DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Romasi Maya Simarmata
Tempat / Tanggal Lahir : Samosir/ 26 Maret 1994
Agama : Katolik
Alamat : Jalan jamin ginting gang juhar No.11B kamar no.4, 20155
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Negeri 173747 Lumban Suhi Toruan (1999-2005)
2. Sekolah Menengah Pertama Swasta Budi Mulia Pangururan (2005-2008) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangururan (2008-2011)
Riwayat Organisasi :
1. SCORA PEMA FK USU 2014-2015
Riwayat Kepanitiaan :
1. Panitia Medical Humanity Day (MHD) FK USU 2014 2. Panitia Paskah FK USU 2014
3. Panitia Natal FK USU 2014
5. Panitia Baksos FK USU 2015
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
Salam Sejahtera Dengan hormat,
Saya yang bernama Romasi Maya S Simarmata / 120100406 adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur pada Anak di SD N 10 Samosir” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi, gambaran gangguan tidur dan mengetahui hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada siswa/ siswi SD N 10 Samosir.
Dalam penelitian ini, saya akan membagikan kuesioner kepada Bapak/Ibu untuk diisi dan saya akan melakukan pengambilan data berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan terhadap anak Bapak/Ibu.
Sehubung dengan penjelasan ini, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini. Bapak/Ibu diharapkan bersedia mengisi kuesioner yang saya sertakan dan mengizinkan anak Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam pengukuran dengan cara menandatangani Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan. Setelah pengukuran selesai, saya akan memberikan souvenir kepada anak Bapak/Ibu berupa Susu Cair kemasan kotak dan Pulpen sebagai tanda terimakasih.
Penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini Bapak/Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila BApak/Ibu membutuhkan penjelasan lebih lanjut, maka dapat menghubungi saya
Nama :Romasi Maya Simarmata Alamat :Desa Hutabaru, Lumban suhi. No. Hp : 082118394505
Demikian Penjelasan ini saya sampaikan. Atas bantuan, Partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.
Peneliti
Lampiran 2. Informed Consent
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :
Orang Tua dari :
Kelas :
Usia :
Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul : HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN GANGGUAN TIDUR PADA ANAK DI SDN 10 SAMOSIR,
maka dengan ini Saya secara suka rela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia mengisi kuesioner dan mengizinkan anak Saya menjadi partisipan dalam
penelitian ini untuk dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Namun, bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.
Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya
Medan, ... 2015 Orang Tua Siswa/siswi,
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Skala Gangguan Tidur pada Anak (Sleeping Disturbance Scale for Children) Petunjuk:
Kuesioner ini dapat membantu mengetahui pola tidur anak Bapak/Ibu dengan lebih baik. Selain itu, juga dapat mengetahui adanya gangguan tidur pada anak Bapak/Ibu. Jawablah semua pertanyaan yang diajukan dengan mempertimbangkan kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu dalam 6 bulan terakhir, saat anak Bapak/Ibu dalam keadaan sehat. Perubahan kebiasaan tidur karena anak sakit tidak termasuk. Jawablah dengan melingkari atau memberi tanda silang pada salah satu dari nomor 1 – 5 yang dianggap mewakili kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu.
Pilihlah pernyataan berikut yang paling sesuai dengan kebiasaan tidur anak dengan memberi tanda silang pada salah satu dari nomor 1 – 5 yang dianggap mewakili kebiasaan tidur anak.
3. Anak Bapak/ Ibutidak mauatau menolak untuk tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
4. Anak Bapak/ Ibu susahuntuk tidur pada malam hari. 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu)
5. Selalu ( tiap hari)
5. Ada rasa takut pada anak anda ketika mau tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5 kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
6.Bagian tubuh anak tampak tersentak(seperti terkejut) ketikatertidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
7. Anak melakukan gerakan berulang-ulang ketika jatuh tertidur (seperti
menggerakkan atau menggelengkan kepala)
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
8. Anak merasa mimpi seperti nyata ketika tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
5. Selalu ( tiap hari)
9. Anak banyak berkeringat ketika tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
10. Anak terbangun pada malam hari lebih dari 2 kali tiap malam
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
11. Setelah terbangun pada malam hari, anak susahuntuk tidur kembali
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu)
5. Selalu ( tiap hari)
12. Kaki anak sering tersentak ketika tertidur atau sering berubah posisi ketika malam atau sering menendang seprei tempat tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
13. Anak mengalami kesulitan bernapas pada malam hari(sesak ) 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
14. Anak sering terengah-engah saat bernapas atau tidak bisabernapas
ketika tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
15. Anak mendengkur/ mengorok ketika tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
16. Anak berkeringat banyak pada malam hari
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
17. Bapak/ Ibu pernah melihat anak berjalan dalam tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
18. Bapak/ Ibu pernah menyaksikan anak mengigau ketika sedang tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
19. Bapak/Ibu pernah mendengar gigi anak gemeretak/ berbunyi ketika
tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
20. Anak terbangun dari tidur dengan berteriak-teriak atau bingung, dan
susah untuk disadarkan, akan tetapi tidak ingat ketika pagiharinya
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
harinya
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
22. Anak sangat susahuntuk bangun tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
23. Anak bangun pada pagi hari dan merasa lelah
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
24. Anak merasa tidak bisa untuk bergerak ketika bangun tidur pada pagi
hari (seperti ditimpa benda berat)
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
25.Anak merasa mengantuk pada siang hari
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
26. Anak tiba-tiba jatuh tertidur pada situasi yang tidak seharusnya
(misalnya : ketika makan, berada dalam toilet, dll )
Lampiran 4 data hasil spss
Status Gizi Siswa/siswi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Umur siswa/ siswi * Status Gizi Siswa/siswi Crosstabulation
Status Gizi Siswa/siswi Total gizi kurang gizi baik gizi lebih
Umur siswa/ siswi
jeniskelamin * Status Gizi Siswa/siswi Crosstabulation
Umur siswa/ siswi * SDSCkategori Crosstabulation
Status Gizi Siswa/siswi * SDSCkategori Crosstabulation
Lampiran 5
Data Induk hasil pengukuran TB, BB dan skor kuesioner
Nama
Jenis
Kelamin TB BB umur S. Gizi Skor SDSC
AA01 Perempuan 104.5 17 6 gizi baik 40
AB02 Perempuan 118 21 6 gizi baik 41
AC03 Laki‐laki 120 22 8 gizi baik 58
AD04 Perempuan 111 18 7 gizi baik 60
AE05 Perempuan 122 27 9 gizi lebih 65
AF06 Perempuan 120 20 6 gizi kurang 46
AG07 Laki‐laki 124 23 7 gizi baik 69
AH08 Perempuan 112 18 7 gizi baik 44
AI09 Perempuan 117 18 7 gizi baik 42
AJ10 Perempuan 116 24 8 gizi baik 56
AK11 Perempuan 115 20 7 gizi baik 42
AL12 Laki‐laki 120 20 8 gizi kurang 52
AM13 Laki‐laki 122 22 11 gizi baik 42
AN14 Laki‐laki 119 21 8 gizi baik 40
AO15 Laki‐laki 120 19 8 gizi kurang 44
AP16 Laki‐laki 119 20 7 gizi baik 48
AQ17 Laki‐laki 114 19 7 gizi baik 50
AR18 Laki‐laki 123 22 10 gizi baik 39
AS19 Perempuan 126 24 9 gizi baik 44
AT20 Perempuan 125 21 9 gizi baik 53
AU21 Perempuan 118 21 8 gizi baik 39
AV22 Perempuan 120 22 8 gizi baik 48
AW23 Perempuan 123 23 8 gizi baik 39
AX24 Perempuan 119 22 7 gizi baik 40
AY25 Perempuan 118 24 8 gizi baik 46
AZ26 Laki‐laki 135 30 11 gizi baik 57
BA01 Laki‐laki 128 27 10 gizi baik 50
BB02 Perempuan 132 32 11 gizi baik 44
BC03 Laki‐laki 131 31 10 gizi baik 48
BD04 Laki‐laki 132 26 10 gizi baik 45
BE05 Laki‐laki 144 44 11 gizi lebih 44
BF06 Perempuan 137 28 10 gizi baik 47
BH08 Laki‐laki 123 23 11 gizi baik 43
BI09 Laki‐laki 134 33 13 gizi baik 53
BJ10 Laki‐laki 123 23 10 gizi baik 41
BK11 Laki‐laki 125 33 9 gizi lebih 49
BL12 Perempuan 122 33 9 gizi baik 50
BM13 Perempuan 124 22 9 gizi baik 52
BN14 Perempuan 128 24 9 gizi baik 45
BO15 Laki‐laki 129 26 9 gizi baik 47
BP16 Laki‐laki 132 28 12 gizi baik 63
BQ17 Perempuan 145 40 12 gizi baik 49
BR18 Laki‐laki 128 31 12 gizi baik 39
BS19 Perempuan 127 26 10 gizi baik 39
BT20 Laki‐laki 128 29 11 gizi baik 39
BU21 Laki‐laki 114.5 20 6 gizi baik 36
BV22 Laki‐laki 109.5 18 5 gizi baik 38
BW23 Perempuan 107 17 5 gizi baik 38
BX24 Perempuan 105 14 5 gizi kurang 30
BY25 Laki‐laki 114 18 7 gizi baik 32
BZ26 Laki‐laki 122 23 7 gizi baik 38
CA01 Perempuan 113 19 8 gizi baik 29
CBO2 Laki‐laki 119 24 7 gizi baik 37
CC03 Perempuan 121 20 8 gizi baik 37
CD04 Laki‐laki 129 27 9 gizi baik 36
CE05 Perempuan 125 23 8 gizi baik 30
CF06 Perempuan 126 24 9 gizi baik 37
DG07 Perempuan 119 22 9 gizi baik 34
DH08 Laki‐laki 116 22 9 gizi baik 32
DI09 Perempuan 121 20 8 gizi baik 34
DJ10 Laki‐laki 133 25 9 gizi baik 33
DK11 Perempuan 126 25 9 gizi baik 38
DL12 Perempuan 124 22 8 gizi baik 38
DM13 Laki‐laki 129 29 9 gizi baik 37
DN14 Perempuan 127 27 10 gizi baik 34
DO15 Perempuan 124 24 10 gizi baik 33
DP16 Laki‐laki 126 25 9 gizi baik 33
DQ17 Laki‐laki 133 28 11 gizi baik 32
DR18 Laki‐laki 126 24 9 gizi baik 36
DS19 Perempuan 132 24 9 gizi kurang 35
DT20 Perempuan 117 23 9 gizi baik 33
DU21 Perempuan 125 24 10 gizi baik 33
DW23 Perempuan 138 39 12 gizi baik 33
DX24 Perempuan 133 30 11 gizi baik 38
DY25 Laki‐laki 150 45 11 gizi lebih 31
DZ26 Laki‐laki 138 42 11 gizi lebih 36
Daftar Pustaka
Almatsier S, 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Arisman, 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi, Ed. 2. Jakarta:
Kedokteran EGC, 206-233.
Choi, KM., Lee, JS., Park, HS., Choi, DS., & Kim, SM., 2008. Relationship
between sleep duration and the metabolic syndrome: Korean National
Health and Nutrition Survey 2001. International Journal of Obesity
(2008) 32, 1091–1097
Devi, Mazarina. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status
Gizi Balita Di Pedesaan. Teknologi Dan Kejuruan, Vol. 33, No. 2,
September 2010: 183-192.
Departemen Kesehatan, 2013 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Laporan
Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan,
Depkes RI. Available from: http://litbang.depkes.go.id [Accessed 16
April 2015].
Fasyah, RC., Hidayah nurul. Hubungan pemenuhan nutrisi pada bayi dengan
kualitas tidur di BPS Ny. Siti Naimah Amd.Keb di desa Padangasri
kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Hospital Majapahit, Vol. 5
no. 1, Februari 2013 :15-31
Japardi, Iskandar. 2002. Gangguan Tidur. Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi12.pdf [
Accessed 21 April 2015]
MENKES RI. 2010. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak. Available
from
http://www.gizikia.depkes.go.id/category/direktorat-bina-kesehatan-anak/ [ Accessed 28 Mei 2015]
Natalita C, Sekartini R, Poesponegoro H. Skala Gangguan Tidur untuk Anak
(SDSC) sebagai Instrumen Skrining Gangguan Tidur pada Anak Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri. 2011;12:365-72.
Nelson, Waldo E. et al. 2013. Ilmu Kesehatan Anak. edisi 15 vol. 1 Jakarta :
Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Rumende, Martin C. 2006. Tatalaksana Nutrisi pada Pasien PPOK. Jakarta:
FKUI.
Sadock, Benjamin J. dan Virginia A. Sadock. 2010. Tidur Normal dan Gangguan
Tidur. Dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jilid 2. Jakarta : Kedokteran
EGC.
Saputra, AM,. Yuniarti, AF. Studi komparasi kulaitas tidur anak obesitas dan
tidak obesitas pada anak di SD Negeri Serang Sedangsari Pengasih
Kulom Progo. Available from
http://opac.say.ac.id/390/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20PDF.pdf [
Accesed November 2015 ]
Sarrafi-Zadeh S, Dhawadkar S, Singh RB, Meester FD,Wilczynska A, Wilson
DW, et al. Nutritional Modulators of Sleep Disorders. The Open
Nutraceuticals Journal 2012; 5 : 1-14.
