• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Studi Kasus Di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Studi Kasus Di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pusataka

2.1.1 Konsep Pangan dan Ketahanan Pangan

Pangan merupakan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan

merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi

setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No.7 Tahun 1996

tentang pangan yakni kecukupan pangan menenetukan kualitas sumber daya

manusia dan ketahanan bangsa. Oleh karena itu untuk membentuk manusia

Indonesia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang

cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam, dan dengan harga yang

terjangkau oleh daya beli masyarakat (Sutawi, 2007).

Penggolongan pangan yang digunakan oleh FAO dikenal sebagai Desirable

Dietary Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH). Pola Pangan Harapan/PPH sebagai

salah satu pendekatan penentuan tingkat pencapaian mutu konsumsi pangan telah

mencakup aspek keseimbangan zat gizi dari pola konsumsi pangan rumah tangga.

Kelompok pangan dalam PPH ada sembilan yaitu :

1)Padi-padian adalah pangan yang berasal dari tanaman serelia yang biasa

dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, gandum, sorgum, dan

(2)

2)Umbi-umbian adalah pangan yang berasal dari akar/umbi yang biasa

dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, sagu, talas,

serta produk turunannya.

3)Pangan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri daging, telur, susu, dan

ikan serta hasil olahannya.

4)Minyak dan lemak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati seperti

minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak kedelai, minyak

jagung, minyak kapas serta yang berasal dari hewani yaitu minyak ikan.

5)Buah/biji berminyak adalah pangan yang relatif mengandung minyak baik dari

buah atau bijinya seperti kacang mete, kelapa, kemiri maupun wijen.

6)Kacang-kacangan adalah biji-bijian yang mengandung lemak tinggi seperti

kacang tanah, kacang tunggak, kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai serta

juga olahannya.

7)Gula terdiri dari gula pasir dan gula merah (gula mangkok, gula aren, gula

semut, dan lain-lain) serta produk olahannya.

8)Sayuran dan buah adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal dari bagian

tanaman yaitu daun, bunga, batang, umbi atau buah.

9)Lain-lain adalah bumbu-bumbuan yang berfungsi sebagai penyedap dan

penambah cita rasa pangan olahan (Karsin, 2004).

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI menyarankan bahwa angka kecukupan

konsumsi energi adalah 2.200 kkal/kapita/hari. Komposisi konsumsi pangan yang

disarankan adalah energi utama yang berasal dari kelompok padi-padian (50,0%),

minyak dan lemak (10,0%), dan pangan hewani (12,0%). Kontribusi kelompok

(3)

kacang-kacangan dan gula (5,0%), dan biji berminyak (3,0%)

(Rachman dan Ariani, 2002).

Ketahanan pangan merupakan suatu wujud dimana masyarakat mempunyai

pangan yang cukup di tingkat wilayah dan juga di masing-masing rumah tangga,

serta mampu mengakses pangan dengan cukup untuk semua anggota keluarganya,

sehingga mereka dapat hidup sehat dan bekerja secara produktif. Ada dua prinsip

yang terkandung dalam ketahanan pangan, yaitu tersedianya pangan yang cukup

dan kemampuan rumah tangga untuk mengakses pangan (Anonimusa, 2011).

Menurut Dewan Badan Ketahanan Pangan (Dewan BKP 2001),ketahanan pangan

mengandung perspektif makro, yaitu penyediaan panganyang cukup bagi seluruh

penduduk di tingkat daerah maupun nasional, sertaperspektif mikro, yaitu

kemampuan setiap rumahtangga mengakses pangan yangcukup, aman, dan

bergizi, sesuai dengan kebutuhan setiap individu. Ketahananpangan dapat

terwujud apabila seluruh penduduk mempunyai akses fisik, sosial danekonomi

terhadap pangan untuk pemenuhan kecukupan gizi yang dibutuhkanguna

menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya.

Banyak indikator yang digunakan untuk melihat ketahanan pangan, namun

beberapa diantaranya sulit diukur. Indikator yang baik mempunyai ciri cukup

sederhana untuk pengumpulan dan penafsiran, objektif, dapat diukur dengan

angka, dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya program.

Seharusnya indikator ketahanan pangan dapat merepresentasikan jumlah dan mutu

(4)

Salah satu indikator untuk melihat ketahanan pangan suatu pangan suatu wilayah

adalah ketersediaan pangan yaitu tersedianya pangan dari hasil produksi dalam

negeri dan/atau sumber lain. Namun, indikator ini masih bersifat makro, karena

bisa saja pangan tersedia, tapi tidak dapat diakses oleh masyarakat.Ketersediaan

pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun dinilai

belum cukup.Untuk itu diperlukan pemahaman kinerja konsumsi pangan.Indikator

yang dapat digunakan adalah tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan,

keduanya menunjukkan tingkat aksesibilitas fisik dan ekonomi tehadap pangan

(DKP, 2003).Walaupun pangan tersedia pada suatu wilayah, jika tidak dapat

diakses masyarakat maka kinerjanya rendah.Aksesibilitas tersebut

menggambarkan aspek pemerataan dan keterjangkauan.Karena menurut PP

No.68/2002, pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan keseluruh

wilayah sampai tingkat rumah tangga, sedangkan keterjangkauan adalah keadaan

dimana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai

dengan kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif. Karena itu ukuran

ketahanan pangan yang akan dikemukakan di sini meliputi pangsa pengeluaran

pangan dan konsumsi energi dan protein.

Secara umum, ketahanan pangan mencukup empat aspek yakni kecukupan

(suffiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time). Berdasarkan

empat aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang sebagai suatu sistem

yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu :

a.Ketersediaan dan stabilitas pangan (food avaibility and stability)

Komponen ini dipengaruhi oleh sumber daya (alam, manusia, dan sosial) dan

(5)

b.Kemudahan memperoleh pangan (food accessibility)

Akses pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu

mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai

dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan rumah tangga

untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan produksi pangan.Hal ini

tergantung pada harga pangan maupun tingkat sumberdaya yang terdapat dalam

keluarga yaitu meliputi tenaga kerja dan modal.

c. Pemanfaatan pangan (food utilization).

Komponen ini mencerminkan kemampuan tubuh untuk mengolah pangan dan

mengubahnya ke dalam bentuk energi yang dapat digunakan untuk menjalankan

aktivitas sehari-hari atau disimpan.Dimensi pemanfaatan pangan meliputi

konsumsi pangan dan status gizi (Setiawan, 2004).

Secara hakiki ketahanan pangan (food security) dapat diartikan sebagai

terjaminnya akses pangan untuk segenap rumah tangga dan individu setiap waktu

sehingga mereka dapat bekerja dan hidup sehat. Ketahanan pangan ditentukan

secara bersama antara ketersediaan pangan dan akses individu atau rumah tangga

untuk mendapatkannya, dimana akses yang dimiliki meliputi akses fisik, sosial,

dan akses ekonomi dalam memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan

yang sehatdan produktif dari hari ke hari (Nurmala, 2012).

2.1.2 Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah

Rumah tangga petani padi merupakan satu unit kelembagaan yang setiap saat

mengambil keputusan produksi, konsumsi, curahan tenaga kerja dan reproduksi.

(6)

yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan produksi,

konsumsi, maupun tenaga kerja dan mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari

sejumlah sumberdaya yang dimiliki (Purwita dkk, 2009).

Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga petani padi dapat

dipandang sekaligus sebagai perusahaan pertanian (produsen), tenaga kerja, dan

konsumen. Dengan dihadapkan pada proses pengambilan keputusan baik

keputusan produksi, konsumsi, dan tenaga kerja maka tujuan yang ingin dicapai

rumah tangga petani dari pengambilan keputusan tersebut masing-masing adalah

untuk memaksimumkan profit dan utilitas (Purwita dkk,2009).

Akses pangan tingkat rumah tangga merupakan kemampuan suatu rumah tangga

untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara

seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan rumah tangga, jual-beli,

tukar-menukar/ barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan pangan.

Rumah tangga petani padi dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti

produksi rumah tangga (hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya

perikanan), berburu, mencari ikan atau mengumpulkan pangan yang hidup di alam

liar, mendapatkan bantuan/pemberian pangan melalui bantuan sosial, bantuan dari

pemerintah, distribusi-distribusi NGO atau food for work project (pangan hasil

imbalan pekerjaan), serta barter/tukar-menukar atau membeli dari pasar

(World Food Programme, 2005).

World Food Programme (2005) menjelaskan mengenai pengkajian akandampak

krisis/tekanan terhadap keluarga dalam berbagai kelompok populasiterhadap akses

(7)

pangan maupun nonpangan. Pengkajian inimembutuhkan data-data sebagai

berikut:

- Matapencaharian. Aset-aset matapencaharian (sumberdaya alam,sumberdaya

manusia, secara fisik, sosial, politik dan keuangan) dan sistemyang ada (politik,

ekonomi, sosial, struktur kekuasaan/hukum) dapatmempengaruhi aktivitas

matapencaharian.

- Konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan yang ditandai olehkeanekaragaman

pangan dan frekuensi konsumsi pangan.

- Sumber pangan. Sumber pangan yang berbeda relatif penting, biasanyaberasal

pembelian di pasar, produksi sendiri (hasil panen, ternak, budidayaperikanan),

memanen/mengumpulkan pangan dari alam/lingkungan(pertemuan/hajatan,

pemburuan, mencari ikan), dan pemberian (termasuk hadiah-hadiah,

pinjaman-pinjaman, program-program bantuan pangan)

- Sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang berbeda relatif penting, biasanya

berasal dari penjualan hasil panen (pangan atau hasil panen yangdiperdagangkan),

penjualan ternak atau produk-produk ternak,ketenagakerjaan, penjualan dari

produk-produk/sumberdaya alam (sepertiikan, pangan yang hidup liar di alam,

kayu bakar), penjualan lainnya sepertiproduk-produk nonagrikultur hasil kerajinan

rumahtangga, perdagangan, uangpemberian (hadiah, kiriman, pinjaman.

- Pengeluaran. Pola dan tingkat pangeluaran pangan maupun nonpangan rumah

tangga. Pengeluaran nonpangan yang penting termasuk sewa rumah, air,

pelayanankesehatan, pendidikan anak, bahan bakar untuk memasak, dan

pembayaran hutang.

(8)

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk.Tingkat pengeluaran

rumah tangga terdiri atas dua kelompok yaitu pengeluaran untuk makanan

(pangan) dan bukan makanan (nonpangan).Tingkat kebutuhan/permintaan

terhadap kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda-beda. Dalam kondisi

pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok

masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat sebagian besar pendapatannya

digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan,

maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran yaitu penurunan porsi

pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan

yang dibelanjakan untuk bukan makanan (BKP Kota Medan, 2010).

Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas

permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas

terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi.Keadaaan ini jelas terlihat pada

kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik

jenuh sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan

barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai

tabungan (saving) atau diinvestasikan (BKP Kota Medan, 2010).

Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat

untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan

komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat kesejahteraan

penduduk (BKP Kota Medan,2010).

(9)

Kemampuan sebuah rumah tangga memiliki akses terhadap pangan tercermin pula

dalam pangsa pengeluaran rumah tangga untuk membeli makanan atau disebut

Pangsa Pengeluaran Pangan ( Rachman, dkk, 1996).

Yang dimaksud dengan pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga

adalah rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga.

Perhitungan pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan

rumus sebagai berikut :

𝐏𝐅=𝐏𝐏

𝐓𝐏 𝐗𝟏𝟎𝟎%

Dimana :

PF = Pangsa Pengeluaran Pangan (%)

PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga (Rp/bulan)

TP = Total pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan)

(Sinaga dan Nyak Ilham, 2002).

Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah satu indikator pangan, makin besar

pangsa pengeluaran untuk pangan berarti ketahanan pangan semakin

berkurang.Makin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara pangsa

pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya (Deaton

(10)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pola Konsumsi Rumah Tangga

Teori Engel’s menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah

tangga maka semakin rendah persentase pengeluaran konsumsi

makanan.Berdasarkan teori klasik ini, maka suatu rumha tangga bisa

dikategorikan sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih

kecil daripada persentase pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi

alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya

pendapatan rumah tangga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut

dialokasikan pada kebutuhan nonpangan. Jadi jelas bahwa pendapatan seseorang

sangat menentukan ketahanan pangan (Sjirat, 2004).

Dalam teori kesejahteraan, kurva indeferen individu dapat diangkat menjadi kurva

indeferen masyarakat, sehingga jika kesejahteraan individu meningkat maka

kesejahteraan masyarakat (lokal, regional, dan nasional) juga meningkat. Dengan

demikian ada hubungan antara pangsa pengeluaran dengan ketahanan pangan.

Perhitungan pangsa pengeluaran pangan rumah tangga adalah sebagai berikut :

𝐏𝐅=𝐏𝐏

𝐓𝐏 𝐗𝟏𝟎𝟎%

Dimana :

PF = Pangsa pengeluaran pangan (%)

PP = Pengeluaran untuk belanja pangan rumah tangga (Rp/bulan)

(11)

Apabila hanya menggunakan indikator ekonomi dengan kriteria apabila pangsa

pengeluaran pangan tinggi (≥ 60% pengeluaran total), maka kelompok/rumah

tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera atau keluarga

yang rawan pangan. Sementara itu, apabila pangsa pengeluaran pangan rendah

(< 60% pengeluaran total), maka kelompok/rumah tangga tersebut golongan yang

sejahtera atau keluarga yang tahan pangan (Rachman, 2005).

2.2.2 Indikator Analisis Akses Pangan Pedesaan

a. Akses Fisik

Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai

sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangansesuai norma gizi.

Jumlah pangan yang cukup dapat berasal dari kegiatan fisikmelalui produksi

sendiri atau pun dengan membeli.Persediaan pangan wilayah yang mencukupi

kecukupan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut

sangat dibutuhkan untuk menjamin akses panganwilayah tersebut.Pangan harus

dapat tersedia secara fisik untuk seluruh anggotakeluarga.Pangan juga harus

tersedia secara terus-menerus dalam suatupasar/warung dimana rumahtangga

tidak dapat memproduksi sendiri pangan yang dibutuhkannya (Sharma 1992).

Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsiakan dapat

ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang

oleh tersedianya sarana fisik yang cukup dalam memperoleh pangan.Kemudahan

dalam memperoleh pangan ditunjang oleh sarana fisik seperti tersedianya sarana

(12)

Suatu wilayah/daerah dikatakan akses pangannya tinggi apabila diwilayah/daerah

tersebut terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok.Wilayah/daerah

tersebut dikatakan memiliki akses pangan yang sedang apabilatidak memiliki

pasar dalam wilayah/daerah tersebut, namun jarak terdekatwilayah/daerah tersebut

dengan pasar pasar yang menjual bahan pangan pokokkurang dari dan atau sama

dengan 3 km. Dikatakan akses pangannya rendahapabila jarak terdekat dengan

pasar lebih dari 3 km (Deptan, 2007).

2.Akses Ekonomi

Akses ekonomi terkait dengan daya beli masyarakat terhadap pangan.Meskipun

secara fisik pangan tersedia namun jika daya beli masyarakatnya rendah maka

kemampuan masyarakat tersebut untuk memperoleh pangan juga rendah (akses

masyarakat terhadap pangan rendah) (BKP Kota Medan, 2010).

