• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dua masalah utama yang sedang dihadapi oleh banyak negara berkembang di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah masalah pengangguran dan kemiskinan. Pengangguran dan kemiskinan merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Orang yang menganggur atau tidak punya pekerjaan biasanya juga miskin. Orang-orang yang miskin umumnya disebabkan karena tidak punya pendapatan akibat menganggur atau tidak punya pekerjaan (Aktar et al, 2009).

Pengangguran sendiri terjadi ketika pertambahan tenaga kerja baru lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya baik dari sektor swasta maupun pemerintah. Pengangguran adalah suatu situasi dimana orang-orang yang memiliki kemampuan bekerja dan juga keinginan untuk bekerja tidak memperoleh pekerjaan. Situasi tersebut disebabkan

oleh banyak faktor antara lain pertumbuhan populasi yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang tidak memadai, pekerjaan yang bersifat musiman dan lambatnya pembangunan industri. Mankiw (2007) menyatakan beberapa alasan munculnya pengangguran. Pertama, diperlukan waktu untuk mencocokkan antara para pekerja dengan pekerjaan karena pekerja dan seluruh pekerjaan tidak identik sehingga orang yang kehilangan pekerjaan tidak segera mendapatkan pekerjaan barunya. Kedua, adanya kekakuan upah yang menyebabkan upah tidak segera menyesuaikan ketika terjadi perubahan permintaan dan penawaran tenaga kerja, sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya.

McEachern (2000) membedakan empat jenis pengangguran berdasarkan atas sumbernya. Ke empat jenis pengangguran tersebut adalah : (1). Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang muncul karena adanya waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan antara kualifikasi pekerja dengan pekerjaan yang tersedia. (2). Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang muncul karena keterampilan yang diminta pemberi pekerjaan tidak sesuai dengan keterampilan penganggur atau penganggur tidak berlokasi sama dengan tempat pekerjaan. (3). Pengangguran musiman, yaitu pengangguran yang timbul karena adanya perubahan permintaan dan penawaran tenaga kerja musiman. (4). Pengangguran siklikal, yaitu pengangguran yang terjadi karena fluktuasi pengangguran yang disebabkan oleh siklus bisnis.

Pengangguran di Indonesia merupakan masalah yang cukup serius. Data BPS (2007) menunjukkan sebelum krisis ekonomi 1997 tingkat pengangguran umumnya di bawah 5 persen, namun setelah itu terus meningkat sampai dengan 11.2 persen pada 2005. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia merupakan

masalah ekonomi yang perlu diperhatikan karena menyangkut pemborosan sumberdaya. Pemborosan tersebut menimbulkan kerugian yang ditanggung negara, masyarakat dan individu menyangkut biaya pemeliharaan keamanan dan stabilitas kehidupan masyarakat.

Saunders (2002) menyatakan bahwa pengangguran merupakan suatu hal yang tidak baik untuk ekonomi sehingga lapangan kerja harus diletakkan pada pusat sistem kesejahteraan dan menolak kesejahteraan untuk orang-orang yang tidak ingin bekerja atau tidak ingin melibatkan diri dalam aktivitas yang diharapkan mengarah pada terciptanya pekerjaan. Pengangguran akan menjadi biaya bagi perekonomian karena secara keseluruhan barang dan jasa yang dapat diproduksi menjadi berkurang. Output yang hilang ditambah dengan kerugian ekonomis dan psikologis yang dialami individu dan keluarga merupakan biaya pengangguran (McEachern, 2000).

Yudhoyono (2004) menyatakan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan kelompok masyarakat yang pasrah total pada keadaan. Pengangguran yang persisten dapat meningkatkan jumlah orang miskin yang berlanjut pada kemiskinan struktural jika pemerintah dan lembaga terkait tidak berhasil menciptakan peluang dan kemampuan yang memadai untuk mengangkat kelompok tersebut mencapai tingkat kehidupan yang layak.

Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang mencapai standar hidup minimal. Kemiskinan menurut BPS (2007) ditentukan oleh kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum yang mengacu kepada kebutuhan minimum makanan sebesar 2100 kkal per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan

kebutuhan dasar seseorang yang meliputi papan, sandang, sekolah, transportasi serta kebutuhan rumahtangga dan individu mendasar lainnya. Nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum di atas disebut garis kemiskinan.

Orang-orang yang pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan, disebut penduduk miskin karena ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar minimumnya. Untuk standar internasional dari Bank Dunia, batas penduduk dengan kategori miskin adalah yang berpenghasilan USD 1.00 per hari untuk negara berpendapatan rendah, USD 2.00 per hari untuk negara berpendapatan sedang dan USD 14.00 per hari untuk negara berpendapatan tinggi.

Kemiskinan juga disebabkan oleh orang-orang yang dikelompokkan miskin tersebut dalam proses produksi terutama yang ada di perdesaan hanya menerima nilai lebih ekonomi awal yang kecil sekali (Fisher, 2005). Mereka tidak terlibat dalam proses produksi lebih lanjut karena ketiadaan modal. Para pemilik modal yang melakukan proses produksi lebih lanjutlah yang akhirnya menikmati nilai lebih ekonomi dari proses produksi di atas (Yudhoyono, 2004).

Kemiskinan kadang dibedakan ke dalam dua jenis yaitu kemiskinan absolut (absolute poverty) dan kemiskinan relatif (relative poverty). Kemiskinan absolut adalah suatu keadaan dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat dipenuhi dengan pendapatan yang dimiliki seseorang atau suatu keluarga (Ingwe, 2009). Kemiskinan relatif diperoleh dengan membandingkan tingkat pendapatan atau keadaan seseorang atau suatu keluarga dengan keadaan masyarakat sekitarnya, dimana seseorang masih dianggap miskin jika pendapatan atau keadaannya masih jauh lebih rendah dari keadaan masyarakat sekitarnya.

Kemiskinan juga sering dihubungkan dengan kondisi wilayah. Untuk wilayah dengan sumberdaya alam yang subur, secara umum masyarakatnya dapat hidup cukup sejahtera, sebaliknya untuk wilayah yang kurang subur umumnya hidup dalam belitan kemiskinan (Gambi, 2003).

Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup besar. Besarnya jumlah penduduk miskin, yang jika tidak tertangani dengan baik oleh pemerintah menurut Yudhoyono (2004) dapat mengakibatkan : (1) besarnya beban sosial masyarakat, (2) rendahnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia, (3) rendahnya partisipasi aktif masyarakat, (4) menurunnya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, (5) menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan (6) kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang.