• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia"

Copied!
255
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL DARI KELAPA

SAWIT TERHADAP KEMISKINAN, PENGANGGURAN

DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

DI INDONESIA

DISERTASI

RAFIAN JONI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

disertasi saya yang berjudul “DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL

DARI KELAPA SAWIT TERHADAP KEMISKINAN, PENGANGGURAN

DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA”, merupakan gagasan

atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi

Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

(3)

ABSTRACT

RAFIAN JONI. Impact of Palm Oil Based Biodiesel Development on Poverty, Unemployment and Growth in Indonesia (HARIANTO, as Chairman, E. GUMBIRA SA’ID and NUNUNG KUSNADI, as Members of the Advisory Committee)

Crude oil price increase can disturb Indonesian macroeconomic indicators such as growth, unemployment and poverty. As the biggest crude palm oil producer in the world, Indonesia can develop palm oil based biodiesel to reduce the negative impact of crude oil price increase on growth, unemployment and poverty in Indonesia. This study aimed to analyse impact of palm oil based biodiesel development on growth, unemployment and poverty in Indonesia that combined with government policy using simultaneous equation econometric models that consist of 35 structural equations and 7 identity equations. This model used 2SLS’s method. This study found that palm oil based biodiesel development can create a growth, reduce unemployment and poverty in Indonesia. Simulation may be applied to know the impact of policy on growth, unemployment and poverty in Indonesia by palm oil based biodiesel development. The result of this simulation can be used to formulate the best policy to develop palm oil based biodiesel. It shows that the export tax increase, rupiah exchange rate decrease, rise of palm oil plantation area, bank interest decrease and increase of government expenditure in agriculture, infrastructure and industry will give higher positive impact on growth, unemployment and poverty but the moratorium of palm oil plantation area expansion give a negative impact. In line with this study, if crude palm oil base biodiesel development can be synergized with the export tax increase and increase of government exppenditure in agriculture, infrastructure and industry then growth, unemployment and poverty reducing in Indonesia will be more better and qualify. Rupiah exchange rate decrease should be observed by the government carefully because its impact can reduce production of crude palm oil, palm oil plantation area and agricultural production. Export tax for crude palm oil products still can be applied in the long run but it should be allocated to support palm oil plantation productivity improvement programs.

Keywords : Crude Palm Oil, Biodiesel, Growth, Unemployment, Poverty,

(4)

RINGKASAN

RAFIAN JONI. Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit terhadap Kemiskinan, Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (HARIANTO, sebagai Ketua, E. GUMBIRA SA’ID dan NUNUNG KUSNADI, sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Kenaikan harga minyak bumi dapat mengganggu indikator makroekonomi Indonesia seperti pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan. Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia dapat mengembangkan biodiesel dari minyak kelapa sawit untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan harga minyak bumi terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan di Indonesia yang dipadukan dengan kebijakan pemerintah. Untuk mencapai tujuan ini, digunakan pendekatan ekonometrika dengan membangun model sistem persamaan simultan yang terdiri atas 35 persamaan struktural dan 7 persamaan identitas. Model ini diduga dengan metode 2SLS. Hasil pendugaan parameter model kemudian digunakan untuk melakukan simulasi skenario-skenario kebijakan yang relevan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit berdampak positif karena dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan di Indonesia melalui pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit. Hasil simulasi digunakan untuk merumuskan kebijakan terbaik untuk pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan produksi biodiesel dari minyak kelapa sawit yang dikombinasikan dengan kebijakan kenaikan pajak ekspor, penguatan nilai tukar Rupiah, peningkatan luas areal kebun kelapa sawit, penurunan suku bunga perbankan dan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pertanian, infrastruktur dan industri memberikan dampak yang lebih positif terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan pengangguran dan jumlah penduduk miskin di Indonesia dengan dampak terbaik dihasilkan oleh peningkatan produksi biodiesel dari minyak kelapa sawit yang dikombinasikan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah. Peningkatan produksi biodiesel dari minyak kelapa sawit yang dikombinasikan dengan kebijakan moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit berdampak negatif karena menurunkan kinerja pertumbuhan ekonomi, penurunan pengangguran dan kemiskinan.

Mengingat Indonesia saat ini merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan kecenderungan meningkatnya harga minyak bumi maka sudah seharusnya Indonesia semakin fokus dan serius mengembangkan biodiesel dari minyak kelapa sawit.

(5)

ii

dampak yang semakin baik terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia maka pemerintah sebaiknya terus mendorong pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit dan meningkatkan pengeluaran pemerintah terutama untuk mendukung riset-riset pertanian dan industri hilir kelapa sawit serta peningkatan infrastruktur jalan, pembangkit tenaga listrik dan pelabuhan.

Penguatan nilai tukar rupiah perlu diperhatikan secara seksama oleh pemerintah mengingat dampaknya yang dapat menurunkan ekspor minyak kelapa sawit secara signifikan, menurunkan luas perkebunan kelapa sawit, menurunkan produksi tandan buah segar kelapa sawit dan pada akhirnya menurunkan nilai produksi sektor pertanian.

Penerapan pajak ekspor secara umum dapat terus diberlakukan karena tidak memberikan dampak yang negatif baik terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan maupun terhadap industri minyak kelapa sawit, industri minyak goreng sawit dan perkebunan kelapa sawit. Untuk mewujudkan asas keadilan, penerimaan hasil pungutan pajak ekspor sebaiknya digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengembangan industri kelapa sawit nasional terutama dalam hal peningkatan produktivitas yang masih kalah jauh dibandingkan dengan Malaysia dan pengembangan industri hilir kelapa sawit untuk menghasilkan nilai tambah yang lebih baik.

Kebijakan moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit patut untuk ditinjau ulang karena berpotensi menurunkan kinerja pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Kebijakan ini juga berpotensi untuk menurunkan kinerja produksi minyak kelapa sawit nasional sehingga target produksi pada tahun 2020 yang ditetapkan sebesar 40.25 juta ton tidak akan tercapai. Kebijakan ini juga dapat menurunkan produksi tandan buah segar kelapa sawit sehingga nilai produksi sektor pertanian juga ikut turun.

Perluasan perkebunan kelapa sawit terutama pada lahan-lahan kritis yang didedikasikan untuk pengembangan biodiesel dari kelapa sawit layak dipertimbangkan mengingat kebijakan ini juga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan. Perluasan lahan yang didedikasikan untuk pengembangan biodiesel, dengan dukungan insentif pemerintah secara jangka panjang dapat mengurangi potensi konflik yang mungkin terjadi terkait perebutan lahan untuk pangan atau energi.

(6)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

(7)

DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL DARI KELAPA

SAWIT TERHADAP KEMISKINAN, PENGANGGURAN

DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

DI INDONESIA

RAFIAN JONI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:

1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec

Staf Pengajar Program Studi Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:

1. Prof. (riset) Dr. Ir. Wayan Rusastra, MSc.

Peneliti Utama pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP)

(9)

Judul Disertasi : DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP KEMISKINAN, PENGANGGURAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : RAFIAN JONI

Nomor Pokok : H361064184

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui:

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Harianto, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id. MA.Dev Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

Anggota Anggota

Mengetahui:

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 8 Januari 1971 di Padang, sebagai anak ke-enam

dari 14 bersaudara, dari pasangan Rivai Rajo Batuah (almarhum) dan Yulinar

(almarhumah). Penulis beristrikan Retno Dwiwahju Harijani dengan putra-putri

Raditya Bagus Wirawan dan Rivana Syahira Maharani.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Teknik Sipil

Institut Teknologi Bandung pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan

pendidikan S-2 di Magister Manajemen Agribisis Institut Pertanian Bogor dan

meraih gelar Magister Manajemen Agribisnis pada tahun 2006. Pada tahun 2007,

penulis menempuh pendidikan S-3 di bidang Ilmu Ekonomi Pertanian di Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pengalaman kerja profesional yang pernah dijalani penulis adalah selaku

Project Engineer tahun 1995-1996 di P.T. Hutama Prima yang merupakan sebuah

perusahaan konstruksi dan rekayasa sipil yang berlokasi di Jakarta. Penulis kemudian mengikuti program Management Trainee tahun 1996-1997 di Perum Perumnas yang merupakan sebuah perusahaan pengembangan perumahan dan

permukiman milik pemerintah (Badan Usaha Milik Negara). Tahun 1997-2003

penulis bekerja di P.T. Anugrah Jaya Agung (owner Hotel Salak The Heritage Bogor) selaku Project Coordinator dan Finance & Accounting Manager. Pada tahun 2003 penulis mendapatkan pengalaman baru melalui penugasan menjadi

General Manager selama hampir satu tahun pada TAC Pertamina – Buana Sadpetra Sebasa, Ltd., yang merupakan sebuah perusahaan pengelola lapangan

(11)

ix

kembali ditugaskan di P.T. Anugrah Jaya Agung (Hotel Salak The Heritage Bogor) selaku Chief Executive Officer (CEO)

Pada tahun 2007, penulis mulai mencoba belajar menjadi pewirausaha

setelah lebih dari 10 tahun menjadi karyawan. Pada tahun 2007 penulis menjadi

salah satu pemegang saham P.T. Rawa Danau Ekowisata (Sempur Park

Hotel-Bogor) dan membantu membangun serta mengembangkan kembali Sempur Park

Hotel yang sempat terbengkalai selama hampir 10 tahun. Pada tahun 2007-2009

penulis menjadi salah satu Direksi di P.T. Rawa Danau Ekowisata (Sempur Park

Hotel-Bogor).

Pada tahun 2007 sampai sekarang penulis juga menjadi salah satu

pemegang saham merangkap Direktur Utama P.T. Liza Herbal International yang

berlokasi di Bogor. P.T. Liza Herbal International merupakan perusahaan swasta

nasional yang bergerak di bidang pengembangan produk kesehatan berbasis

herbal asli Indonesia yang dikemas dalam bentuk kapsul, teh dan minuman

kesehatan.

Sejak tahun 2010 sampai sekarang, penulis diangkat menjadi Direktur

Utama Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Darma Putra Kertaraharja

Kabupaten Kuningan. PDAU Darma Putra Kertaraharja merupakan Badan Usaha

Milik Daerah Kabupaten Kuningan yang dibentuk pada tahun 2009 dan resmi

beroperasi sejak tahun 2010 untuk mengembangkan berbagai macam potensi usaha mulai dari sektor pariwisata, pertanian, energi, kesehatan, industri,

perdagangan, telekomunikasi dan berbagai jasa lainnya dalam rangka

meningkatkan pendapatan asli daerah dan mendorong peningkatan kesejahteraan

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penulisan disertasi ini. Tema yang penulis pilih adalah Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia.

Pengembangan bahan bakar nabati terutama yang berbasis sumber daya alam unggulan Indonesia seperti biodiesel dari kelapa sawit sudah sangat mendesak dilaksanakan. Ini semakin mutlak harus dilakukan seiring dengan naiknya harga minyak bumi sebagaimana telah diperkirakan oleh para ahli. Kenaikan harga minyak bumi tidak hanya membebani anggaran pemerintah namun juga berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat.

Data indikator makroekonomi menunjukkan bahwa angka kemiskinan masih relatif besar di Indonesia begitu juga jumlah pengangguran. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan dan membuka banyak lapangan kerja ternyata belum sesuai dengan kenyataan. Kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah terutama di sektor pertanian dan industri terutama pengembangan energi terbarukan tampaknya perlu dilakukan perubahan.

Penelitian ini secara khusus ingin menjawab apakah pengembangan biodiesel dari kelapa sawit yang dipadukan dengan beberapa kebijakan pemerintah dari sisi suku bunga, investasi, pajak ekspor, nilai tukar dan pengeluaran mampu memperbaiki indikator makroekonomi Indonesia terutama dalam hal peningkatan produksi, pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan dan pengangguran. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengembangan biodiesel dari kelapa sawit yang dipadukan dengan kebijakan pemerintah yang tepat dapat memperbaiki indikator makroekonomi Indonesia terutama dalam hal pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan kemiskinan.

Berbagai pihak telah banyak memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian dan penyempurnaan hasil penelitian ini. Jika masih terdapat kesalahan yang mungkin terjadi tetap menjadi tanggung jawab penulis. Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada para pembimbing, yaitu: Dr. Ir. Harianto, M.S., sebagai ketua komisi pembimbing; Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id MADev dan Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing. Arahan dan masukan yang diberikan oleh komisi pembimbing selama penelitian dan penulisan sangat membantu dalam penyelesaian disertasi ini. Demikian juga terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas S3-EPN. Dedikasi para dosen EPN-IPB yang sangat tinggi telah menjadikan penulis mampu mengikuti perkuliahan dengan baik.

(13)

xi

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec. sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup yang telah memberikan saran dan kritik untuk penyempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Prof. (riset) Dr. Ir. Wayan. Rusastra, MSc. dan Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MSc. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan saran, masukan dan kritikan yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu kelas S3-EPN Khusus Angkatan 3 atas dorongan dan kerjasamanya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai lembaga yang menyediakan data yang diperlukan untuk disertasi ini, yaitu BPS, Deptan, Depperin, BI, Depdag, Depnakertrans, Pertamina. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Indra, Rina Hartini dan Aan Komarudin yang telah membantu dalam masalah komputasi dan pengolahan data.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Institut Pertanian Bogor yang telah merekomendasikan sehingga penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa dari Eka Tjipta Foundation (Yayasan Sinar Mas Group). Penulis juga menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada Eka Tjipta Foundation (Yayasan Sinar Mas Group) yang telah memberikan beasiswa yang membantu biaya pendidikan penulis selama mengikuti program studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor ini hingga selesai.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada H. Aang Hamid Suganda, selaku Bupati Kuningan yang terus memberikan dukungan dan semangat serta perhatian agar penulis segera dapat menyelesaikan pendidikan di program studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri (Retno Dwiwahju Harijani) dan putra-putri (Raditya Bagus Wirawan dan Rivana Syahira Maharani) atas kasih dan dukungan selama penulis menjalani hari-hari yang telah mengambil alokasi waktu kebersamaan kita. Tanpa pengertian dan dukungan istri dan anak-anak tercinta, mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

Disertasi ini juga dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan dorongan dari berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Pada akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan disertasi ini hanya penulislah yang bertanggungjawab. Tuhan akan memberi balasan berkah yang setimpal kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis.

Bogor, Februari 2012

(14)

D A F T A R I S I

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN... xxii

I. PENDAHULUAN ..………. 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 17

1.4 Manfaat Penelitian ... 17

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA...……….. 20

2.1 Pembangunan Pertanian ... 20

2.2 Pengangguran dan Kemiskinan ... 22

2.3 Pertumbuhan Ekonomi ... 26

2.4 Peranan Energi Dalam Pembangunan ... 27

2.5 Pengembangan Bahan Bakar Nabati ... 29

2.6 Biodiesel dari Kelapa Sawit ... 31

2.7 Tinjauan Studi Terdahulu ... 33

2.7.1 Kemiskinan, Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi .. 33

2.7.2 Energi dan Pengembangan Bahan Bakar Nabati ... 36

III. KERANGKA TEORITIS ...………. 41

3.1 Pengukuran Kemiskinan ... 41

3.2 Tingkat Pengangguran .………...….. 44

3.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ...………….…... 47

3.4 Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit ... 53

3.4.1 Hubungan Produksi Biodiesel dengan Harga Minyak Bumi ... 53

3.4.2 Biodiesel dari Kelapa Sawit ... 53

(15)

xiii

Halaman

3.5 Teori Produksi ... 58

3.5.1 Tandan Buah Segar Kelapa Sawit... 58

3.5.2 Minyak Kelapa Sawit ... 59

3.5.3 Olein... 60

3.5.4 Minyak Goreng Sawit ... 61

3.5.5 Stearin ... 62

3.5.6 Biodiesel dari Kelapa Sawit ... 63

3.6 Keterkaitan Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit Terhadap Kemiskinan, Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi... 64

IV. METODE PENELITIAN ...………... 69

4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ...……….……... 69

4.2 Hipotesis Penelitian ………...………...….... 72

4.3 Sumber Data ……….……….. 72

4.4 Spesifikasi Model ………... 73

4.4.1 Produk Minyak Kelapa Sawit dan Bahan Bakar ... 75

4.4.2 Produksi dan Permintaan... 80

4.4.3 Indikator Ekonomi ... 83

4.5 Prosedur Analisis Data ... 87

4.5.1 Identifikasi Model ... 87

4.5.2 Metode Pendugaan Model ... 88

4.5.3 Validasi Model ... 89

4.5.4 Simulasi Model ... 90

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT... 94

5.1 Produk Kelapa Sawit...…………...…….…….... 94

5.1.1 Minyak Kelapa Sawit ... 94

5.1.2 Minyak Goreng Sawit ... 99

5.1.3 Perkebunan Kelapa Sawit ... 101

5.2 Bahan Bakar Biodiesel ...…………...…….…….... 104

(16)

xiv

Halaman

5.2.2 Bahan Bakar Biodiesel ... 105

5.2.3 Bahan Bakar Diesel ... 107

5.3 Kontribusi Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian …………...…. 109

5.3.1 Sebaran Produksi Kelapa Sawit di Indonesia ... 109

5.3.2 Kontribusi Kelapa Sawit Terhadap Lapangan Kerja ... 110

5.3.3 Kontribusi Kelapa Sawit Terhadap Pengurangan Kemiskinan ... 111

VI. DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT : HASIL ANALISIS PARSIAL... 113

6.1 Analisis Umum Model Dugaan ...……….……... 113

6.2 Dugaan Parameter Persamaan Struktural ...………...…. 115

6.2.1 Minyak Kelapa Sawit ... 115

6.2.2 Bahan Baku Biodiesel ... 124

6.2.3 Minyak Goreng Sawit ... 125

6.2.4 Kelapa Sawit ... 129

6.2.5 Bahan Bakar Diesel ... 134

6.2.6 Produksi Nasional ... 140

6.2.7 Permintaan Agregat ... 144

6.2.8 Tenaga Kerja ... 151

6.2.9 Upah ... 155

6.2.10 Indikator Makro Ekonomi ... 159

6.2.11 Kemiskinan ... 160

VII. INDIKATOR MAKROEKONOMI : SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN ... 164

7.1 Validasi Model ...………...……….……... 164

7.2 Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit...…. 165

7.3 Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan Kenaikan Pajak Ekspor 10 Persen... 168

7.4 Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan Penguatan Nilai Tukar Rupiah 10 Persen... 170

(17)

xv

Halaman 7.6 Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan

Peningkatan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit 10 Persen... 176

7.7 Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan Penurunan Suku Bunga 10 Persen... 179

7.8 Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Infrastruktur dan Industri 10 Persen... 181

7.9 Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit, Kenaikan Pajak Ekspor 10 Persen dan Kenaikan Pengeluaran Pemerintah Untuk Pertanian, Infrastruktur dan Industri 10 Persen... 186

7.10 Rekapitulasi Hasil Simulasi ... 189

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 191

8.1 Kesimpulan ...………...……….…….... 191

8.2 Implikasi Kebijakan dan Saran...…...………...…. 194

DAFTAR PUSTAKA ……….. 199

LAMPIRAN ... 206

(18)

xvi

D A F T A R T A B E L

Nomor Halaman

1. Kontribusi Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto dan

Lapangan Kerja di Indonesia ...…... 4

2. Jumlah Orang Miskin di Indonesia ... 5

3. Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Orang Bekerja dan Pengangguran... 6

4. Harga Minyak Bumi dan Subsidi Bahan Bakar ... 10

5. Kebijakan Makro Energi Nasional Indonesia ... 13

6. Target Proporsi Penggunaan Energi Indonesia …..…... 13

7. Kapasitas Produksi Terpasang Biodiesel di Indonesia ... 14

8. Negara-Negara Potensial Sebagai Produsen Biodiesel ... 33

9. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia (Juta Ton) ... 95

10. Target Produksi Bahan Bakar Hayati dan Biodiesel Sejumlah Negara... 106

11. Produksi Minyak Kelapa Sawit dan Kemiskinan di Indonesia Per Propinsi Tahun 2007 ... 112

12. Dugaan Persamaan Struktural Model Ekonomi Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit ... 114

13. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 116

14. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 118

15. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Domestik Minyak Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ...…..…... 120

16. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 122

(19)

xvii

Nomor Halaman

18. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Olein Indonesia

Tahun 1988 – 2009 ...…..…... 124

19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Stearin Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 125

20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Minyak Goreng

Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 126

21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Minyak Goreng Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 …..…... 127

22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Minyak Goreng

Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 128

23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Areal Kebun Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 129

24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Tahun 1988 – 2009 ...…... 131

25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 133

26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Minyak Diesel

Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 135

27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Konsumsi Minyak Diesel Indonesia Tahun 1988 – 2009 ...…... 137

28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Minyak Diesel

Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 138

29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Minyak Diesel

Indonesia Tahun 1988 – 2009 ... 140

30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Produksi Sektor

Pertanian Tahun 1988 – 2009 ... 141

31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Produksi Sektor

Industri Tahun 1988 – 2009 ... 142

32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Produksi Sektor

(20)

xviii

Nomor Halaman

33. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Konsumsi

Tahun 1988 – 2009 ...…..…... 145

34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Sektor Pertanian Tahun 1988 – 2009 ... 146

35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Sektor Industri

Tahun 1988 – 2009 ... 147

36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor

Tahun 1988 – 2009 ...…..…... 149

37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor

Tahun 1988 – 2009 ... 150

38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penawaran Tenaga Kerja

Tahun 1988 – 2009 ...…..…... 151

39. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tahun 1988 – 2009 ... 152

40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 1988 – 2009 ... 153

41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tenaga Kerja

Sektor Lainnya Tahun 1988 – 2009 ...…... 155

42. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Upah Rata-Rata Sektor

Pertanian Tahun 1988 – 2009 ... 156

43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Upah Rata-Rata Sektor

Industri Tahun 1988 – 2009 ... 157

44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Upah Rata-Rata Sektor Lain Tahun 1988 – 2009 ...…..…... 158

45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Indeks Harga Konsumen

Tahun 1988 – 2009 ... 160

46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kemiskinan di Perkotaan

Tahun 1988 – 2009 ... 161

47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kemiskinan di Perdesaan

(21)

xix

Nomor Halaman

48. Hasil Validasi Model Ekonomi Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit Terhadap Indikator Makroekonomi ... 165

49. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Sawit... 166

50. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Sawit dan Kenaikan Pajak Ekspor 10 Persen... 168

51. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Sawit dan Penguatan Nilai Tukar Rupiah 10 Persen... 171

52. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Sawit dan Moratorium Perluasan Kebun Kelapa Sawit... 174

53. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan Peningkatan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit

10 Persen... 177 54. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Sawit dan Penurunan Suku Bunga 10 Persen... 179

55. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Untuk

Pertanian, Infrastruktur dan Industri 10 Persen... 182

56. Hasil Simulasi Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Sawit, Kenaikan Pajak Ekspor 10 Persen dan Kenaikan Pengeluaran Pemerintah Untuk Pertanian, Infrastruktur dan Industri 10 Persen... 187

(22)

xx

D A F T A R G A M B A R

Nomor Halaman

1. Harga Minyak Bumi dan Indikator Makroekonomi Indonesia ... 12

2. Reaksi Transesterifikasi Untuk Biodiesel ... 32

3. Hubungan Kekakuan Upah dengan Jumlah Pengangguran ... 45

4. Diagram Sederhana Produk Turunan dari Minyak Kelapa Sawit ... 55

5. Dampak Penggunaan Minyak Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku

Biodiesel... 66

6. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ... 71

7. Diagram Keterkaitan Antar Blok Persamaan Dalam Model Biodiesel Dari Kelapa Sawit dan Indikator Makroekonomi ... 74

8. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit ... 94

9. Perkembangan Permintaan Minyak Kelapa Sawit Domestik ... 96

10. Perkembangan Ekspor Minyak Kelapa Sawit ... 97

11. Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit Domestik ... 97

12. Perkembangan Harga Ekspor Minyak Kelapa Sawit ... 98

13. Perkembangan Produksi Minyak Goreng Kelapa Sawit ... 99

14. Perkembangan Permintaan Minyak Goreng Kelapa Sawit ... 100

15. Perkembangan Harga Minyak Goreng Kelapa Sawit ... 100

16. Perkembangan Harga Minyak Goreng Kelapa ... 101 17. Perkembangan Luas Areal Kebun Kelapa Sawit ... 102

18. Perkembangan Produksi TBS Kelapa Sawit ... 102

19. Perkembangan Harga TBS Kelapa Sawit ... 103

(23)

xxi

Nomor Halaman

21. Perkembangan Produksi Stearin ... ... 105

22. Perkembangan Produksi Biodiesel di Indonesia ... 105

23. Perkembangan Produksi Minyak Diesel ... 107

24. Perkembangan Konsumsi Minyak Diesel ... 108

25. Perkembangan Impor Minyak Diesel ... 108

26. Perkembangan Harga Minyak Diesel ... 109

27. Sebaran Produksi Kelapa Sawit Indonesia ... 110

(24)

xxii

D A F T A R L A M P I R A N

Nomor Halaman

1. Hasil Pendugaan Parameter Model Ekonomi Dampak

Pengembangan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit ... 207

2. Hasil Validasi Model Ekonomi Dampak Pengembangan

Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit... 225

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pertanian memiliki arti yang sangat strategis sehingga

mendapatkan perhatian dan perlindungan yang sangat serius baik dari

negara-negara berkembang maupun negara-negara maju. Pembangunan pertanian yang umumnya

dilakukan di perdesaan merupakan hal yang penting bagi suatu negara. Ini

dikarenakan pertanian pada suatu negara memiliki peranan yang sangat luas

seperti menghasilkan bahan pangan untuk kehidupan seluruh rakyatnya,

menyediakan sumber pendapatan dan lapangan kerja terutama bagi penduduk

perdesaan, menyediakan sumber bahan baku yang diperlukan bagi sektor industri,

menghasilkan sumber devisa bagi negara dalam bentuk ekspor, mendorong

pertumbuhan ekonomi nasional dan regional dan menjaga kelestarian lingkungan

melalui konservasi lahan, mencegah banjir dan penyedia udara yang sehat (Todaro

dan Smith, 2006).

Perkembangan teknologi kemudian memungkinkan pertanian memiliki

peran baru sebagai sumber energi bagi kehidupan. Pertanian mampu menyediakan

energi dalam bentuk bahan bakar yang sering disebut dengan bahan bakar nabati

atau biofuel untuk menggerakkan mesin dan peralatan, baik untuk rumah tangga maupun industri. Produk pertanian dalam bentuk bahan bakar nabati dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar fosil yang selama ini menjadi sumber

energi utama di seluruh dunia (Raswant et al., 2008)

Penggunaan produk pertanian sebagai bahan bakar nabati telah dimulai oleh

(26)

2

pada memburuknya perekonomian Brazil. Tingginya harga minyak bumi pada saat itu telah mendorong Brazil untuk mengembangkan bahan bakar alkohol dari

tetes tebu, yang sekarang populer disebut bioetanol sebagai bahan bakar alternatif

untuk substitusi bahan bakar fosil. Pengembangan bioetanol dari tetes tebu di

Brazil didukung oleh ketersediaan bahan baku tanaman tebu yang melimpah dan

telah menjadi komoditas ekspor utama di Brazil. Dengan biaya awal US$ 4 Milyar

dan serangkaian subsidi pemerintah, sampai dengan sekarang program bahan

bakar bioetanol Brazil telah menghasilkan penghematan lebih dari US$ 100

Milyar dan menjadikan Brazil sebagai negara eksportir bioetanol terbesar di dunia

(Raswant et al., 2008).

Besarnya dampak ketergantungan terhadap energi yang bersumber dari

bahan bakar fosil terutama minyak bumi dan diilhami oleh kesuksesan Brazil

dalam pengembangan bioetanol telah menyadarkan banyak negara di dunia

termasuk Indonesia untuk mulai mengembangkan bahan bakar nabati. Untuk

mengurangi ketergantungan terhadap energi yang bersumber dari minyak bumi

pemerintah Indonesia telah menyiapkan serangkaian kebijakan dengan

menerbitkan undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi

yang mengatur mengenai energi mulai dari penguasaan dan pengaturan

sumber daya energi sampai dengan penelitian dan pengembangan energi

nasional.

2. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional

(27)

3

menurunkan penggunaan BBM hingga kurang dari 20 persen pada tahun 2025

3. Instruksi Presiden No. 1 Tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan

Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (bio fuel) sebagai Bahan Bakar Lain. 4. Keputusan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

5. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional

Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan

Kemiskinan dan Pengangguran.

Bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan di Indonesia salah satunya adalah biodiesel karena memiliki prospek yang cukup baik mengingat

ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah. Bahan baku potensial yang dapat

dimanfaatkan pada proses produksi biodiesel di Indonesia adalah minyak kelapa

sawit. Hal ini mengingat Indonesia saat ini merupakan produsen minyak kelapa

sawit terbesar di dunia (APROBI, 2009).

Produksi minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2009 mencapai sekitar

21.511 juta ton. Kebutuhan domestik minyak kelapa sawit Indonesia untuk

produksi minyak goreng, oleokimia dan industri hilir lainnya sekitar 6.2 juta ton

sementara sisanya diekspor dalam bentuk minyak kelapa sawit curah

(TAMSI-DMSI, 2010).

Berdasarkan data di atas, terdapat potensi minyak kelapa sawit sekitar 15.3

juta ton yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi produk turunan minyak

kelapa sawit di Indonesia tanpa mengganggu pasokan untuk kebutuhan industri

pangan domestik. Pemerintah juga telah memberikan dukungan pengembangan

(28)

4

minyak kelapa sawit yang bertujuan untuk meningkatkan produk turunan minyak kelapa sawit yang dapat dihasilkan di Indonesia (Litbang Kompas, 2010).

Pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit termasuk biodiesel ini

diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk minyak kelapa sawit bagi

Indonesia, yang selama ini sebagian besar hanya dinikmati oleh negara lain.

Pengembangan industri hilir kelapa sawit, termasuk biodiesel dari kelapa

sawit tentu dapat meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

perekonomian Indonesia. Sektor pertanian Indonesia memiliki kontribusi yang

cukup signifikan bagi perekonomian sejak tahun 1970-an. Dengan pangsa sekitar

41 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) total seperti terlihat pada Tabel

1, pertanian Indonesia pada tahun 1970 mampu menyerap lapangan kerja sebesar

66.4 persen.

Tabel 1. Kontribusi Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto dan Lapangan Kerja di Indonesia

(%)

Sub Sektor Kontribusi Terhadap PDB Pertanian

1970 1980 1990 1996 1999 2002 2006

Tanaman Bahan Makanan 61.3 60.7 60.6 52.8 52.34 50.64 49.61

Tanaman Perkebunan 17.2 18.8 16.7 16.2 16.49 16.65 14.57

Peternakan 5.8 6.1 10.4 11.2 10.09 11.08 11.93

Perikanan 9.3 5.4 7.8 9.8 11.00 11.85 16.97

Kehutanan 6.4 9.0 4.5 10.0 9.68 9.78 6.97

Pangsa Pertanian Thd Total PDB 41.0 30.7 21.5 15.4 19.6 17.5 12.90

Pangsa Lapangan Kerja Pertanian 66.4 54.8 53.9 44.0 43.2 44.3 43.3

Sumber : BPS, 2007

Dalam perkembangan selanjutnya, pangsa sektor pertanian terhadap total

PDB Indonesia terus menurun dimana pada tahun 2002 tinggal 17.5 persen

dibandingkan dengan tahun 1970 yang masih 41 persen. Bahkan pada tahun 2006

(29)

5

Menurunnya pangsa sektor pertanian tersebut merupakan dampak dari serangkaian kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi yang dilakukan

pemerintah yang lebih berpihak pada sektor non pertanian (Todaro dan Smith,

2006).

Penurunan pangsa sektor pertanian terhadap PDB bukan berarti menjadikan

sektor pertanian di Indonesia menjadi tidak penting lagi karena dari sisi

penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian masih memiliki kontribusi yang cukup

penting. Pada tahun 2006 sektor pertanian Indonesia dengan pangsa yang tinggal

12.9 persen tersebut masih mampu menyerap lapangan kerja sebesar 43.3 persen

dari seluruh sektor yang ada (BPS, 2007).

Tabel 2. Jumlah Orang Miskin di Indonesia

Tahun Jumlah Orang Miskin (Juta Orang)

Perkotaan Perdesaan Nasional

Selama hampir 40 tahun pembangunan yang telah dilaksanakan di

(30)

6

masih tetap tinggi terutama di perdesaan, tempat dimana sebagian besar kegiatan pertanian berlangsung. Data statistik seperti terlihat pada Tabel 2 menunjukkan

bahwa pada tahun 2009, orang miskin di perdesaan masih sebanyak 20.62 juta

orang sedangkan di perkotaan sebanyak 11.91 juta orang sehingga total jumlah

orang miskin di Indonesia adalah 32.53 juta orang atau sekitar 14.08 persen dari

total jumlah penduduk Indonesia. Ini merupakan potret angka kemiskinan yang

cukup memprihatinkan di Indonesia.

Selain tingginya angka kemiskinan di Indonesia, hal lain yang juga perlu

diperhatikan adalah jumlah pengangguran terbuka. Pertumbuhan ekonomi yang di

atas 5 persen sejak tahun 2004, mampu meningkatkan jumlah orang bekerja yang

pada tahun 2004 masih 93.72 juta orang dan pada tahun 2008 dapat ditingkatkan

sehingga mencapai 102.05 juta orang, bahkan menjadi 104.49 juta orang pada

tahun 2009 sebagaimana terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Orang Bekerja dan Pengangguran

Periode Pertumbuhan Ekonomi

Peningkatan jumlah orang yang bekerja di atas tetap belum mampu secara

signifikan menurunkan jumlah pengangguran terbuka di Indonesia. Jumlah orang yang tidak bekerja atau pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2009

(31)

7

total angkatan kerja. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berhasil diraih selama periode 2004 – 2008 masih belum cukup untuk menyerap

penambahan tenaga kerja yang ada pada periode yang sama.

Untuk menurunkan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran terbuka di

atas, diperlukan upaya-upaya yang lebih keras dan sistematis dari pemerintah,

selain pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, konsisten dan berkualitas.

Upaya-upaya keras dan sistematis serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, konsisten

dan berkualitas tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat

dan menciptakan banyak lapangan kerja sehingga semakin banyak jumlah orang

yang bekerja dan mendapat pekerjaan di Indonesia yang pada akhirnya dapat

menurunkan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan.

1.2 Rumusan Masalah

Kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi terutama di

negara-negara berkembang berhubungan erat dengan ketersediaan dan akses terhadap

energi. Jika pasokan atau akses ke pelayanan energi berkurang maka akan terjadi

kenaikan biaya yang dapat menekan perekonomian, mendorong meningkatnya

kemiskinan dan pengangguran serta mengganggu prospek-prospek pembangunan

lainnya (Nkomo, 2007).

Energi, baik yang berupa penerangan, panas, tenaga mekanika atau listrik,

merupakan hal pokok pada masyarakat dan memainkan peran kunci dalam

perspektif pembangunan, terutama untuk negara-negara miskin dan negara-negara

(32)

8

terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan mendukung kegiatan-kegiatan nasional (Schubert et al., 2007).

Secara global kebutuhan energi dunia diperkirakan akan terus mengalami

pertumbuhan rata-rata 1.7 persen per tahun hingga tahun 2030. Pertumbuhan

kebutuhan energi tersebut, terutama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di

banyak negara, yang sekitar 90 persennya masih dipasok atau bersumber dari

bahan bakar fosil (Prihandana dan Hendroko, 2007).

Konsumsi energi di Indonesia sendiri juga meningkat cukup cepat seiring

dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan populasi. Indonesia hingga saat

ini juga masih tergantung pada bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama.

Sumber energi fosil yang dimiliki Indonesia walaupun bervariasi (minyak bumi,

gas, batu bara) namun jumlahnya terbatas. Data cadangan energi fosil dari

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Prihandana dan Hendroko, 2007)

menunjukkan bahwa cadangan minyak bumi yang terbukti tinggal sekitar 9 milyar

barrel dan jika diproduksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, cadangan tersebut

diperkirakan akan habis pada tahun 2023. Gas bumi dengan potensi cadangan 182

TSCF dengan tingkat produksi 3 TSCF per tahun akan habis pada tahun 2065.

Batu bara dengan cadangan sekitar 19.3 milyar TCE dan laju pemanfaatan 130

juta TCE per tahun akan habis pada tahun 2155.

Indonesia sendiri masih mengalami ketimpangan dalam proporsi penggunaan energi secara nasional atau energy mix (Prihandana dan Hendroko, 2007). Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral menyatakan bahwa sekitar

63 persen kebutuhan energi Indonesia masih bergantung pada minyak bumi,

(33)

9

secara bertahap terus mengalami penurunan. Hal inilah yang menyebabkan untuk memenuhi konsumsi energi domestik maka Indonesia harus mengimpor minyak

mentah dan produk minyak jadi lainnya. Indonesia yang semula merupakan salah

satu negara produsen minyak bumi menjadi sangat tergantung pada pasokan

minyak dari luar negeri untuk memenuhi kenaikan konsumsi energi domestiknya.

Meningkatnya konsumsi minyak bumi tidak didorong oleh pertumbuhan

ekonomi yang menunjukkan penggunaan energi yang boros di Indonesia. Ini

tercermin dari tingginya perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional atau elastisitas energi

(Prihandana dan Hendroko, 2007). Elastisitas energi Indonesia sekitar 1.84, angka

yang relatif tinggi, dibandingkan dengan elastisitas energi Jepang dan Amerika

Serikat yang 0.10 dan 0.26 yang sudah terkenal sebagai negara yang efisien dalam

penggunaan energi.

Indonesia yang semula adalah negara pengekspor minyak bumi,sejak tahun

2000 telah resmi berubah menjadi negara pengimpor minyak bumi. Pada tahun

2003, data dari Pertamina menunjukkan impor bersih minyak bumi Indonesia

mencapai 0.336 juta barrel per hari. Impor bersih di atas diperkirakan akan terus

meningkat dengan makin menurunnya produksi lapangan-lapangan minyak

Indonesia dan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak penduduk Indonesia,

apalagi jika tidak berubahnya perilaku boros dalam penggunaan energi di Indonesia.

Kenaikan harga minyak bumi internasional cukup membebani anggaran

pemerintah terutama dalam hal penyediaan subsidi yang terkait dengan bahan

(34)

10

turun menjadi Rp. 39.8 Trilyun pada tahun 2005, namun pada tahun 2006 dan seterusnya, kecenderungannya terus naik sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Pada

tahun 2008, dengan harga minyak bumi rata-rata US$ 101.31 per barel, realisasi

subsidi bahan bakar minyak yang harus dikeluarkan pemerintah mencapai Rp.

139.1 Trilyun. Suatu jumlah yang cukup besar untuk ukuran Indonesia.

Prihandana dan Hendroko (2007) menyatakan bahwa jika harga minyak bumi

berkisar pada angka US$ 60 per barrel dengan kebijakan subsidi tidak berubah

maka pemerintah harus menyediakan anggaran minimal sekitar Rp. 89 Trilyun

hanya untuk subsidi bahan bakar minyak.

Tabel 4. Harga Minyak Bumi dan Subsidi Bahan Bakar

Tahun Harga Minyak Mentah

(US$/Barrel)

Subsidi Bahan Bakar (Rp. Trilyun)

2004 36.00 72.9

2005 51.81 39.8

2006 61.08 64.2

2007 69.69 91

2008 101.31 139.1

2009 61.58 102.4

Sumber : Kementerian Keuangan RI, 2009

Besarnya beban subsidi di atas dapat menurunkan kemampuan pemerintah

untuk membiayai program-program pembangunan pada sektor-sektor penting

lainnya seperti kesehatan, pendidikan, pelayanan dasar masyarakat dan

infrastruktur baik di perkotaan maupun di perdesaan. Penurunan kemampuan

pembiayaan program-program pembangunan tersebut menyebabkan upaya-upaya

yang dilakukan pemerintah tidak akan optimal untuk mendorong produktivitas

dan pertumbuhan ekonomi yang dapat menurunkan kemiskinan dan pengangguran

(35)

11

Mengingat cadangan terbukti minyak bumi dunia pada tahun 2004 yang diperkirakan tinggal 1.27 trilyun barrel, maka jika tidak ada penemuan baru

diperkirakan minyak bumi akan habis dalam 44.6 tahun ke depan (Prihandana dan

Hendroko, 2007). Jika mengikuti hukum permintaan dan penawaran, diperkirakan

harga minyak bumi dunia akan terus meningkat seiring naiknya permintaan

minyak bumi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sementara penawaran

relatif tetap.

Leeb dalam Prihandana dan Hendroko (2007) memperkirakan harga minyak

bumi dunia akan terus meningkat bahkan dapat mencapai US$ 200 per barrel. Jika

harga minyak bumi mencapai US$ 200 per barrel atau lebih maka diperkirakan

beban anggaran yang harus ditanggung pemerintah untuk menurunkan dampak

yang ditimbulkan akibat kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap penduduk

miskin dan perekonomian Indonesia akan semakin besar jumlahnya.

Setelah krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada tahun 1997-1998,

harga minyak bumi cenderung terus meningkat, yang mendorong meningkatnya

inflasi dan tingkat kemiskinan di Indonesia serta membuat pertumbuhan ekonomi

mengalami perlambatan. Jika harga minyak bumi terus meningkat sebagaimana

terlihat pada Gambar 1, dikhawatirkan kinerja indikator makroekonomi Indonesia

juga akan mengalami penurunan. Tingkat kemiskinan dan inflasi dikhawatirkan

akan meningkat tajam sementara pertumbuhan ekonomi semakin melambat bahkan bisa kembali negatif seperti waktu krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.

Jika hal ini terjadi maka dampaknya akan buruk bagi perekonomian Indonesia

(36)

12

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Pe

Tingkat Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Harga Minyak Bumi

Gambar 1. Harga Minyak Bumi dan Indikator Makroekonomi Indonesia

Sumber : BPS, 2009

Untuk menurunkan dampak kenaikan harga minyak bumi terhadap

perekonomian Indonesia, pemerintah telah menyusun kebijakan makro energi nasional sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5. Secara umum, kebijakan makro

energi nasional tersebut diarahkan untuk menjamin pasokan energi nasional untuk

mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan menjadi panduan

pengelolaan energi nasional dalam rangka usaha-usaha untuk memenuhi

ketahanan energi nasional. Kebijakan makro energi nasional di atas

mengamanatkan pelaksanaan diversifikasi energi berupa pengembangan energi

alternatif terutama yang dapat diperbaharui dengan potensi yang cukup besar di

(37)

13

Tabel 5. Kebijakan Makro Energi Nasional Indonesia

No. Kategori Sisi Pasokan Sisi Penggunaan

1 Kebijakan Utama • Eksplorasi produksi

• Konservasi energi

• Optimalisasi produksi

• Efisiensi Energi

• Diversifikasi Energi

• Harga energi secara berkala berubah sesuai harga keekonomian

• Skema kemitraan pemerintah dan sektor swasta

• Pemberdayaan masyarakat

• Promosi riset dan pengembangan

• Koordinasi antara stakeholders terkait

Sumber : Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2009

Berdasarkan kebijakan makro energi nasional Indonesia di atas maka

pemerintah kemudian menetapkan target proporsi penggunaan energi secara

nasional Indonesia pada tahun 2025 dengan acuan kondisi awal pada tahun 2004.

Target proporsi penggunaan energi nasional Indonesia tersebut menurunkan porsi penggunaan minyak bumi dan mendorong penggunaan sumber energi lain

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Target Proporsi Penggunaan Energi Indonesia

(%)

No Energi Proporsi Penggunaan Energi

2004 Target 2025

Sumber : Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2009

Selain geothermal, biomassa, angin, matahari dan sumber energi terbarukan

lainnya, kebijakan energi nasional juga secara jelas menyatakan bahwa bahan

(38)

14

memenuhi paling kurang lima persen dari total konsumsi energi nasional pada tahun 2025. Jika harga minyak bumi internasional kembali meningkat seiring

pulihnya permintaan terhadap bahan bakar minyak diperkirakan permintaan akan

bahan bakar nabati juga semakin besar. Ini juga didorong oleh semangat untuk

mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan menurunkan dampak

pemanasan global yang semakin dirasakan akhir-akhir ini.

Tabel 7. Kapasitas Produksi Terpasang Biodiesel di Indonesia

No Nama Perusahaan Kapasitas 3 P.T. Anugrah Inti Gemanusa 45 977 12 P.T. Musim Mas 482 759 4 P.T. Eterindo Nusa Graha 45 977 13 P.T. Multi Kimia Inti Pelangi 14 000 7 P.T. Sumi Asih Oleo Chemical 114 943 16 P.T. Bioenergi Pratama Jaya 75 429 8 P.T. Darmex Biofuels 172 414 17 P.T. Pura Agung 10 500 9 P.T. Pelita Agung Agrindustri 229 885 18 P.T. Pasadena Biofuels

Mandiri

10 240

Sumber : APROBI, 2009

Sejak pengembangan bahan bakar nabati dimulai pada tahun 2004 di

Indonesia, telah berdiri banyak industri biodiesel di berbagai wilayah di

Indonesia. APROBI (2009) telah mencatat sampai dengan tahun 2009, telah

beroperasi 18 perusahaan biodiesel di Indonesia dengan kapasitas terpasang total

sekitar 3184311 kiloliter/tahun seperti terlihat pada Tabel 7. Dari kapasitas

produksi terpasang industri biodiesel dari kelapa sawit tersebut, baru sekitar 10

persen atau 318431 kiloliter/tahun yang terpakai. Rendahnya pemanfaatan

kapasitas produksi terpasang industri biodiesel dari kelapa sawit ini disebabkan

oleh hambatan harga jual biodiesel dari kelapa sawit yang tidak menguntungkan

(39)

15

Pengembangan biodiesel dari kelapa sawit sebagai bagian dari pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia, beberapa tahun terakhir

terkendala oleh masalah harga jual biodiesel dalam negeri yang harus bersaing

dengan minyak diesel bersubsidi. Subsidi yang diberikan pemerintah pada minyak

diesel (sebesar Rp2000/liter) menyebabkan harga jual biodiesel menjadi tidak

kompetitif dan juga tidak feasible terutama untuk dipasarkan di dalam negeri.

Pada tanggal 23 Oktober 2009, telah terbit Peraturan Presiden Nomor 45

Tahun 2009 tentang penyediaan dan pendistribusian jenis bahan bakar minyak

tertentu, sebagai revisi Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa biodiesel pada tahun 2009 dan 2010 diberikan subsidi jika harga biodiesel

domestik lebih rendah dari indeks harga biodiesel internasional di Argus

(APROBI, 2009). Ini berarti jika harga minyak bumi meningkat sehingga harga

biodiesel domestik sama atau lebih besar dari indeks harga Argus maka

pemerintah tidak perlu mengeluarkan subsidi untuk biodiesel dari kelapa sawit. Ini

juga berarti subsidi untuk biodiesel ini bersifat sementara atau bukan realokasi

subsidi yang akan memberatkan anggaran pemerintah. Terbitnya Peraturan

Presiden No. 45 Tahun 2009 tersebut telah memberikan insentif bagi produsen

untuk kembali memproduksi biodiesel dari kelapa sawit dengan mengoptimalkan

kapasitas terpasang yang sudah ada. Hasil produksi biodiesel dari kelapa sawit

tersebut dapat dipasarkan tidak hanya untuk pasar domestik namun juga untuk

pasar ekspor.

Meningkatnya permintaan terhadap biodiesel dari kelapa sawit dan

berkembangnya industri biodiesel dari kelapa sawit di Indonesia akan berdampak

(40)

16

kelapa sawit diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan petani di perdesaan melalui kenaikan harga tandan buah segar kelapa sawit. Kenaikan

pendapatan petani dapat meningkatkan kesejahteraan para petani sehingga

berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan di perdesaan Indonesia yang

merupakan sumber bahan baku untuk biodiesel dari kelapa sawit.

Pada sisi lain, pengembangan biodiesel dari kelapa sawit diperkirakan dapat

menyebabkan harga domestik minyak kelapa sawit sebagai bahan baku minyak

goreng sawit mengalami kenaikan. Kenaikan harga input ini menyebabkan harga

minyak goreng sawit sebagai bahan pangan mengalami kenaikan. Kenaikan harga

minyak goreng sawit ini menurut Susila dan Munadi (2008) dapat meningkatkan

jumlah penduduk miskin terutama yang ada di perkotaan karena naiknya harga

bahan pangan tersebut.

Berkembangnya industri biodiesel dari kelapa sawit ini diharapkan dapat

meningkatkan substitusi bahan bakar fosil terutama untuk minyak solar sehingga

dapat menurunkan beban impor bahan bakar minyak. Dengan potensi bahan baku

yang berlimpah, pengembangan biodiesel dari kelapa sawit dapat juga diarahkan

untuk memenuhi pasar ekspor (Kennedy et al, 2002). Pengembangan biodiesel dari kelapa sawit yang dapat menurunkan beban impor, peningkatan ekspor dan

meningkatkan nilai produksi sektor pertanian dan industri berdampak pada

peningkatan output nasional atau pertumbuhan ekonomi yang dapat membuka banyak kesempatan kerja sehingga mampu menyerap banyak orang-orang yang

tidak bekerja sehingga tingkat pengangguran berkurang.

Dari uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang

(41)

17

1. Bagaimana dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap kemiskinan di Indonesia ?

2. Bagaimana dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap

pengangguran di Indonesia ?

3. Bagaimana pengaruh pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari penjelasan pada bagian latar belakang dan perumusan masalah yang

telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Merumuskan implikasi kebijakan berdasarkan hasil analisis dampak

pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap kemiskinan,

pengangguran dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian mengenai dampak pengembangan biodiesel dari kelapa

sawit terhadap makroekonomi Indonesia (kemiskinan, pengangguran dan

pertumbuhan ekonomi) ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut

:

(42)

18

2. Sebagai bahan pertimbangan tambahan bagi pemerintah dalam mengatasi masalah terkait indikator makroekonomi (kemiskinan, pengangguran dan

pertumbuhan ekonomi).

3. Sebagai referensi pembanding dan stimulan bagi penelitian yang terkait

dengan bahan bakar nabati selanjutnya khususnya biodiesel dari kelapa

sawit.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mengkaji mengenai dampak kebijakan pengembangan bahan

bakar nabati khususnya biodiesel dari minyak kelapa sawit terhadap indikator

makroekonomi (kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi) Indonesia. Studi ini mencakup wilayah agregat nasional dan komoditas dibatasi

pada biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit. Batasan komoditas minyak

kelapa sawit karena industri biodiesel yang sudah berkembang di Indonesia

menggunakan minyak kelapa sawit dan minyak kelapa sawit merupakan bahan

baku unggulan yang dimiliki Indonesia, dibandingkan minyak kelapa dan minyak

jarak pagar (APROBI, 2009).

Analisis kuantitatif menggunakan data periode 1988 – 2009. Periode

tersebut digunakan dengan pertimbangan ketersediaan data terutama yang terkait

dengan data produksi industri hilir kelapa sawit. Analisis kuantitatif pada

penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan

simultan.

Keterbatasan utama dalam penelitian ini berkaitan dengan belum

tersedianya data yang lengkap untuk biodiesel dari minyak kelapa sawit di

(43)

19

data produksi olein dan stearin sebagai bahan baku biodiesel dari minyak kelapa sawit sebagai indikator produksi biodiesel dari minyak kelapa sawit. Hal ini

dikarenakan hanya data produksi olein dan stearin yang cukup lengkap diperoleh.

Ketidaklengkapan data lainnya yang terkait dengan olein dan stearin seperti data

harga olein dan stearin serta data yang terkait dengan produk hilir minyak kelapa

sawit lainnya merupakan keterbatasan lain yang dihadapi dalam pelaksanaan

(44)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian merupakan salah satu faktor penting dalam

perekonomian suatu negara karena sektor pertanian memberikan sumbangan yang

cukup signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pembangunan

pertanian menjadi penting karena kontribusinya terhadap pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi nasional dalam bentuk kontribusi produk, kontribusi

pasar, kontribusi faktor-faktor produksi dan kontribusi devisa (Blank, 2003).

Dalam perkembangannya, Todaro dan Smith (2006) menilai peranan sektor

pertanian dalam pembangunan ekonomi semakin pasif dan lebih bersifat

penunjang semata. Pembangunan ekonomi diidentikkan sebagai transformasi

struktural dari pembangunan yang bertumpu pada aktivitas pertanian menjadi

perekonomian berbasis industri dan jasa dengan dukungan sumber tenaga kerja

dan bahan pangan murah dari pertanian. Memburuknya kinerja sektor pertanian di

negara-negara berkembang dipercaya karena terabaikannya sektor tersebut dalam

perumusan prioritas pembangunan dari para pemimpinnya (Rickman, 2007).

Sektor pertanian dalam struktur perekonomian Indonesia memiliki posisi

yang cukup penting dalam hal kontribusinya terhadap PDB maupun dalam

penyerapan tenaga kerja. Yudhoyono (2004) menyatakan bahwa pembangunan

pertanian layak mendapatkan perhatian yang luas dalam pembangunan ekonomi ke depan, baik dalam bentuk investasi yang terus meningkat, pengembangan

infrastruktur sampai pengelolaan pasar domestik. Pembangunan pertanian

(45)

21

sumbangan yang nyata pada upaya mengatasi kemiskinan dan mengurangi pengangguran.

Pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada prioritas pertanian dan

ketenagakerjaan menurut Todaro dan Smith (2006) paling tidak memerlukan tiga

unsur pelengkap dasar berikut :

1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi,

institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan

produktivitas para petani kecil

2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan

dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya

pembinaan ketenagakerjaan

3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah perdesaan yang bersifat padat

karya non pertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan

menunjang dan ditunjang oleh pertanian.

Kebijakan pembangunan pertanian yang bertujuan untuk memperbaiki taraf

hidup masyarakat terutama di perdesaan harus dimulai dari perbaikan

sumber-sumber pokok kemajuan pertanian (Todaro dan Smith, 2006). Sumber pokok

kemajuan pertanian adalah kemajuan teknologi dan inovasi, kebijakan ekonomi

pemerintah yang tepat dan terbentuknya kelembagaan sosial yang menunjang.

Dengan terciptanya sumber-sumber pokok kemajuan pertanian yang baik dan sesuai, pembangunan pertanian dapat membantu memperbaiki taraf hidup

masyarakat terutama meningkatnya pendapatan, total produksi dan produktivitas.

Sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia merupakan salah satu

(46)

22

besar rakyat. Pembangunan sektor pertanian dan aktivitas-aktivitas ekonomi yang banyak menggunakan produk pertanian dapat menjadi cara yang efektif dan

efisien dalam membangun sumber daya alam sambil menyerap tenaga kerja di

kawasan perdesaan (Yudhoyono, 2004).

Islam dan Braun (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan sektor pertanian

dapat memberikan stimulus pada sektor ekonomi non pertanian yang terdapat di

perdesaan dan kota-kota kecil. Setiap kenaikan sebesar US$ 1 nilai tambah yang

tercipta pada sektor pertanian akan dapat menghasilkan kenaikan nilai tambah

pada sektor non pertanian antara US$ 0.50 – US$ 1. Inilah yang menyebabkan

pembangunan sektor pertanian sangat penting dilakukan dan diperhatikan dengan

baik oleh setiap negara.

2.2 Pengangguran dan Kemiskinan

Dua masalah utama yang sedang dihadapi oleh banyak negara berkembang

di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah masalah pengangguran dan

kemiskinan. Pengangguran dan kemiskinan merupakan dua hal yang saling

berkaitan satu sama lain. Orang yang menganggur atau tidak punya pekerjaan

biasanya juga miskin. Orang-orang yang miskin umumnya disebabkan karena

tidak punya pendapatan akibat menganggur atau tidak punya pekerjaan (Aktar et al, 2009).

Pengangguran sendiri terjadi ketika pertambahan tenaga kerja baru lebih

besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan

setiap tahunnya baik dari sektor swasta maupun pemerintah. Pengangguran adalah

suatu situasi dimana orang-orang yang memiliki kemampuan bekerja dan juga

(47)

23

oleh banyak faktor antara lain pertumbuhan populasi yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang tidak memadai, pekerjaan yang bersifat musiman dan lambatnya

pembangunan industri. Mankiw (2007) menyatakan beberapa alasan munculnya

pengangguran. Pertama, diperlukan waktu untuk mencocokkan antara para

pekerja dengan pekerjaan karena pekerja dan seluruh pekerjaan tidak identik

sehingga orang yang kehilangan pekerjaan tidak segera mendapatkan pekerjaan

barunya. Kedua, adanya kekakuan upah yang menyebabkan upah tidak segera

menyesuaikan ketika terjadi perubahan permintaan dan penawaran tenaga kerja,

sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya.

McEachern (2000) membedakan empat jenis pengangguran berdasarkan

atas sumbernya. Ke empat jenis pengangguran tersebut adalah : (1). Pengangguran

friksional, yaitu pengangguran yang muncul karena adanya waktu yang

diperlukan untuk menyesuaikan antara kualifikasi pekerja dengan pekerjaan yang

tersedia. (2). Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang muncul karena

keterampilan yang diminta pemberi pekerjaan tidak sesuai dengan keterampilan

penganggur atau penganggur tidak berlokasi sama dengan tempat pekerjaan. (3).

Pengangguran musiman, yaitu pengangguran yang timbul karena adanya

perubahan permintaan dan penawaran tenaga kerja musiman. (4). Pengangguran

siklikal, yaitu pengangguran yang terjadi karena fluktuasi pengangguran yang

disebabkan oleh siklus bisnis.

Pengangguran di Indonesia merupakan masalah yang cukup serius. Data

BPS (2007) menunjukkan sebelum krisis ekonomi 1997 tingkat pengangguran

umumnya di bawah 5 persen, namun setelah itu terus meningkat sampai dengan

(48)

24

masalah ekonomi yang perlu diperhatikan karena menyangkut pemborosan sumberdaya. Pemborosan tersebut menimbulkan kerugian yang ditanggung

negara, masyarakat dan individu menyangkut biaya pemeliharaan keamanan dan

stabilitas kehidupan masyarakat.

Saunders (2002) menyatakan bahwa pengangguran merupakan suatu hal

yang tidak baik untuk ekonomi sehingga lapangan kerja harus diletakkan pada

pusat sistem kesejahteraan dan menolak kesejahteraan untuk orang-orang yang

tidak ingin bekerja atau tidak ingin melibatkan diri dalam aktivitas yang

diharapkan mengarah pada terciptanya pekerjaan. Pengangguran akan menjadi

biaya bagi perekonomian karena secara keseluruhan barang dan jasa yang dapat

diproduksi menjadi berkurang. Output yang hilang ditambah dengan kerugian

ekonomis dan psikologis yang dialami individu dan keluarga merupakan biaya

pengangguran (McEachern, 2000).

Yudhoyono (2004) menyatakan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi

dapat menimbulkan kelompok masyarakat yang pasrah total pada keadaan.

Pengangguran yang persisten dapat meningkatkan jumlah orang miskin yang

berlanjut pada kemiskinan struktural jika pemerintah dan lembaga terkait tidak

berhasil menciptakan peluang dan kemampuan yang memadai untuk mengangkat

kelompok tersebut mencapai tingkat kehidupan yang layak.

Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang mencapai standar hidup minimal. Kemiskinan menurut BPS (2007) ditentukan

oleh kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum yang

mengacu kepada kebutuhan minimum makanan sebesar 2100 kkal per kapita per

Gambar

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Orang Bekerja dan Pengangguran
Tabel 4. Harga Minyak Bumi dan Subsidi Bahan Bakar
Gambar 1.  Harga Minyak Bumi dan Indikator Makroekonomi Indonesia
Tabel 5. Kebijakan Makro Energi Nasional Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan metode economic order quantity dalam suatu perusahaan akan mampu meminimalisasi terjadinya out of stock sehingga tidak mengganggu proses dalam

karyawan tidak terlalu setuju dengan jenis penghargaan interpersonal. Dimana penghargaan ini tidak terlalu mempengaruhi karyawan untuk tetap tetap loyal kepada

yang mana rataan total biaya produksi tertinggi pada perlakuan P0 (Penggunaan ransum kontrol dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0% dan tepung ikan komersil

1 Sebuah pema- haman atau penafsiran terhadap teks (dalam arti luas teks meliputi teks verbal dan nonverbal; tertulis dan tidak tertulis) tidak bisa dipaksakan adanya

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan

Menurut Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tantang Standar Proses, Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang kegiatan pembelajaran tatap muka untuk

“Stasiun Televisi Swasta di Makassar” adalah sebuah tempat yang di lengkapi dengan instalasi elektronik yang menyelenggarakan suatu sistem penyajian gambar dan

Inggris yang komunikatif. Kemudian pada tahun 2012 ia mendapat beasiswa ke Australia untuk melanjutkan S2 selama 2 tahun. Yang kemudian pada tahun 2014 ia kembali ke