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Ed 6. Jakarta : EGC
Siagian, Darmawan., Siagian, Albiner., dan Lubis Zubaidah. 2012. Gambaran
Status Gizi Anak Sekolah Dasar Daerah Eks-Transmigrasi Dan
Penduduk Lokal Di Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Provinsi
Jambi Tahun 2012. Available from
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/viewFile/3649/1733 [
Accesed 20 April 2015]
Sibarani, Bobi. 2014. Gambaran Pola Tidur Anak yang dirawat Inap di RS Sari
Mutiara medan. Available from http://repository.usu.ac.id
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Tanjung MFC, Sekartini R. Masalah Tidur pada Anak. Sari Pediatri 2004; 6:138-
42.
WHO. 2007. Grafik IMT/U Available from
http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/ [ Accessed 30
Mei 2015]
Young, T., Peppard, P.E., Taheri, S., 2005. Excess Weight and Sleep Disordered
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Ket : Yang diamati dalam penelitian ini adalah kotak bergaris tebal.
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Status Gizi
Status gizi di definisikan sebagai tanda - tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori
dan indikator yang digunakan (Depkes, 2002). Cara pengukuran status gizi
dengan menggunakan pengukuran Antropometri IMT/ U. IMT = BB/TB (dalam
mm).Pengukuran Berat Badan dengan cara diukur dengan keadaan pakaian semua
saku kosong, tanpa ikat pinggang, tanpa sepatu dan kaos kaki, posisi anak berdiri
tegak menghadap ke depan, dilakukan 3x penimbangan diambil reratanya.
Pengukuran Tinggi Badan dengan cara diukur dalam keadaan tanpa sepatu dan
kaos kaki, posisi anak berdiri tegak menghadap ke depan dengan pandangan mata
sejajar telinga, kepala, punggung, pantat dan tumit menempel pada satu bidang
tegak, dilakukan 3x pengukuran diambil reratanya. Alat ukur menggunakan
timbangan berat badan merek Smic ZT 120 dengan ketelitian 0,5 kg dan alat ukur
tinggi badan merek Smic ZT 120 dengan ketelitian 0,5 cm , dan tabel Z-skor IMT
terhadap umur. Hasil ukur yang diperoleh adalah status gizi kurang ( <-2SD ),
status gizi baik ( -2SD sampai dengan 1SD ), dan status gizi lebih ( > 1SD). Skala
pengukuran yang digunakan adalah Ordinal .
3.2.2. Gangguan Tidur
Gangguan tidur di definisikan sebagai suatu kumpulan kondisi yang
dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur. Cara
pengukuran menggunakan kuisioner yang diisi oleh orangtua siswa. Alat ukur
yang digunakan adalah kuesioner Sleep Disturbance and Scale for Children yang
telah dimodifikasi. Hasil pengukuran berdasarkan skor, jika skor yang diperoleh
>39 artinya terdapat gangguan tidur sedangkan jika skor ≤39 artinya tidak
terdapat gangguan tidur pada anak tersebut. Skala pengukuran yang digunakan
3.3 Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional. Alasan digunakan pendekatan ini, setiap sampel penelitian dilakukan
pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan kemudian diberikan kuesioner yaitu
kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children secara simultan (dalam waktu
yang bersamaan) ( Notoatmodjo, 2010).
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – Desember 2015.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri No. 10 Samosir.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa dan siswi SDN 10 Samosir.
4.3.2 Sampel Penelitian
Dalam mengambil sampel penelitian digunakan metode total sampling,
yaitu seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dijadikan
Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak memiliki kriteria
eksklusi.
Kriteria Inklusi :
1. Orang tua yang bersedia melakukan dan menyelesaikan pengisian
kuisioner.
2. Siswa dan Siswi yang hadir pada saat dilakukan penelitian.
Kriteria Eksklusi :
1. Anak yang memiliki kelainan anatomis.
2. Anak yang mengalami gangguan tidur karena faktor lain seperti faktor
psikis dan anak yang mengalami sakit berat.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpul merupakan data primer dengan parameter pengukuran
berupa berat badan dan tinggi badan. Responden pada penelitian ini adalah
seluruh siswa – siswi di SDN 10 Samosir.
Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan alat timbangan
injak sesuai dengan prosedur pengukuran timbangan injak dan dinilai dalam
satuan kilogram (kg). Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan
alat ukur tinggi bada sesuai dengan prosedur pengukuran tinggi badan dan dinilai
dalam satuan centimeter (cm). Sementara data usia dan jenis kelamin anak
diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap siswa-siswi
yang dicocokkan dengan data yang sudah diterima pada lembar persetujuan. Hasil
pengukuran berat badan dan tinggi badan dikumpulkan untuk kemudian dicari
status gizi yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin masing-masing anak
Kuesioner yang digunakan adalah Sleep Disturbance Scale for Children
yang sudah divalidasi dan digunakan pada penelitian sebelumnya yang bertujuan
mengetahui gangguan tidur pada anak. Kuesioner diberikan kepada orangtua
siswa melalui siswa dan dikembalikan 4 hari kemudian.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dan dianalisis secara komputerisasi menggunakan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) yang meliputi langkah- langkah
sebagai berikut :
1. Editing
Memeriksa kembali kelengkapan setiap lembar kuesioner yang mencakup
kelengkapan jawaban, kerelevanan jawaban, dan kejelasan penulisan identitas
serta kelengkapan data pengukuran antropometri mencakup identitas, tinggi
badan, dan berat badan.
2. Coding
Setelah data terkumpul dan dikoreksi, selanjutnya diberi kode oleh
peneliti.
3. Entry
Data yang telah melewati proses coding lalu dimasukkan ke dalam
program komputer.
4. Data Cleaning
Semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa kembali
apakah sudah sesuai dengan data penelitian. Perlu dicek kembali untuk melihat
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode dan ketidaklengkapan, kemudian
5. Saving
Data dalam komputer lalu disimpan untuk dianalisis.
6. Analisis data
Data yang telah dikumpulkan dari setiap pengukuran diolah dan
dimasukkan dalam bentuk tabel-tabel distribusi untuk mempermudah pengolahan
dan pembahasan data serta pengambilan kesimpulan dengan menggunakan
bantuan SPSS (Statistical Package for the Social Science) dan kemudian seluruh
data dimasukkan ke dalam komputer (data entry) untuk dianalisa. Data dianalisis
secara bivariat untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan dari variabel yang
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Proses pengumpulan data untuk hasil penelitian dilakukan dengan
menggunakan instrumen kuesioner yang telah diisi oleh orang tua siswa dan data
hasil pengukuran antropometri siswa. Hasil tersebut kemudian dianalisis lalu
dipaparkan di bawah ini.
5.1.1 Karakteristik Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 10 Samosir yang
terletak di desa Lumban suhi-suhi toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten
Samosir Sumatera Utara. Sekolah ini memiliki 6 ruangan kelas dan 1 ruangan
untuk kantor guru. Fasilitas yang dimiliki sekolah ini berupa sebuah perpustakaan
yang terletak dibelakang gedung, kamar mandi dan sebuah lapangan untuk baris
berbaris dan sekaligus digunakan sebagai lapangan basket dan olahraga lainnya.
Gedung Sekolah Dasar Negeri 10 sebelah timur berbatasan dengan
perpustakaan dan gedung kepala desa yang sudah tidak berfungsi lagi, sebelah
selatan berbatasan dengan perumahan warga setempat, sebelah barat berbatasan
dengan jalan raya besar Simanindo dan sebelah Utara berbatasan dengan
Perkebunan milik kelompok tani warga setempat. Sekolah Dasar ini dikepalai
oleh Ibu Resdi Sinaga SPd. Saat dilaksanakannya penelitian ini terdaftar 10 guru
dan 102 siswa.
5.1.2 Karakteristik Responden Penelitian
Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 79 siswa dan siswi
SDN 10 Samosir yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria
5.1.2.1 Karakteristik Responden berdasarkan Tinggi Badan dan Berat Badan
Data hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan responden disajikan
dalam tabel dibawah ini
Tabel 5.1 Hasil pengukuran Berat badan dan Tinggi badan responden
Usia Berat badan Tinggi Badan n
5 tahun 14-18 kg 105-109,5 cm 3
6 tahun 17-21 kg 104,5-120 cm 4
7 tahun 18-24 kg 111-124 cm 11
8 tahun 19-24 kg 113-125 cm 14
9 tahun 21-33 kg 116-133 cm 20
10 tahun 22-31 kg 123-137 cm 11
11 tahun 22-45 kg 122-150 cm 10
12 tahun 28-40 kg 128-145 cm 4
13 tahun 33-36 kg 134-135 cm 2
Data hasil pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan responden telah disajikan
dalam tabel diatas. Data tersebut akan digunakan untuk melengkapi data
5.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi
Status gizi dikategorikan menjadi status gizi kurang ( <-2SD ), Status gizi
baik ( -2SD sampai dengan 1SD ), dan status gizi lebih ( > 1SD ). Sebaran subjek
penelitian berdasarkan IMT/U dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan Status gizi
Berdasarkan Tabel diatas, diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian (100%),
5 orang (6,3% ) masuk kedalam kategori gizi kurang, 69 orang (87,3 %) masuk
dalam kategori gizi baik, dan 5 orang (6,3%) masuk dalam kategori gizi lebih.
Status Gizi n %
Gizi Kurang 5 6,3
Gizi Baik 69 87,3
Gizi Lebih 5 6,3
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan Status gizi dan
jenis kelamin
Jenis Kelamin Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Total
Laki-laki 2 32 4 38
Perempuan 3 37 1 41
Total 5 69 5 79
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian, terdapat 38
orang responden laki-laki dan 41 orang responden perempuan. Adapun reponden
laki-laki, 2 orang masuk kategori status gizi kurang , 32 orang masuk dalam
kategori gizi baik dan 4 orang masuk dalam kategori gizi lebih. Responden
perempuan, 3 orang masuk kategori gizi kurang, 37 orang kategori gizi baik dan 1
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan status gizi dan
umur
Status Gizi
Usia Gizi kurang Gizi baik Gizi Lebih Total
5 1 2 0 3
6 1 3 0 4
7 0 11 0 11
8 2 12 0 14
9 1 17 2 20
10 0 11 0 11
11 0 7 3 10
12 0 4 0 4
13 0 2 0 2
Total 5 69 5 79
Berdasarkan tabel diatas, umur responden berkisar 5-13 tahun. Terdapat 3
orang responden yang berumur 5 tahun, 1 orang masuk kategori gizi kurang, 2
orang masuk kategori gizi baik. 4 orang responden yang berumur 6 tahun, 1 orang
masuk kategori gizi kurang dan 3 orang masuk kategori gizi baik. 11 orang
responden yang berumur 7 tahun, 11 orang masuk kategori gizi baik. 14 orang
responden berumur 8 tahun, 2 orang masuk kategori gizi kurang dan 12 orang
masuk kategori gizi baik. 20 orang responden berumur 9 tahun, 1 orang masuk
kategori gizi kurang, 17 orang masuk kategori gizi baik dan 2 orang masuk
kategori gizi lebih. 11 orang responden berumur 10 tahun dan 11 orang masuk
kategori gizi baik. 10 orang responden berumur 11 tahun, 7 orang masuk kategori
gizi baik dan 3 orang masuk kategori gizi lebih. 4 orang responden berusia 12
tahun dan 4 orang masuk kategori gizi baik. 2 orang responden berumur 13 tahun
5.1.2.3 Karakterisitik Responden Berdasarkan Status Gangguan Tidur
Status Gangguan tidur dikategorikan menjadi Terdapat gangguan tidur
(skor > 39) dan Tidak terdapat gangguan tidur (skor ≤39).
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan status
gangguan tidur
Gangguan Tidur n %
Ya 46 58,2
Tidak 33 41,8
Total 79 100
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian (100%), 46
orang (58,2 %) masuk kedalam kategori Terdapat gangguan tidur dan 33 orang
(41,8 %) masuk dalam kategori Tidak terdapat gangguan tidur.
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan Status
Gangguan tidur dan Jenis kelamin
Jenis Kelamin
Gangguan Tidur Laki-laki Perempuan Total
Ya 22 24 46
Tidak 16 17 33
Total 38 41 79
Berdasarkan tabel diatas, diketahui dari 79 subjek penelitian terdapat 38 orang
laki-laki dan 41 orang perempuan. Adapun responden laki-laki, 22 orang masuk
dalam kategori terdapat gangguan tidur dan 16 orang masuk kategori tidak
terdapat gangguan tidur. Responden perempuan, 24 masuk kategori terdapat
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi penelitian berdasarkan status gangguan tidur
Berdasarkan tabel diatas diketahui, terdapat 3 orang responden yang berumur 5
tahun, 3 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur. 4 orang responden
berusia 6 tahun, 1 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 3
orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 11 orang responden berumur 7
tahu, 3 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 8 orang masuk
kategori Terdapat gangguan tidur. 14 orang responden berumur 8 tahun, 5 orang
masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 9 orang masuk kategori
Terdapat gangguan tidur. 20 orang responden berumur 9 tahun, 11 orang masuk
kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 9 orang masuk kategori Terdapat
gangguan tidur. 11 responden berumur 10 tahun, 4 orang masuk kategori Tidak
terdapat gangguan tidur dan 7 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur.
10 responden berumur 11 tahun, 4 masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur
dan 6 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 4 responden beumur 12
kategori Terdapat gangguan tidur. 2 responden berumur 13 tahun, 1 orang masuk
kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 1 orang masuk kategori Terdapat
gangguan tidur.
5.1.3 Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur pada Anak di SD N 10
Samosir
Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara status gizi
dengan gangguan tidur. Status gizi pada penelitian ini dibagi menjadi gizi kurang,
gizi baik dan gizi lebih. Gangguan tidur pada penelitian ini dibagi menjadi
Terdapat gangguan tidur pada anak dan Tidak terdapat gangguan tidur pada anak.
Tabel penelitian ini diuji menggunakan tabel 3x2, hipotesis diuji
menggunakan Fisher’s Exact Test.
Tabel 5.8 Hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada anak
Status Gizi Gangguan tidur Total
Tidak Ya
Dari penelitian , berdasarkan status gizi diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian,
5 orang (6,3%) termasuk kedalam kelompok status gizi kurang, 69 orang (87,3%)
kelompok gizi baik dan 5 orang (6,3%) masuk kedalam kelompok gizi lebih.
Sedangkan berdasarkan status gangguan tidur, total jumlah subjek yang tidak
mengalami gangguan tidur adalah sebanyak 33 orang (41,8%), dan subjek
Pada uji Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p = 0,2 (p > 0,05), sehingga
dapat dinyatakan tidak adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
gangguan tidur pada anak.
5.2 Pembahasan
Melalui hasil penelitian yang telah disebutkan sebelumnya yang dilakukan
pada siswa/siswi SDN 10 Samosir, diperoleh data yang diperlukan. Untuk itu,
selanjutnya dilakukan pembahasan dengan rincian sebagai berikut.
5.2.1 Status gizi pada siswa/siswi SDN 10 Samosir
Dari data tabel 5.1 diketahui dari 79 subjek penelitian (100%), 5 orang
(6,3%) masuk kedalam kategori gizi kurang yakni anak yang mempunyai status
gizi yang berada di ambang batas -2 SD kebawah pada kuva IMT/U. 69 orang
(87,3%) masuk kedalam kategori gizi baik yakni anak yang mempunyai status
gizi yang berada diantara 1 SD sampai < -2SD pada kurva IMT/U, dan 5 orang
(6,3%) masuk kategori gizi lebih yakni anak yang mempunyai status gizi yang
berada diatas 1SD pada kurva IMT/U.
Hasil penelitian juga diperoleh berdasarkan jenis kelamin, responden
laki-laki yang masuk kategori gizi kurang sebanyak 2 orang, gizi baik sebanyak 32
orang dan gizi lebih sebanyak 4 orang, sedangkan responden perempuan yang
masuk kategori gizi kurang sebanyak 3 orang, gizi baik 37 orang dan gizi lebih 1
orang.
Berdasarkan umur responden mulai dari umur 5 – 13 tahun, diambil
jumlah paling mendominasi setiap kategori. Anak yang termasuk kedalam gizi
kurang sebanyak 2 orang terdapat pada umur 8 tahun, anak yang termasuk
kedalam gizi baik sebanyak 17 orang terdapat pada umur 9 tahun dan anak yang
termasuk kategori gizi lebih sebanyak 2 orang terdapat pada umur 11 tahun.
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak adalah
pendidikan yang rendah dan jumlah anggota keluarga. Pada penelitian ini tidak
ada dilakukan tanya jawab lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi
status gizi pada responden tersebut.
5.2.2 Gangguan tidur pada siswa/siswi SDN 10 Samosir
Dari hasil kuesioner SDSC yang sudah diolah, diperoleh hasil jumlah
respoden yang mengalami gangguan tidur sebanyak 46 orang (58,2%) dan
reponden yang tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 33 orang (41,8%). Hasil
penggolongan ini diperoleh menggunakan skor kuesioner yang dijadikan sebagai
instrument untuk menilai gangguan tidur pada anak, dimana jika jumlah skor > 39
disebut anak tersebut mengalami gangguan tidur dan jika skor ≤39 disebut anak
tersebut tidak mengalami gangguan tidur.
Dari penelitian juga diperoleh berdasarkan jenis kelamin, responden
laki-laki yang mengalami gangguan tidur sebanyak 22 orang dan yang tidak
mengalami gangguan tidur sebanyak 16 orang, sedangkan responden perempuan
yang mengalami gangguan tidur sebanyak 24 orang dan yang tidak mengalami
gangguan tidur sebanyak 17 orang.
Berdasarkan umur responden diperoleh data yang mempunyai frekuensi
lebih banyak, responden yang berumur 8 dan 9 tahun terdapat masing-masing
sebanyak 9 anak yang mengalami gangguan tidur dan pada umur 9 tahun terdapat
11 anak yang tidak mengalami gangguan tidur.
Faktor yang dapat mempengaruhi tidur pada anak adalah keadaan anak
yang ketakutan, suara bising, kecemasan karena merasa terpisah dengan orangtua,
dan jika anak dalam keadaan sakit dapat menjadi faktor yang mengganggu tidur
anak. Prevalensi anak laki-laki yang mengalami gangguan tidur 2-5% lebih sering
dibandingkan pada anak perempuan (Nelson,2013) tetapi berdasarkan hasil
penelitian diperoleh subjek penelitian perempuan lebih banyak yang mengalami
gangguan tidur dibandingkan subjek penelitian laki-laki. Namun untuk lebih
sehingga subjek penelitian memiliki gambaran gangguan tidur demikian,
diperlukan penelitian lebih lanjut.
5.2.3 Hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada siswa/siswi SDN 10
Samosir
Berdasarkan tabel 5.7 tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna
dari status gizi dengan gangguan tidur. Pada penelitian sebelumnya menyebutkan
bahwa vitamin dan mineral seperti defisiensi vitamin B6 dapat menyebabkan
distress psikologis dan gangguan tidur, vitamin B12 dapat memperbaiki gejala
gangguan siklus tidur-bangun, defisiensi zat besi diduga penyebab restlegs
syndrome yaitu gangguan yang ditandai dengan sensasi yang tidak normal pada
kaki sehingga dapat menyebabkan kesulitan memulai tidur. Pada penelitian ini
tidak dilakukan pengukuran terhadap kadar zat tersebut, melainkan hanya
dilakukan pengukuran terhadap status gizi pada subjek penelitian.
Hasil penelitian yang sama juga diperoleh dengan penelitian yang
dilakukan oleh William cheng dan Rini Sekartini pada tahun 2012, dimana tidak
ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan gangguan tidur
pada anak usia 5-7 tahun di Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh M.Ardiasyah Saputra pada
siswa/siswi SD Negeri Serang Sendangsari Pengasih Kulon Proyo menunjukkan
pada anak yang termasuk kategori gizi lebih yaitu anak yang obesitas 30 anak
(100%) mengalami gangguan tidur sedangkan pada anak yang tidak obesitas 23
anak (76,7%) anak mengalami gangguan tidur. Pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Cairis dan Nurul di desa Padangasri kecamatan Jatirejo,
Kabupaten Mojokerto menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pemenuhan nutrisi dan gangguan tidur yang terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, bayi
yang pemenuhan nutrisi nya kurang mengalami gangguan tdur yang lebih banyak
Subjek penelitian telah dipilih sedemikian rupa sehingga variabel faktor
resiko yang dapat menyebabkan gangguan tidur dapat diminimalisir. Meskipun
karakteristik subjek penelitian telah dipilih sedemikian rupa, pada kenyataannya
penelitian ini belum mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi tidur seperti infeksi, faktor biologis, posisi tidur, faktor emosional
dan faktor kebiasaan tidur.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, mata pencaharian masyarakat
Samosir mayoritas adalah petani, nelayan dan pengrajin, dimana tidak hanya
orangtua saja yang bekerja, anak-anak mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga
Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah bekerja membantu orangtua. Ketika pulang
sekolah anak-anak langsung bekerja membantu orangtua ke ladang ataupun pergi
ke danau. Hal ini dapat berdampak terhadap berkurangnya waktu istirahat anak
dan dapat menyebabkan anak kelelahan yang dapat berdampak terhadap tidur si
anak. Oleh karena itu, untuk memastikan apakah ada hubungan antara status gizi
dengan gangguan tidur pada anak perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Gambaran status gizi pada subjek penelitian diperoleh dari 79 subjek
penelitian 5 orang masuk kedalam kategori gizi kurang, 69 orang
masuk dalam kategori gizi baik, dan 5 orang masuk dalam kategori
gizi lebih.
2. Gambaran gangguan tidur pada subjek penelitian diperoleh dari 79
subjek penelitian 46 orang masuk kedalam kategori Terdapat
gangguan tidur dan 33 orang masuk dalam kategori Tidak terdapat
gangguan tidur.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
gangguan tidur pada anak.
6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini maka dapat diajukan beberapa saran yang mungkin dapat
bermanfaat. Adapun saran tersebut, yaitu :
1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui faktor
penyebab gangguan tidur karena dari hasil penelitian ditemukan
jumlah responden yang lebih banyak mengalami gangguan tidur
dibandingkan yang tidak mengalami gangguan tidur.
2. Walaupun tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi
dengan gangguan tidur pada anak, tetap perlu memperhatikan status
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengenalan Gizi
Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu
untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jarigan tubuh, serta
mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi
mempunyai pengertian lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan
dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan
otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia
yang sekarang sedang membangun, faktor gizi di samping faktor-faktor lain
dianggap penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan
pengembangan sumber daya manusia berkualitas ( Almatsier, 2010).
2.1.2 Pengertian Status Gizi
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori
dan indikator yang digunakan.
2.1.3 Status Gizi Anak di Indonesia
Secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12
tahun adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2 persen
kurus. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling tinggi di
Nusa Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi sangat
kurus diatas nasional, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Banten, Jawa
Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Masalah gemuk pada anak umur 5-12
tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat
gemuk (obesitas) 8,8 persen. Prevalensi gemuk terendah di Nusa Tenggara Timur
(8,7%) dan tertinggi di DKI Jakarta (30,1%). Sebanyak 15 provinsi dengan
prevalensi sangat gemuk diatas nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa Timur,
Banten, Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan
Riau, Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta.
Prevalensi kurus pada remaja umur 13-15 tahun adalah 11,1 persen terdiri
dari 3,3 persen sangat kurus dan 7,8 persen kurus. Prevalensi sangat kurus terlihat
paling rendah di Bangka Belitung (1,4 %) dan paling tinggi di Nusa Tenggara
Timur (9,2%). Sebanyak 17 provinsi dengan prevalensi anak sangat kurus
(IMT/U) diatas prevalensi nasional yaitu Riau, Aceh, Jawa Tengah, Lampung,
Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat,
Banten, Papua, Sumatera Selatan, Gorontalo, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat,
dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di
Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat
gemuk (obesitas). Sebanyak 13 provinsi dengan prevalensi gemuk diatas nasional,
yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara dan Papua
Prevalensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar
9,4 persen (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Sebanyak 11 provinsi dengan
prevalensi kurus diatas nasional, yaitu Aceh, Riau, Kalimantan Selatan, Maluku
Utara, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Banten, Sumatera Selatan, Nusa
Tenggara Barat, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi gemuk
pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri dari 5,7 persen
gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi
adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat (0,6%). Lima
belas provinsi dengan prevalensi sangat gemuk diatas prevalensi nasional, yaitu
Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, Kalimantan Tengah,
Timur, Sulawesi Utara dan DKI Jakarta (Riskesdas, 2013).
2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Anak yang dilahirkan dengan berat badan rendah berpotensi menjadi anak
dengan gizi kurang, bahkan menjadi buruk. Faktor lain yang mempengaruhi status
gizi anak diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga yang berdampak pola
makan dan kecukupan gizi anak; faktor sosial-budaya yang mendudukkan
kepentingan ibu hamil dan ibu menyusui setelah kepentingan bapak selaku kepala
keluarga, dan anak; faktor pendidikan yang umumnya rendah sehingga berdampak
pada pengetahuan ibu yang sangat terbatas mengenai pola hidup sehat dan
pentingnya zat gizi bagi kesehatan dan status gizi anak. Semakin besar jumlah
anggota keluarga, semakin besar persentase status gizi kurang ( Devi, 2010).
2.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan gizi
seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif
maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang tersedia. Data
objektif diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber
lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai. Komponen penilaian status gizi
meliputi : asupan pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat
mengenai kesehatan, pemeriksaan antropometris, serta data psikososial
(Arisman, 2010).
1) Asupan Pangan
Fase ini merupakan satu tahap penilaian status gizi yang paling sulit dan
tidak jarang membuat penilai frustasi karena berbagai sebab. Pertama, manusia
memiliki sifat lupa sehingga orang sering tidak mampu mengingat dengan pasti
jenis (apalgi jumlah) makanan yang telah disantap. Kedua, manusia sering
mengedepankan gengsi jika diberi tahu bahwa makanan mereka akan dinilai, pola
tercantum di menu keluarga, susunan menu seperti itu tidak jarang tersaji pada
saat penilaian dilaksanakan. Ketiga, sejauh ini belumlah mungkin penghitungan
komposisi makanan secara akurat, kecuali kegiatan pangan dapat terawasi dengan
ketat. Di samping itu masih terdapat kendala lain yang berpotensi menyendatkan
langkah penilaian ini. Kendala tersebut antara lain (a) daftar komposisi makanan
yang tersedia masih jauh dari sempurna bahkan lengkap saja belum, (b)
penghitungan zat gizi masih belum akurat, (c) masih banyak pangan atau makanan
yang baru/telah beredar belum tercantum dalam komposisi makanan atau
makanan siap santap,(d) cara memasak sangat bervariasi,baik secara kedaerahan
maupun perorangan dan ini sangat memengaruhi nilai gizi pangan dan (e)
perbedaan tempat tumbuh satu jenis buah dan sayur akan berpengaruh pada nilai
zat gizi yang terkandung (Arisman, 2010).
Metode yang dapat digunakan adalah :
a) Ingatan pangan 24 jam (24-hour food recall )
Mengingat kembali dan mencatat jumlah, serta jenis pangan dan minuman
yang telah dikonsumsi selama 24 jam merupakan metode pengumpulan data yang
paling banyak dan paling mudah digunakan. Kelebihan cara ini adalah
pewawancara yang menyiapkan model makanan dan mencatatnya, responden
tidak dituntut harus melek huruf. Hal yang mungkin menjadi sumber kesalahan,
antara lain (1) orang tidak dapat mengingat dengan tepat, (2) makanan yang
disantap kemarin mungkin bukan makanan yang biasa disantap, (3) orang sering
tidak melaporkan makanan yang dapat memalukan, misalnya petai, atau alkohol,
dan (4) wawasan pangan pewawancara tidak luas
b) Kuisioner frekuensi pangan (Food Frequency Questionnaire / FFQ)
Tujuan mengisi FFQ adalah melengkapi data yang tidak dapat diperoleh
melalui ingatan 24 jam. Responden di beri tugas untuk melaporkan frekuensi
makanan yang lazim dikonsumsi berdasarkan daftar makanan dalam periode
berdasarkan besaran asupan zat gizi, tetapi tidak dirancang untuk memperkirakan
asupan secara absolut. Meskipun demikian, cara ini lebih akurat untuk
menentukan rata-rata asupan zat gizi jika menu makanan dari hari ke hari sangat
bervariasi.
Kelemahan cara ini antara lain (1) tidak dapat menghasilkan data
kuantitatif tentang asupan pangan karena pangan yang disantap tidak diukur , (2)
pengisian kuisioner hanya bermodalkan ingatan, (3) responden sering malas
mengisi formulir dengan lengkap, terutama jika proses pengisian dipercayakan
sepenuhnya pada mereka dan (4) tanpa bantuan komputer, proses analisis menjadi
sulit dan melelahkan. Kelebihan cara ini adalah relative murah, cocok jika
diterapkanpada penelitian kelompok besar yang asupan pangan setiap harinya
sangat variatif, pengisian formulir dapat diserahkan pada responden dan mudah
didistribusikan.
c) Riwayat Pangan (Dietary history)
Keterangan yang dapat dijaring melalui riwayat pangan adalah (1) keadaan
ekonomi, (2) kegiatan fisik, (3) latar belakang etnis dan budaya, (4) pola makan
dan kehidupan rumah tangga, (5) nafsu makan, (6) kesehatan gigi dan mulut, (7)
alergi makanan, (8) keadaan saluran pencernaan, (9) penyakit menahun, (10) obat
yang digunakan, (11) peubahan berat badan, serta (12) masalah pangan dan gizi.
Cara ini sesungguhnya menerapkan tiga komponen anamnesis asupan
pangan, yaitu ingatan pangan 24 jam, kuisioner frekuensi pangan, dan catatan
pangan. Dengan ingatan pangan 24 jam diperoleh data tentang pola makan
responden secara umum. Informasi ini selanjutnya dibandingkan dengan kuisioner
frekuensi pangan. Akhirnya, dilakukan pencatatan makanan selama tiga hari
dengan menggunakan ukuran rumah tangga. Kelebihan cara ini, antara lain,
responden tidak harus melek huruf, tidak menyebabkan perubahan pola makan.
Sementara kelemahannya berakar pada kebergantungannya pada daya ingat, sulit
d) Catatan Pangan
Pasien diminta mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi
paling sedikit tiga hari dalam seminggu, yakni 2 hari biasa dan 1 hari libur.
Catatan harus rinci, termasuk bagaimana cara makanan dipersiapkan dan dimasak.
Jika makanan terbuat dari berbagai bahan pangan, misalnya, gado-gado, jenis
serta jumlah bahan mentahnya itu perlu ditulis, disamping resep pembuatannya.
Ukuran porsi makanan sebainya dicatat dengan mengacu pada ukran rumah
tangga (URT). Makanan yang telah terukur ini kemudian disalin kedalam ‘gram’.
Zat gizi yang terkandung dicari pada buku “daftar komposisi makanan” yang
sebelumnya harus tersedia. Jika santapan berupa makanan pabrik, carilah
kandungan zat gizinya pada label (Arisman, 2010)
2. Pemeriksaan Biokimia
Ada dua jenis protein, viseral dan somatic, yang layak dijadikan parameter
penentu status gizi. Parameter protein viseral ialah serum albumin, prealbumin,
transferrin, hitung jumlah limfosit, dan uji antigen pada kulit.
Sementara cadangan protein somatik bukan hanya dinilai secara biokimia, tetapi
juga dengan mengukur besarnya lingkaran pertengahan lengan atas (mid-arm
circumference) (Arisman, 2010)
3.Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh,
termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh yang harus terlebih dahulu
diperhatikan dalam pemeriksaan klinis adalah kulit, gigi, bibir, lidah, mata, dan
alat kelamin. Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan adalah kemampuan
mengunyah dan menelan: Adakah gigi yang sakit? Adakah gigi yang ompong?
Apakah pasien menggunakan gigi palsu (jika ya, apakah letaknya tidak
bahwa sekresi air ludah berkurang)? Perlu ditanyakan keadaan nafsu makan,
makanan yang digemari dan dihindari, serta masalah saluran pencernaan. Masalah
tersebut dapat mengganggu asupan pangan yang pada gilirannya akan
memengaruhi pula status gizi (Arisman, 2010)
4. Pemeriksaan Antropometri
Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometris adalah
besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi.
Tujuan ini dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (1) penapisan status gizi, (2)
survei status gizi, dan (3) pemantauan status gizi. Penapisan diarahkan pada orang
per orang untuk kepentingan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh
gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu, serta faktor-faktor yang
berkaitan dengan itu. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran
perubahan status gizi dari waktu ke waktu.
Tabel 2.1 Parameter yang dianjurkan WHO untuk diukur pada survei gizi
Usia Pengamatan di lapangan Pengamatan Lebih Rinci
0-1 thn Berat dan panjang badan Panjang batang badan; lingkar
kepala & dada ; diameter
tahun), tinggi duduk (di atas 3
tahun), lingkar kepala & dada
(inspirasi setengah), diameter
bikristal, lipat kulit dada &
sub-skapula, lingkar betis
tangan dan kaki
5–20 thn Berat dan tinggi badan, lipat kulit
triseps
Tinggi duduk, diameter
bikristal,diameter
biakrominal, lipat kulit di
tempat lain, lingkar lengan &
betis, rontgen postero anterior
tangan dan kaki
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan
panjang tulang. Namun, tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk
menilai status gizi, kecuali jika digabungkan dengan indikator lain, seperti
usia dan berat badan. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus,
tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong
menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan. Kedua lengan
tergantung relaks di samping badan.
b) Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometris yang paling banyak
digunakan karena parameter ini mudah dimengerti. Alat penimbang yang
dipilih haruslah kuat, tidak mahal, mudah dijinjing, dan akurat hingga 100 gr.
digunakan. Penimbangan selayaknya diselenggarakan pagi hari, setelah
bangun tidur, mengenakan pakaian yang sama, sebelum makan dan setelah
buang air, serta ditimbang oleh petugas yang sama pula. Jika keadaaan
memungkinkan, subjek ditimbang bertelanjang atau berpakaian seminimal
mungkin.
c) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil
pegukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila
tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, dkk, 2001).
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa
indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan Menurut Umur
(BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), dan Indeks Massa Tubuh menurut
Umur (IMT/U). Berikut diterangkan beberapa indeks antropometri tersebut :
1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu paramaeter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan
atau menurunna jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal,
dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan
umur. Mengingat karakterisktik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saaat ini (current nutritional status).
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu
relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks TB/U
menggambarkan status gizi masa lalu.
3) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
IMT merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh
seseorang. IMT pada anak dan remaja berbeda dengan orang dewasa. Letak
cut-off point yang digunakan berbeda antara anak remaja dan orang dewasa. Pada
anak dan remaja status gizi diperoleh dari perbandingaan IMT dan umur.
Indikator IMT/U merupakan indikator yang paling baik untuk mengukur keadaan
status gizi yang menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini
karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini tidak menimbulkan kesan
underestimate pada anak yang overweight dan obese serta kesan berlebihan pada
anak gizi kurang (WHO, 2007).
Karena belum memiliki baku acuan sendiri, di samping belum mampu
menyelenggarakan pengukuran dalam skala besar, Indonesia mengadopsi baku
acuan Harvard dan WHO-NHCS, yang sebelumnya telah dimodifikasi. Pada
prinsipnya, ada tiga cara pemaparan indikator antropometris yaitu persentase,
persentil, dan z-skor. Z-skor atau simpangan baku / standar deviasi (SD),
diterapkan pertamakali oleh WHO. Penilaian status gizi berdasarkan z-skor
dilakukan dengan cara melihat distribusi normal nilai pertumbuhan orang yang
diperiksa. Angka ini melukiskan jarak nilai baku median dalam urutan simpangan
baku. Nilai z-skor diperoleh dari hasil pembagian antara antropometris orang yang
Dengan rumus ditulis :
�−���� =
����� ���������� −( ����� ������ �����)
��������� ���� ��������
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks Masa Tubuh
menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1995/MENKES/SK/XII/2010.
Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status
Gizi
Gizi kurang -3 SD sampai dengan <-2SD
Gizi baik - 2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi lebih > 2 SD
Panjang badan menurut
umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut umur
(TB/U) Anak umur 0-60
Bulan
Sangat pendek <-3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan <-2SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD
Berat badan menurut
panjang badan (BB/PB)
Atau Berat badan
menurut tinggi badan
(BB/TB) Anak umur 0-60
bulan
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
> 2 SD
Indeks Masa tubuh
menurut Umur (IMT/U)
Anak umur 0-60 bulan
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2SD
Normal -3 SD sampai dengan <-2SD
Gemuk -3 SD sampai dengan <-2SD
Indeks Masa Tubuh
menurut Umur ( IMT/U)
Anak umur 5-18 Tahun
Gizi Buruk <-3SD
Gizi Kurang -3SD sampai dengan <-2SD
Gizi Baik -2SD sampai dengan 1SD
Gizi Lebih >1SD sampai dengan 2SD
2.4 Tidur
2.4.1 Pengertian Tidur
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang
ditandai dengan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon
terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga
( Kaplan & saddock, 2010).
2.4.2 Elektrofisiologi Tidur
Tidur terdiri atas dua keadaan fisiologis, nonrapid eye movement (NREM)
dan rapid eye movement (REM). Pada tidur NREM, yang terdiri atas tahap 1
sampai 4, sebagian besar fungsi fisiologis sangat berkurang dibandingkan dengan
keadaan terjaga. Tingkat awal (tingkat 1 dan 2) adalah mudah terbangun dan
bahkan tidak menyadari bila sedang tertidur dan bagian tidur NREM yang paling
dalam tahap 3 dan 4 kadang-kadang disertai ciri bangkitan yang tidak biasa. Jika
orang dibangunkan 30 menit hingga 1 jam setelah awitan tidur biasanya pada
tidur gelombang pendek mereka akan mengalami disorientasi dan pikiran menjadi
kacau.
Tidur REM merupakan jenis tidur yang secara kualitatif berbeda, ditandai
dengan tingginya aktivitas otak dan tingkat aktifitas fisiologis yang menyerupai
aktivitas saat terjaga. Pada orang normal, tidur REM merupakan keadaan tentram
dibandingkan saat terjaga. Denyut jantung secara khas melambat lima hingga
sepuluh denyut per menit dibawah tingkat saat terjaga sedang istirahat dan sangat
teratur denyutnya. Pernafasan juga dipengaruhi dan tekanan darah cenderung
rendah, dengan beberapa variasi dari menit ke menit. Potensial otot istirahat pada
otot-otot tubuh lebih rendah pada tidur REM daripada keadaan terjaga. Gerakan
tubuh episodik dan involuntary terdapat pada tidur REM. Aliran darah melalui