DAFTAR PUSTAKA
A.Buku
Agusmidah. 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Medan: USU Press.
---. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Asikin, Zainal. 2008. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ashyhadie, Zaeni. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta: Rajawali Pers.
Kertonegoro, Sentanoe. Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet.1. Jakarta: Mutiara.
Pohan, Masitah. 2008. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Buruh. Medan: Pustaka Bangsa Press.
Putri, Asih Eka. 2004. Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: CV Komunitas Pejaten Mediatama.
---. 2014. Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta: CV Komunitas Pejaten Mediatama.
Rys, Vladimir. 2011. Merumus Ulang Jaminan Sosial Kembali Ke Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT Pustaka Alvabet.
Soekanto, Soerjono. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.
Soepomo, Imam. 1981. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan.
---. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan.
Surianingsih. 2013. Mengenal Hukum Ketenagakerjaan. Medan: USU Press.
Yustisia, Tim Redaksi Pustaka. 2012. Koalisi Perundangan Tentang Jaminan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
B.Peraturan Undang-Undang
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN/177 tentang Peraturan Tata Cara Persyaratan Pendaftaran Pembayaran Iuran Dan Pembayaran Jaminan Asuransi Sosial Tenaga Kerja.
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan.
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK).
Staatsregeling No. 1 Tahun 1934 (Peraturan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Tahun 1934) tentang Jaminan Kesehatan.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
http://www.panduanbpjs.com/prosedur-pendafataran-bagi-peserta-pekerja-penerima-upah/
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1992/3TAHUN1992UU.htm
Mustakim Muhammad, “BPJS”, http://www.mustaqimjnet.com/bpjs.html
Sijabat, Ridwan Max. 2012. Askes, Jamsostek asked to prepare transformation. The Jakarta Post.
Wimee. 2011. SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)
BAB III
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI PTPN 3 SETELAH ADANYA PERUBAHAN PENYELENGGARA
PT JAMSOSTEK MENJADI BPJS
A.Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang diselenggarakan PT Jamsostek
Pemberian jaminan perlindungan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan,
baik dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja melalui program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), selain memberikan ketenangan kerja
juga mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan
produktivitas tenaga kerja.
Program Jamsostek itu sendiri merupakan program pemerintah yang
bertujuan untuk memberikan perlindungan dasar bag tenaga kerja untuk menjaga
harkat dan martabatnya sebagai manusia dalam mengatasi resiko-resiko yang
timbul dalam hubungan kerja. Program Jamsostek berupaya memberikan
kepastian terhadap Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK),
Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).40
Perlindungan sebagaimana dimaksud disini wajib dilakukan oleh setiap
perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, tidak hanya diberikan
kepada tenaga kerja yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan, melainkan
juga kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja.41
Di PTPN 3 sendiri dalam prakteknya program Jamsostek sudah terakomodir
dengan baik dalam BPJS Ketenagakerjaan. Adapun perbedaan mendasar dari
pelaksanaan jaminan sosial dengan undang Jamsostek dan
Undang-undang BPJS yang dirasakan oleh PTPN 3 yaitu dimana tadinya di Jamsostek
adanya Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan
Kematian (JK) dengan terbitnya PP No. 45 Tahun 2015 itu ada mengatur tentang
Jaminan Pensiun yang berarti harus menambah lagi iuran pensiun para karyawan
untuk tunjangan pensiun itu, dimana sebelumnya hanya melakukan pembayaran
iuran pensiun ke karyawan itu kepada DAPENBUN (Dana Pensiun Perkebunan)
dan DLPK (Dana Lembaga Pensiun Keuangan) saja, namun dengan adanya
perubahan Undang-undang dari Jamsostek ke BPJS terdapat beban karyawan atau
beban perusahaan untuk memberikan iuran jaminan pensiun sebesar 2% beban
Perusahaan dan 1 % beban karyawan.
B.Ruang Lingkup BPJS Ketenagakerjaan
Pembentukan Undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
ini merupakan pelaksanaan Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara
Nomor 007/PUU-III/2005, guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan
BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia.
undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52
Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan
transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT
Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program,
aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.42
Dengan Undang-undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan
kepersertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahaap. Didalam
BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 program jaminan yaitu Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun:
1.Jaminan Hari Tua
Program Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program penghimpunan
dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh
peserta, terutama jika penghasilan yang bersangkutan terhenti karena
berbagai sebab, seperti meninggal dunia, cacat total tetap atau telah
mencapai usia pensiun (55 tahun).
Manfaat dalam program ini akan dibayarkan kepada peserta
berdasarkan akumulasi dan hasil pengembangannya.43
2.Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja sebagai salah satu jenis risiko kerja, sangat
mungkin terjadi di mana pun dan dalam bidang, pekerjaan apa pun.
Akibat dari kecelakaan kerja bermacam-macam, mulai dari luka ringan,
luka parah, cacat sebagian, cacat fungsi, cacat total, bahkan meninggal
dunia. Memberikan rasa aman dalam melakukan pekerjaan merupakan
42 Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Koalisi Perundangan Tentang Jaminan Sosial, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, Hal. 151
tanggung jawab pengusaha melalui pengalihan risiko kepada BPJS
Ketenagakerjaan dengan membayar iuran Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) bagi tenaga kerjanya yang jumlahnya berkisar 0,24%-1,74% dari
upah sebulan, sesuai kelompok resiko jenis usaha.
Manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja ini untuk memberikan
kompensansi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di
rumah atau menderita penyakit yang berkaitan dengan pekerjaannya. 44
3.Jaminan Kematian
Jaminan Kematian (JK) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja
beserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia bukan karena
kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan untuk membantu
meringankan beban keluarga dalam bentuk biaya pemakaman dan uang
santunan.Manfaat dalam program ini memberikan manfaat kepada
keluarga tenaga kerja seperti :
Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk
mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli
44Ibid, Hal.8
warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia
pensiun, mengalami cacat total tetap, atau kepada ahli waris bagi peserta
yang meninggal dunia.
Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan
kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mangalami cacat total tetap,
atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia.46
C.Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di PTPN 3
PT. Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) sendiri merupakan perusahaan besar
milik negara dimana dahulunya milik bangsa asing yang dirasionalisasikan oleh
Pemerintah Republik Indonesia. Untuk program pelaksanaan Jaminan Sosial nya
sudah terealisasikan dengan baik dan semua karyawan pekerja sudah terdaftar di
BPJS Ketenagakerjaan. PTPN 3 tidak berkewajiban untuk mendaftarkan pekerja
waktu tertentu pada BPJS Ketenagakerjaan, hal tersebut dikarenakan pekerja
waktu tertentu merupakan tanggung jawab dari perusahaan penyedia jasa (instansi
pemborongnya). Sehingga jaminan ketenagakerjaan bagi PKWT akan didaftarkan
oleh instansi pemborong.
Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapatkan imbalan, serta perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Termasuk di dalamnya jaminan sosial,
seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, dan
jaminan pensiun.Apabila sebelumnya jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan
oleh PT Jamsostek (Persero), kini sesuai dengan amanat Undang-undang, PT
Jamsostek berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) terhitung sejak 1 Januari 2014 lalu.
Pendaftaran peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat dilakukan di berbagai
tempat yaitu melalui Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Pendaftaran melalui
websiteBPJS Ketenagakerjaan dan melalui service point office BPJS
Ketenagakerjaan di instansi terpilih. Adapun ketentuan peserta nya yaitu:47
1. BPJS Ketenagakerjaan wajib diikuti oleh setiap perusahaan (BUMN, join
venture, PMA), yayasan, koperasi, perusahaan perorangan yang
mempekerjakan tenaga kerja paling sedikit 10 orang atau membayar upah
per bulan paling sedikit Rp. 1.000.000,- atau lebih.
2. Program BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja luar hubungan kerja (TK-LHK) atau perorangan secara
sukarela.
3. Program BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja yang bekerja pada sektor jasa konstruksi.
Dan adapun pendaftaran peserta penerima upah untuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan, perusahaan melakukan pendaftaran dengan cara:
1. Menghubungi kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat/ terdekat.
2. Mengisi formulir BPJS 1 untuk pendaftaran perusahaan.
3. Mengisi formulir BPJS TK 1a untuk pendaftaran tenaga kerja dan
keluarga.
4. Membayar iuran pertama sesuai jumlah yang telah dihitung dan
ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan.
Dan untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, peserta bukan penerima upah
dapat melakukan pendaftaran dengan cara:48
1. Menghubungi kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat/ terdekat.
2. Menyerahkan fotokopi surat keterangan usaha (SKU) dari kelurahan,
fotokopi masing-masing KTP Peserta, fotokopi kartu keluarga (KK) bagi
peserta yang sudah menikah, dan rekap upah untuk perhitungan iuran.
3. Mengisi formulir BPJS TK 1a untuk pendaftaran tenaga kerja dan
keluarga.
4. Membayar iuran pertama sesuai jumlah yang telah dihitung dan
ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan.
Di PTPN 3 ada perbedaan jaminan ketenagakerjaan antara pekerja PTPN 3
berdasarkan status golongan kerjanya. Dari status tersebutlah dapat dihitung iuran
BPJS Ketenagakerjaannya berdasarkan presentase dari upah keseluruhan sebulan
yang diterima oleh tenaga kerja. Iuran tersebut menjadi tanggungan perusahaan
juga tanggungan dari pekerja itu sendiri.
Upah sebulan disini maksudnya adalah upah yang sebenarnya diterima oleh
tenaga kerja selama 1 bulan yang dimana ketentuannya sebagai berikut:49
a. Jika upah dibayar harian, upah sebulan sama dengan upah sehari
dikalikan 30 (tiga puluh).
48Ibid, hal. 26
b. Jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan, upah sebulan dihitung
dari rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir.
c. Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan
pada upah borongan, upah sebulan dihitung dari rata-rata 12 (dua belas)
bulan terakhir.
Penyelenggaraan pelaksanaan program jaminan ketenagakerjaan di PTPN 3
sendiri menjalankan 4 (empat) program sesuai yang diatur oleh Undang-undang
atau Peraturan Pemerintah yaitu:
1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja
Menurut PP No. 44 tahun 2015, manfaat perlindungan kecelakaan
kerja mulai dari saat berangkat kerja, didalam lingkungan kerja, sampai
tiba kembali ke rumah termasuk mengalami penyakit akibat kerja.
Pelayanan kesehatan yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan medisnya
dan standar ketentuan yang berlaku tanpa batasan biaya.Dalam hal
penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan
kerja ke rumah dan/atau kerumah sakit (Darat/sungai/danau sebesar Rp.
1.000.000 , Laut sebesar Rp. 1.500.000 , dan udara Rp. 2.500.000 ).
Untuk biaya pemakamannya Rp. 3.000.000.
Santunan tidak mampu bekerja juga diberikan dalam waktu jika 6
bulan pertama 100% dari upah, jika 6 bulan kedua 75% dari upah, dan
jika 6 bulan ketiga dan seterusnya 50 % dari upah. Kasus JKK yang
mengakibatkan pekerja mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia
dari SD sampai dengan Perguruan Tinggi sebesar Rp.12.000.000 dimana
ketentuan umur maksimal 23 tahun. Apabila ada pekerja yang menuntut
atas kurangnya biaya yang dia dapat atas kecacatannya maka pihak
PTPN 3 hanya bisa melapor dan mendesak ke BPJS Ketenagakerjaan
serta mengajukan berkas-berkas atas kecacatan yang diperoleh pekerja
tersebut.
Dalam hal jaminan kecelakaan kerja iuran atas beban untuk
karyawan PTPN 3 dan perusahaan memiliki perbedaanpersenan
berdasarkan golongan. Untuk golongan IA sampai dengan IID beban
perusahaan sebesar 0,54% dan beban pribadi tidak ada .Sedangkan untuk
golongan IIIA sampai dengan IVD beban perusahaan sebesar 0,24% dan
beban pribadi tidak ada , tetapi dalam hal ini total 0,24% dikalikan
dengan gaji pokok pekerja.
Contoh: Jaka Setiawan, SP seorang staf keuangan golongan IIIC
memiliki gaji sebesar Rp. 5.807.985 karena dia golongan IIIC
maka iuran beban perusahaan adalah Rp. 5.807.985 x 0,24% =
Rp. 13.939,- (Tiga Belas Ribu Sembilan Ratus Tiga Puluh
Sembilan).
2. Program Jaminan Kematian
Menurut PP No. 44 Tahun 2015, manfaat perlindungan meninggal
dunia hanya pada masa kepersertaan aktif (Tidak ada manfaat
perlindungan 6 (enam) bulan setelah non aktif. Untuk santunan kematian
sekaligus serta biaya pemakaman sebesar Rp. 3.000.000. Meninggal
dunia pada masa kepersertaan aktif dan memenuhi masa iur minimal
selama 5 tahun (60 bulan) mendapat manfaat beasiswa bagi 1 (satu)
orang anak usia sekolah mulai SD sampai dengan Perguruan Tinggi
sebesar Rp. 12.000.000 dimana ketentuan umur maksimal 23 tahun.
Dalam hal jaminan kematian iuran atas beban untuk karyawan
PTPN 3 dan perusahaan tidak memiliki perbedaan persenan baik
golongan IA sampai golongan IVD, dimana beban perusahaan sebesar
0,30% dan beban pribadi tidak ada.
Contoh: Toni Siregar, ST seorang staf teknik golongan IIID memiliki
gajisebesar Rp. 7.724.601. Maka beban iuran perusahaan adalah
Rp. 7.724.601 x 0,30% = Rp. 23.174,- (Dua Puluh Tiga Ribu
Seratus Tujuh Puluh Empat Rupiah).
3. Program Jaminan Hari Tua
Menurut PP No. 46 Tahun 2015, manfaat perlindungan tabungan
hari tua (mencapai usia 56 tahun) yang besaran manfaatnya merupakan
akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Peserta dengan
kepersertaan aktif minimal 10 tahun dapat mengambil JHT sebagian:
Pengambilan JHT maksimal 10% untuk persiapan hari tua; atau
Pengambilan JHT maksimal 30 % untuk membantu biaya
perumahan.
Sedangkan peserta dengan kepersertaan non aktif:
Mengalami cacat total tetap; Meninggal Dunia
Meninggalkan Indonesia atau sejenisnya.
Di PTPN 3 sendiri ada keluhan terkait saldo jaminan hari tua.
Banyak yang komplein atas tidak sesuainya penerimaan saldo itu dilihat
dari saat mereka masuk kerja. Adapun cara PTPN 3 menindaklanjutkan
dengan cara menampung aspirasi dari karyawan atau pekerja yang saldo
JHT nya tidak sesuai. Perusahaan tetap memberi jalan koordinasi dan
komunikasi ke BPJS untuk dicek kembali dan menyesuaikan saldo
tersebut selama ini.
Dalam hal jaminan hari tua iuran atas beban untuk karyawan PTPN
3 dan perusahaan tidak memiliki perbedaanpersenan baik golongan IA
sampai golongan IVD, dimana beban perusahaan sebesar 3,70% dan
beban pribadi sebesar 2%.
Contoh: IR. Krisna Tarigan,MM seorang Staf khusus Direksi golongan
IVC memiliki gaji sebesar Rp. 11.678.971. Maka beban iuran
perusahaan Rp. 11.678.971 x 3,70% = Rp. 432.122,- (Empat
Ratus Tiga Puluh Dua Ribu Seratus Dua Puluh Dua Rupiah).
Dan beban iuran karyawan Rp. 11.678.971 x 2% = Rp.
233.579,- (Dua Ratus Tiga Puluh Tiga Ribu Lima Ratus Tujuh
Puluh Sembilan Rupiah). Jadi total keseluruhan iuran jaminan
hari tua adalah Rp. 665.701,- (Enam Ratus Enam Puluh Lima
4. Program Jaminan Pensiun
Menurut PP No. 45 Tahun 2015, manfaat perlindungan keika
memasuki usia tua, mengalami cacat total tetap atau kepada ahli waris
bagi peserta yang meninggal dunia untuk mengganti pendapatan bulanan
serta memenuhi kehidupan dasar yang layak. Dan disarankan untuk
mendaftarkan nama ahli waris yang berhak ke BPJS Ketenagakerjaan
secara akurat. Manfaat kepersertaan jaminan pensiun akan diberikan
secara berkala setelah pekerja mencapai masa pembayaran iuran minimal
180 bulan atau setara dengan 15 tahun. Apabila masa pembayaran iuran
belum mencapai 180 bulan, maka anda akan mendapatkan manfaat
jaminan pensiun secara Lumsum yaitu akumulasi iuran di tambah dengan
hasil pengembangan. Manfaat jaminan pensiun yang dapat pekerja terima
antara lain:
a. Pensiun Hari Tua
Diterima setelah peserta memasuki usia pensiun sampai meninggal.
Dengan rumus, Manfaat = 1% x (masa Iur : 12 bulan) x rata-rata
upah tertimbang selama masa Iur.
b. Pensiun Cacat
Diterima peserta memasuki usia pensiun sampai meninggal.
Dengan rumus, 100% x nilai manfaat pensiun hari tua.
Diterima ahli waris janda/duda dari total peserta yang meninggal,
sampai meninggal atau menikah lagi. Dengan Rumus, 50% x nilai
manfaat pensiun hari tua.
d. Pensiun Anak
Diterima ahli waris anak dari peserta yang meninggal, sampai
berusia 23 tahun, bekerja, atau menikah. Dengan rumus, 50% x
nilai manfaat pensiun hari tua.
e. Pensiun Orangtua bagi peserta lajang
Diterima ahli waris orangtua dari peserta yang meninggal sampai
batas waktu tertentu. Dengan rumus, 20% x nilai manfaat pensiun
hari tua.
Pekerja PTPN 3 diikutsertakan dalam program jaminan pensiun
yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN)
dimana beban perusahaan sebesar 5,89% dan beban pribadi sebesar 6%.
Dalam hal jaminan pensiun iuran BPJS Ketenagakerjaan, beban untuk
karyawan PTPN 3 dan perusahaan tidak memiliki perbedaan persentase
dari golongan IA sampai golongan IVD dimana beban perusahaan
sebesar 2 % dan beban pribadi 1 %.
Contoh : Sri Verawaty, SH seorang staf bagian sekretariat perusahaan
golongan IVA memiliki penghasilan dasar pensiun sebesar Rp.
3.749.281. Untuk iuran ke Dapenbun maka iuran atas beban
pribadi Rp. 3.749.281 x 6 % = Rp. 224.957,- (Dua Ratus Dua
dan beban perusahaan Rp. 3.749.281 x 5,89% = Rp. 220.833,-
(Dua Ratus Dua Puluh Ribu Delapan Ratus Tiga Puluh Tiga
Rupiah) dan total keseluruhan adalah Rp. 445.790,- (Empat
Ratus Empat Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Sembilan Puluh
Rupiah). Sedangkan untuk iuran ke BPJS atas beban pribadi
Rp. 3.749.281 x 1% = Rp. 37.493,- (Tiga Puluh Tujuh Ribu
Empat Ratus Sembilan Puluh Tiga Rupiah) dan beban
perusahaan Rp. 3.749.281 x 2 % = Rp. 74.986,- (Tujuh Puluh
Empat Ribu Sembilan Ratus Delapan Puluh Enam Rupiah) dan
total jumlah iurannya Rp. 112.479,- (Seratus Dua Belas Ribu
Empat Ratus Tujuh Puluh Sembilan Rupiah).
