EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
Yusak Sugiato
NIM S850907128PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK
Disusun oleh: Yusak Sugiato NIM S850907128
Telah disetuji oleh tim Pembimbing Pada Tanggal : ………..
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Drs. Suyono, M.Si
NIP. 130794455 NIP. 130529726
Mengetahui
Ketua Program Pendidikan Matematika
EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK
Disusun oleh: Yusak Sugiato NIM S850907128
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal :...
Jabatan Nama Tanda tangan Ketua Dr. Mardiyana, M. Si. ... Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. ... Anggota Penguji :
1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ... 2. Drs. Suyono, M.Si. ...
Surakarta,... Mengetahui
Direktur PPs. UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini, saya
Nama : Yusak Sugiato
NIM : S850907128
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA SMK, adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 2 Januari 2009 Yang membuat pernyataan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan atas anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa SMK ”
Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Mardiyana, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tesis ini.
3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Dosen Pembimbing I yang penuh dengan kearifan telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan dan terselesaikannya tesis ini.
4. Drs. Suyono, M.Si., Dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan demi kesempurnaan isi tesis ini.
6. Kepala Dinas Dikpora Kota Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 7. Kepala SMK Negeri 4, SMK Negeri 8, SMK Marsudirini dan SMK Kristen
Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian di sekolah masing-masing. 8. Istriku Sri Haryanti dan anak-anakku Oni, Dimas dan Yefta yang selalu
memberikan dorongan dan telah banyak berkorban sehingga tesis ini terselesaikan.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan khususnya pendidikan matematika.
Surakarta, Januari 2009
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ....ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah... 6
D. Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Landasan Teori 1. Prestasi Belajar Matematika... 10
2. Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika ... 17
3. Pembelajaran Konvensional... 25
4. Kemampuan Awal ... 27
5. Materi Pembelajaran Topik Barisan dan Deret ... 29
B. Penelitian yang Relevan... 30
C. Kerangka Berpikir... 31
D. Hipotesis ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
B. Jenis Penelitian ... 36
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 37
D. Teknik Pengumpulan Data... 39
E. Metode Pengumpulan data... 41
F. Teknik Analisis Data ... 44
G. Pengujian Hipotesis ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 54
A. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 54
1. Instrumen Tes Kemampuan Awal Matematika... 54
2. Instrumen Tes Prestasi Belajar ... 56
B. Uji Keseimbangan Kemampuan Awal... 57
1. Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 58
2. Uji Homogemitas Kemampuan Awal... 59
3. Uji Keseimbangan ... 59
C. Deskripsi Data Prestasi ... 60
D. Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika... 60
E. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika... 61
F. Uji Hipotesis Penelitian ... 62
G. Uji Lanjut Pasca Anava ... 64
H. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66
I. Keterbatasan Penelitian ... 68
BAB V PENUTUP ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Implikasi Hasil Penelitian ... 69
C. Saran... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Hasil Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika ... 2
Tabel 2.1 Implementasi Matematika Realistik ... 24
Tabel 2.2 Perbedaan antara Pendekatan Konvensional dan Realistik ... 24
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 36
Tabel 3.2 Peringkat Sekolah ... 38
Tabel 3.3 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 39
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa ... 58
Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa ... 58
Tabel 4.3 Deskripsi data prestasi ... 60
Tabel 4.4 Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi Belajar ... 61
Tabel 4.5 Rangkuman Uji Homogenitas ... 62
Tabel 4.6 Rangkuman Analisis Variansi ... 63
Tabel 4.7 Rataan Marginal Data Prestasi ... 64
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1 Instrumen Tes Kemampuan Awal ………..75
Lampiran 2 Uji Instrumen Tes Kemampuan Awal……… 82
Lampiran 3 Data Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen……… 90
Lampiran 4 Data Kemampuan Awal Kelompok Kontrol…...………92
Lampiran 5 Uji Normalitas Data Kemampuan Awal ………... 93
Lampiran 6 Uji Homogenitas Kemampuan awal ……….. 99
Lampiran 7 Uji Keseimbangan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol……… 101
Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendekatan Realistik 102 Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendekatan Konvensional ………. 132
Lampiran 10 Instrumen Tes Prestasi Belajar ………...136
Lampiran 11 Uji Instrumen Tes Prestasi Belajar………. 142
Lampiran 12 Data Prestasi ………...150
Lampiran 13 Desain data ………. 154
Lampiran 14 Uji Normalitas ………155
Lampiran 15 Uji Homogenitas ……… 168
Lampiran 16 Analisis Variansi ……… 172
Lampiran 17 Uji Komparasi Ganda………..176 Lampiran 18
Lampiran 19
Tabel Statistik..………... Surat-Surat …………...………..………
ABSTRAK
Yusak Sugiato, S850907128. 2008. Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa SMK. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) mana yang lebih baik antara pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan matematika realistik dengan pendekatan konvensional, (2) perbedaan prestasi belajar matematika pada siswa berkemampuan awal tinggi, berkemampuan awal sedang dan berkemampuan awal rendah, (3) apakah perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan apakah perbedaan prestasi antara masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan.
Penelitian ini termasuk eksperimen semu yang dilakukan di tingkat XI SMK kelompok pariwisata kota Surakarta pada semester pertama tahun pelajaran 2008/2009. Data penelitian ini berujud skor kemampuan awal topik barisan dan deret untuk variabel kemampuan awal dan nilai prestasi belajar topik barisan dan deret aritmetika untuk variabel prestasi belajar matematika. Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cluster random sampling. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui observasi dan tes obyektif. Teknik analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dilanjutkan dengan metode Sceffe’ sebagai uji lanjut pasca anava.
Berdasar hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan taraf signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan: (1) prestasi belajar matematika dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dari pada prestasi belajar dengan pendekatan konvensional (Fa =6,238>3,84=Ftabel, X1.=6,3681 dan X2.=5,6884) (2) terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antar siswa berkemampuan awal tinggi, berkemampuan awal sedang dan berkemampuan awal rendah (Fb =4,009>3,00= Ftabel) (3) perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan perbedaan antara masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan.
( Fab=0,076 < 3,00 = Ftabel)
ABSTRACT
Yusak Sugiato, S85090128. 2008. The effectiveness of Realistic Mathematic Approach in improving the Students’ achievement in learning Mathematic viewed from the Prior Competence of SMK students. Thesis: Mathematic Education Department, Post Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
This research was aimed to know: (1) which one was better between Realistic Mathematic Approach and Conventional Approach in learning mathematic; (2) the difference achievement on learning mathematic of students with high prior competence, fairly prior competence, and low prior competence; (3) knowing whether the difference between the learning approach consistent toward each level of prior competence and whether the difference between each level of prior competence consistent toward each type of learning approach.
The research was included on apparent experiment which was done in SMK of Tourism grade XI in Surakarta on the first semester term 2008/2009. The data of the research was gathered from the score of the prior competence of the arithmetical progression as variable of prior competence and the achievement score of learning the arithmetical progression as the variable of achievement in learning mathematic. The technique of analyzing data was by using two ways analysis with difference cells.
Based on the two ways variant analysis with different cells and the significance level 0.05. It can be concluded that (1) the achievement of learning mathematic under realistic mathematic approach was better than the achievement of learning mathematic under conventional approach (Fa =6.238>3.84=Ftable,
. 1
X =6.3681 and X2.=5,6884), (2) there was a difference in the achievement in learning mathematic of the students with high prior competence, fairly prior competence, and low prior competence (Fb=4.009>3.00=Ftable), (3) the difference between the learning approach consistent toward each level of prior competence and whether the difference between each level of prior competence consistent toward each type of learning approach (Fab=0.076<3.00=Ftable)
Based on the double comparison accounting of the columns with the significance level 0.05, obtaned F.1-.2 =3.0943<6.00=Ftable; F.2-.3 =4.0817<6.00=Ftable; F.1-.3 =11.3170>6.00 =Ftable; and X.1=6.5132; X.2=6.0538;
3 .
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya orang berpendapat bahwa mutu pendidikan di Indonesia
belum memuaskan jika dibandingkan dengan negara lain misalnya Singapura,
Malaysia dan Thailand. Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi
mata pelajaran tertentu misalnya mata pelajaran matematika. Pernyataan tersebut
didukung dengan informasi Programme for International Student Assessment
(PISA) 2003. Prestasi matematika Indonesia berada di peringkat 39 dari 41 negara
yang disurvei, dibawah Thailand yang menduduki peringkat 32. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMMS) yang dipublikasikan 26 desember 2006, jumlah jam pelajaran
matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura.
Dalam satu tahun, siswa kelas VIII di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam
pelajaran matematika, di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112
jam. Dalam realitas, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara
tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411.
Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapuran605a(400=rendah, 475 =
menengah, 550= tinggi, dan 625 = tingkat lanjut) (TohiraZainurie,12007). Melihat
data di atas berarti waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah
sangatakontradiksiadenganaprestasiayangadiraih.
Pada tingkat kota prestasi belajar matematika khususnya prestasi belajar
matematika SMK kelompok Pariwisata juga belum memuaskan. Hal tersebut
terlihat dari rerata nilai ujian nasional cenderung menurun dari tahun ke tahun, hal
tersebut terlihat jelas pada Tabel 1.1. Rerata nilai matematika tahun pelajaran
2005/2006 sebesar 7,89 turun menjadi 6,55 pada tahun pelajaran 2006/2007. Dari
tabel tersebut juga terlihat nilai rerata beberapa sekolah di bawah enam bahkan
kurang dari lima.
Tabel 1.1
Hasil Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika
SMK Pariwisata - Kota Surakarta TP
2005/2006
TP
2006/2007 Rerata
No Nama Sekolah
N JP N JP 2 th
1 SMK KASATRIYAN 8,45 309 8,41 306 8,43
2 SMK 4 8,04 241 7,68 228 7,86
3 SMK 7 8,61 174 5,1 133 7,09
4 SMK 9 7,82 266 5,78 212 6,92
5 SMK SAHID 8,00 193 5,15 125 6,88
6 SMK 8 7,36 140 6,01 140 6,69
7 SMK KRISTEN 6,33 50 5,05 55 5,66
8 SMK MARGANINGSIH 5,78 66 5,44 58 5,62
9 SMK JAYA WISATA 6,49 33 4,56 38 5,46
Rerata Total 7,89 6,55
Keterangan :
N = Nilai Rerata persekolah
JP= Jumlah Peserta Ujian Nasional
Sutriyono (1998:2) menyatakan nilai rata-rata Matematika yang rendah
dapat terjadi karena kemampuan siswa di bidang matematika rendah, dapat juga
terjadi karena tuntutan kurikulum yang berlebihan, materi dengan tingkat
kesulitan tinggi, sistem evaluasi yang tidak realistis atau karena proses
pembelajaran yang tidak mendukung siswa untuk memahami materi secara
maksimal. Rendahnya prestasi belajar khususnya prestasi belajar matematika
dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam siswa misalnya: intelegensi,
sikap, minat dan motivasi siswa. Faktor dari luar siswa juga mempengaruhi
prestasi belajar siswa misalnya: lingkungan sosial yang terdiri dari guru, orang
tua, saudara, teman dan tetangga. Selain faktor dari dalam dan dari luar siswa
faktor pendekatan belajar juga mempengaruhi rendahnya prestasi belajar
matematika (Muhibbin Syah, 2003:132).
Menyadari permasalahan mutu pendidikan khususnya pendidikan
matematika, maka pemerintah bersama para ahli pendidikan, berusaha untuk lebih
meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan matematika di Indonesia telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan
berbagai pihak yang peduli terhadap matematika. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam menyajikan materi
pembelajaran kepada siswa yang karakteristiknya beraneka ragam. Dengan
pemilihan pendekatan yang tepat diharapkan menumbuhkan minat siswa terhadap
matematika dan akhirnya prestasi belajar matematika juga meningkat.
Melihat pentingnya pendekatan pembelajaran sebagai salah satu faktor
kali membuat model kurikulum yang sesuai tuntutan zaman antara lain CBSA,
KBK, KTSP. Pada dasarnya model kurikulum tersebut menuntut pendekatan
pengajaran yang berbeda, namun pelaksanaan di lapangan pendekatan
konvensional dengan metode ceramah masih dianggap satu-satunya pendekatan
pembelajaran yang ampuh. Padahal pendekatan konvensional menyebabkan minat
siswa terhadap matematika rendah karena dengan pendekatan ini matematika
hanyalah kumpulan rumus yang harus dihafalkan siswa. Dengan pendekatan
konvensional siswa hanya cenderung menghafal bukan memahami, sehingga
pengetahuan yang diperoleh akan mudah terlupakan.
Topik barisan dan deret merupakan topik yang lebh mudah jika
dibandingkan dengan topik lain misalnya logaritma dan bilangan berpangkat,
namun dengan pendekatan konvensional topik barisan dan deret merupakan
kumpulan rumus-rumus yang tidak dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
yang akhirnya menyebabkan prestasi belajar topik barisan dan deret tidak optimal.
Oleh karena itu perlu dipilih pendekatan yang tepat sehingga topik ini menjadi
topik yang menarik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar matematika khususnya prestasi belajar
barisan dan deret.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan pengalaman
kehidupan sehari-hari dengan konsep yang dipelajari adalah pendekatan
matematika realistik. Dengan pendekatan ini diharapkan pengalaman kehidupan
meningkatkan pemahaman konsep barisan dan deret. Pemahaman konsep yang
baik akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Daya saing yang semakin ketat saat ini, mengharuskan setiap siswa SMK
memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan matematika realistik membuat pembelajaran
lebih bermakna dan menyenangkan serta memberi kesempatan siswa untuk
menyelesaikan masalah secara mandiri, kemudian mendiskusikan dengan teman
atau guru. Hal ini akan melatih siswa untuk berpikir kritis, sistematis, logis dan
kreatif. Kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif akan membekali
siswa SMK dikemudian hari.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika disebabkan oleh
kemampuan awal anak yang rendah sehingga untuk mengikuti pengajaran
yang selanjutnya mengalami hambatan. Terkait dengan hal tersebut, perlu
dilakukan penelitian yang menunjukkan pengaruh kemampuan awal terhadap
prestasi belajar siswa atau peserta didik.
2. Rendahnya prestasi belajar matematika mungkin dipengaruhi oleh pendekatan
belajar konvensional yaitu ceramah yang masih mendominasi pembelajaran.
Penggunaan ceramah tidak selalu dapat menanamkan berbagai konsep
matematika secara mendalam. Terkait dengan masalah tersebut perlu
pembelajaran lain yang lebih menarik dan sesuai dengan karakteristik siswa
dan karakteristik topik yang sedang diajarkan.
3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh
minat siswa rendah terhadap pelajaran matematika. Oleh sebab itu perlu
diadakan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh minat siswa terhadap
prestasi matematika
4. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika dipengaruhi
oleh peran orang tua. Orang tua terlalu percaya akan apa yang diperoleh siswa
di sekolah dan tidak memperhatikan pendampingan belajar anak di rumah.
Berdasar hal tersebut penelitian tentang pengaruh pendampingan orang tua
terhadap prestasi belajar anak
5. Keadaan ekonomi orang tua juga dimungkinkan berpengaruh terhadap prestasi
belajar matematika anaknya, sehingga perlu dilakukan penelitian yang melihat
hubungan keadaan ekonomi orang tua dengan prestasi siswa.
6. Lingkungan belajar siswa di rumah juga dimungkinkan berpengaruh terhadap
prestasi belajar Matematika. Penelitian yang relevan dengan hal ini perlu
dilakukan untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap prestasi belajar
khususnya prestasi belajar matematika.
C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan peneliti, maka dari enam masalah yang sudah
diidentifikasi di atas dipilih masalah pertama dan kedua, agar penelitian terarah
1. Penelitian dilakukan pada siswa tingkat XI semester gasal tahun pelajaran
2008/2009 SMK kelompok Pariwisata kota Surakarta.
2. Pendekatan pembelajaran yang dibandingkan adalah pendekatan Matematika
Realistik dan pembelajaran konvensional dalam hal ini adalah ceramah.
3. Kemampuan awal siswa dilihat dari hasil test kemampuan awal matematika
pokok bahasan Pola bilangan, Barisan dan deret .
4. Kemampuan awal siswa dikelompokkan menjadi kamampuan awal rendah,
kemampuan awal sedang dan kemampuan awal tinggi.
5. Prestasi Belajar matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah
prestasi belajar matematika dengan topik barisan dan deret aritmetika karena
topik ini menjadi dasar topik-topik lain
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan Identifikasi masalah, dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
1. Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan Matematika Realistik
mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar dengan
menggunakan pendekatan konvensional baik secara umum maupun pada
masing-masing tingkat kemampuan awal?
2. Apakah siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi
belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan awal
sedang, siswa yang berkemampuan awal sedang lebih baik dibandingkan
3. Apakah perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran
konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan apakah perbedaan antara
masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihak-pihak
yang berwenang sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
pendekatan matematika realistik dengan prestasi belajar siswa yang
menggunakan pendekatan konvensional pada pembelajaran matematika
dengan topik barisan dan deret aritmetika.
2. Perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal rendah, siswa
berkemampuan awal sedang dan siswa berkemampuan awal tinggi yang
mengikuti pembelajaran dengan topik barisan dan deret aritmetika.
3. Perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran pada
tiap-tiap kemampuan awal dan perbedaan antara masing-masing kemampuan
awal pada setiap jenis pendekatan
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat melengkapi hasil
penelitian lain di bidang pendidikan khususnya pendidikan matematika.
Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam
pembelajaran barisan dan deret yang akhirnya dikembangkan untuk topik lain.
a. Bagi Guru
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan alternatif pemilihan
pendekatan dalam pembelajaran matematika topik barisan dan deret
aritmetika.
Guru dapat menambah wawasan dalam rangka perubahan paradigma
mengajar dengan guru sebagai subyek ke siswa sebagai subyek dalam
pelaksanaan pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.
Guru lebih mengenal lebih jauh tentang pendekatan matematika
realistik dan implementasinya dalam pembelajaran.
b. Bagi Siswa
Siswa mendapat pengalaman baru dalam pembelajaran matematika
yaitu pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar matematika mereka.
Siswa diharapkan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran
matematika
Dengan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman siswa
tentang konsep barisan dan deret aritmetika.
c. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti
lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pendekatan
matematika realistik.
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
Untuk memahami pengertian prestasi belajar matematika, akan diuraikan
istilah prestasi, belajar, dan matematika.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau dilakukan, baik berupa
ketrampilan, sikap maupun tingkah laku (Poerwadarminta, 1994:62). Prestasi
dapat juga dikatakan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun secara kelompok
(Syaiful Djamarah, 1994:19).
Pengertian belajar erat hubungannya dengan teori belajar, beberapa teori
belajar antara lain adalah :
a. Teori Behaviorisme
Dalam teori ini manusia adalah sebagai produk lingkungan.
Kepribadian manusia dibentuk oleh lingkungan. teori ini selanjutnya dikenal
dengan nama teori belajar Stimulus Respon karena dikatakan sebagai proses
hubungan langsung antara stimulus yang datang dengan respon yang
ditampilkan oleh individu. Respon tertentu akan muncul dari individu jika
diberi stimulus dari luar. Orang akan bereaksi jika diberikan rangsangan oleh
lingkungan luarnya. Demikian juga stimulus dilakukan secara terus menerus
dan dalam waktu yang lama, akan berakibat pada berubahnya perilaku
menyatakan bahwa syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan
stimulus respon ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan
(stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Berdasar teori ini belajar
adalah peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa
yang disebut stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme
untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Pandangan behaviorisme tentang belajar dalam Herman Hudoyo
(2005:19) adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang sehingga
terjadi perubahan tingkah laku. Kegiatan dalam mental sehingga terjadi
perubahan tingkah laku itu bergantung kepada perolehan pengalaman
seseorang. Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalaui stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan penguatan
negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan
perilaku berkurang atau menghilang. Menurut Bandura dalam Bimo Walgito
(2004:175) belajar adalah proses perubahan perilaku yang dibentuk melalui
umpan balik informatif yang dihasilkan oleh perilaku langsung individu dalam
interaksinya dengan lingkungannya, misalnya melalui melihat, mengamati,
belajar bisa menyenangkan, menyedihkan, atau bisa apa saja sesuai dengan
kondisi mental orang yang sedang belajar tadi. Teori ini menjadikan pola
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati dan diukur
(Yansen Marpaung. 2003:2).
b. Teori Humanisme
Menurut teori ini, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan sudut pandang pengamatnya. Para ahli humanistik
melihat adanya dua bagian pada proses belajar, yakni: (1) proses pemerolehan
informasi baru, (2) personalisasi informasi ini pada individu. Belajar terjadi
bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya (Dian Yuanita, 2007:2)
c. Teori Konstruktivisme
Menurut Glasersfeld dalam Sutriyono (1998:4) tentang teori belajar
konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan
prinsip-prinsip terkait satu sama lain bagaikan “jaringan laba-laba” tidak sekadar
tersusun herarkis. Belajar juga dapat dikatakan sebagai aktifitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan
nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1991:36). Dalam
Konstruktivisme, belajar efektif adalah belajar yang bermakna. Agar
bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi
harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab,
berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi) (Erman
Suherman, 2008). Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) dan Peter Sheal
(1989) dalam Erman Suherman (2008) mengemukakan bahwa kebermaknaan
belajar tergantung bagaimana belajar. Jika belajar hanya dngan membaca
kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%,
mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai
70 %, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai
90%.
Adapun pengertian belajar menurut Klein (1996:2):
Learning can be defined as an experiential process resulting in a relatively permanent change in behavior that cannot be explained by temporary states , maturation , or innate response tendencies.
Yang dapat diartikan belajar adalah sebuah proses pengalaman yang
menghasilkan perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku. Perubahan
oleh keadaan sementara, kematangan atau kecenderungan respon bawaan tidak
Menurut Biggs dalam Muhibbin Syah (2003:67) belajar dapat dapat
didefinisikan dalam tiga rumusan yaitu: (1) Secara kuantitatif, belajar berarti
kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dipandang dari sudut berapa banyak materi
yang dikuasai siswa. (2) Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar
dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas
materi-materi yang telah dipelajari, siswa yang telah belajar dapat diketahui dalam
hubungannya dengan proses mengajar yang kemudian dinyatakan dalam bentuk
skor atau nilai. (3) Secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh
arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling
siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan
nanti dihadapi siswa.
Berdasar teori-teori belajar dan pengertian belajar di atas, belajar adalah
aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan
lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
ketrampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas, sehingga dapat
memecahkan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi.
Proses belajar harus mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga
potensi dirinya (kognitif, afektif, dan psikomotor) dapat berkembang dengan
maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan
untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan
membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya.
Matematika dapat disajikan dengan definisi atau pengertian:
(1) Cabang ilmu pengetahan eksak dan terorganisir secara sistematik (2)
Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi (3) Pengetahuan tentang penalaran
logik dan berhubungan dengan bilangan (4) Pengetahuan tentang fakta-fakta
kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk (5) Pengetahuan tentang
struktur-struktur yang logik (6) Pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (R.
Soedjadi, 2000:11). Matematika adalah pengetahuan yang berpola dan herarkis,
cara berpikir matematika adalah deduktif, abstrak dan generalisasi (Herman
Hudoyo, 2005:38).
Jadi matematika merupakan suatu sistem yang mengandung
konsep-konsep abstrak, memerlukan suatu simbol untuk membentuk suatu konsep-konsep baru.
Konsep baru tersebut terbentuk karena adanya pemahaman konsep sebelumnya,
sehingga konsep matematika tersusun secara hirarkis. Suatu kebenaran
matematika dikembangkan berdasar dengan alasan yang logis.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke
pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun
struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi
dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (Sutriyono,
Pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak
secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungannya. Pembelajaran matematika di sekolah dapat
efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran matematika
memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang
mencakup latar belakang keluarga, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan
kenyataan-kenyataan hidup yang lain. Pengertian-pengertian yang dibawa siswa
ketika memulai proses belajar, pendapat dan pemahaman yang diperoleh dari studi
sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka, juga perasaan, sikap dan
nilai-nilai yang diyakini, itu semua merupakan konteks nyata siswa (Drost dalam H.J.
Sriyanto, 2008).
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam
teori belajar konstruktivisme, Hanbury dalam Tohir Zainurie (2007)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran
matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan
ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
matematika yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Prestasi belajar merupakan suatu ukuran keberhasilan siswa setelah
mengalami proses belajar. Menurut S. Nasution (2000:21) prestasi belajar adalah
hasil belajar dari suatu individu, individu tersebut berinteraksi secara aktif dan
positif dengan lingkungannya.
Prestasi belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian (Ngalim Purwanto, 1994:84)
Selanjutnya Buchori (1985:91) menyatakan prestasi belajar adalah hasil
yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajar, baik buruknya
angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai
siswa dalam periode tertentu.
Dengan demikian, maka prestasi belajar matematika adalah hasil belajar
yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam selang waktu
tertentu. Prestasi belajar matematika merupakan patokan yang dapat menunjukkan
kemampuan siswa dan dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan
keberhasilan pendidikan.
2. Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika
Orientasi pendidikan kita mempunyai ciri: (1) cenderung memperlakukan
peserta didik berstatus sebagai obyek, (2) guru berfungsi sebagai pemegang
otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, (3) materi bersifat subject-oriented;
menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada
di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan
pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak
berjalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan
berkepribadian (Sutarto Hadi, 2003:2).
Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal
sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zamroni dalam
Sutarto Hadi, 2003:2): (1) Pendidikan lebih menekankan pada proses
pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching), (2) Pendidikan diorganisir
dalam suatu struktur yang fleksibel (3) Pendidikan memperlakukan peserta didik
sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan (4)
Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi
dengan lingkungan.
Teori Pendidikan Matematika Realistik (PMR) sejalan dengan teori
belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran
kontekstual (cotextual teaching and learning, disingkat CTL). Pendekatan
konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMR
adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.
Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya
nalar. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut: (1) siswa
belajar selanjutnya, (2) siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri, (3) pembentukan pengetahuan merupakan
proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan,
penyusunan kembali, dan penolakan, (4) pengetahuan baru yang dibangun oleh
siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman, (5) setiap
siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematik.
Kata realistik diambil dari salah satu diantara empat pendekatan dalam
pendidikan matematika. Menurut klasifikasi Treffers yaitu mekanistik, empirik,
strukturalistik dan realistik. (Yansen Marpaung, 2001:2). Mekanistik artinya cara
mengerjakan suatu masalah secara teratur, empirik artinya berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, strukturalistik artinya
cara menyusun suatu konsep atau unsur-unsur dengan pola tertentu dan realistik
artinya bersifat nyata. Pada pendidikan matematika dua komponen matematisi
yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Perbedaan dari keempat
pendekatan itu ditentukan sejauh mana mereka menggunakan kedua komponen
itu. Pendekatan strukturalistik lebih menekankan struktur dalam suatu cabang
matematika yaitu mempelajari matematika dalam arah vertikal. Pendekatan
realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah
horizontal yaitu hubungan antara konsep-konsep dalam beberapa cabang
matematika. Pendekatan mekanistik tidak memuat kedua komponen matematisi
Pembelajaran Matematika Realistik di sekolah dilaksanakan dengan
menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran.
Masalah-masalah yang nyata atau yang telah dikuasai atau dapat dibayangkan
dengan baik oleh siswa dan digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau
pengertian-pengertian matematika yang semakin meningkat. Jadi pembelajaran
tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan
contoh-contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah
ditemukan kembali” oleh siswa (R. Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam
pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan
diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang
akan diperolehnya.
Gravermeijer (dalam Yansen Marpaung, 2001), ide utama dari RME
adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk membangun kembali
ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya
situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka
bayangkan.
Menurut Gravemeijer dalam Tohir Zainurie (2007) menyatakan: prinsip
RME adalah: (a) reinvensi terbimbing dan matematisi progresif, (b)fenomena
deduktif dan (c) dari informal ke formal, model menjembatani lubang antara
pengetahuan informal dan matematika formal. RME di Indonesia diadaptasi
merupakan adaptasi MRE di Indonesia maka ketiga prinsip itu ada dalam PMRI
yang dijabarkan menjadi sepuluh karakteristik PMRI yaitu :
a. Murid aktif, guru aktif
b. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah dengan cara
sendiri.
c. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara
sendiri.
d. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
e. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok atau secara individual.
f. Pembelajaran tidak selalu di kelas
g. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negoisasi, baik antara guru dan
siswa, maupun antara siswa dengan siswa.
h. Siswa bebas memilih representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya
sewaktu menyelesaikan masalah.
i. Guru bertindak sebagai fasilitator
j. Menghargai pendapat siswa, termasuk pendapat itu betul atau salah
(Yansen Marpaung: 2003)
Pada pembelajaran dengan pendekatan PMRI ada 5 tahapan yang perlu
dilalui oleh siswa, yaitu: Penyelesaian masalah, Penalaran, Komunikasi,
Kepercayaan diri, dan Representasi.
Pada tahap penyelesaian masalah, siswa diajak mengerjakan soal-soal
dengan menggunakan langkah-langkah sendiri. Dan yang patut dihargai ialah
buku atau yang digunakan guru. Siswa dapat menggunakan cara/metode yang
ditemukan sendiri, yang bahkan sangat berbeda dengan cara/metode yang dipakai
oleh buku atau oleh guru.
Pada tahap penalaran, siswa dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan
setiap soal yang dikerjakan. Artinya, pada tahap ini siswa harus dapat
mempertanggungjawabkan cara/metode yang dipakainya dalam mengerjakan tiap
soal.
Pada tahap komunikasi, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan
jawaban yang dipilih pada teman-temannya. Siswa berhak pula menyanggah
(menolak) jawaban milik teman yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya
sendiri.
Pada tahap kepercayaan diri, siswa diharapkan mampu melatih
kepercayaan diri dengan cara mau menyampaikan jawaban soal yang
diperolehnya kepada kawan-kawannya dengan berani maju ke depan kelas. Dan
seandainya jawaban yang dipilihnya berbeda dengan jawaban teman, siswa
diharapkan mau menyampaikannya dengan penuh tanggungjawab dan berani baik
secara lisan maupun secara tertulis.
Pada tahap representasi, siswa memperoleh kebebasan untuk memilih
bentuk representasi yang dia inginkan (benda konkrit, gambar atau
lambang-lambang matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dia
hadapi. Dia membangun penalarannya, kepercayaan dirinya melalui bentuk
Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI sangat komprehensif.
Artinya, penyajian materi pelajaran selalu dihubungkan dengan materi lain. Ketika
siswa mengerjakan suatu soal, dia selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan
soal yang sudah pernah dia selesaikan, atau antara suatu meteri baru dengan
materi lama yang pernah dia pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat
mengerjakan suatu soal sebelumnya, besar kemungkinannya dapat mengerjakan
soal yang dia sedang dihadapinya.
Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI bersifat integral, artinya
pelajaran matematika dapat dihubungkan langsung dengan pelajaran lain. (M.I.
Sri Rahayu, 2002)
Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan
masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa
mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya. Dimana guru
memfasilitasi diskusi dengan teman sebangkunya dan mengarahkan siswa untuk
memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa
siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa
dibahas/dibandingkan. Dan guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa.
Jawaban siswa mungkin tidak ada yang benar, mungkin semuanya benar atau
sebagian benar sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan
jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu
letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang
menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki
kesimpulan.
Adapun implementasi matematika realistik dalam kelas dapat dilihat pada Tabel
[image:36.612.150.507.229.679.2]2.1 berikut.
Tabel 2.1
Implementasi Matematika Realistik
No. Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
1. Guru memberi siswa masalah
kontekstual
Siswa secara individu atau
kelompok mengerjakan masalah
dengan strategi-strategi informal
2. Guru merespon secara positif
jawaban siswa. Siswa diberi
kesempatan untuk memikirkan
strategi yang paling efektif
Siswa memikirkan strategi yang
efektif untuk memberikan jawaban
3. Guru mengarahkan siswa pada
beberapa masalah kontekstual dan
selanjutnya meminta siswa untuk
mengerjakan dengan pengalaman
mereka
Siswa secara mandiri atau
berkelompok menyelesaiakan
masalah tersebut
4. Guru mengelilingi siswa serta
memberikan bantuan seperlunya
Beberapa siswa mengerjakan
dipapan tulis. Melalui diskusi
kelas jawaban siswa
No. Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
5. Guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan
Siswa merumuskan bentuk
matematika formal
6. Guru memberikan pekerjaan
rumah
Siswa mengerjakan pekerjaan
rumah dan menyerahkan pekerjaan
tersebut kepada guru
(Suharto dalam Kadir, 2005:10)
3. Pembelajaran Konvensional
Menurut E.T. Ruseffendi (1992:74) pembelajaran konvensional pada
umumnya mempunyai kekhasan tertentu, misalnya dalam pembelajaran lebih
mengutamakan hafalan daripada pengertian, mengutamakan ketrampilan
berhitung daripada pemahaman konsep, mengutamakan hasil dari proses belajar,
dan pembelajaran berpusat pada guru. Metode yang mendominasi adalah ceramah
dan ekspositori.
S.xNasution (2000:209) menyatakan ciri-ciri pembelajaran konvensional
adalah:
1) Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai keseluruhan
tanpa memperhatikan individu siswa
2) Kegiatan umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut
pertimbangan guru.
3) Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah mendengarkan
uraian guru.
5) Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau sumber
informasi/pengetahuan
Pembelajaran konvensional menurut Johnson (2002:2) :
”Traditionally, education has emphasized the aguisition and manipulation of content. Students have memorized facts, figures, names, dates, places, and events; studied subjects in isolution from one another; and drilled in rote fashion to aquire basic writing and computing skill”
Dari pengertian tersebut pembelajaran konvensional menekankan
kemahiran dan manipulasi isi. Siswa mengingat fakta, tanggal, tempat, dan
kejadian; materi diajarkan secara terpisah satu sama lain; dan di drill dalam
bentuk hafalan untuk memperoleh dasar menulis dan keahlian menghitung.
[image:38.612.128.510.479.697.2]Perbedaan Pembelajaran Realistik dan Konvensional ditunjukkan dalam
[image:38.612.126.511.482.696.2]Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Perbedaan Antara Pendekatan Konvensional dan
Pendekatan Matematika Realistik
No Pendekatan Realistik Pendekatan Konvensional
1. Mengutamakan hafalan Mengutamakan pengertian
2. Mengutamakan ketrampilan
berhitung
Mengutamakan pemahaman konsep
3. Mengutamakan hasil belajar Mengutamakan proses belajar
4. Guru berfungsi sebagai sumber
informasi pengetahuan
Guru bertindak sebagai fasilitator
No Pendekatan Realistik Pendekatan Konvensional
6. Terlalu terkonsentrasi pada
pengembangan intelektual
Pengembangan individu sebagai satu
kesatuan yang utuh dan berkepribadian
7. Kecepatan belajar siswa
tergantung dari kecepatan guru
Kecepatan belajar siswa tidak
tergantung dari kecepatan guru
4. Kemampuan Awal
Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Hal ini
perlu mendapatkan perhatian guru sebelum melaksanakan pembelajaran,
Toeti Sukamto (1997:38) berpendapat bahwa kemampuan awal siswa
adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebelum melaksanakan
pembelajaran. Sedangkan menurut Atwi Suparman (2001:120) kemampuan awal
adalah pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki siswa sehingga mereka
dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Driscoll dalam Mochtar Sanusi (2008:16) menyatakan: kemampuan awal
adalah kemampuan-kemampuan yang sudah dikuasai sebelum proses
pembelajaran pokok bahasan tertentu dimulai, mengaktifkan kemampuan awal
yang relevan merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan belajar yang
bermakna, dengan adanya kemampuan awal akan merupakan penyediaan landasan
dalam belajar hal-hal baru.
Paul Suparno (1997:55) berpendapat bahwa proses belajar adalah proses
membentuk dan mengubah skema. Adapun yang dimaksud skema adalah
menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan. Skemata disusun
dalam suatu jaringan hubungan konsep-konsep. Agar membentuk kerangka
pemkiran yang benar orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi
yang benar. Selanjutnya Paul Suparno menyatakan dalam proses belajar, orang
mengadakan perubahan skema dengan menambah, memperhalus, memperluas
atau mengubah sama sekali skema lama.
Dalam pembelajaran Matematika, konsep yang satu mendasari konsep
yang lain. Bila konsep A dan konsep B mendasari konsep C, maka konsep C tidak
mungkin dipelajari sebelum konsep A dan B dipelajari terlebih dahulu. Demikian
pula konsep D baru dapat dipelajari bila konsep C yang mendahuluinya sudah
dipahami dan seterusnya (Herman Hudoyo, 2005:27).
Dari pengertian di atas kemampuan awal matematika merupakan
akumulasi konsep-konsep yang akan digunakan untuk membantu siswa dalam
mempelajari konsep baru. Konsep baru tersebut terbentuk karena adanya
pemahaman konsep sebelumnya, sehingga konsep matematika tersusun secara
hirarkis.
Mengaktifkan kemampuan awal yang relevan sangat berpengaruh dalam
menghasilkan belajar yang bermakna. Oleh karena itu kemampuan awal menjadi
faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Dengan
mengetahui kemampuan awal siswa guru dapat menentukan langkah-langkah
yang akan diambil untuk materi yang akan diajarkan. Pada penelitian ini
Dengan penguasaan kemampuan prasyarat tersebut diharapkan siswa akan
mengikuti pembelajaran barisan dan deret aritmetika dengan optimal.
5. Materi Pembelajaran Topik Barisan dan deret
a.. Barisan Aritmetika
Sebelum mempelajari barisan dan deret secara umum perlu diketahui
pengertian pola bilangan. Pola bilangan adalah salah satu cara menunjukkan
aturan suatu barisan bilangan. Barisan bilangan adalah sekumpulan bilangan
yang tersusun menurut pola tertentu. Setiap unsur bilangan dalam susunan
bilangan tersebut disebut suku barisan. Secara umum barisan bilangan dapat
ditulis sebagai berikut: U1, U2, U3, ..., Un–1, Un dengan U1 merupakan suku
ke-1, U2 merupakan suku ke-2, U3 merupakan suku ke-3, Un–1 merupakan
suku ke-(n–1) dan Unmerupakan suku ke-n.
Barisan aritmetika adalah suatu barisan yang suku selanjutnya
diperoleh dengan cara menambahkan suatu konstanta pada suku sebelumnya.
Konstanta tersebut adalah beda dan dinyatakan dengan b. Bentuk umum
barisan aritmetika adalah: a, a+b, a+2b, a+3b,...,a+(n-1)b.
Jadi suku ke-n : Un=a+(n-1)b dengan Un adalah suku ke-n, dan
a suku pertama.
b. Deret Aritmetika
Deret aritmetika adalah jumlah n suku pertama pada barisan aritmetika.
Bila Sn menyatakan jumlah n suku pertama maka Sn=a+a+b+a+2b+...a+(n-1)b.
Secara umum Sn= (2 ( 1) )
2 a n b
n
atau Sn= ( )
2 a Un
n
n
(Heri Retnawati, 2008:
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian Cholis Sa’dijah (1999) yang berjudul “Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivitas, Topik persamaan dan
pertidaksamaan satu peubah untuk Siswa Kelas I SLTP”, dengan kesimpulan
proses pembelajaran beracuan konstruktivitas membuat siswa lebih aktif, siswa
cenderung siap mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari pembelajaran tersebut
dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang persamaan dan pertidaksamaan
satu peubah. Penelitian berjudul “Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik
Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan
Awal Siswa SMK” juga beracuan pada konstruktivisme. Perbedaan kedua
penelitian ini terletak pada pendekatan pembelajaran yang digunakan.
Pentatito Gunowibowo (2008) dalam Penelitian berjudul “Efektifitas
Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita dan Sikap terhadap Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa
Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo” dengan
kesimpulan pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih efektif untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika dan sikap
terhadap matematika jika dibandingkan dengan pembelajaran dengan
pendekatan mekanistik. Penelitian yang saat ini sedang dilakukan mempunyai
kesamaan dalam hal pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan realistik,
perbedaan terletak pada populasi penelitian. Populasi penelitian yang sedang
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran dengan pendekatan realistik sedapat mungkin dimulai
dengan masalah-masalah yang kontekstual atau realistik bagi murid. Berdasar
masalah yang realistik tersebut siswa diarahkan menyelesaikan masalah secara
individual maupun kelompok dalam suasana yang menyenangkan. Pendekatan
ini berusaha menjembatani kesenjangan antara pengetahuan informal dan
matematika formal, sehingga siswa melihat makna matematika sebagai ilmu
yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan awal siswa pada tingkat sebelumnya digolongkan dalam 3
kategori yaitu: (1) Kemampuan awal tinggi (2) Kemampuan awal sedang dan
(3) Kemampuan awal rendah. Prestasi belajar barisan dan deret aritmetika akan
dipengaruhi oleh kemampuan awal tersebut. Dalam pembelajaran Matematika
kemampuan awal siswa perlu diperhatikan, oleh sebab itu kemampuan awal
siswa harus menjadi bahan pertimbangan guru sebelum melaksanakan
pengajaran.
Topik barisan dan deret aritmetika adalah materi yang penting di SMK.
Barisan dan deret aritmetika akan menjadi dasar topik lain di SMK dan juga
digunakan pada pelajaran lain misalnya Ekonomi.
Topik barisan dan deret aritmetika sangat cocok menggunakan
pendekatan pembelajaran Matematika Realistik, karena topik ini dapat diawali
dengan keadaan sehari-hari yang tidak asing bagi siswa kemudian membawanya
konsep barisan dan deret aritmetika dalam diri siswa dan relatif selalu diingat.
yang akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasar hal tersebut di atas, penelitian ini akan dapat mengungkapkan
efektivitas pendekatan Matematika Realistik dalam meningkatkan prestasi
belajar matematika ditinjau dari kemampuan awal siswa SMK.
Secara rinci kerangka berpikir tersebut adalah:
1. Kaitannya pendekatan realistik dan pendekatan konvensional terhadap
prestasi belajar barisan dan deret aritmetika:
Bahwa pendekatan realistik akan memberikan prestasi belajar barisan dan
deret aritmetika yang lebih baik dari pendekatan konvensional, karena
pendekatan ini memiliki karakteristik pembelajaran yang sangat berbeda
dengan pendekatan konvensional. Dalam pendekatan realistik paradigma
belajar sejalan dengan teori konstruktivisme. Dalam teori konstruktivisme,
siswa diposisikan sebagai subyek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
jadi, tapi suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksi siswa
secara aktif. Siswa yang secara aktif menggali pengalaman yang dimiliki
sebelumnya untuk memperoleh pengetahuan baru yang ingin dimilikinya
akan memperoleh pengalaman belajar yang optimal dan bermakna.
2. Kaitannya kemampuan awal dengan prestasi belajar barisan dan deret
aritmetika:
Setiap kategori kemampuan awal akan menghasilkan prestasi belajar yang
berbeda dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut disebabkan oleh
dengan materi yang lain. Secara umum kemampuan awal yang tinggi akan
menghasilkan prestasi yang lebih baik dari kemampuan awal sedang.
Demikian pula kemampuan awal sedang secara umum akan menghasilkan
prestasi yang lebih baik dari kemampuan awal rendah.
3. Kaitannya kemampuan awal dan pendekatan terhadap prestasi belajar
barisan dan deret aritmetika:
Kemampuan awal dan pendekatan pembelajaran akan mempengaruhi
prestasi belajar barisan dan deret aritmetika. Hal tersebut disebabkan oleh
karakteristik pembelajaran matematika yang selalu terkait antara topik yang
satu dengan topik lainnya. Siswa dengan kemampuan awal tinggi pada
pembelajaran dengan pendekatan realistik akan berprestasi lebih baik dan
siswa berkemampuan awal rendah pada pembelajaran dengan pendekatan
konvensional akan berprestasi lebih rendah.
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian ini
diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan pendekatan realistik menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan pendekatan konvensional.
2. Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi
belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa yang berkemampuan
awal sedang, siswa yang berkemampuan awal sedang lebih baik
3. Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran
konsisten pada masing-masing kemampuan awal dan perbedaan prestasi
belajar dari masing kemampuan awal konsisten pada
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian, Subyek Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK Kelompok Pariwisata Kota Surakarta. Subyek
penelitian ini adalah siswa semester satu tingkat XI tahun pelajaran 2008/2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2008/2009.
Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan meliputi: penyusunan usulan penelitian, penyusunan
instrumen penelitian, pengajuan ijin penelitian, membicarakan instrumen
dengan guru setempat. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Juni 2008 sampai
dengan bulan Agustus 2008.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi uji coba instrumen dan pengumpulan data. Tahap
ini dilaksanakan bulan Agustus 2008 sampai dengan Nopember 2008.
c. Analisis Data
Analisis data kemampuan awal siswa dilaksanakan pada bulan Agustus 2008.
Analisis data amatan (data penelitian) dilakukan pada bulan Nopember 2008.
d. Tahap penyusunan laporan
Penyusunan laporan bersamaan dengan pelaksanaan penelitian dilakukan pada
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan
digunakan penelitian eksperimental semu adalah peneliti tidak mungkin
mengontrol semua variabel yang relevan. Seperti yang dikemukakan Budiyono
(2003:82), ”Tujuan eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen
yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan
atau memanipulasi semua variabel yang relevan”. Dalam penelitian ini responden
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen ,
yaitu siswa yang mendapat perlakuan pendekatan pembelajaran matematika
realistik. Kelompok kedua adalah kelompok kontrol , yaitu siswa yang mendapat
perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. Untuk
masing-masing kelompok terdiri dari kelompok siswa berkemampuan awal
rendah, kemampuan awal sedang dan kemampuan awal tinggi. Penelitian ini
[image:48.612.174.466.509.612.2]menggunakan desain faktorial 2 x 3 yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Desain Penelitian
B
A b1 b2 b3
a1
a2
ab11
ab21
ab12
ab22
ab13
ab23
Keterangan :
A : Pendekatan pengajaran
a1 : Pengajaran dengan menggunakan pendekatan realistik
B : Kemampuan awal
b1 : Kemampuan awal tinggi
b2 : Kemampuan awal sedang
b3 : Kemampuan awal rendah
Pelaksanaan penelitian menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut:
a. Melakukan observasi
Observasi SMK meliputi observasi objek penelitian, pengajaran dan fasilitas
yang dimiliki.
b. Mengambil kelas mana yang akan digunakan untuk penelitian dan kelas untuk
uji coba instumen .
c. Mengambil nilai kemampuan awal untuk uji keseimbangan.
d. Memberikan perlakuan berupa pengajaran dengan menggunakan pendekatan
Realistik dan konvensional pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
C. Populasi , Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Pada penelitian ini sebagai populasi adalah semua siswa SMK kelompok
pariwisata tingkat XI Surakarta semester satu tahun pelajaran 2008/2009.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian terdiri dari 3 SMK yaitu:
a. SMK Negeri 4 Surakarta
Sampel ini mewakili SMK peringkat atas. Pada sekolah ini sampel diambil 2
kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. SMK Negeri 8 Surakarta
c. SMK Kristen Surakarta
Sampel ini mewakili sekolah peringkat bawah. Pada sekolah ini sampel
diambil 2 kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling random kluster
(cluster random sampling), dengan langkah-langkah: (1) populasi dibagi menurut
peringkat sekolah berdasar hasil ujian nasional mata pelajaran matematika tahun
2006 dan 2007 (Tabel 3.2), sehingga terbentuk tiga kelompok yaitu kelompok
SMK peringkat atas, SMK peringkat tengah dan SMK peringkat bawah; (2) dari
masing-masing kelompok diambil secara acak satu sekolah yang merupakan
unit-unit populasi (kluster-kluster); (3) melakukan sampling random kluster lagi dari
kluster-kluster yang ada yaitu dengan mengambil secara acak masing-masing
kluster tersebut dua kelas, satu untuk kelas eksperimen dan satu untuk kelas
[image:50.612.167.474.548.694.2]kontrol, sehingga akhirnya didapatkan 3 kelas eksperimen dan 3 kelas kontrol.
Tabel 3.2
Peringkat Sekolah
Berdasar Hasil Ujian Nasional Matematika Tahun 2006 dan 2007
No Nama Sekolah Rerata Kelompok
1 SMK Kasatriyan 8,43 atas
2 SMK Negeri 4 7,86 atas
3 SMK Negeri 7 7,09 atas
4 SMK Negeri 9 6,92 tengah
5 SMK Sahid 6,88 tengah
No Nama Sekolah Rerata Kelompok
7 SMK Kristen 5,66 bawah
8 SMK Marganingsih 5,62 bawah
9 SMK Jaya Wisata 5,46 bawah
Berdasar prosedur di atas diperoleh kelas eksperimen dan kelas kontrol
[image:51.612.165.477.106.196.2]seperti pada Tabel 3.3
Tabel 3.3
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas
No Kelompok Nama SMK
Eksperimen Kontrol
1. Atas SMKN 4 XI-AP