PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SiMaYang TIPE II BERBASIS MULTIPEL REPRESENTASI DALAM MENINGKATKAN
EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP LARUTAN ELEKTROLIT DAN
NON-ELEKTROLIT
Oleh
DELFI AFDILA
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepraktisan dan keefektivan
mo-del pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi pada materi la-rutan elektrolit dan non-elektrolit. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas X MIA SMA Negeri 3 Bandar Lampung yang terdiri dari 6 kelas pada semester genap tahun 2014-2015. Teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu teknikcluster random samplingdan diperoleh sampel kelas X MIA 1, X MIA 2, dan X MIA 6.Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen denganOne Group Pretest-Posttest Design. Kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II ber-basis multipel representasi diukur berdasarkan keterlaksanaan RPP, respon siswa, penilaian kemampuan guru, dan aktivitas siswa. Keefektivan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi diukur berdasarkan peningkatan
dan mengalami peningkatan sesudah pembelajaran menjadi berkategori sangat tinggi bagi ketiga kelas. Peningkatan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit diukur dengan rata-rata nilai n-Gain. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel rep-resentasi yang diukur berdasarkan keterlaksanaan RPP, penilaian kemampuan
gu-ru, dan aktivitas siswa bagi ketiga kelas berkategori sangat tinggi, sementara res-pon siswa berkategori tinggi dan sangat tinggi. Keefektivan model pembelajaran tersebut yang diukur berdasarkan peningkatan efikasi diri bagi ketiga kelas
berka-tegori sangat tinggi dan n-Gain X MIA 1 dan X MIA 6 berkaberka-tegori tinggi, semen-tara n-Gain X MIA 2 berkategori sedang. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi praktis dan efektif dalam meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit.
LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON- ELEKTROLIT
Oleh DELFI AFDILA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 16 Desember 1992 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan bahagia Bapak Abdul Muklis dan Ibu Lizda Hidayati, S.Pd.
Pendidikan formal diawali pada tahun 1998 di TK Aisyiyah Bustanul Athfal I
Labuhan Ratu dan diselesaikan tahun 1999, kemudian jenjang SD diselesaikan di SD Negeri 2 Labuhan Ratu pada tahun 2005, setelah itu melanjutkan jenjang
sekolah di SMP Negeri 22 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2008, serta selanjutnya meneruskan pendidikan di SMA Negeri 7 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2011.
Tahun 2011 terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia di
Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Tahun 2014 mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP N 1 Sumberejo dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Segenap rasa syukur alhamdulillah yang selalu diucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa meridhoi setiap usaha dan kerja keras yang dilakukan setiap hambanya dan memberikan kelapangan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Karya ini
dipersembahkan untuk:
Mama dan Papa
Terima kasih untuk kedua orangtua saya yang dengan sabar dan ikhlas mendidik dan membesarkan saya. Doa yang selalu menyertai setiap aktivitas yang saya lakukan dengan harapan segala sesuatu yang dilakukan berakhir dengan kebaikan. Segala
bentuk kemuliaan yang dilakukan tidak akan mungkin terbalas dalam bentuk apapun, karya sederhana ini mungkin dapat
membesarkan hati mama dan papa.
Kedua adik saya, terima kasih atas motivasi, doa, dan dukungan yang selalu diberikan dengan senang hati.
“jika ragu dalam melakukan sesuatu, sebaiknya tanya kepada diri sendiri, apa
yang kita inginkan esok hari dari apa yang telah kita lakukan sebelumnya”
(Jonh Lubbock)
“Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi. Tindakan tanpa visi hanyalah membuang waktu. Visi dengan tindakan akan mengubah dunia”
(Joel Arthur Barker)
“Waktu tidak bersedia menunggu, bahkan tidak untuk yang bersemangat menunda kewajiban. Sukses enggan hinggap pada individu yang biasa, maka yang terbaik
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karu-nia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II Berbasis Multipel Representasi Dalam
Meningkatkan Efikasi Diri Dan Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada nabi Muhammad
SAW.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini sangat didukung dengan adanya
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia.
4. Bapak Dr. Sunyono, M.Si., selaku Pembimbing I atas keikhlasan, motivasi, dan kesediaannya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan kepada penulis selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi.
menjadi lebih baik.
7. Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Pendidikan Kimia dan seluruh staf di Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universiitas Lampung.
8. Kepala SMA Negeri 3 Bandar Lampung ibu Dra. Hj. Rospardewi, MM.Pd,
Waka Kurikulum SMA Negeri 3 Bandar Lampung bapak Drs. Hi. Edwar Hidayat,M.Pd., dan guru mitra penelitian Ibu Dra. Hj. Dewi Dalena.
9. Kedua orangtua saya, Abdul Muklis dan Lizda Hidayati, S.Pd. Terima kasih atas restu, dukungan, dan doa yang selalu diberikan di tengah kesibukan. Keluarga saya dan kak Anwar Sidik, M.Si yang telah bersedia memotivasi dan
mendukung sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di Pendidikan Kimia.
10. Rekan-rekan seperjuangan, Sabila Izzati, Ina Putrizal, dan Ketut Sutamiati atas
kerja sama, dukungan, dan kekompakkannya selama proses penyusunan skrispsi ini. Teman-teman saya di Pendidikan Kimia angkatan 2011 atas
kebersamaan dan semangatnya selama ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, 10 Juni 2015 Penulis,
Halaman
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian. ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Multipel Representasi ... 10
B. Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 12
C. Efektivitas Pembelajaran... 18
D. Kepraktisan Pembelajaran... 19
E. Efikasi Diri... 19
F. Penguasaan Konsep ... 23
G. Analisis Konsep ... 26
H. Kerangka Berpikir... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
B. Desain dan Metode Penelitian ... 30
C. Variabel Penelitian ... 31
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 31
E. Definisi Operasional ... 34
F. Instrumen Penelitian dan Validitasnya ... 36
G. Teknik Pengelompokkan siswa... 38
H. Analisis Data ... 40
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51
1. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes ... 51
2. Kepraktisan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II... 53
a. Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 53
b. Kemenarikan Model SiMaYang Tipe II yang Ditinjau dari Respon Siswa ... 55
c. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran ... 59
d. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berlangsung... 61
3. Keefektivan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 64
a. Efikasi Diri Siswa ... 64
b. Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit .. 67
B. Pembahasan... 69
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Hasil Perhitungan SPSS 17,0 Instrumen Efikasi Diri Siswa ... 86
2. Lembar Validasi Ahli Instrumen Efikasi Diri Siswa ... 91
3. Hasil Perhitungan Simpel PAS Instrumen Penguasaan Konsep ... 98
4. Analisis Konsep ... 100
5. Analisis SKL-KI-KD ... 102
6. Silabus ... 107
7. RPP ... 115
8. Lembar Kerja Siswa... 120
9. Kisi-kisi Soal Pretes - Postes ... 130
10. Soal Pretes - Postes ... 131
11. Rubrikasi Soal Pretes - Postes... 134
12. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model SiMaYang Tipe II... 140
13. Angket Respon Siswa ... 141
14. Lembar Observasi Kemampuan Guru ... 142
15. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ... 144
16. Indikator Efikasi Diri Siswa... 145
17. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model SiMaYang Tipe II... 146
18. Rekapitulasi Respon Siswa ... 150
19. Hasil Observasi kemampuan Guru ... 155
20. Data Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran... 161
21. Efikasi Diri Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 171
22. Data Pemeriksaan Jawaban Pretes-Postes Siswa ... 185
23. Penentuan Kelompok Siswa ... 189
Tabel Halaman
1. Fase (tahapan) dari Sintaks Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 17
2. Kriteria Pengelompokkan Siswa... 40
3. Harga Koefisen Validitas Tes Penguasaan Konsep ... 41
4. Kriteria Tingkat Keterlaksanaan ... 43
5. Instrumen Efikasi Diri... 45
6. Penskoran pada Angket Efikasi Diri... 46
7. Tafsiran Skor... 48
8. Harga Koefisen Validitas Tes Penguasaan Konsep ... 52
9. Hasil Observasi terhadap Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II... 54
10. Respon Siswa terhadap Pelaksanaan Pembelajaran... 56
11. Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran... 60
12. Data Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran... 62
13. Data Efikasi Diri Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran... 64
14. Rekapitulasi Efikasi Diri untuk Ketika Kelas ... 66
15. Rerata Pretes, Postes, N-Gain, dan Simpangan Baku (Standar Deviasi) Hasil Tes Penguasaan Konsep ... 67
Gambar Halaman 1. Tiga Dimensi Pemahaman Kimia ... 12
A. Latar Belakang
Kimia merupakan salah satu ilmu yang memunculkan fenomena yang abstrak. Ba-nyak materi dalam pembelajaran kimia yang sulit untuk diilustrasikan dalam ben-tuk gambar dua dimensi. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA
(sa-ins). Oleh karena itu kimia mempunyai karakteristik yang sama dengan IPA. Ka-rakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya.
Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mem-pelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut da-lam menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Dada-lam proses pembelajaran
ki-mia, siswa seringkali dihadapkan pada materi yang abstrak, dan diluar pengalam-an siswa sehari-hari sehingga materi tersebut sulit diajarkpengalam-an oleh guru dpengalam-an sulit
Keadaan di lapangan menunjukkan sebagian sekolah belum dapat membantu
me-ngatasi kesulitan siswa dalam hal pemahaman konsep yang bersifat abstrak. Pem-belajaran yang digunakan masih terbatas pada dua level fenomena sains yaitu
ma-kroskopis dan simbolik. Hal ini sesuai dengan keadaan yang ditunjukkan pada 3 sekolah yang berbeda yaitu SMA persada 1, SMA persada 2, dan SMA Negeri 3 Bandar Lampung.Proses pembelajaran di tiga SMA tersebut belum merepresenta-sikan materi kimia yang bersifat abstrak dalam bentuk submikroskopis, sehingga siswa masih merasa kesulitan untuk mengimajinasikan materi yang dibelajarkan.
Salah satu cara untuk membantu siswa dalam menyelesaikan kesulitan memahami konsep-konsep kimia yang bersifat abstrak adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang membantu dalam mengarahkan imajinasi siswa. Berkaitan hal
tersebut penggunaan model pembelajaran yang dikenal dengan SiMaYang Tipe II diyakini dapat mengatasi kesulitan-kesulitan siswa dalam mentransformasikan ke-tiga level fenomena sains yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbolik.
Pembelajaran model SiMaYang Tipe II pada penelitian ini diterapkan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Pembelajaran SiMaYang Tipe II menurut (Sunyono, 2014) terdiri dari 4 (empat) fase yaitu orientasi (fase 1),
eksplorasi-imajinasi atau eksplorasi-imajinasi-eksplorasi (fase II), internalisasi (fase III), dan evaluasi (fase IV). Model pembelajaran SiMaYang Tipe II pada materi larutan elektrolit
dan non-elektrolit, siswa akan diberikan beberapa abstraksi yang nantinya akan merangsang siswa untuk dapat berimajinasi dalam menghadapi representasi feno-mena kimia. Abstraksi yang diberikan kepada siswa mengandung level di tingkat
siswa dapat dengan mudah mengaktualisasikan hasil imajinasi dan pengembangan
pemikirannya tersebut ke dalam lembar kegiatan atau tugas yang diberikan.
Representasi dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu representasi internal dan eksternal. Representasi internal diartikan sebagai konfigurasi kognitif
indivi-du yang diindivi-duga berasal dari perilaku yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan pemecahan masalah, sedangkan representasi eksternal dapat
di-gambarkan sebagai situasi fisik yang terstruktur yang dapat dilihat sebagai wujud ide-ide fisik (Haveleun & Zou, 2001). Pandangancontructivist, representasi inter-nal ada di dalam kepala siswa dan representasi eksterinter-nal disituasikan oleh
ling-kungan siswa (Meltzer, 2005).
Diagram submikro dalam model pembelajaran SiMaYang Tipe II dilibatkan seba-gai alat pembelajaran topik-topik yang bersifat abstrak (misalnya stoikiometri dan struktur atom), selanjutnya dikembangkan perangkat pembelajaran yang
dilengka-pi dengan pertanyaan-pertanyaan baik pada level makro, submikro, maupun sim-bolik untuk memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih
merepre-sentasikan tiga level fenomena sains sepanjang sesi pembelajaran yang berfokus kepada permasalahan sains level molekuler. Oleh sebab itu, multipel representasi yang digunakan dalam model pembelajaran SiMaYang Tipe II ini adalah
repre-sentasi-representasi dari fenomena sains (khususnya kimia) baik dari skala riil maupun abstrak (Contoh; Park, 2006; Wang, 2007; & Davidowitz, et al.,2010
dalam Sunyono, dkk, 2011).
dan mengerti materi kimia yang abstrak. Hal ini didukung oleh pernyataan
Tasker dan Dalton (2006), bahwa kimia melibatkan proses-proses perubahan yang dapat diamati dalam hal (misalnya perubahan warna, bau, gelembung) pada
di-mensi makroskopik atau laboratorium, namun dalam hal perubahan yang tidak da-pat diamati dengan indera mata, seperti perubahan struktur atau proses di tingkat submikro atau molekul imajiner hanya bisa dilakukan melalui pemodelan.
Peru-bahan-perubahan ditingkat molekuler ini kemudian digambarkan pada tingkat simbolik yang abstrak dalam dua cara, yaitu secara kualitatif menggunakan notasi
khusus, bahasa, diagram, dan simbolis, dan secara kuantitatif dengan mengguna-kan matematika (persamaan dan grafik).
Model pembelajaran teoritis SiMaYang Tipe II merupakan model pembelajaran
sains yang mencoba menginterkoneksikan ketiga level fenomena sains, sehingga topik-topik pembelajaran yang sesuai dengan model ini adalah topik-topik sains yang lebih bersifat abstrak yang mengandung level makro, submikro, dan
simbo-lik. Pada penelitian ini digunakan materi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang dapat memvisualisasikan dengan jelas kepada siswa mengapa larutan elektrolit memiliki daya hantar arus listrik sementara larutan non-elektrolit tidak memiliki
daya hantar arus listrik. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi mampu menjelaskan kepada siswa penyebab perbedaan kemampuan
Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II selain diyakini mampu membantu siswa
dalam pemahaman konsep kimia juga dapat meningkatkan kemampuan efikasi di-ri siswa. Siswa yang memiliki efikasi didi-ri tinggi akan memandang kesulitan yang
dialami dalam mempelajari kimia sebagai sebuah tantangan sehingga tidak mudah putus asa.
Bandura (1997: 3) menjelaskan bahwaSelf efficacyatau efikasi diri merupakan persepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diha-rapkan. Keyakinan efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilaku-kan, besarnya usaha dan ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atau
ke-sulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah. Berdasarkan pernyataan di atas, dengan adanya efikasi
di-ri yang tinggi maka pembelajaran kimia akan semakin mudah dikuasai dalam satu paket pembelajaran yaitu pemahaman konsep yang disertai dengan keterampilan proses siswa, sehingga siswa tidak hanya pandai dalam berteori, namun
memaha-mi dan dapat menemukan sendiri konsep sains melalui proses yang tepat.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang mengkaji analisis hubungan antara efikasi diri siswa dengan hasil belajar kimianya menunjukkan bahwa faktor ke-mampuan efikasi diri siswa mempengaruhi hasil belajar kimianya. Penelitian ini
dilakukan oleh Harahap (2008) di 3 SMA Negeri Kelas XI IPA di Kota Padangsi-dimpuan yaitu SMA Negeri 1, SMA Negeri 3, dan SMA Negeri 7 dengan jumlah
maka akan semakin tinggi pula prestasi belajar kimia siswa. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Bandura (1994 ) yang mengatakan bahwa manusia yang kuat efikasi dirinya akan meningkatkan prestasi pribadi dan kesejahteraannya
da-lam berbagai strategi. Jika siswa memiliki efikasi diri tinggi maka ia cenderung untuk memilih tugas yang menantang dan lebih siap untuk menghadapi suatu tu-gas atau ujian serta optimis mencapai keberhasilan. Berdasarkan uraian di atas,
dilakukan penelitiandengan judul “Penerapan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II Berbasis Multipel Representasi dalam Meningkatkan Efikasi Diri dan
Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah:
1. kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi dalam meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep
larutan elektrolit dan non-elektrolit?
2. keefektivan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel
representasi dalam meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
2. Keefektivan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel
representasi dalam meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1. Siswa
Penerapan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel represen-tasi pada proses pembelajaran dapat membantu dan mengarahkan imajinasi
siswa terhadap fenomena sains yang terdapat pada topik-topik yang bersifat abstrak. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi
dipercaya dapat meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep.
2. Guru
Sebagai rujukan model pembelajaran berbasis multipel representasi dalam membelajarkan materi kimia yang bersifat abstrak.
3. Sekolah
Sebagai bahan referensi model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
eksplorasi-imajinasi atau imajinasi-eksplorasi (fase II), internalisasi (fase III),
dan evaluasi (fase IV).
2. Representasi konsep-konsep kimia yang memang merupakan konsep ilmiah,
secara inheren melibatkan multimodal, yaitu melibatkan kombinasi lebih dari satu modus representasi. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran kimia meliputi konstruksi asosiasi mental diantara dimensi makroskopis,
mikrosko-pis, dan simbolik dari representasi fenomena kimia dengan menggunakan mo-dus representasi yang berbeda (Chang & Gilbert, 2009).
3. Menurut Bandura (1997: 3) bahwaSelf efficacyatau efikasi diri merupakan persepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan. Keyakinan efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan
dilakukan, besarnya usaha dan ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atau kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah.
4. Penguasaan konsep merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu menguasai/memahami arti atau konsep, situasi dan fakta yang
diketa-hui, serta dapat menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai de-ngan pengetahuan yang dimilikinya dede-ngan tidak mengubah artinya (Jhony, 2012).
5. Cakupan materi larutan elektrolit dan non-elektrolit terdiri dari uji daya hantar arus listrik, penyebab berbedaan kemampuan daya hantar arus listrik, dan
se-nyawa yang dapat atau tidak menghantarkan arus listrik berdasarkan jenis ikatan.
pembelajaran merupakan salah satu kriteria kualitas model yang ditinjau dari
hasil penelitian pengamat berdasarkan pengamatannya selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Kepraktisan mengacu pada sejauhmana bahwa
pengguna (atau ahli lain) mempertimbangkan interverensi yang dikembangkan dapat digunakan dan disukai dalam kondisi normal.
7. Kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel
rep-resentasi diukur berdasarkan keterlaksanaan RPP, respon siswa, penilaian kemampuan guru, dan aktivitas siswa.
8. Nieveen (dalam Sunyono, 2012) menyatakan bahwa keefektivan model belajaran sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Model pem-belajaran dikatakan efektif bila pembelajar dilibatkan secara aktif dalam
mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasi–informasi yang diberikan, dan tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan dari
guru/dosen.
9. Keefektivan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel repre-sentasi diukur berdasarkan peningkatan efikasi diri dan penguasaan konsep
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Multipel Representasi
Johnstone (dalam Meirina, 2013) mendeskripsikan bahwa fenomena kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi yang berbeda yaitu makroskopik, submi-kroskopik dan simbolik. Masing-masing level tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Level makroskopik : rill dan dapat dilihat, seperti fenomena kimia yang
ter-jadi dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laboratorium yang dapat di-amati langsung.
2. Level submikroskopik : berdasarkan observasi rill tetapi masih memerlukan
teori untuk menjelaskan apa yang terjadi pada level molekuler dan mengguna-kan representasi model teoritis, seperti partikel yang tidak dapat dilihat secara langsung.
3. Level simbolik : representasi dari suatu kenyataan seperti representasi simbol dari atom, molekul dan senyawa, baik dalam bentuk gambar, aljabar maupun
bentuk-bentuk hasil pengolahan komputer.
menjelaskan bahwa level submikroskopik maupun suatu hal yang nyata sama
se-perti level makroskopik. Kedua level tersebut hanya dibedakan oleh skala ukuran. Pada kenyataannya level submikroskopik sangat sulit diamati karena ukurannya
yang sangat kecil sehingga sulit diterima bahwa level ini merupakan suatu yang nyata.
McKendree dkk. (Fauzi, 2012) mendefinisikan representasi sebagai, “struktur
yang berarti dari sesuatu: suatu kata untuk suatu benda, suatu kalimat untuk suatu keadaan hal, suatu diagram untuk suatu susunan hal-hal, suatu gambar untuk suatu pemandangan.”
Representasi dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu representasi internal
dan eksternal. Representasi internal diartikan sebagai konfigurasi kognitif indivi-du yang diindivi-duga berasal dari perilaku yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan pemecahan masalah, sedangkan representasi eksternal dapat
di-gambarkan sebagai situasi fisik yang terstruktur yang dapat dilihat sebagai wujud ide-ide fisik (Haveleun & Zou, 2001). Menurut pandangancontructivist, repre-sentasi internal ada di dalam kepala siswa dan reprerepre-sentasi eksternal disituasikan oleh lingkungan siswa (Meltzer, 2005).
Ainsworth (Meirina, 2013) membuktikan bahwa banyak representasi dapat
mema-inkan tiga peranan utama. Pertama, mereka dapat saling melengkapi; kedua, suatu representasi yang lazim dapat menjelaskan tafsiran tentang suatu representasi yang lebih tidak lazim; dan ketiga, suatu kombinasi representasi dapat bekerja
ilmiah, karena para ahli menggunakan representasi sebagai cara utama berkomu-nikasi dan memecahkan masalah.
Gambar 1. Tiga dimensi pemahaman kimia, Ainsworth (Meirina, 2013)
Ketiga dimensi tersebut saling berhubungan dan berkontribusi pada siswa untuk
dapat paham dan mengerti materi kimia yang abstrak. Hal ini didukung oleh per-nyataan Tasker dan Dalton (dalam Meirina, 2013), bahwa kimia melibatkan pro-ses-proses perubahan yang dapat diamati dalam hal (misalnya perubahan warna,
bau, gelembung) pada dimensi makroskopik atau laboratorium, namun dalam hal perubahan yang tidak dapat diamati dengan indera mata, seperti perubahan
struk-tur atau proses di tingkat submikro atau molekul imajiner hanya bisa dilakukan melalui pemodelan. Perubahan-perubahan ditingkat molekuler ini kemudian di-gambarkan pada tingkat simbolik yang abstrak dalam dua cara, yaitu secara
kuali-tatif menggunakan notasi khusus, bahasa, diagram, dan simbolis, dan secara kuan-titatif dengan menggunakan matematika (persamaan dan grafik).
B. Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II
Model pembelajaran SiMaYang Tipe II merupakan model pembelajaran sains ber-basis multipel representasi yang dikembangkan dengan memasukkan faktor
2011). Tujuh konsep dasar pembelajar tersebut yang telah diidentifikasi oleh
Shonborn and Anderson (2009) adalah kemampuan penalaran pembelajar (Reasoning; R), pengetahuan konseptual pembelajar (conceptual; C), dan kete-rampilan memilih mode representasi pembelajar (representation modes; M). Fak-tor M dapat dianggap berbeda dengan fakFak-tor C dan R, karena fakFak-tor M tidak ber-gantung pada campur tangan manusia selama proses interpretasi dan tetap konstan
kecuali jika ER dimodifikasi, selanjutnya empat faktor lainnya adalah faktor R-C merupakan pengetahuan konseptual dari diri sendiri tentang ER, faktor R-M
me-rupakan penalaran terhadap fitur dari ER itu sendiri, faktor C-M adalah faktor in-teraktif yang mempengaruhi interpretasi terhadap ER, dan faktor C-R-M adalah interaksi dari ketiga faktor awal (C-R-W) yang mewakili kemampuan seorang
pembelajar untuk melibatkan semua faktor dari model agar dapat menginterpreta-sikan ER dengan baik.
Kerangka model IF-SO berfokus pada isu-isu kunci dalam perencanaan
pembela-jaran suatu topik tertentu (I dan F), dan peran guru dan pembelajar dalam pem-belajaran melalui pemilihan representsi selama topik tersebut dibelajarkan (S dan O). Model kerangka IF-SO merupakan kombinasi dari tiga komponen pedagogik
(domain, guru/dosen, dan pembelajar) yang digambarkan dalam bentuk triad yang saling berkaitan. Dalam perspektif pembelajaran dengan model triad, proses
Model pembelajar SiMaYang Tipe II melibatkan diagram submikro dilibatkan
se-bagai alat pembelajaran topik-topik yang bersifat abstrak (misalnya stoikiometri dan struktur atom), selanjutnya dikembangkan perangkat pembelajaran yang
di-lengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan baik pada level makro, submikro, maupun simbolik untuk memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih merep-resentasikan tiga level fenomena sains sepanjang sesi pembelajaran yang berfokus
kepada permasalahan sains level molekuler. Oleh sebab itu, multipel representasi yang digunakan dalam model pembelajaran SiMaYang Tipe II ini adalah
repres-entasi-representasi dari fenomena sains (khususnya kimia) baik dari skala riil maupun abstrak (Contoh; Park, 2006; Wang, 2007; & Davidowitz, et al.,2010 dalam Sunyono, dkk, 2011).
Pertimbangan faktor interaksi R-C dan C-M, maka dalam model pembelajaran di-perlukan tahapan kegiatan eksplorasi, sedangkan pertimbangan terhadap interaksi
R-M dan C-R-M diperlukan tahapan kegiatan imajinasi. Kegiatan eksplorasi lebih ditekankan pada konseptualisasi masalah-masalah sains yang sedang dihadapi ber-dasarkan kegiatan diskusi, eksperimen laboratorium / demonstrasi, dan pelacakan
informasi melalui jaringan internet (web-blog atau web page). Imajinasi diperlu-kan untuk melakudiperlu-kan pembayangan mental terhadap representasi eksternal level
submikroskopik, sehingga dapat mentransformasikan ke level maksroskopik atau simbolik atau sebaliknya. Pembelajaran yang menekankan pada proses imajinasi dapat membangkitkan kemampuan representasi pembelajar, sehingga dapat
pembelajar. Oleh sebab itu, imajinsi representasi dimasukkan sebagai salah satu
tahap (fase) dalam sintak dari model SiMaYang Tipe II.
Model pembelajaran SiMaYang Tipe II disusun dengan mengacu pada ciri suatu model pembelajaran menurut Arends, R. ( dalam Sunyono, dkk, 2011) yang
me-nyebutkan setidak-tidaknya ada 4 ciri khusus dari model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mecapai tujuan pembelajaran, yaitu:
1. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh perancangannya.
2. Landasan pemikiran tentang tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan bagaimana pembelajar belajar untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Aktivitas guru/ dosen dan pembelajar (siswa/ mahasiswa) yang diperlukan agar model tersebut terlaksana dengan efektif.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran SiMaYang Tipe II memiliki 4
fase yaitu orientasi, eksplorasi-imajinasi, internalisasi, dan evaluasi (Sunyono, 2012). Keempat fase dalam model pembelajaran tersebut memiliki ciri dengan
akhiran “si” sebanyak lima “si”. Fase-fase tersebut tidak selalu berurutan bergan-tung pada konsep yang dipelajari oleh pembelajar, terutama pada fase dua (fase eksplorasi-imajinasi). Oleh sebab itu, fase-fase model pembelajaran yang
dikem-bangkan dan hasil revisi ini tetap disusun dalam bentuk layang-layang, sehingga tetap dinamakan Si-5 layang-layang atau disingkat SiMaYang Tipe II (Sunyono,
Ganbar 2. Fase-Fase Model Pembelajaran Si-5 Layang-Layang (SiMaYang Tipe
II)
Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifiknya mempengaruhi adanya peruba-han dari sintak model SiMaYang. Berkaitan hal tersebut, Sunyono (2014) telah mengembangkan lebih lanjut model pembelajaran SiMaYang yang dipadu dengan
pendekatan saintifik dan dinamakan model Saintifik -SiMaYang atau SiMaYang Tipe II. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II memiliki sintak yang sama
de-ngan model SiMaYang. Perbedaannya terletak pada aktifitas guru dan siswa, di mana pada model pembelajaran SiMaYang Tipe II, aktifitas guru dan siswa dise-suaikan dengan pendekatan saintifik (Sunyono, 2014). Saintifik model
Tabel 1. Fase (Tahapan) Dari Sintaks Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II
Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Fase I: Orientasi
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Memberikan motivasi dengan berbagai feno-mena kimia yang terkait dengan pengalaman siswa.
1. Menyimak penyampaian tujuan sambil memberikan tanggapan
2. Menjawab pertanyaan dan memberikan tanggapan
Fase II: Eksplorasi
-Imajinasi
1. Mengenalkan konsep kimia dengan
memberikan beberapa abstraksi yang berbeda mengenai fenomena kimia (seperti
perubahan wujud zat, perubahan kimia, dan sebagainya) secara verbal atau dengan demonstrasi dan juga menggunakan
visualisasi: gambar, grafik, atau simulasi atau animasi, dan atau analogi dengan melibatkan siswa untuk menyimak
dan bertanya jawab.
2. Mendorong, membimbing, dan memfasilitasi diskusi siswa untuk membangun model mental dalam membuat interkoneksi diantara level-level fenomena kimia yang lain, yaitu dengan membuat transformasi dari level fenomena kimia yang satu
ke level yang lain dengan
menuangkannya ke dalam lembar kegiatan siswa.
1. Menyimak dan bertanya jawab dengan guru tentang fenomena kimia yang di-perkenalkan.
2. Melakukan penelusuran in-formasi melalui webpage/ weblogdan/atau buku teks. 3. Bekerja dalam
1. Membimbing dan memfasilitasi siswa dalam mengartikulasikan/ mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui presentasi hasil kerja kelompok.
2. Memberikan latihan atau tugas dalam mengartikulasikan imajinasinya. Latihan individu tertuang dalam lembar kegiatan siswa/LKS yang berisi pertanyaan dan/atau perintah untuk membuat interkoneksi ketiga level fenomena kimia.
1. Mengevaluasi kemajuan belajar siswa dan reviu terhadap hasil kerja siswa. 2. Memberikan tugas latihan
interkoneksi. Tiga level fenomena kimia
C. Efektivitas Pembelajaran
Nieveen (dalam Sunyono, 2012) menyatakan bahwa keefektivan model pembela-jaran sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembelapembela-jaran. Model pembelapembela-jaran dikatakan efektif bila pembelajar dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi
dan menemukan hubungan dan informasi–informasi yang diberikan, dan tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan dari guru atau dosen.
Efektivitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan
de-ngan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni, dkk (2010), kriteria keefektifan dalam suatu penelitian adalah:
1. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila seku-rang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai > 60 da-lam peningkatan hasil belajar.
2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen (gain yang sig-nifikan).
3. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termo-tivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.
Selain itu, menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP
Surabaya dalam Trianto (2010) bahwa keefektifan mengajar dalam proses inter-aksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa
D. Kepraktisan Pembelajaran
Nieveen (dalam Sunyono, 2012) menyatakan bahwa kepraktisan suatu model pembelajaran merupakan salah satu kriteria kualitas model yang ditinjau dari hasil penelitian pengamat berdasarkan pengamatannya sela-ma pelaksanaan
pembelaja-ran berlangsung. Kepraktisan mengacu pada sejauhma-na bahwa pengguna (atau ahli lain) mempertimbangkan interverensi yang dikem-bangkan dapat digunakan
dan disukai dalam kondisi normal. Model Pembelajaran yang dikembangkan di-katakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa secara teoritis model dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya termasuk kategori
“tinggi,” serta siswa memberikan respon yang positif (Akker dalam Sunyono, 2014). Keterlaksanaan model dalam pelaksanaan pembelajaran dapat ditinjau dari
keterlaksanaan sintak, keterlaksanaan sistem sosial, dan keterlaksanaan prinsip reaksi (Sunyono, 2014).
E. Efikasi Diri
Self efficacyatau efikasi diri menurut Bandura (1997: 3) merupakan persepsi indi-vidu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan.
Keya-kinan efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha dan ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atau kesulitan. Individu
dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah.
Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara
lebih jelas dapat diuraikan menjadi tiga aspek.
Pertama,Magnitude(tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan de-ngan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan
perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesu-litan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan
dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia per-sepsikan di luar batas kemampuannya.
Kedua,Strength(kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada ke-yakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman–pengalaman yang menunjang.
Ketiga,Generality(generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman
kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.
artinya siswa sudah merasa mampu untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dari
tugas-tugas akademiknya serta dapat mengatur dirinya serta memperkirakan tin-dakan yang dirasa mampu. Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi, saat
dih-adapkan pada mata pelajaran yang sulit akan mempersepsi dirinya mampu me-ngerjakan atau menguasai materi pelajaran tersebut karena memiliki kepercayaan diri untuk mampu mengatasi kesulitan sendiri. Pada taraf ini siswa juga mualai
mampu mengembangkan keterampilan merencanakan aktivitas belajarnya dari pengalaman sebelumnya.
Tingkat efikasi diri siswa ditinjau dari aspekstrengthyang berada pada kategori tinggi diartikan bahwa siswa sudah memiliki tingkat daya usaha dan ketahanan diri dalam menghadapi berbagai hambatan untuk memenuhi tuntutan akademik
sebagai pelajar. Hambatan-hambatan yang dihadapi siswa dapat berupa pengala-man kegagalan atau kesulitan yang dihadapinya. Ketercapaian aspek ini juga mengindikasikan siswa dapat meningkatkan usaha dengan baik dan komitmen
terhadap tugas-tugas belajarnya.
Aspekgeneralityberkaitan dengan luas keyakinan atas kemampuan diri, artinya siswa dapat saja menilai keyakinan dirinya untuk aktivitas yang cukup luas atau aktivitas-aktivitas tetentu saja dimana siswa menampilkan kemampuan dirinya
dalam situasi-situasi sosial. Ketika siswa berada pada situasi belajar di kelas, sis-wa yang memiliki tingkat generality yang tinggi mampu mengolah materi belajar
dengan baik walaupun situasi di kelas kurang mendukung proses belajar.
memiliki efikasi tinggi maka ia cenderung untuk memilih tugas yang menantang
dan gigih dalam menghadapi suatu tantangan baru.
Efikasi diri mempengaruhi motivasi melalui pilihan yang dibuat dengan tujuan yang ditetapkan. Siswa yang memiliki kepercayaan dan kemampuan yang tinggi
memiliki motivasi yang tinggi, mengerjakan tugas dengan lebih cepat dan meraih tujuan lebih baik. Sedangkan Zimmerman (1995) mengungkapkan bahwa siswa
yang rendah tingkat efikasinya akan memilih tugas yang lebih mudah dan meng-hindar dari tugas secara keseluruhan serta berupaya untuk tidak bekerja dan siswa seperti ini lebih mudah menyerah. Hal ini menandakan bahwa siswa dengan
efika-si diri rendah mudah putus asa, tidak suka menghadapi kesulitan dalam belajar, pesimis dengan pencapaian tujuan yang mengakibatkan motivasi untuk belajar
ku-rang sehingga prestasi yang dicapai tidak memuaskan bahkan buruk.
Efikasi diri akan menjadi efektif bila didukung oleh kemampuan yang memadai
(ability ) dan keyakinan akan usaha serta hasil yang akan diperoleh. (Baron & Greenberg, 1997) mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang
menge-nai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kemampuan seseorang terhadap sesuatu yang dapat dilakukannya ataupun keterampilan dan
keahlian yang dimiliki individu tersebut. Efikasi diri bukan merupakan faktor bawaan dan keturunan.
Ali dan McWhirter (dalam Metheny, J., dkk., 2008) menemukan hubungan yang
sosial guru memiliki hubungan yang kuat denganself-efficacypendidikan daripa-da dukungan daripa-dari orang tua, saudaripa-dara daripa-dan teman sebaya. Guru menjadi sumber du-kungan yang potensial bagi siswa karena mereka menghabiskan sebagian waktu
mereka di sekolah. Dukungan sosial guru memiliki hubungan dengan beberapa hasil penting, diantaranya pencapaian akademik, motivasi akademik, serta upaya akademik dan mengejar tujuan lain. Hal ini memiliki hubungan dengan self-efficacy, sebagaimana pernyataan Zimmerman, B., J. (2000) bahwaself-efficacy
merupakan prediktor yang sangat efektif untuk motivasi dan belajar.
Harahap (2008) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif dan
signi-fikan antara efikasi diri siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa. Efikasi diri siswa sangat menentukan tingkat dan peningkatan prestasi belajar kimia siswa
ka-rena dengan efikasi diri siswa akan mampu merencanakan tindakan, menampilkan prilaku baru, merespon dengan aktif dan kreatif serta mampu memberikan solusi atau memecahkan masalah terhadap persoalan hidup yang sedang dialami siswa
maupun tugas yang diberikan oleh guru. Siswa yang memiliki efikasi diri yang kuat akan mampu bertahan dalam situasi sulit dan sangat menyukai tugas-tugas
yang menantang tidak hanya dalam pembelajaran.
F. Penguasaan Konsep
Konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau konsep-konsep tidak terlalu mengena dengan
Penguasaan konsep merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa
mampu menguasai/memahami arti atau konsep, situasi dan fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan
pe-ngetahuan yang dimilikinya dengan tidak mengubah artinya. Penguasaan konsep sangat penting dimiliki oleh siswa yang telah mengalami proses belajar. Peng-uasaan konsep yang dimiliki siswa dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dimiliki. Penguasaan konsep siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Raw input, yaitu karakteristik khusus siswa, baik fisiologi maupun psikologi. 2. Instrumental input, yaitu faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasi. 3. Environmental input, yaitu faktor lingkungan dan faktor sosial.
Selain itu, faktor psikologis (internal) merupakan salah satu faktor yang mempe-ngaruhi belajar siswa. Sekurang- kurangnya ada tujuh elemen yang termasuk ke dalam faktor psikologis (internal), yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat,
mo-tivasi, kematangan, dan kelelahan. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor sekolah (eksternal). Faktor sekolah (eksternal) yang mempe-ngaruhi hasil belajar siswa mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, palajaran dan waktu seko-lah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah (Jhony,
2012).
diperoleh dari fakta dan pengalaman yang pada akhirnya peserta didik akan
mem-peroleh prinsip hukum dari suatu teori. Jadi penguasaan konsep merupakan ke-mampuan peserta didik dalam memahami konsep-konsep setelah kegiatan
pembe-lajaran, kemampuan dalam memahami makna secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut di-dukung oleh pendapat Sagala (2010) definisi konsep adalah:
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.
Syaiful (Ernawati, 2009) menyatakan bahwa konsep diperoleh dari fakta-fakta, peristiwa, pengalaman generalisasi dan berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk
menjelaskan dan meramalkan. Konsep merupakan abstraksi dan ciri-ciri dari se-suatu yang dapat mempermudah komunikasi untuk berpikir, dengan demikian tan-pa adanya konsep belajar akan sangat terhambat. Kemampuan abstrak itu disebut
pemikiran konseptual. Sebagian besar materi pembelajaran yang dipelajari di se-kolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki
seseo-rang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Dahar (1998) menyatakan konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu
ke-las objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berpikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa,
G. Analisis Konsep
Herronet al.(1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada defi-nisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011)
mendefinisi-kan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan
suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, se-kaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep.
Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.
Label konsep adalah nama konsep atau sub konsep yang dianalisis. Label konsep didefinisikan sesuai dengan tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari sis-wa. Untuk suatu label konsep yang sama, konsep dapat didefinisikan berbeda
se-suai dengan tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dikuasai siswa dan ting-kat perkembangan kognitif siswa. Atribut kritis merupakan ciri-ciri utama konsep
yang merupakan penjabaran definisi konsep. Atribut variabel menunjukan ciri-ciri konsep yang nilainya dapat berubah, namun besaran dan satuannya tetap. Posisi konsep menyatakan hubungan suatu konsep dengan konsep lain berdasarkan
tingkatannya lebih rendah). Secara umum jenis konsep dikelompokkan menjadi
dua, yaitu konsep konkrit dan konsep abstrak.
H. Kerangka Berpikir
Prinsip dasar model pembelajaran SiMaYang Tipe II adalah guru mengenalkan konsep kimia dengan menyajikan beberapa abstraksi mengenai fenomena sains
dan mentransformasikan ketiga level fenomena sains tersebut yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbolik serta membimbing dan memfasilitasi siswa untuk
mengemukakan dan mengembangkan pemikirannya. Tahap awal pada pembelaja-ran dengan menggunakan model pembelajapembelaja-ran SiMaYang Tipe II adalah guru memberikan motivasi dengan berbagai fenomena sains yang terkait dengan
pe-ngalaman siswa, tahap ini dikenal dengan fase orientasi. Pada tahap ini, dengan adanya motivasi berupa fenomena sains dari pengalaman siswa, siswa akan ter-tantang untuk dapat menguasai materi atau konsep yang akan dipelajari pada
per-temuan tersebut.
Tahap selanjutnya adalah tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa akan diperkenal-kan dengan konsep materi yang penyampaiannya melalui abstraksi yang berbeda
mengenai fenomena sains secara verbal atau demonstrasi dan visualisai yang da-pat berupa gambar, grafik, simulasi atau animasi, dan atau analogi. Pada tahap ini
siswa akan merasa tertantang untuk dapat mengungkapkan berbagai macam per-tanyaan atau bahkan jawaban terkait absrtaksi yang diberikan. Pada tahap ini sis-wa akan berimajinasi dan merepresentasikan fenomena sains yang diberikan serta
siswa akan meningkatkan daya tarik siswa dalam mengerjakan soal dengan
ting-kat kesukaran yang tinggi.
Langkah selanjutnya yang merupakan fase III yaitu internalisasi. Pada tahap ini siswa akan mempresentasikan hasil pemikirannya, meyampaikan komentar atau
menanggapi presentasi dari kelompok lain. Siswa akan diberikan latihan untuk dapat mengartikulasikan imajinasi, setelah melalui fase II siswa dilatihkan
kem-bali mengenai efikasi diri agar tertantang dan termotivasi mengerjakan soal atau pertanyaan yang sulit dan tidak mudah putus asa ketika mengalami kesulitan pada saat mengerjakan tugas.
Tahap terakhir merupakan fase evaluasi. Pada tahap ini siswa akan meriviu hasil
kerjanya dan berlatih menginterkoneksikan ketiga level fenomena sains dan mela-kukan evaluasi diagnostik, formatif, dan sumatif. Fase evaluasi merupakan fase dimana siswa dipersilahkan untuk bertanya tentang pembelajaran yang akan
da-tang kepada guru agar siswa lebih siap mengikuti pembelajaran selanjutnya de-ngan baik. Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas dede-ngan diterapkannya
model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi diyakini da-pat meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit.
I. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
larutan elektrolit dan non-elektrolit.
b. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi memi-liki keefektivan dalam meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MIA SMA Negeri 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 dan tersebar dalam enam kelas. Tek-nik pemilihan sampel yang digunakan yaitu tekTek-nikcluster random sampling. Pe-ngambilan sampel ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1. Menentukan kelas eksperimen dengan cara random untuk memilih 3 dari 6
kelas yang ada lalu diperoleh kelas X MIA 1 , X MIA 2 , dan X MIA 6. 2. Mengelompokkan siswa dari masing-masing kelas eksperimen (X MIA 1 , X
MIA 2 , dan X MIA 6) berdasarkan kemampuan akademik siswa yang dibagi
ke dalam 3 kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah melalui hasil pretes.
B. Desain dan Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah (one group pretest-posttest design)
(Creswell, 1997). Pada desain penelitian ini melihat perbedaan pretes maupun
postes di kelas eksperimen, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Kelas eksperimen dilakukan replikasi menjadi tiga kelas untuk melihat kecenderungan peningkatan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan
C. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi satu variabel bebas dan dua varia-bel terikat. Variavaria-bel bebas, yaitu pemvaria-belajaran menggunakan model SiMaYang
Tipe II berbasis multipel representasi. Variabel terikat adalah efikasi diri dan pe-nguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit. Tujuan penelitian dapat
di-capai dengan merinci kemampuan-kemampuan siswa untuk mengevaluasi pening-katan efikasi diri dan penguasaan konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit.
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi pendahuluan
Prosedur observasi pendahuluan:
a. Meminta izin kepada Kepala SMA Negeri 3 Bandar Lampung untuk
melaksanakan penelitian.
b. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan
informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, cara mengajar guru kimia di kelas, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
c. Menentukan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada materi pokok larutan elektrolit dan non-ektrolit yaitu model pembelajaran
SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi.
d. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian. 2. Pelaksanaan penelitian
a. Tahap persiapan
Membuat silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS) yang berjumlah 6 buah yang terdiri dari 3 LKS individu dan 3
LKS kelompok, lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi, angket respon siswa, lembar penilaian kemampuan guru, lembar pengamatan aktivitas siswa,
instrumen tes efikasi diri, dan instrumen tes penguasaan konsep,
b. Tahap penelitian
Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan pada tiga kelas
eksperi-men, yaitu kelas (X MIA 1 , X MIA 2 , dan X MIA 6) yang diterapkan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi.
Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:
1) Memberikan tes efikasi diri awal kepada kelas eksperimen (X MIA 1 , X MIA 2 , dan X MIA 6) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung untuk
mengetahui efikasi diri awal siswa.
2) Memberikan pretes kepada kelas eksperimen (X MIA 1 , X MIA 2 , dan X MIA 6) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung untuk menentukan
karakteristik kemampuan akademik awal siswa.
3) Mengelompokkan siswa dari masing-masing kelas eksperimen (X MIA
1 , X MIA 2 , dan X MIA 6) berdasarkan kemampuan akademik siswa yang dibagi ke dalam 3 kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. 4) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi larutan elektrolit
ditetapkan pada kelas eksperimen yaitu SiMaYang Tipe II berbasis
multipel representasi.
5) Memberikan tes efikasi diri akhir setelah pembelajaran pada kelas
eks-perimen (X MIA 1 , X MIA 2 , dan X MIA 6) untuk mengukur pening-katan efikasi diri siswa.
6) Memberikan postes pada kelas eksperimen (X MIA 1 , X MIA 2 , dan
X MIA 6) untuk mengukur peningkatan penguasaan konsep yang dialami siswa.
7) Analisis data, adapun tahap analisis data antara lain: a. Menganalisis data yang terdiri dari:
1) Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang
Tipe II berbasis multipel representasi.
2) Respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran. 3) Hasil observasi kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran.
4) Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran.
5) Jawaban tes efikasi diri untuk mengetahui efikasi diri awal siswa sebelum pembelajaran dan mengetahui peningkatan efikasi diri setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model
pem-belajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.
bertujuan untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep
larutan elektrolit dan non-elektrolit siswa. b. Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.
c. Menarik kesimpulan.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini :
Tahap Persiapan
Tahap Penelitian
Gambar 3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
E. Definisi Operasional
1. Multipel Representasi
Johnstone (Meirina, 2013) mendeskripsikan bahwa fenomena kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi yang berbeda yaitu
• Tes efikasi diri awal
• Tes efikasi diri akhir
Menentukan populasi dan sampel
Mempersiapkan instrumen pembelajaran
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Ketiga dimensi tersebut saling
berhubungan dan berkontribusi pada siswa untuk dapat paham dan mengerti materi kimia yang abstrak. Hal ini didukung oleh pernyataan Tasker dan
Dalton (dalam Meirina, 2013), bahwa kimia melibatkan proses-proses peru-bahan yang dapat diamati dalam hal (misalnya peruperu-bahan warna, bau, gelem-bung) pada dimensi makroskopik atau laboratorium, namun dalam hal
peru-bahan yang tidak dapat diamati dengan indera mata, seperti peruperu-bahan struk-tur atau proses di tingkat submikro atau molekul imajiner hanya bisa
dilaku-kan melalui pemodelan.
2. Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II Berbasis Multipel Representasi Model pembelajaran SiMaYang Tipe II merupakan model pembelajaran sains
berbasis multipel representasi yang dikembangkan dengan memasukkan fak-tor interaksi (tujuh konsep dasar) yang mempengaruhi kemampuan pembela-jar untuk merepresentasikan fenomena sains ke dalam kerangka model IF-SO
(Sunyono, dkk, 2011). Model pembelajaran SiMaYang Tipe II memiliki 4 fa-se yaitu orientasi, eksplorasi-imajinasi, internalisasi, dan evaluasi (Sunyono,
2012). 3. Efikasi Diri
Self efficacyatau efikasi diri menurut Bandura (1997: 3) merupakan persepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharap-kan. Keyakinan efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan
4. Penguasaan Konsep
Penguasaan konsep merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan sis-wa mampu menguasai/memahami arti atau konsep, situasi dan fakta yang
di-ketahui, serta dapat menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesu-ai dengan pengetahuan yang dimilikinya dengan tidak mengubah artinya. Pe-nguasaan konsep sangat penting dimiliki oleh siswa yang telah mengalami
proses belajar. Penguasaan konsep yang dimiliki siswa dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang
dimi-liki (Jhony, 2012).
F. Instrumen Penelitian dan Validitasnya
Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instru-men pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data un-tuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2004). Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Silabus
2. RPP
3. Lembar kerja siswa (LKS) yang menggunakan model SiMaYang Tipe II ber-basis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit
berjumlah 6 buah LKS yang terdiri dari 3 LKS kelompok dan 3 LKS individu. LKS 1 mengenai daya hantar arus listrik larutan elektrolit dan non-elektrolit,
4. Instrumen efikasi diri yang digunakan dalam penelitian disusun dengan
mengadopsi indikator dari Bandura (1997).
5. Tes penguasaan konsep yang terdiri dari soal pretes dan postes. Soal pretes
dan postes pada penelitian ini tentang materi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang terdiri dari 7 butir soal uraian.
6. Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajran SiMaYang Tipe II
berbasis multipel representasi yang bertujuan untuk mengukur tingkat keter-laksanaan model SiMaYang Tipe II dalam praktek pembelajaran kimia materi
pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit. Lembar observasi ini disusun de-ngan mengadopsi instrumen yang dikembangkan oleh Sunyono (2014). 7. Angket respon siswa yang bertujuan untuk menjaring data respon siswa
terha-dap kegiatan dan komponen pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran kimia. Lembar observasi ini disusun dengan mengadopsi instrumen yang di-kembangkan oleh Sunyono (2014).
8. Lembar observasi penilaian kemampuan guru yang bertujuan untuk mengukur kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kimia di kelas dengan
meng-gunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representa-si. Lembar observasi ini disusun dengan mengadopsi instrumen yang dikem-bangkan oleh Sunyono (2014).
9. Lembar pengamatan aktivitas siswa yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar
Data yang diperoleh harus bersifat sahih atau dapat dipercaya, sehingga instrumen
yang digunakan harus valid. Dengan kata lain suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian ter-hadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah vailditas isi. Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan
de-ngan carajudgment. Oleh karena dalam melakukanjudgmentdiperlukan keteliti-an dketeliti-an keahliketeliti-an penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukketeliti-annya. Peneliti
meminta dosen psikologi untuk memvalidasi instrumen efikasi diri. Pengujian yang dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan pe-nelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pernyataannya. Bila antara
unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.
G. Teknik Pengelompokkan Siswa
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini mengambil subyek peneliti-an pada kelas ypeneliti-ang memiliki kemampupeneliti-an kognitif ypeneliti-ang heterogen. Sehingga da-lam pelaksanaan penelitian, siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan
kog-nitifnya ke dalam tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan ke-lompok ini berdasarkan hasil nilai pretes mengenai materi larutan elektrolit dan
1. Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil untuk menentukan rentang.
2. Menentukan banyak kelas interval menggunakan rumus: Banyak kelas = 1 + 3,3 log
Keterangan: n = banyak data
3. Membagi rentang dengan banyak kelas untuk menentukan panjang interval. 4. Menentukan mean menggunakan rumus:
=
Keterangan:
Mx = Mean
∑ FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah Fi = Jumlah frekuensi siswa
5. Menentukan standar deviasi menggunakan rumus:
= ( )
Keterangan:
SDx = Standar deviasi
Fi = Jumlah frekuensi siswa
∑ FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah
FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali kuadrat nilai tengah
6. Menghitung mean + SD dan mean–SD
7. Menentukan kriteria pengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam
Tabel 2. Kriteria Pengelompokkan Siswa
Kriteria Pengelompokkan Kelompok
Nilai≥ mean + SD Tinggi
Mean–SD≤ nilai < mean +SD Sedang
Nilai < mean–SD Rendah
H. Analisis Data
1. Analisis validitas dan reliabilitas angket efikasi diri dan soal penguasaan konsep
Validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan secara teoritis dan empiris. Validitas
teoritis dilakukan terhadap instrumen efikasi diri melalui validasi ahli. Instrumen efikasi diri divalidasi oleh tiga dosen psikologi yaitu Ibu Ratna Widiastuti, S.Psi.,M.A.,Psi., Ibu Citra Abriani Maharani,S.Pd.M.Pd.Kons., dan Ibu Yohana
Oktarina, S.Pd.,M.Pd. Ketiga validator menyatakan bahwa instrumen efikasi diri layak digunakan.
Analisis terhadap validitas dan reliabilitas empiris terhadap angket efikasi diri
sis-wa dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Hal ini dilakukan karena pada Simpel PAS Dev 2.0 tidak dapat dilakukan uji dengan item lebih dari 25, semen-tara angket efikasi diri terdiri dari 36 item. Angket efikasi diri siswa diujikan
ke-pada 20 orang siswa kelas XI SMA . Hasil perhitungan SPSS 17.0 menunjukkan bahwa untuk setiap item angket efikasi diri memiliki harga koefisien validitas
Reliabilitas angket efikasi diri dilihat berdasarkan hasil perhitungan SPSS 17.0
se-suai nilaiAlpha Cronbachyaitu 0,941. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa reliabilitas angket efikasi diri termasuk tinggi sehingga dapat digunakan untuk
mengukur efikasi diri siswa.
Analisis terhadap validitas dan reliabilitas empiris terhadap soal tes penguasaan konsep dilakukan dengan menggunakan Simpel PAS Dev 2.0. Soal tes
penguasa-an konsep diujikpenguasa-an kepada 20 orpenguasa-ang siswa SMA kelas XI ypenguasa-ang telah mendapatkpenguasa-an materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.
Tabel 3. Harga Koefisien Validitas Tes Penguasaan Konsep
Butir Soal Koefisien Korelasi r tabel Keterangan
1 0,48 0,444 Valid
2 0,51 0,444 Valid
3 0,59 0,444 Valid
4 0,48 0,444 Valid
5 0,62 0,444 Valid
6 0,84 0,444 Valid
7 0,83 0,444 Valid
Tabel 3 menunjukkan bahwa soal tes penguasaan konsep yang berjumlah
seba-nyak 7 butir untuk topik larutan elektrolit dan non-elektrolit adalah valid, sehing-ga dapat dipakai sebasehing-gai instrumen pengukuran penguasaan konsep. Reliabilitas
soal tes penguasaan konsep ditentukan berdasarkan hasil perhitungan Simpel PAS Dev 2.0 terlihat bahwa untuk butir tes peguasaan konsep memiliki nilai reliabilitas 0,7487. Hal ini berarti tes penguasaan konsep pada topik larutan elektrolit dan
2. Analisis data kepraktisan
a. Analisis data keterlaksanaan dan kemenarikan model
Analisis data kuantitatif untuk data keterlaksanaan dan kemenarikan model pembelajaran (melalui pelaksanaan RPP) dilakukan secara deskriptif dengan mengolah data hasil pengamatan terhadap keterlaksanaan dan kemenarikan
model (respon siswa). Analisis keterlaksanaan RPP model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek pengamatan, kemudian dihitung persentase ketercapaian dengan rumus :
%Ji= (∑Ji/N) x 100% Keterangan :
%Ji = Persentase ketercapaian dari skor ideal untuk setiap aspek
pengamatan pada pertemuan ke-i
∑Ji = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat
pada pertemuan ke-i
N = Skor maksimal (skor ideal)
2) Menghitung rata-rata persentase ketercapaian untuk setiap aspek
pengamatan dari dua orang pengamat.
3) Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagaimana Tabel 4 (Ratumanan dalam Sunyono,
Tabel 4. Kriteria Tingkat Keterlaksanaan (Sunyono, 2012a)
Untuk analisis data kemenarikan model pembelajaran yang ditinjau dari respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan model SiMaYang Tipe II
berbasis multipel representasi dilakukan langkah-langkah berikut :
1) Menghitung jumlah siswa yang memberikan respon positif dan negatif ter-hadap pelaksanaan pembelajaran.
2) Menghitung presentase jumlah siswa yang memberikan respon positif dan negatif.
3) Menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran harga persentase sebagai-mana Tabel 4 di atas.
b. Analisis data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan data aktivitas siswa
Analisis data tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi dilakukan dengan cara yang sama dengan analisis data keterlaksanaan RPP di atas. Analisis deskriptif
1) Menghitung persentase aktivitas siswa untuk setiap pertemuan dengan
rumus :
%Pa= x100%
Keterangan : Pa = Persentase aktivitas siswa dalam belajar di kelas. Fa = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang muncul.
Fb = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang diamati. 2) Menghitung jumlah persentase aktivitas siswa yang relevan dan yang tidak
relevan dengan pembelajaran untuk setiap pertemuan dan menghitung rata-ratanya, kemudian menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran harga persentase sebagaimana Tabel 4 di atas.
3) Mengurutkan aktivitas siswa yang dominan dalam pembelajaran berdasar-kan persentase setiap aspek aktivitas yang diamati.
3. Analisis data keefektivan
a. Analisis data efikasi diri siswa
Data yang diungkap dalam penelitian ini adalah data mengenai efikasi diri
dengan menggunakan instrumen dalam bentuk angket. Angket efikasi diri siswa terdiri dari 36 butir pernyataan dan terdiri dari 3 aspek, yaitu aspek
magnitude, strength, dan generality.Peneliti menyusun instrumen efikasi diri dengan mengadopsi indikator Bandura (1997). Angket yang disusun terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif dilambangkan
Indikator efikasi diri yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5
berikut:
Tabel 5. Instrumen Efikasi Diri
Butir–butir pernyataan disajikan dalam dua bentuk, yaitu pernyataan positif dan
pernyataan negatif. Analisis data angket efikasi diri menggunakan cara sebagai berikut :
1) Mengkode atau klasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokan jawaban berdasarkan pernyataan angket. Dalam pengkodean data ini dibuat buku kode yang merupakan suatu tabel berisi tentang substansi-substansi yang hendak
diukur, pernyataan-pernyataan yang menjadi alat ukur substansi tersebut serta kode jawaban setiap pernyataan tersebut dan rumusan jawabannya.
No. Indikator No. Pernyataan Jumlah
A Magnitude/ Tingkat kesulitan
1 Memiliki pandangan yang optimis 1(f), 14(u), 26(f) 3
2 Berminat terhadap tugas 2(u), 15(f), 27(u) 3
3 Memandang tugas sebagai tantangan bukan sebagai beban
3(u), 16(f), 28(f) 3
4 Merencanakan penyelesaian tugas 4(f), 29(u) 2
5 Mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar 5(u), 17(u), 30(f) 3 6 Kemampuan dalam menyelesaikan tugas 6(u), 18(f), 31(u) 3 7 Berkomitmen dalam melaksanaka tugas 7(f), 19(f), 32(u) 3 B. Strength
1 Bertahan menyelesaikan soal dalam kondisi apapun
8(u), 20(u), 33(f) 3
2 Memiliki keuletan dalam menyelesaikan soal / ujian
9(u), 21(u), 34(f) 3
3 Yakin akan kemampuan yang dimiliki 10(f), 22(f), 35(u) 3
4 Belajar dari pengalaman 11(f), 23(u), 36(f) 3
C. Generality
1 Menyikapi situasi dan kondisi yang be-ragam dengan cara yang baik dan positif.
12(u), 24(f) 2
2 Memiliki cara menangani stres dengan tepat 13(f), 25(u) 2