UPAYA HUKUM DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR. 18 TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Ishak Zainal Abidin Piliang 100200306
KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UPAYA HUKUM DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR. 18 TAHUN 2013 SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Nama : Ishak Zainal Abidin Piliang NIM: 100200306
Disetujui Oleh :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Dr. M.Hamdan.SH.MH
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II NIP.195703261986011001
Prof.Dr.Alvi Syahrin.SH.M.S Dr.Mahmud Mulyadi.SH.Mhum NIP.196303311987031001 NIP.197302202002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
...i
Abstrack
………..………iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...8
C. Tujuan Penelitian...8
D. Manfaat Penelitian...9
E. Keaslian Penelitian...9
F. Tinjauan Kepustakaan...10
1. Hutan...10
2. Manfaat hutan...11
3. Sifat dan hukum kehutanan...14
4. Tindak pidana bidang kehutanan...15
5. Pengertian pencegehan dan perusakan hutan...15
G. Metode Penelitian...17
H. Sistematika Penelitian...20
BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam Pencegahan Perusakan Hutan………..………..21
2. Kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah...30
3. Penegakan peraturan dan sanksi administrasi yang tegas...33
4. Sistem peringatan dini...41
5. Dengan cara inventarisasi dan pengawasan...48
B. Peran Serta Masyarakat...52
C. Peringatan dan Penyuluhan...53
D. Kerja Sama Internasional...54
BAB IIIUPAYA PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN A. Ketentuan Pidana Perusakan Hutan...56
B. Pemberantasan Tindak Pidana Bidang Kehutanan...76
C. Upaya dan Tindakan Oleh PPNS dan Kepolisian dalam Memberantas Tindak Pidana perusakan hutan beserta Penyebabnya...109
D. Analisis Putusan Mahkamah Agung ( Nomor. 397/Pid.B/PN Sgl...122
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan...134
B. Saran...135
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena
atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian
skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaiakan studi di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
tugas bagi para mahasiswa untuk dapat meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukm Universitas Sumatera Utara, yang merupakan kewajiban setiap mahasiswa
yang akan menyelesaikan perkuliaannya.
Adapun judul skripsi penulis adalah “ Upaya Hukum dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini, namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi, maupun penulisan, oleh sebab itu
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum, selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., M.S, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan,
arahan-arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan,
bimbingan, arahan-arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Kedua Orang Tua tercinta penulis, Ayah H. Monang Pilang dan Ibu Hj.
Salmiah Nasution yang telah membesarkan dan mendidik penulis, yang
selalu menasehati, memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis.
6. Semua Dosen dan Staf di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah mengajar, mendidik dan membatu penulis, yang memberikan ilmu
pengetahuan, etika dan lain-lain yang berguna dan bermanfaat bagi penulis.
7. Kakanda Saiful yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam
menyusun skripsi ini.
8. Adinda Mira Mentari Lubis yang telah banyak membantu dan memberikan
semangat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
9. Semua teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya yang telah banyak
10. Semua teman-teman di Organisasi Korps Mahasiswa Pencinta Alam dan
Studi Lingkungan Hidup Universitas Sumatera Utara (KOMPAS-USU)
yang memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
11. KOMPAS-USU yang telah banyak memberikan pengetahuan, pengalaman,
wadah bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.
12. Serta semua pihak yang sudah membatu penulis dalam menyusun skripsi ini
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu hukum, khususnya ilmu hukum pidana, bagi penulis sendiri
dan juga bagi para pembaca.
Hormat penulis
ABSTRACK
• Alvi Syahrin
• Mahmud Mulyadi
• Ishak Zainal Abidin Piliang
Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat erat hubungannya dengan manusia, oleh sebeb itu kita wajib untuk menjaga dan melestarikannya, hutan mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia. hutan memberikan perlindungan , naungan dan produk-produk yang dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya, demikian pula hutan merupakan tempat hidupnya binatang liar yang semuanya juga berguna bagi kelangsungan kehidupan manusia dijagad raya ini. Belakangan ini kita melihat masih banyaknya tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan oleh manusia tanpa memikirkan kepentingan sosial dan hanya memetingakan kepentinagan pribadi, sehingga perlu untuk kita tangani dengan cepat dengan cara mencegah dan memberantas pelaku perusakan
hutan. Salah satu contoh perusakan hutan adalah penebangan liar (Illegal loging)
yang dilakukan oleh terakwa Syahrudin dan boby di kawasan hutan produksi. Skripsi ini berjudul:Upaya hukum dalam pencegahan dan pemberantasan perusakan hutanmenurutUndang-undangNo.18Tahun2013.
Adapun rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skrispi ini adalah: bagaimana upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan perusakan hutan dan bagiamana upaya memberantas pelaku perusakan hutan.’’ Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (
yuridis normatif ), yakni merupakan penelitian yang dilakukan dengan berbagai sumber bacaan seperti : buku-buku, Undang-undang, pendapat sarjana, dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skrispi ini dan
pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan ( liberary research).
Jawaban dari permasalahan dari skripsi ini adalah Pertama upaya untuk
mencegah terjadi peruskan hutan pemerintah haruslebih teliti dalam mengeluarkan ini, danmtidaksembarangan dalam memberikan izin serta mengadakan evaluasi bagi meraka pemegang izin, menerapkan peringatan-peringatan serta melakukan penyuluhan, sehinga mereka yang mempunyai izin tidak sembarangan dalam
melakukan kegiatannya dalam mengeloha hutan. Kedua, dalam pemberantasan
tindak pidana perusakan hutan, aparatur negara dan pejabat yang berwenang harus lebih serius lagi dalam memberantas perusakan hutan jangan setengah-setangah, menindak semua pelaku perusakan hutan tanpa terkecuali, dengan diterapkannya Undang-undang P3H No. 18 Tahun 2013 telah lebih jelas ketentuan pidana bagi para pelaku perusakan hutan yang menjarat semua palaku baik masyarakt maupun aparatur pemerintah.
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum kehutanan merupakan masalah yang sangat menarik untuk di kaji
dan dianalisis karena berkaitan dengan bagaimana norma, kaidah atau peraturan
perundang-undangan dibidang kehutanan dapat dijalankan dan dilaksanakan
dengan baik. Kehutanan yang asal katanya adalah hutan merupakan karunia dan
amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, merupakan harta kekayaan yang diatur oleh
pemerintah, memberikan kegunaan bagi umat manusia, oleh sebab itu wajib,
dijaga, ditangani dan digunakan maksimal sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat secara berkesinambungan. Hutan merupakan salah satu penentu penyangga
kehidupan dan sumber kesejahteraan rakyat, semakin menurun keadaannya, oleh
sebeb itu eksistensinya harus juga secara terus menerus, agar tetap abadi, dan
ditangani dengan budi pekerti yang luhur, berkeadilan, berwibawa, transparan,
dan professional serta bertanggung jawab.1
Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat erat hubungannya
dengan manusia, oleh sebab itu kita wajib untuk menjaga dan melestarikannya,
hutan mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, manusia memerlukan
produk yang dihasilkan dari hutan. Hutan memberikan perlindungan, naungan dan
produk-produk yang dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Demikian pula hutan merupakan tempat hidupnya binatang liar dan sumber
1
plasma nutfah yang semuanya juga berguna bagi kelangsungan kehidupan
manusia di jagad raya ini. Manusia memperoleh produk seperti makanan,
obat-obatan, kayu untuk bangunan dan kayu bakar dan juga menikmati manfaat adanya
pengaruh dari hutan yaitu iklim mikro serta mencegah erosi dan memelihara
kesuburan tanah, menampung air, memberikan udara segar dan berbagai manfaat
lainya.
