• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Tukar Petani Padi Sawah di Sentra Produksi Padi Sawah (Studi Kasus: Desa Purwabinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Nilai Tukar Petani Padi Sawah di Sentra Produksi Padi Sawah (Studi Kasus: Desa Purwabinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat)"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI TUKAR PETANI PADI SAWAH DI SENTRA

PRODUKSI PADI SAWAH

(Studi Kasus: Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingai,

Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

FAQITA IQLIMA PUTRY

110304020

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

NILAI TUKAR PETANI PADI SAWAH DI SENTRA

PRODUKSI PADI SAWAH

(Studi Kasus: Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingai,

Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

FAQITA IQLIMA PUTRY

110304020

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

(Ir.Luhut Sihombing, MP)

(Siti Khadijah, SP, Msi)

NIP:196510081992031001 NIP:197310111999032002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Faqita Iqlima Putry (110304020) dengan judul skripsi

Nilai Tukar Petani Padi

Sawah di Sentra Produksi Padi Sawah (Studi Kasus: Desa Purwabinangun,

Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat

) ”

. dibawah bimbingan Bapak Ir.

Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Siti Khadijah,

SP, Msi sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis besar pengeluaran rumah tangga dari

total pendapatan usahatani padi sawah

,

untuk menganalisis besar nilai tukar petani

padi sawah di daerah penelitian, dan untuk menganalisis fluktuasi nilai tukar

petani selama 5 tahun terakhir (2009-2013) di Sumatera Utara.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara

purposive

yaitu daerah penelitian

dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tempat penelitian merupakan sentra

produksi padi sawah serta mempertimbangkan waktu dan jangkauan peneliti.

Penentuan sampel dilakukan dengan metode

purposive

dengan jumlah sampel

sebanyak 90 petani padi sawah. Untuk menganalisis besar pengeluaran rumah

tangga dari total pendapatan usahatani padi sawah dan besar nilai tukar petani

padi sawah di daerah penelitian diperoleh dari data primer, dan untuk

menganalisis fluktuasi nilai tukar petani selama 5 tahun di Provinsi Sumatera

Utara mengunakan penjelasan deskriptif.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pengeluaran rumah tangga petani dari total

pendapatan usahatani padi sawah yaitu > 50% dari total pendapatan padi sawah.

Rata-rata Nilai Tukar Petani di daerah penelitian adalah diatas 100 hal ini

mengindikasikan bahwa petani sejahtera (surplus).

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, 22 April 1994 dari ayah

Fadly Saleh

dan ibu

Herlina Saulaka

. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1.

Tahun 2005 penulis lulus dari Sekolah Dasar IKAL Medan.

2.

Tahun 2008 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Mts

Arraudhatul Hasanah Medan.

3.

Tahun 2011 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Panca Budi

Medan.

4.

Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Undangan.

5.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Agustus

2014 sampai September 2014 di Desa Sei Ular, Kecamatan Secanggang,

Kabupaten Langkat.

6.

Penulis melaksanakan penelitian di Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul

Nilai Tukar Petani Padi Sawah di Sentra Produksi Padi Sawah

(Studi Kasus: Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten

Langkat

)”

yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih

kepada kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Fadly Saleh dan Ibunda Herlina

Saulaka atas kasih sayang, doa, semangat dan motivasi yang diberikan selama

penulisan skripsi ini.

Dalam pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak lain,

oleh karena itu tim penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1.

Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu

Siti Khadijah, SP, Msi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan

saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

2.

Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis,

M.Ec selaku sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

(6)

3.

Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Agribisnis yang telah banyak

memberikan pengetahuan selama masa perkuliahan di Progran Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4.

Sahabat-sahabat tersayang Fadiah Atikah, Astri Andani, Nidya Diani, Sonia

Ramadhani Hts, Noviarny A. Lara, Finka Adisti, Karina Shafira, Juwita Sari

Manullang yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi.

5.

Teman-teman satu pembimbing Fadhil Arrahman Lubis, Fitrah Aulia Hsb,

dan Yakobus Teguh yang telah memberikan dukungan, semangat, serta

motivasinya selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini dari awal hingga

selesai.

6.

Serta teman-teman seperjuangan di Program Studi Agribisnis stambuk 2011

yang telah memberikan motivasi, kebahagiaan, kesedihan, serta semangat

selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan dan

meningkatkan kualitas dari skripsi ini. Akhir kata penulis berharap kiranya skripsi

ini dapat bermanfaat.

Medan, Desember 2015

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penulisan ... 7

1.4 Kegunaan Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1 Pembangunan Pertanian ... 8

2.1.2 Konsep Nilai Tukar Petani ... 10

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani ... 13

2.1.4 Sistem Agribisnis ... 14

5.2.1.1 Subsistem Pra Produksi ... 15

5.2.1.2 Subsistem Produksi... 18

5.2.1.1 Subsistem Post Produksi ... 18

5.2.1.2 Subsistem Penunjang ... 19

2.1.5 Hubungan Sistem Agribisnis Usahatani Padi Sawah Dengan Nilai

Tukar Petani (NTP) ... 19

2.2 Penelitian Terdahulu ... 21

2.3 Landasan Teori ... 22

2.4 Kerangka Pemikiran ... 31

2.5 Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 33

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 33

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 34

(8)

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 38

3.5.1 Defenisi ... 38

3.5.2 Batasan Operasional ... 40

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 43

4.1.1 Luas Wilayah, Batas dan Letak Geografis ... 43

4.1.2 Tata Guna Lahan ... 44

4.1.3 Keadaan Penduduk ... 45

4.2 Karakteristik Responden ... 46

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Besar Pengeluaran Rumah Tangga dari Total Pendapatan Usahatani

Padi Sawah ... 49

5.1.1

Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Sawah ... 49

5.1.2 Pendapatan Usahatani Padi Sawah ... 59

5.2.1.1 Biaya Total ... 49

5.2.1.2 Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 60

5.2.1.3 Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) ... 62

5.1.1.4 Penerimaan Usahatani ... 65

5.2.2.3Pendapatan Petani ... 65

5.2

Besar Nilai Tukar Petani Padi Sawah di Desa Purwobinangun ... 67

5.2 Fluktuasi Nilai Tukar Petani Padi Sawah di Sumatera Utara Selama 5

Tahun (2009-2013) ... 73

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 78

6.2 Saran ... 79

6.2.1 Saran Kepada Pemerintah ... 79

6.2.2 Saran Kepada Petani ... 79

6.2.3 Saran Kepada Peneliti Selanjutnya ... 79

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No

Judul

Halaman

1

Luas Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah di

Kabupaten Langkat

6

2

Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah di

Desa Purwobinangun (Ha) 2011

44

3

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa

Purwobinangun 2011

44

4

Jumlah

Penduduk

Menurut

Agama

di

Desa

Purwobinangun 2011

45

5

Sarana dan Prasarana Di Desa Purwobinangun Tahun

2011

46

6

Umur Petani yang Melakukan Usahatani Padi Sawah

46

7

Jumlah Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan

47

8

Jumlah Petani Berdasarkan Lama Berusahatani Padi

Sawah

47

9

Jumlah Petani Berdasarkan Tanggungan

48

10

Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Per Bulan

Responden di Desa Purwobinangun

52

11

Biaya Rata-rata Usahatani Padi Sawah per petani di

Desa Purwobinangun

60

12

Biaya Tetap Rata-Rata Usahatani Padi Sawah Per

Petani di Desa Purwobinangun

61

13

Biaya Tidak Tetap Rata-Rata Usahatani Padi Sawah

Per Petani di Desa Purwobinangun

62

14

Rata-Rata Penerimaan Usahatani Padi Sawah Per

Petani di Desa Purwobinangun

65

15

Rata-Rata Pendapatan Usahatani Padi Sawah Per

Petani di Desa Purwobinangun

66

16

Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran, dan Tabungan

Rumah Tangga Responden Per Bulan di Desa

Purwobinangun

66

17

Hasil Kalkulasi Nilai Tukar Petani di Desa

Purwoninangun

68

18

Nilai Tukar Petani Dirinci Menurut Subsektor dari

Tahun 2009-2013

(10)

DAFTAR GAMBAR

No

Judul

Halaman

1

Sistem Agribisnis

15

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Judul Lampiran

1

Karakteristik Responden Petani Padi Sawah

2

Data Penggunaan Benih Usahatani Padi Sawah

3

Data Penggunaan Pupuk Usahatani padi sawah

4

Data Penggunaan Pestisida Usahatani Padi Sawah

5

Umur Ekonomis dan Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan

dalam Usahatani padi sawah

6

Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah: Pengolahan Lahan

7

Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah: Pembibitan

8

Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah: Penanaman

9

Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah: Penyiangan

10

Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah: Pemupukan

11

Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah: Pengendalian Hama dan

Penyakit

12

Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah: Panen

13

Total Biaya Upah Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah

14

Biaya Tidak Tetap Usahatani Padi Sawah

15

Biaya Tetap Usahatani Padi Sawah

16

Total Penerimaan Usahatani Padi sawah

17

Total Biaya Usahatani Padi Sawah

18

Total Pendapatan Usahatani Padi Sawah

19

Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Pangan

20

Jumlah Pengeluaran Rumahtangga Untuk Non Pangan

21

Total Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Sawah

22

Total Pengeluaran Rumah Tangga dan Usahatani Petani Padi Sawah

23

Nilai Tukar Petani Padi Sawah

(12)

HALAMAN PENGESAHAN

FAQITA IQLIMA PUTRY NIM 110304020/ Agribisnis Dengan Judul

Skripsi NILAI TUKAR PETANI PADI SAWAH DI SENTRA PRODUKSI

PADI SAWAH (Studi Kasus: Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingai,

Kabupaten Langkat). Telah Diperahankan Di Depan Dewan Penguji Skripsi

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian.

Pada Tanggal,

Panitia Penguji Skripsi

Ketua : Ir.Luhut Sihombing, MP

NIP 196510081992031001

Anggota : Siti Khadijah, SP, Msi

NIP 197310111999032002

Mengetahui :

Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(13)

ABSTRAK

Faqita Iqlima Putry (110304020) dengan judul skripsi

Nilai Tukar Petani Padi

Sawah di Sentra Produksi Padi Sawah (Studi Kasus: Desa Purwabinangun,

Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat

) ”

. dibawah bimbingan Bapak Ir.

Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Siti Khadijah,

SP, Msi sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis besar pengeluaran rumah tangga dari

total pendapatan usahatani padi sawah

,

untuk menganalisis besar nilai tukar petani

padi sawah di daerah penelitian, dan untuk menganalisis fluktuasi nilai tukar

petani selama 5 tahun terakhir (2009-2013) di Sumatera Utara.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara

purposive

yaitu daerah penelitian

dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tempat penelitian merupakan sentra

produksi padi sawah serta mempertimbangkan waktu dan jangkauan peneliti.

Penentuan sampel dilakukan dengan metode

purposive

dengan jumlah sampel

sebanyak 90 petani padi sawah. Untuk menganalisis besar pengeluaran rumah

tangga dari total pendapatan usahatani padi sawah dan besar nilai tukar petani

padi sawah di daerah penelitian diperoleh dari data primer, dan untuk

menganalisis fluktuasi nilai tukar petani selama 5 tahun di Provinsi Sumatera

Utara mengunakan penjelasan deskriptif.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pengeluaran rumah tangga petani dari total

pendapatan usahatani padi sawah yaitu > 50% dari total pendapatan padi sawah.

Rata-rata Nilai Tukar Petani di daerah penelitian adalah diatas 100 hal ini

mengindikasikan bahwa petani sejahtera (surplus).

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian ini sangat

penting karena menyangkut hajat hidup lebih dari setengah penduduk Indonesia yang

menguntungkan perekonomian keluarga pada sektor ini. Sehingga wajar pemerintah

memprioritaskan pembangunan pada sektor pertanian yang didukung oleh

sektor-sektor lainnya. Sejalan dengan tujuan utama pembangunan nasional yaitu untuk

meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Maka dalam

pembangunan pertanian, kesejahteraan petani perlu mendapat perhatian dan tingkat

pendapatan yang meningkat bisa dijadikan salah satu indikator kesejahteraan petani.

Oleh karena itu, dalam hal pengembangan sektor pertanian sebagai sumber utama

kehidupan rakyat Indonesia salah satunya dengan mempelajari sejarah pembangunan

pertanian Indonesia. Dengan adanya kebijakan-kebijakan terdahulu, kita dapat

mengambil manfaatnya yang dapat membantu para petani khususnya dalam

peningkatan dan pembangunan pertanian.

Untuk melihat keberhasilan pembangunan di sektor tersebut, selain data tentang

pertumbuhan ekonomi, juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan

penduduk khususnya petani. Salah satu indikator yang dapat mengukur tingkat

kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Yang dimaksud dengan Nilai

(15)

harga yang dibayar petani (Ib) dalam persentase. Secara konsepsional, NTP adalah

pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani

dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan

keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Nilai tukar petani diatas 100 berarti

indeks yang diterima petani lebih tinggi dari yang dibayar petani, sehingga dapat

dikatakan petani lebih sejahtera dibandingkan jika NTP dibawah 100 (Badan Pusat

Statistik, 2008).

Relatif lemahnya perkembangan sektor pertanian, baik dalam arti diversifikasi

produksi maupun laju pertumbuhan outputnya, mengakibatkan pendapatan riil yang

diterima petani rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan riil yang

diterima pekerja di sektor industri. Dengan kata lain, harga yang diterima petani lebih

kecil dari harga yang harus dibayarnya. Perbedaan ini mencerminkan nilai tukar

petani (NTP) (Mashud, 2010).

Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan keluarga adalah melalui

struktur pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dengan pangsa pengeluaran

pangan yang lebih tinggi tergolong rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan relatif

rendah dibandingkan dengan rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk

pangan yang rendah. Secara umum kebutuhan konsumsi/pengeluaran rumah tangga

berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan, dimana kebutuhan keduanya

berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, lebih dahulu mementingkan

(16)

proporsi pola pengeluaran untuk makan akan menurun dan pengeluaran untuk

kebutuhan non pangan akan meningkat.

Untuk melihat tingkat kesejahteraan petani (khususnya padi sawah) secara utuh perlu

dilihat dari sisi yang lain yaitu perkembangan jumlah pengeluaran/pembelanjaan

mereka baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani

sebagai produsen dan juga konsumen dihadapkan kepada pilihan dalam

mengalokasikan pendapatannya, yaitu: pertama, untuk memenuhi kebutuhan pokok

(konsumsi) demi kelangsungan hidup petani beserta keluarganya; kedua, pengeluaran

untuk produksi/budidaya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang

mencakup biaya operasional produksi dan investasi atau pembentukan barang modal.

Unsur kedua ini hanya mungkin dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah

terpenuhi, dengan demikian investasi dan pembentukan barang modal merupakan

faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani (Rianse, 2009).

Apabila daya beli petani lebih besar dari kenaikan harga barang yang dibeli karena

pendapatan yang diterima dari kenaikan harga produksi pertanian yang dihasilkan,

maka hal ini mengindikasikan bahwa daya dan kemampuan petani lebih baik atau

tingkat pendapatan petani lebih meningkat. Alat ukur daya beli petani dapat

menunjukkan tingkat kesejahteraan petani dirumuskan dalam bentuk Nilai Tukar

Petani (NTP) yang terbentuk oleh keterkaitan yang kompleks dari suatu sistem

pembentuk harga, baik harga yang diterima maupun harga yang dibayar petani.

Dengan kata lain, Nilai Tukar Petani dapat didefenisikan sebagai nisbah antara indeks

(17)

merupakan ukuran kemampuan daya tukar produk yang dihasilkan terhadap produk

dan jasa yang mampu dibeli rumah tangga petani, baik untuk biaya input usahatani

maupun biaya konsumsi rumah tangga petani (Elizabeth dan Darwis, 2000 ).

Menurut Sumodiningrat (1987) NTP sebagai pengukur kemampuan tukar produk

pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk

konsumsi RT maupun produksi pertanian. Dikarenakan kedudukan petani selain

menjadi produsen juga konsumen, maka untuk meningkatkan NTP dapat dilakukan

dengan meningkatkan produktivitas dan memelihara stabilitas harga bahan yang

digunakan produsen. Intervensi pemerintah dalam memelihara stabilitas pangan

melalui kebijakan harga kurang menguntungkan petani produsen yang terlihat dari

nilai tukar petani yaitu perbandingan antara nilai yang diterima dengan nilai semua

pengeluaran petani, dimana nilai pengeluaran petani meliputi pengeluaran untuk

biaya produksi dan penambahan modal (investasi) serta pengeluaran konsumsi rumah

tangga.

Hubungan Nilai Tukar Petani dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai produsen

secara nyata terlihat dari posisi Indeks Harga yang Diterima Petani ( It ) yang berada

pada pembilang dari angka NTP. Apabila harga barang/produk pertanian naik,

dengan asumsi volume produksi tidak berkurang, maka penerimaan/pendapatan

petani dari hasil panennya juga akan bertambah. Perkembangan harga yang

ditunjukkan It, merupakan sebuah indikator tingkat kesejahteraan petani produsen

(18)

Perubahan nilai tukar petani (NTP) dalam kenyataannya lebih merugikan daripada

menguntungkan petani, artinya di dalam berusahatani, pendapatan yang diterima

petani lebih kecil daripada biaya produksi atau perubahan rasio pendapatan di sektor

pertanian terhadap pendapatan di sektor non pertanian lebih sering negatif daripada

positif, oleh karena itu NTP mempunyai korelasi dengan kemiskinan. Rendahnya

nilai NTP ini juga mengindikasikan masih banyaknya kemiskinan yang berada di

pedesaan dan sebagian besar rumah tangga yang berbasis pertanian dengan lahan

sempit (Krisnamurthi, 2009).

Rendahnya kenaikan nilai tukar antara lain disebabkan oleh adanya kebijakan

pemerintah mengenai penetapan harga dasar (floor price) atau HPP gabah/beras yang

selalu rendah. Memang dalam hal ini pemerintah dihadapkan dilema. Jika harga

pembelian pemerintah ditetapkan agak tinggi, maka dikhawatirkan masyarakat yang

tergolong ekonomi lemah yang bukan petani mengalami penderitaan, karena

kemudian tidak mampu membeli beras sesuai porsinya. Namun jika harga pembelian

pemerintah ditetapkan rendah maka pihak petani yang menderita karena harga jual

gabah atau beras yang dihasilkan rendah (Sunarto, 2008).

Kabupaten Langkat sangat potensial bagi pengembangan sektor pertanian. Kabupaten

Langkat dapat diketahui bahwa jenis komoditi unggulan bidang pertanian di Langkat

adalah padi sawah. Perkembangan produksi padi sawah di Kabupaten Langkat

meningkat setiap tahunnya. Pemerintah Kabupaten Langkat sangat serius terhadap

ketersediaan lahan pertanian, apalagi daerah ini merupakan salah satu lumbung padi

(19)

Tabel 1.1 Luas Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah di Kabupaten

Langkat

Kecamatan

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Rata-rata Produksi

(Kw/Ha)

(1)

(2)

(3)

(4)

1. Bahorok

1 158

6 267

54,12

2. Serapit

4 782

29 811

62,34

3. Salapian

429

2 431

56,67

4. Kutambaru

-

-

-

5. Sei Bingai

6 675

40 998

61,42

6. Kuala

1 806

11 132

61,64

7. Selesai

3 536

20 343

57,53

8. Binjai

4 164

25 101

60,28

9. Stabat

2 441

13 474

55,20

10. Wampu

2 342

12 708

54,26

11. Batang Serangan

325

1 698

52,26

12. Sawit Seberang

-

-

-

13. Padang Tualang

812

4 396

54,14

14. Hinai

4 375

26 114

59,69

15. Secanggang

10 212

58 893

57,67

16. Tanjung Pura

6 088

36 686

60,26

17. Gebang

6 592

38 339

58,16

18. Babalan

8 578

49 624

57,85

19. Sei Lepan

4 142

22 901

55,29

20. Brandan Barat

2 669

14 728

55,18

21. Besitang

3 118

17 654

56,62

22. Pangkalan Susu

4 743

26 741

56,38

23. Pematang Jaya

1 302

7 082

54,39

Langkat

80.289

467.121

58,18

Tahun 2012

79.822

473.117

59,27

Tahun 2011

75.595

444.563

58,81

Tahun 2010

67.155

400.273

59,60

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Langkat, 2013

Dari latar belakang tersebut, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian

mengenai perkembangan nilai tukar petani di sektor produksi padi sawah di Desa

(20)

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka disusun permasalahan sebagai berikut:

1. Berapa besar pengeluaran rumah tangga dari total pendapatan usahatani padi

sawah?

2. Berapa besar nilai tukar petani padi sawah di sentra produksi di daerah penelitian ?

3. Bagaimana fluktuasi nilai tukar petani di Provinsi Sumatera Utara selama 5 tahun

terakhir ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas maka tujuan penelitian adalah untuk:

1. Untuk menganalisis besar pengeluaran rumah tangga dari total pendapatan

usahatani padi sawah.

2. Untuk menganalisis besar nilai tukar petani padi sawah di sentra produksi di daerah

penelitian

3. Untuk menganalisis fluktuasi nilai tukar petani di Provinsi Sumatera Utara selama

5 tahun terakhir.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi petani padi sawah dalam pengembangan usaha

taninya.

2. Sebagai bahan informasi dan refrensi bagi pihak yang membutuhkan.

3. Sebagai bahan informasi dan petimbangan bagi pengambil keputusan dalam

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN,

HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial.

Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan statusdan kesejahteraan

petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi

sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politikbudaya, lingkungan, maupun

melalui perbaikan (

improvement

), pertumbuhan (

growth

) dan perubahan (

change

)

(Iqbal dan Sudaryanto, 2008).

Beberapa pertimbangan tentang pentingnya mengakselerasi sektor pertanian di

Indonesia dikemukakan oleh Simatupang (1997) sebagai berikut:

1.

Sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga akselerasi

pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi masalah pengangguran.

2.

Sektor pertanian merupakan penopang utama perekonomian desa dimana

sebagian besar penduduk berada. Oleh karena itu, akselerasi pembangunan

pertanian paling tepat untuk mendorong perekonomian desa dalam rangka

meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan sekaligus

pengentasan kemiskinan.

3.

Sektor pertanian sebagai penghasil makanan pokok penduduk, sehingga dengan

akselerasi pembangunan pertanian maka penyediaan pangan dapat terjamin.

(22)

4.

Harga produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga

konsumen, sehingga dinamikanya amat berpengaruh terhadap laju inflasi. Oleh

karena itu, akselerasi pembangunan pertanian akan membantu menjaga stabilitas

perekonomian Indonesia.

5.

Akselerasi pembangunan pertanian sangatlah penting dalam rangka mendorong

ekspor dan mengurangi impor produk pertanian, sehingga dalam hal ini dapat

membantu menjaga keseimbangan neraca pembayaran.

6.

Akselerasi pembangunan pertanian mampu meningkatkan kinerja sektor industri.

Hal ini karena terdapat keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dengan sektor

industri yang meliputi keterkaitan produk, konsumsi dan investasi.

Menurut Soekartawi (1993), untuk wilayah pedesaan yang umumnya identik dengan

petani dan kemiskinan, maka dibutuhkan pembangunan di sektor pertanian.

Pembangunan pertanian yang berhasil, jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang

tinggi sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani yang kurang baik menjadi lebih

baik.

Suatu pembangunan pertanian berhasil jika didukung dengan penyediaan sarana

sarana produksi yang memadai, adanya sistem transportasi yang baik dan organisasi

pemasaran yang baik. Dengan tersedianya sarana produksi pertanian dan dialokasikan

dengan baik maka produktivitas pertanian akan tinggi sehingga pendapatan petani

juga meningkat yang mana jika dalam proses jangka panjang akan meningkatkan

(23)

2.1.2 Konsep Nilai Tukar Petani

Konsep Nilai Tukar Petani merupakan pengembangan dari nilai tukar subsisten,

dimana petani merupakan produsen dan konsumen. Nilai Tukar Petani berkaitan

dengan hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan

jasa yang dikonsumsi dan dibeli petani. Disamping berkaitan permasalahan kekuatan

relatif daya beli komoditas (konsep barter), fenomena nilai tukar petani terkait dengan

perilaku ekonomi rumahtangga. Proses pengambilan keputusan rumah tangga untuk

memproduksi, membelanjakan dan konsumsi suatu barang merupakan bagian dari

perilaku ekonomi rumah tangga (teori ekonomi rumah tangga) (Barnum dan Squire,

1979).

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah sebagai rasio antara indeks harga yang diterima

petani (indeks harga jual outputnya) terhadap indeks harga yang dibayar petani

(indeks harga input yang digunakan untuk bertani), dimisalkan seperti pupuk. Dalam

pengertian lain disebutkan NTP merupakan pengukur kemampuan/daya tukar sektor

pertanian terhadap sektor non pertanian. Fluktuasi NTP menunjukkan fluktuasi

kemampuan riil petani dan mengindikasikan kesejahteraan petani. NTP diperoleh dari

persentase rasio indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang

dibayar petani (Ib). Berdasarkan rasio tersebut, maka dapat dikatakan semakin tinggi

NTP, semakin baik profit yang diterima petani atau semakin baik posisi pendapatan

(24)

Jika disederhanakan NTP hanya menunjukkan perbedaan antara harga output

pertanian dengan harga input pertanian, bukan harga barang-barang lain seperti

makanan, pakaian, dan lain sebagainya.

Beberapa fungsi atau kegunaan Nilai Tukar Petani antara lain:

1. Berdasarkan sektor konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar

petani (IB), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh

petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat.

2. Berdasarkan indeks harga yang diterima petani dapat dilihat fluktuasi harga

barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini dipakai sebagai data penunjang

dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.

3. Nilai tukar petani berguna untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual

petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Dengan

demikian NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator dalam menilai

kesejahteraan petani (Buletin Nilai Tukar Petani, 2003).

Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu :

1.

NTP >100, berarti petani mengalami surplus.

Harga produksinya naik lebih

besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari

pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik

dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.

2.

NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even.

Kenaikan/penurunan

harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang

(25)

3.

NTP <100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan

NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit.

Kenaikan

harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang

konsumsinya. Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya (Badan

Pusat Statistik, 2008).

Penelitian Saleh dkk (2000) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian

menjelaskan bahwa faktor harga berpengaruh besar terhadap nilai tukar penerimaan

dan nilai tukar pendapatan. Nilai tukar penerimaan dipengaruhi oleh tingkat

penerapan teknologi , tingkat serangan hama/penyakit, musim/cuaca serta harga (baik

harga saprodi maupun harga produk). Nilai tukar subsisten dipengaruhi oleh besarnya

tingkat pendapatan usaha pertanian dan tingkat pengeluaran untuk konsumsi pangan.

Pada penelitian ini nilai tukar komoditas pertanian diukur dengan menggunakan

konsep nilai tukar penerimaan dan nilai tukar barter. Nilai tukar pendapatan diukur

dengan konsep nilai tukar subsisten dan nilai tukar pendapatan total.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani

A. Pasar Produk Pertanian

Salah satu penyebab rendahnya koefisien NTP sub sektor pertanian adalah

merupakan dampak dari laju kenaikan harga komoditas yang dihasilkan petani (It)

tidak dapat mengikuti laju kenaikan harga harga kebutuhan petani produsen. Pasar

produk pertanian di tingkat produsen diwarnai oleh jumlah petani yang banyak dari

dan miskin informasi disatu sisi serta jumlah pedagang (pembeli produk pertanian)

(26)

B. Jaminan Harga Produk Pertanian

Pada dasarnya kebijakan jaminan harga produk pertanian khususnya padi telah lama

dianut oleh pemerintah dalam rangka menjamin kesejahteraan petani produsen.

Kebijakan harga dasar misalnya merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang

dilakukan untuk melindungi petani dari resiko rugi pada saat panen.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan harga komoditas pertanian

ditingkat petani sebagai produsen adalah dengan membuka peluang peningkatan

nilai tambah hasil produksi petani. Hal ini sebagai misal dapat dilakukan dengan

menumbuhkan industri hilir berbahan baku produk pertanian secara lokal. Dengan

adanya perubahan bentuk hasil pertanian sedekat mungkin dari sumbernya

diharapkan akan dapat memberikan nilai tambah kepada petani dan pada gilirannya

akan dapat meninglkatkan indeks terima petani.

c. Intensifikasi Pertanian

Ketergantungan petani terhadap bahan kimia pada sisi permintaan menyebabkan

harga input pertanian semakin meningkat yang secara implisit menyebabkan indeks

bayar petani produsen meningkat. Pasar bebas dalam tataniaga input produksi yang

memiliki struktur kebalikan dari pasar produk bahkan menyebabkan kenaikan harga

input menjadi jauh lebih pesat dari kenaikan harga output. Dengan menjaganya

ketersediaan input bersubsidi secara tepat waktu dan tepat sasaran, pemerintah juga

sudah saatnya melakukan sosialisasi input organik guna menghindari ketergantungan

petani terhadap input an-organik yang untuk memperolehnya membutuhkan

(27)

2.1.4 Sistem Agribisnis

Menurut Griffin dan Ebert (1996), Agribisnis secara umum mengandung pengertian

sebagai keseluruhan operasi yang terkait dengan usaha untuk menghasilkan usaha

tani,untuk pengolahan dan pemasaran. Agribisnis meliputi seluruh sektor bahan

masukan usaha tani yang terlibat dalam bidang produksi dan pada akhirnya

menangani proses penyebaran, penjualan baik secara borongan maupun penjualan

eceran produk kepada konsumen akhir.

Secara konsepsional Sistem Agribisnis adalah semua aktivitas mulai dari pengadaan

dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-produk yang

dihasilkan oleh usaha tani dan agroindustriyang saling terkait satu sama lain.

Gambar 2.1. Sistem Agribisnis

Subsistem

Post

Produksi

Subsistem

Produksi

Subsistem

Pra

Produksi

(28)

2.1.4.1 Subsistem Pra Produksi

Menurut Andoko (2002), subsistem penyediaan dan penyaluran sarana produksi

mencakup semua kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengadaan, dan penyaluran

sarana produksi untuk memungkinkan terlaksananya penerapan teknologi usahatani

dan pemanfaatan sumber daya pertanian secara optimal. Kegiatan yang ditangani

mencakup pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka peningkatan

produksi pertanian, baik usahatani rakyat maupun usahatani berskala besar. Termasuk

dalam kegiatan subsistem ini adalah perencanaan mengenai lokasi, komoditas,

teknologi, pola usahatani, dan skala usahanya untuk mencapai tingkat produksi yang

optimal.

1.

Lahan

Lahan sebagai salah satu produksi merupakan pabriknya hasil pertanian dimana

tempat produksi itu berlangsung dan produk itu keluar. Luas lahan garapan dapat

mempengaruhi cara berproduksi petani, dimana pada luas lahan usahatani yang relatif

kecil petani sukar untuk mengusahakan dan memilih cabang usahatani yang

menguntungkan.

2.

Tenaga Kerja

Tenaga Kerja dalam ilmu ekonomi yang dimaksud tenaga kerja adalah suatu alat

kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan

ditujukan pada usaha produksi.

(29)

Modal merupakan suatu bentuk kekayaan yang dapat berupa uang maupun barang

yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu secara langsung maupun tidak langsung

dalam proses produksi.

4.

Benih

Benih bermutu selain memiliki daya tumbuh yang tinggi, juga dapat mempertahankan

kelangsungan pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik atau mampu

berkecambah dengan normal.

5.

Pupuk

Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah baik organik maupun anorganik

dengan maksud untuk mengantikan unsur hara yang hilang dalam tanah dan untuk

meningkatkan produksi tanaman. Dengan pemupukan diharapkan produksi usaha tani

dapat meningkat, baik dari jumlah maupun mutunya. Pupuk buatan sebagai salah satu

hasil teknologi baru yang memiliki keunggulan lebih produktif daripada pupuk

kompos, dan pupuk kandang merupakan sarana produksi dalam usaha tani

mempunyai peranan penting untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

6.

Pestisida

Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang

digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah

sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang

(30)

seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang

dianggap merugikan.

2.1.4.2 Subsistem Produksi

Kegiatan subsistem ini adalah melakukan usahatani atau budidaya pertanian dalam

arti luas. Istilah pertanian selama ini lebih banyak mengacu pada subsistem produksi.

Kegiatan subsistem ini menghasilkan berbagai macam komoditas primer atau bahan

mentah sebagaimana telah dikemukan dalam pengertian agribisnis. Proses produksi

dipengaruhi oleh karakteristik petani padi sawah. Karakteristik petani padi sawah

memiliki ciri meliputi umur, pendidikan, luas lahan yang dimiliki, dan pengalaman

bertani. Proses produksi akan mendapatkan hasil produksi yang merupakan

penerimaan yang diperoleh petani dari hasil penjualan. Penerimaan petani dari hasil

penjualan dinamakan pendapatan petani. Pendapatan (income) adalah suatu ukuran

balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi.

2.1.4.3 Subsistem Post Produksi

Subsistem pengolahan hasil atau agroindustri mencakup aktivitas pengolahan

sederhana di tingkat petani, serta mencakup keseluruhan kegiatan mulai dari

penanganan pasca panen komoditi pertanian yang dihasilkan sampai pada tingkat

pengolahan lanjut, selama bentuk, susunan, dan cita rasa komoditi tersebut tidak

berubah. Sementara itu, subsistem pemasaran hasil mencakup kegiatan distribusi dan

pemasaran hasil-hasil usahatani ataupun hasil olahannya, baik untuk pasar dalam

(31)

prasarana juga merupakan faktor yang menentukan kehidupan dan perkembangan

sistem agribisnis tersebut.

2.1.4.4 Subsistem Penunjang

Subsistem jasa layanan pendukung atau kelembagaan penunjang agribisnis adalah

semua jenis kegiatan yang berfungsi mendukung dan melayani serta mengembangkan

kegiatan ketiga subsistem agribisnis yang lain. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam

kegiatan ini adalah penyuluhan, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga

penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi dan pembinaan teknik

produksi, budidaya, dan manajemen. Lembaga keuangan seperti perbankan, modal

ventura, dan asuransi memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan

penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Lembaga penelitian baik yang

dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan

informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil

penelitian dan pengembangan (Downey, 1987).

2.1.5 Hubungan Sistem Agribisnis Usahatani Padi Sawah Dengan Nilai Tukar

Petani (NTP)

Analisis usahatani menurut Soekartawi (1993) adalah mempelajari bagaimana

seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada, secara efektif dan efisien untuk

tujuan memperoleh keuntungan pada waktu tertentu. Disebut efektif jika petani

(produsen) dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan

sebaik-baiknya, serta dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut

(32)

memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan

keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu

seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep

meminimumkan biaya yaitu bagaimana menekan biaya sekecil-kecilnya untuk

mencapai tingkat produksi tertentu. Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah :

1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani.

2. Kurangnya modal.

3. Pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis.

4. Masih rendahnya tingkat pendapatan petani.

Sistem agribisnis dapat menjadi harapan dan jalan untuk mensejahterakan masyarakat

pertanian selama pembangunan subsektor perekonomian ini selalu dibangun bersama

petani dan/atau masyarakat perdesaan. Peran petani harus diekstensifikasi, sehingga

tidak hanya terbatas pada kegiatan non- farm saja petani dan masyarakat perdesaan

perlu ikut berpartisipasi dalam aktivitas subsistem agribisnis yang lain (

off-farm

),

tetapi tentu saja proses transisi ini akan mudah terjadi jika subsistem agribisnis

dimaksud telah dirancang agar menjadi lebih sesuai dengan kapasitas teknis dan

finansial petani dan masyarakat perdesaan dengan segala keterbatasannya.

Pengembangan agribisnis usahatani yang mampu menjamin ketersediaan pangan,

termasuk pangan alternatif, meningkatkan nilai tukar petani, serta meningkatkan daya

beli masyarakat melalui pengembangan komoditas yang bernilai bisnis dan bernilai

tambah yang tinggi, memerlukan upaya-upaya pengelolaan yang bijak dalam

(33)

Petani menghadapi kenaikan harga-harga barang kebutuhan lain yang harus dibeli,

indikator yang dapat digunakan adalah melihat peranan sektor pertanian melalui

petaninya yang mampu memupuk surplus produksi dari usahatani dengan melakukan

investasi untuk meningkatkan teknik produksi. Surplus usahatani ini dapat diamati

dari tingkat pendapatan dan tingkat profitabilitas usaha. Nilai tukar petani (NTP)

yang merupakan perbandingan antara pendapatan dengan pengeluaran petani dalam

menghasilkan satu macam produksi dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat

profitabilitas kegiatan usahatani (Sumodiningrat, 1990).

2.1.6 Penelitian Sebelumnya

Sinuhaji (2011), dalam penelitiannya yang berjudul

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli

Serdang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode

Simple Random Sampling

dengan menggunakan rumus Slovin. Untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai tukar petani dianalisis dengan metode pembangunan model

penduga regresi linear berganda Rata- rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim

serta perkembangan nilai tukar petani di Prov.Sumatera Utara diperoleh dari data

primer. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai tukar petani adalah produktivitas, luas lahan, biaya tenaga kerja,

harga gabah, dan harga pupuk.

Susanti (2013), dalam penelitiannyayang berjudul

Strategi Peningkatan Nilai Tukar

Petani Padi Sawah, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini

(34)

dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Petani responden diambil dengan menggunakan metode Slovin sehingga ditentukan

besar sampel petani padi sawah sebanyak 42 orang yang mengusahakan usahatani

padi sawah. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis dengan rumus

matematis NTP = It/Ibx100, indikator NTP dengan kriteria NTP>100 mengalami

surplus, NTP=100 mengalami impas, NTP<100 mengalami defisit dan metode

analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Nilai Tukar Petani

sebesar 91% (NTP<100) yang artinya petani ,mengalami defisit. Rata-rata tingkat

kesejahteraan petani pada suatu priode mengalami penurunan dibanding tingkat

kesejahteraan petani pada priode sebelumnya. Di dalam strategi peningkatan nilai

tukar petani dengan metode SWOT adalah strategi agresif ini merupakan situasi yang

sangat menguntungkan.

Supriyati ( 2004 ), dalam penelitiannya yang berjudul

Analisis Nilai Tukar Komoditas

Pertanian (Kasus Komoditas Kentang)

menjelaskan bahwa dalam periode 1987

1998, tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi JawaTengah dan Jawa Timur

cenderung meningkat karena pertumbuhan hargakentang lebih besar dibandingkan

dengan harga yang dibayar petani untuk barangkonsumsi, sarana produksi dan barang

modal. Sebaliknya, di Sulawesi Selatantingkat kesejahteraan petani kentang

cenderung menurun. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan harga kentang lebih lambat

dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana

produksi dan barang modal. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi

(35)

harga jual komoditas kentang. Harga kentang di tingkat produsen di tiga provinsi

dipengaruhi olehtingkat inflasi.

2.2 Landasan Teori

Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat

pendapatan petani. Walaupun demikian tidak selalu upaya peningkatan pendapatan

petani secara otomatis diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani juga

tergantung pada nilai pengeluaran yang harus dibelanjakan keluarga petani serta

faktor-faktor nonfinansial seperti faktor budaya.

Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan pola distribusi

pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan penguasaan modal bukan

tanah. Sebagai contah, rumah tangga petani kecil atau buruh tani keran

pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah tangga hanya mampu untuk

membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan lauk pauk sekedarna. Sedangkan

petani bertanah luas karena pendapatannya besar, disamping membeli barang-barang

konsumsi rumah tangga, juga mampu membeli barang-barang sekunder, seperti

membeli barang-barang perlengkapan rumah tangga, alat transportasi, alat-alat

hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung atau diinvestasikan dalam

barang-barang modal. Barang-barang-barang modal tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal

untuk usaha diluar usaha sector pertanian (Djiwandi, 2002).

Pendapatan rumah tangga mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap analisis

(36)

meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan anggota rumah tangga. Pendapatan

merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi.

Sumber penghasilan rumah tangga berupa pendapatan digunakan untuk membeli dan

memproduksi barang dan jasa yang dapat meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan

anggota rumah tangga. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan

fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll). Pendapatan rumah tangga

adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota rumah tangga dalam

bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya.

Pengeluaran rumah tangga adalah konsumsi rumah tangga yaitu semua nilai barang

jasa yang diperoleh, dipakai atau dibayar oleh rumah tangga tetapi tidak untuk

keperluan usaha dan tidak untuk menambah kekayaan atau investasi. Secara umum

kebutuhan konsumsi rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan non pangan,

dimana kebutuhan keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas lebih

dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan, sehingga dapat dilihat pada

kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah sebagian besar pendapatan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun demikian seiring pergeseran

peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk pangan akan menurun dan

meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan (Supriyana, 2000).

Secara umum besaran konsumsi rumah tangga dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

pengeluaran makanan dan bukan makanan berupa kebutuhan perumahan, sandang,

pendidikan, kesehatan, bahan bakar dan tabungan. Tingkat pengeluaran pada kedua

(37)

besarnya nilai pengeluaran rumah tangga di perdesaan bervariasi sesuai dengan

besarnya pendapatan yang mereka peroleh. Fenomena ini akan terjadi bila pendapatan

rendah akan lebih mengutamakan kebutuhan subsistemnya, terutama kebutuhan

pengeluaran bahan makanan dibanding lainnya. Berbeda halnya bila pendapatan yang

diperoleh semakin tinggi akan terjadi pergeseran antara kebutuhan bahan makanan

dengan kebutuhan bahan bukan makanan (Purwita dkk, 2009).

Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat

pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga atau tanggungan, pendidikan formal

kepala keluarga. Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian

dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi

keluarga. Teori Engel’s menyatakan bahwa: “semakin tinggi tingkat pendapatan

keluarga semakin rendah persentase pengeluaran untuk konsumsi makanan”.

Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila

persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentase pengeluaran

untuk bukan makanan. Di Negara-negara maju, persentase pengeluaran untuk

makanan terhadap total pengeluaran biasanya berada dibawah 50%. Sementara di

Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pengeluaran untuk pangan masih

merupakan bagian terbesar ( lebih 50%). Bagi Indonesia nampaknya masih berada

diatas angka tersebut. Umumnya rumah tangga berpendapatan rendah di Indonesia

membelanjakan sekitar 60-80% dari pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

(38)

pengeluaran untuk makanan mencapai 61,1% dan untuk non makanan sebesar 35,9%.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga belum baik.

Seiring dengan adanya perkembangan dan kebudayaan manusia, kemajuan ilmu dan

teknologi, kebutuhan manusia itu terus meningkat sehingga selain kebutuhan dasar,

manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan tambahan yang sangat banyak macam dan

ragamnya. Keragaman kebutuhan ini ditentukan oleh berbagai faktor, seperti faktor

kebudayaan, tempat, status seseorang dalam masyarakat, selera, umur, jenis kelamin,

pendidikan, agama, adat istiadat, dll (Todaro, 1995).

Nilai tukar petani didefinisikan sebagai pengukur kemampuan tukar barang barang

(produk) pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan

untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian.

Dengan demikian NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima

petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). It mencakup sektor tanaman

bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat, sedangkan Ib mencakup kelompok

konsumsi rumahtangga dan biaya produksi dan penambahan barang modal

( Departemen Pertanian, 2004 ).

Indeks harga yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang

diterima petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar.

Sedangkan perbandingan antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku

dengan harga yang dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga yang

(39)

terpisah, yaitu harga output pertanian, harga input pertanian, harga luaran sektor

industri perkotaan (non pertanian), dan harga masukan sektor non pertanian.

Pemerintah dapat mempengaruhi keempat harga-harga di atas dengan tujuan yang

sangat khusus. Jika campur tangan pemerintah ini dikombinasikan, maka akan

terbentuklah nilai tukar sektor pertanian/pedesaan terhadap sektor perkotaan atau

industri. Oleh karena itu, nilai tukar petani dapat dipakai sebagai petunjuk tentang

keuntungan di sektor pertanian dan kemampuan daya beli barang dan jasa dari

pendapatan petani. Jika seandainya campur tangan pemerintah ini tidak ada, maka

nilai tukar akan ditentukan oleh kekuatan pasar (Hendayana , 1995).

Berbagai fenomena perubahan situasi yang terjadi baik yang bersifat alami seperti

gejolak produksi pertanian maupun gejolak yang terjadi akibat adanya distorsi pasar

seperti penerapan kebijaksanaan yang disengaja, baik di sektor pertanian dan

non-pertanian, ditingkat mikro maupun makro, akan mempengaruhi harga-harga yang

pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar petani dan akan menjadi masukan

penting bagi penyusunan program kebijaksanaan ke arah pembentukan nilai tukar

yang diinginkan. Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa

kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani

sampai pada pemasaran hasil produk pertanian seperti kebijaksanaan harga input dan

output, subsidi, modal/perkreditan dan lainnya akan mempengaruhi nilai tukar petani

secara langsung maupun tidak langsung ( Elizabeth dan Darwis , 2000 ).

Pencapaian angka NTP ideal sebenarnya bukan angka absolute, angka NTP tetap pun

(40)

kenaikan harga komoditas pertanian. Dan kenaikan harga komoditas pertanian bukan

dipicu oleh produksi turun tetapi karena permintaan konsumsi dalam negeri yang

tinggi. Ada hubungan timbal balik antara kenaikan harga dengan inflasi, sehingga

harga perlu dijaga dan perlu dilakukan upaya efektif untuk menekan fluktuasi harga

komoditas pertanian. Kenaikan harga komoditas hasil pertanian merupakan

kompensasi yang seharusnya diperoleh petani sebagai produsen (Muchjidin Rachmat,

PSEKP 2011).

Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran

ataupun tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari

kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi

oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai

tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait

dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan berdampak ganda, tidak

saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian dalam

menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan

dan menumbuhkan permintaan produk non pertanian, tetapi juga diharapkan akan

mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan antar

daerah, maupun antar wilayah serta optimalisasi sumber daya nasional. Keragaman

penerimaan, pengeluaran dan nilai tukar petani antar daerah dan waktu dipengaruhi

oleh mekanisme pembentukan dalam sistem nilai tukar petani yang berbeda antar

daerah dan antar waktu sebagai akibat dari keragaman sistem pembentukan

(41)

waktu terjadi berkaitan dengan keragaman sumberdaya dan komoditas yang

diusahainya serta diversivikasi sumber pendapatan lain. Keragaman pengeluaran

petani terkait dengan keragaman pola konsumsi petani antar daerah dan waktu

(Supriyati, 2004).

Angka NTP yang tercipta menggambarkan kesejahteraan makin baik bila posisi daya

tukar tinggi atas barang konsumsi dan faktor produksi, faktor pemicunya adalah

produktivitas yang stabil/meningkat dan permintaan tinggi. Keadaan nilai tukar sektor

pertanian yang tidak menguntungkan perlu diatur kembali agar sektor pertanian dapat

melaksanakan peranannya dengan sebaik-baiknya. Arah pengaturannya ialah

merangsang produksi, meningkatkan pendapatan rill dan taraf hidup produsen dan

menimbulkan alokasi sumber daya yang menunjang pembangunan pertanian

(Soekirman, 1991).

2.3 Kerangka Pemikiran

Usahatani padi sawah merupakan usahatani yang dilakukan petani dengan mengelola

input produksi yang tersedia seperti lahan, bibit, pupuk, peralatan, obat-obatan,

modal, dan tenaga kerja dengan segala pengetahuan dan kemampuan untuk

memperoleh hasil produksi. Input produksi sangat menentukan besar kecilnya

produksi yang diperoleh. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk biaya usahatani padi

sawah terdiri biaya pemeliharaan padi sawah, biaya sarana produksi pertanian, biaya

tenaga kerja dan modal usahatani. Selain biaya produksi, hal yang berperan dalam

pelaksanaan usahatani padi adalah proses produksi. Proses produksi akan

(42)

penerimaan ditentukan oleh harga jual. Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa

terhadap input produksi yang ikut dalam proses produksi. Penerimaan dan

pengeluaran juga berhubungan untuk menentukan pendapatan rill petani.

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan pengukur kemampuan daya tukar sektor

pertanian terhadap sektor non pertanian. Sehingga NTP dapat menunjukkan

kemampuan riil petani serta dapat mengindikasikan kesejahteraan petani.Indeks harga

yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang diterima petani pada

tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar. Sedangkan perbandingan

antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku dengan harga yang

dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga yang dibayarkan petani

(Ib). Hasil akhir dari Nilai Tukar petani dibagi ada tiga yaitu surplus, impas dan

(43)
[image:43.612.85.529.104.578.2]

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Hubungan

Input Produksi:

Lahan

Bahan Baku

Modal

Tenaga Kerja

Usahatani Padi Sawah

Proses Produksi

Hasil Produksi

Penjualan

Biaya Produksi

Harga Jual

Penerimaan Petani

Pengeluaran Petani

IT ( indeks

harga yang

dibayar

Petani)

IT ( indeks

harga yang

diterima

petani)

Nilai Tukar Petani

Defisit

Impas

Surplus

(44)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dari penelitian ini, maka dapat dibuat hipotesis sebagai

berikut:

1. Pengeluaran rumah tangga petani lebih dari 50% dari pendapatan usahatani padi

sawah.

2. Terdapat fluktuasi nilai tukar petani di Provinsi sumatera Utara selama 5 tahun

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingai,

Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ditentukan

secara

purposive

artinya penentuan daerah penelitian didasarkan atas

pertimbangan-pertimbangan tertentu yang sudah disesuaikan dengan tujuan

penelitian (Singarimbun, 1989). Penentuan daerah ini berdasarkan pertimbangan

karena Desa Purwobinangun merupakan salah satu desa yang membudidayakan

padi sawah irigasi teknis aliran dari bendungan Namu Sira-sira.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam peneliltian ini adalah

Simple Random Sampling,

yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan

secara acak setiap anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil

sebagai sampel tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut

(Sugiyono, 2004). Untuk mendapatkan sampel yang dapat menggambarkan

populasi, maka dalam penentuan sampel digunakan rumus Slovin yaitu :

n=

Dimana :

N= Ukuran Populasi

n= Ukuran Sampel

(46)

Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang dikehendaki adalah 90%

dan tingkat kesalahan pengambilan sampel yang ditolerir adalah 10%.

Berdasarkan rumus Slovin diperoleh besar sampel petani padi sawah sebagai

berikut:

n =

= 90

Sehingga besarnya sampel yang diperoleh dari populasi sebanyak 90 petani, yang

terdiri dari petani padi sawah irigasi teknis. Pemilihan sampel dari populasi

ditentukan dengan metode acak/

Simple Random Sampling

yaitu pemilihan sampel

dengan menggunakan tabel angka acak (

table of random of numbers

)

.

Tabel angka

acak (

table of random numbers

) adalah suatu tabel yang terdiri dari

bilangan-bilangan yang tidak berurutan. Pemakaiannya adalah memberi nomor pada setiap

anggota populasi dalam suatu daftar (

sample frame

). Selanjutnya dipergunakan

jumlah digit pada table acak dengan digit populasi. Pilih salah satu nomor dengan

acak, gunakan digit terakhirnya, cocokkan dengan nomor pada

sample frame

. Jika

ada yang sama, maka data pada

sa

Gambar

Tabel 1.1 Luas Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah di Kabupaten       Langkat
Gambar 2.1. Sistem Agribisnis
Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 4.1. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah di Desa Purwobinangun (Ha)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pendapatan total rumahtangga pertanian merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil usahatani padi sawah, non usahatani, dan usahatani non padi sawah yang akan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) tingkat pendapatan rumah tangga petani padi (2) tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi dan (3) tingkat

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat ketimpangan pendapatan petani padi sawah, untuk mengetahui keragaman sumber pendapatan petani padi sawah,

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pendapatan dan mengukur proporsi pengeluaran petani padi sawah dengan klasifikasi

Jika dilihat dari aspek pendapatan rumah tangga menunjukkan bahwa pendapatan petani diluar usahatani padi sawah dipengaruhi secara positif namun tidak responsif

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat ketimpangan pendapatan petani padi sawah, untuk mengetahui keragaman sumber pendapatan petani padi sawah,

Dari pendapatan petani dapat dilihat besar total pengeluaran rumah tangga yang. dipakai untuk membeli kebutuhan akan pangan

Dengan rataan luas lahan sawah yang dimiliki oleh rumah tangga petani yaitu sebesar 0,25 ha, maka pendapatan bersih dari usahatani padi sawah adalah sekitar 250 ribu rupiah untuk