• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak pengembangan biodiesel terhadap industri turunan kelapa sawit nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak pengembangan biodiesel terhadap industri turunan kelapa sawit nasional"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL TERHADAP

INDUSTRI TURUNAN KELAPA SAWIT NASIONAL

DISERTASI

EDY SUPRIYADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya berjudul:

DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL TERHADAP

INDUSTRI TURUNAN KELAPA SAWIT NASIONAL

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

(3)

ABSTRACT

EDY SUPRIYADI. Impact of Biodiesel Development Toward Derivative Product Crude Palm Oil Nasional Industry (Harianto as Chairman, Akhmad Fauzi, dan M. Firdaus as Members of advisory Committee)

The Decreasing petroleum products from time to time will embrace scarcity of petroleum oil for purposes of economy in various sectors of its dedicated transport, industry and electricity sector. To overcome this issue, it is necessary to find an alternative as a substitute for feedstock materials of oil earth-based exploration with the raw material of plant or vegetable earth-based. In this study it is selected palm oil as alternative raw materials, including those in which Indonesia's largest producer in the world. In general, the purpose of research is to analyze the impact of the development of biodiesel from palm oil to palm oil derivative products based on food. To achieve this goal, the econometric approach is used to build models of systems of simultaneous equations consisting of 20 structural equations and an identity equation. These models used 2SLS method. Scenario 1 is made of 20 percent biodiesel development which resulted in the dominant variable is the price of fresh fruit bunches increases 4.72 percent, consumption increases 24.99 percent palm oil, diesel oil imports fell down 5.83 percent, cooking oil demand increases 8.43 percent and rising demand for margarine 10.36 percent. Scenario 2 is the development of biodiesel and 20 percent export tax on palm oil increase 10 percent provides positive effect on the price of fresh fruit bunches 5.09 percent and 25.81 percent consumption of palm oil, diesel oil imports decline in 5.85 per cent and rising demand for palm cooking oil and margarine amounting to 8.41 and 9.46 percent. Scenario 3 is the development of 20 percent biodiesel and 10 percent of world oil prices. The response to rising prices of fresh fruit bunches 6.45 percent, 11.40 percent palm oil consumption, diesel oil imports fell 2.19 percent and cooking palm oil production increase 8.74 percent and 7.64 percent rising demand for margarine. Scenario 4 is the development of 20 percent biodiesel and 10 percent exchange rate. The response of prices of fresh fruit bunches increase 6.01 percent, 11.01 percent of palm oil consumption, imports fall 5.90 percent oil diesel and cooking palm oil demand rises 8.35 percent and demand for margarine increases 9.81 percent.

(4)

RINGKASAN

EDY SUPRIYADI. Dampak Pengembangan Biodiesel Terhadap Industri Turunan Kelapa Sawit Nasional (Harianto sabagai ketua, Akhmad Fauzi, dan M. Firdaus sebagai Anggota Komisi)

Berkurangnya hasil minyak bumi dari waktu ke waktu akan terjadinya kelangkaan keperluan bahan bakar minyak bagi roda perekonomian di berbagai sektor khusus nya sektor transportasi, industri dan kelistrikan.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan mencari alternatif sebagai bahan penganti bahan baku miyak bumi yang berbasis eksplorasi dengan bahan baku yang berbasis tanaman atau nabati. Dalam penelitian ini dipilih kelapa sawit sebagai bahan baku alternatif tersebut dimana Indonesia termasuk penghasil terbesar di dunia. Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap produk turunan kelapa sawit yang berbasis pangan. Untuk mencapai tujuan ini, digunakan pendekatan ekonometrika dengan membangun model sistem persamaan simultan yang terdiri dari 20 persamaan struktural dan 1 persamaan identitas. Model ini menggunakan metode 2SLS. Hasil pendugaan parameter model digunakan untuk melakukan simulasi skenario-skenario kebijakan yang relevan.

Skenario 1 yaitu dilakukan pengembangan biodiesel 20 persen berakibat pada peubah dominan yaitu kenaikan harga tandan buah segar 4.72 persen, konsumsi minyak sawit naik 24.99 persen, impor minyak diesel turun 5.83 persen, permintaan minyak goreng sawit naik 8.43 persen dan permintaan margarin naik 10.36 persen.

Skenario 2 yaitu pengembangan biodiesel 20 persen dan pajak ekspor minyak sawit naik 10 persen berpengaruh positif terhadap peubah harga tandan buah segar 5.09 persen dan konsumsi minyak sawit 25.81 persen, penurunan impor minyak diesel 5.85 persen dan kenaikan permintaan minyak goreng sawit dan margarin sebesar 8.41 dan 9.46 persen.

Skenario 3 yaitu pengembangan biodiesel 20 persen dan harga minyak dunia 10 persen. Adapun respon harga tandan buah segar naik 6.45 persen, konsumsi minyak sawit 11.40 persen, impor minyak diesel 2.19 persen dan produksi minyak goreng sawit naik 8.74 persen dan permintaan margarin naik 7.64 persen.

Skenario 4 yaitu pengembangan biodiesel 20 persen dan penguatan nilai tukar uang 10 persen. Adapun respon harga tandan buah segar naik 6.01 persen, konsumsi minyak sawit 28.22 persen, impor miyak diesel turun 5.90 persen dan permintaan minyak goreng sawit naik 8.35 persen dan permintaan margarin naik 9.81 persen.

(5)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(6)

DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL TERHADAP

INDUSTRI TURUNAN KELAPA SAWIT NASIONAL

EDY SUPRIYADI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si

Staf Pengajar pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Luckytawati Anggreini SP, M.Si

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Abuzar Asra, M.Sc

Staf Ahli pada Badan Pusat Statistik 2. Dr. Ir. Demitria Dewi Hendaryati, MM

(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan almarhum Nursyamlukman dan almarhumah Rahmah. Penulis dilahirkan pada 30 April 1954 di Batusangkar, Sumatra Barat. Pada Tahun 1989, Penulis menikah dengan Dra. Lily Yurida dan dikaruniai tiga orang putra bernama Fermita Celsyana Sandikapuri, Muhammad Tesar Sandikapura dan Muhammad Jihad Sandikapura.

Penulis menyelesaian pendidikan D3 Jurusan Statistik di Akademi Ilmu Statistik dengan bea siswa dari Biro Pusat Statistik, Tahun 1985 melanjutan S1 pada Jurusan Statistik Fakultas MIPA, dan menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor Tahun 1987 melalui bea siswa Biro Pusat Statistik. Pada Tahun 1993 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S2 di Santo Thomas University Manila, Pilipina mengambil Master Business Administration melalui beasiswa Universitas Pancasila dan lulus pada Tahun 1995. Kesempatan menempuh S3 diperoleh penulis pada Tahun 2003 melalui beasiswa dari DIKTI.

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya penelitian disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk melakukan penelitian Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan dan ide kepada penulis sehingga penulis sampai dapat menyelesaikan penelitian ini.

2. Prof. Dr. Ir. Achmad Fauzi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan memotivasi penulis untuk tetap bersemangat menyelesaikan menyelesaikan penelitian ini.

3. Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan dukungan untuk menyelesaikan penelitian ini.

4. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas dorongan dan bimbingannya selama kuliah sampai dapat menyelesaikan disertasi ini.

(11)

6. Dr. Luckytawati Anggreini SP, M.Si yang telah memberikan masukan pada ujian tertutup demi kesempurnaan disertasi ini.

7. Dr. Dedy Budiman Hakim, M.Ec yang telah memberikan masukan pada ujian terbuka demi kesempurnaan disertasi ini.

8. Prof. Dr. Abuzar Asra, M.Sc sebagai penguji luar ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan disertasi ini.

9. Dr. Ir. Demitria Dewi Hendaryati, MM sebagai penguji luar ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada :

1. Rektor Universitas Pancasila dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan studi program doktor.

2. Rekan-rekan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila yang telah memberikan memotivasi penulis hingga selesainya disertasi ini.

3. Rekan-rekan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Presiden yang telah memberikan memotivasi penulis hingga selesainya disertasi ini.

4. Seluruh staff sekretariat Jurusan Ekonomi Ilmu Pertanian Institut Pertanian Bogor Mbak Ruby dan Mbak Yani yang telah membantu dalam penyelesaian studi.

(12)

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil semoga Allah SWT membalas segala amalnya dengan segala rahmat dan rahim-Nya.

Bogor, Februari 2012

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii DAFTAR GAMBAR ... xxi DAFTAR LAMPIRAN ... xxv I. PENDAHULUAN...

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan ... 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ...

1 1 16 17 17 II. III.