Selain itu hukum kehutanan ini berkaitan dengan proses pembangunan
khususnya pembangunan ekonomi yang secara terus-menerus dan
berkesinambungan sedang berlangsung di Indonesia, sebagaimana kita ketahui
bahwa sebagian hutan tropis terbesar didunia terdapat di Indonesia. Dalam hal
luasnya, hutan tropis Indonesia menduduki peringkat ke tiga setelah Brazil dan
Republik Demokrasi Kongo, hutan ini memiliki kekayaan hayati yang
unik. Tipe hutan utam Indonesia berkisar dari hutan-hutan Dipterocarpaceae
dataran rendah yang selalu hijau di Sumatera dan Kalimantan, sampai hutan-hutan
Monsum musiman dipadang savanna di Nusa Tenggara, serta Hutan-hutan Non-
Dipterocarpaceae dataran rendah dikawasan Alpin di Irian Jaya ( Papua ).
Indonesia juga memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Lusnya
diperkirakan 4.25 Juta haktare pada awal tahun 1990- an.walaupun luas daratan
Indonesia hanya 1.3 persen dari luas permukaan bumi,keanekaragaman hayati
yang ada didalamnya luar biasa tinggi meliputi 11 persen spesies tumbuhan dunia,
10 persen spesies mamalia, dan 16 persen spesies burung.2
2
Pada hakekatnya, hutan merupakan perwujudan dari lima unsur pokok
yang terdiri dari bumi, air, alam hayati, udara dan sinar matahari. Kelima unsur
pokok inilah yang dinamakan panca daya. Oleh karena itu memanfaatkan hutan
sebenarnya mengarahkan Panca Daya ini kepada suatu bentuk tertentu pada
tempat dan waktu yang diperlukan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia
lahir dan batin sebesar mungkin tanpa mengabaikan aspek kelestarian. Hutan
disebut suatu areal di atas permukaan bumi yang ditumbuhi pohon-pohon agak
rapat dan luas sehingga pohon-pohon dan tumbuhan lainnya serta
binatang-binatang yang hidup dalam areal tersebut memiliki hubungan antara satu dengan
lainnya, dan membentuk persekutuan hidup alam hayati dan lingkungannya.
Secara ringkas batasan hutan ialah komunitas tumbuh-tumbuhan dan binatang
yang terutama terdiri dari pohon-pohon dan vegetasi berkayu lainnya yang
tumbuh berdekatan satu dengan lainnya.
Seperti yang kita lihat sekarang kerusakan hutan terjadi dimana-mana yang
hampir diseluruh pulau di Indonesia mengalaminya, bahkan setiap tahun
kerusakan hutan terus meningkat, hingga sampai sekarang kerusakan hutan sudah
sampai batas yang mengkhawatirkan. Penanggulangan perusakan hutan ini sudah
lama berjalan namun belum pernah sampai hasil yang memuaskan,dilihat dari
masih banyak tingkat kejahatan di bidang kehutan yang sering kita lihat.
Indonesia merupakan negara yang dikarunia total luas kawasan hutan
mencapai kurang lebih 120 juta hektare. Ini artinya hampir 70% wilayah darat
Indonesia adalah kawasan hutan. Namun, akibat tekanan populasi penduduk,
cukup mengakomodasi kebutuhan sektor-sektor. Kondisi ini turut memperparah
tumpang tindihnya berbagai kepentingan atas kawasan kehutanan dengan
sektor-sektor non-kehutanan. Sengketa lahan/kawasan menjadi fenomena yang terus
berulang dari tahun ke tahun. Persoalan ini tentu saja merusak peri kehidupan
bangsa Indonesia yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari hasil
interaksi dengan hutan. Berbagai ikhtiar penyembuhan pun dilakukan oleh
berbagai pihak. Namun, entah karena peliknya persoalan yang harus diselesaikan
atau memang tidak ada kemauan yang kuat, upaya tersebut seakan tak berbekas.
Melihat kondisi ini, sejak 2010, Komisi Pemberantasan Korups i(KPK)
mulai menjadikan kehutanan sebagai salah satu fokus sektor yang menjadi
program prioritas pemberantasan korupsi. Sektor ini dipilih karena pertimbangan
strategis, yaitu besarnya nilai kerugian negara, aktor yang diduga terlibat dan
dampaknya bagi masyarakat luas. Fokus pemberantasan korupsi di sektor
kehutanan dilakukan pada bidang penindakan dan pencegahan. Di bidang
pencegahan, KPK mulai mengurai benang kusut di sektor kehutanan. Tak cuma
itu, KPK pun kemudian membuat pemetaan masalah melalui Kajian Sistem
Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan pada Direktorat Jenderal Planologi
Kementerian Kehutanan. Seiring dengan kajian, KPK juga menyelenggarakan
serial diskusi dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait, menyelenggarakan FGD
dengan mengundang para pakar yang relevan serta FGD dengan mengundang K/L
terkait dan akademisi. Semua itu dilakukan sebagai bagian dari upaya KPK untuk
menghasilkan kajian yang menyeluruh demi penyelesaian permasalahan yang
Kajian Kebijakan Titik Korupsi dalam Lemahnya Kepastian Hukum pada
Kawasan Hutan dan Kajian Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan.
Dari kajian Kebijakan Titik Korupsi, KPK menemukan adanya ketidak pastian
definisi kawasan hutan seperti yang tercantung pada UU No. 41 tahun 2009, PP
No. 44 tahun 2004, SK Menhut No. 32 tahun 2001, dan Peraturan Menteri
Kehutanan No. 50 tahun 2009. Situasi inilah yang memungkinkan terjadinya
perlakuan memihak sehingga kemudian dapat dimanfaatkan untuk meloloskan
pelaku illegal loging dan illegal mining dari tuntutan hukum. Kondisi ini seolah
melegalisasi pembalakan kayu secara ilegal. Tak pungkiri kondisi ini dapat juga
terjadi akibat ketidak jelasan kewenangan dalam menentukan kawasan hutan
antara pusat dan daerah terkait Rencana Tata Ruang Wilayah. Kewenangan pusat
yang diwakili kementerian seringkali tidak sejalan.3
Penelitian ini mencoba untuk mencari data dan pengetahuan bagimana
cara untuk mencegah bahkan memberentas pelaku kejahatan perusakan hutan
yang kerap terjadi, karena bila terus-menerus seperti ini akan berdampak buruk
bagi kehidupan manusia, dan mereka orang-orang yang hanya mementingkan
kepentingan pribadi tidak akan jera kalau hukum itu terus masih dapat dibeli,
seperti yang kita lihat sebelumnya banyak kejahatan tentang kehutaan yang terjadi
baik yang kita baca bahkan yang kita lihat dilayar televisi dan tidak sedikit meraka
yang lepas dari jeratan hukum.
Kasadaran masyarakat akan ketergantungan terhadap hutan masih lemah,
dan kurangnya cara pikir panjang kedapan dari masing-masing orang. Pembalakan
liar dan pembakaran hutan yang belakang ini sering terjadi jelas sudah membawa
dampak negatif baik untuk masa sekarang maupun yang akan datang, seperti yang
telah diterangkan diatas bahwa hutan mempunyai banyak fungsi yang sangat
ketergantungan dengan manusia. Apabila hutan terus di gunduli dan diganti
dengan industri, seperti yang kita rasakan sekarang cuaca yang semakin panas
akibat menipisnya lapisan ozon, terjadi banjir dimana-mana, satwa liar semakin
punah karna habitatnya terus digunduli, juga sulit unutk mendapatkan air bersih.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan upaya penaganan pencegahan
dan pemberantasan perusakan hutan yang bisa membawa dampak posotif juga
peraturan hukum yang dapat menjerat setiap pelaku kejahatan perusakan hutan
tanpa terkecuali, baik orang perorangan, kelompok, korporasi dan lain sebagainya.
Seperti yang diketahui dari berbagi berita, baik media masa, internet,
televisi dan lain sebagainya salah satu masalah sulitnya memberantas kejahatan
hutan adalah terlibatnya juga berbagai aparat Negara dan masyarakat didalamnya,
maka dari itu penulis melakukan penelitian ini yang diharapkan dapat bermanfaat,
sehingga perusakan hutan yang terjadi berujung pada suatu kesimpulan yang
dapat membawa dampak positif untuk kelestarian hutan dan dapat dimanfaat kan
sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dalam huruf
(a).disebutkanbahwa hutan, sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha
dikuasi oleh Negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib
disyukuri, dikelola dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestarianya
untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4
B. Rumusan Masalah
Makna upaya hukum dalam penelitian ini adalah suatu usaha yang
dilakukan untuk menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang
telah merugikan Negara, Melalui penerapan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan, peraturan pemerintan dan pemerintah daerah serta
kebijakan-kebijakan untuk mencegah dan memberantas perusakan hutan yang
disertai ancaman hukuman pada penyelenggaranya.
Penerapan peraturan perundangan maksudnya ialah
undang-undang yang terkait dalam pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan,
peraturan pemerintah dan pemerintah daerah mengenai pencegahan dan perusakan
hutan serta kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana perusakan hutan.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan dua permasalahan yaitu :
1. Bagaimana upaya yang dapat di lakukan dalam pencegahan perusakan
hutan?
2. Bagaimana upaya untuk pemberantasan pelaku tindak pidana perusakan
hutan?
4
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian memerlukan suatu penelitian yang dapat memberikanarah
pada penelitian yang dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang dan
permasalahan diatas, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana cara pencegahan tindak pidana
perusakan hutan yang kerap terjadi, juga pemberantasan para pelaku kejahatan
perusakan hutan yang dapat membuat efek jera bagi para pelaku, baik orang
perorangan, kelompok dan korporasi
2. Untuk memberikan masukan kepada kita semua agar tetap menjaga hutan dan
juga lingkungan yang merupakan bahan sumber daya alam kita dan kita tak
bisa lepas dari ketergantungan dengan hutan, dan juga bahan bagi para penegak
hukum agar lebih serius dalam membasmi pelaku tindak pidana perusakan
hutan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, baik untuk
kepentingan ilmu pengetahuan (teoritis) maupun kepentingan praktis dalam
pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Adapun manfaatnya adalah
sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritik
a. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana
Hukum ( S1 ) di Universitas Sumatera Utara.
a. Untuk diketahuinya upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan.
b. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan.
E. Keaslian penelitian
Skripsi ini berjudul : Upaya hukum dalam Pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana perusakan hutan menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2013,
sepengetahuan penulis judul ini belum pernah dipakai oleh orang lain, sebelumnya
judul ini juga sudah di periksa oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara / Pusat Dokumentasi dan informasi Hukum
FH USU, apabila dikemudian hari terdapat kesamaan atau terbukti melakukan
penipuan terhadap keaslian penelitian, penulis bersedia menerima sanksinya.
F. Tinjaun Kepustakaan 1. Hutan
Kata hutan merupakan terjamahan dari kata bos (belanda) dan forrest
(inggris). Forrest merupakan dataran rendah yang bergelombang, dan dapat
dikembangkan untuk kepentingan diluar kehutanan, seperti pariwisata. Dalam
hukum Inggris Kuno, forrest (hutan) adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya
ditumbuhi popohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan.
Disamping itu hutan juga dijadikan tempat pemburuan, tempat istirahat dan
tempat bersenang-senang bagi raja dan pegai-pegainya (Black 1979:584), namun
Menurut Dengler yang diartikan dengan hutan, adalah sejumlah
pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga
suhu,kelembapan,cahayan angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan
lingkungannya akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan/pepohonan baru
asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnyan cukup rapat
(horizontal dan pertikal (Ngadung, 1975 : 3)5
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, pasal 3 ayat
(1) pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas
alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang
lainnya.6
2. Manfaat Hutan
Hutan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dalam
menunjang pembangunan bangsa dan Negara. Hal ini disebabkan hutan dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejeahteraan
rakyat.
ada tiga manfaat hutan, yaitu :
1. Langsung
2. tidak langsung
5
Salim, H.S.,S.H.,M.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, Halamanl 40
6
3. manfaat lainnya
Penelitian ini mengklasifikasikan manfaat hutan menjadi dua yaitu
langsung dan tidak langsung karna manfaat lainnya lebih tepat digolongkan dalam
manfaat tidak langsung.
1. Manfaat Langsung
Yang dimaksud dengan manfaat langsung, adalah manfaat yang dapat
dirasakan/dinikmati secara langsung oleh masyarakat, yaitu masyarakat dapat
menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan, antar lain kayu, yang merupakan
hasil hutan utama, selanjutnya seperti getah, buah-buahan, madu dan lain-lain
sebagainya.
Pada mulanya kayu hanya digunakan sebagai bahan bakar saja, baik untuk
memanaskan diri, menanak, memasak, kemudian digunakan sebagai bahan
bangunan, alat rumah tangga, pembuatan perahu dan lain sebagainya dan kayu
dapat dikatakan sangatdibutuhkan oleh manusia.
2. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung, adalah manfaat yang tidak langsung dinikmati
masyarakat, tetapi yang dirakan adalah keberadaan hutan itu sendiri, ada pun
manfaat hutan secara tidak langsung sebagai berikut :
Hutan dapat mengatur tata air dan meninggikan debit air pada musim kemarau,
dan mecegah terjadinya debit air yang berlebihan pada musim hujan. Hal ini
disebabkan dalam hutan terapat air retensi, yaitu air yang masuk kedalam tanah,
dan sebagian bertahan dalam saluran-saluran kecil yang terdapat dalam tanah.
- Dapat mencegah terjadinya erosi
Hutan dapat mencegah dan menghambat mengalirnya air karena adanaya
akar-akar kayu dan akar-akar tumbuh-tumbuhan
- Dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan.
Manusia memerlukan zat asam. Di hutan dan disekitarnya terdapat zat asam yang
sangat bersih di bandingkan dengan tempat-tempat yang lain. Dalam hutan juga
terdapat ozon ( udara murni ) dan air murni yang sangat diperlukan umat manusia.
- Dapat memberikan rasa keindahan
Hutan dapat memberikan rasa keindahan pada manusia karena dalam hutan itu
seseorang dapat menghilangkan tekananmental dan stres.
- Dapat memberikan manfaat disektor pariwisata.
Daerah-daerah yang mempunyai hutan yang baik dan lestari akan dikunjungi
wisatawan, baik mancanegara maupun domestik untuk sekedar rekreasi dan
berburu
Sejak zaman dahulu hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam bidang
pertahanan keamanan, karena dapat untuk kamuflase bagi pasukan sendiri dan
menjadi hambatan bagi pasukan lawan. Cicero mengatakan sylvac, subsidium
beli, ornament, artinya hutan merupakan alat pertahanan keamanan dimasa
perang, dan hiassan dimasa damai (Ngadung, 1975 : 20-21)
- Dapat menampung tenaga kerja
Setiap perusahaan yang mengembangkan usahanya di bidang kehutanan pasti
memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar dalam melakukan
penanaman, pengelolahan, penebangan dan pemasaran hasil hutan sehingga dapat
menurunkan angka pengangguran.
- Dapat menambah devisa Negara.
Hasil hutan berupa kayu maupun hasil hutan ikutan dapat diekspor keluar
negeri, sehingga mendatangkan devisa bagi Negara.7
3. Sifat dan tujuan hukum kehutanan
Hukum kehutanan menpunyai sifat khusus (lex specialis) karena karna
hukum kehutanan ini hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hutan dan
kehutanan. Apabila ada peraturan perundang-undangan lainya yang mengatur
materi yang bersangkutan dengan hutan dan kehutanan, maka yang diberlakukan
lebih dahulu adalah hukum kehutanan. Oleh karena itu, hukum kehutan di sebut
7
sebagai lex specialis, sedangka hukum lainya seperti hukum agrarian dan hukum
lingkungan sebagi hukum umum (lex specialis derogat legi generali).
Tujuan hukum kehutanan adalah melindungi, memanfaatkan, dan
melestarikan hutan agar dapat berfungsi dan memberikan manfaat bagi
kesejahteraan rakyat secara lestari.8
4. Tindak pidana dalam bidang kehutanan
Tindak Pidana adalah Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dimana perbuatan tersebut melanggar ketentuan perundang – undangan yang
diancam dengan sanksi terhadap pelanggaran tersebut, dimana perbuatan yang
melanggar ketentuan perundangan tersebut melahirkan sanksi yang bersifat
pidana, sanksi bersifat perdata, ataupun sanksi yang bersifat administrasi9
5. Pengertian pencegahan dan perusakan hutan
Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan. Perusakan hutan adalah
segala upaya yang di lakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku
perusakan hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yangt terkait
lainya.10
Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan dapat juga diartikan
berkurangnya luasan areal hutan karena kerusaka
8
Ibid, Halaman 7
9
Salim,H.S. ( 2002 ). Dasar – Dasar Hukum Kehutanan ( Edisi Revisi ). Sinar Grafika : Jakarta. Halaman.147
10
disebut
atau istilahnya(International Forestry Research)
menelaah tentang penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari
yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung
secara illegal oleh oknum-oknum. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan
perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyeba
Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis
sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai.
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis
merupakan salah satu pemicu terjadiny
terhada
Data kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur, ini akibat
perbedaan persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang
kerusakan hutan. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank
antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang
berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa
taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah. Sedangkan menurut
FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per
Berbagai LSM peduli
1.600.000 – 2.000.000 haktar per tahun dan lebih tinggi lagi data yang
diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai
3.800.000 haktar per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau
kerusakan hutan di Indonesia adalah 1.080.000 haktar per tahun. 11
G. Metode penelitian
Dalam upaya mencegah perusakan hutan memang perlu penaganan yang
lebih serius, karena ini merupakan dasar untuk melindungi hutan kita agar dapat di
manfaatkan sesuai dengan fungsi dan tujuannya, untuk itu di perlukan kerja yang
baik, bukan hanya aparatur Negara namun masyarakat juga turut bekerja sama
dalam melakukan pencegahan ini, dan salain itu, untuk lebihn mendukung
tercapai hasil yang maksimal pemerintah juga dapat melakakan kerja sama
internasonal.
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative (yuridis normatif)
karna merupakan penelitian yang dilakukan dan diajukan pada berbagai peraturan
perundang-undangan tertulis dan berbagai literature yang berkaitan dengan
parmasalahan dalam skripsi.penelitiana yuridis normatif ini disebut juga dengan
penelitian hukum doctrinal, sebagai mana yang dikemukakan oleh wigjosoebroto
yang membagi penelitian hukum sebagai berikut :
11
1. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif
2. Penelitian yang berupa asas-asas dan dasar-dasar filsafah (dogma atau
doctrinal) hukum positif
3. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak
ditetapkan untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu.
Menurut jhony Ibrahim, dalam kaitannya dengan penelitian normative
(doktinal) dapat digunakan beberapa pendekatan yang berupa :12
a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
b. Pendekatan analalisi (analytical approach)
c. Pendekatan historis (historical approach)
d. Pendekatan filsafat (philoshopical approach)
e. Pendekatan kasus (case approach)
Skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif yaitu merupakan
penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data
sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori
hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Penelitian jenis normatif ini
menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data yang ada
dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka.13
2. Jenis data
12
Jhony Ibrahim, teori dan metodeologi penelitian hukum normative, bayu media, 2007, Surabaya, Halaman. 300
13
Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data skunder, yaitu
berupa :
1. sekunder. Contohnya adalah kamus bahasa hukum, ensiklopedi, majalah,
media massa dan internet
sifatnya mengikat masalah-masalah yang akan diteliti. Contohnya adalah
UUD 1945, UU, peraturan pemerintah, pancasila, yurisprudensi dan lainnya.
2.
penjelasan tentang bahan hukum data primer. Contohnya adalah RUU, hasil
penelitian, karya ilmiah dari para sarjana dan lain sebagainya.
3.
informasi tentang hukum primer dan ekunder. Contohnya adalah kamus
bahasa hukum, ensiklopedi, majalah, media massa dan internet.
3. Metode pengumpulan data
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode library research
(penelitian kepustakaan), yaitu melakukan penelitian dengan berbagai sumber
bacaan, seperti, undang-undang, buku-buku, pendapat sarjana, majalah, internet
dan lain sebagainya yang dapat melengkapi skripsi ini.
4. Analisis data
Data yang diperoleh melalui studi pustaka dan di kumpulkan, diuraikan
kemudaian diorganisir dalam satu pola, kategori dan uraian dasar.analisi data
lengkap keseluruhan data skunder yang diperoleh untuk dapat mejawab apa yang
menjadi masalah dalam skripsi ini.14
H. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan skripsi ini disusun sebagai berikut :
Pada Bab I berisiPendahuluan, Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Penelitian, Metode
Penelitian dan Sistematika Penelitian
Bab II Upaya Pencegahan Perusakan Hutan
Bab III UpayaPemberantasan Perusakan Hutan
Bab IV sebagai bab terakhir ialah berupa Kesimpulan dan Saran.
14
BAB II
UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN
A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan
Seperti yang telah kita lihat bahwa perusakan hutan di Indonesia sudah
kerap kali terjadi dan benar-benar membawa dampak buruk bagi masyarakat dan
negara, oleh karena itu maka perlu kita cegah untuk menghindari terjadinya
berbagai dampak buruk.Pencegahan berarti adalah proses, cara, tindakan
mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.15
Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan.16
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai hutan terluas di
dunia atau sering juga disebut sebagai paru-paru dunia, yang apabila kerusakan
hutan terjadi semakin banyak akan membawa dampak bukan hanya pada negara Memang kita sadari
bukan hal yang mudah untuk dapat mencegah terjadi perusakan hutan di
Indonesia, butuh perencanaan yang matang dan berkelanjutan tidak bisa di
kerjakan setengah-setengah. Dalam menangani pencegahan perusakan hutan
butuh kerja yang serius agar dapat membawa mendapat yang positif, banyak
oknum atau pejabat yang terlibat.Ini merupakan salah satu kendala yang memeang
harus di tindak langsung selain itu, sebagian masyarakat juga banyak terlibat
dalam hal ini, sehingga memang di perlukan penanganan yang serius.
15
Kamus Besar Bahasa Indonesia
16
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang P3H , Pasal 7
ini saja namun negara luar juga akan terkena dampaknya. Indonesia mempunyai
kekayaan alam yang luas, yang sudah seharusnya kita memang harus tetap
menjaganya dan melastarikannya demi dan untuk kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat.
Persoalan kerusakan hutan dan lahan seperti yang banyak kita lihat di
pengaruhi oleh kegiatan pembakaran hutan dan lahan sebagai akibat pembukaan
lahan (land clearing) melalui pembakaran. Pembakaran hutan dan lahan ini telah
menimbulkan pencemaran asap, yang menyebabkan pemanasan bumi (global
warming) dan perubahan iklim (climate change), perubahan fungsi hutan yang
menyebabkan erosi dan dampak buruk lainnya, yang pada akhirnya memberikan
beban dan gangguan tersendiri bagi ekosistem hutan.
Penggunaan hutan dan lahan secara tidak berkelanjutan dan tidak
berwawasan ekologi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor
hukum, manusia, penegak hukum, dan sebagainya. Bagian ini dimaksudkan untuk
mengungkapkan faktor hukum dari faktor hukum dari pemanfaatan sumber daya
hutan dan lahan serta kegiatan manusia dalam bentuk lain yang ikut memberikan
kontribusi terhadap kerusakan hutan dan lahan.
Ancaman serius terhadap sumber daya hutan ditimbulkan oleh kegiatan
pembakaran hutan yang menimbulkan pencemaran asap lintas batas negara
(transboundary haze pollution). Pembakaran hutan yang secara besar-besaran
Penyebab kebakaran hutan adalah kegiatan manusia, seperti pembukaan lahan,
perladangan berpindah, praktik pertanian, tebang bakar, dan logging.17
Langkah ketiga adalah pencegahan dan peringanan. Pencegahan di sini
dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan
penting menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga
kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak
hukum,Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang dibantu oleh Polisi Hutan
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu
kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus
untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan
pemulihan terhadap kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan
mengajak seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun
organisasi perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka
penghijauan hutan kembali sehingga pada 10 - 15 tahun ke depan kondisi hutan
Indonesia dapat kembali seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut
harus lebih mengaktifkan masyarakat lokal (masyarakat yang berada di sekitar
hutan) untuk secara sadar dan spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut.
Langkah kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam
penanganan kerusakan hutan. Pemerintah mengikutsertakan peran serta
masyarakat terutama peningkatan pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa
upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan
serta rekayasa kehutanan.
17
(POLHUT) dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum pemerintahan
daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk memperdagangkan
kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan penyidikan secara
tuntas terhadap para cukong - cukong kayu yang merugikan negara trilyunan
rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah
harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam
masyarakat. Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya
pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang tersebut sepanjang
tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.
Langkah terkahir adalah adanya kesiapsiagaan yang berlangsung selama
24 jam terhadap penjagaan terhadap kelestarian hutan ini. Pemerintah harus
melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap
segala hal yang berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan
melalui media massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal
dari masyarakat sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara kontineu dan
terus - menerus sehingga kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh
oknum tertentu dapat segera diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi
akibat bencana/ disaster yang akan ditimbulkan kemudian.18
Dalam beberapa kasus terakhir seperti yang kita lihat di televisi maupun
yang kita baca di Koran dan media sosial kerusakan hutan yang terjadi adalah
akibat ulah manusia itu sendiri, seperti penebangan liar dan kebakaran hutan,
sehingga perlu perhatian yang lebih untuk menangani masalah ini.
1. Pencegahan perusakan hutan yang dilakukan oleh korporasi
Korporasi adalah kumpulan orang dan\atau kekayaan yang terorganisasi,
baik yang berupa badan hukum maupun yang bukan badan hukum.19
Bagi korporasi yang melakukan pembakaran hutan harus benar-benar
memperhatikan hutan seperti apa yang akan dibakar, apakah merupakan hutan dalam
mencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi memang bukan hal
yang mudah untuk di hentikan, perlu penanganan yang serius karena kejahatan ini
adalah kejahatan yang tersetruktur, dalam mencegah pembakaran hutan ini perlu
suatu peraturan khusus, karena pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi
bukanlah dalam bidang yang kecil namun sangat banyak merusak hutan, lahan
tersebut banyak digunakan untuk membangun pabrik atau pemanfaatan kayu
untuk bahan bangunan.
Untuk mencegah perusakan yang dilakukan oleh korporasi ini dapat
melalui penerapan peraturan yang tegas, sehingga apabila ada satu korporasi yang
melakukn kejahatan langsung di tindak secara adil agar dapat di jadikan contoh
untuk korporasi lain yang ingin mecoba-coba untuk melakukan kejahatan yang
sama, namun masalah yang sering kita lihat adalah banyaknya pelaku kejahatan
perusakan hutan yang masih saja dapat lari dari jeratan hukum.
Pembentukan Undang-Undang tentang kehutan dapat mencegah terjadinya
perusakan hutan, apabila telah ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang
kehutan, semua masyarakat yang sering melakukan kejahatan kehutan akan
berpikir kembali dalam melakukan aksinya.
19
lindung atau tidak. Cara untuk mencegah perusakan hutan yang di lakukan oleh
korporasi bisa dilihat dari melakukan evalusi kepada semuan pihak yang
mempunyai izin, dari evalusi tersebut dapat di simpulkan mana yang telah
menyalahi aturan, dan tidak sesuai dengan izin yang diberikan sehingga
pemerintah dapat mencabut izin meraka.
Selain itu dalam rangka pencegahan perusakan hutan, pemerintah
membuat kebijakan berupa :
a. Koordinasi dalam lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan;
b. Pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan hutan
c. Insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga kelestarian hutan
d. Peta penunjukan kawasan hutan dan\atau koodinat geografis sebagai
dasar yuridis batas kawasan hutan; dan
e. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan.20
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, yang memperkenalkan tanggung
jawab pidana korporasi (corporate criminal liability), merupakan senjata ampuh
untuk memerangi kebakaran hutan yang sebagian besar disebkan oleh kegiatan
perkebunan. Berdasarkan Undang-undang ini, korporasi dapat dijatuhi hukuman
pidana apabila dalam melakukan kegiatannnya korporasi melanggar ketentuan
substantif.
20
Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada korporasi yang melakukan
perusakan dan pencemaran lingkungan berdasarkan Undang-undang No. 23
Tahun 1997 adalah sanksi denda, yaitu sepertiga lebih berat dari pelaku
individual. Disamping pidana denda, korporasi juga dapat di kenakan tindakan
tata tertib berupa :
1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana ; dan/atau
2. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan /atau
3. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
4. mewajibkan mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak; dan/atau
5. meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak;/atau
6. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
Sanksi pidana juga dapat dijatuhkan kepada mereka yang memimpin
korporasi (factual leader) dan yang memberi perintah (instruction giver) untuk
melakukan tindakan pidana lingkungan atau kedua-duanya secara berbarengan .
sanksi yang dijatuhkan kepada mereka bukan karena perbuatan fisik/nyata, tetapi
berdasarkan fungsi yang diembannya di perusahaan atau korporasi. Atas dasar
prtimbangan itu, factual leader dan instruction giver diistilahkan sebagai
functional perpetrator yang dianggab sebagai physical perpetrator yang dikenakan
pada subjaak hukum natural person (badan hukum). Factual perpetrator ini juga
bukan merupakan penyertaan (participant) dalam tindak pidana sebagaimana
diatur dalam pasal 55 KUHP yang memberikan ancaman hukuman pada orang
yang melakukan (pleger), yang menyeruh melakukan (done plager), yang turut
pasal 55 KUHP ini merupakan pelaku yang digolongkan sebagai physical
perpetrator.
Untuk menentukan pertanggung jawaban pidana (criminal liability) dari
factual leader, maka penentuanya dapat digunakan teori berdasarkan kreteria
Slavenbrug sebagai berikut :
1. Pemimpin organisasi/korporasi merupakan fungsionaris yang dapat
menghentikan atau mencegah perilaku pidana (kedudukannya cukup kuat, baik
secara de jure maupun de facto).
2. Pemimpin tersebut memahami bahwa terdapat kemungkinan yang cukup bahwa
pelanggaran sangat mungkin terjadi.21
21
Sukanda Husni, S.H. LL.M. op.cit. Halaman. 87
Pertanggung jawaban korporasi ini, salah satu persoalan yang kompleks
adalah menyangkut pembuktian kesalahan, baik sengaja maupun kelapaan, sebab
pembuktian bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan korporasi di
bidang ekonomi sangat sulit dan kompleks, oleh karena itu, mengingat fungsi
hukum pidana sebagai social defence yang pada hakekatnya merupakan bagian
integral dalam pencapian tujuan kesejahteraan masyarakat, maka dalam rangka
pembuktian tindak pidana korporasi, maka konsep strict liability dan vicarious
liability harus dipertimbangkan untuk diadopsi dalam KUHPidana Indonesia yang
akan datang disamping asas mens rea atau suatu pengecualian asas kulpabilitas,
khususnya dalam mempertanggung jawabkan korporasi sebagai pembuat tindak
Penempatan korporasi sebagai subjek hukum pidana di dukung oleh
beberapa pakar, diantaranya Andi Zainal Abidin, yang mengemukakan bahwa
pembuat delik yang merupakan korporasi itu, oleh rolling dimasukkan sebagai
functioneel dedarschaap. Oleh karena korporasi dalam dunia modern mempunyai
peranan penting dalam kehidupan ekonomi yang mempunyai banyak fungsi
seperti, pemberi kerja, produsen, penentu harga, pemakai devisa, dan
lain-lain.pelaku fungsional disini yang dimaksud adalah pelaku yang tidak melakukan
tindak pidana secara fisik, misalnya tindakan korporasi yang dilakukan oleh
pegawainya menjadikan korporasi bertanggung jawabatas tindakan tersebut.
Mardjono Reksodiputro menyebutkan ada tiga sistem pertanggung
jawaban pidana korporasi sebagai subjek tindak pidana, yakni sebagai berikut :
1. Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung
jawab.
2. Korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab
3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab.22
Sebelum tahun 1985, yaitu ketika kehutanan diatur dengan
Undang-undang No. 5 Tahun 1967, tidak ada kententuan yang melarang pembakaran Dengan ini sudah cukup jelas bagi meraka baik perorangan atau korporasi
yang melakuakan tindak pidana. Sehingga meraka tidak punya alasan lagi, dengan
penjelan ini akan membuat meraka untuk berpikir kembali dalam menjalankan
kegiatan yang melanggar peraturan atau tindak pidana.
2. Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
22
hutan, oleh karena itu, pelaku kebakaran hutan hampir tidak dapat digiring ke
pengadilan karena polisi dan jaksa menganggab bahwa meraka tidak punya
ketentuan yang sahih untuk menuntut pelaku. Pikiran ini sejalan dengan asas
nullum delictum, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 KUHP. Pada tahun 1985,
pemerintah mengelurkan peraturan pemerintah No. 28 Tahun 1985, yang secara
tegas melarang aktivitas yang menyebabkan kebakaran hutan.23
Untuk mengatasi hambatan diatas, pemerintah indonesai mengeluarkan
peraturan pemerintah No. 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Hutan
dan/ atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan lahan.
peraturan
pemerintah ini ditindak lanjuti dengan keputusan Direktur Jendral Perkebunan No.
38/KB-110/SK/DJ.BUN.05.95, yang mengharuskan pembukaan lahan tanpa bakar
(zero burning). Namun sayangnya, disektor kehutanan sendiri, namun pemerintah
ini tidak dilaksanakan secara konsisten.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, perbuatan
membakar di kawasan hutan menjadi perbuatan terlarang. Aka tetapi,
Undang-undang ini masih mempunyai hambatan dalam pelaksanaannya karena kejadia
kebakaran hutan tidak melulu disebabkan oleh kegiatan di dalam kawasan hutan,
tetapi juga oleh kegiatan perkebunan yang berada di luar kawasan sebagaimana
dimaksud oleh Undang-undang ini.
24
23
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 Tentang Pelindungan Hutan, Pasal 10 (1) dan (2)
24
Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 2001 tentang Pengadilan kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 dengan memasukkan kebakaran lahan, yang diatur
dalam Undang-undang ini.
Berdasarkan peraturan pemerintah No. Tahun 2001, pemilik kegiatan tidak
saja diwajibkan mencegah kebakaran hutan dan lahan, tetapi juga dianggab
bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah
kerjanya. Ketentuan ini sangat berguana untuk mengantisipasin argumentasi
pemilik usaha perkebunan yang selalu mengatakan bahwa kebakaran hutan yang
terjadi akibat oleh petani. Argumentasi ini sering digunakan di pengadilan untuk
membela diri. Apabila argumentasi ini di sampaikan di siding pengadilan , hakim
tentu meminta jaksa untuk membuktikan pelaku fiksi, yang tentunya
mengharuskan bukti tradisional seperti korek api, atau bahan bakar atau jerry can
yang digunakan untuk membakar hutan dan lahan, yang tentunya tidak mungkin
di tampilkan di pengadilan.25
1. Jeda Penebangan Hutan (Moratorium Logging)
pemerintahdapat mengeluarkan peraturan sesuai dengan kebutuhan dan
demi kelestariah hutan, pemerintah dapat menerapkan berbagai sistem seperti :
Jeda penebangan hutan adalah metode pembekuan atau pengehentian
sementara seluruh aktivitas penebangan kayu skala besar untuk sementara
waktu tertentu sampai suatu kondisi yang dinginkan tercapai. Lama waktunya
biasanya di tentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapi
waktu yang di butuhkan tersebut.
Beberapa langkah penerapannya adalah :
25
a. Penghentian pengeluaran izin baru
Sebagai kebijakan awal yang pertama dapat dilakukan ialah penghentian
pengeluaran izin-izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) hal ini diharapkan
dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi kerusakan hutan, dengan
menutup pengeluaran izin-izin baru dapat mengurangi resiko bertambahnya
areal hutan yang akan rusak, selain itu dapat dijadikan evaluasi bagi atau
terhadap HPH yang ada sebelumya dalam mengelola kawasan hutan.
b. Penyelesaian sengketa\konflik sosial dalam pengelolaan hutan
Disini pemerintah, swasta dan masyarakat bersama membicarakan solusi
yang baik dalam pengelolaan hutan berikutnya
c. Melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi
Masyarakat merupakan sosok yang berada dalam siklus hutan dan sudah
selayaknya pemerintah memberikan ruang yang banyak dalam mendengarkan
aspirasi masyarakat. Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu
meyediakan bahan-bahan kebutuhan masyarakat, sebaliknya masyarakat
dapat menjamin kesinambungan pemanfaatannya oleh sebab itu masyarakat
diharapkan dapat memelihara dan bekerja sama dengan pemerintah dalam
menjaga hutan agar tetap lestari.
Pemerintah daerah juga dapat membuat kebijakan sendiri melihat kondisi
hutan sekitarnya dan bekerja sama dengan pemerintah pusat, dan sebagai sumber
3. Penegakan Peraturan dan Penegakan sanksi administratif yang tegas Dengan menerapkan peraturan yang tegas dan jelas adalah salah satu cara
yang cukup ampuh dalam mencegah semakin meningkatnya kejahatan perusakan
hutan. Seperti yang tertulis di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan perusakan hutan dalam ketentuan umum
yaitu :
a. Pasal 1Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :
Hutan adalah suatu sesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam kumunitas alam
lingkungannya yang tidak dpat dipisahkan antara yang satu dengan yang
lainnya.
b. Pasal 2 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
di pertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap
c. Pasal 3 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :
Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui
kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau
penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin
di dalam kawasan hutanyang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun
yang sedang diproses penetapannya oleh pemerintah.
d. Pasal 4 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :
Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara
e. Pasal 5Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah adalah kegiatan terorganisasi yang
dilakukan di dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan atau pertambangan
tanpa izin menteri.
f. Pasal 6 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :
Terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompak yang
terstruktur, yang terdiri atas dua (2) atau lebih, dan yang bertindak secara
bersama-sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan,
tidak termasuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam atau dikawasan
sekitar hutan yang melakukan perladangan tradisional dan\atau melakukan
penebangan kayu untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.26
Ada pula pendapat yang keliru seolah-oleh penegakan hukum adalah
tanggung jawab aparat penegak hukum. Penegakan hokum adalah kewajiban dari Dengan penerapan pasal-pasal ini akan membuat masyarakat mengerti,
akan aturan dalam mengelola hutan dan agar tidak sembarangan dalam melakukan
pemanfaatan hasil hutan, dan tidak ada alasan bagi mereka untuk mengelak dari
perbuatan yang sudah bertentangan. Pembuatan peraturan ini di sampaikan kepada
seluruh masyarakat agar semaunya tau tentang peraturan kehutanan.
Ada suatu pendapat yang keliru, yang cukup meluas di berbagai kalangan,
yaitu penegakan hukum hanya melalui proses di pengadilan. Perlu di perhatikan
bahwa penegakan hukum di laksanakan melalui berbagai jalur dengan berbagai
sanksinya, seperti sanksi administrative, sanksi perdata dan sanksi pidana.
26
seluruh masyarakat dan untuk ini pemahaman untuk hak dan kewajiban menjadi
syarat mutlak. Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum di tegakkan, akan
tetapi masyarakat aktif berperan dalam penegakan hokum, masyarakat yang tidak
membuang sampah ke sungai ikut menegakkan hukum, karena membuang
sampah di sungai adalah pelanggaran.
Keith Hawkins mengemukakan bahwa penegakan hukum dapat dilihat dari
dua system atau strategi, yang di sebut compliance dengan conciliatory style
sebagai karakteristiknyadan sanctioning dengan penal style sebagai
karakteristiknya. Block, sebagaimana di kutip oleh Hawkins, menyatakan, bahwa
conciliatory style itu remedial, suatu metode sosial repair and maintenance,
assitence of people in trouble, berkaitan dengan what is necessary to ameliorate a
bad situation. Sedangkan penal control prohibits with punishment, sifatnya adalah
accusatory, hasilnya binary, yaitu : all or nothing, punishment or nothing
(Hawkins, 1984 : 3-4).
Di dalam Notitie handhaving milieurecht 1981 di negeri belanda,
penegakan hukum di artikan sebagai het door controle en het toepassen (of
dreigen daarme) van administratiefrechtelijke, strafrechtelijke of
privaatrechtelijke middelin bereiken dat de algemeen en individueel geldende
rechtsregels en voorschriften worden nageleefd. Dalam hubungan controle ini
termasuk pengawasan pemerintah atas peraturan, maupun penyidikan dari
tindakan yang melanggar hukum.
Penyidikan serta pelaksanaan sanksi administrative atau sanksi pidana
dahulu adalah penegakan preventif, yaitu pengawasan atas pelaksanaan praturan.
Pengawasan preventif ini ditujukan kepada pemberian penerangan dan saran serta
upaya meyakinkan seseorang dengan bijaksana agar beralih dari suasana
pelanggaran ke tahap pemenuhan ketentuan peraturan (Milieurecht, 1990:
389-399).
Dari uraian tersebut diatas dapat di ambil kesimpulan , bahwa upaya yang
lebih dulu di lakukan adalah yang bersifat compliance, yaitu pemenuhan
peraturan, atau penegakan preventif dengan pengawasan preventifnya,27
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH)
memungkinkan Gubernur atau bupati dan/atau walikota melakukan paksaan
pemerintah untuk mengawasi dan memaksakan penataan oleh pemilik kegiatan
dan/atau usaha atas persyaratan lingkungan, baik yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan maupun yang ditetapkan oleh izin. Paksaan
pemerintah yang dimaksud dapat berupa kepada pemilik kegiatan dan/atau usaha
untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran. Disamping paksaan Salah satu instrument atur dan awas yang sangat penting adalah
penjatuhan sanksi administrasi. Sanksi administrasi di sini harus dibedakan
dengan putusan pengadilan tata usaha negara. Sanksi administrative didefinisakan
sebagai suatu tindakan hukum (legal action) yang diambil pejabat tata usaha
negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan hidup atas
pelanggaran persyaratan lingkungan.
27
pemerintah, sanksi adminitratif bisa juga pencabuta izin khususnya pelanggaran
tertentu.
Seperti diketahui bahwa penggunaan hukum adminitratif dalam penegakan
hukum lingkungan mempunyai dua fungsi, yaitu preventif dan represif. Misalnya,
Pasal 25 UU No. 23 Tahun 1997 memungkinkan gubernur untuk mengeluarkan
paksaan pemerintah untuk mencegah dan mengakhiri pelanggaran, untuk
menaggulangi akibat dan untuk melakukan tindakan penyelamatan,
penanggulangan dan pemulihan.
Dalam rangka merangsang peran serta masyarakat (public participation).
UUPLH memungkinkan pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan
permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan peksaan
pemerintah. Provisi pasal 25 ayat (3) UUPLH ini merupakan ketentuan yang
mengakomodir control sisosal, oleh kerana itu , pejabat yang berwenang harus
secara serius melaksanakan permohonan pihak kedua ini untuk menciptakan iklim
penegakan hukum yang efektif.
Di samping paksaan pemerintah, upaya prevnetif lain yang dapat
dilakukan Pemerintah terhdapa kegiatan yang mempunyai potensi untuk merusak
dan mencemarkan lingkungan adalah melalui audit lingkungan. MenurutPasal 28,
UUPLH pemerintah harus mendorong penanggung jawab usaha untuk melakukan
audit lingkungan, atau dikenal juga sebagai volunteer environmental audit. Dalam
konteks ini, pemilik kegiatan melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang
ada. Seandainya, pemilik kegiatan telah melanggar peraturan atau telah
maka pemerintah dapat mewajibkan pemilik kegiatan untuk melakukan audit
lingkungan, yang sering di sebut dengan compulsory environmental audit (Pasal
29 ayat (3) UUPLH).
Tindakan represif yang dapat dilakukan pemerintah dalam rangka
penegakan hukum lingkungan di temukan dalam Pasal 25 ayat (5) UUPLH dan
Pasal 27 ayat (2) UUPLH. Pemerintah dapat menetapkan uang paksa kepada
pencemar dan perusak lingkungan untuk kelalainnya melakukan tindakan
penyelamatan, penaggulangan dan/atau pemulihan lingkungan. Pasal 27 ayat (1)
UUPLH memberikan mandate kepada pemeritah untuk mencabut izin usaha
dan/atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.
Untuk itu gubernur dapat mengajukan usul pencabutan izin usaha dan/atau
kegiatan tersebut kepada pejabat yang berwenang.28
Perizinan juga merupakan instrumen penting dan mempunyai fungsi
prevnetif, yaitu untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan (hutan) dan
juga pencemaran lingkungan. Melalui izin, pemerintah dapat menetapkan
syarat-syarat lingkungan tertentun yang harus di penuhi oleh pemilik kegiatan. Ada
beberapa izin yang relavan untuk menceha terjadinya pencemaran dan perusakan
hutan.29
(1). Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai Pasal 18 UUPLH menyatakan :
28
Sukanda Husni. S.H. LL.M. loc. cit Halaman. 101-102
29
dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
(2). Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
pertaran perundang-undangan yang berlaku.
(3). Dalam izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicamtumkan
persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya usaha
pengendalian dampak lingkungan.
Sehingga dengan adanaya izin ini dapat mengurangi terjdinya perusakan
hutan. karena bagi meraka yang tidak mempunyai izin yang resmi dari pejabat
yang berwenang akan langsung ditindak tegas, dan tidak dapat sewenag-wenang.
pejabat berwenang juga harus lebih hati-hati dalam mengeluarkan izin,
pemerintah harus tau betul kemana tujuan permintaan izin tersebut, tidak hanya
asal mengelurkan izin saja dan di tuntut harus tegas, dan mempunyai kesadaran
akan kepentingan Negara ini, jangan hanya memikirkan kepentingan individu
saja. Meliahat banyak pejabat menyelahgunakan wewenangnya.30
30
Koesnadi Hardjosoemantri.op.cit. Halaman. 329
Selain itu pemerintah juga harus menyatakan Dalam izin tersbut seperti yang
tercamtum dalam, Pertauran Pemerintah No. 13 Tahun 1987 Pasal 14 yaitu
perusahaan wajib :
1. Melaksanakan upaya keseimbangan, dan kelestarian sumber daya alam serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
2. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses
serta hasil produksinya termasuk pengangkatannya, dan keselamatan kerja;
3. Melaksanakan upaya hubungan dan kerjasama antara pengusahan nasional
untuk mewudkan keterkaitan yang saling menguntungkan.31
Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1987 yang berbunyi :
izin pemanfaatan hasil kayu usaha yang diberikan oleh menteri untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan
pemanenan atau penebangan, pengayangan, pemeliharaan, dan pemasaran.32
Sistem peringatan dini sangat di perlukan baik unutk kegiatan pencegahan
mauapun pemadam kebakaran hutan. System peringatan dini dikembangkan
antara lain melalui penilaian bahaya kebakaran (fire danger rating system).
Penilaian bahaya kebakaran hutan dapat dilakuakn dengan cara sederhana dan
dengan cara yang lebih canggih.
Membatasi pengeluaran izin HPH bagi para peminta izin baik yang
bersifat perorangan maupun kelompok, dengan mempertimbngkan pengeluaran
izin ini juga dapat bermanfaat, bagi mereka yang meminta izin HPH harus
mempunyai tujuan yang jelas, dan pejabat yang berwenang juga harus bijaksana
dalam memberikan izin.bila yang diberi izin belum mengetahui apa saja
syarat-syarat dalam memegang izin tersebut pejabat yang berwenang harus dapat
menejelasakannya, dan hutan yang seperti yang dapat minfaatkan dan juga mana
yang tidak boleh untuk ganggu apalagi melakukan pembalakan.
4. Sistem Peringatan Dini
31
Lihat ,Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1987, Pasal, 14
32
Di Indonesia belum ada system penilaian bahaya kebakaran hutan yang
berlaku secara nasional. Berbagai negara maju juga menggunakan system
penilaian bahaya kebakaran hutan yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi
hutan, kondisi iklim/meteorology dan sumber penyebab kebakarannya. Di
Kanada, misalnya, digunkan system peringatan nilai kebakaran (SPBK) atau
forest fire danger rating system (FDRS) yang membagi kelas bahaya kebakaran
manjadi empat yaitu : aman (biru), sedang (hijau), berat (kuning), sanagat berat
(merah)
Di Amerika Serikat digunakan pendekatan dengan menggunakan indeks
kekeringan (drought index) dari ketch-byrem (KBDI) dan membagi kebakaran
menjadi 3 kelas yaitu, rendah, sedang dan tinggi. Setiap kelas bahaya kebakaran
hutan tersebut memberi informasi tentang kemungkinan terjadinya kebakaran,
besarnya kebakaran dan kesulitan yang akan dihadapi dalam operasi
pemadamannya. Dari operasi tadi dapat di persiapkan upaya pencegahannya dan
sarana dan prasarana untuk melakukan pemadamannya.33
33
Supryanto, Lailan Syaufuna. 2010.Pengendalian Kebakaran Hutan.Bogor :Pusdiklat Kehutanan-Departemen Kehutanan R.I. Secam-Korea Internasional Cooperation Agency. Halaman. 65
1. Tingkat Pusat
a. Mengumpulkan informasi tentang perkiraan awal dan lamanya musim
kemarau di seluruh indonesia dari badan meteorology dan geofisika
(BMG), pusat dan menyebarluaskan informasi sehingga setiap unit
b. Melakukan penilaian bahaya kebakaran secara nassional denan sistem
peringatan bahaya kebakaran(SPBK/FDRS), sehingga setiap hari dapat di
ketahui daerah yang rawan kebakaran.
2. Tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota
a. Mengumpulkan informasi tentang perkiraan awal dan lamanya musim
kemarau dari kantor BMG dan menyebarluaskan informasi tersebut ke
seluruh unit pengelolaan hutan yang ada di wilayahnya dan seluruh
masyarakat.
b. Melakukan penilaian bahaya kebakaran di tingkat propinsi dan atau
kabupaten/kota dengan menggunakan SPBK dan menyampaikannya secara
harian ke setiap unit pengelolaan hutan.
c. Jangka penjang mengembangkan sistem peringatan dini melalui
pengembangan sistem-sistem penilaian bahaya kebakaran laian, selain
dengan SPBK.
3. Tingkat lapangan (unit pengelolaan hutan, daerah operasi dsb).
a. Memanfaatkan informasi prakiraan awal dan lamanya musim kemarau untuk
upaya-upaya pencegahan dan Persiapan pemadama kebakaran hutan.
b. Membuat tanda-tanda atau rambu-rambu atau papan peringatan bahaya
kebakaran hutan sesuai dengan peringkat bahayanya sehingga dapat
diketahui oleh seluruh pegawai, petugas pemadam kebakaran dan seluruh
masyarakat.
c. Melakuakn segala macam aktivitas pencegahan dan persiapan sesuai dengan
Pencegahan kebakaran hutan merupakan kunci pokok untuk mengatasi
masalah kebakaran hutan. Oleh karena itu kebakaran hutan di Indonesia pada
umumnya ditimbulkan oleh ulah manusia atau perbuatan manusia, maka upaya
pencegahan dititik beratkan pada peningkatan kesadaran manusia terhadap
ancaman kebakaran, tanpa mengabaiakan upaya-upaya laim yang bersifat teknis
dan yuridis. Pencegahan kebakaran hutan dilaksanakan berdasarkan suatu rencana
pencegahan yang menyeluruh dan seksama.
Rencana pencegahan kebakaran hutan perlu disusun setiap tahunnya
yang secara umum berisi hal-hal sebagai berikut.
1. Data Dasar Perencanaan
a. Luas hutan yang dilindungi dari kebakaran, dirinci menurut tipe hutan (hutan
daratan, hutan gambut dan hutan tanaman), dan keadaan penutupan hutannya,
(hutan primer, hutan skunder, semak belukar dan sebagainya). Untuk areal
HPH dilengkapi dengan umur tegakan sejak tebang pilih (Logged Oover
Area/LOA) dan untuk hutan tanaman disertai dengan umur tegakan.
b. Peta kejadian kebakaran, yang menunjukkan jumlah kejadian kebakaran dimasa
lampau dan lokasinya.
c. Statistik kebakaran hutan yang menguraikan bulan-bulan kejadian kebakaran,
tipe hutan yang terbakar, penyebab kebakaran, luas areal yang terbakar dan lain
lain.
d. Peta resiko kebakaran (fire risk map) yang menunjukkan lokasi-lokasi mana