Didalam menjalankan dan menangani keempat program jaminan sosial
ketenagakerjaan ini pihak PTPN 3 mempercayakan kebagian Sumber Daya
Manusia (SDM). Misalnya, jaminan pensiun diurus oleh seorang staf SDM bagian
pensiun dan lainnya.
D.Sanksi apabila ada pekerja/ buruh yang tidak terdaftar mengikuti
program BPJS Ketenagakerjaan.
Pemberi pekerja selain penyelenggara negara memiliki kewajiban untuk
mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya sebagai peserta kepada BPJS beserta para
pekerjanya secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya.
Apabila ada yang tidak memenuhi kewajiban mendaftar akan dikenakan sanksi
PTPN 3 yang merupakan perusahaan besar di Indonesia selaku pemberi
kerja sudah mendaftarkan pekerjanya untuk mengikuti program BPJS
Ketenagakerjaan. Pihak PTPN 3 merasa rugi apabila tidak mendaftarkan para
pekerjanya. Apabila ada pekerja yang tidak terdaftar pada BPJS Ketenagakerjaan,
maka perusahaan akan dikenakan sanksi administratif sesuai Undang-undang
yang berlaku. PTPN 3 berkomitmen untuk selalu mendaftarkan pekerjanya di
BPJS Ketenagakerjaan, sehingga sampai saat ini tidak ada satupun pekerja yang
tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun sanksi administratif sebagaimana dimaksud adalah;50
1. Teguran Tertulis
Sanksi teguran tertulis diberikan paling banyak dua kali masing-masing
untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja oleh BPJS.
2. Denda
a. Sanksi denda diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak berakhirnya pengenaan sanksi teguran tertulis kedua
berakhir.
b. Sanksi denda dikenai oleh BPJS dan menjadi pendapatan lain dana
jaminan sosial.
3. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu
a. Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah
kabupaten/kota atas permintaan BPJS.
b. Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada
pemberi kerja selain penyelenggara negara seperti perizinan terkait
usaha atau izin mendirikan bangunan.
c. Sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu yang dikenai
kepada setiap orang, selain pemberi kerja, dan pekerja yang memenuhi
persyaratan kepersertaan dalam program jaminan sosial seperti surat
BAB IV
PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN BAGI TENAGA KERJA DI PTPN 3 SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN TENTANG
BPJS
A.Perubahan Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Setiap orang berhak mendapatkan jaminan sosial berupa kesehatan untuk
memenuhi kesehatan mencakup fisik,mental dan sosial secara baik dan lengkap.
Dimana jaminan sosial tersebut berupa pelayanan kesehatan, perawatan medis.
Pada Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992, Jaminan
Pelayanan Kesehatan (JPK) yang ditawarkan oleh PT Jamsostek dahulu wajib
diikuti oleh pekerja dan akan mendapat kartu pemeliharaan kesehatan. Dalam
pelayanan kesehatan program ini memberikan pelayanan berupa rawat jalan,
rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, penunjang
diagnostik, pelayanan khusus dan gawat darurat bagi pekerja dan keluarganya
yang menderita sakit.
Dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia tentang jaminan kesehatan, negara memiliki kewajiban untuk
memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu,
dibentuklah BPJS Kesehatan sebagai pelaksana program tersebut. Peserta jaminan
kesehatan berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan nasional yang bersifat
pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan kesehatan tingkat pertama
(nonspesialistik) dan rujukan tingkat lanjutan (rawat jalan dan rawat inap)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan)
untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat
Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan
Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan merupakan transformasi dari PT. Askes (Persero). Secara
umum, karakter dasar PT Askes (Persero) adalah sebuah entitas milik negara
(Badan Usaha Milik Negara) yang mencari profit di bidang asuransi kesehatan.
Selama ini PT Askes (Persero) sudah menerapkan metode managed care dalam
mengendalikan biaya dan mutu layanan kesehatan sehingga dapat mengurangi
biaya pelayanan yang tidak perlu yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kelayakan dan efisiensi pelayanan kesehatan.51
Pelayanan Jaminan sosial dalam BPJS Kesehatan di PTPN 3 sekarang lebih
mudah dibanding JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan) PT Jamsostek dahulu
karena adanya hubungan kerjasama antara BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Apabila terjadi kecelakaan kerja pihak BPJS Ketenagakerjaan
tetap bisa bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit yang sudah di claim JKK.
Contohnya, seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja, BPJS Kesehatan akan
koordinasi ke BPJS Ketenagakerjaan. Jadi dalam mengelola pekerja untuk
melayani kesehatannya sudah lebih dipermudah dibanding dahulu saat JPK
(Jaminan Pelayanan Kesehatan) PT Jamsostek yang tidak seperti sekarang.
B.Prosedur dan Mekanisme Kepesertaan BPJS Kesehatan
Dalam peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
No.1 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, prosedur
kepersertaan BPJS Kesehatan adalah :
1. Kepersertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan
Peserta BPJS Kesehatan terdiri atas :
a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, terdiri atas:
1) Orang yang tergolong fakir miskin; dan
2) Orang tidak mampu.52
b. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan53,
terdiri atas:
1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan dan anggota keluarganya;
2) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya termasuk
warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan dan anggota keluarganya;
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya.54
52 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan Pasal 5
53 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 4
Peserta pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan
anggota keluarganya terdiri atas :
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima upah.55
Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan
anggota keluarganya terdiri atas :
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah.56
Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas :
a. Investor;
f.Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar iuran.
Penerima pensiun terdiri atas :
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
55 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 7
d. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a,b, dan c yang mendapat hak pensiun;
e. Penerima pensiun selain huruf a,b, dan c;
f.Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf e yang mendapat hak
pensiun.57
2. Prosedur Pendaftaran Peserta BPJS Kesehatan
a. Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan
Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin
yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan
Pemerintah.58
Pendaftaran fakir miskin dan orang tidak mampu yang menjadi
peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang stastik (Badan Pusat Stastik) yang diverifikasi
dan divalidasi oleh Kementrian Sosial.
Selain itu penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur/ Bupati/ Walikota bagi
Pemda yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.
57 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Pasal 9
b. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU)
Prosedur khusus bagi pekerja penerima upah berbeda dengan
peserta lainnya. Adapun prosedur yang dimaksud adalah sebagai
berikut :59
1. Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta
anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan dengan
melampirkan :
a) Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnya.
b) Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai
format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan.
2. Perusahaan/ Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA)
untuk dilakukan pembayaran ke Bank yang telah bekerja sama
(BRI/Mandiri/BNI)
3. Bukti pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan
untuk dicetakkan kartu JKN atau mencetak e-ID secara mandiri
oleh Perusahaan / Badan Usaha.
c. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan
Bukan Pekerja
Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang
melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk
memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang
meliputi : Pemberi Kerja; Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja
mandiri dan Pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan
kerja yang bukan menerima Upah, contoh Tukang Ojek, Supir
Angkot, Pedagang Keliling, Dokter, Pengacara/Advokat, Artis, dan
lain-lain.60
1. Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja
a) Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS
2) Fotokopi KTP/ Paspor, masing-masing 1 lembar
3) Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada
didalam Kartu Keluarga
4) Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar.
d) Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual
Account (VA)
e) Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama
(BRI/Mandiri/BNI)
f) Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan
untuk dicetakkan kartu JKN.
g) Pendaftaran juga dapat dilakukan melalui website BPJS
Kesehatan.
2. Pendaftaran Bukan Pekerja melalui entitas berbadan hukum
(Pensiunan BUMN/BUMD)
Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola
oleh entitas berbadan hukum dapat didaftarkan secara kolektif
melalui entisitas berbadan hukum yaitu dengan mengisi formulir
registrasi dan formulir migrasi data peserta.61
Saat ini PTPN 3 telah mengikuti dan mendaftarkan pekerjanya sesuai
prosedur dan mekanisme yang berlaku. Adapun hambatan atau kesulitan saat
melaksanakan prosedur dan mekanisme kepersertaan BPJS Kesehatan itu
berasal dari pihak BPJS Kesehatan sendiri dimana pihak mereka lambat untuk
memberi kartu pelayanan kesehatan.Selain itu terdapat pula keluhan bahwa
adanya berita terkait pasien akan dipulangkan sebelum benar-benar sembuh
atau pulih dan adanyamemberikan batas jangka waktu ketika dirawat di
Rumah Sakit yaitu hanya dalam waktu 7 (Tujuh) Hari atau seminggu.
Setelah ditelusuri ke pihak BPJSternyata proses pembuatan kartu BPJS
kesehatan langsung dikerjakan pendaftaran, tidak sampai berhari-hari. Namun
yang membuat lama adalah pengaktifan dan keluar virtual account sehingga
dibayar iuran yang membutuhkan waktu dua minggu. Hal tersebut sesuai
dengan peraturan yang berlaku karena terkoneksi dengan program lainnya.
Pihak BPJSKesehatan juga menyatakan tidak ada batasan waktu untuk rawat
inapkepada pasien BPJS karena seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan
medis nya. Kalau adapun yang seperti itu dengan alasan administrasi harus
dilaporkan ke pihak BPJS Kesehatan mengenai nama rumah sakit, nama
pasien, waktu pasien opname secara detil, agar bisa dicek kebenaran
klaimnya.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama,
peserta BPJS Kesehatan dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti
puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta
BPJS Kesehatan. Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 21 Ayat 1, salah satu
manfaat pelayanan promotif preventif meliputi penyuluhan kesehatan
perorangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu,
diharapkan fungsi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) tidak hanya
sebagai tempat berobat, namun juga sebagai tempat masyarakat memperoleh
edukasi kesehatan sebelum sakit.
Pelayanan rujukan bisa dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan jika perujuk (fasilitas kesehatan) tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan, dan atau ketenagaan yang sifatnya sementara
atau menetap.Sedangkan rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan
tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi,
atau sebaliknya.62
Peserta BPJS Kesehatan bisa dirujuk dari fasilitas kesehatan yang lebih
rendah jika:
1. Permasalahan kesehatan peserta dapat ditangani oleh tingkatan
fasilitaskesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya,
2. Kompetensi dan kewenangan fasilitas tingkat pertama atau tingkat
kedua lebih baik dalam menangani peserta
3. Peserta membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
fasilitas kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan,
efisiensi, dan pelayanan jangka panjang,
4. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan peserta karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan,
dan atau ketenagaan.
Bagi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL), sistem
pembayaran yang digunakan adalah sistem tarif paket INA CBG’s. Sistem
INA CBG’s adalah tarif paket pelayanan kesehatan yang mencakup seluruh
komponen biaya RS, mulai dari pelayanan non medis hingga tindakan
medis.Tarif paket dalam INA CBG’s dihitung berdasarkan data di berbagai
RS di Indonesia (pemerintah atau swasta). Data meliputi tindakan medis yang
dilakukan, obat-obatan,jasa dokter, dan barang medis habis pakai kepada
pasien, termasuk profit yang diperoleh RS. Data tersebut kemudian dihitung
dalam rumus yang berlaku secara internasional dan diambil besaran rata-rata.
Dengan paket biaya itu, RS dan dokter dituntut efektif dan efisien dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.63
C.Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan
Dalam UU nomor 40 tahun 2004, dinyatakan bahwa program jaminan sosial
bersifat wajib untuk mengakomodasi seluruh penduduk. Pencapaiannya dilakukan
secara bertahap. Lalu seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Jaminan
sosial yang diprioritaskan adalah program jaminan kesehatan.
BPJS sebagai pelaksana JKN Jaminan Kesehatan Nasional harus
memberikan informasi yang paling mudah dipahami bagi pekerja mengenai
program jaminan kesehatan tersebut. Adapun hak dan kewajiban peserta BPJS
Kesehatan sampai saat ini juga banyak yang belum diketahui oleh pendaftar. Dan
hak yang akan didapatkan oleh peserta BPJS adalah sebagai berikut:64
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan.
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan BPJS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas yang bekerja sama dengan
BPJS kesehatan dalam waktu 24 jam.
4. Menyampaikan keluhan / pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau
tertulis ke kantor BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara resmi JKN.
63 Ibid,diakses pada tanggal 26 April 2014
Setelah mengetahui hak-hak dari Peserta BPJS Kesehatan, pekerja
berkewajiban melakukan beberapa hal sebagai berikut:65
1. Mendaftarkan diri sebagai peserta, dan membayar iuran yang besarnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Apabila ada perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
penceraian, kematian, kelahiran pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat 1, maka segera lakukan pelaporan.
3. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak mendapatkan fasilitas JKN.
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan mulai
dari pendaftaran, alur pelayanan dan pembayaran iuran.
Empat jenis pelayanan kesehatan yang diperoleh dan yang dijamin untuk
pekerja yaitu:66
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan
kesehatannon spesialistik yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan;
b. Pelayanan promotif dan preventif;
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun nonoperatif;
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
65Ibid, Hal. 5
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkatpratama;
dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi
pelayanankesehatan rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan;
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik olehdokter
spesialis dan subspesialis
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedahsesuai
dengan indikasi medis;
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai denganindikasi
medis;
f. Rehabilitasi medis;
g. Pelayanan darah;
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawatinap
di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan,
berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk petimati dan mobil
jenazah;
j. Perawatan inap non intensif; dan
k. Perawatan inap di ruang intensif.
Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalahpersalinan sampai
dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/meninggal.
4. Ambulan
Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dariFasilitas
Kesehatan satu ke fasilitas kesehatanlainnya, dengan tujuan
menyelamatkan nyawa pasien.
Sedangkan jenis pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu:67
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui
prosedursebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yangtidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaandarurat;
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program
jaminankecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat
kecelakaankerja atau hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung
olehprogram jaminan kecelakaan kerja;
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program
jaminankecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai
yangditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau
alkohol;
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atauakibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional,
termasukakupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan
efektifberdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health
technologyassessment);
12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagaipercobaan
(eksperimen);
13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggapdarurat,
kejadian luar biasa/wabah; dan
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan denganmanfaat
jaminan kesehatan yang diberikan.
17. Klaim perorangan.
Adapun Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
terdiri dari:
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :68
a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Non Perawatan
danPuskesmas Perawatan (Puskesmas dengan Tempat Tidur).
b. Fasilitas Kesehatan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI)
1)TNI Angkatan Darat : Poliklinik kesehatan dan Pos
Kesehatan.
2)TNI Angkatan Laut : Balai kesehatan A dan D,
BalaiPengobatan A, B, dan C, Lembaga Kesehatan
Kelautandan Lembaga Kedokteran Gigi.
3)TNI Angkatan Udara : Seksi kesehatan TNI AU,
LembagaKesehatan Penerbangan dan Antariksa
(Laksepra) danLembaga Kesehatan Gigi & Mulut
(Lakesgilut).
c. Fasilitas Kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI),
terdiridari Poliklinik Induk POLRI, Poliklinik Umum POLRI,
Poliklinik lain milik POLRI dan Tempat Perawatan Sementara
(TPS) POLRI.
d. Praktek Dokter Umum / Klinik Umum, terdiri dari Praktek
DokterUmum Perseorangan, Praktek Dokter Umum Bersama,
KlinikDokter Umum / Klinik 24 Jam, Praktek Dokter Gigi, Klinik
Pratama,RS Pratama.
2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan :69
a. Rumah Sakit, terdiri dari RS Umum (RSU), RS Umum
PemerintahPusat (RSUP), RS Umum Pemerintah Daerah
(RSUD), RS UmumTNI, RS Umum Bhayangkara (POLRI), RS
Umum Swasta, RSKhusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular),
RS Khusus Kanker(Onkologi), RS Khusus Paru, RS Khusus
Mata, RS Khusus Bersalin,RS Khusus Kusta, RS Khusus Jiwa,
RS Khusus Lain yang telahterakreditasi, RS Bergerak dan RS
Lapangan.
b. Balai Kesehatan, terdiri dari : Balai Kesehatan Paru
Masyarakat,Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan
Ibu dan Anakdan Balai Kesehatan Jiwa.
3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secaralangsung
dengan BPJS Kesehatan namun merupakan jejaring darifasilitas
kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkatlanjutan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, meliputi :
a. Laboratorium Kesehatan
b. Apotek
c. Unit Transfusi Darah
d. Optik
Aturan baru dalam pelaksanaan jaminan kesehatan saat ini ternyata lebih
memudahkan PTPN 3 dan pekerjanya dalam mendapatkan layanan kesehatan.
Adapun Rumah sakit yang bekerja sama dengan pihak PTPN 3 dalam
Sakit Murni Teguh Medan, Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan, Rumah Sakit
Permata Bunda, Rumah Sakit Malahayati. Kelima Rumah Sakit ini telah
bekerjasama dengan pihak BPJS Kesehatan.
D.Jaminan Pemeriksaan Kesehatan Pada Pekerja
Istilah kesehatan merujuk pada kondisi fisik,mental dan stabilitas emosi.
Menurut Undang-undang kesehatan, yang dimaksud kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara social dan ekonomi. Dimana kesehatan tersebut diperoleh dari
fasilitas pelayanan kesehatan. Didalam UU No. 36 Tahun 2014 pasal 1 ayat 3
fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Sesuai Peraturan Pemerintah Presiden Nomor 111 Tahun 2013 dalam pasal
25, salah satu pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja, maka BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan melakukan kerjasama koordinasi pelayanan
untuk kepastian penjaminan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kecelakaan kerja.
Apabila ada pekerja di PTPN 3 yang mengalami kecelakaan kerja maka
pihak BPJS Kesehatan akan melapor ke BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya pihak
Kesehatan/ Rumah Sakit/ Pemberi Kerja dan memastikan kasus kecelakaan
tersebut selambat-lambatnya 2 x 24 jam hari kerja sejak informasi diterima oleh
BPJS Ketenagakerjaan.
Pihak BPJS Ketenagakerjaan menanggung biaya pelayanan kesehatan akibat
kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja maksimal sebesar Rp.
20.000.000,00 (Dua Puluh Juta Rupiah) per kasus. Pihak BPJS Kesehatan tidak
menanggung selisih biaya pelayanan kesehatan dari yang telah ditanggung oleh
BPJS Ketenagakerjaan. Apabila biaya pemeriksaan dan pengobatan melebihi
biaya maksimal yang ditentukan maka sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Pelaksanaannya,
resiko pekerjaan merupakan tanggung jawab perusahaan, sehingga perusahaan
tetap berkewajiban untuk membayar kekurangannya dan tidak boleh dibebankan
kepada pekerja sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 609 tahun
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis dan pembahasan mengenai pelaksanaan sistem
jaminan sosial bagi pekerja/ buruh tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
menjadi beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengaturan sistem jaminan sosial bagi pekerja/ buruh di Indonesia termuat
dalam Peraturan perundang-undangan mengenai kecelakaan tahun 1947
(UU No.33 Tahun 1947) dan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997
mengenai Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) , Undang-undang No. 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-undang No. 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial. Dalam setiap perubahan peraturan terjadi perubahan bentuk
pelayanan dan adanya penambahan jaminan.
2. Penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekerja/buruh di
PTPN 3 setelah adanya perubahan penyelenggara dari PT Jamsostek
menjadi BPJS dapat dilihat dalam UU No. 24 Tahun 2011, BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 (Empat) program yaitu Jaminan Hari
Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK),
Jaminan Pensiun (JP). PT Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) merupakan
perusahaan besar milik negara yang turut mendaftarkan seluruh pekerjanya
yang akan dikenakan apabila ada pekerja yang belum terdaftar maka
perusahaan akan mendapat sanksi administrasi yang berlaku saat ini.
3. Pelaksanaan jaminan sosial kesehatan bagi tenaga kerja di PTPN 3 setelah
berlakunya peraturan tentang BPJS dapat dilihat dalam Peraturan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 yang
telah mengatur prosedur kepersertaan BPJS Kesehatan yang telah
membantu pekerja dan keluarganya dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan. Walaupun menurut pekerja PTPN 3 pelayanan kesehatan
sekarang lebih mudah tetapi nyatanya tetap ada kesulitan yang dihadapi
baik oleh pekerja ataupun keluarganya.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pembahasan dan
kesimpulan diatas adalah :
1. Perlunya sosialisasi antara PT Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) dengan
pekerja guna menampung keluhan dan aspirasi para pekerja atas pelayanan
Jaminan Hari Tua dalam BPJS Ketenagakerjaan.
2. Perlu dilakukan peninjauan ulang sistem rujukan koordinasi antara BPJS
Kesehatan dengan perusahaan dan pekerja guna peningkatan kualitas
BAB II
PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH DI INDONESIA
A. Sejarah Pengaturan Sistem Jaminan
Sosial Bagi Pekerja/Buruh
Pembangunan sistem dan program jaminan sosial merupakan salah satu
karya kebijakan sosial yang terbesar di abad keduapuluh. Untuk pertama kali,
program jaminan sosial wajib (mandatory insurance)diperkenalkan di Eropa pada
ahir abad kesembilan belas. Selanjutnya program jaminan sosial meluas ke
berbagai belahan dunia setelah berahirnya perang dunia kedua, paling tidak
sebagai dampak dari berahirnya era kolonialisasi dan kemerdekaan negara-negara
jajahan.9 Penyebaran dan pengembangan jaminan sosial ke seluruh dunia juga
didukung oleh konvensi dan kerjasama internasional.
Pada tahun 1948 Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan jaminan
sosial sebagai hak asasi manusia dalam Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia. Di
dalamnya dinyatakan bahwa: “ .... setiap orang, sebagai anggota masyarakat,
mempunyai hak atas jaminan sosial ... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak
mampu bekerja, menjanda, hari tua ...”.
Selanjutnya Internatinal Labour Organization (ILO) dalam konvensi nomor
102 tahun 1952 menganjurkan semua negara di dunia memberi perlindungan
dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB
tentang hak jaminan sosial. Konvensi ini merupakan satu-satunya instrumen
internasional untuk penyelenggaraan jaminan sosial, mengatur kesepakatan di
antara negara-negara anggota tentang standar minimal untuk penyelenggaraaan
sembilan program jaminan sosial.
ILO Convension No. 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai
”Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui
seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang
diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai
resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja,
kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama
pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota
keluarga termasuk anak-anak”.
1. Pasca Indonesia Merdeka
Perjalanan sejarah pembangunan program jaminan sosial di Indonesia
memperlihatkan bahwa jaminan sosial tumbuh dan digerakkan oleh pemerintah
bukan muncul dari kebutuhan pekerja akan perlindungan pendapatan sebagaimana
yang terjadi di Eropa. Didalam perjalanannya, landasan filosofi jaminan sosial di
Indonesia berkembang sesuai filosofi pemerintahan.
Pada masa pra kemerdekaan, program jaminan sosial pertama kali
diperkenalkan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda masih berkuasa pada
awal abad keduapuluh. Pemerintah Hindia Belanda mengikutsertakan pegawai
program, yaitu jaminan pensiun sejak tahun 1926 dan jaminan kesehatan mulai
tahun 1934.
Di masa pasca proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Pusat (Orde Lama)
membangun tiga program jaminan sosial mulai pada tahun 1947, yaitu jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua.
Program jaminan kecelakaan kerja lahir ketika Pemerintah mengundangkan
UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan (UU Kecelakaan 1947) pada 18
Oktober 1947. UU ini diberlakukan di seluruh Indonesia sejak tahun 1951 dengan
UU No. 2 Tahun 1951 Tentang Berlakunya UU No 33 Tahun 1947 dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia. UU Kecelakaan 1947 adalah UU sosial
pertama yang diundangkan pasca proklamasi kemerdekaan, dan hebatnya lagi
diundangkan di masa pemerintahan darurat pasca perang agresi Belanda kedua.
Sejak tahun 1948 Pemerintah melanjutkan penyelenggaraan program
jaminan kesehatan pemerintah Hindia Belanda di masa pra kemerdekaan.
Program ini diselenggarakan berdasarkan pada ketentuan Restitusi Regeling
1948.10 Peserta dibatasi pada pegawai negeri yang berpenghasilan di bawah Rp
850,00 per bulan. Penyelenggaraan belum sepenuhnya mengikuti kaidah jaminan
sosial, namun masih diselenggarakan sebatas pemotongan gaji (restitusi). Setiap
pegawai yang mendapatkan pelayanan rawat inap dikenakan pemotongan gaji
sebesar 3% dari gaji pokok untuk membayar iur bayar (co-payment). Pelayanan
kesehatan dasar ditanggung penuh oleh pemerintah. Pelayanan kesehatan dasar di
fasilitas pemerintah tidak dipungut bayaran, sedangkan di fasilitas swasta, peserta
membayar terlebih dahulu biaya pelayanan kesehatan kemudian pemerintah
mengganti (reimbursement). Pemerintah melakukan proyek percontohan program
jaminan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang dikenal dengan
“Jakarta Pilot Project” pada tahun 1960.
Program ketiga yang diselenggarakan adalah program pensiun publik yang
terbatas untuk pegawai negeri pada tahun 1956 kemudian diikuti dengan program
tabungan hari tua pegawai negeri pada tahun 1963. Program pensiun pegawai
negeri didirikan dan diselenggarakan berdasarkan UU No. 11 Tahun 1956
Tentang Pembelanjaan Pensiun. Program tabungan hari tua pegawai negeri diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1963 Tentang Pembelanjaan
Pegawai Negeri dan PP No. 10 Tahun 1963 Tentang Tabungan Asuransi dan
Pegawai Negeri.
Pemerintah Orde Baru meningkatkan penyelenggaraan program-program
jaminan sosial yang telah dibangun pada masa pemerintahan Orde Lama.
Peningkatan dilakukan dengan menyelenggarakan program-program jaminan
sosial dengan mekanisme pendanaan oleh peserta (funded social security) dan
membangun kelembagaan jaminan sosial. Pendanaan jaminan sosial oleh peserta
dan badan penyelenggara jaminan sosial berkembang sesuai dengan kelompok
pekerjaan, yaitu pegawai negeri dan pekerja swasta. Sayangnya, Pemerintah Orde
Baru pada tahun 1992 menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai
ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Sejak itu, penyelenggaraan program
jaminan sosial Indonesia menjauh dari prinsip-prinsip asuransi sosial.11
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 Tentang Asuransi Sosial Tenaga
Kerja (ASTEK) sendiri menjelaskan bahwa sistem perlindungan yang
dimaksudkan untuk menanggulangi resiko sosial secara langsung mengakibatkan
berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.
Berdasarkan peraturan ini maka perusahaan diwajibkan untuk
menyelenggarakan program Astek, yaitu dengan cara mempertanggungkan
buruhnya dalam asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian, demikian pula
dalam program tabungan hari tua pada badan penyelenggaraan yaitu Perusahaan
umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perum Astek) yang didirikan dengan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1977. Perusahaan yang wajib
menyelenggarakan Astek masih dibatasi pada jumlah buruh yang dipekerjakan
atau jumlah upah yang dibayarkan kepada buruhnya setiap bulannya. Menurut
keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN/177
tentang peraturan tata carapersyaratan pendaftaran pembayaran iuran dan
pembayaran jaminan asuransi sosial tenaga kerja, menetapkan bahwa perusahaan
yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau lebih atau membayar upah paling
sedikit Rp. 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) sebulan adalah perusahaan yang
diwajibkan ikut serta dalam program Astek, sedangkan menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP-278/MEN/83 peraturan mengatur perusahaan
11Asih Eka Putri, “Identitas-Jaminan Sosial”,
yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 25 orang atau lebih, atau membayar
upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00(Satu Juta Rupiah) sebulan. Hal ini terlihat
bahwa pemerintah secara bertahap sudah mulai mengembangkan program
jaminan sosial para pekerja/buruh.12
Mengingat aturan perekonomian yang berlaku, penting sekali untuk
mempertahankan asuransi sosial sebagai teknik jaminan sosial dasar, yang disusun
menurut bentuk aslinya sebagai sebuah kontrak antara individu dan masyarakat,
juga agar dapat benar-benar menjamin kondisi kehidupan minimum bagi setiap
orang. Negara harus terus menyediakan kerangka kerja dasar bagi asuransi sosial
wajib yang membutuhkan partisipasi keuangan dari seluruh warganya dalam
sebah skema, yang dapat melindungi mereka dari konsekuensi terjadinya resiko
sosial yang besar. Berdasarkan pengalaman yang baru saja terjadi, sangat tidak
bertanggungjawab untuk menyerahkan tugas itu kepada pengaturan pribadi, hanya
tunjangan-tunjangan tambahan yang menjamin kelangsungan taraf hidup yang
diinginkan saja yang harus diserahkan sepenuhnya pada usaha setiap individu.
2. Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992, Jaminan
sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang
atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
Menurut Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal
International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional
Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengataka bahwa : “Jaminan
sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi
anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa- peristiwa tertentu dengan
tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut
yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan,
dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap
konsekuensi ekonomi dari peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan
keluarga dan anak”13
Sejalan dengan dua pengertian di atas, Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pada Pasal 2 ayat
(4)nya menggariskan bahwa : “Jaminan Sosial sebagai perwujudan dari sekuritas
sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial
bagi warga Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat
guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”14
Jika diperhatikan dari ketiga pengertian di atas, maka nampaknya ketiga
pengertian tersebut memberikan pengertian jaminan sosial dengan begitu luasnya,
seakan-akan jumlah sscial itu sendiri telah mencakup bidang pencegahan dan
penyembuhan serta bidang pembinaan, ketiga bidang ini kalau dikaitkan lebih
jauh lagi akan apa yang dinamakan Perlindungan Buruh, sehingga akan amat
13 Sentanoe Kertonegoro , Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet.1, Mutiara, Jakarta, Hal. 29
luaslah ruang lingkupnya. Kalau kita akan membicarakan jaminan sosial bagi
pekerja dengan bertumpunya pada defenisi di atas, maka yang dimasukkan ke
dalam jaminan sosial ini hal-hal yang bersangkutan dengan :
1. Jaminan sosial itu sendiri
2. Kesehatan keja, dan
3. Keselamatan dan keamanan kerja
Di dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan
dan perlindungan tenaga kerja, Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan
jaminan sosial tenaga kerja sebagai perwujudan pertanggungan sosial
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek ini dikeluarkan
berdasarkan dasar-dasar hukum:
a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) Undang - undang
Dasar 1945
b. undang No.3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya
Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaga Negara tahun 1951 No.41)
c. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok
mengenai tenaga kerja (Lembaga Negara tahun 1969 nomor 55 : tambahan
lembaran negara nomor 2912)
d. Undang- undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja (Lembaran
e. Undang- undang No. 7 tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di
perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara nomor 3201).
Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan
kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai
pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga
kerja mempunyai beberapa aspek, antara lain :
a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan
tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
c. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.
d. Menciptakan ketenangan bekerja karena adanya upaya perlindungan
terhadap resiko- resiko kerja dan upaya pemeliharaan terhadap tenaga
kerja.
e. Dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja akan menciptakan ketenangan
bekerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga diri manusia
dalam menghadapi resiko sosial ekonomi.
Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam
Undang-undang ini sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-Undang-undang Nomor 14
meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, akan tetapi mengingat objek yang mendapat
jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-undang ini diprioritaskan
bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, perorangan dengan menerima
upah maka kepada tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak
bekerja pada perusahaan, pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan
diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 pasal 6 ayat (1) yang
menjadi ruang lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang
dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi
hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian
atau cacad karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya
Jaminan Kecelakaan Kerja.
Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relative
sehingga sulit ditetapkan derajat cacadnya maka jaminan atau santunan hanya
diberikan dalam hal terjadi cacad mental tetap yang mengakibatkan tenaga kerja
yang bersangkutan tidak bida bekerja lagi.
2. Jaminan Kematian (JK)
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan
mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan