LAMPIRAN
Lampiran 1. pH
The SAS System 21:45 Thursday, May 28, 2016 9
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 14 0.15657862 0.01118419 1.28 0.3372
Error 12 0.10478212 0.00873184
Corrected Total 26 0.26136074
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.599090 1.979970 0.093444 4.719481
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 0.05730874 0.02865437 3.28 0.0730 ulangan(perendaman) 6 0.05075133 0.00845856 0.97 0.4856 simpan 2 0.04339159 0.02169580 2.48 0.1251 perendaman*simpan 4 0.00512695 0.00128174 0.15 0.9609
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 0.04909890 0.02454945 2.81 0.0997 ulangan(perendaman) 6 0.05317321 0.00886220 1.01 0.4601 simpan 2 0.04395848 0.02197924 2.52 0.1222 perendaman*simpan 4 0.00512695 0.00128174 0.15 0.9609
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(perendaman) as an Error Term
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
lampiran 2. Keempukan
The SAS System 21:45 Thursday, May 28, 2016 2
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 14 5.30385630 0.37884688 1.66 0.1918
Error 12 2.73499556 0.22791630
Corrected Total 26 8.03885185
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.659778 16.84521 0.477406 2.834074
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 0.85905185 0.42952593 1.88 0.1942 ulangan(perendaman) 6 2.27556667 0.37926111 1.66 0.2131 simpan 2 1.20053007 0.60026503 2.63 0.1126 perendaman*simpan 4 0.96870771 0.24217693 1.06 0.4166
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 1.16427111 0.58213556 2.55 0.1191 ulangan(perendaman) 6 2.77560444 0.46260074 2.03 0.1397 simpan 2 1.37441000 0.68720500 3.02 0.0869 perendaman*simpan 4 0.96870771 0.24217693 1.06 0.4166
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(perendaman) as an Error Term
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
lampiran 3. Tekstur
The SAS System 21:45 Thursday, May 28, 2016 30
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 14 1.15907407 0.08279101 10.97 <.0001
Error 12 0.09055556 0.00754630
Corrected Total 26 1.24962963
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.927534 3.479932 0.086869 2.496296
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 0.05629630 0.02814815 3.73 0.0550 ulangan(perendaman) 6 0.09000000 0.01500000 1.99 0.1466 simpan 2 1.00843137 0.50421569 66.82 <.0001 perendaman*simpan 4 0.00434641 0.00108660 0.14 0.9622
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 0.08545139 0.04272569 5.66 0.0185 ulangan(perendaman) 6 0.15611111 0.02601852 3.45 0.0323 simpan 2 1 00656250 0.50328125 66.69 <.0001 perendaman*simpan 4 0.00434641 0.00108660 0.14 0.9622
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(perendaman) as an Error Term
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 0.08545139 0.04272569 1.64 0.2699
lampiran 4. Aroma
The SAS System 21:45 Thursday, May 28, 2016 23
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 14 3.07788889 0.21984921 6.25 0.0015
Error 12 0.42211111 0.03517593
Corrected Total 26 3.50000000
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.879397 6.183048 0.187552 3.033333
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 2.19555556 1.09777778 31.21 <.0001 ulangan(perendaman) 6 0.17777778 0.02962963 0.84 0.5611 simpan 2 0.52702614 0.26351307 7.49 0.0077 perendaman*simpan 4 0.17752941 0.04438235 1.26 0.3378
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
perendaman 2 2.10806250 1.05403125 29.96 <.0001 ulangan(perendaman) 6 0.12455556 0.02075926 0.59 0.7328 simpan 2 0.54900000 0.27450000 7.80 0.0067 perendaman*simpan 4 0.17752941 0.04438235 1.26 0.3378
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(perendaman) as an Error Term
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E dan Hikmah M. 2008. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan Unhas, Makassar.
Abustam, E. 2009. Penggunaan Asap Cair Sebagai Bahan Pengikat Pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Bali. Program Magister Ilmu Ternak Pasca Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Abustam, E., dan H.M. Ali. 2010. Pengaruh Jenis Otot dan Level Asap Cair Terhadap Daya Ikat Air dan Daya Putus Daging Sapi Bali Pragior. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Abustam, E. 2012. Ilmu Daging. Aspek Produksi Kimia, Biokimia dan Kualitas. Masagena Press Makassar.
Astuti, 2000. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa Serta Cangkang Sawi untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan.
Beakely dan Bade.1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Bouton, P. E. P. V. Harris dan W. R. Shorthose. 1971. Effect of Ultimate
pH Upon the Water Holding Capacity and Tenderness of Mutton. J. Food. Sei, 36: 435-439.
Budijanto S,. R. Hasbullah, S. Prabawati, Setyadjit, Sukarno. 2008. Uji Keasaman dan Idenfikasi Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produk Pangan. Jurnal Pascapanen.
Daun. H. 1979 Interaction of Wood Smoke Components and Foods, Food Technol, 33 (5) 66-71.
Fiems, L.D., S. De Campeneree, S. De Smet, G. VandeVoorde. J. M. Vaneker, and Ch.
V, Boucque. 2000. Relationship Between Fat Depots in Carcasses of Beet Buls
and Effect on Meet Colour and Terderness, Meat Science, 56, 41-47.
Girrard, J. P. 1992. Technology of Meat and Meat Products, Ellis Horwood. New York.
Hanafiah, K. A., 2002. Rancangan Percobaan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kandeepen, G. S. Biswas and R. S. Rajkumar. 2009, Buffalo as a Potential Food
Animal International Journal of Livestock Production, 1(1): 001-005.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lukman, D. W. A. W. Sanjaya, M. Sudarwanto, R. R. Soejoedono, T. Purnawarman, H. Latif. 2007. Higienis Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Lukman, 2008. Daging yang Baik dan Sehat. Diunduh dari Blogspot. com/2008/11/Daging yang Baik dan Sehat.html. Diakses pada 9 September 2015.
Lukman, H. 1995. Perbedaan Karakteristik Daging, Karkas dan Sifat Olahannya Antara Itik Afkir dan Ayam Petelur Afkir. Thesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor
Lukman, D. W. 2010. Nilai pH Daging (2). Website www. Hygienepangan.blogspot.com. Diakses pada 8 Mei 2016.
Martinez, O. J. Salmeran, M. D. Guillen and S. Casas. 2007. Textural and Physicochemical Changes in Salmon Treated with Comercial Liquid Smoke Flavourings, Food Chemistry. Spain.
Maruddin, 2004. Kualitas Daging Sapi Asap pada Lama Pengasapan dan Penyimpanan. Jurusan Sains Teknologi. 4(2): 83-90.
Pertiwi, M. E. D. 2015. Penggunaan Asap Cair dengan Waktu Marinasi Berbeda Terhadap Kualitas Kimia Fisik Bakso Ayam.
Pramono, 2002. Penanganan dan Pengolahan Daging. PT Balai Pustaka (Persero). Jakarta.
Pszczola, D. E. 1995. Tour Highlight Production and Use of smoke based flavor. Journal Food Technology.
Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rante, A. 2011. Pengaruh Level Penambahan Asap Cair dan Jenis Otot yang Berbeda Selama Prarigor Terhadap Kualitas Daging Sapi Bali.
Reny. D. T. 2009. Keempukan Daging dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lampung.
Sitorus, A. 2001. Aplikasi Enzim Bromelin dari Larutan Ekstrak Nenas pada Proses Pengempukan Daging Kambing BetinaTua. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Soekarto, 2008. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno, 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Stell, R. G. D., dan J. H. 1991. Principles and Procedures of Statistic, New York
Sunarsih, S. P. Yulidan S. Yordanae, 2012. Pengaruh Suhu, Waktu dan Kadar Air pada Pembuatan Asap Cair. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Sains Terapan, Yogyakarta.
Suryaningsih, 2003. Perendaman Daging Domba Garut dengan Berbagai Konsentrasi Asap Cair Tempurung KelapaTerhadap Jumlah Total Bakteri, Daya Awet dan Aksetabilitas.
Surya, A. dan Fuad Nur Azis, 2008. Limbah Perkebunan Kelapa Sebagai Bahan Pengawet Makanan. Diakses pada tanggal 25 April 2012.
Sutin, 2008. Pembuatan Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Intitut Pertanian Bogor.
Tamaela, P. 2003. Efek Antioksida dan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Menghambat Oksidasi Lipida pada Steak Ikan Cakalang Selama Penyimpanan. Ichthyos 2(2). 59-62.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung pada bulan April sampai dengan
Mei 2016.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging bagian paha
kerbau afkir yang diperoleh dari Pasar Tarutung dan asap cair.
Alat
Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom digunakan sebagai
tempat daging, penetrometer precisio untuk mengukur tingkat keempukan daging, pH
meter untuk mengukur pH daging, sealer untuk mensealer plastik, stopwatch untuk
mengukur lama perendaman daging, kompor digunakan untuk memasak daging,
timbangan untuk mengukur berat sampel dan berat asap cair, kertas label untuk
memberi tanda pada setiap perlakuan, pisau untuk memotong daging kerbau, telelan
sebagai alas daging pada saat pemotongan, dandang sebagai media memasak air, plastik
polipropilen untuk menutup wadah pada saat perendaman, cup plastik sebagai media
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap faktorial
dengan pola 3x3 yaitu 9 perlakuan dan 3 ulangan. Model rancangan percobaan ini
adalah:
Faktor pertama yaitu 3 level lama perendaman asap cair yaitu:
K1 : Lama perendaman 5 menit
K2 : Lama perendaman 10 menit
K3 : Lama perendaman 15 menit
Faktor kedua 3 level lama simpan yaitu:
P1 : Lama simpan 1 minggu
P2 : Lama simpan 2 minggu
P3 : Lama simpan 3 minggu
Perlakuan:
K1P1: Perendaman daging dengan asap cair selama 5 menit dengan lama simpan 1
minggu.
K1P2: Perendaman daging dengan asap cair selama 5 menit dengan lama simpan 2
minggu
K1P3: Perendaman daging dengan asap cair selama 5 menit dengan lama simpan 3
minggu
K2P1: Perendaman daging dengan asap cair selama 10 menit dengan lama simpan 1
minggu
K2P2: Perendaman daging dengan asap cair selama 10 menit dengan lama simpan 2
K2P3: Perendaman daging dengan asap cair selama 10 menit dengan lama simpan 3
minggu
K3P1: Perendaman daging dengan asap cair selama 15 menit denganlama simpan 1
minggu
K3P2: Perendaman daging dengan asap cair selama 15 menit denganlama simpan 2
minggu
K3P3: Perendaman daging dengan asap cair selama 15 menitdengan lama simpan 3
minggu
Model matematika menurut Hanafiah (2002) untuk rancangan percobaan acak lengkap
yang digunakan adalah:
Yijk= µ + αi+ βj + (αβ)ij + ∑ijk
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan faktor A taraf ke-I, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ : Rataan umum
αi : Pengaruh utama faktor taraf ke-i
βj : Pengaruh utama faktor taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh dari faktor A taraf ke-I dan faktor B taraf ke-j
∑ijk : Pengaruh acak yang menyebar normal
Pengulangan:
TC (n-1) ≥ 15
3x3 (n-1)≥ 15
9n-9 ≥ 15
Parameter Penelitian
pH Daging
Nilai pH daging diukur dengan menggunakan pH meter stick yang sebelumnya
telah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan buffer pH 7. Daging ditimbang
sebanyak 1 gram kemudian ditumbuk halus dengan menggunakan mortal dan pastel dan
direndam dengan aquades mendidih sebanyak 10 mL selama 1 menit. Kemudian
elektroda dimasukkan ke dalam daging sampai pH meter berbunyi dan nilai pH akan
tertera pada layar.
Keempukan Daging
Pengukuran keempukan dilakukan secara objektif menggunakan alat
penetrometer precisio. Sampel yang telah direbus dipotong persegi panjang. Tiap
sampel diukur dengan cara ditusuk pada lima titik dengan menggunakan alat
penetrometer precio yang diberi tekanan sebesar 100 g dengan skala 1/10 mm selama 10
detik. Nilai keempukan daging dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan oleh jarum
petunjuk dan kemudian nilai tersebut dirata-ratakan (Sitorus, 2001).
Penilaian Organoleptik Daging
Merupakan hasil pengujian terhadap tekstur, aroma dan rasadibantu oleh panelis
sebanyak 10 orang. Skala ini ditunjukkan untuk ketiga kriteria dari 1-5.
Organoleptik Tekstur
Uji organoleptik tekstur ditentukan dengan metode Soekarto (2008). Penentuan
nilai organoleptik terhadap tekstur dilakukan dengan uji skor tekstur dan hedonik
tekstur. Sampel yang telah diberi tanda secara acak oleh 10 panelis. Pengujian dilakukan
Tabel 1. Skala skor tekstur (numerik)
Skala hedonik Skala numerik
Amat sangat lembut
Uji organoleptik aroma ditentukan dengan metode Soekarto (2008). Penentuan
nilai organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan uji skala aroma dan hedonik aroma.
Sampel yang telah diberi tanda secara acak oleh 10 panelis. Pengujian dilakukan dengan
inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik.
Tabel 2. Skala skor aroma (numerik)
Skala hedonik Skala numerik
Tidak berbau
Uji organoleptik rasa ditentukan dengan metode Soekarto (2008). Penentuan
nilai organoleptik terhadap rasa dilakukan dengan uji skor rasa dan hedonik rasa.
Sampel yang telah diberi tanda secara acak oleh 10 panelis. Pengujian dilakukan dengan
inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik.
Tabel 3. Skala skor rasa (numerik)
Skala hedonik Skala numerik
Prosedur Penelitian
Daging bagian paha kerbau afkir ditimbang dengan berat masing-masing 30
gram kemudian daging direndam dengan asap cair selama 5, 10 dan 15 menit. Di oven
selama 10 jam pada suhu 400C. Daging disimpan selama 1 minggu, 2 minggu, dan 3
minggu kemudian dimasak selama 30 menit lalu didinginkan. Setelah itu dianalisa pH,
keempukan dan pengambilan data nilai organoleptik (tekstur, aroma dan rasa) oleh 10
Daging kerbau afkir Gambar 1.Prosedur penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ditimbang dan dipotong bentuk persegi panjangDisimpan di dalam plastik yang telah disealer selama 1, 2 dan 3 minggu
Dioven selama 10 jam dengan suhu 400C
Dilakukan analisis terhadap:
1. pH
2. Keempukan
3. Organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa) Direndam dengan asap cair selama 5, 10 dan 15 menit
Dimasukkan ke dalam kulkas selama 15 menit
HASIL DAN PEMBAHASAN
pH Daging
Nilai pH digunakan untuk menunjukkan tingkat keasaman dan kebasaan suatu
substansi. Jaringan otot hewan pada saat hidup mempunyai nilai pH sekitar 5,1-7,2 dan
akan menurun setelah pemotongan (Lawrie, 2003). Data yang diperoleh dari penelitian
untuk nilai pH daging dapat dilihat pada table 4.
Table 4. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap Ph
Lama
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.
Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa nilai pH daging kerbau pada
faktor lama perendaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (lama perendaman 5
menit) yaitu sebesar 4,76 sedangkan rataan nilai pH daging kerbau paling rendah
terdapat pada perlakuan K3 (lama perendaman 15 menit) yaitu 4,65. Untuk nilai pH
daging kerbau pada faktor lama simpan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (lama
simpan 3 minggu) yaitu sebesar 4,75 sedangkan pH yang paling rendah terdapat pada
perlakuan P1 (lama simpan 1 minggu) yaitu sebesar 4,66.
Hasil ragam analisis menunjukkan bahwa tidak adanya interaksi antara lama
simpan dan lama perendaman asap cair terhadap pH. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa nilai pH daging akan semakin meningkat dengan bertambahnya lama simpan
dari daging dan nilai pH menurun dengan meningkatnya lama perendaman. Hal ini
disebabkan adanya kandungan asam dalam asap cair yang membuat tingkat keasaman
oleh kadar fenol dan kadar asam. Semakin tinggi nilai kadar fenol dari asap semakin
tinggi tingkat keasamannya yang artinya semakin rendah pula nilai pH dari asap
tersebut (Sutin, 2008).
Rante (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi lama perendaman asap cair
maka akan semakin rendah nilai pH dari daging segar yang dihasilkan. Pernyataan di
atas sejalan dengan penelitian Abustam dan Hikmah (2010) bahwa semakin tinggi lama
perendaman asap cair semakin rendah nilai pH dari daging walaupun tingkat
penurunanya tidak terlalu drastis. Hal ini disebabkan karena asap cair memiliki pH yang
sangat rendah yaitu sekitar 3,31 sehingga mempengaruhi pH pada daging segar.
Keempukan Daging
Keempukan merupakan faktor yang paling penting pada kualitas daging karena
mempengaruhi mutu produk terutama hubungannya dengan selera konsumen dan
mempengaruhi penerimaan secara umum (Maruddin, 2004). Keempukan daging sangat
berpengaruh oleh faktor penanganan ternak sebelum pemotongan, pakan ternak dan pH
(Fiems et al., 2000). Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa nilai keempukan daging
kerbau pada faktor lama perendaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (lama
perendaman 15 menit) yaitu sebesar 3,19 sedangkan rataan nilai keempukan daging
kerbau paling rendah terdapat pada perlakuan K2 (lama perendaman 10 menit) yaitu
2,62. Untuk nilai keempukan daging kerbau pada faktor lama simpan yang tertinggi
terdapat pada perlakuan P3 (lama simpan 3 minggu) yaitu sebesar 3,21 sedangkan
keempukan yang paling rendah terdapat pada perlakuan P1 (lama simpan 1 minggu)
yaitu sebesar 2,64.
Hasil ragam analisis menunjukkan bahwa pengaruh lama simpan dan lama
menyatakan tekstur dan keempukan dipengaruhi oleh jenis daging dan umur ternak
yang digunakan. Data yang diperoleh dari penelitian untuk nilai keempukan daging
kerbau dapat dilihat pada tabel 5.
Table 5. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap keempukan. Lama
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.
Organoleptik tekstur
Penilaian tekstur secara organoleptik mengacu pada tekstur yang dihasilkan
daging ketika dikunyah.Tekstur ini berhubungan dengan serabut otot daging yang
memberikan rangsangan pada mulut dan lidah. Data yang diperoleh dari penelitian
terhadap tekstur daging kerbau dapat dilihat pada tabel 6.
Table 6. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap tekstur
Lama
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa nilai organoleptik tekstur
daging kerbau pada faktor lama perendaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan K3
(lama perendaman 15 menit) yaitu sebesar 2,69 sedangkan rataan nilai organoleptik
tekstur daging kerbau paling rendah terdapat pada perlakuan K1 (lama perendaman 5
simpan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (lama simpan 3 minggu) yaitu sebesar
3,02 sedangkan organoleptik tekstur yang paling rendah terdapat pada perlakuan P1
(lama simpan 1 minggu) yaitu sebesar 2,27.
Hasil ragam analisis menunjukkan bahwa pengaruh lama simpan sangat berbeda
nyata terhadap keempukan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
tekstur selama peyimpanan dari 2,23, 2,40 menjadi 2,70 pada penyimpanan 1 minggu.
Hal ini disebabkan karena asap mampu mengikat air. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan daya mengikat semakin meningkat diantara komponen penyusun
daging protein dan air selama penyimpanan.Sebagaimana Lukman (1995) menyatakan
bahwa tekstur yang ada di dalam daging dipengaruhi oleh interaksi komponen air,
lemak protein daging dan bahan pengisi yang menyebabkan terjadinya emulsi.Emulsi
ini menyebabkan daging menjadi lebih kompak dan kenyal setelah pemasakan.
Hasil ragam analisis menunjukkan bahwa lama perendaman asap cair tidak
berpengaruh nyata terhadap tektur daging. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan yang
terdapat di dalam assap cair tidak mengubah tekstur dari suatu produk.Lawrie (1995)
menyatakan bahwa meningkatnya keempukan merupakan refleksi dari kadar air yang
lebih besar serta kapasitas memegang dan menahan air yang lebih besar pula dan sifat
pembengkakan serat urat daging selanjutnya terjadi pada pH tinggi. Pertiwi (2015)
menyatakan bahwa waktu marinasi 15-30 menit tidak berdampak signifikan kadar air
bakso asap. Lukman (1995) menyatakan tekstur dan keempukan dipengaruhi oleh jenis
Gambar 2: Pengaruh interaksi lama perendaman dan lama simpan terhadap nilai organoleptik tekstur.
Dari gambar di atas terlihat bahwa perlakuan K3P3 merupakan nilai organoletik
tekstur tertinggi yaitu 2,76 sedangkan nilai organoleptik tekstur paling rendah yaitu
pada perlakuan K1P1 dengan nilai 2,23. Semakin lama masa simpan nilai tekstur
semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya pross emulsi. Emulsi ini
menyebabkan daging menjadi lebih kenyal pada saat proses pemasakan. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Lukman (1995) menyatakan bahwa tekstur yang ada di dalam
daging dipengaruhi oleh interaksi komponen air, lemak protein daging dan bahan
pengisi yang menyebabkan terjadinya emulsi. Semakin lama masa simpan interaksi
komponen air dan lemak protein daging semakin meningkat.
Organoleptik Aroma
Sifat organoleptik menggunakan indera manusia sebagai instrument
penilaian.Beberapa sifat yang menentukan nilai dari suatu produk adalah aroma, rasa
dan tekstur (Utami, 2008). Data yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap aroma
Table 7. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap aroma
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
Berdasarkan tabel 7 di atas menunjukkan bahwa nilai organoleptik aroma daging
kerbau pada faktor lama perendaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (lama
perendaman 15 menit) yaitu sebesar 3,34 sedangkan rataan nilai organoleptik aroma
daging kerbau paling rendah terdapat pada perlakuan K1 (lama perendaman 5 menit)
yaitu 2,65. Untuk nilai organoleptik aroma daging kerbau pada faktor lama simpan yang
tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (lama simpan 1 minggu) yaitu sebesar 3,20
sedangkan organoleptik aroma yang paling rendah terdapat pada perlakuan P3 (lama
simpan 3 minggu) yaitu sebesar 2,84. Hasil ragam analisis menunjukkan bahwa
pengaruh lama simpan dan lama perendaman sangat berbeda nyata terhadap
organoleptik aroma.Respon panelis terhadap aroma cenderung meningkat seiring
Gambar 3: Pengaruh interaksi lama perendaman dan lama simpan terhadap nilai organoleptik aroma.
Dari gambar di atas terlihat bahwa perlakuan K3P1 merupakan nilai organoletik
aroma tertinggi yaitu 3,63 sedangkan nilai organoleptik tekstur paling rendah yaitu pada
perlakuan K1P3 dengan nilai 2,60. Semakin lama masa simpan nilai aroma semakin
menurun dan semakin tinggi lama perendaman maka nilai dari aroma semakin
meningkat. Hal ini terjadi karena asap cair mengandung senyawa karbonil yang
berperan dalam pembentukan aroma khas asap. Lawrie (1995) menyatakan bahwa cita
rasa dan aroma tidak bisa dipisahkan. Menurut Girard (1992) komponen-komponen
kimia dalam asap cair sangat berperan dalam menentukan aroma yang khas dan juga
dapat menghambat kerusakan produk.
Organoleptik Rasa
Rasa merupakan fenomena yang kompleks berkaitan dengan senyawa-senyawa
yang larut melibatkan organ pencicipan dalam penilaiannya (Abustam, 2012).Makin
intensitas rasa menandakan cita rasa lemah. Data yang diperoleh dari hasil penelitian
terhadap rasa daging kerbau dapat dilihat pada tabel 8.
Table 8. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap rasa Lama
Keterangan: huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
Berdasarkan tabel 8 di atas menunjukkan bahwa nilai organoleptik rasa daging
kerbau pada faktor lama perendaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (lama
perendaman 15 menit) yaitu sebesar 3,42 sedangkan rataan nilai organoleptik rasa
daging kerbau paling rendah terdapat pada perlakuan K1 (lama perendaman 5 menit)
yaitu 2,61. Untuk nilai organoleptikrasa daging kerbau pada faktor lama simpan yang
tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (lama simpan 1 minggu) yaitu sebesar 3,15
sedangkan organoleptik aroma yang paling rendah terdapat pada perlakuan P3 (lama
simpan 3 minggu) yaitu sebesar 2,88.
Hasil ragama analisis menunjukkan bahwa pengaruh lama simpan dan lama
perendaman sangat berbeda nyata terhadap organoleptik rasa.Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa semakin lama waktu perendaman nilai dari rasa semakin
meningkat.Dari keseluruhan perlakuan respon panelis terhadap rasa semakin meningkat
Gambar 4: Pengaruh interaksi lama perendaman dan lama simpan terhadap nilai organoleptik rasa.
Dari gambar di atas terlihat bahwa perlakuan K3P1 merupakan nilai organoletik
aroma tertinggi yaitu 3,56 sedangkan nilai organoleptik tekstur paling rendah yaitu pada
perlakuan K1P3 dengan nilai 2,46. Semakin lama masa simpan nilai organoleptik rasa
semakin menurun dan semakin tinggi lama perendaman maka nilai dari organoleptik
rasa semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kandungan yang terdapat di dalam
asap cair yaitu senyawa karbonil berperan dalam pembentukan citarasa khas asap. Asap
cair dapat memberikan cita rasa khas pada daging oleh senyawa fenol yang bereaksi
dengan protein dan lemak yang terdapat pada daging tersebut (Daun,1979).
Dari hasil penelitian diperoleh adanya kecenderungan yang menunjukkan
semakin lama waktu penyimpanan maka semakin menurun skor dari rasa.Hal ini sesuai
dengan pernyataan Abustam et al., (2010) menyatakan bahwa bakso dengan
penggunaan asap cair pada level 0,75 atau 1 % lebih disukai disbanding pada level di
menurun terutama daging sapi tanpa asap cair. Hal ini disebabkan daging sapi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perendaman asap cair pada daging kerbau dapat mempertahankan kualitas
daging selama penyimpanan 3 minggu yang diukur dari nilai pH, keempukan dan uji
organoleptik (tekstur, aroma dan rasa).
Saran
Mempertahankan kualitas daging selama masa simpan disarankan dengan
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Kerbau
Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan
mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan
salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting dan strategis
dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produk ternak, sumber tenaga kerja,
sebagai sumber pangan dan berperan dalam kebudayaan sehingga
perkembangannya diperlukan selain kualitas juga kuantitas bibit ternak tersebut
(Beakely dan Bade, 1998).
Defenisi daging secara umum adalah bagian dari tubuh hewan yang
disembelih yang aman dan layak dikonsumsi manusia. Termasuk dalam defenisi
tersebut adalah daging atau otot skeletal dan organ-organ yang dapat dikonsumsi
(Lukman, 2008). Otot skeletal mengandung sekitar 75% air, protein 19%,
substansi-substansi non protein 3,5% serta lemak 2,5% (Soeparno, 2005).
Kualitas daging adalah karakteristik daging yang dinilai oleh konsumen.
Beberapa karakteristik kualitas daging yang penting dalam pengujian yakni
warna, keempukan, tekstur, flavor (cita rasa), aroma (bau) (Soeparno, 2011).
Zat-zat yang terdapat di dalam daging yaitu protein 19-22%, lemak 2,5%, karbohidrat
1,2%, air 75% dan 1,5% substansi non protein (Lawrie, 2003). Kualitas daging
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum
pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging meliputi genetik, spesies,
bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan pakan. Faktor setelah pemotongan
pemasakan, pH daging, bahan tambahan seperti enzim pengempuk
(Abustam, 2009).
Kualitas Daging
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan
termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral). Faktor setelah
pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode
pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan
tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotika, lemak
intramuskular, metode penyimpanan, marinasi dan lokasi otot daging
(Abustam, 2008).
Asap Cair
Asap cair merupakan larutan hasil uap asap kayu atau tempurung kelapa
yang dibakar dengan udara terbatas pada suhu tinggi. Komposisi asap cair
mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga
komponen kayu yaitu selulosa 40-60%, hemiselulosa 20-30% dan lignin 20-30%.
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi
penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras atau dapat dikatakan
sebagai penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan
oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Proses pirolisis ini
menghasilkan tiga fraksi yaitu fraksi padat (arang tempurung), fraksi berat (tar)
Bahan tambahan pangan yang alami yang bersifat sebagai pengawet
sekaligus sebagai bahan pengikat dan aman untuk dikonsumsi manusia adalah
asap cair, dengan penambahan asap cair pada daging dapat meningkatkan
kemampuan daging dalam mengikat air dan susut masak daging yang rendah.
Penggunaan asap cair pada bahan pangan merupakan suatu cara mengawetkan
daging. Senyawa asap yang dihasilkan dari asap cair ini adalah untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat proses oksidasi lemak dan
memberikan flavor pada daging (Lawrie, 2003).
Komponen senyawa penyusun asap cair terdiri atas tiga senyawa penyusun
terbesar antara lain asam yang dapat mempengaruhi cita rasa, pH dan umur
simpan produk yang direndam asap cair. Karbonil yang bereaksi dengan protein
dan membentuk pewarnaan cokelat dan fenol yang merupakan pembentuk utama
aroma dan menunjukkan aktifitas antioksidan (Astuti, 2000).
Penggunaan asap cair pada produk makanan mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan pengasapan secara tradisional, diantaranya
menghemat biaya yang dibutuhkan untuk kayu dan peralatan pembuatan asap ,
dapat mengatur flavor produk yang diinginkan, dapat mengurangi komponen yang
berbahaya, dapat digunakan secara luas pada makanan dimana tidak dapat diatasi
dengan metode tradisional (Pszczola, 1995). Hasil penelitian Budijanto et al.,
(2008) mengenai identifikasi dan uji keamanan asap cair tempurung kelapa dapat
digunakan sebagai bahan pengawet alternatif yang aman untuk dikonsumsi serta
memberikan karakteristik sensori berupa aroma, warna, serta rasa yang khas pada
Asap cair efektif dalam menghambat perkembangan bakteri dan aman
digunakan sebagai pengawet makanan. Destilasi asap atau tempurung kelapa
memiliki kandungan yang berfungsi sebagai penghambat perkembangan bakteri
dan cukup aman sebagai pengawet alami antara lain asam, fenolat dan karbonil.
Pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa
fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2% (Surya dan Azis, 2008).
Proses perendaman berfungsi untuk meresapkan bumbu masuk ke dalam
daging. Hal ini akan mempengaruhi warna, bau serta daya simpan bahan
terseebut. Besarnya konsentrasi yang digunakan juga akan mempengaruhi waktu
lama perendaman. Penggunaan konsentrasi asap cair yng kecil akan memerlukan
lama perendaman yang lebih lama. Menurut Sunarsih et al., (2012), di dalam asap cair terdapat asam yang dapat mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan
produk asapan.
Asap cair dapat diaplikasikan pada produk pangan dengan berbagai
metode, yaitu pencampuran, pencelupan atau perendaman, penyuntikan,
pencampuran asap cair pada air perebusan dan penyemprotan. Pencelupan atau
perendaman asap cair dapat menghassilkan mutu organoleptik yang tinggi
terutama pada hasil produk olahan daging (Martinez et al., 2007). pH Daging
pH (power of hydrogen) adalah nilai keasaman suatu senyawa atau nilai hydrogen dari senyawa tersebut. Menurut Lawrie (2003) bahwa pH akhir daging
yang dicapai merupakan petunjuk untuk mengetahui mutu daging yang baik.
Daging yang mempunyai pH antara 5,5-5,7 (pH normal) memperlihatkan warna
kebasaan dari substansi. Jaringan otot hewan pada saan hidup mempunyai nilai
pH sekitar 5,1-7,2 dan menurun setelah pemotongan karena mengalami glikolisis
dan dihasilkan asam laktat yang akan mempengaruhi pH.Nilai pH dapat
menunjukkan penyimpangan kualitas daging karena berkaitan dengan warna,
keempukan, cita rasa dan masa simpan (Lukman et al., 2007).
Nilai pH juga berpengaruh terhadap keempukan daging. Daging dengan
pH tinggi mempunyai keempukan yang lebih tinggi daripada daging dengan pH
rendah. pH daging berhubungan dengan daya serap air dan keempukan juga
berhubungan dengan warna dan sifat mekanik daging (daya putus dan kekuatan
tarik) (Bouton et al., 1971). Menurut Lukman (2010) nilai pH akhir daging akan
menentukan karakteristik kualitas daging lainnya seperti daya serap air,
pertumbuhan mikroorganisme dan keempukan daging.
Standar pH daging hewan sehat dan cukup istirahat yang baru disembelih
adalah 7-7,2 dan akan terus menurun selama 24 jam sampai beberapa hari. Jika
terjadi pembusukan maka pH daging akan kembali ke 7. Jarak penurunan pH
tersebut tidak sama untuk semua urat daging dari seekor hewan dan antara hewan
juga berbeda (Soeparno, 2005).
pH daging berhubungan dengan daya ikat air, jus daging keempukan dan
juga berhubungan dengan warna dan sifat mekanik daging (daya putus dan
kekuatan tarik). Menurut Lukman (2010) nilai pH akhir daging akan menentukan
nilai karakteristik kualitas daging lainnya seperti struktur otot, pertumbuhan
Keempukan Daging
Menurut Lawrie (2003) keempukan daging dipengaruhi oleh protein
jaringan ikat, semakin tua ternak jumlah jaringan ikat akan lebih banyak, sehingga
daging akan lebih keras. Keempukan daging tergantung dari temperatur dan lama
waktu pemasakan,
Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak yang
didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa menghilangkan sifat-sifat
jaringan yang layak. Salah satu faktor penilaian mutu daging adalah sifat
keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi
keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu
berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut
daging (Reny, 2009).
Keempukan merupakan faktor yang mempengaruhi mutu produk terutama
hubungannya dengan selera konsumen dan mempengaruhi penerimaan secara
umum. Keempukan dapat diketahui dengan daya putusnya, semakin rendah nilai
daya putusnya maka semakin empuk daging tersebut (Maruddin, 2004).
Keempukan daging tergantung dari temperatur dan waktu pemasakan.
Lama waktu pemasakan mempengaruhi kolagen dan temperatur pemasakan lebih
mempengaruhi kealotan miofibrilar (Soeparno, 2005). Fiems et al., (2000)
menambahkan bahwa nilai keempukan daging sangat berpengaruh oleh faktor
penanganan ternak sebelum pemotongan, pakan ternak, pH dan perlemakan.
Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu paling penting pada
kualitas daging. Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu
ikatan silangnya serta daya ikat air oleh protein daging serta jus daging
(Soeparno, 2011).
Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan salah satu cara yang digunakan menentukan
kualitas daging. Penilaian warna, rasa, tekstur dan aroma memegang peranan
penting dalam uji kesukaan (Rahayu, 1998). Sifat organoleptik menggunakan
indera manusia sebagai instrument penilaian. Beberapa sifat yang menentukan
dari suatu produk dapat dinilai secara organoleptik misalnya aroma, rasa dan
tekstur (Utami, 2008).
Menurut Sitorus (2001) rasa digunakan sebagai salah satu parameter uji
kesukaan karena rasa merupakan salah satu faktor yang menentukan pilihan
konsumen. Bau daging masak sangat ditentukan oleh prekursor yang larut di
dalam air dan lemak dan pembebasan substansi volatil (keratin, reatinin dan purin)
yang terdapat di dalam daging (Soeparno, 1992). Senyawa fenol yang terdapat di
dalam asap cair yang selain dalam menyumbang cita rasa, asap juga mempunyai
aksi sebagai anti oksidan dan bakterisidal pada makanan yang diasap
(Tamaela, 2003).
Flavor atau cita rasa adalah sensasi yang kompleks melibatkan bau, rasa,
tekstur, suhu dan pH (Sitorus, 2001). Rasa juga merupakan sebagai salah satu
parameter uji kesukaan karena rasa merupakan salah satu faktor yang menentukan
pilihan konsumen. Terjadinya kecenderungan naik turunnya penilaian panelis
terhadap nilai organoleptik asap sangat berperan dalam menentukan kualitas
produk pengasapan. Ruiter (1979) menjelaskan bahwa karbonil berfungsi sebagai
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan daging
merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap.
Oleh karena itu penyediaan daging dan produk olahan yang aman, sehat, halal dan
utuh perlu diperhatikan dalam memenuhi permintaan konsumen seiring dengan
pertambahan penduduk. Daging kerbau sebagai salah satu jenis bahan pangan
hewani diharapkan dapat menjadi pilihan utama untuk dikonsumsi masyarakat
karena kandungan gizinya yang lengkap dan seimbang (Kandeepan et al., 2009).
Daging kerbau memiliki nilai karakteristik nilai pH daging 5,4%, kadar air 76,6%,
protein 19% dan kadar abu 1%. Di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sudah
menjadi kebiasaan dalam mengkonsumsi daging kerbau.Menurut Direktoral
Jenderal Peternakan data populasi ternak kerbau di Sumatera Utara mencapai
93.658 ekordan di kabupaten Tapanuli Utara mencapai 9246 ekor.
Daging kerbau yang dipotong umumnya berasal dari ternak yang tua yaitu
berumur 8-10 tahun dan dipekerjakan untuk membajak sawah serta menarik
barang.Akibatnya daging kerbau yang dijual di pasar tidak empuk, flavornya
kurang enak sehingga tidak memenuhi syarat sebagai daging yang bermutu baik
(Direktoral Jenderal Peternakan, 2009). Masyarakat umumnya kurang dalam
mengkonsumsi daging kerbau dikarenakan pemotongan daging yang jarang
dilakukan dan sifat daging yang cepat membusuk. Selama ini masih ada
masyarakat yang menggunakan bahan pengawet yang tentunya tidak aman dan
menggunakan formalin sebagai pengawet untuk mempertahankan lama simpan
dari olahan daging.
Melihat kondisi tersebut maka asap cair menjadi solusi untuk mengurangi
penggunaan bahan pengawet yang tentunya tidak aman dan berbahaya bagi
kesehatan tubuh. Asap cair merupakan pengawet alami yang terbuat dari hasil
pembakaran tempurung kelapa yang dibuat dengan mengkondensasikan asap cair
hasil dari pirolisis. Asap cair selain sebagai pengawet alami juga dapat
memberikan aroma dan cita rasa pada makanan. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk menjaga dan meningkatkan kualitas daging salah satunya dengan metode
marinasi. Marinasi bertujuan untuk mengempukkan, meningkatkan rasa,
mengawetkan serta mempertahankan sifat fisik pada daging (Pramono, 2002).
Marinasi dengan asap cair merupakan salah satu metode marinasi berbahan alami
yang mampu meningkatkan daya simpan pada daging. Senyawa asap yang
dihasilkan dari asap cair mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
mempertahankan flavor pada daging (Suryaningsih, 2003).
Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena
adanya senyawa asam, fenolat, dan karbonil. Asap cair dengan kandungan
senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2% (Purnama, 2006).
Komponen pada asap cair dapat mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan
produk yang direndam pada asap cair dan kandungan fenol merupakan pembentuk
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh lama simpan dan lama perendamanasap cair
terhadap pH, keempukan dan nilai organoleptik (tekstur, aroma dan rasa) daging
kerbau afkir.
Hipotesis
Penggunaan asap cair merupakan upaya untuk mempertahankan kualitas
daging yang diukur dari nilai pH, keempukan dan nilai organoleptik (tekstur,
aroma dan rasa).
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi kalangan akademis tentang pengaruh lama
simpan dan lama perendaman asap cair pada daging kerbau terhadap pH,
keempukan dan nilai organoleptik (tekstur, aroma dan rasa) dan sebagai syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
ABSTRAK
R LESTARI BANJARNAHOR, 2016. Pengaruh Lama Simpan dan Lama Perendaman Asap Cair Terhadap Kualitas Daging Kerbau. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan ISKANDAR SEMBIRING.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap keempukan, pH, dan uji organoleptik. Penelitian ini dilaksanakan di LaboratoriumTeknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan April 2016-Mei 2016. Rancangan yang dipakai dalam peneltian ini adalah rancangan acak lengkap pola faktorial meggunakan dua faktor yaitu lama perendaman (K): (5, 10 dan 15 menit) dan faktor kedua lama simpan (P): (1, 2 dan 3 minggu). Parameter yang dianalisis yaitu keempukan, pH, dan uji organoleptik (rasa, aroma dan tekstur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman asap cair dan lama simpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji organoleptik (rasa, aroma dan tekstur) namun memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap keempukan dan nilai pH.
ABSTRACT
R LESTARI BANJARNAHOR, 2016. The effect of Storage and Soaking of Liquid Smoke on Quality of BufalloMeat.Under supervised by NURZAINAH GINTING and ISKANDAR SEMBIRING.
This study aimed to determine the effect of storage and soaking of liquid smoke on against tenderness, pH and organoleptic test (texture, aroma and flavor). This research was conducted at the Laboratory of Food Technology faculty of Agriculture University of Sumatera Utara of the month from April-May 2016. The design use in this study was completely randomized factorial design (factorial CRD) using two factors: soaking time (K): 5, 10 and 15 minutes and storage (P): 1, 2 and 3 weeks. The analyzed parameters were compare of tenderness, pH and organoleptic test (texture, aroma and flavor).
The result showed that the soaking time of liquid smoke and storage time give different organoleptic test (texture, aroma and flavor) and had no significant effect on tendenerss and pH.
PENGARUH LAMA SIMPAN DAN LAMA PERENDAMAN
ASAP CAIR TERHADAP KUALITAS DAGING KERBAU
SKRIPSI
Oleh :
R LESTARI BANJARNAHOR 110306021
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH LAMA SIMPAN DAN LAMA PERENDAMAN
ASAP CAIR TERHADAP KUALITAS DAGING KERBAU
SKRIPSI
Oleh :
R LESTARI BANJARNAHOR 110306021/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap kualitas daging kerbau
Nama : R Lestari Banjarnahor
NIM : 110306021
Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ir. Iskandar Sembiring, MM
Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi
ABSTRAK
R LESTARI BANJARNAHOR, 2016. Pengaruh Lama Simpan dan Lama Perendaman Asap Cair Terhadap Kualitas Daging Kerbau. Dibimbing oleh NURZAINAH GINTING dan ISKANDAR SEMBIRING.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama simpan dan lama perendaman asap cair terhadap keempukan, pH, dan uji organoleptik. Penelitian ini dilaksanakan di LaboratoriumTeknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan April 2016-Mei 2016. Rancangan yang dipakai dalam peneltian ini adalah rancangan acak lengkap pola faktorial meggunakan dua faktor yaitu lama perendaman (K): (5, 10 dan 15 menit) dan faktor kedua lama simpan (P): (1, 2 dan 3 minggu). Parameter yang dianalisis yaitu keempukan, pH, dan uji organoleptik (rasa, aroma dan tekstur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman asap cair dan lama simpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji organoleptik (rasa, aroma dan tekstur) namun memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap keempukan dan nilai pH.
ABSTRACT
R LESTARI BANJARNAHOR, 2016. The effect of Storage and Soaking of Liquid Smoke on Quality of BufalloMeat.Under supervised by NURZAINAH GINTING and ISKANDAR SEMBIRING.
This study aimed to determine the effect of storage and soaking of liquid smoke on against tenderness, pH and organoleptic test (texture, aroma and flavor). This research was conducted at the Laboratory of Food Technology faculty of Agriculture University of Sumatera Utara of the month from April-May 2016. The design use in this study was completely randomized factorial design (factorial CRD) using two factors: soaking time (K): 5, 10 and 15 minutes and storage (P): 1, 2 and 3 weeks. The analyzed parameters were compare of tenderness, pH and organoleptic test (texture, aroma and flavor).
The result showed that the soaking time of liquid smoke and storage time give different organoleptic test (texture, aroma and flavor) and had no significant effect on tendenerss and pH.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Silangit pada tanggal 19 Agustus 1993 dari Bapak
Haposan Banjarnahor dan Ibu Ratna Aritonang. Penulis merupakan anak pertama
dari lima bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Siborongborong dan pada
tahun yang sama penulis masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
melalui jalur SNMPTN tertulis.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET), aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa
Kristen Peternakan (IMAKRIP), anggota persekutuan UKM KMK USU
2011-2014. Selain itu penulis juga pernah menjadi anggota Paduan Suara Fakultas
Pertanian USU (TRANSEAMUS).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BPTU-HPT
Siborongborong Instalasi Silangit Kecamatan Siborongborong Kabupaten
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Lama Simpan dan Lama Perendaman Asap Cair Terhadap
Kualitas Daging Kerbau”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Ir. Nurzainah Ginting. M.Sc dan Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku dosen
pembimbing serta kepada Ir. Tri Hesty Wahyuni, MSc dan
Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dalam perbaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh civitas
akademik di Program Studi Peternakan dan rekan-rekan mahasiswa yang telah
banyak membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis berharap
DAFTAR ISI
Parameter Penelitian ... 14
pH Daging ... 14
Keempukan Daging... 14
Penilaian Organoleptik Daging ... 14
Organoleptik Tekstur... 14
Organoleptik Aroma ... 15
Organoleptik Tekstur ... 20
Organoleptik Rasa... 25
Rekapitulasi Penelitian ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29
Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Skala skor tekstur ... 15
2. Skala skor aroma ... 15
3. Skala skor rasa ... 15
4. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman terhadap pH ... 18
5. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman terhadap keempukan .... 20
6. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman terhadap tekstur ... 21
7. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman terhadap aroma ... 23
8. Pengaruh lama simpan dan lama perendaman terhadap rasa ... 25
9. Data rekapitulasi pada faktor lama perendaman ... 27
DAFTAR GAMBAR
No. Hal. 1. Prosedur Penelitian ... 17
2. Pengaruh interaksi lama simpan dan lama perendaman pada tekstur ... 22
3. Pengaruh interaksi lama simpan dan lama perendaman pada aroma .... 24