(14)

3.1. Teori Harga ………. 3.2. Fungsi Produksi Minyak Sawit ………...

63 64 Halaman

3.3. Permintaan Faktor Produks dan Penawaran Minyak Sawit... 3.4. Produksi dengan Dua Keluaran dan Cakupan Eknomis…... 3.5. Fungsi Permintaan Minyak Goreng Sawit Oleh Konsumen... 3.6. Ekspor………... 3.6.1. Pengertian Ekspor ………... 3.6.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor …………... 3.7. Dampak Pengembangan Biodisel dari Kelapa Sawit ……... 3.8. Biodiesel dari Kelapa Sawit ………... 3.9. Keterkaitan Pengembangan Biodiesel Dari Kelapa Sawit Terhadap Permintaan dan Harga Tandan Buah Segar…………. 3.10. Dampak Penggunaan Minyak Sawit sebagai biodiesel Terhadap Pangan……… . 3.11. Indeks Harga Konsumen ………. 3.12. Skenario Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit ………… 3.13. Model Ekonometrik … ..………..

66 68 70 72 72 72 73 74 77 78 79 80 82

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 4.1. Kerangka Pemikiran………... .. 4.2. Sumber Data………... 4.3. Spesifikasi Model ………... 4.4. Luas Areal Kelapa Sawit ……..……….. 4.5. Produksi Minyak Kelapa Sawit ………. 4.6. Bahan Baku Biodiesel ……… 4.7. Bahan Bakar Biodiesel ……… 4.8. Minyak Goreng Kelapa Sawit ……….. 4.9. Margarin ……….. 4.10. Identifikasi Model………...

(15)

4.11. Metode Estimasi Model ... 4.11.1. Uji Statisik F dan Uji Statistik t... 4.11.2. Uji Statistk Durbin Watson dan Durbin h ...

97 97 98 Halaman V. VI.

4.11.3. Validasi Model ... 4.11.4. Prosedur Analisis ... 4.12. Simulasi Kebijakan Pengembangan Biodiesel ...

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT... 5.1. Perkebunan Kelapa Sawit ... 5.2. Minyak Kelapa Sawit ... 5.3. Bahan Baku Biodiesel ... 5.4. Bahan Bakar Biodiesel ... 5.5. Bahan Bakar Diesel ... 5.6. Produk Turunan Minyak Kelapa Sawit Berbasis Pangan ... 5.6.1. Minyak Goreng Sawit ... 5.6.2. Margarin ... PENDUGAAN MODEL PENGEMBANGAN BIODIESEL

TERHADAP PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT...

6.1. Hasil Pendugaan Model Secara Umum ... 6.1.1. Luas Areal Kelapa Sawit ... 6.1.2. Minyak Kelapa Sawit ... 6.1.3. Bahan Baku Biodiesel ... 6.1.4. Minyak Diesel ... 6.1.5. Minyak Goreng Kelapa Sawit ... 6.1.6. Margarin ... 6.2. Hasil Pendugaan Simulasi ...

(16)

6.2.1. Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit ... 6.2.2. Pengembangan Biodiesel sebesar 20 persen dan Kenaikan Pajar Ekspor Minyak Kelapa Sawit sebesar 10 persen ... 6.2.3. Pengembangan Biodiesel sebesar 20 persen dan Kenaikan Harga Minyak Bumi sebesar 10 persen ... ....

136 139

142

Halam an

VII.

6.2.4. Pengembangan Biodiesel sebesar 20 persen dan Penguatan Nilai Tukar Uang Rupiah terhadap US Dollar sebesar 10 persen ...

KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN ... 7.1. Kesimpulan... 7.2. Implikasi Kebijakan ... 7.3. Saran... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik karena belum optimalnya penggarapannya sampai saat ini. Masa depan sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan jasa. Pada sektor pertanian, subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan peran penting melalui kontribusinya dalam Produk Domestik Bruto, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah terutama di luar pulau Jawa.

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit antara lain memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri (produksi tahun 2008 sebanyak 18.31 juta ton), ekspor yang menghasilkan devisa (sebesar 12.37 miliar USD) dengan luas areal 7.02 juta Ha (Indonesian Palm Oil Statistic, 2008)

(18)

namun pada tahun yang sama pula dibuka Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) melalui pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan selanjutnya berkembang pola swadaya. Pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit adalah 294 000 ha dan pada tahun 2008 luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 7.02 juta ha dimana 50.05 persen dimiliki oleh Perkebunan Besar Swasta, 41.48 persen dimiliki oleh Perkebuan Rayat , dan 8.48 persen dimiliki oleh Perkebuna Besar Negara.

Produksi minyak sawit di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera diikuti oleh Kalimantan. Berdasarkan provinsi, Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 24.32 persen dari produksi nasional pada tahun 2008 dan diikuti Sumatra Utara menyumbang minyak sawit sebesar 23.34 persen dari produksi nasional dengan luas lahan mencapai 40.11 persen dari luas lahan nasional.

Minyak kelapa sawit atau crude palm oil merupakan bahan baku yang juga dapat diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Beberapa produk non pangan hasil olahannya diantaranya minyak goreng, margarin, shortening, cocoa butter substitutes, vegetable ghee dan emulssifier. Sedangkan beberapa produk olahan non pangan yang dapat dihasilkan dari minyak kelapa sawit adalah asam lemak, alkohol lemak, gliserin, biodiesel dan surfaktan. Indonesia saat ini baru mampu memproduksi sekitar 23 jenis produk turunan kelapa sawit (Depperin, 2008).

(19)

terjadi penurunan sedikit. Begitu juga Olein juga terjadi peningkatan hanya pada tahun 2009 terjadi penurunan sedikit. Untuk Stearin mulai tahun 2006, 2008 dan 2009 hampir tetap hanya tahun 2007 terjadi penurunan.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Crude Palm Oil dan Produk Turunannya

(Juta US

$)

Produk 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Crude Palm Oil 1444.4 1593.3 2375.4 3787.7 6561.3 5702.1

Olein, Refined, bleached deodor

0.0 0.0 1116.9 2525.9 0.0 0.0

Crude Oil of Palm Kernel or babasssu

396.0 449.0 506.0 807.9 1172.2 919.6

Stearin, refined, bleached & deodor ised (rbd)

0.0 0.0 831.2 592.4 882.5 862.0

Palm Oil , refined, bleached & deodor ised (rbd)

0.0 0.0 380.2 562.2 724.5 480.7 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia sehingga mempengaruhi tatanan ekonomi global, regional, maupun ekonomi suatu negara. Penggunaan energi yang berasal dari minyak mineral di dunia diperkirakan mencapai 91.6 million barrels per hari tahun 2010 (International Energy Outlook, 2006). Kebutuhan energi ke depan diperkirakan akan semakin meningkat, sedang faktor penyediaan relatif tetap atau cenderung menurun dengan faktor harga berfluktuasi atau sulit diprediksi.

(20)

persediaan energi yang tidak terbarukan seperti minyak bumi, akan berdampak pada kenaikan harga minyak dunia.

Ketika harga minyak bumi melambung pada beberapa tahun yang lampau, semua berusaha membuka lembaran usang dari dokumen-dokumen mengenal energi alternatif untuk segera diimplementasikan sebagai pengganti bahan bakar minyak yang selama ini mendominasi kebutuhan energi sumberdaya angin, air, matahari sampai gelombang air laut mulai dikembangkan kembali. Namun, semua itu belum bisa memberi jawaban yang maksimal mengingat investasi yang diperlukan masih sangat mahal. Hal inilah yang membuat kita menoleh kepada sumber alam lain seperti tanaman untuk dijadikan alternatif penghasil energi, oleh karena itu mulai saatnya harus dipikirkan energi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai substitusinya.

Tabel 2. Kondisi Minyak Mentah Dunia

(Juta barel)

Kondisi Minyak 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Produksi 3612 3598 3673 3699 3864 3891 3908 3902 3928

Konsumsi 3551 3571 3605 3672 3810 3861 3894 3839 3927

Sumber : Asean Development Bank, 2009

(21)

Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2000, kebutuhan enerji yang berasal dari minyak mineral atau fosil nasional juga semakin meningkat, yang mengkibatkan disamping mengekspor, pemerintah masih harus mengimpor 200 000 bph minyak mentah dan 9 juta ton petroleum diesel. Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai sekarang belum ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak mineral. Jika hal ini terus berlanjut diperkirakan konsumsi dan produksi minyak mentah mineral di Indonesia akan mengalami titik impas pada tahun 2010. Harga bahan bakar yang berasal dari minyak mineral masih disubsidi menyebabkan tingginya beban pemerintah dan impor sebagian dari bahan bakar tersebut menyebabkan pengurangan devisa negara yang cukup besar. Dengan kondisi perminyakan di Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir tidak lagi menjadi negara eksportir minyak, akan tetapi telah menjadi salah satu negara importir minyak dunia dan kondisi ini dipengaruhi oleh laju peningkatan konsumsi serta terbatasnya kapasitas kilang minyak nasional. Tabel 3. Kondisi Perminyakan di Indonesia

(Juta barrel) Kondisi

Minyak

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Produksi 517.4 489.8 455.7 415.8 400.4 385.4 359.2 348.3 358.7 Konsumsi 383.9 375.6 358.8 373.1 375.4 357.4 349.8 321.3 248.1 Ekspor 225.8 239.9 216.9 211.1 180.2 156.7 114.1 127.1 104.1 Impor 79.2 118.3 121.2 129.7 148.4 120.1 113.5 111.1 48.8 Sumber : Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009

(22)

terlihat bahwa jumlah ekspor juga terjadi penurunan mulai tahun 2000 sebesar 225.8 juta barel hingga tahun 2008 sebesar 104.1. Jumlah impor minyak Indonesia kenaikan mulai tahun 2000 sebesar 79.2 juta barel terjadi kenaikan hingga tahun 2005 sebesar 120.1 selanjutnya ketahun berikutnya terjadi penurunan sehingga pada tahun 2008 menjadi sebesar 48.8 juta barel minyak mentah.

Penurunan produksi minyak mentah disebabkan oleh dua faktor utama yaitu eksploitasi minyak selama bertahun-tahun dan minimnya eksplorasi atau survei geologi untuk menemukan cadangan minyak terbaru. Tanpa ditemukan cadangan minyak baru, praktis persedian minyak di Indonesia hanya dapat dieksploritasi sampai sekitar 30 tahunan.

Produksi minyak mentah Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun hingga tahun 2008 yaitu sebesar 358.7 juta barel. Penurunan ini disebabkan oleh sumur-sumur yang ada sudah tua, teknologi yang digunakan sudah ketinggalan dan iklim investasi disektor pertambangan minyak kurang kondusif sehingga tidak banyak perusahaan asing maupun nasional melakukan investasi disektor perminyakan. Sedangkan disisi konsumsi terhadap produk minyak/Bahan Bakar Minyak terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sejak tahun 2004, jika hasil produksi minyak mentah Indonesia di semua kilang dihitung, maka hasilnya tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sejak tahun 2004, Indonesia telah mengalami defisit sebesar 49.3 ribu barel/hari.

(23)

defisit. Kapasitas pengilangan menunjukan tidak adanya penambahan kilang minyak baru, kondisi ini terlihat kapasitas kilang yang tidak berubah selama kurun waktu lima tahun, sebesar 1 057 000 barel/hari.

Besarnya dampak ketergantungan terhadap energi yang bersumber dari bahan bakar fosil terutama minyak bumi dan yang telah dilakukan oleh kesuksesan Brazil dalam pengembangan bioetanol telah membangkitkan banyak negara di dunia termasuk Indoenesia untuk memulai mengembangkan bahan bakar nabati . Untuk pengembangan energi alternatif menggunakan bahar baku nabati pemerintah Indonesia telah menerbitkan undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengatur mengenai energi mulai dari penguasaan dan peraturan sumberdaya energi sampai dengan penelitian dan pengembangan energi nasional.

2. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional untuk meningkatkan pernggunaan energi alternatif hingga 80 persen dan menurunkan penggunaan Bahan Bakar Minyak hingga kurang dari 20 persen pada tahun 2005.

3. Intruksi Presiden Nomor 1 Tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Lain.

4. Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

(24)

Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengyurangan Kemiskinan dan Pengangguran.

Bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan di Indonesia salah satunya adalah biodiesel karena memiliki prospek yang cukup baik mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah. Bahan baku potensial yang dapat dimanfaatkan pada proses produksi biodiesel adalah minyak kelapa sawit. Hal ini mengingat Indonesia saat ini merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia (Aprobi, 2009).

Sebagai Negara yang berpotensi mengembangkan biodiesel terdapat 18 pabrik biodiesel di seluruh Indoenesia. Pabrik yang terbesar adalah PT Wilmar berlokasi di Dumai sebesar 1 206 897 dengan kapasitas produksi kiloleter per tahun. Diikuti pabrik PT Musim Mas dan PT Energi Perkasa di Batam dan Dumai dengan kapasitas sebesar 482 759 dan 459 770 kiloleter per tahun, sedangkan total kapasitas pertahun dari seluruh pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia sebesar 3 184 311 kiloleter pertahun.

(25)

Jumlah industri berdasarkan kapasitas ditunjukan pada tabel 5 yang menggambarkan wilayah menurut propinsi di Indonesia yang tersebar di 20 propinsi. Secara umumnya berada di Riau, Sumatra Utara dan Sumatra Selatan sebanyak 128, 87 dan 48 perusahaan. Tapi secara umum pabrik biodiesel tersebar provinsi di seluruh Indonesia.

Tabel 4. Data Pabrik Biodiesel Indonesia, Tahun 2009

(kiloliter)

No Perusahaan Lokasi Kapasitas Produksi

1 P.T. Energi Alternatif Indonesia Jakarta 8 046 2 P.T. Indo Biofuels Energi Merak – Banten 68 966 3 P.T. Anugrah Inti Gemanusa Gresik – Jawa Timur 45 977 4 P.T. Eterindo Nusa Graha Gresik – Jawa Timur 45 977 5 P.T. Eternal Buana Chemical In Tangerang – Banten 45 977 6 P.T. Wilmar Bio Energi Indo. Dumai – Riau 1 206 897 7 P.T. Sumi Asih Oleo – Chemical Bekasi – Jawa Barat 114 943 8 P.T. Darmex Biofuels Bekasi – Jawa Barat 172 414 9 P.T. Pelita Agung Agrindustri Sumatera Utara 229 885 10 P.T. Prima Nusa Palma Energi Jakarta 24 000

11 P.T. Sintong Abadi Sumatera Utara 35 000

12 P.T. Musim Mas Batam – Kep Riau 482 759

13 P.T. Multi Kimia Inti Pelangi Bekasi – Jawa Barat 14 000 14 P.T. Cemerlang Energi Perkasa Dumai – Riau 459 770 15 P.T. Petro Andalan Nusantara Sumatera Utara 150 000 16 P.T. Bioenergi Pratama Jaya Dumai – Riau 75 429

17 P.T. Pura Agung Mojokerto – Jatim 10 500

18 P.T. Pasadena Biofuels Mandiri Jakarta 10 240

Jumlah yang tersedia 3 184 311

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

Begitu banyaknya perusahaan yang begerak dalam industri biodiesel, menurut Miranti (2008) ada beberapa alasan yang merupakan peluang besar industri kelapa sawit di Indonesia. Diantaranya pertama, permintaan dunia yang semakin meningkat sejalan dengan meningk atnya permintaan di negara-negara importir seperti China, India, dan Uni Eropa.

(26)

bahan bakar alternatif yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya yang dapat mendorong peningkatan permintaan minyak sawit. Saat ini bahan bakar biodiesel telah digunakan secara luas di sejumlah negara sejalan dengan

Tabel 5. Jumlah Industri dan Kapsitas Kelapa Sawit Berdasarkan Lokasi Per Propinsi

(Ton Tandan Buah Segar/jam)

No. Provinsi Jumlah Industri

Pengolahan Kelapa Sawit

Kapasitas

1 NAD 13 410

2 Sumatera Utara 87 3 030

3 Sumatera Barat 20 1 080

4 Riau 128 5 645

5 Jambi 31 1 503

6 Sumatera Selatan 48 2 290

7 Bangka Belitung 5 345

8 Bengkulu 12 540

9 Lampung 4 125

10 Jawa Barat 1 30

11 Banten 1 60

12 Kalimantan Barat 20 905

13 Kalimantan Tengah 24 1 290

14 Kalimantan Selatan 3 110

15 Kalimantan Timur 10 510

16 Sulawesi Tengah 3 90

17 Sulawesi Selatan 1 40

18 Sulawesi Barat 4 140

19 Papua 3 90

20 Irian Jaya Barat 2 110

Total 421 18 343 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

(27)

Thailand yang konsumsinya diperkirakan akan semakin meningkat di masa-masa yang akan datang sejalan dengan kebijakan pemerintah setempat. Sementara di dalam negeri sendiri, pemerintah melalui kebijakan energi nasional telah menargetkan penggunaan biodiesel sebesar 5 persen dari bauran energi nasional. Dengan sejumlah keunggulan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel seperti harga yang lebih murah, memberikan yield per ha yang lebih tinggi, dan tingkat emisi karbon yang lebih rendah dibanding minyak nabati lainnya, akan semakin mendorong penggunaan minyak sawit di industri ini yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan permintaan minyak sawit. Keempat, masih relatif rendahnya konsumsi minyak dan lemak per kapita di negara-negara pengkonsumsi kelapa sawit terbesar seperti China (22.7 kg per kapita), Indonesia (21.7 kg per kapita), dan India (12.5 kg per kapita) dibanding AS (57.3 kg per kapita), dan EU 27 (54.9 kg per kapita) memberi peluang peningkatan permintaan kelapa sawit di masa mendatang di ketiga negara tersebut terutama China dan India yang berpenduduk besar. Kelima, margin keuntungan agribisnis kelapa sawit yang relatif besar baik dari sisi net profit margin, Return Of Asset yang tercermin dari laporan keuangan beberapa perusahaan kelapa sawit besar yang tercatat di bursa seperti Astra Agro Lestari, Sampoerna Agro, Sinar Mas Agro dan Lonsum Sumatera Indonesia.

(28)

yang tertinggi diikuti oleh sawit, jagung, dan tebu. Sebagai usaha dalam mendukung pengembangan energi alternatif biofuel beberapa perusahaan telah membangun kebun bibit dan kebun sumber untuk tumbuhan jarak pagar (Jatropha Cucus Linn.) sebagai salah satu bahan baku BBN.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Gambar 1. Produksi Jagung, Singkong, Sawit dan Tebu, Tahun 2000 – 2009

Pengembangan tumbuhan jarak pagar tersebut bertujuan mengganti minyak tanah sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu keuntungan dari jarak pagar ini adalah ramah lingkungan dan bukan merupakan tumbuhan persaingan dengan kebutuhan pangan.

Singkong juga merupakan tanaman yang sangat mungkin untuk dikembangkan secara besar-besaran di Indonesia. Penanaman dan pemeliharaan singkong relatif mudah dan memilki tingkat produksi ang sangat tinggi. Tanaman ini mampu menghasilkan sekitar 30-60 ton per ha. Singkong merupakan jenis tanaman yang fleksibel karena dapat tumbuh dan berproduksi di daerah dataran

0

5000

10000

15000

20000

25000

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

Tahun

R

ib

u

T

o

n

(29)

rendah maupun dataran tinggi. Hal tidak akan terjadi kompetisi atau perebutan lahan antara budidaya tanaman singkong dan budidaya tanaman singkong.

Seiring dengan pemikiran pengembangan energi alternatif di dunia, muncul dampak negatif yang disebut dengan istilah “silent tsunami” yang akhir-akhir ini booming di skala internasional untuk mengambarkan adanya bahaya krisis pangan yang dialami hampir seluruh dunia. Berdasarkan informasi president Word Bank adapun salah satu penyebab utama kenaikan harga pangan pada tiga tahun terakhir secara potensial mengakibatkan 100 juta penduduk di negara berpendapatan rendah menjadi penduduk sangat miskin, ini disebabkan terjadinya permintaan etanol dan biofuel yang melonjak tinggi.

Masalah pangan meningkat karena naiknya harga pangan. Satu fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya di dunia pertanian. Dalam beberapa tahun terakhir, harga beras naik dari $65 per ton sampai dengan tahun 2000, menjadi sekitar $330 per ton di tahun 2005 dan sekarang $700 per ton; harga gula naik dari $220, $550 dan $700 per ton pada tahun 2000, 2005 dan 2008; harga kedelai naik $320 tahun 2000, $600 per ton sampai satu tahun terakhir; begitu juga gandum naik dari $300 per ton menjadi $700 per ton, hanya kelapa sawit yang semula menunjukan kenaikan $ 220 per ton menjadi $ 1100 per ton dan pada tahun ini terjadi penurunan drastis.

(30)

48 juta ton jagung untuk bahan etanol. Brazil menggunakan tebu dan Indoensia memanfaatkan minyak kelapa sawit untuk memproduksi biofuel. Ketiga, meningkatnya komoditas pangan juga disebabkan kebutuhan ternak untuk memproduksi ternak yang lebih banyak. Produk pertanian untuk manusia juga digunakan untuk pakan ternak. Keempat, seiring dengan kemunduran di pasar modal dan pasar financial global, banyak investor yang mengalihkan ke sektor lain industri, transportasi. Kelima, disebabkan dinamika ekonomi internasional. Ekonomi Cina dan India yang berpopulasi raksasa tumbuh tinggi, juga menyebabkan orang Cina dan India lebih sejahtera dari sebelumnya.

Penyebab lain peningkatan harga pangan dunia yang berdampak pada potensi gejolak sosial dan kerusuhan, merupakan tantangan globalisasi dan era makanan murah sudah berakhir, masalah tersebut utamanya disebabkan demand side bukan masalah kegagalan panen tetapi tekanan permintaan yang begitu tinggi dari beberapa negara seperti China, India. Salah satu cara yang dianjurkan adalah menghentian subsidi biofuel di negara kaya.

Untuk menjadi alternatif bahan bakar fosil, biofuel harus menghasilkan keseimbangan energi positif, memiliki manfaat lingkungan, secara ekonomi yang layak, dan jumlah produksi kuantitas yang besar tanpa mempengaruhi pada keamanan pangan

(31)

Runge dan Huang (2007) menunjukkan bahwa produksi generasi pertama

biofuel memiliki dampak negatif terhadap ketahanan pangan karena mengkonsumsi banyak makanan. Menggunakan tanaman pertanian non sebagai bahan baku, produksi biofuel generasi kedua tidak akan mempengaruhi ketahanan pangan dan akan meningkatkan lingkungan untuk menjadi lebih baik dari biofuel generasi pertama. Dalam rangka untuk memproduksi biofuel secara berkelanjutan, pergeseran dari produksi biofuel generasi pertama ke biofuels

generasi kedua adalah dianjurkan

Di dunia nyata, produksi dan penggunaan biofuel mungkin memiliki dampak positif terhadap lingkungan, tetapi tidak benar-benar hasilnya tergantung pada faktor-faktor tertentu seperti situs, teknologi produksi, pasar dan lainnya. Misalnya Farrel menyimpulkan bahwa untuk produksi dan penggunaan bioethanol

membuat kontribusi terhadap kemandirian energi dan perbaikan lingkungan. Sementara Crutzen mengungkapkan bahwa hasil produksi biodiesel dalam peningkatan emisi gas rumah kaca karena penggunaan pupuk nitrogen dan Patzek dan Pemintal menemukan bahwa keseimbangan energi dalam memproduksi etanol dari jagung adalah negatif. Scharlerman dan Laurance menyatakan bahwa perbandingan dengan bahan bakar fosil ada 12 jenis biofuel memiliki dampak lingkungan yang lebih besar daripada bahan bakar fosil, termasuk bioetanol jagung di AS bioethanol tebu dan biodiesel kedelai di Brazil dan minyak sawit di Malaysia.

(32)

penentu kebijakan dalam pengembangan industri biofuel. Siklus hidup penilaian (LCA) adalah sebuah metode yang cocok untuk tujuan ini dan secara luas digunakan dalam penilaian dampak yang terkait dengan biofuel.

Berdasarkan uraian di atas untuk mengatasi masalah energi di Indonesia perlu kebijakan yang diambil khususnya dalam pemilihan macam bahan bakar nabati yang sesuai dengan kondisi lahan tersedia. Berdasarkan rencana pemerintah maka akan dipilih sumber tumbuhan yang cocok untuk kondisi Indonesia yaitu tumbuhan singkong, tebu, sawit dan jarak pagar. Dalam penelitian ini sesuai dengan topik akan dipilih bahan baku nabati untuk pengembangan biodiesel adalah kelapa sawit.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, terlihat dengan adanya masalah energi dunia berdampak terhadap kebutuhan energi di Indonesia dan selanjutnya akan berimbas terhadap perkembangan industri turunan kelapa sawit nasional yang diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk dan berkembangnya sektor industri dan transportasi.

Untuk menunjang pengembangan produksi biodiesel sudah saatnya aturan wajib menggunakan biofuel bagi industri, pembangkit listrik dan transpotasi umum untuk pasar domestik. Berkaitan dengan mengatasi ketersediaan energi di Indonesia dengan pendukung peraturan pemerintah tentang penggunaan biofuel

maka pelaksanaan penelitian mengacu pada beberapa permasalahan :

(33)

2. Bagaimana dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap industri produk turunan kelapa sawit di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis keragaan pasar biodiesel dari industri turunan kelapa sawit di Indonesia

2. Menganalisis dampak pengembangan industri biodiesel dari kelapa sawit terhadap industri turunan kelapa sawit di Indonesia

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan mikro-makro-ekonometrika, yang dikembangkan dengan menitikberatkan pada fungsi sisi permintaan dan penawaran komoditi yang digunakan. Sementara data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan dengan priode waktu dari tahun 1989 sampai 2009.

Pemilihan komoditi energi alternatif dititikberatkan berdasarkan pada komoditi yang secara strategis berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan tersedianya lahan. Untuk komoditi energi alternatif hanya dibatasi pada tanaman kelapa sawit. Hasil produksi yang diharapkan berdasarkan bahan baku yang digunakan berupa biodiesel sebagai produk turunan non pangan. Sedangkan produk turunan industri kelapa sawit berbasis pangan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan output yang dominan terdiri dari Minyak Goreng, Margarin.

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prospek Biofuel di Indonesia

Selama lima tahun terakhir, produksi minyak Indonesia telah menurun karena penurunan produksi minyak waduk di sumur. Di lain sisi, peningkatan jumlah penduduk Indonesia telah meningkatkan akan kebutuhan sarana transportasi dan industri serta kegiatan yang menunjukkan meningkatnya konsumsi dan permintaan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan bakar, pemerintah telah mengimpor beberapa bahan bakar. Menurut Dirjen Minyak dan Gas Bumi, impor minyak bumi yang terus meningkat signifikan dari 106.9 juta barel per tahun. Tahun 2002 menjadi 116.2 juta barel pada tahun 2003 dan 154.4 juta barel pada tahun 2004. Dalam hal jenis produk impor minyak bumi, bahan bakar solar penyumbang terbesar volume impor untuk bahan bakar minyak dalam setiap tahun. Pada tahun 2002, impor dari jenis bahan bakar mencapai 60.6 juta barel atau terdiri dari 56.7 persen dari total impor bahan bakar, terjadi kenaikan 61.1 dan 77.6 juta barel pada tahun 2003 dan 2004.

Ketergantungan Indonesia pada impor minyak bumi telah membebani pemerintah ketika harga minyak dunia terus meningkat hingga mencapai di atas USD 70 per barel pada Agustus 2005, untuk menjaga kestabilan ekonomi pemerintah memberikan subsidi terhadap harga Bahan Bakar Minyak. Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengurangi subsidi minyak yang diterapkan dalam dua tahap yaitu pada Maret dan Oktober 2005.

(35)

turun 27 persen setelah promulgating yang harga minyak pada 1 Oktober 2005 yang meningkat dari 191.0 ribu kiloliter per hari menjadi 139.8 ribu kiloleter pe r hari. Bahan bakar diesel yang ditolak 30.3 persen dari 77.0 ribukiloliters ke 53.6 ribu kiloliters per hari. Sementara, yang Premium slumped 36.8 persen dari 53.4 ribu kiloliters ke 33.7 kiloliters per hari. Alasan utamanya ini diperkirakan akan menurun karena berkurangnya daya beli masyarakat dan selektivitas lebih besar dari masyarakat dalam kegiatan sehari-hari memilih untuk menekan mereka menggunakan bensin.

Dengan kondisi di atas, pemerintah telah merencanakan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak dan telah diputuskan oleh Presiden memperkenalkan peraturan Nomor 5, 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan suatu energi alternatif sebagai substitusi untuk bahan bakar minyak.

Pemerintah Indonesia juga telah memberikan perhatian serius dari pengembangan biofuel oleh mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1, 2006 pada 25 Januari 2006 tentang penyediaan dan menggunakan biofuel sebagai energi alternatif. Beberapa Biofuels yang dapat dikembangkan adalah biodiesel dan bioethanol. Indonesia telah potensi yang besar untuk menghasilkan biodiesel dan

(36)
[image:36.612.130.501.157.331.2]

untuk menggantikan bahan bakar solar, dan tebu, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan rumbia yang dapat dibentuk sebagai bioethanol untuk menggantikan bensin. Tabel 6. Macam Tumbuhan dan Energi yang Diperoleh

Tumbuhan Oil Production Barrels of Oil Equivalent Elaies guineensis

(coconut plam)

3 600 - 4 000 33 900 - 37 700 Jatropha(castrol oil plant) 2 100 - 2 800 19 800 - 26 400 Aleurits fordii(kemiri seed) 1 800 - 2 700 17 000 - 25 500 Sacharum officinarum (sugar

cane)

2 450 16 000

Manithot esculenta(Cassava) 1 020 6 600

Ricinus comunis(jarak kepyar) 1 200 - 2 000 11 300 - 18 900 Sumber : Kementrian Energi Sumber Daya Mineral, 2008

Tabel 6 di atas menunjukkan contoh dari tanaman yang menghasilkan energi dengan potensi produksi minyak dalam liter per hektar dan energi setara 2.2. Potensi pengembangan Biodiesel dan Bioethanol

2.2.1. Biodiesel

(37)

Pengembangan biodiesel yang membutuhkan minyak mentah bio-bahan yang dapat dibentuk dari tanaman yang mengandung asam lemak seperti minyak mentah kelapa sawit, Jatropha curcas , Kelapa, soursop, annona, dan kapuk. Tanah Indonesia yang kaya sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk biodiesel. Crude Palm minyak merupakan salah satu calon bio-sumber untuk bahan baku minyak di Indonesia mengingat bahwa Indonesia memproduksi minyak kelapa sawit dalam volume yang besar dan meningkat setiap tahunnya.

Sebagai produsen terbesar kedua kelapa sawit di dunia, Indonesia memiliki potensi besar menjadi produsen dengan menggunakan biodiesel berbasis minyak kelapa sawit, baik dari kelapa sawit atau turunannya. Di Indonesia produksi kelapa sawit di tahun 2003 mencapai sekitar 9 juta ton, dan meningkat hingga 15 persen setiap tahun. Hampir seluruh produk kelapa sawit dapat diolah menjadi biodiesel, mulai dari yang terbaik berkualitas dengan gratis Fatty Acid

(FFA) kurang dari 5 persen menjadi lebih dari 70 persen dari Palm Distilat Fatty Acid (PFAD). Saat ini, sebagian besar kebutuhan nasional kelapa sawit yang diserap oleh pabrik minyak goreng dengan kebutuhan rata-rata 3.5 juta ton per tahun. Pabrik minyak goreng yang dapat menghasilkan PFAD sekitar 6 persen dari mereka perlukan, sehingga bisa mencapai 0.21 juta ton PFAD dalam satu tahun. Karena harga kelapa sawit masih tinggi (hingga US $ 400/tons), Rekayasa Pusat-PPT telah mengembangkan kelapa sawit Parit atau kelapa sawit Palm dari limbah pabrik minyak yang akan digunakan sebagai bahan baku biodiesel.

(38)

akhir masih kompetitif dibandingkan untuk harga solar yang masih dapat subsidi dari pemerintah.

Hasil penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, selain kelapa sawit, terdapat lebih dari 40 jenis minyak di biooil Indonesia yang potensial dapat digunakan sebagai bahan baku untuk biodiesel, seperti jarak minyak, minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak kapuk. Bahan baku di antara mereka, kastroli tanaman merupakan tanaman unggul untuk pengembangan biodiesel. Tanaman ini adalah sebagai calon bahan baku biodiesel karena dapat tumbuh di lahan kritis dan karakteristik minyak adalah cocok untuk biodiesel. Biaya operasional untuk mengembangkan minyak jarak tanaman lebih ekonomis dari kelapa sawit.

Untuk tujuan perbandingan, Biaya pengembangan dan pemeliharaan kebutuhan tanaman minyak jarak hanya 20 persen sampai 25 persen dari total biaya produksi. Sementara itu, minyak kelapa sawit memerlukan 40 persen menjadi 50 persen. Di Indonesia, masih banyak lahan kritis yang dapat digunakan untuk bahan bakar hijau perkebunan seperti kelapa sawit dan minyak jarak.

Menurut Badan Pusat Statistik (2006) area lahan kritis di Indonesia pada akhir tahun 2006 sekitar 27.1 juta hektar (7.9 juta hektar pada konservasi kawasan hutan dan 14,1 juta hektar hutan di luar kawasan konservasi).

(39)

seperti PT Rekayasa Industri dan Bandung Institute of Teknologi (ITB) berlokasi di NTB dengan luas wilayah 12 hektar (30 ribu pohon).

(40)

Dengan asumsi bahwa dengan penambahan produksi biodiesel sekitar 150 ribu kiloliter per tahun untuk periode 2006-2015, dan meningkat hingga 300 ribu kiloliter per tahun periode 2016-2025, sehingga target produksi biodiesel diproyeksikan sebagai berikut:

Tabel 7. Proyeksi Produksi Biodiesel, Tahun 2006 Sampai 2025

(Juta Kilo liter)

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2015 2025

Produksi 110.0 262.5 415.0 567.0 720.0 1500 4.700 Rata-rata

tambahan per tahun

152.5 152.5 152.5 152.5 156.0 156.0 320.0

Sumber : Kementrian Pertanian, 2009

Saat ini, pabrik biodiesel yang dimiliki oleh BPPT dengan kapasitas produksi 1.5 ton per hari telah beroperasi di Kawasan Puspitek Serpong, dan diperkirakan pada Juli 2006 kedua pabrik biodiesel milik BPPT juga akan beroperasi dengan kapasitas 3 ton per hari. Kedua pabrik menggunakan berbagai jenis bahan baku seperti minyak kelapa sawit di berbeda kualitas, minyak jarak, dan kualitas minyak yang dihasilkan dari minyak goreng dan kopra limbah pabrik. Pabrik pengolahan biodiesel yang tidak perlu tinggi biaya investasi, sehingga dapat dikembangkan melalui unit kecil dan dikelola oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sebagai gambaran, pabrik dengan produksi kapasitas 3 ton per hari hanya membutuhkan biaya investasi sebesar Rp. 3.9 juta dan payback periode

hanya sekitar 3 tahun.

(41)

persen dari kebutuhan Perusahaan Listrik Negara dan industri dapat diganti biodiesel maka kebutuhan biodiesel mencapai 3.60 juta kiloliter/tahun. Jumlah tersebut akan menjadi 4.12 juta kiloliter/tahun, jika sarana transportasi dengan kebutuhan 26 juta kiloliter solar, dapat memakai biodiesel 2 persen saja. Sementara kemampuan produksi biodiesel pada 2006 baru 110 000 kiloliter/tahun. Pada 2007 baru akan ditingkatkan kapasitasnya sampai 200.000 kiloliter/tahun. Dengan adanya faktor pertimbangan produsen lain pada tahun 2007, maka diperkirakan produksi biodiesel mencapai 400 000 kiloliter/tahun.

Kenyataan di atas sangat tergantung, pada situasi dan kondisi yaitu:

1. Mesin-mesin telah dirancang untuk berbahan bakar solar, apakah jika diganti biodiesel tidak timbul masalah baru berkaitan dengan permesinan ?. Jika timbul masalah baru dan perlu adanya mesin baru berbasis bahan bakar biodiesel maka jelas penggunaan solar tidak dapat ditinggalkan dalam waktu cepat, dan penggunaan biodiesel juga akan bergerak secara perlahan

2. Dari sisi harga, apakah ada jaminan jangka panjang bahwa harga biodiesel selalu lebih murah atau setidaknya sama dengan bahan bakar solar/bahan bakar minyak bumi? Hal ini juga sangat bergantung dari kemampuan memproduksi minyak jarak/kelapa sawit sebagai bahan baku minyak diesel, serta kondisi pasar dunia dengan segala dinamikanya.

(42)

masalah budidaya tananaman juga perlu diperhitungkan dampak lain seperti pengubahan fungsi hutan menjadi perkebunan jarak/kelapa sawit.

2.2.2. Bioethanol

Dalam rangka untuk mengganti penggunaan minyak tanah, terdapat gasohol sebagai energi alternatif dihasilkan oleh campuran antara minyak bumi dan bioethanol. Bioethanol adalah sumber dari karbohidrat yang dihasilkan dari potensi bahan baku seperti jagung, manis kentang, cassavas, sagu, dan tebu. Setelah melakukan fermentasi proses, Bioethanol akan dihasilkan. Menurut penelitian BPPT, tanaman jagung adalah sangat unggul bioethanol sebagai bahan baku utama, tidak hanya lebih murah tapi juga volume Bioethanol sebagai hasil lebih besar daripada tanaman lainnya seperti ubi jalar, ubi kayu, sagu dan tebu. Satu ton jagung menghasilkan 400 liter Bioethanol, sedangkan ubi jalar, ubi kayu, sagu dan tebu hanya menghasilkan 166.6, 125, 90, dan 250 liter bioethanol masing-masing. Jagung dapat menghasilkan 99.5 persen atau bahan bakar etanol

(43)

perkebunan yang dapat menghasilkan 30 ton ubi jalar per hektar. Peternakan produk ini melibatkan 50 ribu petani. Profit yang dapat diperoleh oleh para petani ubi jalar dari pertanian ke industri pasokan gasohol sekitar Rp. 290 miliar per tahun. Dengan perkiraan permintaan gasohol untuk kendaraan di 2010 akan menjadi 200 ribu kiloliter, sedangkan pada tahun 2915 dan 2020 adalah 600 dan 1.1 kilo liter juta masing-masing. Dalam rangka untuk mencapai target, diperlukan gasohol pengembangan industri yang memiliki kapasitas 200 ribu kiloliter pada tahun 2010.

Menurut Badan Pengkajian Penelitian Teknologi (2006), saat ini terdapat 6 produsen etanol di Indonesia dengan total produksi 174 ribu kiloliter pada tahun 2002. Meski demikian, sebagian besar mereka masih memfokuskan bagaimana untuk memenuhi kebutuhan industri dan ekspor. Sementara, Indonesia Koordinasi investasi Board menyatakan bahwa sampai pertengahan tahun 2005 terdapat sebelas investor yang sudah siap untuk membangun pabrik Bioethanol dan biodiesel di Indonesia dengan kapasitas mulai dari 50 ribu hingga 150 ribu kilolitres per tahun. Tiga perusahaan di antaranya telah disiapkan untuk membangun Bioethanol pabrik di Lampung dan ini diprediksi akan selesai tahun depan dengan total kapasitas sampai kiloliter ke 300 ribu per tahun.

2.3 Kebijakan Pemerintah

(44)
[image:44.612.140.503.340.497.2]

nabati dengan menerbitkan blue print dan road map untuk mewujudkan pengembangan bahan bakar nabati tersebut. Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia Nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Ditambah dengan penerbitan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2006 tertanggal 25 januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels), sebagai energi alternatif .

Tabel 8. Sumber Energi Terbaharukan di Indonesia

Sumber : Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2008

Dalam rangka mengantisipasi kelangkaan energi di masa mendatang, perlu dikaji potensi sumber energi lain terutama energi yang dapat diperbarui. Indonesia diketahui memiliki berbagai macam sumber energi yang dapat diperbaharui seperti energi air, angin, matahari, panas bumi dan energi biomas.

Salah satu sumber energi biomas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah energi biomas yang berasal dari minyak kelapa sawit atau disebut biodiesel, selain itu dapat juga berasal dari jagung untuk menghasilkan

Jenis sumber energi Kapasitas terpasang (MW)

Hidro 4 200.00

Mikrohidro 206.00

Geotermal 807.00

Biomass 302.40

Surya 6.00

(45)

bioethanol. Beberapa bentuk alternatif energi yang dapat menggantikan minyak bumi untuk kebutuhan masyarakat banyak dapat dibagi dalam beberapa klasifikasi sebagai berikut : Klasifikasi energi sama dengan klasifikasi sumber daya alam, antara lain energi tidak terbarukan dan energi terbarukan. Energi terbarukan merupakan energi yang dapat dihasilkan kembali, secara alami atau dengan bantuan manusia. Sedangkan energi tidak terbarukan merupakan energi yang dapat habis sekali pakai. Klasifikasi ini harus memperhatikan aspek lain, seperti aspek pemakaian (use) dan aspek komersial (commercial). Sumber energi, dilihat dari aspek pemakaian, terdiri atas energi primer dan energi sekunder.

(46)

Secara ekonomi, jika harga energi fosil di level tingggi, biofuel akan kompetitif. Brazil memproduksi etanol dari tebu dengan biaya produksi hanya $0.16 per liter atau $26 per barrel sedangkan di Amerika Serikat sekitar $59 per barrel. . Namun diperkirakan untuk Indonesia biaya diproduksi di bawah $60 per barrel sehingga diperkirakan biofuel akan menjadi komoditi kompetitif. Dari berbagai sudut pandang tersebut hampir semua mendorong industri biofuel. Bagi sektor pertanian yang redup dan terpinggirkan kembali perlu diperhatikan, selama ini produk pertanian amat tergantung pada pasar tradisional (pangan, pakan dan sandang) dan sekarang mempunyai peluang besar diversifikasi di pasar energi. Dengan menurunnya harga minyak kelapa sawit akhir-akhir ini maka akan menambah kesempatan bagi pengusaha sawit yang mempunyai hasil produksi minyak kelapa sawit 17.2 ton per tahun untuk mengalokasikan sebagian sebagai bahan baku biofuel. Secara nasional kebutuhan Bahan Bakar Minyak Indonesia berbagai sektor cukup besar. Kebutuhan yang demikian besar ini terbentur dengan akses masyarakat terhadap perolehan yang masih terbatas, bukan saja karena kemampuan atau daya beli konsumen yang rendah, tetapi juga karena belum semua potensi sumberdaya energi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal inilah yang menjadi satu alasan pemerintah untuk memberi subsidi Bahan Bakar Minyak kepada rakyat. Subsidi tersebut meliputi tiga jenis komoditas yaitu premium (20 juta kiloleter), solar (22 juta kiloliter) dan minyak tanah (12 juta kiloleter) yang menempati angka 63 persen dari energi final.

Informasi dari kementrian sumberdaya alam dan energi menyatakan ada beberapa alternatif tanaman yang merupakan prioritas utama dapat dijadikan

(47)

sedangkan tanaman sawit dan jarak pagar untuk menghasilkan biodiesel atau solar.

Sumber : Kementrian Ekonomi Sumer Daya Mineral, 2006 Gambar 2 . Bahan Baku Bahan Bakar Nabati

(48)

Tabel 9. Tumbuhan Penghasil Biodiesel Yang Dapat Dikembangkan di Indonesia

No Nama Indonesia Nama Latin Sumber Kadar persen-Bkr

P/NP

1 Alpukat Hodgsonia Macrodcarpa

Daging Buah 40-80 P

2 Jagung Zea Mays Germ 33 P

3 Jarak Kaliki Ricinus Comnunis Biji 45-50 P 4 Jarak Pagar Arachis Hypogea Biji 35-55 NP 5 Kapuk/randu Ceiba petandra Biji 24-40 NP 6 Karet Havea Brasiliensis Biji 40-50 P 7 Kayu manis Cinnamomun

burmani

Biji 30 P

8 Kecipir Psophocarpus tetrag

Biji 15-20 P

9 Kelapa Cocos mucifera Daging Buah 60-70 P 10 Kemiri Aleurites

Moluccana

Inti Biji 57-69 NP

11 Padi Oryza Sativa Dedak 20 P

12 Pepaya Crica Papaya Biji 20-25 P

13 Rambutan Nephellium lappacean

Inti Biji 37-43 P 14 Randu alas Bombax

malabaricum

Biji 18-26 NP

15 Sawit Elaeis guineensis Daging Buah 46-54 P Sumber : Majalah Komoditi, 2006

Keterangan :

BKR : kering

P : minyak/lemak pangan (edible fat/oil) NP : minyak/lemak nonpangan(nonedible fat/oil)

2.4. Klasifikasi Sumber Energi

Dari klasifikasi sumber energi pada tabel 10 sesuai dengan rencana pemerintah dalam mengembangkan energi alternatif adalah berasal dari Bahan Bakar Nabati(BBN) atau biofuel. Yang termasuk dalam biofuel adalah biomassa dengan input tumbuhan, hewan dan senyawa organik. Adapun prospek pengembangan biofuel diarahkan pada biodiesel, bioetanol, biooil/biokeosene.

(49)
[image:49.612.122.507.109.384.2]

Tabel 10. Klasifikasi Sumber Energi Berdasarkan

ketersediaan

Berdasarkan nilai

komersial Berdasarkan pemakaian

1. Tidak terbarukan

• Minyak bumi

• Batubara

• Uranium

• Bijih mineral 2. Terbarukan

• Tenaga angin

• Tenaga air

• Panas bumi

• Tenaga surya

• Samudera

• Biomassa

1. Komersial

• Minyak bumi

• Gas alam

• Batubara

• Tenaga air

• Panas bumi

• Uranium 2. Non komersial

• Kayu bakar

• Limbah pertanian 3. Energi baru

• Tenaga surya

• Tenaga angin

• Tenaga Samudera

• Biomassa

1. Primer

• Minyak bumi

• Gas alam

• Batubara

• Tenaga air

• Panas bumi 2. Sekunder

• Listrik

• LPG

• BBM

• Gas alam

• Briket

• batubara

Sumber : Ditjen Migas, Kementrian Ekonomi Sumer Daya Mineral 2008 2.5. Tantangan Masa Depan Biofuel

2.5.1. Tantangan Produksi

Pengembangan bioethanol dan biodiesel perlu motor yang bergerak dan modal yang besar untuk keuangan budidaya bahan baku baik dalam hal pengadaan lahan, bibit, fertiliser obat atau aspek. Perusahaan besar yang beroperasi di perkebunan dan peternakan yang diharapkan dapat menjadi motor yang bergerak untuk usaha ini akibat tingginya biaya nya dan pengembangan pertanian.

(50)

yaitu membangun kepercayaan tanaman jarak antara petani dan pengusaha atau pemilik dari pengolahan minyak jarak.

Meskipun tanaman jarak sangat potensial untuk dikembangkan sebagai energi baru dengan harga murah, memiliki kemampuan untuk tumbuh di lahan kritis dan dapat meningkatkan pendapatan petani, tidak semua orang menyadari potensi mereka.

Penggunaan dan komersialisasi biodiesel dan bioethanol di Indonesia barangkali tidak dapat dilihat dalam waktu dekat. Hal ini bisa terjadi karena tidak tersedianya peraturan dan hukum yang jelas dalam industri ini dan standardisasi penggunaan bahan untuk teknologi biodiesel dan bioethanol dapat membuat kesulitan bagi pengusaha dan industriawan dalam mencari pembiayaan dan menjalankan bisnis mereka. Selain itu, kurangnya jaringan distribusi dan infrastruktur juga menghambat pemasaran dari biodiesel dan bioethanol di pasar domestik. Akibatnya, sebagian besar bioethanol dan biodiesel yang diproduksi di Indonesia saat ini ditujukan untuk ekspor pasar.

2.5.2. Tantangan Biofuel dan Ketahanan Pangan

2.5.2.1. Biofuel dan Pangan Saling Mendukung

(51)

dengan (dan mengancam ketersediaan) pangan. Kekuatiran ini mengakibatkan sebagian menentang pengembangan Bahan Bakar Nabati.

Sebenarnya tak perlu mengkuatirkan terjadinya persaingan “pangan versus bahan bakar” tersebut, karena para periset dan pengembang teknologi Bahan Bakar Nabati sebenarnya telah sejak lama menyadari marabahaya itu dan kini sedang melakukan (bahkan hampir menuntaskan) pengembangan teknologi Bahan Bakar Nabati generasi kedua. Generasi ke dua ini adalah teknologi pembuatan Bahan Bakar Nabati dari bahan-bahan yang secara ilmiah dikenal dengan nama bahan lignoselulosa dan mencakup antara lain bagas tebu, jerami dan sekam padi, batang dan tongkol jagung, tandan kosong sawit, dan kayu (perhatikan bahwa contoh-contoh yang disebut ini sebagian besar adalah sisa panen produk pangan). Pabrik biodiesel generasi kedua yang pertama (disebut pabrik biodiesel BTL atau Biomass-To-Liquids) telah mulai beroperasi tanggal 18 April 2008 di Freiberg, Jerman, memproduksi 18 juta liter/tahun biodiesel BTL dari bahan mentah limbah kayu (dahan, ranting, dan sisa pemotongan). Pabrik-pabrik demonstrasi bioetanol generasi kedua kini sedang dibangun di Amerika Serikat dan Kanada (berlainan dengan di Eropa, bagian terbesar kendaraan transportasi di Amerika Utara berbahan bakar bensin). Presiden A.S., G.W. Bush, rasa-rasanya tak mungkin mendeklarasikan program “20 in 10” (substitusi 20 Bahan Bakar Minyak oleh Bahan Bakar Nabati pada 2017 alias 10 tahun sejak tahun pendeklarasian yaitu 2007), tanpa jaminan bahwa teknologi bioetanol generasi kedua sudah komersial sebelum tahun 2015.

(52)

akan bersaing dan bahkan saling mendukung (meningkatkan nilai tambah) dengan pangan. Sekarang ini, kita bangsa Indonesia sebaiknya mengantispasi dengan baik era BBN dunia dengan mengembangkan tumbuh-tumbuhan penghasil bahan pangan (a). menghasilkan biomassa sisa panen besar (padi, sawit, kelapa, jagung, tebu, sorgum, jali/hanjeli, dll.) dan (b). tumbuh cepat sehingga bisa dirotasi tebang-tanam dalam jangka 3 – 8 tahun (contoh : kacang hiris/gude, sukun, kelor, dll.).

2.5.2.2. Biofuel versus Ketahanan Pangan

(53)
(54)

mengimpor buah-buahan dan sayur, seperti apel, jeruk, pir, kentang, bawang, dan lain-lain. Tampak ironis ketika situasi ini membuat Negara yang pernah mengklaim diri sebagai Negara agraris, justru masuk menjadi Negara pengimpor bahan pangan terbesar di dunia.

(55)

ketiga, menyediakan energi kepada masyarakat dalam jumlah yang cukup dengan harga yang terjangkau. Di samping itu, demi mengurangi ketergantungan yang tinggi terhadap Bahan Bakar Minyak, maka pemerintah mulai menggalakkan pemanfaatan energi alternatif, khususnya biofuel.

Timbulnya Persaingan Kepentingan Energi dan Pangan adalah

suatu pandangan yang dangkal dan prematur bila gencarnya peningkatan produksi minyak Bahan Bakar Nabati (BBN), dipandang sebagai kebijakan yang bijaksana. Tidak menafikan pula bahwa Bahan Bakar Nabati bersifat renewable. Beberapa pihak yang berpandangan optimis berpendapat bahwa strategi peningkatan produksi Bahan Bakar Nabati tersebut mempunyai banyak dampak posistif, seperti ramah lingkungan, bahan baku berasal dari sumber daya domestik, membuka lapangan kerja baru di pedesaan, sampai dengan argumen ketahanan energi untuk negara. Jika harga minyak global tetap tinggi, diperkirakan produk biofuel ini memang akan tetap kompetitif; dan beberapa negara telah lebih dulu memproduksi biofuel dalam jumlah besar. Diantaranya, Brazil memproduksi bioetanol dengan bahan baku jagung dan tebu, Amerika menggunakan kedele dan jagung, Filipina menggunakan kelapa, dan Cina menggunakan jagung dan gandum.

(56)

produsen gula seperti Brazil memilih mengonversi komoditas itu menjadi etanol untuk menggantikan atau menyubstitusi bahan bakar minyak . Lain halnya dengan Amerika. Sejak Amerika Serikat (AS) mengumumkan hasil risetnya yang menyebutkan komoditas jagung lebih ekonomis dibanding gula dalam produksi etanol, kontan harga gula langsung anjlok ke harga 400 dollar AS. Sebaliknya harga jagung melonjak dari sekitar 135 dollar AS per ton pada bulan Agustus menjadi 210 dollar AS per ton sampai di pelabuhan Indonesia pada bulan Oktober 2006.

Amerika Serikat telah memutuskan memproduksi etanol dengan menggunakan jagung, bukan gula. Selama setahun, yakni dari Oktober 2005 hingga Oktober 2006, AS mulai membangun 54 pabrik etanol. Direktur Earth Policy Institute Lester R Brown memperkirakan, dengan lama konstruksi satu pabrik sekitar 14 bulan, semua pabrik akan berproduksi pada akhir 2007. Jika semuanya beroperasi akan dihasilkan empat miliar galon etanol. Produksi ini akan membutuhkan 39 ton komoditas biji-bijian yang dipastikan hampir semuanya dari jagung .

2.5.2.3. Peta Lahan sebagai Pengembangan Bahan Bakar Nabati

(57)

maupun di kawasan timur Indonesia. Potensi lahan untuk kelapa sawit umunya bervariasi, yaitu lahan berpotensi tinggi, sedang dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi adalah lahan yang memiliki Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) untuk kelapa sawit tergolong sesuai (>75persen) dan sesuai bersyarat (<25persen). Lahan berpotensi sedang memiliki KKL(Kelas Kesesuaian Lahan) tergolong sesuai (25-50persen) dan sesuai bersyarat (50-75persen). Sementara lahan berpotensi rendah memiliki KKL tergolong sesuai bersyarat (50-75persen) dan tidak sesuai (25-50persen). Penyebaran areal yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit tersebut terdapat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (454.468 ha), Sumatera Utara (285 652 ha), Sumatera Barat (47 796 ha), Riau (1 557 863 ha), Jambi (511 433 ha), Sumatera Selatan (1 350 275 ha), Kalimantan Barat (1 252 371 ha), Kalimantan Tengah (1 401 236 ha), Kalimantan Timur (2 830 015 ha), Kalimantan Selatan (965 544 ha), Irian Jaya (1 511 276 ha) dan Sulawesi Tengah (215 728 ha).

Pada saat ini areal pengembangan kelapa sawit yang berpotensi tinggi sudah terbatas ketersediaannya. Areal yang masih cukup tersedia dan berpeluang untuk dikembangkan adalah yang berpotensi rendah-sedang. Areal tersebut

memiliki beberapa faktor pembatas, sebagai berikut :

(58)

2. Topografi, areal yang berbukit-bergunung dengan kelerengan 25-40persen (areal dengan kemiringan lereng di atas 40persen tidak disarankan untuk pengembangan tanaman kelapa sawit).

3. Kedalaman efektif tanah yang dangkal, terutama pada daerah dengan jenis tanah yang memiliki kandungan batuan yang tinggi dan kondisi drainase

kurang baik. 4. Lahan gambut.

5. Drainase yang jelek pada dataran pasang surut, dataran alluvium, dan lahan gambut.

6. Potensi tanah sulfat masam pada daerah dataran pasang surut.

(59)

Iklim di Indonesia sangat sesuai untuk tebu. Indonesia juga merupakan negara terkaya sumberdaya genetik tebu dan di yakini sebagai daerah asal tebu dunia (Papua). Dari identifikasi kesesuaian lahan yang pernah dilakukan, saat ini setidaknya tersedia sekitar 2 juta ha lahan yang sesuai untuk tanaman tebu. Lahan tersebut tersebar di Papua (mayoritas), Kalimantan, dan Maluku. Dengan perencanaan, kebijakan dan pengembangan yang tepat, sangat mungkin Indonesia akan dapat kembali menjadi negara eksportir gula sekaligus menjadi produsen bioetanol dari tebu, sama seperti Brazil.

Selain itu para ahli gula dunia berpendapat bahwa Indonesia berpotensi untuk mengembangkan industri berbasis gula. Indonesia termasuk salah satu dari 33 negara yang dikenal sebagai IOR (Indian Ocean Rim), yang berperan penting dalam pergulaan dunia. Karena Indonesia mampu menghasilkan 34persen produksi gula dunia, mengonsumsi 29persen konsumsi gula dunia, dan menyuplai 33persen ekspor gula dunia. Ke-14 negara di antara 33 negara IOR, yang dipandang sebagai eksportir gula dunia, yaitu India, Pakistan, Madagaskar, Afrika Selatan, Zimbabwe, Zambia, Sudan, Swaziland, Vietnam, Thailand, Mauritius, Autralia, dan Indonesia. Memang sekarang Indonesia masih menjadi negara importer gula yang amat besar, tetapi penilaian para ahli gula dunia bahwa Indonesia berpotensi besar untuk menjadi negara produsen dan ekspotir gula dunia bukanlah suatu penilaian yang mengada-ada dan tak berdasar.

2.6. Generasi Bahan Bakar Transportasi

(60)

bahwa berdasarkan jebis bahan bakar dan otomotif yang akan mendominasi pasar, dunia kan dihadapkan pada empat generasi bahan bakar transportasi, yaitu : 1. Generasi pertama, merupakan generasi Bahan Bakar Minyak (BBM)

berbasis petroleum (minyak bumi) yang diperkirakan akan mendominasi pasar hingga tahun 2010.

2. Generasi kedua, merupakan generasi Bahan Bakar campuran antara Bahan Bakar Minyak terbarukan dan Bahan Bakar Minyak

Gambar

Tabel  6.  Macam Tumbuhan dan Energi yang Diperoleh
Tabel 8.  Sumber Energi Terbaharukan di Indonesia
Tabel 10.  Klasifikasi Sumber Energi
Gambar 4.  Kurva Transformasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

(RBDPO), dan olein. Teknologi produksi biodiesel dari minyak sawit cukup sederhana dan dapat dilakukan pada skala kecil maupun besar. Pada dasarnya biodiesel diproduksi melalui

DAMPAK EKSPOR SKALA BESAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PARA STAKEHOLDER DI INDONESIA DAN

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa campuran minyak sawit merah dan minyak kelapa dengan formula red palm stearin/red palm olein (1:1) dan minyak kelapa

Beberapa alasan perlu peningkatan penggunaan EBT terutama bahan bakar biodiesel kelapa sawit adalah: Indonesia mempunyai potensi besar di bidang produksi kelapa sawit, untuk

Margarin salah satu produk turunan minyak kelapa sawit, melihat Gambar di atas menunjukan perkembangan produksi margarin dari waktu ke waktu terjadi kenaikan tahun 1988

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan biodiesel dengan bahan baku minyal kelapa sawit dan katalis heterogen berupa CaO yang didapatkan dari

Dari berbagai skenario yang dilakukan ternyata kombinasi peningkatan harga ekspor minyak goreng Indonesia yang disertai penurunan suku bunga riil dan kenaikan upah

Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan produksi stearin sebagai indikator pengembangan produk turunan sawit sebesar 20 persen berdampak pada peningkatan ekspor produk