Akses pangan bergantung pada daya beli rumah tangga yang merupakan fungsi

dari akses terhadap mata pencaharian. Ini berarti akses pangan terjamin seiring

terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, keterjangkauan

pangan bergantung pada kesinambungan mata pencaharian. Mereka yang tidak

menikmati kesinambungan dan kecukupan pendapatan akan tetap miskin. Jumlah

orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak mempunyai akses yang cukup

terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin,

semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi derajat

kerawanan pangan di wilayah tersebut. Indikator ini menunjukkan kemampuan

untuk mendapatkan cukup pangan karena rendahnya kemampuan daya beli atau

hal ini menunjukkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti

(13)

Rumahtangga dapat dikatakan tahan pangan apabila tercukupinyapermintaan akan

pangan. Pengukuran operasional atas permintaan akan pangann tersebut dalam

jangka waktu pendek dapat dipakai untuk memonitor aksesekonomi rumahtangga

akan pangan, yaitu pendapatan/pengeluaran dan harga(Sharma 1992).

3. Akses Sosial

Akses sosial rumahtangga terhadap pangan merupakan suatu akses/cara untuk

mendapatkan pangan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangannya

melalui berbagai dukungan sosial, seperti bantuan/dukungan sosial dari

keluarga/kerabat, tetangga, serta teman. Bantuan/dukungan dari saudara/kerabat,

tetangga, atau teman dapat berupa bantuan pinjaman uang/pangan, pemberian

bantuan pangan, pertukaran pangan, dan lain sebagainya. Selain dari dukungan

sosial, kerawanan pangan berdasarkan akses sosial dapat dilihat dari tingkat

pendidikannya.

Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi akses pangan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kesempatannya

untuk memperoleh pekerjaan/pendapatan yang lebih baik sehingga semakin tinggi

pula kemampuan daya belinya (semakin tinggi aksesnya terhadap pangan)

(BKP Sumut, 2010).

2.2.3 Pendapatan Rumah Tangga Petani

Pendapatan petani diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya

(14)

dana yang cukup dalam usahatani. Rendahnya pendapatan menyebabkan

menurunnya investasi dan upaya pemupukan modal (Soekartawi, 1995).

Penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari

usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau jumlah

produksi dikalikan dengan harga jual (rupiah). Pernyataan ini dapat dirumuskan

sebagai berikut :

TR = Yx Py

Dimana : TR = Total Penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani

Py = Harga Y (Rp)

(Rahim dn Hastuti, 2008)

Dalam menjalankan suatu usahatani dibutuhkan biaya. Biaya adalah

pengorbanan-pengorbanan yang mutlak harus diadakan atau dikeluarkan agar dapat diperoleh

suatu hasil. Untuk menghasilkan suatu baranag dan jasa tentu ada bahan baku,

tenaga kerja dan jenis pengorbanan lain yang tidak dapat dihindarkan. Tanpa

adanya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak akan dapat diperoleh hasil

(Wasis, 1992).

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu

usahatani. Biaya usahatani biasanya dibedakan menjadi dua yakni biaya tetap

(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya

didefinisikan sebagai baiaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan

(15)

tidak bergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Disisi lain, biaya

tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995).

Cara menghitung biaya tetap adalah :

FC =�Xi. PXi

𝑛

𝑖=1

Dimana : FC = Biaya tetap (Rp)

Xi = Jumlah fisik input yang membentuk biaya tetap

PXi = Harga input (Rp)

n = jenis input

Rumus diatas juga dapat dipakai untuk menghitung biaya variabel. Karena total

biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka :

TC = FC + VC

(Soekartawi, 1995).

Dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) dapat diperoleh

penerimaan dan pendapatan suatu usaha. Penerimaan adalah total produksi yang

dihasilkan dikali dengan harga jual. Sedangkan pendapatan adalah penerimaan

dikurangi dengan biaya produksi satu kali periode produksi.

Pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per

usahatani dengn satuan (Rp). Rumus menghitung pendapatan petani adalah

sebagai berikut :

Pendapatan (I) = Peneriman (R) – Biaya Total (TC)

(16)

Py = Harga Produksi (Rp/Kg)

Y = Jumlah Produksi (Kg)

Biaya Total (TC) = Biaya Tetap (FC) + Biaya Tidak Tetap (VC)

(Suratiyah, 2006).

Khusus rumah tangga petani yang biasanya terdapat di pedesaan untuk

pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai

petani maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja

(Rahim dan Diah, 2008)

Pendapatan rumah tangga petani dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

Y = ∑ni=1(P)i +∑mj=1(NP)j

Dimana :

Y = total pendapatan rumah tangga

P = pendapatan rumah tangga dari kegiatan usahatani

NP = pendapatan rumah tangga dari kegiatan non usahatani

i = 1 ... n = usahatani di beberapa sub sektor dari anggota rumah tangga

j = 1 ...n = non usahatani dari berbagai kegiatan anggota rumah tangga

(Rahim dan Diah, 2008).

Dengan ketentuan :

Pendapatan rumah tanggapetani dikatakan tinggi apabila pendapatan rumah

tangga petani per bulan lebih tinggi dari Upah Minimum Regional (UMR) dan

sebaliknya dikatakan rendah apabila pendapatan rumah tangga petani per bulan

(17)

2.3 Kerangka Pemikiran

Akses pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari akses fisik, akses sosial, dan

akses ekonomi.Akses fisik dari rumah tangga petani dilihat dari adanya jarak ke

pasar dan ketersediaan pangan di pasar tempat tinggal petani.Akses sosial dari

rumah tangga petani dapat dilihat dari tingkat pendidikan petani, dan akses

ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendapatan petani padi.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin besar pula

kesempatannya untuk memperoleh pekerjaan/pendapatan yang lebih baik

sehingga semakin tinggi pula daya belinya (semakin tinggi aksesnya terhadap

pangan).Secara tidak langsung, bisa dikatakan bahwa tingkat pendidikan

mempengaruhi pendapatannya.

Dari pendapatan petani dapat dilihat besar total pengeluaran rumah tangga yang

dipakai untuk membeli kebutuhan akan pangan maupun nonpangan. Tingkat

pendapatan petani yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah

tangga petani untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Seiring

makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan akan terpenuhi.

Pengeluaran rumah tangga dibagi menjadi dua yakni pengeluaran untuk pangan

dan pengeluaran untuk nonpangan. Besar pangsa pengeluaran untuk pangan

(18)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan gambar :

: Menyatakan hubungan

: Menyatakan pengaruh Akses Pangan

Akses Fisik Akses

Ekonomi Akses Sosial

Pendapatan Rumah Tangga - Jarak Pasar

- Ketersediaan Pangan di Pasar

Tingkat Pendidikan

Total Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran Nonpangan

Pengeluaran Pangan

(19)

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah di daerah penelitian lebih

tinggi dari Upah Minimum Kabupaten Dairi.

2. Pangsa pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah petani di daerah

penelitian dikatakan rendah karena pangsa pengeluaran < 60% dari

pengeluaran total.

3. Akses pangan rumah tangga petani padi sawah secara fisik di daerah

penelitian dikategorikan sedang, akses ekonomi dikategorikan tinggi dan

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.32/POJK.03/2016 Tanggal 08 Agustus 2016 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.43/SEOJK.03/2016 Tanggal 28 September 2016 perubahan dari

Dengan adanya kesadaran merek terhadap M yang tinggi dari konsumen, asosiasi merek yang kuat dari konsumen terhadap Minute Maid Pulpy, serta adanya pemberian

nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (tidak nyaman terhadap luka dekubitus). Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

Sebagian besar responden adalah ibu-ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang tentang imunisasi dasar anak dan mempunyai pengalaman menjadi kader lebih dari 5 sampai dengan

Pada umumnya orangtua atau keluarga pasien dengan hipospadia mengeluh dengan kondisi anaknya karena penis yang melengkung kebawah dan adanya lubang

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sri Redjeki Hartono yang menyatakan bahwa kegiatan ekonomi pada hakikatnya adalah kegiatan menjalankan perusahaan, yaitu suatu

Masalah agrofisik lahan dan lingkungan dalam pengembangan tanaman di lahan pasang surut meliputi : genangan air dan kondisi fisik lahan, kemasaman tanah dan asam organik tinggi

Hubungan yang terjadi pada lantrak pemerintah adalah hubungan hukum yang bersifat privat, sehingga penyelesaian sengketa iasa konstruksi masuk dalam ,onih hukum