• Tidak ada hasil yang ditemukan

Banyaknya produksi biodiesel sangat berhubungan dengan harga minyak bumi. Salah satu hubungan produksi biodiesel di Amerika Serikat (Hartoyo et al., 2009) dengan harga minyak bumi dinyatakan sebagai berikut :

Ln Y = 0.68 + 3.12 Ln P ...(24) dimana Y adalah produksi biodiesel dan P adalah harga minyak mentah. Dari persamaan di atas diketahui bahwa jika harga minyak mentah meningkat 1 persen maka produksi biodiesel akan meningkat sebesar 3.12 persen. Data produksi biodiesel di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa rata-rata produksi biodiesel meningkat 60 persen per tahun.

Penelitian Lopez dan Laan (2008) di Malaysia juga menunjukkan bahwa produksi biodiesel dari kelapa sawit dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit dan harga minyak kelapa sawit sendiri juga dipengaruhi oleh harga minyak bumi sehingga produksi biodiesel dari kelapa sawit juga dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Harga minyak bumi sendiri selama empat tahun terakhir sejak biodiesel dari

kelapa sawit dikembangkan di Indonesia mengalami kenaikan rata-rata sebesar 23.88 persen.

3.4.2 Biodiesel dari Kelapa Sawit

Biodiesel secara teknologi bukanlah hal yang baru. Ketika Dr. Rudolf Diesel mengembangkan mesin diesel pertama kali tahun 1912, desainnya untuk bahan bakar minyak kacang tanah.Minyak kacang tanah merupakan bahan bakar yang aman, tidak beracun, dapat terurai secara biologis dan dapat diperbarui serta dapat digunakan dengan mudah pada mesin diesel yang tidak dimodifikasi (Boyd

et al., 2004).

Produksi biodiesel dari bahan baku yang sesuai dapat menghasilkan keuntungan ekonomi dan lingkungan di sejumlah negara sedang berkembang, menciptakan tambahan lapangan kerja, mengurangi beban energi impor dan membuka potensi pasar ekspor (COM, 2006). Untuk Indonesia, biodiesel yang dapat digunakan berasal dari minyak kelapa sawit karena ketersediaan lahan tanaman tersebut, kesesuaian iklim, produktivitas yang cukup baik dan jumlah produksi yang mencapai lebih dari 20 juta ton per tahun. FAO (2008) mencatat tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan biodiesel 2500 – 6000 liter/ha, sementara tanaman jarak pagar hanya menghasilkan biodiesel 400 – 2200 liter/ha.

Biodiesel dari kelapa sawit diproduksi menggunakan minyak kelapa sawit (crude palm oil). Minyak kelapa sawit (crude palm oil) yang dihasilkan dari tandan buah segar kelapa sawit dapat diolah menjadi tiga kelompok produk yaitu Olein, Stearin dan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate). Olein dapat diolah lagi menjadi asam lemak (fatty acid), alkohol lemak (fatty alcohol), minyak goreng dan biodiesel. Stearin dapat diolah lagi menjadi margarin, asam lemak (fatty acid),

alkohol lemak (fatty alcohol) dan biodiesel. PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) sendiri dapat diolah lagi menjadi sabun dan tepung lemak (fat powder). Dengan demikian, biodiesel dari kelapa sawit dapat dihasilkan, baik dari Olein maupun Stearin seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Sederhana Produk Turunan dari Minyak Kelapa Sawit

Sumber : SBRC, 2009

Malaysia telah memulai program pengembangan biodiesel dari kelapa sawit sejak tahun 1982 melalui riset yang dibiayai oleh iuran dari para produsen minyak kelapa sawit di Malaysia. Pabrik biodiesel komersial resmi beroperasi tahun 2006 dan pada akhir 2007 ada 92 proyek biodiesel yang telah disetujui oleh pemerintah Malaysia. Pengembangan industri biodiesel di Malaysia didukung secara penuh oleh pemerintah Malaysia melalui berbagai insentif pajak dan subsidi (Lopez dan Laan, 2008).

Pengembangan bahan bakar nabati termasuk biodiesel dari kelapa sawit memberikan dampak terhadap indikator makroekonomi suatu perekonomian

terutama terkait dengan kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Raswant et al. (2008) menyatakan pengembangan bahan bakar nabati, walaupun ada kecemasan akan berdampak pada kenaikan harga pangan, dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi terutama dari perdesaan melalui tambahan aliran modal masuk, menciptakan permintaan untuk pangan dan jasa yang membuka lapangan kerja, menurunkan perpindahan dari perdesaan ke perkotaan dan menciptakan efek pengganda bagi perekonomian. Pengembangan bahan bakar nabati dapat berkontribusi pada penurunan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja karena produksi bahan bakar nabati yang padat karya dapat menciptakan lapangan kerja yang signifikan.

3.4.3 Skenario Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit

Trend kenaikan harga bahan bakar fosil, akibat keterbatasan sumber daya telah menarik banyak negara untuk menggunakan biodiesel sebagai salah satu bahan bakar nabati. Pada tahun 2001 sekitar 79.4 persen dari energi primer dunia masih berasal dari bahan bakar fosil dimana 44 persen diantaranya berupa bahan bakar minyak (UNDP, 2004). Kombinasi dari harga, permintaan, cadangan dan penurunan biaya produksi biodiesel telah menarik banyak negara untuk bergabung dengan trend bahan bakar nabati ini (IEA, 2006).

Sielhorts et al. (2008) dari Wetlands International menyatakan bahwa terdapat dua skenario yang sering digunakan sebagai dasar dalam pengembangan bahan bakar nabati yang terjadi di seluruh dunia termasuk untuk biodiesel dari kelapa sawit. Skenario tersebut adalah sebagai berikut :

Skenario substitusi impor digunakan berdasarkan asumsi negara-negara pengembang bahan bakar nabati akan melakukan substitusi impor bahan bakar bensin dan diesel dengan etanol dan biodiesel. Besarnya tingkat substitusi disesuaikan dengan ketersediaan lahan, investasi yang dibutuhkan dan kemampuan teknologi yang dimiliki.

2. Skenario peningkatan ekspor

Skenario peningkatan ekspor digunakan berdasarkan kemampuan negara- negara pengembang bahan bakar nabati memenuhi permintaan bahan bakar nabati dari konsumen dunia. Besarnya permintaan yang dapat dipenuhi tergantung pada daya saing masing-masing produsen bahan bakar nabati. Permintaan bahan bakar nabati ini jika terpenuhi dapat menjadi tambahan nilai ekspor bagi negara bersangkutan.

Pengembangan bahan bakar nabati terutama biodiesel memberikan peluang bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan ketahanan energi nasional melalui pengurangan pengeluaran dan ketergantungan mereka terhadap sumber energi impor yang tidak stabil dan berbiaya tinggi (Raswant et al., 2008). Faktor lain yang berperan dalam pengembangan biodiesel adalah skala potensial produksi, ukuran pasar nasional dan regional, investasi infrastruktur yang diperlukan, dukungan dari rezim kebijakan, pilihan negara untuk ekspor dan harga pasar dari bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel (COM, 2006).

Untuk Indonesia, Triyanto (2007) menyatakan bahwa ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi dalam pengembangan biodiesel dari kelapa sawit. Pertama, bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit berkembang dengan pesat dan tidak mengganggu stabilitas pasokan bahan baku minyak goreng (55.56 persen). Kedua,

bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit tidak berkembang (27.27 persen). Ketiga, bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit berkembang sangat pesat dalam waktu yang singkat, sehingga mengganggu stabilitas pasokan bahan baku minyak kelapa sawit untuk minyak goreng (17.17 persen). Untuk itu agar pengembangan biodiesel dari kelapa sawit berhasil dengan baik maka strategi yang dapat dilakukan adalah pengembangannya dilakukan bertahap, teknologi yang digunakan fleksibel untuk multi bahan baku, pembangunan industrinya terpadu dan dilakukan aliansi dengan negara maju.