• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, INDEPENDENSI, KEAHLIAN, ETIKA PROFESI, PENGALAMAN DAN SITUASI AUDIT TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Sumatera Bagian Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, INDEPENDENSI, KEAHLIAN, ETIKA PROFESI, PENGALAMAN DAN SITUASI AUDIT TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Sumatera Bagian Selatan)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, INDEPENDENSI, KEAHLIAN, ETIKA PROFESI, PENGALAMAN, DAN SITUASI AUDIT

TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR

Oleh

LISNAWATI DEWI

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis apakah skeptisisme profesional auditor, independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman, dan situasi audit berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Data diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada 54 auditor di 15 Kantor Akuntan Publik yang terdaftar pada IAPI tahun 2015 dan berada di wilayah Sumatera Bagian Selatan. Data analisis menggunakan regresi linier berganda dengan Software SPSS 21.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skeptisisme profesional auditor, keahlian, pengalaman, dan situasi audit berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini auditor, sedangkan independensi dan etika profesi tidak berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Kemudian dari hasil pengujian koefisien determinasi (R2) diketahui nilai R2 sebesar 0,653 (65,3%). Berarti bahwa 65,3% variabel ketepatan pemberian opini auditor dapat dipengaruhi oleh skeptisisme profesional auditor, keahlian, pengalaman, dan situasi audit sedangkan sisanya sebesar 34,7% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar model dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya serta berguna bagi KAP dalam hal pemberian opininya.

(2)

ABSTRACT

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, INDEPENDENSI, KEAHLIAN, ETIKA PROFESI, PENGALAMAN, DAN SITUASI AUDIT

TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR

By

LISNAWATI DEWI

The objective of this study is to analyze the auditor’s professional scepticism, independency, expertise, professional ethics, experience, and audit situation influence the accurancy of audit opinion. Questionaires are used for collecting the data from 54 auditor’s on 15 registered public accountant in the region of Southern Sumatera, and to according Directory IAPI 2015. The data where analyzed using multiple regression with SPSS 21 software.

The result of study shows that the auditor’s professional scepticism, expertise, experience, and audit situation has positive effect on the accurancy of audit opinion, meanwhile independency and professional ethics has no significant effect on the accurancy of audit apinion. Then, from the result of testing the coefficient of determination (R2) is known R2 value of 0,653 (65,3%). Means that 65.3 % accuracy variable giving the auditor's opinion may be affected by the auditor's professional skepticism , expertise , experience , and audit situation while the remaining 34.7 % is influenced by other variables outside the model in this study. Results of this study are expected to be a reference for further research as well as useful for the public accounting firm in giving his opinion.

(3)

Oleh

Lisnawati Dewi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung tanggal 17 Januari

1993 sebagai putri pertama dari tiga saudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak

diTK Shandy Putra (Telkom) Bandarlampung tahun

1999.Dilanjutkan denganpendidikan dasar di SD Negeri 1

Tanjung Agung Bandarlampung dan lulus tahun 2005.Selanjutnya penulis

menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Bandarlampung

yang diselesaikan pada tahun 2008, kemudian penulis melanjutkan pendidikan

tingkat atas di SMK Negeri 1 Bandarlampung hingga lulus pada tahun 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur PMPAP (Penerimaan

Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan). Selama menjadi mahasiswi penulis

terdaftar menjadi anggota dalam UKM Mahasiswa Himakta (Himpunan

(9)

PERSEMBAHAN

Pujisyukur kepada Allah SWT yang MahaPengasihdanPenyayang,

Karyainikupersembahkankepada:

Papa dan Mama, yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, dukungan, doa,

serta pelajaran dan didikannya kepada penulis.

Adik-adikkuDian Safitri danAdinda Triyani yang selalumemberikansemangat,

doa dan motivasi untukku

Opa, Oma, dan Ibu Lusi yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi

untukku

Seluruh keluarga besar yang telah memberikan motivasi dan doa.

Sahabat-sahabat dan Almamatertercintajurusan

(10)

MOTO

“Allah SWT tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya dan kemampuannya”

(Q.S. Al Baqarah; 286)

“Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, maka apabila kamutelah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguhurusan yang lain”

(QS. Al. Insyiroh: 6-7)

“Be happy for no reason, like a child. If you are happy for a reason, you’re in trouble,

because that reason can be taken for you” (Deepak Chopra)

“If you want to be trusted, be honest. If you want to be honest, be true. If you want to be true, be yourself”

(11)

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan semua ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor, Independensi, Keahlian,

Etika Profesi, Pengalaman, dan Situasi Audit Terhadap Ketepatan Pemberian

Opini Auditor” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua

pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses

penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt. sebagai Ketua Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. sebagai Sekertaris Jurusan Akuntansi

(12)

4. Bapak Drs. A. Zubaidi Indra, S.E., M.M., CA., CPA. sebagai dosen

Pembimbing Utama, atas bimbingan, masukan, arahan dan nasihat yang telah

diberikan selama proses penyelesaian skripsi.

5. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. sebagai dosen Pembimbing Kedua, yang

telah memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan saran-sarannya selama

proses penyelesaian skripsi.

6. Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. selaku dosen penguji, atas masukan,

arahan, dan nasihat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Ninuk Dewi K., S.E., M.Sc., Akt. sebagai dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat sehingga

penulis dapat menyelesaikan proses belajar.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Akuntansi atas semua bimbingan,

pengajaran, pelayanan, dan bantuan yang telah diberikan.

9. Orang tuaku Tercinta, Papa dan Mama tercinta, Adik-Adikku tercinta atas

semua limpahan kasih sayang, dukungan doa, dan bantuan yang telah

diberikan.

10.Sahabat – sahabat ku : Andueriganta, Aliya, Arum, Cinta, Mutia, Nabilla, Tya

Terima kasih karena tidak bosan membantu dan memberi semangat untuk

menyelesaikan skripsi.

11.Teman-teman AKT 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu karena telah

memberikan banyak warna dikehidupan penulis.

12.Teman satu bimbingan yang sudah memberikan semangat dan berjuang

(13)

Kec: Bekri Kab: Lampung Tengah: Dika dokter, Dika gondrong, Mba Nia,

Mba Mawar, Meiga, Riefkho, Irul, Kartika, dan Zen yang telah memberikan

banyak warna selama KKN.

14.Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, 22 Juni 2015

Penulis,

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 23

3.1 Operasional Variabel Penelitian ... 37

4.1 Penyebaran Kuesioner ... 46

4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 47

4.3 Demografi Responden ... 48

4.4 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif ... 49

4.5 Hasil Uji Validitas ... 51

4.6 Hasil Uji Reliabilitas ... 51

4.7 Hasil Uji Normalitas ... 52

4.8 Hasil Uji Multikolinieritas ... 54

4.9 Koefisien Regresi Linier Berganda ... 56

4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 57

4.11 Hasil Uji Statistik F ... 58

4.12 Hasil Uji Statistik t ... 59

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Daftar Nama KAP di wilayah Sumatera Bagian Selatan

LAMPIRAN 2 : Daftar Hasil Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner

LAMPIRAN 3 : Kuesioner

LAMPIRAN 4 : Tabulasi Jawaban Responden

LAMPIRAN 5 : Hasil Pengolahan Data (Hasil Uji Deskriptif, Rangkuman

Jawaban Responden, Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas,

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran ... 25

4.1 Hasil Uji Grafik Histogram dan Normal P-Plot ... 53

(17)

DAFTAR ISI

1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah ... 6

1.2.2 Batasan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.3.2.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Auditing ... 9

2.1.2 Theory Planned Behavior ... 10

2.1.3 Skeptisisme Profesional Auditor ... 11

2.1.4 Independensi ... 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Data Penelitian 3.1.1 Sampel ... 32

(18)

3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 33

3.2.1 Instrumen Penelitian ... 34

3.2.2 Pengukuran Variabel Penelitian ... 38

3.3 Metode Analisis Data 3.3.1 Model dan Persamaan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Data ... 46

4.2 Statistik Deskriptif ... 49

4.3 Pengujian Kualitas Data 4.3.1 Uji Validitas ... 50

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 51

4.4 Pengujian Asumsi Klasik 4.4.1 Uji Normalitas ... 52

4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 53

4.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 54

4.5 Pengujian Hipotesis 4.5.1 Hasil Pengujian Regresi ... 55

4.5.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 57

4.5.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 58

4.5.4 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 59

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi dimana bisnis tidak mengenal batas Negara, kebutuhan akan

adanya audit laporan keuangan oleh akuntan publik menjadi sangat diperlukan,

sebelum para pengambil kebijakan mengambil keputusan. Auditor menjadi

profesi yang diharapkan banyak orang yang meletakan kepercayaan pada

pemeriksaan dan pendapat yang diberikan atas kewajaran laporan keuangan.

Diharapkan profesi akuntan publik untuk dapat meningkatkan kinerjanya agar

dapat menghasilkan produk audit berupa opini yang dapat diandalkan bagi pihak

yang membutuhkan.

Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit

untuk memperoleh keyakinan yang memadai mengenai apakah laporan keuangan

telah bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kesalahan ataupun

kecurangan. Karena sifat dari bahan bukti audit dan karakteristik kecurangan,

auditor harus mampu mendapatkan keyakinan yang memadai, namun bukan

absolut, bahwa salah saji material telah dideteksi. Auditor tidak memiliki

tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk mendapatkan

(20)

kesalahan ataupun kecurangan, yang tidak signifikan terhadap laporan keuangan

telah terdeteksi (IAPI, 2011). Dimana prediksi auditor dalam mempertimbangkan

kesalahan saji ini nantinya akan berpengaruh dalam hal pemberian opini auditor.

Munculnya kekurang percayaan masyarakat akan profesi akuntan publik memang

beralasan, karena cukup banyak laporan keuangan suatu perusahaan yang

mengalami kebangkrutan justru setelah mendapat opini wajar tanpa pengecualian

dikeluarkan. Misalnya saja seperti kasus Enron yang melibatkan KAP Arthur

Andersen di Amerika Serikat yang berakibat pada menurunnya kepercayaan

investor terhadap integritas penyajian laporan keuangan. Beberapa kasus yang

hampir serupa juga terjadi di Indonesia, diantaranya adalah laporan keuangan

ganda Bank Lippo untuk periode 30 September pada tahun 2002 dan mark up atas laporan keuangan tahun 2001 oleh manajemen PT. Kimia Farma Tbk. yang

terbukti melaporkan overstated laba bersih sebesar Rp. 132 miliar (Winantyadi dan Waluyo, 2014).

Pada penelitian Kushasyandita (2012) yang mengutip penelitian Beasley (2001)

yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releaes), selama 11 periode (Januari 1987-Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab

kegagalan auditor dalam mendeteksi laporan keuangan adalah rendahnya tingkat

skeptisisme profesional auditor. Kesalahan auditor dalam kasus tersebut adalah

terlambat menyadari dan melaporkan adanya ketidakberesan yang dilakukan

pihak manajemen perusahaan. Kesalahan tersebut diakibatkan karena auditor tidak

(21)

berhati-hati dalam melakukan pengujian atas bukti audit yang seharusnya

kompeten dan cukup.

Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya keahlian, pengalaman, situasi audit yang dihadapi, dan etika (Gusti

dan Ali, 2008). Dimana dalam penelitian ini skeptisisme profesional auditor

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: independensi, keahlian, etika profesi,

pengalaman dan situasi audit. Dan syarat auditor dalam pemberian opini auditor

apabila dalam pelaksanaannya auditor telah menerapkan sikap independensi,

keahlian yang dimiliki, serta profesionalisme yang dapat diwujudkan dengan etika

profesi.

Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak

semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain

yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat

mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan

lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki sikap independensi dan

kompetensi yang memadai (Herawaty dan Susanto, 2009).

Sikap dan tindakan profesional memerlukan tuntutan pada berbagai bidang

profesi, tidak terkecuali profesi sebagai akuntan publik. Akuntan yang profesional

dalam melaksanakan pengauditan diharapkan akan menghasilkan audit yang

memenuhi standar yang telah ditetapkan organisasi dan sesuai dengan kode etik

atau standar profesi. Seorang akuntan agar tetap dipercaya masyarakat harus

(22)

profesi dalam menjalankan tugasnya. Kode etik profesional diperlukan untuk

mengatur perilaku profesional agar bertindak untuk kepentingan orang banyak

(Khikmah, 2005 dalam Sinaga, 2012).

Tertuang dalam Standar Umum Auditing, dalam pelaksanaan audit dan

penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya

dengan cermat dan seksama. Dimana dalam standar ini menuntut auditor

independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan

menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama (IAPI, 2011).

Sehingga dengan profesionalisme yang tinggi yang diwujudkan dengan etika

profesinya, tentu auditor akan memberikan kontribusi yang dapat dipercaya dalam

melakukan audit atas laporan keuangan klien, dan dapat membantu dalam hal

pengambilan keputusan nantinya. Menurut Bonner dan Levis (1990) dalam Kriswandari (2006) profesi adalah tingkat penguasaan dan pelaksanaan dalam

memberikan pelayanan audit laporan keuangan yang mencakup 3 (tiga) hal yaitu:

knowledge (pengetahuan), skill (keahlian), dan character (karakter).

Faktor pengalaman memiliki peranan penting bagi auditor dalam memberikan

opini yang telah bebas dari salah saji material, karena pengalaman yang lebih akan

menghasilkan pengetahuan yang lebih (Christ, 1993 dalam Hilmi, 2011).

Pengalaman yang lebih juga dapat meningkatkan sikap skeptis yang dimiliki oleh

seorang auditor sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya lebih bersifat

(23)

Dalam menjalankan tugas lapangannya, seorang auditor sering menghadapi

kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi dalam hal pemberian opini auditor.

Salah satu kondisi atau situasi dalam audit yaitu saat ditemukan adanya

kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh pihak manajemen sehingga dalam

hal ini auditor membutuhkan sikap skeptis dengan tingkat yang rendah.

Sedangkan apabila dalam proses audit nantinya seorang auditor menemukan

indikasi yang mengarah terhadap kecurangan yang dilakukan dengan sengaja

maka seorang auditor harus menggunakan sikap skeptisnya dengan tingkat yang

tinggi karena akan sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini

auditor.

Terdapat lima tipe pernyataan pendapat yang mungkin diberikan oleh akuntan

publik atas laporan keuangan yang diauditnya. Adapun pernyataan tersebut

dijelaskan dalam PSA Seksi 508, yaitu pendapat wajar tanpa pengecualian,

pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas, pendapat wajar

dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, dan pernyataan tidak memberikan

pendapat.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) menunjukkan bahwa

variabel skeptisisme profesional auditor, situasi audit, etika, pengalaman dan

keahlian auditor memiliki hubungan signifikan terhadap ketepatan pemberian

opini auditor oleh akuntan publik. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Gusti dan Ali (2008) yang menunjukkan

(24)

memiliki hubungan signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005)

dan Gusti dan Ali (2008) dengan menambahkan satu variabel independen yaitu

independensi auditor.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berjudul “Pengaruh Skeptisisme

Profesional Auditor, Independensi, Keahlian, Etika Profesi, Pengalaman, dan Situasi Audit Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor”.

1.2 Perumusan dan Batasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah Skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh positif terhadap

Ketepatan Pemberian Opini Auditor ?

2. Apakah Independensi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian

Opini Auditor ?

3. Apakah Keahlian berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini

Auditor ?

4. Apakah Etika Profesi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian

Opini Auditor ?

5. Apakah Pengalaman berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini

Auditor ?

6. Apakah Situasi Audit berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian

(25)

1.2.2 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya berfokus pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah

Sumatera Bagian Selatan. Penelitian ini mengabaikan adanya pengaruh

variabel-variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi terhadap variabel-variabel-variabel-variabel yang

digunakan oleh peneliti.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai adanya

pengaruh antara:

1. Variabel Skeptisisme Profesional Auditor terhadap Ketepatan Pemberian

Opini Auditor.

2. Variabel Independensi terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.

3. Variabel Keahlian terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.

4. Variabel Etika Profesi terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.

5. Variabel Pengalaman terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.

6. Variabel Situasi Audit terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Penulis mengaharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi akademis sehingga

(26)

perkembangan teori terutama yang berkaitan dengan auditing dan akuntansi

keperilakuan dalam memberi perkuliahan.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada

Akuntan Publik (Auditor pada KAP) bahkan pada sektor publik dalam hal

perkembangan profesionalisme dan pemberian opini auditor dengan tepat, untuk

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Auditing

Berdasarkan sifatnya teori dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: teori

normatif dan teori deskriptif. Teori normatif merupakan teori yang seharusnya

dilaksanakan sedangkan teori deskriptif merupakan teori yang sesungguhnya

dilaksanakan. Tidak seperti pada akuntansi, pada auditing tidak banyak orang

yang berbicara tentang teori auditing sebagai lawan kata praktik auditing. Pada

umumnya, orang menganggap auditing hanya suatu rangkaian prosedur, metode

dan teknik. Auditing tidak lebih dari pada sekedar suatu cara untuk melakukan

sesuatu dengan sedikit penjelasan, uraian, rekonsiliasi, dan argumentasi.

Meskipun demikian telah dicoba untuk meyakinkan perlunya suatu teori normatif

pada auditing. Menurut Mautz dan Sharaf (1961) dalam bukunya yang berjudul

“The Philosophy of Auditing“ menyebutkan bahwa terdapat lima konsep dasar

dalam teori auditing, yaitu:

1. Bukti (evidence), Tujuannya adalah untuk memperoleh pengertian sebagai adanya issue pokok tingkat kehati-hatian yang diharapkan pada auditor yang

(28)

2. Penyajian atau pengungkapan yang wajar (fair presentation), konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas (tidak memihak),

tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan aliran kas

perusahaan yang wajar.

3. Independensi (Independence), yaitu suatu sikap yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam melakukan audit. Konsep independensi berkaitan

dengan independensi pada diri pribadi auditor secara individual

(practitioner-independence), dan independen pada seluruh auditor secara bersama-sama

dalam profesi (profession-independence).

4. Etika Perilaku (Ethical Conduct), etika dalam auditing berkaitan dengan konsep perilaku yang ideal dari seorang auditor profesional yang independen

dalam melaksanakan audit.

2.1.2 Theory Planned Behavior (TPB)

Theory Planned Behavior (teori perilaku yang direncanakan) adalah teori yang menghubungkan keyakinan dan perilaku. Konsep ini diusulkan oleh Ajzen (1985)

untuk memperbaiki kekuatan prediksi dari teori tindakan beralasan termasuk yang

dirasakan kontrol perilaku. Tujuan dan manfaat dari teori ini adalah untuk

meramalkan danmemahami pengaruh-pengaruh motivasi perilaku, baik kemauan

individu itusendiri maupun bukan kemauan dari individu tersebut. Teori ini

terdiri dari 3 (tiga) dasar determinan, yaitu:

(29)

ini memerlukan pertimbangan hasil dari melakukan perilaku. Contohnya

adalah sikap seorang terhadapintuisi, terhadap orang lain, atau terhadap suatu

objek. Dalam hal ini, sikapauditor terhadap lingkungan dimana ia bekerja

(kantor), terhadap atasannya atauterhadap penjelasan dari kliennya, dan

tentunya terhadap pemberian opininyaatas laporan keuangan.

2. Norma subyektif (subjective norm), ini mengacu pada keyakinan tentang apakah kebanyakan orang menyetujui atau menolak perilaku. Hal ini terkait

dengan keyakinan seseorang tentang apakah rekan-rekan dan orang-orang

yang penting bagi orang berpikir dia harus terlibat dalam perilaku. Contohnya

adalah etika profesi seorang auditor yang menyangkut keyakinan pada kode

atau standar yang telah berlaku selama melakukan pemeriksaan.

3. Kontrol perilaku (perceived behavioual control), ini mengacu pada persepsi seseorang dari kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku yang menarik.

Dirasakan kontrol perilaku bervariasi diseluruh situasi dan tindakan, yang

menghasilkan orang yang memiliki berbagai persepsi pengendalian perilaku

tergantung pada situasi.

2.1.3 Skeptisisme Profesional Auditor

Tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik PSA No.04, SA seksi 230.06

mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai:

Sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit”.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) skeptisisme diartikan

(30)

“Sikap atau paham yang memandang sesuatu hal dengan tidak pasti, sehingga seolah-olah bersifat kurang percaya ataupun ragu-ragu terhadap hal yang sedang dijalankan”.

Skeptisisme profesional seorang auditor menjelaskan bahwa seorang auditor harus

memiliki sifat keraguan atau kecurigaan terhadap kliennya. Hal ini dimaksudkan

agar seorang auditor tidak begitu saja menerima penjelasan dari klien, tetapi akan

mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai

obyek yang dipermasalahkan.

International Federation of Accountant (IFAC) dalam Tuanakotta (2011)

mendefinisikan professional skepticism dalam konteks evidence assessment atau penilaian atas bukti audit, yaitu:

“Skepticism means the auditor makes a critical assessment, with a

questioning mind, of the validity of audit evidence obtained and is alert to audit evidence that contradicts or b rings into question the reliability of documents and responses to inquiries and other information obtained from management and those charged with governance”.

Dari pengertian di atas didapat unsur-unsur professional skepticism yaitu: ada penilaian yang kritis, adanya cara berfikir yang terus-menerus bertanya dan

mempertanyakan, adanyakesahihan dari bukti audit yang diperoleh, waspada

terhadap bukti audit yang kontradiktif, mempertanyakan keandalan dokumen dan

jawaban atau pertanyaan serta informasi lain, dan yang diperoleh dari manajemen

dan mereka yang berwenang dalam pengelolaan (perusahaan).

Sikap skeptis seorang auditor ini sangat diperlukan, terlebih lagi dalam hal

(31)

pelaksanaan pekerjaan lapangannya seorang auditor hanya berfokus pada prosedur

audit yang telah direncanakan sejak awal saja maka akan sulit bagi seorang

auditor dalam menentukan apakah opini yang nantinya akan diberikan telah tepat

sesuai dengan kondisi laporan keuangan klien. Untuk itu diperlukan

profesionalisme seorang auditor, dimana profesionalisme seorang auditor terdiri

dari Integritas, Objektivitas, dan Independensi (Agoes, 2012).

Dalam penelitian ini skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu: independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman auditor dan situasi

audit. Dimana sikap skeptis bersifat subyektif sehingga setiap auditor memiliki

ukuran skeptis yang berbeda-beda bergantung dari tingkat kepercayaan auditor

terhadap klien dan tipe kepribadian auditor sendiri.

2.1.4 Independensi

Independensi diartikan oleh Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 2011 sebagai:

”Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Menurut Mulyadi (2011) independensi auditor mempunyai tiga aspek, yaitu:

1. Independence in fact, dapat diartikan sebagai independensi yang berupa kejujuran dalam diri auditor saat mempertimbangkan berbagai fakta yang

(32)

2. Independence in appearance, merupakan independensi yang ditinjau dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan

dengan diri auditor.

3. Independensi ditinjau dari sudut pandang keahliannya. Seseorang dapat

mempertimbangkan fakta dengan baik, jika ia mempunyai keahlian mengenai

audit atas fakta tersebut. Kompetensi auditor menentukan independen atau

tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diauditnya.

2.1.5 Keahlian

Standar umum pertama dari standar auditing PSA Seksi 210, paragraf 01

menyatakan bahwa:

”Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”.

Sedangkan dalam penelitian Kushasyandita (2012) mendefinisikan keahlian audit

sebagai keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari

pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan,

seminar, simposium dan lain-lain seperti:

1. Untuk luar negeri (AS) ujian CPA (Certified Public Accountant) dan untuk di dalam negeri (Indonesia) USAP (Ujian Sertifikat Akuntan Publik).

2. PPL (Pelatihan Profesi Berkelanjutan).

3. Pelatihan-pelatihan intern dan ekstern.

(33)

Keahlian seorang auditor tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja, tetapi

keahlian auditor juga dapat diperoleh dari pengalaman saat melaksanakan tugas

audit. Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih,

sehingga dalam hal ini pengalaman dan pengetahuan nantinya akan menghasilkan

keahlian bagi seorang auditor.

2.1.6 Etika Profesi

Etika secara umum didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau

aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu

atau individu (Sukamto, 1991 dalam Kusuma, 2012). Sedangkan menurut Elder

dkk., (2012) etika dapat didefinisikan secara luas sebagai seperangkat

prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Perilaku beretika merupakan hal yang penting bagi

masyarakat agar kehidupan berjalan dengan tertib. Hal ini dikarenakan etika

merupakan hal perekat untuk menyatukan masyarakat.

Prinsip-prinsip dasar etika profesional, yaitu:

1. Integritas. Auditor harus terus terang dan jujur serta melakukan praktik secara

adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan profesional mereka.

2. Objektivitas. Auditor harus tidak berkompromi dalam memberikan

pertimbangan profesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan atau

adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya.

3. Kompetensi profesional dan kecermatan. Auditor harus menjaga pengetahuan

(34)

tekun dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka ketika

memberikan jasa profesional.

4. Kerahasiaan. Auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama tugas profesional maupun hubungan dengan klien. Auditor tidak boleh

menggunakan informasi yang sifatnya rahasia dari hubungan profesional

mereka, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan pihak lain.

5. Perilaku profesional. Auditor harus menahan diri dari setiap perilaku yang

akan mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan kelalaian.

Dari hal pemberian opini auditor yang bebas dari salah saji material, seorang

auditor pasti sering mengalami dilema etika semasa karier bisnis mereka. Dimana

disatu sisi auditor seperti mendapatkan tekanan dan terancam digantikan dengan

auditor yang baru oleh pihak manajemen perusahaan apabila auditor tidak

memberikan opini unqualified (opini wajar tanpa pengecualian), namun disisi lain auditor juga menemukan hal-hal yang dapat bersifat materialitas dalam laporan

keuangan. Disaat inilah profesionalisme auditor dapat diuji, apakah ia akan tetap

mempertahankan sifat profesionalismenya atau malah sebaliknya demi

mendapatkan reward dari perusahaan klien, etika auditorpun seperti terabaikan.

2.1.7 Pengalaman

Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan bahwa seorang auditor baru dapat

melakukan praktik sebagai akuntan publik apabila auditor tersebut telah memiliki

(35)

Menteri Keuangan No.43/KMK.017/1997, tanggal 27 Januari 1997 tentang jasa

akuntan publik (Mulyadi, 2011).

Kemudian tertuang dalam Standar Auditing PSA Seksi 210, paragraf 03

menyatakan:

”Asisten junior yang baru masuk ke dalam karier auditing harus

memperoleh pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan review atas pekerjaannya dari atasan yang lebih

berpengalaman”.

Pengalaman Auditor sendiri didapat pada saat melakukan audit laporan keuangan

baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis

perusahaan yang pernah ditangani. Alasan yang paling umum dalam

mendiagnosis suatu masalah adalah ketidakmampuan menghasilkan dugaan yang

tepat. Libby dan Frederick (1990) dalam Kusuma (2012) menemukan bahwa

makin banyak pengalaman auditor makin dapat menghasilkan berbagai macam

dugaan dalam menjelaskan temuan audit.

Pengalaman merupakan atribut yang penting bagi auditor, terbukti dengan tingkat

kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang sudah berpengalaman biasanya lebih

dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim/wajar dan lebih

selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor

yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001 dalam Kusuma, 2012). Auditor

yang telah berpengalaman ini juga akan membuat judgement relatif lebih baik dalam menentukan opini audit dan dalam hal menggunakan sikap skeptisisme

(36)

2.1.8 Situasi Audit

Situasi audit adalah dimana dalam suatu penugasan audit, auditor dihadapkan

pada keadaan yang mengandung resiko audit rendah (regularities) dan keadaan yang mengandung resiko audit yang besar (irregularities) (Mulyadi, 2011). Irregularities sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat ketidaksengajaan atau kecurangan yang dilakukan dengan sengaja. Situasi

irregularities antara lain, yaitu (1) related party transaction, (2) client misstate (klien melakukan penyimpangan), (3) kualitas komunikasi, (4) Klien baru pertama

kali diaudit, dan (5) klien bermasalah (Suraida, 2005).

Situasi audit yang mengandung resiko audit rendah (regularities) yaitu saat ditemukan adanya kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh pihak

manajemen sehingga dalam hal ini auditor membutuhkan sikap skeptis dengan

tingkat yang rendah. Sedangkan situasi audit yang mengandung resiko audit yang

besar (irregularities) apabila dalam proses audit nantinya seorang auditor

menemukan indikasi yang mengarah terhadap kecurangan yang dilakukan dengan

sengaja maka seorang auditor harus menggunakan sikap skeptisnya dengan

tingkat yang tinggi karena akan sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian

opini auditor.

Menurut Shaub dan Lawrence (1996) contoh situasi audit seperti related party transaction, hubungan pertemanan yang dekat antara auditor dengan klien, klien yang diaudit adalah orang yang memiliki kekuasaan kuat di suatu perusahaan

(37)

yang tepat. Menurut Elder, dkk. (2012) situasi seperti kesulitan untuk

berkomunikasi antara auditor lama dengan auditor baru terkait informasi

mengenai suatu perusahaan sebagai auditee akan mempengaruhi skeptisisme profesionalnya dalam hal pemberian opini auditor.

2.1.9 Opini Auditor

Opini audit merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentangkewajaran

penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukanaudit. Ikatan

Akuntan Indonesia (2001) menyatakan bahwa laporan audit harusmemuat suatu

pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secarakeseluruhan atau suatu

asersi bahwa pernyataan demikian diberikan. Jikapendapat secara keseluruhan

atau suatu asersi bahwa pernyataan demikiantidak dapat diberikan, maka

alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal jikanama auditor dikaitkan dengan

laporan keuangan, laporan audit harus memuatpetunjuk yang jelas mengenai sifat

pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkattanggung jawab auditor bersangkutan.

Auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporankeuangan auditan,

dalam semua hal yang material, yang didasarkan ataskesesuaian penyusunan

laporan keuangan tersebut dengan prinsip akuntansiberterima umum (Mulyadi,

2011). Jika auditor tidak dapat mengumpulkanbukti kompeten yang cukup atau

jika hasil pengujian auditor menunjukkanbahwa laporan keuangan yang

diauditnya disajikan tidak wajar, maka auditorperlu menerbitkan laporan audit

(38)

Terdapat lima pendapat yang mungkin diberikan oleh akuntan publik atas laporan

keuangan yang diauditnya (Mulyadi, 2011). Pendapat tersebut adalah:

1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika:

a. Tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat

pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran.

b. Penerapan prinsip akuntansi yang berterima umum dalam penyusunan

laporan keuangan.

c. Auditor bersifat independen.

d. Dalam pemeriksaan auditor telah menerapkan Standar Profesional

Akuntan Publik.

e. Konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta

pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.

2. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language)

Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan

keuangan dari hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan

audit bentuk baku.

3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan

(39)

a. Lingkup audit dibatasi oleh klien

b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat

memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar

kekuasaan klien maupun auditor.

c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima

umum.

d. Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam laporan

keuangan tidak diterapkan secara konsisten.

4. Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion) Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika:

a. Laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi

berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan,

hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien.

b. Jika ada pembatasan lingkup auditnya, sehingga ia tidak dapat

mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung

pendapatnya.

c. Laporan keuangan yang dibuat oleh pihak klien tidak disajikan sesuai

dengan Standar Akuntansi Keuangan.

d. Terjadi kesalahan yang cukup material sehingga dapat mempengaruhi

mengenai kewajaran laporan keuangan.

Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka

(40)

dipercaya dan tidak dapat digunakan oleh pemakai informasi keuangan untuk

pengambilan keputusan.

5. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka

laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat

adalah :

a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit.

b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.

c. Ada ketidakpastian yang cukup material.

Opini auditor dikatakan tepat apabila dalam pemberian opini tersebut telah

dipertimbangkan dengan kriteria-kriteria yang telah disampaikan di atas. Dan

dalam pertimbangan pemberian opini, auditor telah menerapkan Standar

Profesional Akuntan Publik, auditor dapat bersifat independen, dan laporan

keuangan klien telah disajikan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.

didasarkan apabila laporan keuangan klien telah bebas dari kesalahan maupun

kekeliruan yang dilakukan oleh pihak manajemen.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sudah banyak penelitian yang telah membahas mengenai ketepatan pemberian

(41)

auditor. Berikut ini rincian beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai

acuan peneliti:

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti, dan Judul Penelitian

Metode Penelitian Hasil Penelitian

(42)

3. Kushasyandita,

gender memiliki pengaruh signifikan secara langsung terhadap ketepatan pemberian opini auditor dan situasi audit berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui

skeptisisme profesional auditor.

4. Kautsarrmelia Tania, 2013

(43)

2.3 Model Penelitian

Berdasarkan telaah pustaka serta penelitian terdahulu, maka penelitian ini

menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisismeprofesional

auditor yaitu independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman, dan situasi audit

terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Untuk membantu dalam memahami

penelitian ini, diperlukanadanya suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

H1 (+)

H2 (+) H3 (+)

H4 (+) H5 (+) H6 (+)

Skeptisisme

Profesional Auditor (X1)

Pengalaman (X5) Independensi (X2)

Keahlian (X3)

Etika Profesi (X4)

Ketepatan Pemberian Opini Auditor (Y)

(44)

2.4 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai dapat dibuktikan melalui data-data yang telah dikumpulkan.

Berdasarkan kerangka hipotesis tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam

penelitian ini adalah:

2.4.1 Skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor

Menurut Shaub dan Lawrence (1996) menyebutkan adanya hubungan antara

skeptisisme profesional auditor dengan ketepatan pemberian opini auditor,

diperkuat dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme

profesional auditor tersebut seperti yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain:

independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman, dan situasi audit. Teori

auditing yang dikemukakan oleh Mautz dan Sharaf (1961) menjelaskan bahwa

seorang auditor harus memiliki sifat kehati-hatian dalam proses pemeriksaannya

dan selalu mengindahkan norma-norma profesi dan norma moral yang berlaku.

Sama halnya dengan skeptisisme profesional auditor yang memiliki arti bahwa

seorang auditor harus memiliki sifat curiga terhadap klien, agar dapat mengajukan

pertanyaan untuk diperoleh bukti secara kompeten, sehingga bukti tersebut

nantinya akan memperkuat dasar pengambilan kesimpulan yang tertuang dalam

pendapat auditor. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) dan

Gusti dan Ali (2008) membuktikan secara empiris bahwa skeptisisme profesional

(45)

auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini diajukan hipotesis

sebagai berikut :

H1 = Skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh positif terhadap Ketepatan

Pemberian Opini Auditor

2.4.2 Independensi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor

Elder, dkk. (2012) mengartikan independensi sebagai pandangan yang tidak

memihak dalam proses pemeriksaan. Sama halnya dengan konsep independensi

dan konsep penyajian atau pengungkapan yang wajar yang terdapat dalam teori

auditing yang menyatakan bahwa informasi laporan keuangan yang bebas (tidak

memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan

aliran kas perusahaan yang wajar.Hal ini dimaksudkan agar hasil pemeriksaan

nantinya yang berupa opini atas kewajaran laporan keuangan dapat bersifat tepat

sesuai dengan kondisi laporan keuangan klien. Penelitian yang telah dilakukan

Kautsarrahmelia (2013) membuktikan bahwa independensi tidak memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor.

Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Alim dkk. (2007) membuktikan

bahwa independensi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap ketepatan

pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini

diajukan hipotesis sebagai berikut :

H2 = Independensi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini

(46)

2.4.3 Keahlian berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor

Sesuai dengan landasan teori yang telah dipaparkan pada landasan teoritis,

theory planned of behavior mampu menjelaskan bagaimana keahlian audit dapat mempengaruhi ketepatan pemberian opini auditor. Teori ini mengasumsikan

bahwa manusia biasanya akan berperilaku pantas dengan dasar tiga fungsi dasar

determinan, yaitu: (1) attitude, (2) subjective norm, (3) behavior control. Fungsi dasar determinan attitude dan subjective norm mampu menjelaskan sikap dari diri seseorang, sesuai dengan lingkungan dan norma-norma yang diyakini orang-orang

disekitarnya. Orang lain akan menilai seseorang yang berkeahlian tinggi pasti

akan berperilaku baik, oleh karena itu setiap individu dengan keahlian tertentu

biasanya akan bersikap sesuai dengan bagaimana persepsi orang lain terhadap

dirinya. Keahlian audit mencakup seluruh pengetahuan auditor akan dunia audit

itu sendiri, tolak ukurnya adalah tingkat sertifikasi pendidikan dan jenjang

pendidikan sarjana formal (Gusti dan Ali, 2008). Dengan menggunakan

kemahirannya untuk membuat pertimbangan dan menggunakan sikap skeptisnya

dengan baik sehingga dapat memperoleh dan mengevaluasi bukti yang memadai

untuk ditariknya kesimpulan audit. Penelitian yang telah dilakukan oleh

Kausarrahmelia (2013) menunjukkan bahwa keahlian tidak memiliki pengaruh

secara signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Sedangkan

penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) membuktikan bahwa keahlian

(47)

Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai

berikut:

H3 = Keahlian berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor

2.4.4 Etika Profesi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor

Pelaksanaan pekerjaan auditor tidak terlepas dari etika profesi, dimana etika

dibutuhkan untuk menjadi pedoman dalam setiap pelaksanaan profesi. Etika dapat

diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dalam suatu hal

dan etika inilah yang menjadikan seseorang memiliki akhlak yang baik sesuai

norma-norma yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan adanya theory planned of behavior yang didalamnya terdapat unsur norma subyektif dan adanya konsep mengenai etika perilaku yang terdapat dalam teori auditing yang menyebutkan

bahwa adanya keyakinan mengenai suatu norma atau standar yang mengikat antar

masyarakat, sehingga seseorang yang telah berpedoman pada norma dan etika

akan lebih bersikap terbuka terhadap ketentuan profesi yang telah diatur.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Kushasyandita (2012) membuktikan bahwa

etika tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini

auditor. Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyudi dkk. (2006)

membuktikan bahwa etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap

ketepatan pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian

ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

H4 = Etika Profesi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini

(48)

2.4.5 Pengalaman berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor

Theory planned of behavior menyatakan pada dasarnya sikap adalah kepercayaan postif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu,

sehingga intensi untuk berperilaku ditentukan dari sikap. Fungsi dasar determinan

perceived behavioral control berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan persepsi seseorang untuk menentukan perilakunya. Fungsi determinan ini

berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan persepsi seseorang mengenai

seberapa sulit untuk melakukan suatu perilaku (Kushasyandita, 2012).

Pengalaman yang didapat oleh seorang auditor menjadikan auditor bersifat lebih

berhati-hati saat berhadapan dengan kasus atau temuan audit. Auditor dengan

pengalaman yang cukup, kinerjanya akan lebih baik dibandingkan denganmasih

sedikit pengalaman. Pengalaman sebagai riwayat yang dialami oleh suatu

organismepada saat lampau atau persepsi yang sedang dialami dari situasi

ketidaksadaran yang ada. Sehingga auditor yang telah memiliki pengalaman yang

banyak akan lebih tau bagaimana ia harus menghadapi kasus-kasus yang telah

dialami sehingga lebih bersifat hati-hati agar tidak mengulangi kesalahan yang

sama pada kedepannya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Kushasyandita

(2012) membuktikan bahwa pengalaman auditor tidak berpengaruh terhadap

ketepatan pemberian opini auditor. Sedangkan penelitian yang telah dilakukan

oleh Winantyadi dan Waluyo (2014) membuktikan secara empiris bahwa

(49)

pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini

diajukan hipotesis sebagai berikut:

H5 = Pengalaman berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini

Auditor

2.4.6 Situasi Audit berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor

Seorang auditor di dalam melakukan audit biasanya dihadapkan pada situasi yang

memiliki resiko rendah(situasi regularities) dan situasi yang memiliki resiko tinggi (situasi irregularities). Di dalam situasitertentu, resiko terjadinya

kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan dalam laporan keuanganjauh

lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa (Gusti dan Ali, 2008). Theory of planned behavior menyebutkan bahwa adanya kontrol perilaku yang ia rasakan bergantung dari situasi dan variasi persepsi tersebut yang dapat menghasilkan

berbagai pengendalian perilaku yang bergantung dari situasi yang ada. Sehingga

dalam hal ini, auditor akan lebih mempertimbangkan mengenai opini apa yang

nantinya akan diberikan sesuai dengan situasi yang terjadi dalam pemeriksaan.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) dan Wahyudi dkk. (2006)

membuktikan bahwa situasi audit memiliki pengaruh secara signifikan terhadap

ketepatan pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian

ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

H6 = Situasi Audit berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sampel dan Data Penelitian 3.1.1 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar

pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2015 yang berada

dalam wilayah Sumatera Bagian Selatan yang meliputi: Bandarlampung,

Palembang, Bengkulu, dan Jambi. Berdasarkan Direktori IAPI tahun 2015

terdapat 15 KAP yang akan menjadi objek penelitian.

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel diambil denganmenggunakan

metode convenience sampling, yaitu teknik penentuan sampel atasdasar

kemudahan. Menurut Jogiyanto (2010) convenience sampling dilakukan dengan memilih sampel bebas berdasarkan faktor kemudahan yang ditentukan sendiri

oleh peneliti.

3.1.2 Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer. Peneliti dengan data primer

dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan, karena data yang tidak

(51)

(Indriantoro, 2014).Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar

pertanyaan (kuesioner) yang telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan

informasi dari auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Sumatera Bagian

Selatan dan sekaligus menjadi responden dalam penelitian ini. Data primer dalam

penelitian ini berupa:

a. Karakteristik responden yaitu jenis kelamin, usia, posisi jabatan, dan

pendidikan terakhir.

b. Jawaban kuesioner responden atas pengaruh faktor skeptisisme professional

auditor, independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman dan situasi audit

untuk menilai ketepatan pemberian opini auditor. Pertanyaan dibuat dengan menggunakan metode kuesioner tertutup untuk mengetahui tingkat signifikan

indikator variabel. Karena fungsi kuesioner dalam penelitian ini sangatlah

penting, sebagai data primer, maka dibutuhkan acuan yang jelas sebagai dasar

pernyataan pada kuesioner agar tidak menghasilkan analisa yang keliru.

3.2 Operasional Variabel Penelitian

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalahdengan

menggunakan metode kuesioner. Data dikumpulkan melalui personal.Metode ini

menggunakan penyebaran kuesioner yang telah disusun secaraterstuktur,

sejumlah pertanyaan tertulis disampaikan pada responden untukditanggapi sesuai

dengan kondisi yang dialami oleh responden yang bersangkutan.

Pertanyaan berkaitan dengan data demografi responden serta opini atau tanggapan

(52)

berapa besar skeptisisme profesional auditordari para akuntan profesional yang

bekerja pada KAP di wilayah Sumatera Bagian Selatan.Penyebaran dan

pengumpulan kuesioner di Kota Bandarlampung dilakukan secara langsung oleh

peneliti dengan cara mengantar kuesioner langsung ke KAP. Sedangkan untuk

penyebaran dan pengumpulan kuesioner di wilayah lainnya dilakukan secara tidak

langsung dengan menggunakan mail survey atau pengiriman kuesioner dilakukan melalui post.

3.2.1 Instrumen Penelitian a. Variabel Independen

Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi

variabel yang lain (Indriantoro, 2014). Variabel independen dalam penelitian ini

adalah:

1. Skeptisisme Profesional Auditor (X1)

Skeptisisme profesional auditor adalah sikap auditor yang akan membawa

pada tindakannya yang selalu mempertanyakan dan menaksir secara kritis

terhadap bukti audit.

2. Independensi (X2)

Independensi adalah sikap yang diharapkan dari akuntan publik untuk tidak

mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya yang

(53)

3. Keahlian (X3)

Keahlian merupakan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai

hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam

pelatihan, seminar, simposium, dan lain sebagainya.

4. Etika Profesi (X4)

Etika profesi adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku

yang diterima dan digunakan oleh organisasi privasi akuntan yang meliputi

kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik

dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik.

5. Pengalaman (X5)

Pengalaman auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan

keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun

jenis-jenis perusahaan yang ditangani. Bahwa semakin banyak pengalaman auditor

semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan

temuan audit.

6. Situasi Audit (X6)

Seorang auditor di dalam melakukan audit biasanya dihadapkan pada situasi

yang memiliki resiko rendah(situasi regularities) dan situasi yang memiliki resiko tinggi (situasi irregularities).

b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh

(54)

adalah Ketepatan Pemberian Opini Auditor. Opini auditor merupakan pendapat

yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan

perusahaan tempat auditor melakukan audit.

Menurut Mulyadi (2011) kriterianya pemberian opini yang baik adalah :

1. Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian diberikan karena auditor

meyakini, berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, laporan keuangan telah

bebas dari kekeliruan yang material.

2. Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas

diberikan karena adanya keadaan-keadaan yang memerlukan penjelasan,

seperti saat terjadi perubahan metode akuntansi.

3. Pemberian Opini Wajar Dengan Pengecualian diberikan karena, meskipun ada

kekeliruan, namun kesalahan tersebut secara keseluruhan tidak mempengaruhi

kewajaran laporan keuangan.

4. Pemberian Opini Tidak Wajar diberikan karena auditor meyakini, berdasarkan

bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung

banyak sekali kesalahan yang material. Artinya laporan keuangan tidak

menggambarkan kondisi keuangan secara benar.

5. Pemberian Opini Tidak Memberikan Pendapat diberikan karena auditor tidak

bisa meyakini apakah laporan keuangan benar atau salah. Ini terjadi karena

auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk

menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan benar

(55)

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Indikator No. Butir

Pertanyaan

a) Tingkat keraguan auditor terhadap bukti audit. 1 b) Sikap skeptis berpengaruh dalam menemukan

penyimpangan dalam laporan keuangan.

2

c) Mengevaluasi temuan audit harus menggunakan sikap skeptis.

3

d) Pengetahuan terhadap skeptisisme profesional auditor.

4

e) Akuntan publik diharapkan mempunyai sikap skeptis terhadap temuan audit yang

berhubungan dengan wajar tidaknya laporan keuangan.

5

f) Bersikap cermat dan seksama dalam

melaksanakan tugas audit merupakan faktor sikap skeptis.

a) Bebas dari intervensi manajerial. 7 b) Bebas dari intervensi prosedur audit. 8

c) Bebas mengakses data. 9

d) Bebas dari pengaruh manajerial. 10

e) Bebas dari kepentingan pribadi. 11

f) Bebas dari tekanan. 12

g) Menghindari kata menyesatkan. 13

h) h) Bebas menggunakan judgement. 14

a) Komponen penting dalam pengetahuan. 15 b) b) Prosedur-prosedur dalam pengetahuan. 16 c) c) Pengalaman dalam menghimpun dan

d) memberikan kemampuan bagi pengetahuan.

17

c) d) Kemampuan berkomunikasi. 18

d) e) Kreativitas. 19

e) f) Kemampuan bekerja sama dengan orang lain. 20 Etika Profesi

b) Kecakapan Profesional. 22

c) Tanggung jawab. 23

d) Pelaksanaan Kode Etik. 24

(56)

Pengalaman Auditor (X5)

Shaub dan Lawrence

(1996)

a) Pengalaman yang diperoleh dari lamanya bekerja dalam satu tahun.

26

b) b) Pengalaman yang diperoleh dari banyaknya c) tugas-tugas yang dilakukan auditor.

27

c) Pengalaman yang diperoleh dari banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit.

a) Related party transaction. 29

b) Client Misstate. 30

a) a) Adanya pembatasan dalam ruang lingkup b) audit.

34

c) b) Dalam pelaksanaan proses pemeriksaan, d) auditor harus berpedoman pada Standar e) Profesional Akuntan Publik.

35

c) Opini audit harus sesuai dengan bukti dan temuan audit yang ada.

36

a) d) Laporan keuangan klien yang diaudit harus b) telah sesuai dengan standar akuntansi c) keuangan.

37

d) e) Pertimbangan auditor untuk mengeluarkan e) laporan tambahan selain laporan yang

berisi opini auditor.

38

f) f) Opini auditor harus dapat menggambarkan g) secara representatif terhadap kondisi h) perusahaan sesungguhnya.

39

f) g) Kesalahan saji material akan sangat g) mempengaruhi auditor saat memberikan h) opini atas kewajaran laporan keuangan.

40

3.2.2 Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Skeptisisme Profesional Auditor, Independensi, Keahlian, Etika Profesi,

Situasi Audit dan Ketepatan Pemberian Opini Auditor diukur dengan

menggunakan skala ordinal menggunakan modifikasi skala Likert lima point,

(57)

Netral (N) diberi skor 3, Setuju (S) diberi skor 4, dan Sangat Setuju (SS) diberi

skor 5.

Variabel Pengalaman diukur dengan menggunakan skala interval, yaitu:

a. Untuk masa kerja

1. Skor 1 untuk interval 0-1 tahun

2. Skor 2 untuk interval 1-2 tahun

3. Skor 3 untuk interval 3-4 tahun

4. Skor 4 untuk interval lebih dari 5 tahun

b. Banyaknya tugas

1. Skor 1 jika tidak ada tugas yang sudah selesai

2. Skor 2 jika 1-2 kasus

3. Skor 3 jika 3-4 kasus

4. Skor 4 jika lebih dari 5 kasus

c. Jenis perusahaan yang pernah ditangani

1. Skor 1 jika tidak ada satu pun perusahaan yang ditangani

2. Skor 2 jika 1-2 jenis perusahaan saja

3. Skor 3 jika 3-4 jenis perusahaan saja

4. Skor 4 jika lebih dari 5 jenis perusahaan

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Model dan Persamaan Penelitian

Metode analisis ini digunakan untuk mendapatkan hasil yang pasti dalam

(58)

data yang digunakan adalah metode regresi linier berganda (multiple regression) yang mengukur hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

dalam hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat.

3.3.1.1 Uji Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan dalam penelitian ini untukmemberikan

gambaran atau deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian yaitu: skeptisisme

profesional auditor, independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman auditor,

situasi auditdan ketepatan pemberian opini auditor. Penelitian ini menggunakan

tabeldistribusi frekuensi yang menunjukkan nilai minimun, nilai maksimum,nilai

rata-rata (mean), standar deviation (Ghozali, 2013).

3.3.1.2 Uji Kualitas Data

Dalam mengumpulkan data untuk penelitian, peneliti menggunakan metode

survey kuesioner. Oleh karena itu kualitas data yang valid dan reliabel harus terpenuhi dalam pertanyaan kuesioner. Uji validitas digunakan untuk mengukur

apa yang seharusnya diukur, dan uji reliabilitas digunakan untuk mengukur

konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner

(Jogiyanto, 2010). Validnya sebuah data jika data yang diperoleh bisa menjawab

tujuan penelitian yang akan dicapai dengan akurat. Data yang dikatakan reliabel jika instrumen penelitian yang sama bisa stabil digunakan kembali pada penelitian

(59)

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.

Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur kuesioner tersebut. Pengukuran

validitas dilakukan dengan pengujian CFA dengan syarat nilai signifikan harus <5% dan KMO-MSA harus > 0,50 (Ghozali, 2013).

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan

reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten

atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013). Untuk uji reliabilitas ini

digunakan teknik Alpha Cronbach. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1960 dalam Ghozali, 2013)

3.3.1.3 Uji Asumsi Klasik

Sebuah model regresi akan dapat dipakai untuk prediksi jika memenuhi beberapa

asumsi, yaitu normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas

(60)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji dimana data variabel bebas (independen) dan data

variabel terikat (dependen) pada persamaan regresi berdistribusi normal atau tidak

berdistribusi normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika memunyai data

variabel bebas (independen) dan data variabel terikat (dependen) berdistribusi

mendekati normal atau normal sama sekali (Ghozali, 2013). Uji normalitas

bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau

residual memiliki distribusi normal. Salah satu cara untuk melihat normalitas

residual adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan dasar pengambilan keputusan jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) < 0,05 maka data residual terdistribusi tidak normal. Hal ini berlaku sebaliknya, yaitu jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) > 0,05 maka data residual terdistribusi normal (Ghozali, 2013).

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

(61)

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan kepengamatan lain tetap, maka

disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik adalah model yang menghindari atau tidak terjadi

Heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).

a. Grafik Plot

Cara untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat

grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya

SRESID. Dasar analisisnya adalah: Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik

yang ada membentuk pola teratur, maka telah teridentifikasi terjadi

heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di

atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heterokedastisitas.

b. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan Uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan nilai absolut residual (abs_Ut) sebagai variabel dependen dengan variabel independen tetap. Jika variabel independen

signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada

(62)

3.4 Pengujian Hipotesis

Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + εi

Keterangan :

β0 = Koefisien regresi konstanta

β1,2,3...,6 = Koefisien regresi masing-masing proksi

Y = Ketepatan pemberian opini auditor

X1 = Skeptisisme profesional auditor

X2 = Independensi

X3 = Keahlian

X4 = Etika profesi

X5 = Pengalaman

X6 = Situasi Audit

ε = error

3.4.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2013). Nilai

koefisiensi determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Dari Pasal 28 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapat ditafsirkan bahwa terhadap suami istri yang bertindak dengan itikad

Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan kriminal di Kota Surabaya tahun 2016 yang di ambil dari Polisi Resor Kota Besar Surabaya dengan

Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah. Ejaan baku adalah ejaan yang benar, sedangkan ejaan tidak

Citra Merek adalah keyakinan tentang suatu merek dengan melihat produk, kualitas dan persepsi yang telah ada selama ini dan dengan adanya keyakinan maka rasa

Dimana y adalah vektor dari variabel respon untuk n pengamatan, X adalah matriks berukuran yang elemen , adalah nilai dari variabel bebas ke- untuk pengamatan ke- , β

Selain tipe kelapa Dalam dan Genjah, beberapa jenis kelapa yang dianggap unik adalah (1) kelapa Hibrida, adalah jenis kelapa hasil persilangan antara tipe kelapa Genjah dan

Sampel dari penelitian ini ditentukan secara purposive sampling yaitu dengan kriteria terdapat tanah hak guna bangunan yang diindikasikan terlantar atau telah ditetapkan

tingkat materialitas tidak ditentukan oleh sikap yang dimiliki oleh auditor sehubungan dengan imbalan yang diperoleh dalam memeriksa laporan