• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Yusak Sugiato

NIM S850907128

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

P R O G R A M P A S C A S A R J A N A

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK

Disusun oleh: Yusak Sugiato NIM S850907128

Telah disetuji oleh tim Pembimbing Pada Tanggal : ………..

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Drs. Suyono, M.Si

NIP. 130794455 NIP. 130529726

Mengetahui

Ketua Program Pendidikan Matematika

(3)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK

Disusun oleh: Yusak Sugiato NIM S850907128

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal :...

Jabatan Nama Tanda tangan Ketua Dr. Mardiyana, M. Si. ... Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. ... Anggota Penguji :

1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ... 2. Drs. Suyono, M.Si. ...

Surakarta,... Mengetahui

Direktur PPs. UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(4)

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya

Nama : Yusak Sugiato

NIM : S850907128

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN

AWAL SISWA SMK, adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 2 Januari 2009 Yang membuat pernyataan

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan atas anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa SMK ”

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tesis ini.

3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Dosen Pembimbing I yang penuh dengan kearifan telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan dan terselesaikannya tesis ini.

4. Drs. Suyono, M.Si., Dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan demi kesempurnaan isi tesis ini.

(6)

6. Kepala Dinas Dikpora Kota Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 7. Kepala SMK Negeri 4, SMK Negeri 8, SMK Marsudirini dan SMK Kristen

Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian di sekolah masing-masing. 8. Istriku Sri Haryanti dan anak-anakku Oni, Dimas dan Yefta yang selalu

memberikan dorongan dan telah banyak berkorban sehingga tesis ini terselesaikan.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan khususnya pendidikan matematika.

Surakarta, Januari 2009

(7)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TESIS ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ....ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Landasan Teori 1. Prestasi Belajar Matematika... 10

2. Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika ... 17

3. Pembelajaran Konvensional... 25

4. Kemampuan Awal ... 27

5. Materi Pembelajaran Topik Barisan dan Deret ... 29

B. Penelitian yang Relevan... 30

C. Kerangka Berpikir... 31

D. Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

(8)

B. Jenis Penelitian ... 36

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data... 39

E. Metode Pengumpulan data... 41

F. Teknik Analisis Data ... 44

G. Pengujian Hipotesis ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 54

A. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 54

1. Instrumen Tes Kemampuan Awal Matematika... 54

2. Instrumen Tes Prestasi Belajar ... 56

B. Uji Keseimbangan Kemampuan Awal... 57

1. Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 58

2. Uji Homogemitas Kemampuan Awal... 59

3. Uji Keseimbangan ... 59

C. Deskripsi Data Prestasi ... 60

D. Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika... 60

E. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika... 61

F. Uji Hipotesis Penelitian ... 62

G. Uji Lanjut Pasca Anava ... 64

H. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

I. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB V PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Implikasi Hasil Penelitian ... 69

C. Saran... 70

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Hasil Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika ... 2

Tabel 2.1 Implementasi Matematika Realistik ... 24

Tabel 2.2 Perbedaan antara Pendekatan Konvensional dan Realistik ... 24

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Peringkat Sekolah ... 38

Tabel 3.3 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 39

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa ... 58

Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa ... 58

Tabel 4.3 Deskripsi data prestasi ... 60

Tabel 4.4 Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi Belajar ... 61

Tabel 4.5 Rangkuman Uji Homogenitas ... 62

Tabel 4.6 Rangkuman Analisis Variansi ... 63

Tabel 4.7 Rataan Marginal Data Prestasi ... 64

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1 Instrumen Tes Kemampuan Awal ………..75

Lampiran 2 Uji Instrumen Tes Kemampuan Awal……… 82

Lampiran 3 Data Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen……… 90

Lampiran 4 Data Kemampuan Awal Kelompok Kontrol…...………92

Lampiran 5 Uji Normalitas Data Kemampuan Awal ………... 93

Lampiran 6 Uji Homogenitas Kemampuan awal ……….. 99

Lampiran 7 Uji Keseimbangan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol……… 101

Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendekatan Realistik 102 Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendekatan Konvensional ………. 132

Lampiran 10 Instrumen Tes Prestasi Belajar ………...136

Lampiran 11 Uji Instrumen Tes Prestasi Belajar………. 142

Lampiran 12 Data Prestasi ………...150

Lampiran 13 Desain data ………. 154

Lampiran 14 Uji Normalitas ………155

Lampiran 15 Uji Homogenitas ……… 168

Lampiran 16 Analisis Variansi ……… 172

Lampiran 17 Uji Komparasi Ganda………..176 Lampiran 18

Lampiran 19

Tabel Statistik..………... Surat-Surat …………...………..………

(11)

ABSTRAK

Yusak Sugiato, S850907128. 2008. Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa SMK. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) mana yang lebih baik antara pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan matematika realistik dengan pendekatan konvensional, (2) perbedaan prestasi belajar matematika pada siswa berkemampuan awal tinggi, berkemampuan awal sedang dan berkemampuan awal rendah, (3) apakah perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan apakah perbedaan prestasi antara masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan.

Penelitian ini termasuk eksperimen semu yang dilakukan di tingkat XI SMK kelompok pariwisata kota Surakarta pada semester pertama tahun pelajaran 2008/2009. Data penelitian ini berujud skor kemampuan awal topik barisan dan deret untuk variabel kemampuan awal dan nilai prestasi belajar topik barisan dan deret aritmetika untuk variabel prestasi belajar matematika. Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cluster random sampling. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui observasi dan tes obyektif. Teknik analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dilanjutkan dengan metode Sceffe’ sebagai uji lanjut pasca anava.

Berdasar hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan taraf signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan: (1) prestasi belajar matematika dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dari pada prestasi belajar dengan pendekatan konvensional (Fa =6,238>3,84=Ftabel, X1.=6,3681 dan X2.=5,6884) (2) terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antar siswa berkemampuan awal tinggi, berkemampuan awal sedang dan berkemampuan awal rendah (Fb =4,009>3,00= Ftabel) (3) perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan perbedaan antara masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan.

( Fab=0,076 < 3,00 = Ftabel)

(12)

ABSTRACT

Yusak Sugiato, S85090128. 2008. The effectiveness of Realistic Mathematic Approach in improving the Students’ achievement in learning Mathematic viewed from the Prior Competence of SMK students. Thesis: Mathematic Education Department, Post Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.

This research was aimed to know: (1) which one was better between Realistic Mathematic Approach and Conventional Approach in learning mathematic; (2) the difference achievement on learning mathematic of students with high prior competence, fairly prior competence, and low prior competence; (3) knowing whether the difference between the learning approach consistent toward each level of prior competence and whether the difference between each level of prior competence consistent toward each type of learning approach.

The research was included on apparent experiment which was done in SMK of Tourism grade XI in Surakarta on the first semester term 2008/2009. The data of the research was gathered from the score of the prior competence of the arithmetical progression as variable of prior competence and the achievement score of learning the arithmetical progression as the variable of achievement in learning mathematic. The technique of analyzing data was by using two ways analysis with difference cells.

Based on the two ways variant analysis with different cells and the significance level 0.05. It can be concluded that (1) the achievement of learning mathematic under realistic mathematic approach was better than the achievement of learning mathematic under conventional approach (Fa =6.238>3.84=Ftable,

. 1

X =6.3681 and X2.=5,6884), (2) there was a difference in the achievement in learning mathematic of the students with high prior competence, fairly prior competence, and low prior competence (Fb=4.009>3.00=Ftable), (3) the difference between the learning approach consistent toward each level of prior competence and whether the difference between each level of prior competence consistent toward each type of learning approach (Fab=0.076<3.00=Ftable)

Based on the double comparison accounting of the columns with the significance level 0.05, obtaned F.1-.2 =3.0943<6.00=Ftable; F.2-.3 =4.0817<6.00=Ftable; F.1-.3 =11.3170>6.00 =Ftable; and X.1=6.5132; X.2=6.0538;

3 .

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya orang berpendapat bahwa mutu pendidikan di Indonesia

belum memuaskan jika dibandingkan dengan negara lain misalnya Singapura,

Malaysia dan Thailand. Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi

mata pelajaran tertentu misalnya mata pelajaran matematika. Pernyataan tersebut

didukung dengan informasi Programme for International Student Assessment

(PISA) 2003. Prestasi matematika Indonesia berada di peringkat 39 dari 41 negara

yang disurvei, dibawah Thailand yang menduduki peringkat 32. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science

Study (TIMMS) yang dipublikasikan 26 desember 2006, jumlah jam pelajaran

matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura.

Dalam satu tahun, siswa kelas VIII di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam

pelajaran matematika, di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112

jam. Dalam realitas, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara

tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411.

Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapuran605a(400=rendah, 475 =

menengah, 550= tinggi, dan 625 = tingkat lanjut) (TohiraZainurie,12007). Melihat

data di atas berarti waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah

sangatakontradiksiadenganaprestasiayangadiraih.

(14)

Pada tingkat kota prestasi belajar matematika khususnya prestasi belajar

matematika SMK kelompok Pariwisata juga belum memuaskan. Hal tersebut

terlihat dari rerata nilai ujian nasional cenderung menurun dari tahun ke tahun, hal

tersebut terlihat jelas pada Tabel 1.1. Rerata nilai matematika tahun pelajaran

2005/2006 sebesar 7,89 turun menjadi 6,55 pada tahun pelajaran 2006/2007. Dari

tabel tersebut juga terlihat nilai rerata beberapa sekolah di bawah enam bahkan

kurang dari lima.

Tabel 1.1

Hasil Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika

SMK Pariwisata - Kota Surakarta TP

2005/2006

TP

2006/2007 Rerata

No Nama Sekolah

N JP N JP 2 th

1 SMK KASATRIYAN 8,45 309 8,41 306 8,43

2 SMK 4 8,04 241 7,68 228 7,86

3 SMK 7 8,61 174 5,1 133 7,09

4 SMK 9 7,82 266 5,78 212 6,92

5 SMK SAHID 8,00 193 5,15 125 6,88

6 SMK 8 7,36 140 6,01 140 6,69

7 SMK KRISTEN 6,33 50 5,05 55 5,66

8 SMK MARGANINGSIH 5,78 66 5,44 58 5,62

9 SMK JAYA WISATA 6,49 33 4,56 38 5,46

Rerata Total 7,89 6,55

Keterangan :

N = Nilai Rerata persekolah

JP= Jumlah Peserta Ujian Nasional

(15)

Sutriyono (1998:2) menyatakan nilai rata-rata Matematika yang rendah

dapat terjadi karena kemampuan siswa di bidang matematika rendah, dapat juga

terjadi karena tuntutan kurikulum yang berlebihan, materi dengan tingkat

kesulitan tinggi, sistem evaluasi yang tidak realistis atau karena proses

pembelajaran yang tidak mendukung siswa untuk memahami materi secara

maksimal. Rendahnya prestasi belajar khususnya prestasi belajar matematika

dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam siswa misalnya: intelegensi,

sikap, minat dan motivasi siswa. Faktor dari luar siswa juga mempengaruhi

prestasi belajar siswa misalnya: lingkungan sosial yang terdiri dari guru, orang

tua, saudara, teman dan tetangga. Selain faktor dari dalam dan dari luar siswa

faktor pendekatan belajar juga mempengaruhi rendahnya prestasi belajar

matematika (Muhibbin Syah, 2003:132).

Menyadari permasalahan mutu pendidikan khususnya pendidikan

matematika, maka pemerintah bersama para ahli pendidikan, berusaha untuk lebih

meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan mutu

pendidikan matematika di Indonesia telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan

berbagai pihak yang peduli terhadap matematika. Salah satu upaya yang dilakukan

adalah pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam menyajikan materi

pembelajaran kepada siswa yang karakteristiknya beraneka ragam. Dengan

pemilihan pendekatan yang tepat diharapkan menumbuhkan minat siswa terhadap

matematika dan akhirnya prestasi belajar matematika juga meningkat.

Melihat pentingnya pendekatan pembelajaran sebagai salah satu faktor

(16)

kali membuat model kurikulum yang sesuai tuntutan zaman antara lain CBSA,

KBK, KTSP. Pada dasarnya model kurikulum tersebut menuntut pendekatan

pengajaran yang berbeda, namun pelaksanaan di lapangan pendekatan

konvensional dengan metode ceramah masih dianggap satu-satunya pendekatan

pembelajaran yang ampuh. Padahal pendekatan konvensional menyebabkan minat

siswa terhadap matematika rendah karena dengan pendekatan ini matematika

hanyalah kumpulan rumus yang harus dihafalkan siswa. Dengan pendekatan

konvensional siswa hanya cenderung menghafal bukan memahami, sehingga

pengetahuan yang diperoleh akan mudah terlupakan.

Topik barisan dan deret merupakan topik yang lebh mudah jika

dibandingkan dengan topik lain misalnya logaritma dan bilangan berpangkat,

namun dengan pendekatan konvensional topik barisan dan deret merupakan

kumpulan rumus-rumus yang tidak dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

yang akhirnya menyebabkan prestasi belajar topik barisan dan deret tidak optimal.

Oleh karena itu perlu dipilih pendekatan yang tepat sehingga topik ini menjadi

topik yang menarik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga

dapat meningkatkan prestasi belajar matematika khususnya prestasi belajar

barisan dan deret.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan pengalaman

kehidupan sehari-hari dengan konsep yang dipelajari adalah pendekatan

matematika realistik. Dengan pendekatan ini diharapkan pengalaman kehidupan

(17)

meningkatkan pemahaman konsep barisan dan deret. Pemahaman konsep yang

baik akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Daya saing yang semakin ketat saat ini, mengharuskan setiap siswa SMK

memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif Pembelajaran

dengan menggunakan pendekatan matematika realistik membuat pembelajaran

lebih bermakna dan menyenangkan serta memberi kesempatan siswa untuk

menyelesaikan masalah secara mandiri, kemudian mendiskusikan dengan teman

atau guru. Hal ini akan melatih siswa untuk berpikir kritis, sistematis, logis dan

kreatif. Kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif akan membekali

siswa SMK dikemudian hari.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi permasalahan

sebagai berikut:

1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika disebabkan oleh

kemampuan awal anak yang rendah sehingga untuk mengikuti pengajaran

yang selanjutnya mengalami hambatan. Terkait dengan hal tersebut, perlu

dilakukan penelitian yang menunjukkan pengaruh kemampuan awal terhadap

prestasi belajar siswa atau peserta didik.

2. Rendahnya prestasi belajar matematika mungkin dipengaruhi oleh pendekatan

belajar konvensional yaitu ceramah yang masih mendominasi pembelajaran.

Penggunaan ceramah tidak selalu dapat menanamkan berbagai konsep

matematika secara mendalam. Terkait dengan masalah tersebut perlu

(18)

pembelajaran lain yang lebih menarik dan sesuai dengan karakteristik siswa

dan karakteristik topik yang sedang diajarkan.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh

minat siswa rendah terhadap pelajaran matematika. Oleh sebab itu perlu

diadakan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh minat siswa terhadap

prestasi matematika

4. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika dipengaruhi

oleh peran orang tua. Orang tua terlalu percaya akan apa yang diperoleh siswa

di sekolah dan tidak memperhatikan pendampingan belajar anak di rumah.

Berdasar hal tersebut penelitian tentang pengaruh pendampingan orang tua

terhadap prestasi belajar anak

5. Keadaan ekonomi orang tua juga dimungkinkan berpengaruh terhadap prestasi

belajar matematika anaknya, sehingga perlu dilakukan penelitian yang melihat

hubungan keadaan ekonomi orang tua dengan prestasi siswa.

6. Lingkungan belajar siswa di rumah juga dimungkinkan berpengaruh terhadap

prestasi belajar Matematika. Penelitian yang relevan dengan hal ini perlu

dilakukan untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap prestasi belajar

khususnya prestasi belajar matematika.

C. Pembatasan Masalah

Karena keterbatasan peneliti, maka dari enam masalah yang sudah

diidentifikasi di atas dipilih masalah pertama dan kedua, agar penelitian terarah

(19)

1. Penelitian dilakukan pada siswa tingkat XI semester gasal tahun pelajaran

2008/2009 SMK kelompok Pariwisata kota Surakarta.

2. Pendekatan pembelajaran yang dibandingkan adalah pendekatan Matematika

Realistik dan pembelajaran konvensional dalam hal ini adalah ceramah.

3. Kemampuan awal siswa dilihat dari hasil test kemampuan awal matematika

pokok bahasan Pola bilangan, Barisan dan deret .

4. Kemampuan awal siswa dikelompokkan menjadi kamampuan awal rendah,

kemampuan awal sedang dan kemampuan awal tinggi.

5. Prestasi Belajar matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah

prestasi belajar matematika dengan topik barisan dan deret aritmetika karena

topik ini menjadi dasar topik-topik lain

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah, dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut :

1. Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan Matematika Realistik

mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar dengan

menggunakan pendekatan konvensional baik secara umum maupun pada

masing-masing tingkat kemampuan awal?

2. Apakah siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi

belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan awal

sedang, siswa yang berkemampuan awal sedang lebih baik dibandingkan

(20)

3. Apakah perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran

konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan apakah perbedaan antara

masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihak-pihak

yang berwenang sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

pendekatan matematika realistik dengan prestasi belajar siswa yang

menggunakan pendekatan konvensional pada pembelajaran matematika

dengan topik barisan dan deret aritmetika.

2. Perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal rendah, siswa

berkemampuan awal sedang dan siswa berkemampuan awal tinggi yang

mengikuti pembelajaran dengan topik barisan dan deret aritmetika.

3. Perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran pada

tiap-tiap kemampuan awal dan perbedaan antara masing-masing kemampuan

awal pada setiap jenis pendekatan

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat melengkapi hasil

penelitian lain di bidang pendidikan khususnya pendidikan matematika.

Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam

pembelajaran barisan dan deret yang akhirnya dikembangkan untuk topik lain.

(21)

a. Bagi Guru

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan alternatif pemilihan

pendekatan dalam pembelajaran matematika topik barisan dan deret

aritmetika.

Guru dapat menambah wawasan dalam rangka perubahan paradigma

mengajar dengan guru sebagai subyek ke siswa sebagai subyek dalam

pelaksanaan pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.

Guru lebih mengenal lebih jauh tentang pendekatan matematika

realistik dan implementasinya dalam pembelajaran.

b. Bagi Siswa

Siswa mendapat pengalaman baru dalam pembelajaran matematika

yaitu pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik sehingga

dapat meningkatkan prestasi belajar matematika mereka.

Siswa diharapkan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran

matematika

Dengan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman siswa

tentang konsep barisan dan deret aritmetika.

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti

lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pendekatan

matematika realistik.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Prestasi Belajar Matematika

Untuk memahami pengertian prestasi belajar matematika, akan diuraikan

istilah prestasi, belajar, dan matematika.

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau dilakukan, baik berupa

ketrampilan, sikap maupun tingkah laku (Poerwadarminta, 1994:62). Prestasi

dapat juga dikatakan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan, baik secara individual maupun secara kelompok

(Syaiful Djamarah, 1994:19).

Pengertian belajar erat hubungannya dengan teori belajar, beberapa teori

belajar antara lain adalah :

a. Teori Behaviorisme

Dalam teori ini manusia adalah sebagai produk lingkungan.

Kepribadian manusia dibentuk oleh lingkungan. teori ini selanjutnya dikenal

dengan nama teori belajar Stimulus Respon karena dikatakan sebagai proses

hubungan langsung antara stimulus yang datang dengan respon yang

ditampilkan oleh individu. Respon tertentu akan muncul dari individu jika

diberi stimulus dari luar. Orang akan bereaksi jika diberikan rangsangan oleh

lingkungan luarnya. Demikian juga stimulus dilakukan secara terus menerus

dan dalam waktu yang lama, akan berakibat pada berubahnya perilaku

(23)

menyatakan bahwa syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan

stimulus respon ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan

(stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Berdasar teori ini belajar

adalah peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa

yang disebut stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu perubahan dari

lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme

untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku

yang dimunculkan karena adanya perangsang.

Pandangan behaviorisme tentang belajar dalam Herman Hudoyo

(2005:19) adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang sehingga

terjadi perubahan tingkah laku. Kegiatan dalam mental sehingga terjadi

perubahan tingkah laku itu bergantung kepada perolehan pengalaman

seseorang. Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah

penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk

melalaui stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner

membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan penguatan

negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya

pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan

perilaku berkurang atau menghilang. Menurut Bandura dalam Bimo Walgito

(2004:175) belajar adalah proses perubahan perilaku yang dibentuk melalui

umpan balik informatif yang dihasilkan oleh perilaku langsung individu dalam

interaksinya dengan lingkungannya, misalnya melalui melihat, mengamati,

(24)

belajar bisa menyenangkan, menyedihkan, atau bisa apa saja sesuai dengan

kondisi mental orang yang sedang belajar tadi. Teori ini menjadikan pola

pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat

mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati dan diukur

(Yansen Marpaung. 2003:2).

b. Teori Humanisme

Menurut teori ini, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.

Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami

lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus

berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan

sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut

pandang pelakunya, bukan sudut pandang pengamatnya. Para ahli humanistik

melihat adanya dua bagian pada proses belajar, yakni: (1) proses pemerolehan

informasi baru, (2) personalisasi informasi ini pada individu. Belajar terjadi

bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang

tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa

matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan

terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus

mempelajarinya (Dian Yuanita, 2007:2)

c. Teori Konstruktivisme

Menurut Glasersfeld dalam Sutriyono (1998:4) tentang teori belajar

konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan

(25)

prinsip-prinsip terkait satu sama lain bagaikan “jaringan laba-laba” tidak sekadar

tersusun herarkis. Belajar juga dapat dikatakan sebagai aktifitas mental yang

berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan

nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1991:36). Dalam

Konstruktivisme, belajar efektif adalah belajar yang bermakna. Agar

bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi

harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab,

berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi) (Erman

Suherman, 2008). Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) dan Peter Sheal

(1989) dalam Erman Suherman (2008) mengemukakan bahwa kebermaknaan

belajar tergantung bagaimana belajar. Jika belajar hanya dngan membaca

kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%,

mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai

70 %, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai

90%.

Adapun pengertian belajar menurut Klein (1996:2):

Learning can be defined as an experiential process resulting in a relatively permanent change in behavior that cannot be explained by temporary states , maturation , or innate response tendencies.

Yang dapat diartikan belajar adalah sebuah proses pengalaman yang

menghasilkan perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku. Perubahan

oleh keadaan sementara, kematangan atau kecenderungan respon bawaan tidak

(26)

Menurut Biggs dalam Muhibbin Syah (2003:67) belajar dapat dapat

didefinisikan dalam tiga rumusan yaitu: (1) Secara kuantitatif, belajar berarti

kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta

sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dipandang dari sudut berapa banyak materi

yang dikuasai siswa. (2) Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar

dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas

materi-materi yang telah dipelajari, siswa yang telah belajar dapat diketahui dalam

hubungannya dengan proses mengajar yang kemudian dinyatakan dalam bentuk

skor atau nilai. (3) Secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh

arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling

siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan

tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan

nanti dihadapi siswa.

Berdasar teori-teori belajar dan pengertian belajar di atas, belajar adalah

aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan

lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

ketrampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas, sehingga dapat

memecahkan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi.

Proses belajar harus mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga

potensi dirinya (kognitif, afektif, dan psikomotor) dapat berkembang dengan

maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan

(27)

untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan

membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya.

Matematika dapat disajikan dengan definisi atau pengertian:

(1) Cabang ilmu pengetahan eksak dan terorganisir secara sistematik (2)

Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi (3) Pengetahuan tentang penalaran

logik dan berhubungan dengan bilangan (4) Pengetahuan tentang fakta-fakta

kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk (5) Pengetahuan tentang

struktur-struktur yang logik (6) Pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (R.

Soedjadi, 2000:11). Matematika adalah pengetahuan yang berpola dan herarkis,

cara berpikir matematika adalah deduktif, abstrak dan generalisasi (Herman

Hudoyo, 2005:38).

Jadi matematika merupakan suatu sistem yang mengandung

konsep-konsep abstrak, memerlukan suatu simbol untuk membentuk suatu konsep-konsep baru.

Konsep baru tersebut terbentuk karena adanya pemahaman konsep sebelumnya,

sehingga konsep matematika tersusun secara hirarkis. Suatu kebenaran

matematika dikembangkan berdasar dengan alasan yang logis.

Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke

pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun

struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.

Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi

dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (Sutriyono,

(28)

Pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak

secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu

pengetahuan melalui lingkungannya. Pembelajaran matematika di sekolah dapat

efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran matematika

memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang

mencakup latar belakang keluarga, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan

kenyataan-kenyataan hidup yang lain. Pengertian-pengertian yang dibawa siswa

ketika memulai proses belajar, pendapat dan pemahaman yang diperoleh dari studi

sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka, juga perasaan, sikap dan

nilai-nilai yang diyakini, itu semua merupakan konteks nyata siswa (Drost dalam H.J.

Sriyanto, 2008).

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam

teori belajar konstruktivisme, Hanbury dalam Tohir Zainurie (2007)

mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran

matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara

mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih

bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa

mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan

ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar

matematika yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih

memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman

(29)

dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk

mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

Prestasi belajar merupakan suatu ukuran keberhasilan siswa setelah

mengalami proses belajar. Menurut S. Nasution (2000:21) prestasi belajar adalah

hasil belajar dari suatu individu, individu tersebut berinteraksi secara aktif dan

positif dengan lingkungannya.

Prestasi belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang

menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,

kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian (Ngalim Purwanto, 1994:84)

Selanjutnya Buchori (1985:91) menyatakan prestasi belajar adalah hasil

yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajar, baik buruknya

angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai

siswa dalam periode tertentu.

Dengan demikian, maka prestasi belajar matematika adalah hasil belajar

yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam selang waktu

tertentu. Prestasi belajar matematika merupakan patokan yang dapat menunjukkan

kemampuan siswa dan dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan

keberhasilan pendidikan.

2. Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika

Orientasi pendidikan kita mempunyai ciri: (1) cenderung memperlakukan

peserta didik berstatus sebagai obyek, (2) guru berfungsi sebagai pemegang

otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, (3) materi bersifat subject-oriented;

(30)

menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada

di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan

pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak

berjalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan

berkepribadian (Sutarto Hadi, 2003:2).

Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal

sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zamroni dalam

Sutarto Hadi, 2003:2): (1) Pendidikan lebih menekankan pada proses

pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching), (2) Pendidikan diorganisir

dalam suatu struktur yang fleksibel (3) Pendidikan memperlakukan peserta didik

sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan (4)

Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi

dengan lingkungan.

Teori Pendidikan Matematika Realistik (PMR) sejalan dengan teori

belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran

kontekstual (cotextual teaching and learning, disingkat CTL). Pendekatan

konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMR

adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.

Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan

matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana

meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya

nalar. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut: (1) siswa

(31)

belajar selanjutnya, (2) siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk

pengetahuan itu untuk dirinya sendiri, (3) pembentukan pengetahuan merupakan

proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan,

penyusunan kembali, dan penolakan, (4) pengetahuan baru yang dibangun oleh

siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman, (5) setiap

siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan

mengerjakan matematik.

Kata realistik diambil dari salah satu diantara empat pendekatan dalam

pendidikan matematika. Menurut klasifikasi Treffers yaitu mekanistik, empirik,

strukturalistik dan realistik. (Yansen Marpaung, 2001:2). Mekanistik artinya cara

mengerjakan suatu masalah secara teratur, empirik artinya berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, strukturalistik artinya

cara menyusun suatu konsep atau unsur-unsur dengan pola tertentu dan realistik

artinya bersifat nyata. Pada pendidikan matematika dua komponen matematisi

yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Perbedaan dari keempat

pendekatan itu ditentukan sejauh mana mereka menggunakan kedua komponen

itu. Pendekatan strukturalistik lebih menekankan struktur dalam suatu cabang

matematika yaitu mempelajari matematika dalam arah vertikal. Pendekatan

realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah

horizontal yaitu hubungan antara konsep-konsep dalam beberapa cabang

matematika. Pendekatan mekanistik tidak memuat kedua komponen matematisi

(32)

Pembelajaran Matematika Realistik di sekolah dilaksanakan dengan

menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran.

Masalah-masalah yang nyata atau yang telah dikuasai atau dapat dibayangkan

dengan baik oleh siswa dan digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau

pengertian-pengertian matematika yang semakin meningkat. Jadi pembelajaran

tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan

contoh-contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah

ditemukan kembali” oleh siswa (R. Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam

pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan

diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang

akan diperolehnya.

Gravermeijer (dalam Yansen Marpaung, 2001), ide utama dari RME

adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep

matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk membangun kembali

ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan

persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya

situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka

bayangkan.

Menurut Gravemeijer dalam Tohir Zainurie (2007) menyatakan: prinsip

RME adalah: (a) reinvensi terbimbing dan matematisi progresif, (b)fenomena

deduktif dan (c) dari informal ke formal, model menjembatani lubang antara

pengetahuan informal dan matematika formal. RME di Indonesia diadaptasi

(33)

merupakan adaptasi MRE di Indonesia maka ketiga prinsip itu ada dalam PMRI

yang dijabarkan menjadi sepuluh karakteristik PMRI yaitu :

a. Murid aktif, guru aktif

b. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah dengan cara

sendiri.

c. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara

sendiri.

d. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

e. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok atau secara individual.

f. Pembelajaran tidak selalu di kelas

g. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negoisasi, baik antara guru dan

siswa, maupun antara siswa dengan siswa.

h. Siswa bebas memilih representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya

sewaktu menyelesaikan masalah.

i. Guru bertindak sebagai fasilitator

j. Menghargai pendapat siswa, termasuk pendapat itu betul atau salah

(Yansen Marpaung: 2003)

Pada pembelajaran dengan pendekatan PMRI ada 5 tahapan yang perlu

dilalui oleh siswa, yaitu: Penyelesaian masalah, Penalaran, Komunikasi,

Kepercayaan diri, dan Representasi.

Pada tahap penyelesaian masalah, siswa diajak mengerjakan soal-soal

dengan menggunakan langkah-langkah sendiri. Dan yang patut dihargai ialah

(34)

buku atau yang digunakan guru. Siswa dapat menggunakan cara/metode yang

ditemukan sendiri, yang bahkan sangat berbeda dengan cara/metode yang dipakai

oleh buku atau oleh guru.

Pada tahap penalaran, siswa dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan

setiap soal yang dikerjakan. Artinya, pada tahap ini siswa harus dapat

mempertanggungjawabkan cara/metode yang dipakainya dalam mengerjakan tiap

soal.

Pada tahap komunikasi, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan

jawaban yang dipilih pada teman-temannya. Siswa berhak pula menyanggah

(menolak) jawaban milik teman yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya

sendiri.

Pada tahap kepercayaan diri, siswa diharapkan mampu melatih

kepercayaan diri dengan cara mau menyampaikan jawaban soal yang

diperolehnya kepada kawan-kawannya dengan berani maju ke depan kelas. Dan

seandainya jawaban yang dipilihnya berbeda dengan jawaban teman, siswa

diharapkan mau menyampaikannya dengan penuh tanggungjawab dan berani baik

secara lisan maupun secara tertulis.

Pada tahap representasi, siswa memperoleh kebebasan untuk memilih

bentuk representasi yang dia inginkan (benda konkrit, gambar atau

lambang-lambang matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dia

hadapi. Dia membangun penalarannya, kepercayaan dirinya melalui bentuk

(35)

Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI sangat komprehensif.

Artinya, penyajian materi pelajaran selalu dihubungkan dengan materi lain. Ketika

siswa mengerjakan suatu soal, dia selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan

soal yang sudah pernah dia selesaikan, atau antara suatu meteri baru dengan

materi lama yang pernah dia pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat

mengerjakan suatu soal sebelumnya, besar kemungkinannya dapat mengerjakan

soal yang dia sedang dihadapinya.

Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI bersifat integral, artinya

pelajaran matematika dapat dihubungkan langsung dengan pelajaran lain. (M.I.

Sri Rahayu, 2002)

Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan

masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa

mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya. Dimana guru

memfasilitasi diskusi dengan teman sebangkunya dan mengarahkan siswa untuk

memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa

siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa

dibahas/dibandingkan. Dan guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa.

Jawaban siswa mungkin tidak ada yang benar, mungkin semuanya benar atau

sebagian benar sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan

jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu

letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang

menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki

(36)

kesimpulan.

Adapun implementasi matematika realistik dalam kelas dapat dilihat pada Tabel

[image:36.612.150.507.229.679.2]

2.1 berikut.

Tabel 2.1

Implementasi Matematika Realistik

No. Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

1. Guru memberi siswa masalah

kontekstual

Siswa secara individu atau

kelompok mengerjakan masalah

dengan strategi-strategi informal

2. Guru merespon secara positif

jawaban siswa. Siswa diberi

kesempatan untuk memikirkan

strategi yang paling efektif

Siswa memikirkan strategi yang

efektif untuk memberikan jawaban

3. Guru mengarahkan siswa pada

beberapa masalah kontekstual dan

selanjutnya meminta siswa untuk

mengerjakan dengan pengalaman

mereka

Siswa secara mandiri atau

berkelompok menyelesaiakan

masalah tersebut

4. Guru mengelilingi siswa serta

memberikan bantuan seperlunya

Beberapa siswa mengerjakan

dipapan tulis. Melalui diskusi

kelas jawaban siswa

(37)

No. Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

5. Guru mengarahkan siswa untuk

menarik kesimpulan

Siswa merumuskan bentuk

matematika formal

6. Guru memberikan pekerjaan

rumah

Siswa mengerjakan pekerjaan

rumah dan menyerahkan pekerjaan

tersebut kepada guru

(Suharto dalam Kadir, 2005:10)

3. Pembelajaran Konvensional

Menurut E.T. Ruseffendi (1992:74) pembelajaran konvensional pada

umumnya mempunyai kekhasan tertentu, misalnya dalam pembelajaran lebih

mengutamakan hafalan daripada pengertian, mengutamakan ketrampilan

berhitung daripada pemahaman konsep, mengutamakan hasil dari proses belajar,

dan pembelajaran berpusat pada guru. Metode yang mendominasi adalah ceramah

dan ekspositori.

S.xNasution (2000:209) menyatakan ciri-ciri pembelajaran konvensional

adalah:

1) Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai keseluruhan

tanpa memperhatikan individu siswa

2) Kegiatan umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut

pertimbangan guru.

3) Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah mendengarkan

uraian guru.

(38)

5) Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau sumber

informasi/pengetahuan

Pembelajaran konvensional menurut Johnson (2002:2) :

”Traditionally, education has emphasized the aguisition and manipulation of content. Students have memorized facts, figures, names, dates, places, and events; studied subjects in isolution from one another; and drilled in rote fashion to aquire basic writing and computing skill”

Dari pengertian tersebut pembelajaran konvensional menekankan

kemahiran dan manipulasi isi. Siswa mengingat fakta, tanggal, tempat, dan

kejadian; materi diajarkan secara terpisah satu sama lain; dan di drill dalam

bentuk hafalan untuk memperoleh dasar menulis dan keahlian menghitung.

[image:38.612.128.510.479.697.2]

Perbedaan Pembelajaran Realistik dan Konvensional ditunjukkan dalam

[image:38.612.126.511.482.696.2]

Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Perbedaan Antara Pendekatan Konvensional dan

Pendekatan Matematika Realistik

No Pendekatan Realistik Pendekatan Konvensional

1. Mengutamakan hafalan Mengutamakan pengertian

2. Mengutamakan ketrampilan

berhitung

Mengutamakan pemahaman konsep

3. Mengutamakan hasil belajar Mengutamakan proses belajar

4. Guru berfungsi sebagai sumber

informasi pengetahuan

Guru bertindak sebagai fasilitator

(39)

No Pendekatan Realistik Pendekatan Konvensional

6. Terlalu terkonsentrasi pada

pengembangan intelektual

Pengembangan individu sebagai satu

kesatuan yang utuh dan berkepribadian

7. Kecepatan belajar siswa

tergantung dari kecepatan guru

Kecepatan belajar siswa tidak

tergantung dari kecepatan guru

4. Kemampuan Awal

Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Hal ini

perlu mendapatkan perhatian guru sebelum melaksanakan pembelajaran,

Toeti Sukamto (1997:38) berpendapat bahwa kemampuan awal siswa

adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebelum melaksanakan

pembelajaran. Sedangkan menurut Atwi Suparman (2001:120) kemampuan awal

adalah pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki siswa sehingga mereka

dapat mengikuti pelajaran dengan baik.

Driscoll dalam Mochtar Sanusi (2008:16) menyatakan: kemampuan awal

adalah kemampuan-kemampuan yang sudah dikuasai sebelum proses

pembelajaran pokok bahasan tertentu dimulai, mengaktifkan kemampuan awal

yang relevan merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan belajar yang

bermakna, dengan adanya kemampuan awal akan merupakan penyediaan landasan

dalam belajar hal-hal baru.

Paul Suparno (1997:55) berpendapat bahwa proses belajar adalah proses

membentuk dan mengubah skema. Adapun yang dimaksud skema adalah

(40)

menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan. Skemata disusun

dalam suatu jaringan hubungan konsep-konsep. Agar membentuk kerangka

pemkiran yang benar orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi

yang benar. Selanjutnya Paul Suparno menyatakan dalam proses belajar, orang

mengadakan perubahan skema dengan menambah, memperhalus, memperluas

atau mengubah sama sekali skema lama.

Dalam pembelajaran Matematika, konsep yang satu mendasari konsep

yang lain. Bila konsep A dan konsep B mendasari konsep C, maka konsep C tidak

mungkin dipelajari sebelum konsep A dan B dipelajari terlebih dahulu. Demikian

pula konsep D baru dapat dipelajari bila konsep C yang mendahuluinya sudah

dipahami dan seterusnya (Herman Hudoyo, 2005:27).

Dari pengertian di atas kemampuan awal matematika merupakan

akumulasi konsep-konsep yang akan digunakan untuk membantu siswa dalam

mempelajari konsep baru. Konsep baru tersebut terbentuk karena adanya

pemahaman konsep sebelumnya, sehingga konsep matematika tersusun secara

hirarkis.

Mengaktifkan kemampuan awal yang relevan sangat berpengaruh dalam

menghasilkan belajar yang bermakna. Oleh karena itu kemampuan awal menjadi

faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Dengan

mengetahui kemampuan awal siswa guru dapat menentukan langkah-langkah

yang akan diambil untuk materi yang akan diajarkan. Pada penelitian ini

(41)

Dengan penguasaan kemampuan prasyarat tersebut diharapkan siswa akan

mengikuti pembelajaran barisan dan deret aritmetika dengan optimal.

5. Materi Pembelajaran Topik Barisan dan deret

a.. Barisan Aritmetika

Sebelum mempelajari barisan dan deret secara umum perlu diketahui

pengertian pola bilangan. Pola bilangan adalah salah satu cara menunjukkan

aturan suatu barisan bilangan. Barisan bilangan adalah sekumpulan bilangan

yang tersusun menurut pola tertentu. Setiap unsur bilangan dalam susunan

bilangan tersebut disebut suku barisan. Secara umum barisan bilangan dapat

ditulis sebagai berikut: U1, U2, U3, ..., Un–1, Un dengan U1 merupakan suku

ke-1, U2 merupakan suku ke-2, U3 merupakan suku ke-3, Un–1 merupakan

suku ke-(n–1) dan Unmerupakan suku ke-n.

Barisan aritmetika adalah suatu barisan yang suku selanjutnya

diperoleh dengan cara menambahkan suatu konstanta pada suku sebelumnya.

Konstanta tersebut adalah beda dan dinyatakan dengan b. Bentuk umum

barisan aritmetika adalah: a, a+b, a+2b, a+3b,...,a+(n-1)b.

Jadi suku ke-n : Un=a+(n-1)b dengan Un adalah suku ke-n, dan

a suku pertama.

b. Deret Aritmetika

Deret aritmetika adalah jumlah n suku pertama pada barisan aritmetika.

Bila Sn menyatakan jumlah n suku pertama maka Sn=a+a+b+a+2b+...a+(n-1)b.

Secara umum Sn= (2 ( 1) )

2 a n b

n

 atau Sn= ( )

2 a Un

n

n

 (Heri Retnawati, 2008:

(42)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian Cholis Sa’dijah (1999) yang berjudul “Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivitas, Topik persamaan dan

pertidaksamaan satu peubah untuk Siswa Kelas I SLTP”, dengan kesimpulan

proses pembelajaran beracuan konstruktivitas membuat siswa lebih aktif, siswa

cenderung siap mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari pembelajaran tersebut

dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang persamaan dan pertidaksamaan

satu peubah. Penelitian berjudul “Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik

Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan

Awal Siswa SMK” juga beracuan pada konstruktivisme. Perbedaan kedua

penelitian ini terletak pada pendekatan pembelajaran yang digunakan.

Pentatito Gunowibowo (2008) dalam Penelitian berjudul “Efektifitas

Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal

Cerita dan Sikap terhadap Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa

Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo” dengan

kesimpulan pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih efektif untuk

meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika dan sikap

terhadap matematika jika dibandingkan dengan pembelajaran dengan

pendekatan mekanistik. Penelitian yang saat ini sedang dilakukan mempunyai

kesamaan dalam hal pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan realistik,

perbedaan terletak pada populasi penelitian. Populasi penelitian yang sedang

(43)

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran dengan pendekatan realistik sedapat mungkin dimulai

dengan masalah-masalah yang kontekstual atau realistik bagi murid. Berdasar

masalah yang realistik tersebut siswa diarahkan menyelesaikan masalah secara

individual maupun kelompok dalam suasana yang menyenangkan. Pendekatan

ini berusaha menjembatani kesenjangan antara pengetahuan informal dan

matematika formal, sehingga siswa melihat makna matematika sebagai ilmu

yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan awal siswa pada tingkat sebelumnya digolongkan dalam 3

kategori yaitu: (1) Kemampuan awal tinggi (2) Kemampuan awal sedang dan

(3) Kemampuan awal rendah. Prestasi belajar barisan dan deret aritmetika akan

dipengaruhi oleh kemampuan awal tersebut. Dalam pembelajaran Matematika

kemampuan awal siswa perlu diperhatikan, oleh sebab itu kemampuan awal

siswa harus menjadi bahan pertimbangan guru sebelum melaksanakan

pengajaran.

Topik barisan dan deret aritmetika adalah materi yang penting di SMK.

Barisan dan deret aritmetika akan menjadi dasar topik lain di SMK dan juga

digunakan pada pelajaran lain misalnya Ekonomi.

Topik barisan dan deret aritmetika sangat cocok menggunakan

pendekatan pembelajaran Matematika Realistik, karena topik ini dapat diawali

dengan keadaan sehari-hari yang tidak asing bagi siswa kemudian membawanya

(44)

konsep barisan dan deret aritmetika dalam diri siswa dan relatif selalu diingat.

yang akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Berdasar hal tersebut di atas, penelitian ini akan dapat mengungkapkan

efektivitas pendekatan Matematika Realistik dalam meningkatkan prestasi

belajar matematika ditinjau dari kemampuan awal siswa SMK.

Secara rinci kerangka berpikir tersebut adalah:

1. Kaitannya pendekatan realistik dan pendekatan konvensional terhadap

prestasi belajar barisan dan deret aritmetika:

Bahwa pendekatan realistik akan memberikan prestasi belajar barisan dan

deret aritmetika yang lebih baik dari pendekatan konvensional, karena

pendekatan ini memiliki karakteristik pembelajaran yang sangat berbeda

dengan pendekatan konvensional. Dalam pendekatan realistik paradigma

belajar sejalan dengan teori konstruktivisme. Dalam teori konstruktivisme,

siswa diposisikan sebagai subyek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah

jadi, tapi suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksi siswa

secara aktif. Siswa yang secara aktif menggali pengalaman yang dimiliki

sebelumnya untuk memperoleh pengetahuan baru yang ingin dimilikinya

akan memperoleh pengalaman belajar yang optimal dan bermakna.

2. Kaitannya kemampuan awal dengan prestasi belajar barisan dan deret

aritmetika:

Setiap kategori kemampuan awal akan menghasilkan prestasi belajar yang

berbeda dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut disebabkan oleh

(45)

dengan materi yang lain. Secara umum kemampuan awal yang tinggi akan

menghasilkan prestasi yang lebih baik dari kemampuan awal sedang.

Demikian pula kemampuan awal sedang secara umum akan menghasilkan

prestasi yang lebih baik dari kemampuan awal rendah.

3. Kaitannya kemampuan awal dan pendekatan terhadap prestasi belajar

barisan dan deret aritmetika:

Kemampuan awal dan pendekatan pembelajaran akan mempengaruhi

prestasi belajar barisan dan deret aritmetika. Hal tersebut disebabkan oleh

karakteristik pembelajaran matematika yang selalu terkait antara topik yang

satu dengan topik lainnya. Siswa dengan kemampuan awal tinggi pada

pembelajaran dengan pendekatan realistik akan berprestasi lebih baik dan

siswa berkemampuan awal rendah pada pembelajaran dengan pendekatan

konvensional akan berprestasi lebih rendah.

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian ini

diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan pendekatan realistik menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik dibandingkan pendekatan konvensional.

2. Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi

belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa yang berkemampuan

awal sedang, siswa yang berkemampuan awal sedang lebih baik

(46)

3. Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran

konsisten pada masing-masing kemampuan awal dan perbedaan prestasi

belajar dari masing kemampuan awal konsisten pada

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian, Subyek Penelitian dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMK Kelompok Pariwisata Kota Surakarta. Subyek

penelitian ini adalah siswa semester satu tingkat XI tahun pelajaran 2008/2009.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2008/2009.

Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan meliputi: penyusunan usulan penelitian, penyusunan

instrumen penelitian, pengajuan ijin penelitian, membicarakan instrumen

dengan guru setempat. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Juni 2008 sampai

dengan bulan Agustus 2008.

b. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi uji coba instrumen dan pengumpulan data. Tahap

ini dilaksanakan bulan Agustus 2008 sampai dengan Nopember 2008.

c. Analisis Data

Analisis data kemampuan awal siswa dilaksanakan pada bulan Agustus 2008.

Analisis data amatan (data penelitian) dilakukan pada bulan Nopember 2008.

d. Tahap penyusunan laporan

Penyusunan laporan bersamaan dengan pelaksanaan penelitian dilakukan pada

(48)

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan

digunakan penelitian eksperimental semu adalah peneliti tidak mungkin

mengontrol semua variabel yang relevan. Seperti yang dikemukakan Budiyono

(2003:82), ”Tujuan eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang

merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen

yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan

atau memanipulasi semua variabel yang relevan”. Dalam penelitian ini responden

dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen ,

yaitu siswa yang mendapat perlakuan pendekatan pembelajaran matematika

realistik. Kelompok kedua adalah kelompok kontrol , yaitu siswa yang mendapat

perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. Untuk

masing-masing kelompok terdiri dari kelompok siswa berkemampuan awal

rendah, kemampuan awal sedang dan kemampuan awal tinggi. Penelitian ini

[image:48.612.174.466.509.612.2]

menggunakan desain faktorial 2 x 3 yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Desain Penelitian

B

A b1 b2 b3

a1

a2

ab11

ab21

ab12

ab22

ab13

ab23

Keterangan :

A : Pendekatan pengajaran

a1 : Pengajaran dengan menggunakan pendekatan realistik

(49)

B : Kemampuan awal

b1 : Kemampuan awal tinggi

b2 : Kemampuan awal sedang

b3 : Kemampuan awal rendah

Pelaksanaan penelitian menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut:

a. Melakukan observasi

Observasi SMK meliputi observasi objek penelitian, pengajaran dan fasilitas

yang dimiliki.

b. Mengambil kelas mana yang akan digunakan untuk penelitian dan kelas untuk

uji coba instumen .

c. Mengambil nilai kemampuan awal untuk uji keseimbangan.

d. Memberikan perlakuan berupa pengajaran dengan menggunakan pendekatan

Realistik dan konvensional pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

C. Populasi , Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Pada penelitian ini sebagai populasi adalah semua siswa SMK kelompok

pariwisata tingkat XI Surakarta semester satu tahun pelajaran 2008/2009.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian terdiri dari 3 SMK yaitu:

a. SMK Negeri 4 Surakarta

Sampel ini mewakili SMK peringkat atas. Pada sekolah ini sampel diambil 2

kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. SMK Negeri 8 Surakarta

(50)

c. SMK Kristen Surakarta

Sampel ini mewakili sekolah peringkat bawah. Pada sekolah ini sampel

diambil 2 kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling random kluster

(cluster random sampling), dengan langkah-langkah: (1) populasi dibagi menurut

peringkat sekolah berdasar hasil ujian nasional mata pelajaran matematika tahun

2006 dan 2007 (Tabel 3.2), sehingga terbentuk tiga kelompok yaitu kelompok

SMK peringkat atas, SMK peringkat tengah dan SMK peringkat bawah; (2) dari

masing-masing kelompok diambil secara acak satu sekolah yang merupakan

unit-unit populasi (kluster-kluster); (3) melakukan sampling random kluster lagi dari

kluster-kluster yang ada yaitu dengan mengambil secara acak masing-masing

kluster tersebut dua kelas, satu untuk kelas eksperimen dan satu untuk kelas

[image:50.612.167.474.548.694.2]

kontrol, sehingga akhirnya didapatkan 3 kelas eksperimen dan 3 kelas kontrol.

Tabel 3.2

Peringkat Sekolah

Berdasar Hasil Ujian Nasional Matematika Tahun 2006 dan 2007

No Nama Sekolah Rerata Kelompok

1 SMK Kasatriyan 8,43 atas

2 SMK Negeri 4 7,86 atas

3 SMK Negeri 7 7,09 atas

4 SMK Negeri 9 6,92 tengah

5 SMK Sahid 6,88 tengah

(51)

No Nama Sekolah Rerata Kelompok

7 SMK Kristen 5,66 bawah

8 SMK Marganingsih 5,62 bawah

9 SMK Jaya Wisata 5,46 bawah

Berdasar prosedur di atas diperoleh kelas eksperimen dan kelas kontrol

[image:51.612.165.477.106.196.2]

seperti pada Tabel 3.3

Tabel 3.3

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas

No Kelompok Nama SMK

Eksperimen Kontrol

1. Atas SMKN 4 XI-AP

Gambar

Tabel Statistik..……………………………………………...
Tabel 1.1Hasil Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika
Tabel 2.1
Tabel 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika BRR bersiap menutup kantornya, proyek portofolio mereka bisa dikategorikan sebagai berikut dalam hubungannya dengan skenario pelimpahan: proyek tahun jamak (dari IRFF,

Untuk mengisi kekaburan norma maka dilakukanlah penafsiran ekstensif atau memperluas arti kata, atau pelebaran norma untuk memperoleh kekuatan pembuktian kesaksian

Perlakuan yang menunjukkan penurunan persentase nilai COD yang terendah yaitu perlakuan dengan tanpa lumpur aktif dan penambahan 0,3% dolomit, hal ini terjadi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh parameter perautan terhadap kekasaran permukaan hasil perautan menggunakan mesin bubut CNC dan mendapatkan

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari 10 orang Frater, untuk perilaku yang termasuk ke dalam dimensi pengamalan atau konsekuensi (the consequential dimensions/ religious

[r]

Pemecahan perkara (splitsing) merupakan wewenang dari Jaksa yang diatur dalam Pasal 142 KUHAP, yang menyebutkan bahwa: 7 ^ o u Z o penuntut umum menerima satu bekas

Hasil analisis mengungkapkan bahwa program ILC episode “PKI, hantu atau nyata?” dikonstruksikan dengan menempatkan PKI sebagai pihak yang bersalah, dan kekejaman PKI pada