Aldrich), Na-CMC (Natrium-Carboxy Methyl Cellulose), Metformin (Kalbe), Glibenklamid (Indofarma) dan akuades (teknis).

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan 25-35 g dengan usia sekitar 2-3 bulan. Mencit ini sebelumnya telah diaklimatisasi selama satu minggu. Mencit diberi makan dan minum standar (Novrial dkk, 2012).

(41)

24

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia

3.3.1 Pengumpulan tanaman

Sampel yang digunakan adalah daun lidah mertua (Sansevieria trivasciata) yang masih segar. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan tanaman yang sama dari daerah lain. Sampel diambil di took tanaman hias (Jalan Sei Deli No.147, Sehati Florist), Medan.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA)Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun lidah mertuayang masih segar. Daun disortasi dari pengotor atau bahan asing lainnya lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan, dipotong-potong dan ditimbang (diperoleh berat basah sebesar 4.023 g). Selanjutnya, daun tersebut dikeringkan dalam lemari pengering sampai daun kering (ditandai bila diremas rapuh). Simplisia yang telah kering disortasi kembali dari pengotoran pengotoran lainnya, lalu diblender menjadi serbuk lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup, disimpan pada suhu kamar dan serbuk ditimbang (diperoleh berat kering 309 g) (Depkes RI., 1985).

3.3.4 Pemeriksaan karakteristik simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia yaitu pemeriksaan makroskopik, dilakukan pada daun segar dan simplisia terdiri dari pemeriksaan warna, rasa, ukuran dan bentuk daun lidah mertua.

(42)

25

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, (1979) caranya adalah sebagai berikut:

Sebanyak 500 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 3750mL (75 bagian) etanol, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas. Ampas diremaserasi dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 5 L(100 bagian). Pindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu 40°C, selanjutnya diuapkan di waterbath pada suhu 40°C sampai diperoleh ekstrak kental.

3.5 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi mencakup larutan aloksan, pembuatan suspensi Na-CMC 0,5 %, pembuatan suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb, pembuatan suspensi metformin dosis 65 mg/kg bb, pembuatan suspensi EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb,

3.5.1 Pembuatan Larutan Aloksan

Sebanyak 150 mg Aloksan dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% dibuat sebanyak 10 mL.

3.5.2Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5 %

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ±20 mL air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling,

(43)

26

dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 mL, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.

3.5.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb

Gerus 20 tablet glibenklamid, lalu timbang serbuk setara 0,65 mg glibenklamid. Masukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 mL. Perhitungan dosis glibenklamid dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 60.

3.5.4 Pembuatan Suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb

Gerus 20 tablet metformin, lalu timbang serbuk setara 65 mg metformin. masukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5 % b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 mL.Perhitungan dosis metformin dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 62.

3.5.5Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (EEDLM)

Dalam pengujian akan digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb. Sejumlah 100 mg, 150 mg, dan 200 mg ekstrak etanol daun lidah mertua dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5 % b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 mL.

3.6 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit putih jantan dengan berat badan 25 –35 g. Pada metode uji toleransi glukosa, sebanyak 25 ekor mencit dibagi dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Pada metode induksi aloksan sebanyak 25 ekor mencit dibagi dalam 5

(44)

27

kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum pengujian dikondisikan terlebih dahulu selama 1 minggu dengan kondisilingkungan, makanan, suhu, dan minuman yang sama. Setelah 1 minggu, dipilih mencit yang sehat ditandai dengan berat badan yang stabil atau meningkat.

3.7 Pengujian Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua

3.7.1 Penggunaan Blood Glucose Test Meter “Easy Touch®GCU”

Kadar glukosa darah diukur dengan alat glukometer menggunakan strip tes yang bekerja secara enzimatis.Alat ini bekerja secara elektro kimia, dengan mengubah sinyal kimia menjadi sinyal listrik untuk diteruskan ke pengolah data lalu di tampilkan beberapa detik kemudian pada layar.

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah pada penelitian ini adalah glukometer Easy Touch®GCU. Glukometer ini secara otomatis akan hidup ketika strip tesdimasukkan dan akan mati setelah strip tesdicabut atau tidak digunakan setelah beberapa menit.Kunci glukometer dipasang pada posisinya, lalu strip tesEasy Touch®GCU dimasukkan ke slotnya sehingga glukometer ini akan hidup secara otomatis, kemudian dicocokkan kode nomor yang muncul pada layar dengan yang ada pada vial strip tesEasy Touch®GCU. Tes strip yang dimasukkan pada glukometer pada bagian layar akan tertera angka yang harus sesuai dengan kode vial strip tesEasy Touch®GCU, kemudian pada layar monitor glukometer muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya dengan menyentuh 1 tetes darah yang keluar ke tes strip dan ditarik sendirinya melalui celah kapiler. Ketika celah kapiler pada strip terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah secara otomatis dan nilai KGD ditampilkan dalam konsentrasi mg/ dL.

(45)

28

3.7.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD)

Sebelum percobaan dilakukan, diukur KGD mencit dimana KGD yang diukur adalah KGD puasa yaitu mencit dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum) selama 16 jam sebelum percobaan. Masing-masing mencit diukur dengan diambil darah mencit melalui pembuluh darah vena.Darah yang keluar diteteskan pada glukometer.Angka yang tampil pada layar dicatat sebagai KGD (mg/dL).

3.7.3 Pengujian Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua(EEDLM) dengan Metode Toleransi Glukosa

Mencit putih jantan sebanyak 25 ekor dengan berat badan 25 – 35 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, diukur kadar glukosa darah (KGD) puasa, dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, yang masing –masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dan diberi perlakuan secara per oral, sebagai berikut:

Kelompok I : Mencit diberikan suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Kelompok II : Mencit diberikan suspensi EEDLM dosis 100 mg/kg bb Kelompok III : Mencit diberikan suspensi EEDLM dosis 150 mg/kg bb Kelompok IV : Mencit diberikan suspensi EEDLM dosis 200 mg/kg bb Kelompok V : Mencit diberikan suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb

Setiap kelompok yang telah diberikan sediaan uji, 30 menit kemudian diberikan larutan glukosa 50% dengan dosis 1% bb, kemudian dilakukan pengukuran KGD pada menit ke-30, 60, 90 dan 120 setelah pemberian larutan glukosa dengan menggunakan alat ukur glukometer (Fitrianingsih dan Purwanti, 2012).

(46)

29

3.7.4 Pengujian Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (EEDLM) Metode Induksi Aloksan

Mencit jantan putih sebanyak 25 ekor dengan berat badan 25 – 35 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan kadar glukosa darah puasa, kemudian masing-masing mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara intraperitoneal lalu diukur kadar glukosa darah pada hari ketiga hingga hari berikutnya sampai menunjukkan kenaikan. Mencit diberi makanan dan minuman seperti biasa, diamati tingkah laku mencit dan bobot badan.mencit dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah puasa ≥ 200 mg/dL (Shetti dkk, 2012). dan telah dapat digunakan untuk pengujian. Selanjutnya disebut sebagai mencit diabetes.

Mencit diabetes yang sudah dapat digunakan dan diukur kadar glukosa darahnya, dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dan diberi perlakuan secara per oral, sebagai berikut:

Kelompok I : Mencit diberikan suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Kelompok II : Mencit diberikan suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb Kelompok III : Mencit diberikan suspensi EEDLM dosis 100 mg/kg bb Kelompok IV : Mencit diberikan suspensi EEDLM dosis 150 mg/kg bb Kelompok V : Mencit diberikan suspensi EEDLM dosis 200 mg/kg bb

Kelima kelompok diberi perlakuan selama 3 minggu berturut-turut.(Bamidele dkk, 2014).Selanjutnya pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19 dan ke-21 menggunakan alat ukur glukometer.

(47)

30

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis Statistik ini menggunakan program SPSS 15.

(48)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap potongan daun segar lidah mertua diperoleh bentuk agak berdaging, permukaan licin, dengan organoleptik warna hijau tua dengan corak belang-belang dan kuning cerah, memiliki rasa dan bau yang khas. Gambar potongan daun segar lidah mertua dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 50.

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun lidah mertua diperoleh bentuk melengkung dengan sebagian menggulung, tipis dan bila diremas rapuh, permukaan kasar dan berkerut, dengan organoleptik warna hijau dan kuning cerah pada sampel segar menjadi warna hijau dan kuning lemah pada simplisia, memiliki rasa dan bau yang khas. Gambar simplisia daun lidah mertua dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 50.

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap serbuksimplisia daun lidah mertua diperoleh serbuk kasar terdapat banyak serat, dengan organoleptik warna hijau kekuningan serta memiliki rasa dan bau yang khas. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 50.

4.2Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia

Pemeriksaan golongan kimia dilakukan untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi yang terdapat dalam simplisia teripang.Pemeriksaan golongan senyawa kimia yang dilakukan adalah pemeriksaan golongan senyawa glikosida, saponin dan triterpenoid/streroid.Hasil

(49)

32

pemeriksaan golongan senyawa kimia yang telah dilakukan oleh Rahimah (2015), dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 51.

4.3Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua

Pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antidiabetes dengan menggunakan dua metode, yaitu metode uji toleransi glukosa dan metode induksi aloksan. Uji toleransi glukosa dilakukan sebagai uji pendahuluan sebelum model mencit diabetes digunakan sebagai subjek penelitian.Sedangkan uji lanjutan menggunakan aloksan sebagai penginduksi glukosa darah mencit.Sebelumnya dilakukan orientasi penurunan KGD dengan pemberian KGD dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 250 mg/kg bb.Bedasarkan hasil orientasi yang telah dilakukan, penurunan terlihat pada semua dosis.Pada dosis 250 mg/kg bb tidak terlalu menunjukkan penurunan bermakna.Dengan demikian bedasarkan hasil orientasi untuk penelitian selanjutnya digunakan dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb.

4.3.1 Aktivitas Antidiabetes dengan Metode Uji Toleransi Glukosa

Mencit dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok 1 (Kontrol negatif) Na-CMC 0,5% dosis 1% BB, kelompok 2, 3, 4 (kelompok uji) EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, 200mg/kg bb, dan kelompok 5 (kontrol positif) glibenklamid 0,65 mg/kg bb. Sebelum percobaan mencit dipuasakan selama ±16 - 18jam , diukur KGD puasa lalu diberikan perlakuan sesuai pembagian kelompok. Kemudian 30 menit setelah perlakuan, dilakukan loading glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg BB dan diukur KGD mencit pada menit ke-30, 60, 90, dan 120. Hasil pengukuran KGD mencit pada uji toleransi glukosa untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.

(50)

33

Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD mencit pada uji toleransi glukosa

Kelompok Keterangan :#= tidak adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok

pembanding glibenklamid 0,65 mg/kg bb

0

EEDLM 150 mg/kg bb EEDLM 200 mg/kg bb Glibenklamid 0,65 mg/kg bb

Keterangan

Gambar 4.1 Grafik KGD rata – rata setelah perlakuan metode toleransi glukosa

(51)

34

Data dianalisa secara statistik dengan metode ANOVA lalu dilanjutkan uji Pos Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan yang nyata antar perlakuan.Pada

menit ke-120 semua sediaan uji dan kelompok pembanding mampu menurunkan KGD. Bedasarkan hasil analisis statistik, pada menit ke-120 diperoleh nilai signifikansi 0,000 dan 0,001 pada α=0,05 yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok uji dengan kelompok kontrol. Nilai signifikasi penurunan KGD rata-rata dengan uji toleransi glukosa dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 65.

Pada menit ke 120, pemberian EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb memperlihatkan terjadinya penurunan KGD. Nilai Post HocTukey menunjukkan nilai hitung yang lebih besar dari 0,05 (1,000; 0,785; dan

0,628) untuk masing-masing ekstrak, artinya ketiga dosis EEDLM ini tidak memberikan perbedaan yang signifikan atau memiliki efek yang sama dengan glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb.Hasil analisis juga menunjukkan bahwa peningkatan dosis EEDLM tidak diikuti dengan peningkatan aktivitas antidiabetes. Kelompok uji dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb memiliki kemampuan menurunkan KGD yang sama atau tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap menitnya.

Bedasarkan hasil yang di peroleh, didapatkan bahwa EEDLM dengan dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb menunjukkan aktifitas antidiabetes yang sebanding dengan glibenklamid 0,65 mg/kg bb. Dan untuk pengujian selanjutnya digunakan EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb.

(52)

35

4.3.2Aktivitas Antidiabetes Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua dengan Metode Induksi Aloksan

Aloksan merupakan suatu senyawa yang sering digunakan untuk tujuan penelitian diabetes menggunakan metode tanpa pembedahan (non-surgical methods) dalam menghasilkan hewan percobaan hiperglikemia. Senyawa ini dapat

mengakibatkan depolarisasi sel β Langerhans, sehingga mengakibatkan gangguan

pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkatnamun sel α yang lebih ressisten tidak terpengaruh. Diabetes yang diinduksi aloksan pada hewan menunjukkan gejala yang serupa dengan diabetes pada manusia.Kondisi puasa diet, atau kekurangan nutrisi meningkatkan kerentanan terhadap toksisitas aloksan (Nugroho, 2006; Pour, 2006).Penentuan dosis aloksan perlu dilakukan untuk menurunkan mortalitas akibat dari induksi.Dari uji pendahuluan, maka digunakan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara intraperitonial.

Mencit uji dikelompokkan dalam 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor yaitu kelompok 1 (kontrol negatif) yang diberi suspensi Na-CMC 0,5% b/v sebanyak 1% bb, kelompok 2, 3, 4 (kelompok uji) dengan 3 variasi dosis perlakuan yaitu suspensi EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb, serta kelompok 5 (kontrol positif) yaitu suspensi metformin dosis 65 mg/kg bb.

Sebelum diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb, mencit yang digunakan pada percobaan sebelumnya diaklimatisasi kembali selama satu minggu, kemudian dipuasakan ±16 - 18 jam, lalu diukur KGD puasa.Hasil pengukuran rata-rata KGD puasa mencit sebelum diinduksi aloksan untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(53)

36

Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD puasa mencit sebelum diinduksi aloksan dosis

150 mg/kg bb

No Mencit Normal

(sebelum diinduksi aloksan)

Rata - rata KGD puasa mencit ± Metformin 65 mg/kg bb

79,8 ± 3,41

Bedasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 4.2 diperoleh F hitung 0,339< F tabel (2,870) pada taraf kepercayaan 95%, berarti tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa mencit yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni dalam kadar glukosa darah normal, sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 66.

Setelah dilakukan pengukuran KGD puasa, mencit diinduksi dengan aloksan 150 mg/kg bb secara intra peritoneal. Diamati tingkah laku mencit dan bobot badan serta diukur kadar glukosa darahnya pada hari ke-3 hingga hari berikutnya sampai menunjukkan kenaikan kadar glukosa darah. Mencit dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah puasa ≥ 200 mg/dL (Shetti dkk, 2012) dan telah dapat digunakan untuk pengujian.Rata-rata KGD puasa mencit setelah diinduksi aloksan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil rata-rata KGD puasa mencit setelah diinduksi aloksan dosis 150

mg/kg bb

No Mencit Normal

(setelah diinduksi aloksan)

Rata - rata KGD puasa mencit ± SEM Metformin 65 mg/kg bb

(54)

37

Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok mencit diabetes selanjutnya dianggap sebagai hari pertama pemberian sediaan uji (hari ke-1).Pengukuran KGD puasa mencit dilakukan pada hari 3, 5, 7, 11, 13, 15, 17, 19 danhari ke-21.Perlakuan diberikan selama 21 hari untuk melihat penurunan KGD puasa sampai batas normal dengan kadar glukosa darah puasa 70 - 110mg/dL (Gustaviani, 2007).Dari hasil pengujian, EEDLM dosis 100 mg/kg bb, dan 200 mg/kg BB telah menunjukkan penurunan KGD pada hari ke-3, dan penurunan KGD rata-rata sampai batas normal pada hari ke-19.EEDLM dosis 150 mg/kg bbmenunjukkan penurunan KGD pada hari ke-3, dan penurunan KGD rata-rata sampai batas normal pada hari ke-17.Metformin dosis 65 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD rata-rata sampai batas normal pada hari ke-17. Pemberian suspensi Na-CMC 0,5% sebagai kelompok kontrol cendrung mengalami kenaikan rata-rata KGD.

Data KGD (mg/dl) masing-masing mencit pada semua kelompok perlakuan dilakukan perhitungan persen penurunan KGD, kemudian dianalisis data statistik menggunakan ANOVA lalu dilanjutkan uji Post Hoc Tukey HSDuntuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Hasil persentase penurunan

KGD rata-rata mencit setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2.

(55)

37

Tabel 4.4 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan

Kelompok Uji

% penurunan rata-rata KGD mencit ± SEM

Hari Metformin 65 mg/kg bb

9,87 Keterangan: # = tidak adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok pembanding metformin 65 mg/kgbb

(56)

38 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

3 5 7 9 11 13 15 17 19 21

P

ersen

tas

e (

%

)

Hari

ke-EEDLM 100 mg/kg bb EEDLM 150 mg/kg bb

EEDLM 200 mg/kg bb Metformin 65 mg/kg bb

Gambar 4.2 Grafik persentase penurunan KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan Keterangan

(57)

39

Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 menunjukkan data persentase penurunan KGD rata-rata mencit pada semua kelompok perlakuan.Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan kontrol Na - CMC 0,5% (P<0,05) dari hari ke-3 hingga hari ke-21.

Hasil analisis Tukey HSD juga menunjukkan EEDLM dosis 100 mg/kg BB menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan kelompok metformin 65 mg/kg bb pada hari ke-7 (0,002), 9 (0,014), 11 (0,032), 13 (0,000) dan 15 (0,040), namun untuk hari berikutnya dosis ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Diduga kondisi ini disebabkan akumulasi dari sediaan uji yang berdampak pada proses pemulihan sel-β. EEDLM dosis 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb tidak memberikan perbedaan yang signifikan dibandingkan metformin 65 mg/kg bb.Nilai signifikansi persentase penurunan KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan dapat dilihat pada Lampiran 15 halaman 82.

Hasil dari data statistik yang diperloleh selama 21 hari menunjukkan EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan metformin 65 mg/kg bb memberikan penurunan bermakna dibandingkan Na-CMC 0,5%. Penurunan paling baik ditunjukkan EEDLM 150 mg/kg bb dimana persen penurunan KGD nya pada hari ke-15 mencapai angka 76,10 %, diikuti metformin 65 mg/kg bb sebesar 75,14 %, EEDLM dosis 200 mg/kg bb sebesar 74,21 %, dan EEDLM 100 mg/kg bb sebesar 72,55 %. Perhitungan dilanjutkan untuk melihat hasil selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.3.

(58)

40

Tabel 4.5 Hasil selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan

Δ (induksi

-awal)

KGD setelah perlakuan (mg/dl) ± SEM Kelompok Keterangan: # = tidak adanya perbedaan yang nyata dengan kelompok pembanding metformin 65 mg/kgbb

(59)

41

Na-CMC 0,5% EEDLM 100 mg/kg bb EEDLM 150 mg/kg bb

EEDLM 200 mg/kg bb Metformin 65 mg/kg bb

Gambar4.3 Grafik selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan Keterangan

(60)

42

Tabel 4.5 dan Gambar 4.3 menunjukkan selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diberi perlakuan dikurang KGD awal. Pada kelompok kontrol Na-CMC 0,5% menunjukkan peningkatan KGD dari hari ke-1 hingga hari ke-19. Hal ini disebabkan perusakan sel pankreas oleh aloksan serta tidak adanya terapi sehingga KGD meningkat.Hasil Post Hoc Tukey HSD menunjukkan bahwa EEDLM dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb, dan 200 mg/kg bb menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan kontrol negatif Na-CMC pada ke-5 hingga hari ke-21. EEDLM dosis 100 mg/kg bb juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan metformin 65 mg/kg bb pada hari ke-7 (0,011), 9 (0,045), dan 13 (0,004), tetapi juga berbeda dengan Na-CMC 0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa EEDLM dosis 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb dapat menurunkan KGD pada mencit lebih baik dibandingkan EEDLM dosis 100 mg/kg bb.Nilai signifikansi selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 83.

Peningkatan dosis obat seharusnya meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan peningkatan dosis respon akhirnya menurun karena sudah tercapainya dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi (Bourne dan Zastrow, 2001).

Penurunan KGD dengan terapi EEDLM disebabkan adanya senyawa bioaktif yang terkandung dalam EEDLM yang dapat menghambat terjadinya oksidasi sel β-pankreas sehingga kerusakan lanjut dapat diminimalkan. Ekstrak daun lidah mertua dalam etanol atau air mengandung berbagai senyawa fitokimia, yang secara umum dikelompokkan dalam alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida, terpenoid, tannin, protein, dan karbohidrat. Flavonoid dikenal sebagai agen hipoglikemik.Senyawa ini meliputi polyphenol, yang merupakan tipe flavonoid

(61)

43

yang juga berfungsi sebagai antioksidan.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa polifenol beberapa tanaman dapat meningkatkan sensitifitas insulin.Mekanisme dari senyawa hipoglikemik ini belum diketahui. Senyawa ini diduga meningkatkan pelepasan insulin atau meningkatkan pemasukan glukosa pada jaringan perifer (Qomariyah, dkk., 2012).

(62)

44

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. ekstrak etanol daun lidah mertua Sansevieria trifasciata var.

laurentiimempunyai aktivitas antidiabetes terhadap mencit dengan metode uji

toleransi glukosa dan induksi aloksan.

b. ekstrak etanol daun lidah mertua dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan glibenklamid 65 mg/kg bb.

c. ekstrak etanol daun lidah mertua dosis 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan metformin 65 mg/kg bb.

5.2 Saran

Tanaman Sansevieria trifasciatavar.laurentiimerupakan salah satu dari beragam jenis lidah mertua yang ada di dunia. Untuk itu disarankan kepada peneliti berikutnya untuk;

a. mengisolasi senyawa aktif dari ekstrak etanol lidah mertua Sansevieria trifasciata var.laurentii yang berkhasiat sebagai antidiabetes.

b. membandingkan efek antidiabetes dari berbagai jenis Sansevieria, antara lain; S. athieopica, S. arborescens, S.bagamoyensisdan S. cylindrica

(63)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Sansevieria merupakan jenis tanaman yang telah dikenal orang sejak beberapa abad yang lalu dan mulai dibudidayakan sebagai tanaman hias pada awal abad ke-19. Tanaman ini, baik sebagai tanaman hias untuk taman (landscaped plant) maupun sebagai tanaman hias didalam rumah (indoor plant). Sansevieria memiliki ciri spesifik yang jarang ditemukan pada tanaman lain, diantaranya mampu hidup pada rentang suhu dan cahaya yang luas, sangat resisten terhadap gas udara yang berbahaya, bahkan mampu menyerap polutan didaerah berlalu lintas padat dan didalam ruangan yang penuh dengan asap nikotin (Lingga,2005).

2.1.1 Habitat

Lidah mertua adalah tanaman yang berasal dari daerah tropika Afrika dan telah menyebar ke daerah-daerah tropika lainnya, termasuk Indonesia. Habitat asli tanaman ini berupa daerah yang secara geografis termasuk daerah tropis kering dan mempunyai iklim gurun yang panas atau pegunungan dengan curah hujan yang rendah.Tanaman lidah mertua umumnya tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (Heyne, 1987; Lingga,2005; Sastrapradja, 1997).

2.1.2 Morfologi Tanaman

Lidah mertua merupakan herba menahun, tinggi mencapai 1,8 m dengan akar rimpang berwarna merah-kuning. Daun tunggal, kaku dan keras, permukaan licin, berkumpul sebagai roset akar, daun tumbuh berkumpul di pangkal akar.Jumlah daun bisa mencapai lebih dari 10 helai. Helaian daun panjang menyempit dengan bagian tepi agak melekuk ke dalam menyerupai talang, ujung

(64)

8

runcing, pangkal menyempit, kedua permukaan daun berwarna hijau dengan garis-garis bergelombang horizontal dan tepi daun berwarna kuning cerah, panjang 5-175 cm, lebar 4-9 cm. Bunga majemuk dalam tandan dengan panjang 30-80 cm. Kuntum bunga 3-8 kuntum berkumpul membentuk bulir, berwarna hijau muda, harum dan mekar sepanjang malam. Buah buni, berbiji 1-3, bulat dengan diameter 3 mm dan berwarna merah tua. Jumlah anakan mencapai lebih dari satu dalam periode yang sama (Dalimartha, 2007; Lingga,2005).

2.1.3 Sistematika Tanaman

Hasil determinasi/identifikasi dari tanaman lidah mertua di Herbarium Medanense adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Ordo : Asparagales Suku : Asparagaceae Genus : Sansevieria

Spesies : Sansevieria trifasciata

2.1.4 Nama daerah

Di Indonesia, tanaman ini umumnya di kenal dengan sebutan lidah mertua. Nama daerah yaitu ki kolo, letah bayawak (Sumatera), lidah buaya (Melayu), rajek wesi, nanas belandha (Sunda) mandalika (Madura) (Dhalimarta, 2007).

2.1.5 Nama asing

Mother-in-law’s tongue, century plant, lucky plant, snakeskine plant,snake

plant, the devil’s luck, judas sward, bowstring hemp, African bowstring hemp,

(65)

9

African hemp (English); ilanga (Congo); hu wei lan (China), bogenhanf (Jerman),

sansevieréé (Spanyol) (Lingga,2005).

2.1.6 Kandungan kimia dan kegunaan

Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat adalah daun. Daun lidah mertua mengandung saponin dan polifenol.Daun lidah mertua digunakan untuk mengobati flu, batuk, kekurangan vitamin C, bisul, borok, bengkak (memar) dan penyubur rambut (Dalimartha, 2007; Hariana, 2007).

2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung, menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM., 1979; Depkes RI., 1995)

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan, antara lain; ekstraksi cara dingin (seperti: maserasi dan perkolasi), dan cara panas (seperti: refluks, sokletasi, digesti, infundasi, dan dekoktasi).

a. Maserasi

Maserasi adalah penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar.Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasikinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah

(66)

10

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebutremaserasi.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.

c. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

d. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

e. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.

f. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

(67)

11 g. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah sekelompok gangguan yang ditandai dengan hiperglikemia; perubahan metabolisme lipid, karbohidrat, protein; dan peningkatan resiko komplikasi penyakit pembuluh darah.Hampir semua bentuk diabetes mellitus disebabkan penurunan konsentrasi insulin dalam sirkulasi (defisiensi insulin) dan menurunnya respon jaringan perifer terhadap insulin (resistensi insulin) (Luellmann,2005).

2.3.1 Klasifikasi

a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes tipe 1 merupakan kondisi tidak terkontrolnya gula didalam tubuh karena kerusakan sel pankreas sehingga mengakibatkan berkurangnya produksi insulin sepenuhnya, diabetes tipe ini merupakan penyakit autoimun yang dipengaruhi secara genetik oleh gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin secara bertahap (Dewi, 2014). Tipe ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, namun demikian dapat juga ditemukan pada setiap umur. Penderita membutuhkan insulin eksogen tidak hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga untuk menghindari ketoasidosis diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan (Whelan dan Woodley, 1995).

b. Diabetes tipe 2 (Non - Insulin DependentDiabetes Mellitus)

Diabetes tipe 2 merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel pankreas untuk menghasilkan hormon

(68)

12

insulin (Dewi, 2014).Tipe ini biasanya timbul pada umur lebih dari 40 tahun.Kebanyakan pasien DM tipe ini bertubuh gemuk dan resisten terhadap insulin. Produksi insulin memadai untuk mencegah KAD, namun KAD dapat timbul bila ada stress berat (Whelan dan Woodley, 1995).

c. Diabetes Gestational

Diabetes gestational adalah intoleransi glukosa yang dimulai sejak kehamilan.Pada kondisi kehamilan, wanita membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat normal. Jika seorang wanita hamil tidak mampu menghasilkan lebih banyak insulin akan mengalami diabetes (Dewi, 2014).

d. Diabetes tipe khusus

Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang terjadi sekunder atau akibat dari penyakit lainyang mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin. Contohnya adalah radang pankreas (pankreatitis), gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi, atau infeksi (Tandra, 2013).

2.3.2 Patogenesis Diabetes Melitus

Secara umum ada tiga kelompok penyakit yang bisa menyebabkan diabetes yakni sebagai berikut,

a. gangguan pada kelenjar (Grandula disorder), beberapa diantaranya tirotoksikosis, akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan) dan cushing’s desease (kelebihan hormon steroid), sindrom polisistik ovarium dan penyakit lever.

(69)

13

b. penyakit pada pankreas, termasuk pankreatitis, kanker pankreas, kelebihan zat besi (hemokromatosis) dan kristik fibrosis, serta operasi pemindahan pankreas.

c. problem medis, seperti serangan jantung, pneumonia dan beberapa operasi yang menyebabkan stress bagi tubuh(Kilvert dan Fox, 2007).

DM tipe 1 atau IDDM, disebabkan defisiensi dari fungsi sel β pankreas. Sering terjadi sebagai hasil dari perusakan sel β-pankreas yang diperantarai sistem imun, tetapi jarang diketahui atau proses idiopathic. Empat bukti yang menjadi pokok utama antara lain: a) masa preklinis yang lama dari penanda sistem imun ketika kerusakan sel β-pankreas terjadi, b) hiperglikemia ketika 80-90% sel β -pankreas rusak, c) masa transisi atau disebut juga honeymoon phase, dan d) kondisi yang menetap dan disertai resiko komplikasi dan kematian (Dipiro, 2008).

Proses autoimun ini dimediasi oleh makrofag dan limfosit-T dengan sirkulasi autoantibodi ke berbagai antigen sel-β. Antibodi yang sering terdeteksi berhubungan dengan DM tipe 1 adalah antibodi sel Islet. Lebih dari 90% penderita dengan diagnosa DM tipe 1 memiliki satu atau lebih dari antibodi ini, dengan 3,5-4% tidak dipengaruhi hubungan kekerabatan (Dipiro, 2008).

Pada DM tipe 2 atau NIDDM, penurunan sekresi insulin postprandial disebabkan oleh penurunan fungsi sel β-pankreas dan penurunan rangsangan sekresi insulin dari hormon usus. Peran hormon usus dalam sekresi insulin ditunjukkan dengan respon insulin terhadap pemasukan glukosa oral dengan infus glukosa inravena. Pada individu kontrol non-diabetik insulin dilepas 73% lebih banyak sebagai respon dari glukosa oral, dibandingkan glukosa dalam jumlah yang sama secara intravena. Peningkatan ini sebagai respon stimulus glukosa oral

(70)

14

disebut sebagai the incretin effect.Efek ini berkurang pada pasienyang mengidap diabetik. Diketahui dua hormon berperan dalam proses ini yaitu, glucagon-like-peptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent insulin-releasing peptide (GIP). Pada penderita DM tipe 2 tingkat GLP-1 turun sedangkan tingkat GIP meningkat (Dipiro, 2008).

Bersamaan dengan proses pencernaan, insulin dilepaskan ke vena portal dan dibawa ke hati, dimana sekresi glukagon ditekan dan pengurangan pelepasan glukosa hati. Pasien DM tipe 2 gagal menekan glukagon sebagai respon dari makan dan bahkan peningkatan glukagon.Dengan demikian resistensi insulin hepatik dan hiperglukagonemia menyebabkan peningkatan produksi glukosa berkelanjutan oleh hati sehingga menyebabkan hiperglikemia.Kondisi resistensi insulin ini juga terjadi pada jaringan otot, adiposa dan lain sebagainya (Dipiro, 2008).

2.3.3 Diagnosis Diabetes Melitus

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala.Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.Untuk itu perlu dilakukan penegakan diagnosa terhadap pasien yang diduga mengidap diabetes. Diagnosa tersebut meliputi:

a. Pasien-pasien simptomatik. Apabila pada seorang pasien ditemukan gejala gejala berupa polyuria bersama-sama dengan polydipsia dan penurunan berat badan serta kadar glukosa plasma yang lebih besar dari 200 mg/dL maka pasien itu sudah dapat dianggap menderita DM tanpa perlu dilakukan pemeriksaan.

(71)

15

b. Pasien-pasien asimptomatik. Badan Data Diabetes Nasional dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan kriteria diagnosa untuk DM yaitu Glukosa Plasma Puasa (GPP) dan Glukosa Plasma (GP) 2jam setelah diberikan larutan glukosa (Tes Toleransi Glukosa Oral) (Whelan dan Woodley, 1995). Kriteria penegakan diagnosis pasien diabetes menurut Depkes RI., (2005) disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kriteria penegakan diagnosis pasien diabetes

Kriteria Glukosa Plasma Puasa

Glukosa Plasma 2 jam setelah

makan

Normal <100 mg/dL <140 mg/dL

Pra-diabetes 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL

Diabetes ≥126 mg/dL ≥200 mg/dL

2.3.4 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi DM terbagi atas komplikasi akut dan komplikasi vaskular jangka panjang (kronik).

2.3.4.1 Komplikasi Diabetes Melitus Akut

Komplikasi diabetes akut behubungan dengan kurangnya pemantauan pola makan pasien terhadap kadar glukosa darah. Hal ini memicu kondisi kadar glukosa darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.

a. Reaksi hipoglikemia

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa.Pada kondisi ini semua penderita harus segera ditangani. Penderita menunjukkan gejala dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.

Gambar

Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD mencit pada uji toleransi glukosa
Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD puasa mencit sebelum diinduksi aloksan dosis       150 mg/kg bb
Tabel 4.4 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan
Gambar 4.2 Grafik persentase penurunan KGD rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek ekstrak etanol daun Lidah Mertua ( Sansevieria trifasciata Prain) terhadap penurunan kadar gula darah tikus putih jantan

Uji Efek Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (SansevieriaTrifasciata Prain) terhadap penurunan kadar gula darah tikus putih jantan galur Wistar (Rattus Norvegicus L.) yang

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. Tumbuhan Obat

Contoh perhitungan volume larutan induksi aloksan yang diambil untuk dipakai secara intraperitoneal (i.p.) pada hewan uji mencit. - Dosis induksi aloksan untuk mencit = 150 mg/kg

Tujuan penelitian yaitu untuk membandingkan efek antidiabetes nanopartikel daun Afrika (NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit

Tujuan penelitian yaitu untuk membandingkan efek antidiabetes nanopartikel daun Afrika (NDA) dan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA) dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit

Setelah diperoleh ekstrak kental daun lidah mertua dilakukan hasil analisis mutu ekstrak yang meliputi penentuan kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar abu