ABSTRAK
PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, INDEPENDENSI, KEAHLIAN, ETIKA PROFESI, PENGALAMAN, DAN SITUASI AUDIT
TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR
Oleh
LISNAWATI DEWI
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis apakah skeptisisme profesional auditor, independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman, dan situasi audit berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Data diperoleh dengan memberikan kuesioner kepada 54 auditor di 15 Kantor Akuntan Publik yang terdaftar pada IAPI tahun 2015 dan berada di wilayah Sumatera Bagian Selatan. Data analisis menggunakan regresi linier berganda dengan Software SPSS 21.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skeptisisme profesional auditor, keahlian, pengalaman, dan situasi audit berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini auditor, sedangkan independensi dan etika profesi tidak berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Kemudian dari hasil pengujian koefisien determinasi (R2) diketahui nilai R2 sebesar 0,653 (65,3%). Berarti bahwa 65,3% variabel ketepatan pemberian opini auditor dapat dipengaruhi oleh skeptisisme profesional auditor, keahlian, pengalaman, dan situasi audit sedangkan sisanya sebesar 34,7% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar model dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya serta berguna bagi KAP dalam hal pemberian opininya.
ABSTRACT
PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, INDEPENDENSI, KEAHLIAN, ETIKA PROFESI, PENGALAMAN, DAN SITUASI AUDIT
TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR
By
LISNAWATI DEWI
The objective of this study is to analyze the auditor’s professional scepticism, independency, expertise, professional ethics, experience, and audit situation influence the accurancy of audit opinion. Questionaires are used for collecting the data from 54 auditor’s on 15 registered public accountant in the region of Southern Sumatera, and to according Directory IAPI 2015. The data where analyzed using multiple regression with SPSS 21 software.
The result of study shows that the auditor’s professional scepticism, expertise, experience, and audit situation has positive effect on the accurancy of audit opinion, meanwhile independency and professional ethics has no significant effect on the accurancy of audit apinion. Then, from the result of testing the coefficient of determination (R2) is known R2 value of 0,653 (65,3%). Means that 65.3 % accuracy variable giving the auditor's opinion may be affected by the auditor's professional skepticism , expertise , experience , and audit situation while the remaining 34.7 % is influenced by other variables outside the model in this study. Results of this study are expected to be a reference for further research as well as useful for the public accounting firm in giving his opinion.
Oleh
Lisnawati Dewi
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandarlampung tanggal 17 Januari
1993 sebagai putri pertama dari tiga saudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak
diTK Shandy Putra (Telkom) Bandarlampung tahun
1999.Dilanjutkan denganpendidikan dasar di SD Negeri 1
Tanjung Agung Bandarlampung dan lulus tahun 2005.Selanjutnya penulis
menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Bandarlampung
yang diselesaikan pada tahun 2008, kemudian penulis melanjutkan pendidikan
tingkat atas di SMK Negeri 1 Bandarlampung hingga lulus pada tahun 2011.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur PMPAP (Penerimaan
Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan). Selama menjadi mahasiswi penulis
terdaftar menjadi anggota dalam UKM Mahasiswa Himakta (Himpunan
PERSEMBAHAN
Pujisyukur kepada Allah SWT yang MahaPengasihdanPenyayang,
Karyainikupersembahkankepada:
Papa dan Mama, yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, dukungan, doa,
serta pelajaran dan didikannya kepada penulis.
Adik-adikkuDian Safitri danAdinda Triyani yang selalumemberikansemangat,
doa dan motivasi untukku
Opa, Oma, dan Ibu Lusi yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi
untukku
Seluruh keluarga besar yang telah memberikan motivasi dan doa.
Sahabat-sahabat dan Almamatertercintajurusan
MOTO
“Allah SWT tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya dan kemampuannya”
(Q.S. Al Baqarah; 286)
“Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, maka apabila kamutelah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguhurusan yang lain”
(QS. Al. Insyiroh: 6-7)
“Be happy for no reason, like a child. If you are happy for a reason, you’re in trouble,
because that reason can be taken for you” (Deepak Chopra)
“If you want to be trusted, be honest. If you want to be honest, be true. If you want to be true, be yourself”
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan semua ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor, Independensi, Keahlian,
Etika Profesi, Pengalaman, dan Situasi Audit Terhadap Ketepatan Pemberian
Opini Auditor” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses
penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt. sebagai Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. sebagai Sekertaris Jurusan Akuntansi
4. Bapak Drs. A. Zubaidi Indra, S.E., M.M., CA., CPA. sebagai dosen
Pembimbing Utama, atas bimbingan, masukan, arahan dan nasihat yang telah
diberikan selama proses penyelesaian skripsi.
5. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. sebagai dosen Pembimbing Kedua, yang
telah memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan saran-sarannya selama
proses penyelesaian skripsi.
6. Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. selaku dosen penguji, atas masukan,
arahan, dan nasihat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.
7. Ibu Ninuk Dewi K., S.E., M.Sc., Akt. sebagai dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat sehingga
penulis dapat menyelesaikan proses belajar.
8. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Akuntansi atas semua bimbingan,
pengajaran, pelayanan, dan bantuan yang telah diberikan.
9. Orang tuaku Tercinta, Papa dan Mama tercinta, Adik-Adikku tercinta atas
semua limpahan kasih sayang, dukungan doa, dan bantuan yang telah
diberikan.
10.Sahabat – sahabat ku : Andueriganta, Aliya, Arum, Cinta, Mutia, Nabilla, Tya
Terima kasih karena tidak bosan membantu dan memberi semangat untuk
menyelesaikan skripsi.
11.Teman-teman AKT 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu karena telah
memberikan banyak warna dikehidupan penulis.
12.Teman satu bimbingan yang sudah memberikan semangat dan berjuang
Kec: Bekri Kab: Lampung Tengah: Dika dokter, Dika gondrong, Mba Nia,
Mba Mawar, Meiga, Riefkho, Irul, Kartika, dan Zen yang telah memberikan
banyak warna selama KKN.
14.Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bandar Lampung, 22 Juni 2015
Penulis,
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 23
3.1 Operasional Variabel Penelitian ... 37
4.1 Penyebaran Kuesioner ... 46
4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 47
4.3 Demografi Responden ... 48
4.4 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif ... 49
4.5 Hasil Uji Validitas ... 51
4.6 Hasil Uji Reliabilitas ... 51
4.7 Hasil Uji Normalitas ... 52
4.8 Hasil Uji Multikolinieritas ... 54
4.9 Koefisien Regresi Linier Berganda ... 56
4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 57
4.11 Hasil Uji Statistik F ... 58
4.12 Hasil Uji Statistik t ... 59
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Daftar Nama KAP di wilayah Sumatera Bagian Selatan
LAMPIRAN 2 : Daftar Hasil Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner
LAMPIRAN 3 : Kuesioner
LAMPIRAN 4 : Tabulasi Jawaban Responden
LAMPIRAN 5 : Hasil Pengolahan Data (Hasil Uji Deskriptif, Rangkuman
Jawaban Responden, Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas,
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ... 25
4.1 Hasil Uji Grafik Histogram dan Normal P-Plot ... 53
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah ... 6
1.2.2 Batasan Masalah ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis ... 7
1.3.2.2 Manfaat Praktis ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Auditing ... 9
2.1.2 Theory Planned Behavior ... 10
2.1.3 Skeptisisme Profesional Auditor ... 11
2.1.4 Independensi ... 13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Data Penelitian 3.1.1 Sampel ... 32
3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 33
3.2.1 Instrumen Penelitian ... 34
3.2.2 Pengukuran Variabel Penelitian ... 38
3.3 Metode Analisis Data 3.3.1 Model dan Persamaan Penelitian ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Data ... 46
4.2 Statistik Deskriptif ... 49
4.3 Pengujian Kualitas Data 4.3.1 Uji Validitas ... 50
4.3.2 Uji Reliabilitas ... 51
4.4 Pengujian Asumsi Klasik 4.4.1 Uji Normalitas ... 52
4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 53
4.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 54
4.5 Pengujian Hipotesis 4.5.1 Hasil Pengujian Regresi ... 55
4.5.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 57
4.5.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 58
4.5.4 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 59
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi dimana bisnis tidak mengenal batas Negara, kebutuhan akan
adanya audit laporan keuangan oleh akuntan publik menjadi sangat diperlukan,
sebelum para pengambil kebijakan mengambil keputusan. Auditor menjadi
profesi yang diharapkan banyak orang yang meletakan kepercayaan pada
pemeriksaan dan pendapat yang diberikan atas kewajaran laporan keuangan.
Diharapkan profesi akuntan publik untuk dapat meningkatkan kinerjanya agar
dapat menghasilkan produk audit berupa opini yang dapat diandalkan bagi pihak
yang membutuhkan.
Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit
untuk memperoleh keyakinan yang memadai mengenai apakah laporan keuangan
telah bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kesalahan ataupun
kecurangan. Karena sifat dari bahan bukti audit dan karakteristik kecurangan,
auditor harus mampu mendapatkan keyakinan yang memadai, namun bukan
absolut, bahwa salah saji material telah dideteksi. Auditor tidak memiliki
tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk mendapatkan
kesalahan ataupun kecurangan, yang tidak signifikan terhadap laporan keuangan
telah terdeteksi (IAPI, 2011). Dimana prediksi auditor dalam mempertimbangkan
kesalahan saji ini nantinya akan berpengaruh dalam hal pemberian opini auditor.
Munculnya kekurang percayaan masyarakat akan profesi akuntan publik memang
beralasan, karena cukup banyak laporan keuangan suatu perusahaan yang
mengalami kebangkrutan justru setelah mendapat opini wajar tanpa pengecualian
dikeluarkan. Misalnya saja seperti kasus Enron yang melibatkan KAP Arthur
Andersen di Amerika Serikat yang berakibat pada menurunnya kepercayaan
investor terhadap integritas penyajian laporan keuangan. Beberapa kasus yang
hampir serupa juga terjadi di Indonesia, diantaranya adalah laporan keuangan
ganda Bank Lippo untuk periode 30 September pada tahun 2002 dan mark up atas laporan keuangan tahun 2001 oleh manajemen PT. Kimia Farma Tbk. yang
terbukti melaporkan overstated laba bersih sebesar Rp. 132 miliar (Winantyadi dan Waluyo, 2014).
Pada penelitian Kushasyandita (2012) yang mengutip penelitian Beasley (2001)
yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releaes), selama 11 periode (Januari 1987-Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab
kegagalan auditor dalam mendeteksi laporan keuangan adalah rendahnya tingkat
skeptisisme profesional auditor. Kesalahan auditor dalam kasus tersebut adalah
terlambat menyadari dan melaporkan adanya ketidakberesan yang dilakukan
pihak manajemen perusahaan. Kesalahan tersebut diakibatkan karena auditor tidak
berhati-hati dalam melakukan pengujian atas bukti audit yang seharusnya
kompeten dan cukup.
Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya keahlian, pengalaman, situasi audit yang dihadapi, dan etika (Gusti
dan Ali, 2008). Dimana dalam penelitian ini skeptisisme profesional auditor
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: independensi, keahlian, etika profesi,
pengalaman dan situasi audit. Dan syarat auditor dalam pemberian opini auditor
apabila dalam pelaksanaannya auditor telah menerapkan sikap independensi,
keahlian yang dimiliki, serta profesionalisme yang dapat diwujudkan dengan etika
profesi.
Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak
semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain
yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat
mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan
lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki sikap independensi dan
kompetensi yang memadai (Herawaty dan Susanto, 2009).
Sikap dan tindakan profesional memerlukan tuntutan pada berbagai bidang
profesi, tidak terkecuali profesi sebagai akuntan publik. Akuntan yang profesional
dalam melaksanakan pengauditan diharapkan akan menghasilkan audit yang
memenuhi standar yang telah ditetapkan organisasi dan sesuai dengan kode etik
atau standar profesi. Seorang akuntan agar tetap dipercaya masyarakat harus
profesi dalam menjalankan tugasnya. Kode etik profesional diperlukan untuk
mengatur perilaku profesional agar bertindak untuk kepentingan orang banyak
(Khikmah, 2005 dalam Sinaga, 2012).
Tertuang dalam Standar Umum Auditing, dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama. Dimana dalam standar ini menuntut auditor
independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama (IAPI, 2011).
Sehingga dengan profesionalisme yang tinggi yang diwujudkan dengan etika
profesinya, tentu auditor akan memberikan kontribusi yang dapat dipercaya dalam
melakukan audit atas laporan keuangan klien, dan dapat membantu dalam hal
pengambilan keputusan nantinya. Menurut Bonner dan Levis (1990) dalam Kriswandari (2006) profesi adalah tingkat penguasaan dan pelaksanaan dalam
memberikan pelayanan audit laporan keuangan yang mencakup 3 (tiga) hal yaitu:
knowledge (pengetahuan), skill (keahlian), dan character (karakter).
Faktor pengalaman memiliki peranan penting bagi auditor dalam memberikan
opini yang telah bebas dari salah saji material, karena pengalaman yang lebih akan
menghasilkan pengetahuan yang lebih (Christ, 1993 dalam Hilmi, 2011).
Pengalaman yang lebih juga dapat meningkatkan sikap skeptis yang dimiliki oleh
seorang auditor sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya lebih bersifat
Dalam menjalankan tugas lapangannya, seorang auditor sering menghadapi
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi dalam hal pemberian opini auditor.
Salah satu kondisi atau situasi dalam audit yaitu saat ditemukan adanya
kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh pihak manajemen sehingga dalam
hal ini auditor membutuhkan sikap skeptis dengan tingkat yang rendah.
Sedangkan apabila dalam proses audit nantinya seorang auditor menemukan
indikasi yang mengarah terhadap kecurangan yang dilakukan dengan sengaja
maka seorang auditor harus menggunakan sikap skeptisnya dengan tingkat yang
tinggi karena akan sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini
auditor.
Terdapat lima tipe pernyataan pendapat yang mungkin diberikan oleh akuntan
publik atas laporan keuangan yang diauditnya. Adapun pernyataan tersebut
dijelaskan dalam PSA Seksi 508, yaitu pendapat wajar tanpa pengecualian,
pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas, pendapat wajar
dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, dan pernyataan tidak memberikan
pendapat.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) menunjukkan bahwa
variabel skeptisisme profesional auditor, situasi audit, etika, pengalaman dan
keahlian auditor memiliki hubungan signifikan terhadap ketepatan pemberian
opini auditor oleh akuntan publik. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Gusti dan Ali (2008) yang menunjukkan
memiliki hubungan signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005)
dan Gusti dan Ali (2008) dengan menambahkan satu variabel independen yaitu
independensi auditor.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berjudul “Pengaruh Skeptisisme
Profesional Auditor, Independensi, Keahlian, Etika Profesi, Pengalaman, dan Situasi Audit Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor”.
1.2 Perumusan dan Batasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh positif terhadap
Ketepatan Pemberian Opini Auditor ?
2. Apakah Independensi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian
Opini Auditor ?
3. Apakah Keahlian berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini
Auditor ?
4. Apakah Etika Profesi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian
Opini Auditor ?
5. Apakah Pengalaman berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini
Auditor ?
6. Apakah Situasi Audit berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian
1.2.2 Batasan Masalah
Penelitian ini hanya berfokus pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah
Sumatera Bagian Selatan. Penelitian ini mengabaikan adanya pengaruh
variabel-variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi terhadap variabel-variabel-variabel-variabel yang
digunakan oleh peneliti.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai adanya
pengaruh antara:
1. Variabel Skeptisisme Profesional Auditor terhadap Ketepatan Pemberian
Opini Auditor.
2. Variabel Independensi terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.
3. Variabel Keahlian terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.
4. Variabel Etika Profesi terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.
5. Variabel Pengalaman terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.
6. Variabel Situasi Audit terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.
1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Penulis mengaharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi akademis sehingga
perkembangan teori terutama yang berkaitan dengan auditing dan akuntansi
keperilakuan dalam memberi perkuliahan.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada
Akuntan Publik (Auditor pada KAP) bahkan pada sektor publik dalam hal
perkembangan profesionalisme dan pemberian opini auditor dengan tepat, untuk
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Auditing
Berdasarkan sifatnya teori dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: teori
normatif dan teori deskriptif. Teori normatif merupakan teori yang seharusnya
dilaksanakan sedangkan teori deskriptif merupakan teori yang sesungguhnya
dilaksanakan. Tidak seperti pada akuntansi, pada auditing tidak banyak orang
yang berbicara tentang teori auditing sebagai lawan kata praktik auditing. Pada
umumnya, orang menganggap auditing hanya suatu rangkaian prosedur, metode
dan teknik. Auditing tidak lebih dari pada sekedar suatu cara untuk melakukan
sesuatu dengan sedikit penjelasan, uraian, rekonsiliasi, dan argumentasi.
Meskipun demikian telah dicoba untuk meyakinkan perlunya suatu teori normatif
pada auditing. Menurut Mautz dan Sharaf (1961) dalam bukunya yang berjudul
“The Philosophy of Auditing“ menyebutkan bahwa terdapat lima konsep dasar
dalam teori auditing, yaitu:
1. Bukti (evidence), Tujuannya adalah untuk memperoleh pengertian sebagai adanya issue pokok tingkat kehati-hatian yang diharapkan pada auditor yang
2. Penyajian atau pengungkapan yang wajar (fair presentation), konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas (tidak memihak),
tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan aliran kas
perusahaan yang wajar.
3. Independensi (Independence), yaitu suatu sikap yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam melakukan audit. Konsep independensi berkaitan
dengan independensi pada diri pribadi auditor secara individual
(practitioner-independence), dan independen pada seluruh auditor secara bersama-sama
dalam profesi (profession-independence).
4. Etika Perilaku (Ethical Conduct), etika dalam auditing berkaitan dengan konsep perilaku yang ideal dari seorang auditor profesional yang independen
dalam melaksanakan audit.
2.1.2 Theory Planned Behavior (TPB)
Theory Planned Behavior (teori perilaku yang direncanakan) adalah teori yang menghubungkan keyakinan dan perilaku. Konsep ini diusulkan oleh Ajzen (1985)
untuk memperbaiki kekuatan prediksi dari teori tindakan beralasan termasuk yang
dirasakan kontrol perilaku. Tujuan dan manfaat dari teori ini adalah untuk
meramalkan danmemahami pengaruh-pengaruh motivasi perilaku, baik kemauan
individu itusendiri maupun bukan kemauan dari individu tersebut. Teori ini
terdiri dari 3 (tiga) dasar determinan, yaitu:
ini memerlukan pertimbangan hasil dari melakukan perilaku. Contohnya
adalah sikap seorang terhadapintuisi, terhadap orang lain, atau terhadap suatu
objek. Dalam hal ini, sikapauditor terhadap lingkungan dimana ia bekerja
(kantor), terhadap atasannya atauterhadap penjelasan dari kliennya, dan
tentunya terhadap pemberian opininyaatas laporan keuangan.
2. Norma subyektif (subjective norm), ini mengacu pada keyakinan tentang apakah kebanyakan orang menyetujui atau menolak perilaku. Hal ini terkait
dengan keyakinan seseorang tentang apakah rekan-rekan dan orang-orang
yang penting bagi orang berpikir dia harus terlibat dalam perilaku. Contohnya
adalah etika profesi seorang auditor yang menyangkut keyakinan pada kode
atau standar yang telah berlaku selama melakukan pemeriksaan.
3. Kontrol perilaku (perceived behavioual control), ini mengacu pada persepsi seseorang dari kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku yang menarik.
Dirasakan kontrol perilaku bervariasi diseluruh situasi dan tindakan, yang
menghasilkan orang yang memiliki berbagai persepsi pengendalian perilaku
tergantung pada situasi.
2.1.3 Skeptisisme Profesional Auditor
Tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik PSA No.04, SA seksi 230.06
mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai:
“Sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit”.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) skeptisisme diartikan
“Sikap atau paham yang memandang sesuatu hal dengan tidak pasti, sehingga seolah-olah bersifat kurang percaya ataupun ragu-ragu terhadap hal yang sedang dijalankan”.
Skeptisisme profesional seorang auditor menjelaskan bahwa seorang auditor harus
memiliki sifat keraguan atau kecurigaan terhadap kliennya. Hal ini dimaksudkan
agar seorang auditor tidak begitu saja menerima penjelasan dari klien, tetapi akan
mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai
obyek yang dipermasalahkan.
International Federation of Accountant (IFAC) dalam Tuanakotta (2011)
mendefinisikan professional skepticism dalam konteks evidence assessment atau penilaian atas bukti audit, yaitu:
“Skepticism means the auditor makes a critical assessment, with a
questioning mind, of the validity of audit evidence obtained and is alert to audit evidence that contradicts or b rings into question the reliability of documents and responses to inquiries and other information obtained from management and those charged with governance”.
Dari pengertian di atas didapat unsur-unsur professional skepticism yaitu: ada penilaian yang kritis, adanya cara berfikir yang terus-menerus bertanya dan
mempertanyakan, adanyakesahihan dari bukti audit yang diperoleh, waspada
terhadap bukti audit yang kontradiktif, mempertanyakan keandalan dokumen dan
jawaban atau pertanyaan serta informasi lain, dan yang diperoleh dari manajemen
dan mereka yang berwenang dalam pengelolaan (perusahaan).
Sikap skeptis seorang auditor ini sangat diperlukan, terlebih lagi dalam hal
pelaksanaan pekerjaan lapangannya seorang auditor hanya berfokus pada prosedur
audit yang telah direncanakan sejak awal saja maka akan sulit bagi seorang
auditor dalam menentukan apakah opini yang nantinya akan diberikan telah tepat
sesuai dengan kondisi laporan keuangan klien. Untuk itu diperlukan
profesionalisme seorang auditor, dimana profesionalisme seorang auditor terdiri
dari Integritas, Objektivitas, dan Independensi (Agoes, 2012).
Dalam penelitian ini skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman auditor dan situasi
audit. Dimana sikap skeptis bersifat subyektif sehingga setiap auditor memiliki
ukuran skeptis yang berbeda-beda bergantung dari tingkat kepercayaan auditor
terhadap klien dan tipe kepribadian auditor sendiri.
2.1.4 Independensi
Independensi diartikan oleh Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 2011 sebagai:
”Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Menurut Mulyadi (2011) independensi auditor mempunyai tiga aspek, yaitu:
1. Independence in fact, dapat diartikan sebagai independensi yang berupa kejujuran dalam diri auditor saat mempertimbangkan berbagai fakta yang
2. Independence in appearance, merupakan independensi yang ditinjau dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan
dengan diri auditor.
3. Independensi ditinjau dari sudut pandang keahliannya. Seseorang dapat
mempertimbangkan fakta dengan baik, jika ia mempunyai keahlian mengenai
audit atas fakta tersebut. Kompetensi auditor menentukan independen atau
tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diauditnya.
2.1.5 Keahlian
Standar umum pertama dari standar auditing PSA Seksi 210, paragraf 01
menyatakan bahwa:
”Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”.
Sedangkan dalam penelitian Kushasyandita (2012) mendefinisikan keahlian audit
sebagai keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari
pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan,
seminar, simposium dan lain-lain seperti:
1. Untuk luar negeri (AS) ujian CPA (Certified Public Accountant) dan untuk di dalam negeri (Indonesia) USAP (Ujian Sertifikat Akuntan Publik).
2. PPL (Pelatihan Profesi Berkelanjutan).
3. Pelatihan-pelatihan intern dan ekstern.
Keahlian seorang auditor tidak hanya didapat dari pendidikan formal saja, tetapi
keahlian auditor juga dapat diperoleh dari pengalaman saat melaksanakan tugas
audit. Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih,
sehingga dalam hal ini pengalaman dan pengetahuan nantinya akan menghasilkan
keahlian bagi seorang auditor.
2.1.6 Etika Profesi
Etika secara umum didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau
aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu
atau individu (Sukamto, 1991 dalam Kusuma, 2012). Sedangkan menurut Elder
dkk., (2012) etika dapat didefinisikan secara luas sebagai seperangkat
prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Perilaku beretika merupakan hal yang penting bagi
masyarakat agar kehidupan berjalan dengan tertib. Hal ini dikarenakan etika
merupakan hal perekat untuk menyatukan masyarakat.
Prinsip-prinsip dasar etika profesional, yaitu:
1. Integritas. Auditor harus terus terang dan jujur serta melakukan praktik secara
adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan profesional mereka.
2. Objektivitas. Auditor harus tidak berkompromi dalam memberikan
pertimbangan profesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan atau
adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya.
3. Kompetensi profesional dan kecermatan. Auditor harus menjaga pengetahuan
tekun dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka ketika
memberikan jasa profesional.
4. Kerahasiaan. Auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama tugas profesional maupun hubungan dengan klien. Auditor tidak boleh
menggunakan informasi yang sifatnya rahasia dari hubungan profesional
mereka, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan pihak lain.
5. Perilaku profesional. Auditor harus menahan diri dari setiap perilaku yang
akan mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan kelalaian.
Dari hal pemberian opini auditor yang bebas dari salah saji material, seorang
auditor pasti sering mengalami dilema etika semasa karier bisnis mereka. Dimana
disatu sisi auditor seperti mendapatkan tekanan dan terancam digantikan dengan
auditor yang baru oleh pihak manajemen perusahaan apabila auditor tidak
memberikan opini unqualified (opini wajar tanpa pengecualian), namun disisi lain auditor juga menemukan hal-hal yang dapat bersifat materialitas dalam laporan
keuangan. Disaat inilah profesionalisme auditor dapat diuji, apakah ia akan tetap
mempertahankan sifat profesionalismenya atau malah sebaliknya demi
mendapatkan reward dari perusahaan klien, etika auditorpun seperti terabaikan.
2.1.7 Pengalaman
Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan bahwa seorang auditor baru dapat
melakukan praktik sebagai akuntan publik apabila auditor tersebut telah memiliki
Menteri Keuangan No.43/KMK.017/1997, tanggal 27 Januari 1997 tentang jasa
akuntan publik (Mulyadi, 2011).
Kemudian tertuang dalam Standar Auditing PSA Seksi 210, paragraf 03
menyatakan:
”Asisten junior yang baru masuk ke dalam karier auditing harus
memperoleh pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan review atas pekerjaannya dari atasan yang lebih
berpengalaman”.
Pengalaman Auditor sendiri didapat pada saat melakukan audit laporan keuangan
baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis
perusahaan yang pernah ditangani. Alasan yang paling umum dalam
mendiagnosis suatu masalah adalah ketidakmampuan menghasilkan dugaan yang
tepat. Libby dan Frederick (1990) dalam Kusuma (2012) menemukan bahwa
makin banyak pengalaman auditor makin dapat menghasilkan berbagai macam
dugaan dalam menjelaskan temuan audit.
Pengalaman merupakan atribut yang penting bagi auditor, terbukti dengan tingkat
kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang sudah berpengalaman biasanya lebih
dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim/wajar dan lebih
selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor
yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001 dalam Kusuma, 2012). Auditor
yang telah berpengalaman ini juga akan membuat judgement relatif lebih baik dalam menentukan opini audit dan dalam hal menggunakan sikap skeptisisme
2.1.8 Situasi Audit
Situasi audit adalah dimana dalam suatu penugasan audit, auditor dihadapkan
pada keadaan yang mengandung resiko audit rendah (regularities) dan keadaan yang mengandung resiko audit yang besar (irregularities) (Mulyadi, 2011). Irregularities sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat ketidaksengajaan atau kecurangan yang dilakukan dengan sengaja. Situasi
irregularities antara lain, yaitu (1) related party transaction, (2) client misstate (klien melakukan penyimpangan), (3) kualitas komunikasi, (4) Klien baru pertama
kali diaudit, dan (5) klien bermasalah (Suraida, 2005).
Situasi audit yang mengandung resiko audit rendah (regularities) yaitu saat ditemukan adanya kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh pihak
manajemen sehingga dalam hal ini auditor membutuhkan sikap skeptis dengan
tingkat yang rendah. Sedangkan situasi audit yang mengandung resiko audit yang
besar (irregularities) apabila dalam proses audit nantinya seorang auditor
menemukan indikasi yang mengarah terhadap kecurangan yang dilakukan dengan
sengaja maka seorang auditor harus menggunakan sikap skeptisnya dengan
tingkat yang tinggi karena akan sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian
opini auditor.
Menurut Shaub dan Lawrence (1996) contoh situasi audit seperti related party transaction, hubungan pertemanan yang dekat antara auditor dengan klien, klien yang diaudit adalah orang yang memiliki kekuasaan kuat di suatu perusahaan
yang tepat. Menurut Elder, dkk. (2012) situasi seperti kesulitan untuk
berkomunikasi antara auditor lama dengan auditor baru terkait informasi
mengenai suatu perusahaan sebagai auditee akan mempengaruhi skeptisisme profesionalnya dalam hal pemberian opini auditor.
2.1.9 Opini Auditor
Opini audit merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentangkewajaran
penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukanaudit. Ikatan
Akuntan Indonesia (2001) menyatakan bahwa laporan audit harusmemuat suatu
pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secarakeseluruhan atau suatu
asersi bahwa pernyataan demikian diberikan. Jikapendapat secara keseluruhan
atau suatu asersi bahwa pernyataan demikiantidak dapat diberikan, maka
alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal jikanama auditor dikaitkan dengan
laporan keuangan, laporan audit harus memuatpetunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkattanggung jawab auditor bersangkutan.
Auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporankeuangan auditan,
dalam semua hal yang material, yang didasarkan ataskesesuaian penyusunan
laporan keuangan tersebut dengan prinsip akuntansiberterima umum (Mulyadi,
2011). Jika auditor tidak dapat mengumpulkanbukti kompeten yang cukup atau
jika hasil pengujian auditor menunjukkanbahwa laporan keuangan yang
diauditnya disajikan tidak wajar, maka auditorperlu menerbitkan laporan audit
Terdapat lima pendapat yang mungkin diberikan oleh akuntan publik atas laporan
keuangan yang diauditnya (Mulyadi, 2011). Pendapat tersebut adalah:
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika:
a. Tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat
pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran.
b. Penerapan prinsip akuntansi yang berterima umum dalam penyusunan
laporan keuangan.
c. Auditor bersifat independen.
d. Dalam pemeriksaan auditor telah menerapkan Standar Profesional
Akuntan Publik.
e. Konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta
pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.
2. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language)
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan
keuangan dari hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan
audit bentuk baku.
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan
a. Lingkup audit dibatasi oleh klien
b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat
memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar
kekuasaan klien maupun auditor.
c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum.
d. Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam laporan
keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
4. Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion) Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika:
a. Laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi
berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan,
hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien.
b. Jika ada pembatasan lingkup auditnya, sehingga ia tidak dapat
mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
pendapatnya.
c. Laporan keuangan yang dibuat oleh pihak klien tidak disajikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan.
d. Terjadi kesalahan yang cukup material sehingga dapat mempengaruhi
mengenai kewajaran laporan keuangan.
Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka
dipercaya dan tidak dapat digunakan oleh pemakai informasi keuangan untuk
pengambilan keputusan.
5. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka
laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat
adalah :
a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit.
b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
c. Ada ketidakpastian yang cukup material.
Opini auditor dikatakan tepat apabila dalam pemberian opini tersebut telah
dipertimbangkan dengan kriteria-kriteria yang telah disampaikan di atas. Dan
dalam pertimbangan pemberian opini, auditor telah menerapkan Standar
Profesional Akuntan Publik, auditor dapat bersifat independen, dan laporan
keuangan klien telah disajikan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.
didasarkan apabila laporan keuangan klien telah bebas dari kesalahan maupun
kekeliruan yang dilakukan oleh pihak manajemen.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sudah banyak penelitian yang telah membahas mengenai ketepatan pemberian
auditor. Berikut ini rincian beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai
acuan peneliti:
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti, dan Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
3. Kushasyandita,
gender memiliki pengaruh signifikan secara langsung terhadap ketepatan pemberian opini auditor dan situasi audit berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui
skeptisisme profesional auditor.
4. Kautsarrmelia Tania, 2013
2.3 Model Penelitian
Berdasarkan telaah pustaka serta penelitian terdahulu, maka penelitian ini
menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisismeprofesional
auditor yaitu independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman, dan situasi audit
terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Untuk membantu dalam memahami
penelitian ini, diperlukanadanya suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
H1 (+)
H2 (+) H3 (+)
H4 (+) H5 (+) H6 (+)
Skeptisisme
Profesional Auditor (X1)
Pengalaman (X5) Independensi (X2)
Keahlian (X3)
Etika Profesi (X4)
Ketepatan Pemberian Opini Auditor (Y)
2.4 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai dapat dibuktikan melalui data-data yang telah dikumpulkan.
Berdasarkan kerangka hipotesis tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah:
2.4.1 Skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
Menurut Shaub dan Lawrence (1996) menyebutkan adanya hubungan antara
skeptisisme profesional auditor dengan ketepatan pemberian opini auditor,
diperkuat dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisisme
profesional auditor tersebut seperti yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain:
independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman, dan situasi audit. Teori
auditing yang dikemukakan oleh Mautz dan Sharaf (1961) menjelaskan bahwa
seorang auditor harus memiliki sifat kehati-hatian dalam proses pemeriksaannya
dan selalu mengindahkan norma-norma profesi dan norma moral yang berlaku.
Sama halnya dengan skeptisisme profesional auditor yang memiliki arti bahwa
seorang auditor harus memiliki sifat curiga terhadap klien, agar dapat mengajukan
pertanyaan untuk diperoleh bukti secara kompeten, sehingga bukti tersebut
nantinya akan memperkuat dasar pengambilan kesimpulan yang tertuang dalam
pendapat auditor. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) dan
Gusti dan Ali (2008) membuktikan secara empiris bahwa skeptisisme profesional
auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini diajukan hipotesis
sebagai berikut :
H1 = Skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh positif terhadap Ketepatan
Pemberian Opini Auditor
2.4.2 Independensi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
Elder, dkk. (2012) mengartikan independensi sebagai pandangan yang tidak
memihak dalam proses pemeriksaan. Sama halnya dengan konsep independensi
dan konsep penyajian atau pengungkapan yang wajar yang terdapat dalam teori
auditing yang menyatakan bahwa informasi laporan keuangan yang bebas (tidak
memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan
aliran kas perusahaan yang wajar.Hal ini dimaksudkan agar hasil pemeriksaan
nantinya yang berupa opini atas kewajaran laporan keuangan dapat bersifat tepat
sesuai dengan kondisi laporan keuangan klien. Penelitian yang telah dilakukan
Kautsarrahmelia (2013) membuktikan bahwa independensi tidak memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor.
Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Alim dkk. (2007) membuktikan
bahwa independensi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap ketepatan
pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini
diajukan hipotesis sebagai berikut :
H2 = Independensi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini
2.4.3 Keahlian berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
Sesuai dengan landasan teori yang telah dipaparkan pada landasan teoritis,
theory planned of behavior mampu menjelaskan bagaimana keahlian audit dapat mempengaruhi ketepatan pemberian opini auditor. Teori ini mengasumsikan
bahwa manusia biasanya akan berperilaku pantas dengan dasar tiga fungsi dasar
determinan, yaitu: (1) attitude, (2) subjective norm, (3) behavior control. Fungsi dasar determinan attitude dan subjective norm mampu menjelaskan sikap dari diri seseorang, sesuai dengan lingkungan dan norma-norma yang diyakini orang-orang
disekitarnya. Orang lain akan menilai seseorang yang berkeahlian tinggi pasti
akan berperilaku baik, oleh karena itu setiap individu dengan keahlian tertentu
biasanya akan bersikap sesuai dengan bagaimana persepsi orang lain terhadap
dirinya. Keahlian audit mencakup seluruh pengetahuan auditor akan dunia audit
itu sendiri, tolak ukurnya adalah tingkat sertifikasi pendidikan dan jenjang
pendidikan sarjana formal (Gusti dan Ali, 2008). Dengan menggunakan
kemahirannya untuk membuat pertimbangan dan menggunakan sikap skeptisnya
dengan baik sehingga dapat memperoleh dan mengevaluasi bukti yang memadai
untuk ditariknya kesimpulan audit. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Kausarrahmelia (2013) menunjukkan bahwa keahlian tidak memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Sedangkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) membuktikan bahwa keahlian
Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H3 = Keahlian berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
2.4.4 Etika Profesi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
Pelaksanaan pekerjaan auditor tidak terlepas dari etika profesi, dimana etika
dibutuhkan untuk menjadi pedoman dalam setiap pelaksanaan profesi. Etika dapat
diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dalam suatu hal
dan etika inilah yang menjadikan seseorang memiliki akhlak yang baik sesuai
norma-norma yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan adanya theory planned of behavior yang didalamnya terdapat unsur norma subyektif dan adanya konsep mengenai etika perilaku yang terdapat dalam teori auditing yang menyebutkan
bahwa adanya keyakinan mengenai suatu norma atau standar yang mengikat antar
masyarakat, sehingga seseorang yang telah berpedoman pada norma dan etika
akan lebih bersikap terbuka terhadap ketentuan profesi yang telah diatur.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Kushasyandita (2012) membuktikan bahwa
etika tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini
auditor. Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyudi dkk. (2006)
membuktikan bahwa etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap
ketepatan pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian
ini diajukan hipotesis sebagai berikut:
H4 = Etika Profesi berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini
2.4.5 Pengalaman berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
Theory planned of behavior menyatakan pada dasarnya sikap adalah kepercayaan postif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu,
sehingga intensi untuk berperilaku ditentukan dari sikap. Fungsi dasar determinan
perceived behavioral control berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan persepsi seseorang untuk menentukan perilakunya. Fungsi determinan ini
berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan persepsi seseorang mengenai
seberapa sulit untuk melakukan suatu perilaku (Kushasyandita, 2012).
Pengalaman yang didapat oleh seorang auditor menjadikan auditor bersifat lebih
berhati-hati saat berhadapan dengan kasus atau temuan audit. Auditor dengan
pengalaman yang cukup, kinerjanya akan lebih baik dibandingkan denganmasih
sedikit pengalaman. Pengalaman sebagai riwayat yang dialami oleh suatu
organismepada saat lampau atau persepsi yang sedang dialami dari situasi
ketidaksadaran yang ada. Sehingga auditor yang telah memiliki pengalaman yang
banyak akan lebih tau bagaimana ia harus menghadapi kasus-kasus yang telah
dialami sehingga lebih bersifat hati-hati agar tidak mengulangi kesalahan yang
sama pada kedepannya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Kushasyandita
(2012) membuktikan bahwa pengalaman auditor tidak berpengaruh terhadap
ketepatan pemberian opini auditor. Sedangkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Winantyadi dan Waluyo (2014) membuktikan secara empiris bahwa
pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini
diajukan hipotesis sebagai berikut:
H5 = Pengalaman berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini
Auditor
2.4.6 Situasi Audit berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
Seorang auditor di dalam melakukan audit biasanya dihadapkan pada situasi yang
memiliki resiko rendah(situasi regularities) dan situasi yang memiliki resiko tinggi (situasi irregularities). Di dalam situasitertentu, resiko terjadinya
kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan dalam laporan keuanganjauh
lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa (Gusti dan Ali, 2008). Theory of planned behavior menyebutkan bahwa adanya kontrol perilaku yang ia rasakan bergantung dari situasi dan variasi persepsi tersebut yang dapat menghasilkan
berbagai pengendalian perilaku yang bergantung dari situasi yang ada. Sehingga
dalam hal ini, auditor akan lebih mempertimbangkan mengenai opini apa yang
nantinya akan diberikan sesuai dengan situasi yang terjadi dalam pemeriksaan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Suraida (2005) dan Wahyudi dkk. (2006)
membuktikan bahwa situasi audit memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
ketepatan pemberian opini auditor. Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian
ini diajukan hipotesis sebagai berikut:
H6 = Situasi Audit berpengaruh positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sampel dan Data Penelitian 3.1.1 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar
pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2015 yang berada
dalam wilayah Sumatera Bagian Selatan yang meliputi: Bandarlampung,
Palembang, Bengkulu, dan Jambi. Berdasarkan Direktori IAPI tahun 2015
terdapat 15 KAP yang akan menjadi objek penelitian.
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel diambil denganmenggunakan
metode convenience sampling, yaitu teknik penentuan sampel atasdasar
kemudahan. Menurut Jogiyanto (2010) convenience sampling dilakukan dengan memilih sampel bebas berdasarkan faktor kemudahan yang ditentukan sendiri
oleh peneliti.
3.1.2 Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer. Peneliti dengan data primer
dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan, karena data yang tidak
(Indriantoro, 2014).Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuesioner) yang telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan
informasi dari auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Sumatera Bagian
Selatan dan sekaligus menjadi responden dalam penelitian ini. Data primer dalam
penelitian ini berupa:
a. Karakteristik responden yaitu jenis kelamin, usia, posisi jabatan, dan
pendidikan terakhir.
b. Jawaban kuesioner responden atas pengaruh faktor skeptisisme professional
auditor, independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman dan situasi audit
untuk menilai ketepatan pemberian opini auditor. Pertanyaan dibuat dengan menggunakan metode kuesioner tertutup untuk mengetahui tingkat signifikan
indikator variabel. Karena fungsi kuesioner dalam penelitian ini sangatlah
penting, sebagai data primer, maka dibutuhkan acuan yang jelas sebagai dasar
pernyataan pada kuesioner agar tidak menghasilkan analisa yang keliru.
3.2 Operasional Variabel Penelitian
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalahdengan
menggunakan metode kuesioner. Data dikumpulkan melalui personal.Metode ini
menggunakan penyebaran kuesioner yang telah disusun secaraterstuktur,
sejumlah pertanyaan tertulis disampaikan pada responden untukditanggapi sesuai
dengan kondisi yang dialami oleh responden yang bersangkutan.
Pertanyaan berkaitan dengan data demografi responden serta opini atau tanggapan
berapa besar skeptisisme profesional auditordari para akuntan profesional yang
bekerja pada KAP di wilayah Sumatera Bagian Selatan.Penyebaran dan
pengumpulan kuesioner di Kota Bandarlampung dilakukan secara langsung oleh
peneliti dengan cara mengantar kuesioner langsung ke KAP. Sedangkan untuk
penyebaran dan pengumpulan kuesioner di wilayah lainnya dilakukan secara tidak
langsung dengan menggunakan mail survey atau pengiriman kuesioner dilakukan melalui post.
3.2.1 Instrumen Penelitian a. Variabel Independen
Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi
variabel yang lain (Indriantoro, 2014). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah:
1. Skeptisisme Profesional Auditor (X1)
Skeptisisme profesional auditor adalah sikap auditor yang akan membawa
pada tindakannya yang selalu mempertanyakan dan menaksir secara kritis
terhadap bukti audit.
2. Independensi (X2)
Independensi adalah sikap yang diharapkan dari akuntan publik untuk tidak
mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya yang
3. Keahlian (X3)
Keahlian merupakan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai
hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam
pelatihan, seminar, simposium, dan lain sebagainya.
4. Etika Profesi (X4)
Etika profesi adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku
yang diterima dan digunakan oleh organisasi privasi akuntan yang meliputi
kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik
dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik.
5. Pengalaman (X5)
Pengalaman auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan
keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun
jenis-jenis perusahaan yang ditangani. Bahwa semakin banyak pengalaman auditor
semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan
temuan audit.
6. Situasi Audit (X6)
Seorang auditor di dalam melakukan audit biasanya dihadapkan pada situasi
yang memiliki resiko rendah(situasi regularities) dan situasi yang memiliki resiko tinggi (situasi irregularities).
b. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh
adalah Ketepatan Pemberian Opini Auditor. Opini auditor merupakan pendapat
yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan
perusahaan tempat auditor melakukan audit.
Menurut Mulyadi (2011) kriterianya pemberian opini yang baik adalah :
1. Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian diberikan karena auditor
meyakini, berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, laporan keuangan telah
bebas dari kekeliruan yang material.
2. Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas
diberikan karena adanya keadaan-keadaan yang memerlukan penjelasan,
seperti saat terjadi perubahan metode akuntansi.
3. Pemberian Opini Wajar Dengan Pengecualian diberikan karena, meskipun ada
kekeliruan, namun kesalahan tersebut secara keseluruhan tidak mempengaruhi
kewajaran laporan keuangan.
4. Pemberian Opini Tidak Wajar diberikan karena auditor meyakini, berdasarkan
bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung
banyak sekali kesalahan yang material. Artinya laporan keuangan tidak
menggambarkan kondisi keuangan secara benar.
5. Pemberian Opini Tidak Memberikan Pendapat diberikan karena auditor tidak
bisa meyakini apakah laporan keuangan benar atau salah. Ini terjadi karena
auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk
menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan benar
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Indikator No. Butir
Pertanyaan
a) Tingkat keraguan auditor terhadap bukti audit. 1 b) Sikap skeptis berpengaruh dalam menemukan
penyimpangan dalam laporan keuangan.
2
c) Mengevaluasi temuan audit harus menggunakan sikap skeptis.
3
d) Pengetahuan terhadap skeptisisme profesional auditor.
4
e) Akuntan publik diharapkan mempunyai sikap skeptis terhadap temuan audit yang
berhubungan dengan wajar tidaknya laporan keuangan.
5
f) Bersikap cermat dan seksama dalam
melaksanakan tugas audit merupakan faktor sikap skeptis.
a) Bebas dari intervensi manajerial. 7 b) Bebas dari intervensi prosedur audit. 8
c) Bebas mengakses data. 9
d) Bebas dari pengaruh manajerial. 10
e) Bebas dari kepentingan pribadi. 11
f) Bebas dari tekanan. 12
g) Menghindari kata menyesatkan. 13
h) h) Bebas menggunakan judgement. 14
a) Komponen penting dalam pengetahuan. 15 b) b) Prosedur-prosedur dalam pengetahuan. 16 c) c) Pengalaman dalam menghimpun dan
d) memberikan kemampuan bagi pengetahuan.
17
c) d) Kemampuan berkomunikasi. 18
d) e) Kreativitas. 19
e) f) Kemampuan bekerja sama dengan orang lain. 20 Etika Profesi
b) Kecakapan Profesional. 22
c) Tanggung jawab. 23
d) Pelaksanaan Kode Etik. 24
Pengalaman Auditor (X5)
Shaub dan Lawrence
(1996)
a) Pengalaman yang diperoleh dari lamanya bekerja dalam satu tahun.
26
b) b) Pengalaman yang diperoleh dari banyaknya c) tugas-tugas yang dilakukan auditor.
27
c) Pengalaman yang diperoleh dari banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit.
a) Related party transaction. 29
b) Client Misstate. 30
a) a) Adanya pembatasan dalam ruang lingkup b) audit.
34
c) b) Dalam pelaksanaan proses pemeriksaan, d) auditor harus berpedoman pada Standar e) Profesional Akuntan Publik.
35
c) Opini audit harus sesuai dengan bukti dan temuan audit yang ada.
36
a) d) Laporan keuangan klien yang diaudit harus b) telah sesuai dengan standar akuntansi c) keuangan.
37
d) e) Pertimbangan auditor untuk mengeluarkan e) laporan tambahan selain laporan yang
berisi opini auditor.
38
f) f) Opini auditor harus dapat menggambarkan g) secara representatif terhadap kondisi h) perusahaan sesungguhnya.
39
f) g) Kesalahan saji material akan sangat g) mempengaruhi auditor saat memberikan h) opini atas kewajaran laporan keuangan.
40
3.2.2 Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel Skeptisisme Profesional Auditor, Independensi, Keahlian, Etika Profesi,
Situasi Audit dan Ketepatan Pemberian Opini Auditor diukur dengan
menggunakan skala ordinal menggunakan modifikasi skala Likert lima point,
Netral (N) diberi skor 3, Setuju (S) diberi skor 4, dan Sangat Setuju (SS) diberi
skor 5.
Variabel Pengalaman diukur dengan menggunakan skala interval, yaitu:
a. Untuk masa kerja
1. Skor 1 untuk interval 0-1 tahun
2. Skor 2 untuk interval 1-2 tahun
3. Skor 3 untuk interval 3-4 tahun
4. Skor 4 untuk interval lebih dari 5 tahun
b. Banyaknya tugas
1. Skor 1 jika tidak ada tugas yang sudah selesai
2. Skor 2 jika 1-2 kasus
3. Skor 3 jika 3-4 kasus
4. Skor 4 jika lebih dari 5 kasus
c. Jenis perusahaan yang pernah ditangani
1. Skor 1 jika tidak ada satu pun perusahaan yang ditangani
2. Skor 2 jika 1-2 jenis perusahaan saja
3. Skor 3 jika 3-4 jenis perusahaan saja
4. Skor 4 jika lebih dari 5 jenis perusahaan
3.3 Metode Analisis Data
3.3.1 Model dan Persamaan Penelitian
Metode analisis ini digunakan untuk mendapatkan hasil yang pasti dalam
data yang digunakan adalah metode regresi linier berganda (multiple regression) yang mengukur hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
dalam hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat.
3.3.1.1 Uji Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan dalam penelitian ini untukmemberikan
gambaran atau deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian yaitu: skeptisisme
profesional auditor, independensi, keahlian, etika profesi, pengalaman auditor,
situasi auditdan ketepatan pemberian opini auditor. Penelitian ini menggunakan
tabeldistribusi frekuensi yang menunjukkan nilai minimun, nilai maksimum,nilai
rata-rata (mean), standar deviation (Ghozali, 2013).
3.3.1.2 Uji Kualitas Data
Dalam mengumpulkan data untuk penelitian, peneliti menggunakan metode
survey kuesioner. Oleh karena itu kualitas data yang valid dan reliabel harus terpenuhi dalam pertanyaan kuesioner. Uji validitas digunakan untuk mengukur
apa yang seharusnya diukur, dan uji reliabilitas digunakan untuk mengukur
konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner
(Jogiyanto, 2010). Validnya sebuah data jika data yang diperoleh bisa menjawab
tujuan penelitian yang akan dicapai dengan akurat. Data yang dikatakan reliabel jika instrumen penelitian yang sama bisa stabil digunakan kembali pada penelitian
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur kuesioner tersebut. Pengukuran
validitas dilakukan dengan pengujian CFA dengan syarat nilai signifikan harus <5% dan KMO-MSA harus > 0,50 (Ghozali, 2013).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan
reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten
atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013). Untuk uji reliabilitas ini
digunakan teknik Alpha Cronbach. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1960 dalam Ghozali, 2013)
3.3.1.3 Uji Asumsi Klasik
Sebuah model regresi akan dapat dipakai untuk prediksi jika memenuhi beberapa
asumsi, yaitu normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji dimana data variabel bebas (independen) dan data
variabel terikat (dependen) pada persamaan regresi berdistribusi normal atau tidak
berdistribusi normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika memunyai data
variabel bebas (independen) dan data variabel terikat (dependen) berdistribusi
mendekati normal atau normal sama sekali (Ghozali, 2013). Uji normalitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal. Salah satu cara untuk melihat normalitas
residual adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan dasar pengambilan keputusan jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) < 0,05 maka data residual terdistribusi tidak normal. Hal ini berlaku sebaliknya, yaitu jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) > 0,05 maka data residual terdistribusi normal (Ghozali, 2013).
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan kepengamatan lain tetap, maka
disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah model yang menghindari atau tidak terjadi
Heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).
a. Grafik Plot
Cara untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat
grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya
SRESID. Dasar analisisnya adalah: Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik
yang ada membentuk pola teratur, maka telah teridentifikasi terjadi
heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di
atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas.
b. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan Uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan nilai absolut residual (abs_Ut) sebagai variabel dependen dengan variabel independen tetap. Jika variabel independen
signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada
3.4 Pengujian Hipotesis
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + εi
Keterangan :
β0 = Koefisien regresi konstanta
β1,2,3...,6 = Koefisien regresi masing-masing proksi
Y = Ketepatan pemberian opini auditor
X1 = Skeptisisme profesional auditor
X2 = Independensi
X3 = Keahlian
X4 = Etika profesi
X5 = Pengalaman
X6 = Situasi Audit
ε = error
3.4.1 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2013). Nilai
koefisiensi determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel