Lampiran 1
Lembar Penjelasan menjadi Responden Penelitian
Saya yang bernama Elita Suryani Sidabutar/ 141121083 adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai “Pengetahuan Perawat dalam Manajemen Nyeri Pasien Pasca Operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan mengisi kuesioner dengan jujur tanpa dipengaruh oleh orang lain.
Partisipasi Bapak/Ibu menjadi responden dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Bapak/Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Saya juga menjamin kerahasiaan identitas Bapak/Ibu. Informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan pendidikan keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lainnya.
Medan, Desember 2015 Peneliti
(Elita S Sidabutar)
No. Res
Lembar Persetujuan menjadi Responden
Setelah membaca lembar penjelasan yang diberikan peneliti, saya bersedia menjadi responden dalam penelitian saudara yang berjudul “Pengetahuan Perawat dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan”.
Responden Medan, ...2015 Peneliti
( ) (Elita S Sidabutar)
Lampiran 2
INSTRUMEN PENELITIAN
A.Kuesioner Data Demografi
Petunjuk: isilah data sesui dengan pertanyaan dan berikan tanda checklist () pada tempat yang telah disediakan.
1. No Responden: 2. Jenis kelamin
( ) Perempuan ( ) Laki-laki 3. Umur :
4. Tingkat pendidikan
( ) Sekolah perawat kesehatan ( ) D-III Keperawatan
( ) S-1 Keperawatan ( ) S-2 Keperawatan 5. Lama bekerja
( ) < 1 tahun ( ) 1-5 tahun ( ) 5- 10 tahun ( ) 10 tahun
6. Pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri ( ) Tidak pernah ( ) Pernah, Tahun:
B. Lembar Tes Pengetahuan Perawat dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi
Petunjuk pengisian:
Berilah tanda check list () pada kolom pilihan yang tersedia yang anda anggap benar terkait dengan manajemen nyeri pasien post operasi yang anda ketahui.
No. Pernyataan Benar Salah
1 Tindakan perawat yang perlu dalam mengkaji nyeri pasien post operasi adalah mengkaji perasaan klien, menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri, lokasi nyeri, tingkat keparahan, dan kualitas nyeri 2 Tingkat keparahan atau intentitas nyeri merupakan
karakteristik yang paling subjektif dalam pengkajian nyeri post operasi.
3 Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspesi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, dan perubahan respon terhadap lingkungan.
4 Tindakan non-farmakologis dalam manajemen nyeri post operasi mencakup intervensi perilaku-kognitif dan stimulasi fisik.
5 Tujuan intervensi perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberikan klien rasa pengendalian yang lebih besar.
6 Imajinasi terbimbing merupakan salah satu manajemen nyeri non-farmakologi yang mengacu pada teori gate control.
7 Mendengarkan musik, menonton televisi, menceritakan foto atau gambar, menyanyi bukan merupakan contoh dari tehnik distraksi.
8 Relaksasi dan tehnik imajinasi dalam manajemen nyeri post operasi tidak bertujuan untuk mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif
9 Musik dapat menurunkan intensitas nyeri, stres dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian klien dari nyeri yang dirasakannya
10 Ketika menggunakan tehnik imajinasi terbimbing untuk mengurangi nyeri, perawat dapat meminta pasien menutup mata dan membayangkan hal yang indah yang pernah dialami
11 Stimulasi saraf elektris transkutanmerupakan salah satu dari manajemen nyeri non- farmakologis dengan menggunakan elektroda yang dipasang di kulit untuk menghasilkan sensasi semutan, menggetar, atau mendengung pada area nyeri.
12 Stimulasi dan masase kutaneus bertujuan mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot
13 Jenis analgesik yang digunakan dalam manajemen nyeri post operasi, yaitu non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), narkotik atau opioid, dan obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik. 14 Jenis analgesik yang digunakan untuk mengurangi
nyeri ringan sampai sedang adalah NSAID.
15 Sedasi atau depresi pernapasan tidak termasuk efek samping penggunaan NSAID
16 Efek samping penggunaan opioid adalah depresi pernapasan, mual dan muntah, dan konstipasi
No Kegiatan Maret
1. Mengajukan judul dan Acc judul proposal penelitian
2. Penyelesaian Proposal Penelitian
3. Sidang Proposal
4. Revisi Proposal Penelitian
5. Validasi Instrumen Penelitian
6. Mengajukan izin reliabilitas instrumen penelitian
7. Reliabilitas Instrumen Penelitian
8. Mengajukan izin pengumpulan data
9. Pengumpulan data penelitian
10. Analisa Data
11. Penyusunan laporan penelitian
12. Seminar hasil penelitian
13. Revisi dan
pengumpulanlaporanpenelitian
Lampiran 6
TAKSAKSI DANA PENELITIAN
1. Proposal
a. Penelururan literatur dari internet Rp. 70.000,- b. Fotocopy literatur Rp. 50.000,- c. Foto copy dan penggandaan proposal Rp. 200.000,-
2. Uji reabilitas
a. Izin uji reabilitas Rp.250.000,- b. Penggandaan kuesioner Rp. 30.000,- c. Cendera mata responden Rp.150.000,-
d. Transportasi Rp.150.000,-
3. Pengumpulan data
a. Izin penelitian Rp. 325.000,-
b. Penggandaan kuesioner Rp. 50.000,- c. Cendera mata responden Rp. 200.000,-
d. Transportasi Rp. 300.000,-
e. Lain-lain Rp. 200.000,-
4. Analisa data dan penyusunan skripsi
a. Biaya rental dan internet Rp. 150.000,-
b. CD Rp. 50.000,-
c. Penjilidan skripsi Rp. 150.000,-
d. Lain-lain Rp. 100.000,-
Total Rp. 2.425.000,
Lampiran 7
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Elita Suryani Sidabutar
Tempat Tanggal Lahir : Tomok, 14 April 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jln. Panglima Denai No.20 Medan
Riwayat Pendidikan :
1. 1999-2005 : SD Impres Tomok
2. 2005-2008 : SMP Negeri 1 Simanindo
3. 2008-2011 : SMA Swasta Dharma Jaya Medan 4. 2011-2014 : Diploma III Keperawatan USU 5. 2014-sekarang : S1 Keperawatan USU
HASIL UJI REABILITAS KR-21
No.
Res P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 Jumlah
1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 6
2 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 7
3 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 12
4 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 11
5 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 6
6 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 6
7 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 11
8 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 13
9 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 11
10 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 13
11 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 12
12 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 11
13 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 6
14 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 6
15 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 15
16 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
17 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 14
18 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 11
19 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 6
20 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
21 15 16 15 11 18 12 5 5 13 14 14 18 12 11 15 12 206
MASTER DATA DEMOGRAFI
PERKAWINAN AGAMA
TINGKAT PENDIDIKAN
LAMA BEKERJA
25 1 2 2 2 3 4 1
3= 38- 44 Mengikuti pelatihan manajemen nyeri
4= 45- 53 1= Tidak pernah
Tingkat pendidikan : 1= Sekolah perawat kesehatan 2= Pernah 2= D-III Keperawatan
3= S-1 Keperawatan 4= S-2 Keperawatan
26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 15 3
27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 14 3
28 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 15 3
29 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 3
30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 14 3
31 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 3
32 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 3
33 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 3
34 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 3
35 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 3
36 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 3
37 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 10 2
38 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 10 2
39 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 10 2
40 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 10 2
TOTAL 40 39 40 36 36 34 12 34 36 34 31 35 34 34 25 37
KETERANGAN:
0= Salah 1= Benar
Koding : 2= Pengetahuan cukup 3= Pengetahuan baik
KARAKTERSISTIK DEMOGRAFI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
LAMA_BEKERJA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 1 TAHUN 3 7.5 7.5 7.5
1-5 TAHUN 12 30.0 30.0 37.5
5-10 TAHUN 6 15.0 15.0 52.5
> 10 TAHUN 19 47.5 47.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
PELATIHAN_NYERI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK PERNAH 19 47.5 47.5 47.5
PERNAH 21 52.5 52.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
PENGETAHUAN
Skor pengetahuan Pengetahuan
N Valid 40 40
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent
Missing System 40 100.0
P1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Benar 40 100.0 100.0 100.0
P2
Frequency Percent Valid Percent
P3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Benar 40 100.0 100.0 100.0
P4
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Frequency Percent Valid Percent
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
P13
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
52
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Barbara, dkk. (2011). Nurses’ Knowledge and Attitudes regarding Pain Management in Hospitalized Adults. The Journal of Continuing Education in Nursing. Di unduh tanggal 25 Januari 2016, dari
Budiman dan Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian. Jakarta : Salemba Medika
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (ed.8) (vol.1). Jakarta: EGC.
Craig, A. Joycelyn, (2014). Nursing Knowledge and Attitudes toward Pain Management. Gardner-Webb University. Diunduh tanggal 15 Februari 2016, dari
Deborah, dkk. (2011). Nurses’ Knowledge and Attitudes Regarding Pain Assessment andIntervention. Diunduh tanggal 28 Februari 2016, dari
Famakinwa, dkk. (2014). Post-Operative Pain Assessment and Management Among in a Teaching Hospital in Ile-Ife. Internasional Journal Of Basic, Applied and Innovative Research. Diunduh tanggal 15 Februari
2016, dari
Hidayat Alimul A, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Mustawan, Zulaik. (2008).Hubungan Penggunaan Mekanisme Koping Dengan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur di Unit
Orthopedi RSU IslamKustati Surakarta.Skripsi Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh tanggal 9 Maret 2015, dari
Nasir, dkk. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
_____________. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
53
_____________. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry, (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik(Ed.4) (Vol.3). Jakarta : EGC.
Prasetyo, S. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Putri, Desti. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Penerapan Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker oleh Perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Diunduh tanggal 26 Januari 2016,
dar
Smeltzer & Bare. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (ed.8) (vol.1).
Jakarta : EGC.
Sudjana, (1992). Metode Statistika, Edisi Kelima. Bandung : Tarsito.
Suweni, dinni. (2010). Pengetahuan Perawat dan Bidan dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan. Skripsi Fakultas Keperawatan USU. Diunduh tanggal
14 Maret 2015, dari
Suza, D. (2007). Pain Experience and Management in Postoperative Patient. Medan: Majalah Kedokteran Nusantara. Diunduh tanggal 28 September
2015, dari
Tamsuri, (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.
Wawan dan Dewi. (2010). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
35 BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka penelitian
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan. Pengetahuan ini akan digambarkan dalam kriteria baik, cukup, dan kurang.
Skema 1: Kerangka konsep pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien pasca operasi di RSUP. Haji. Adam Malik Medan.
Pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi
Kategori pengetahuan 1. Baik
2. Cukup 3. Kurang
36
3.2 Defenisi operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2003).
Tabel 1. Definisi operasional
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Pengetahuan
perawat dalam manajemen nyeri
Hal-hal yang dipahami oleh perawat yang bertugas di ruang rawat bedah RSUP. H. Adam Malik Medan tentang
cara-cara untuk mengurangi rasa nyeri
yang dialami oleh pasien post operasi yang terdiri dari pengkajian nyeri (persepsi nyeri, respon fisiologik, perilaku terhadap nyeri), dan penatalaksanaan nyeri secara
37 BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitiandeskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien pasca operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.
4.2 Populasi, Sampel, Teknik sampling
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti (Arikunto, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bertugas di Ruang RB2A (Onkologi) dan RB2B (Urologi) di RSUP. H. Adam Malik Medan. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 40 orang. 4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang diambil dengan cara tertentu, dimana pengukuran dilakukan (Nasir, dkk., 2011). Sampel harus representatif (mewakili semua populasi yang ada) dan jumlahnya harus cukup banyak (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini kurang dari 100, sehingga sampel merupakan populasi.
4.2.3 Teknik sampling
Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling, yaitu menjadikan seluruh populasi sebagai sampel penelitian karena populasi yang ada kurang dari 100 (Notoatmodjo, 2010).
38
4.3 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. H. Adam Malik Medan. Alasan peneliti memilih rumah sakit ini sebagai tempat penelitian karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan lokasi rumah sakit mudah dijangkau oleh peneliti. Penelitian ini telah dilakukan selama satu bulan yaitu 15 Desember 2015- 15 Januari 2016.
4.4 Pertimbangan etik penelitian
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat permohonan izin untuk pelaksanaan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU. Setelah memperoleh persetujuan, peneliti meminta izin kepada Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin dari direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, peneliti menyerahkan langsung lembar penelitian kepada responden agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka terlebih dahulu responden menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak menjadi responden penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya sebagai responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.
39
4.5 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah segala peralatan yang digunakan untuk memperoleh, mengelola, dan menginterpretasikan informasi dari para responden yang dilakukan dengan pola pengukuran yang sama (Nasir, dkk., 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi dan lembar test pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi. Kuesioner data demografi terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri. lembar test pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi meliputi pengkajian nyeri dan penatalaksanaan nyeri secara farmakologi dan non-farmakologi yang terdiri dari16 pernyataandengan pilihan jawaban benar dan salah. Pernyataan tentang pengkajian nyeri terdiri dari 3 pernyataan, untuk penatalaksanaan nyeri secara farmakologis terdiri dari 4 pernyataan, sedangkan penatalaksanaan nyeri secara non-farmakologis terdiri dari 9 pernyataan. Setiap pernyataan dengan jawaban yang benar akan diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Nilai maksimum yang di dapat dari setiap jawaban dikali dengan jumlah soal yaitu 16x1 =16, dan untuk nilai minimum dari setiap jawaban juga dikali dengan jumlah soal yaitu 16x0 = 0.
Untuk penentuan kategori pada tingkat pengetahuan digunakan rumus
(Sudjana, 1992) dengan rumus:
P =
rentang banyak kelasBerdasarkan rumus di atas,banyak kelas ada 3 yaitu tingkat pengetahuan baik, cukup, dan kurang. Panjang kelas diperoleh dari pembagian nilai maksimum (20) dengan banyak kelas (3), didapatkan hasil 5,3 digenapkan menjadi 6,
40
sehingga diperoleh batas interval baik (11-16), pengetahuan cukup (6-10), pengetahuan kurang (0-5).
4.6 Uji validitas dan reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu instrumen. Suatu intrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Lembar test yang berkaitan dengan pengetahuan perawat dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu penting dilakukan uji validitas.
Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Uji validitas dilakukan oleh 3 orang yaitu 2 diantaranya dosen Fakultas Keperawatan USU yang menguasai topik terkait penelitian dan satu perawat klinisi dengan latar belakang pendidikan minimal profesi.Uji validitas dilakukan terhadap 21 item pernyataan yang dibuat oleh peneliti, namun hanya 16 pernyataan yang valid dengan nilai CVI adalah 0,86.
Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan pada responden dan lokasi yang berbeda dari lokasi penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Guttman, oleh karena itu uji reabilitas menggunakan KR-21 dengan komputerisasi.
41
Uji reabilitas instrumen dilakukan di RSUD. Pirngadi Medan dengan jumlah responden sebesar 20 orang. Setelah dilakukan uji reabilitas dengan menggunakan rumus KR-21 maka didapatkan hasil 0,704, artinya nilai r tabel> r hitung sehingga instrumen dikatan sudah reliabel.
4.7 Pengumpulan Data
Pada tahap awal, peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU, kemudian permohonan izin yang telah diperoleh peneliti kirim ketempat penelitian yaitu RSUP. H. Adam Malik Medan.Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.
Peneliti mendatangiruang RB2A dan RB2B pada tanggal 15 Desember 2016 dan berjumpa langsung dengan kepala ruangan dan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti. Kepala ruangan memberikan izin kepada peneliti, tetapi peneliti tidak dapat mendampingi responden dalam pengisian kuesioner karena kepala ruangan yang akan membagikan lembar test langsung kepada calon responden.
Waktu penelitian selama satu bulan, peneliti dua hari sekali mendatangi kepala ruangan untuk pengumpulan kuesioner. Peneliti tidak mengunjungi ruangan pada awal tahun baru, penelitian dimulai kembali tanggal 7 Januari 2016 dan berakhir 15 Januari 2016.
4.8 Analisa data
Setelah dilakukan pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah mengolah data. Tahap pertama adalah penyuntingan data, peneliti memeriksa kembali semua kuesioner yang telah diisi oleh responden, dengan maksud untuk memeriksa
42
apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk. Tahap keduaadalahmengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan tertentu dengan memberi kode pada kuesioner.. Tahap ketiga memasukkan data dari kuisioner kedalam program komputer dengan menggunakan komputerisasi, tahap keempat memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.
Data setelah ditabulasi diberi nilai sesuai jawaban yang diberikan responden. Untuk variabel pengetahuan perawat, skala ukur yang digunakan adalah skala ordinal yang hasilnya akan dibagi dalam tiga kategori yaitu tingkat pengetahuan baik (11-16), cukup (6-10), dan kurang (0-5).`Selanjutnya data demografi dan variabel pengetahuan perawat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.
43 BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.
5.1 Hasil penelitian
Penelitian ini di mulai tanggal 15 Desember 2015-15Januari 2016 di RSUP. H. Adam Malik Medan. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bertugas di ruang RB2A dan RB2B RSUP. H. Adam Malik Medan yang berjumlah 40 orang. Hasil penelitian ini menggambarkan karakteristik demografi dan pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.
5.1.1 Karakteristik responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, dan pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua per tiga dari responden berusia 40-60 tahun, dengan jenis kelamin mayoritas perempuan. Pendidikan responden tertinggi adalah S-1 Keperawatan/Ns dengan pengalaman kerja paling banyak lebih dari 10 tahun. Setengah dari responden pernah mengikuti pelatihan manajemen nyeri. Frekuensi dan persentase dari masing-masing karakteristik responden dapat dilihat pada tabe di bawah ini.
44
Tabel 5.1 Karakteristik Responden di Ruang RB2A dan RB2B RSUP. H. Adam Malik Medan(n=40)
KarakteristikResponden Frekuensi Persentase Usia
a. Sekolah Perawat Kesehatan b. D-III Keperawatan
c. S-1 Keperawatan/NS d. S-2 Keperawatan Lama bekerja
a. < 1 Tahun b. 1-5 tahun c. 6-10 tahun d. > 10 tahun
Pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri
a. Tidak pernah b. Pernah
5.1.2 Pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri post operasi
Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa perawat di RB2 RSUP. H. Adam Malik Medan mayoritas memiliki pengetahuan baik.
Tabel 5.2 Pengetahuan Perawat dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.
Pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri
45
Tabel 5.3 Distribusi gambaran pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan (n= 40).
No. Pernyataan-penyataan tentang pengetahuan perawat
Tindakan perawat yang perlu dalam mengkaji nyeri pasien post operasi adalah mengkaji perasaan klien, menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri, lokasi nyeri, tingkat keparahan, dan kualitas nyeri.
Tingkat keparahan atau intentitas nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif dalam pengkajian nyeri post operasi.
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspesi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, dan perubahan respon terhadap lingkungan.
Tindakan non-farmakologis dalam manajemen nyeri post operasi mencakup intervensi perilaku-kognitif dan stimulasi fisik.
Tujuan intervensi perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberikan klien rasa pengendalian yang lebih besar.
Imajinasi terbimbing merupakan salah satu manajemen nyeri non-farmakologi yang mengacu pada teori
gate control
Mendengarkan musik, menonton televisi, menceritakan foto atau gambar, menyanyi bukan merupakan contoh dari tehnik distraksi.
Relaksasi dan tehnik imajinasi dalam manajemen nyeri post operasi tidak bertujuan untuk mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif
Musik dapat menurunkan intensitas nyeri, stres dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian klien dari nyeri yang dirasakannya
Ketika menggunakan tehnik imajinasi
46
terbimbing untuk mengurangi nyeri, perawat dapat meminta pasien menutup mata dan membayangkan hal yang indah yang pernah dialamiStimulasi saraf elektris transkutanmerupakan salah satu dari manajemen nyeri non- farmakologis dengan menggunakan elektroda yang dipasang di kulit untuk menghasilkan sensasi semutan, menggetar, atau mendengung pada area nyeri.
Stimulasi dan masase kutaneus bertujuan mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot
Jenis analgesik yang digunakan dalam manajemen nyeri post operasi, yaitu non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), narkotik atau opioid, dan obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik.
Jenis analgesik yang digunakan untuk mengurangi nyeri ringan sampai sedang adalah NSAID.
Sedasi atau depresi pernapasan tidak termasuk efek samping penggunaan NSAID
Efek samping penggunaan opioid adalah depresi pernapasan, mual dan muntah, dan konstipasi.
0,78
Tabel 5.3 menunjukkan hasil pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi berdasarkan jawaban responden dalam setiap item pernyataan. Pernyataan yang berkaitan dengan manajemen nyeri mayoritas perawat menjawab benar (97,5). Pernyataan yang paling banyak dijawab salah oleh perawat adalah item pernyataan nomor 7 yang berkaitan dengan manajemen nyeri
47
farmakologi (70,0%), diikuti pernyataan nomor 15 yang berkaitan dengan manajemen nyeri farmakologi (37,5%).
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan terhadap 40 responden, menunjukkan bahwa pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di RSUP. H. Adam malik Medan berada pada kategori baik (82,5%). Pengetahuan baik yang dimiliki perawat dalam penelitian ini dapat dikaitkandenganlatar belakang pendidikan responden, lama bekerja, dan informasi yang di dapat di luar pendidikan formal. Menurut Notoatmodjo (2010),pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi pendidikan, pengalaman, pekerjaan, motivasi, dan informasi yang didapat di luar pendidikan formal.
Hasil penelitian ini berbeda dengan Putri (2013), dimana dalam penelitiannya di Rumah Sakit Kanker Darmais, pengetahuan perawat dibagi dalam 2 kategori yaitu pengetahuan baik dan tidak baik. Hasil penelitiannya menunjukkan setengah dari responden memiliki pengetahuan tidak baik terhadap manajemen nyeri (51,32%). Hal ini disebabkan masih banyak perawat yang belum mengikuti pelatihan manajemen nyeri. Penelitian yang dilakukan Craig (2014), yang melibatkan 102 perawat didapatkan hasil rata-rata tingkat jawaban yang benar hanya 72,2% di bawah ambang batas 80%. Hal ini menunjukkan pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi masih kurang. Berdasarkan tingkat pendidikan setengah dari responden berlatar belakang pendidikan S-1 Keperawatan/Ns. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting
48
yang dapat menambah pengetahuan seseorang dalam hal ini perawat, sehingga tingkat pendidikan mendukung pengetahuan baik yang dimiliki responden pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiman (2013) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pula pengetahuannya. Namun bukan berarti seseorang dengan pendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh pada pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non-formal dan faktor pendukung lainnya. Buckner (2008 dalam Barbara dkk, 2011), menemukan bahwa perawat dengan pendidikan keperawatan yang lebih tinggi dinilai memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam manajemen nyeri hal ini dikarenakan perawat menerima dan memperbarui pengetahuan mereka tentang manajemen nyeri lewat pendidikan yang diterimanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setengah dari responden pernah mengikuti pelatihan/seminar tentang manajemen nyeri. Menurut Potter & Perry (2005), bahwa semakin banyak informasi yang diterima oleh seseorang maka semakin meningkat pula pengetahuan yang dimilikinya. Pelatihan merupakan salah satu sumber informasi yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan kemampuan, dan menambah pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan juga bisa didapatkan dari pengalaman, khususnya pengalaman kerja perawat. Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden dengan lama bekerja lebih dari 10 tahun.
49
Semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin banyak pula pengalaman yang dapat memperluas pengetahuannya (Wawan dan Dewi, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayotitas responden menjawab benar pernyataan yang berkaitan dengan pengkajian nyeri pasien post operasi (97,5%). Hal ini menunjukkan pengetahuan perawat yang berkaitan dengan pengkajian nyeri post operasi dalam kategori baik. Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah mengkaji perasaan pasien, menetapkan respon fisiologis pasien terhadap nyeri dan lokasi nyeri, dan mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri (prasetyo (2010). Laporan nyeri pasien merupakan indikator tunggal yang paling reliabel dalam mengkaji intensitas nyeri pasien post operasi. Berbeda dengan hasil penelitian Famakinwa (2014), yang melibatkan 95 perawat, menunjukkan bahwa 53,6% responden memiliki pengetahuan yang kurang terkait pengkajian nyeri pasien post operasi.
Pernyataan yang berkaitan dengan manajemen nyeri secara non farmakologi terdiri dari 9 item, ada satu pernyataan yang banyak di jawab salah oleh responden yaitu item pernyataan nomor 7. Sebagian besar responden beranggapan bahwa mendengarkan musik, menonton televisi, menceritakan foto atau gambar dengan suara keras, menyanyi bukan merupakan contoh dari tehnik distraksi. Hal ini menunjukkan pengetahuan perawat terkait manajemen nyeri non-farmakologis khususnya distraksi masih kurang. Hal ini dapat berakibat pada berkurangnya pilihan alternatif tindakan dalam mengatasi nyeri yang dialami pasien post operasi apabila tindakan lain tidak berhasil.Menurut prasetyo (2010) distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal lain di luar
50
nyeri, yang dengan demikian diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri, dan hal-hal di atas termasuk contoh dari tehnik distraksi.
Hasil penelitian menunjukkan pernyataan yang berkaitan dengan manajemen nyeri farmakologi yaitu nomor 15 merupakan pernyatan kedua yang banyak dijawab salah oleh responden. Perawat beranggapan bahwa sedasi dan depresi pernafasan merupakan efek samping penggunaan NSAIDs. NSAIDs merupakan jenis analgesik yang digunakan untuk mengurangi nyeri ringan sampai sedang pada pasien post operasi. Efek samping penggunaan NSAIDs adalah nyeri ulu hati, tukak lambung, gangguan perdarahan, reaksi alergi, asma, dan gangguan ginjal (Potter dan Perry, 2005).
Penelitian ini melibatkan perawat yang bekerja di rawat bedah onkologi dan rawat bedah urologi. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas perawat yang bekerja di ruang rawat bedah onkologi memiliki pengetahuan yang baik dalam manajemen nyeri pasien post operasi (84,2%), mayoritas responden yang bekerja di ruang rawat bedah urologi memiliki pengetahuan yang baik (81%). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi yang bekerja di ruang rawat bedah onkologi dan urologi.
51 BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pengetahuan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di RSUP. H. Adam malik Medan berada pada kategori baik (82,5%), setengah dari responden berlatar belakang pendidikan S1 keperawatan/Ns dengan lama bekerja perawat lebih dari 10 tahun (47,5%), dan lebih dari setengah perawat mengikuti pelatihan (52,5%).
6.2 Saran
6.2.1Bagi perawat
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan perawat yang berkaitan tentang distraksi masih kurang, sehingga disarankan bagi perawat untuk mencari informasi yang berkaitan dengan manajemen nyeri non-farmakologi khususnya distraksi. Hampir setengah dari perawat tidak pernah mengikuti pelatihan manajemen nyeri, sehingga dianjurkan untuk mengikutinya guna menambah pengetahuan tentang manajemen nyeri.
6.2.2Penelitian selanjutnya
Pada penelitian instrumen yang digunakan berupa pernyataan dengan pilihan jawaban benar dan salah, untuk penelitian selanjutnya dianjurkan menggunakan instrumen yang berbeda. Selain itu, pengumpulan data pada penelitian ini tidak dapat diawasi langsung oleh peneliti, untuk penelitian selanjutnya dianjurkan pengumpulan data di bawah pengawasan peneliti Peneliti berikutnya dianjurkan meneliti ranah perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.
6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dengan memggunakan panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang dengan pendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal (wawan dan Dewi, 2010).
2.1.2Tingkat pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang tidak terkecuali seorang perawat. Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
7
Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan (Notoatmodjo, 2010).
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo, 2010). 4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo, 2010).
8
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri (Notoatmodjo, 2010).
2.1.3Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi dan penemuan yang bersifat kreatif untuk mempertahankan pengetahuan baru, dimana perawat dapat menggunakan kemampuan rasional logis dan pemikiran kritis untuk menganalisis informasi yang diperoleh melalui pembelajaran tradisional,pencarian informasi, belajar dari pengalaman, penelitian ide terhadap disiplin ilmu lain, dan pemecahan masalah untuk menentukan terminologi tindakan keperawatan. Selain itu, perawat dapat menggunakan kemampuan penyelidikan ilmiah untuk mengidentifikasi dan menyelidiki masalah klinis, profesional atau pendidikan (Potter & Perry, 2005).
9
Menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup, menurut batasan ini proses pendidikan tidak hanya sampai pada kedewasaan saja, melainkan tetap berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka hidup akan semakin berkualitas, dimana seseorang akan berfikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya.
2. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dirasakan yang merupakan kesadaran akan sesuatu hal yang tertangkap oleh indera
10
manusia. Sikap yang diperoleh dari pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap prilaku berikutnya yang direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi yang memungkinkan. Pengalaman belajar dan bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan.
3. Pekerjaan
Pekerjaan dapat membawa suatu pengalaman, pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman. Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerja adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahaan dengan menerima upah atau gaji, baik berupa uang atau barang. Sedangkan lapangan kerja atau jabatan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan atau di tugaskan pada seseorang.
4. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan keinginan yang berasal dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dan dapat dipengaruhi oleh orang lain atau lingkungan. Untuk merubah karakteristrik yang lama seperti nilai, sikap, kepercayaan dan
11
pemahaman, maka perlu dukungan dan dorongan dari orang sekitarnya. Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang mengambil suatu tindakan. Motivasi dapat berasal dari motif sosial, tugas, atau fisik. Penyelesaian tugas sosial dan motivasi fisik menstimulasi seseorang untuk belajar. Motivasi sosial dibutuhkan untuk berhubungan, penampilan sosial, atau harga diri. Individu secara umum mencari orang lain untuk membandingkan pendapat, kemampuan, dan emosi dan penyelesaian tugas memotivasi didasari oleh kebutuhan seperti keberhasilan dan kompetensi maka pengetahuan yang diperlukan untuk mempertahankan diri menghasilkan stimulus yang lebih besar untuk belajar daripada pengetahuan yang hanya meningkatkan kesehatan. Strategi pengajaran menggambarkan hubungan yang penting dengan berbagai motivasi fisik (Potter & Perry, 2005).
5. Informasi
Informasi merupakan faktor yang mungkin mencakup ketrampilan dan sumber daya untuk melakukan prilaku kesehatan. Semakin banyak informasi yang diterima oleh seseorang maka semakin meningkat pula pengetahuan yang dimilikinya. Sumber informasi adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk dan mempunyai nilai nyata. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang menjadi sumber informasi adalah lingkungan. Menurut berbagai penelitian lingkungan akan membentuk kepribadian seseorang dimana lingkungan
12
yang banyak menyediakan informasi yang akan menambah pengetahuan seseorang (Potter & Perry, 2005).
2.1.4Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan & Dewi (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
a. Baik : hasil persentase 76% -100% b. Cukup : hasil persentase 56% -75% c. Kurang: hasil persentase < 56%
2.2 Nyeri post operasi
2.2.1Definisi
International Association for the Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry (2006) mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensialyang dapat timbul tanpa adanya injuri. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif dan tidak dapat dilihat atau dirasakan orang lain, yang diungkapkan oleh individu yang merasakannya
13
serta berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis harus mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, karena sifat subjektif dari nyeri ini.Nyeri pasca operasi disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri pasca operasiadalahrasa sakityang dialami seseorang sebagai hasil darioperasi.Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri postoperasi berbeda-beda dari pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan dari rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang mengalami nyeri postoperasi (Suza, 2007).
Berdasarkan tipe nyeri, nyeri post operasi digolongkan kepada nyeri akut, yaitu nyeri dengan awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi dari ringan sampai berat dan berlangsung untuk waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan, memiliki onset yang tiba-tiba, dan terlokalisir. Nyeri akut mengindikasikan terjadinya kerusakan jaringan atau injuri yang dapat berkurang bersamaan dengan penyembuhan (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri akut terkadang disertai aktivitas saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan respirasi, peningkatan denyut jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Klien yang mengalami nyeri akut akan memperlihatkan respon emosi dan perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan, dan mengerutkan wajah (Prasetyo, 2010).
14
2.2.2Fisiologi nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta assosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dikutip dari Potter & Perry 2005).
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal
15
cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di daerah yang terluka (Potter & Perry, 2005).
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis.
Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Conn, 2011 dalam Faizal, 2011).
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah
16
yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang (Gehdo, 2004 dalam Faizal, 2011).
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik (Gehdo, 2004 dalam Faizal, 2011).
2.2.3Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri
Banyak faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri, yaitu: usia, jenis kelamin, kebudayaan, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya, makna nyeri, perhatian, dukungan keluarga dan sosial.
1. Usia
Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya sehingga kemungkinan perawat tidak dapat melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri secara adekuat (Potter & Perry, 2005).
Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi
17
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan utnuk mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Denganmemikirikan tingkat perkembangan, perawat harus mengadaptasi pendekatan yangdilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak (Prasetyo, 2010)
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon nyeri. Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan wanita atau kurang merasakan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Laki-laki kurang mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara berlebihan dibandingkan wanita.Penelitian oleh Uchiyama, et al (2006dalam Hartono 2007) yang bertujuan untuk meneliti perbedaan jenis kelamin terhadap nyeri pasca bedah kolesistektomi. Jumlah responden yang terlibat adalah 100 orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 54 wanita. Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa pasien wanita mempunyai nilai VAS lebih tinggi daripada laki-laki pada 24 jam pasca bedah kolesistektomi.
3. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Ada perbedaan makna dan
18
sikap yang dikaitkan dengan nyeri di berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk klien yang mengalami nyeri (Potter & Perry 2005).
4. Kecemasan
Kecemasan sebagai sebuah kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak menyenangkan. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).
5. Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri dan apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri
19
maka persepsi pertama nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).
6. Makna Nyeri
Individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan tantangan. Makna nyeri oleh seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera pukulan pasangannya (Potter & Perry, 2005).
7. Perhatian
Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat menurunkan persepsi nyeri (Potter & Perry, 2005). Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri (Prasetyo, 2010).
20
8. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien.Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan (Potter & Perry, 2005).
Pada pasien post operasi faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kualitas, intensitas dan lamanya nyeri yang dialami klien postoperasi adalah Lokasi operasi, jenis operasi dan lamanya operasi serta berapa besar kerusakan yang terjadi akibat operasi tersebut. Dari segi pembedahan, lokasi nyeri pasca bedah yang paling sering terjadi dan sifat nyerinya paling hebat (severe) yaitu: operasi daerah thoracoabdominal, ginjal, columna vertebralis (spine), sendi besar, tulang panjang di extremitas. Setelah pasien mengalami bedah thorax, abdomen maupun operasi ginjal, apabila pasien batuk, tarik nafas dalam atau gerakan tubuh yang berlebihan akan menimbulkan nyeri yang hebat (Tamsuri, 2007).
2.2.4Manajemen nyeri postoperasi 1. Pengkajian nyeri postoperasi
Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang
21
tepat, menyeleksi terapi yang cocok, dan mengevaluasi respon klien terhadap terapi (Potter & Perry, 2005).
a. Mengkaji persepsi nyeri
Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya haus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Dalam mengkaji nyeri, perawat perlu mengetahui intensitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Perawat dapat meminta klien untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal misalnya tidak nyeri, sedikit nyei, nyeri hebat, atau sangat hebat (Brunner & Suddarth, 2002).
Karakteristik nyeri juga merupakan hal yang penting dikaji pada pasien post operasi. Karakteistik nyeri meliputi awitan atau durasi, lokasi, keparahan, irama, dan kualitas nyeri. perawat penyebab atau stimulus nyeri pada klien. Waktu dan durasi nyeri dinyatakan sejak kapan nyeri dirasakan, berapa lama terasanya. apakah nyeri berulang. Bila nyeri berulang maka akan mengalami selang waktu berapa lama, dan kapan nyeri berakhir. Banyak pasien yang mengalami nyeri mempunyai sensasi untuk mengekspresikan rasa nyeri yang mereka rasakan dalam periode 24 jam. Anatomi diagnosa adalah sebuah ilustrasi yang tepat untuk menentukan lokasi nyeri, banyak pasien tidak dapat menentukan letak nyeri secara tepat, banyak yang mengindikasikan letak dengan dengan huruf seperti ABC. Pasien boleh menggambarkan lokasi nyeri dalam
22
bentuk atau bekas lokasi pada tubuhnya dan anggota keuarga dapat memberi tanda bilangan atau angka pada bentuk pengkajianya (Suza, 2007).
Pengkajian kualitas nyeri mendeskripsikan jenis dari nyeri atau nyeri seperti apakah yang dirasakan oleh mereka, mereka mungkin akan menggunakan kata-kata seperti terbakar, tajam, tumpul seperti ditikam. Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Pada pengkajian tingkat keparahan nyeri, perawat meminta klien untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, sedang, atau berat. Perawat dapat menggunakan penilaian skala intensitas nyeri yaitu skala numerik dan skala analog visual. Penting bagi perawat untuk mengkaji efek nyeri pada klien. Nyeri post operasi biasanya menimbulkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan sehingga perawat perlu mengevaluasi tanda-tanda vital klien (Potter & Perry, 2006).
Selain hal-hal diatas, perawat perlu mengetahui tindakan yang dilakukan klien dalam menghilangkan nyeri yang dirasakannya. Copp, 1990 dikutip dari Potter & Perry, (2005), menemukan bahwa klien mengembangkan metode untuk mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan terus menerus, mereka menggunakan berbagai aktivitas yang menggunakan otot, metode verbal (berdoa dan mengutuk), dan melatih konsentrasi.
23
b. Mengkaji respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres (Potter & Perry, 2005). Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal pasien. Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu. Pasien yang mengalami nyeri akut yang hebat mungkit tidak menunjukkan frekuensi pernapasan yang meningkat, tetapi akan menahan nafasnya (Brunner & suddarth, 2002).
c. Mengkaji respon perilaku
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap lingkungan (Brunner & Suddarth, 2002). Perilaku non verbal pada pasien yang mengalami nyeri dapat diamati oleh perawat misalnya ekspresi wajah kesakitan, gigi mencengkram, memejamkan mata rapat-rapat, menggigit bibir bawah dan lain-lain (Prasetyo, 2010)). Respon perilaku vokalisasi klien dapat diobservasi misalnya klien mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur.Ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi meringis, menggeletukkan gigi, mengernyitkan dahi, menutup mata atau mulut dengan rapat atau membuka mata atau menutup mata dengan lebar. Gerakan tubuh
24
seperti gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, gerakan melindungi bagian tubuh, gerakan ritmik atau gerakan menggosok dapat dikaitkan dengan nyeri yang dialami klien.
Meinhart dan McCaffery, 1983 dalam Potter & Perry (2005), mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat. Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. seseorang mengetahui nyeri akan terjadi. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Pada situasi klien mersa terlalu takut atau terlalu cemas, maka antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan persepsi keparahan nyeri. sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri.Fase akibat nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau terhenti. Setelah mengalami nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik seperti menggigil, mual, muntah, marah, atau, depresi. Jika klien mengalami serangkain episode nyeri yang berulang, maka respon akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
2. Penatalaksanaan nyeri post operasi
Dalam Brunner & Suddarth (2002) tehknik yang diterapkan dalam mengatasi nyeri dapat dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu tindakan pengobatan (farmakologis) dan tindakan non-farmakologis (tanpa pengobatan).
25
a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis
Menangani nyeri pasien melalui intervensi farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter. Penatalaksanaan nyeri memerlukan kolaborasi erat dan komunikasi yang efektik diantara pemberi perawatan kesehatan (Brunner & Suddarth, 2002). Hal-hal yang perlu diketahui perawat dalam penatalaksanaan nyeri farmakologis adalah respon klien terhadap obat, obat yang cocok dalam mengatasi nyeri klien, dosis obat yang tepat bagi klien (Potter & Perry, 2005). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid (narkotik), nonopioid/NSAIDs (Nonsteroid Anti-Inflamasi Drugs), dan adjuvan, serta ko-analgesik.
Opioid,analgesik opiat terbagi menjadi tiga kelompok obat, yaitu: opiat agonist, partial agonist, dan agonist antagonist (campuran). Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan memberi efek euphoria (kegembiraan) karena obat ini dapat mengadakan ikatan dengan reseptor opiate dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada susunan syaraf pusat (Tamsuri, 2007).Opioid dapat diberikan melalui oral, subkutan, intraspinal rektal, dan rute transdermal. Tujuan pemberian opioid adalah untuk meredakan nyeri pasien dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Efek samping pemberian opioid adalah depresi pernapasan dan sedasi, mual dan muntah, adiksi dan toleransi, serta konstipasi (Brunner&Suddarth, 2002).
26
NSAIDs, Analgesik non-opioid (analgesik non-narkotik) atau sering disebut juga Nonsteroid Anti-InflammatoryDrugs, seperti aspirin, asetaminofen, dan ibu profen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti-inflamasi dan anti-demam (anti-piretik) . Obat-obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri yang bekerja pada ujung-ujung syaraf perifer di daerah yang mengalami cedera, dengan menurunkan kadar mediator peradangan yang dibangkitkan oleh sel-sel yang mengalami cedera (Tamsuri, 2007). Terapi pada nyeri pascaoperasi ringan sampai sedang harus dimulai dengan menggunakan NSAIDs, kecuali kontraindikasi (AHCPR, 1992 dikutip dar Potter & Perry 2005). Walaupun mekanisme kerja pasti NSAIDs tidak diketahui, NSAIDs diyakini bekerja menghambat sintesis prostaglandin (McKenry dan Salerno, 1995) dan menghambat respon selular selama inflamasi. Kebanyakan NSAIDs bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulasi nyeri. Tidak seperti opiat, NSAIDs tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan juga tidak mengganggu fungsi berkemih atau defekasi (AHCPR, 1992 dikutip dari Potter & Perry 2005).
Analgesik dikontrol pasien, merupakan terapi farmakologis yang diberikan melalui seperangkat alat, yang memungkinkan klien untuk mengontrol pemberian obat secara mandiri (Prasetyo, 2010). Metode ini aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri
27
pascaoperasi, dan nyeri traumatik. Tujuan metode ini ialah mempertahankan kadar plasma analgesik yang konstan. Peralatan ADP merupakan pompa infuse yang dapat dibawa (biasanya diatur komputer), yang berisi ruang untuk tempat spuit atau merupakan alat khusus dirancang seperti pengatur dosis yang menggunakan jam tangan yang diperlengkapi pengaturan dini pemberian obat dalam dosis kecil. Analgesik yang dipilih ialah morfin. Untuk menerima dosis, klien menekan tombol yang menempel pada alat ADP ( Potter & Perry, 2005).
Analgesik epidural, merupakan suatu bentuk anastesia lokal dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri pascaoperasi akut, nyeri persalinan, dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang berhubungan dengan kanker (McNair,1990 dalam Potter & Perry, 2005). Analgesik ini memungkinkan pengontrolan atau pengurangan nyeri yang berat tanpa efek sedative dari narkotik parenteral atau oral yang lebih serius.Analgesia epidural berlangsung dalam jangka waktu pendek atau panjang, tergantung pada kondisi klien dan harapan hidup. Terapi jangka pendek digunakan untuk mengatai nyei akibat bedahintratorak, bedah abdomen, dan bedah orthopedi. Terapi jangka panjang digunakan untuk nyeri yang tidak dapat dikendalikan, pada bagian tubuh bawah, khususnya bila bagian tubuh itu bilateral (Potter & Perry, 2005).
28
b. Penatalaksanan nyeri secara nonfarmkologis
Tindakan non-farmakologis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan atau stimulasi fisik. Tujuan intervensi perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberikan klien rasa pengendalian yang lebih besar, sedangkan agens-agens fisik bertujuan untuk memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respon fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan imobilisasi.
1. Stimulasi dan masase kutaneus
Teknik ini bekerja dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol nyeri, hal ini berkaitan dengan teori gate control. Teori gate control bertujuan menstimulasi serabut-serabut yang mentransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri. Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat berdampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien merasa nyaman karena dapat masase membuat relaksasi otot (Brunner & Suddarth, 2002). Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot.