• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) TERHADAP PENGENDALIAN MENARA KOMUNIKASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KINERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) TERHADAP PENGENDALIAN MENARA KOMUNIKASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG 2013"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PERIZINAN (BPMP) DALAM PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG 2013

Oleh

BACHTIAR SANJAYA

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

KINERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) TERHADAP PENGENDALIAN MENARA KOMUNIKASI DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh: Bachtiar Sanjaya

Meningkatnya kegiatan usaha jasa dibidang telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas alat komunikasi,telah mendorong peningkatan pembangunan menara telekomunikasi dan sarana pendukungnya.Menara telekomunikasi yang ada diKota Bandar Lampung pada tahun 2013 berjumlah 304 menara. Akan tetapi dari 304 menara tersebut terdapat 107 menara yang tidak memiliki izin. Dari 304 tersebut didalamnya adalah Telkomsel, Indosat, XL, Three, Smart Fren, Esia, danlainnya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal danPerizinan dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung.

Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Peneliti dalam hal ini berusaha untuk mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam pengendalian menar telekomunikasi di Kota Bandar Lampung.Metode pengumpulan data digunakan adalah wawancara, dokumentasi dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kinerja BPMP Kota Bandar Lampung dalam pengendalian menara telekomunikasi berdasarkan indicator Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung berdasarkan indicator produktifitas, indikator kualitas layanan, indicator responsifitas dan indikator Responsibilitas belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dari terdapat 107 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin sepanjangtahun 2013. Akan tetapi saat ini sudah mulai dilakukan perbaikkan kinerja. BPMP selama tahun 2013 sampai dengan bulanMaret 2014 telah menerbitkan IMB menara telekomunikasi untuk 97 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin dan sisanya 10 menara telekomunikasi masih dalam proses pengurusan izin di BPMP Kota Bandar Lampung.

(3)

LICENSING (BPMP) IN CONTROLLING

COMMUNICATION TOWER IN BANDAR LAMPUNG By

Bachtiar Sanjaya

The rise of telecommunications services business activity in Bandar Lampung and the development of the social demand for communications equipment facilities, has pushed the building development of telecommunication towers and other support facilities. In 2013 there are 304 towers of telecommunications in Bandar Lampung. However, from 304 there are 107 towers that do not have a license. The 304 towers consist service provide such as Telkomsel, Indosat, XL, Three, Smart Fren, Esia and others. The purpose of this study was to determine the work performance of the Instution of Investment and Licensing in controlling communication towers in Bandar Lampung.

Type of this study was descriptive study. Researchers determine the performance of Institution of Investment and Licensing towards the controlling of communication tower in Bandar Lampung. Data collected through interviews, documentation and observations method.

The results of this study showed: the performance of BPMP towards controlling the communication tower in Bandar Lampung based on productivity indicators, indicators of quality of service, responsiveness indicators and indicators of responsibility is not yet maximized.It is shown from there were 107 towers that do not have a license in 2013.However, the improvements of work performance already begun. BPMP during 2013 until March 2014, had published building permit to 97 telecommunications towers that do not have building permit remaining 10 towers are still in the process of obtaining their permit in BPMP Bandar Lampung.

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 16

November 1988 Sebagai putra pertama dari pasangan

Syamsuddin dan Ros Nana.

Selama masa pendidikan formalnya, penulis menempuh

pendidikan di SDN 1 Gotong Royong (1995-2001), SLTPN 25

Bandar Lampung (2001-2004), SMAN 3 Bandar Lampung

(2004-2007) dan pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Program

Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung yang kemudian menjadi

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung melalui jalur SPMB.

Penulis merupakan satu dari beberapa siswa SMAN 3 Bandar Lampung yang

diterima di Universitas Lampung. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi

(8)

Kehidupan memberikan 1000 alasan untuk kecewa, marah ,menangis. Tapi

Allah swt memberikan kita sejuta alasan untuk tetap tersenyum setiap waktu

karena Allah swt memberikan apa yannng kita butuhkan, bukan apa yang

kita inginkan.

Saat Allah menjawa

b do’amu, ia meminta imanmu. Saat Allah belum

menjawab do’amu, ia memintakesabaranmu, Dan saat Allah menjawab tapi

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kupersembahkan sebuah karya sederhana ini

untuk:

Kedua orangtuaku “Syamsuddin dan Ros Nana” Atas segala do’a, cinta, kasih sayang,

perhatian, dan dukungan. (baik moril maupun materiil)

Adik-adik Ku Tersayang yang selalu mendukung dan mendoakan .

Untuk diriku sendiri

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah subhanawata alla karena atas izin dan

ridha-Nya skripsi ini dapat penulis selesaikan. Shalawat beserta salam semoga

selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam juga

untuk keluarganya, sahabat-sahabatnya beserta umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian peneliti pada Badan Penanaman Modan dan

Perizinan Kota Bandar Lampung, penelitian ini dilakukan sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Administrasi Negara pada jurusan Ilmu

Administrasi Negara Universitas Lampung. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Tahun 2013”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena kesempurnaan

hanyalah milik Allah azza wa jalla dan setiap kesalahan ada pada diri penulis

yang merupakan proses pembelajaran penulis untuk menjadi lebih baik lagi

dikemudian hari. Akhir kata saran dan kritik yang membangun sangat penulis

harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa

saja yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2015

Penulis

(12)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb..

Alhamdulillahirobil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan RidhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan saran, serta bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada (tidak ada perbedaan rasa hormat berdasarkan urutannya):

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Unila beserta jajarannya dari PD 1 sampai staf tata usaha.

2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si. Selaku Kepala Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

3. Bapak Simon Sumanjoyo Hutagalung, S.A.N., M.P.A Selaku selaku dosen penguji utama atas kesediaan menguji, yang telah memberikan masukan, kritik dan saran dalam proses penyempurnaan skripsi ini dan Selaku Sekretais Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

(13)

S.IP., M.Si., Prof. Dr. Bapak Yulianto, M.S., Bapak Fery Triatmojo, S.A.N., M.P.A., Bapak Eko Budi Sulistyo, S.Sos., M.AP., Bapak Drs Noverman Duadji, M.Si., Ibu Dra. Dian Kagungan, M.H, Ibu Meiliyana, S.IP., M.A.,. Ibu Novita Tresiana, S.Sos., M.Si., Ibu Susana Indriyati Caturiani, S.IP., M.Si., Ibu Dewi Brima Atika, S.IP., M.Si., Ibu Intan Fitri Meutia, S.A.N., Ibu Devi Yulianti, S.A.N. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kedua orang tua penulis. Syamsuddin dan Ros Nana. Atas segala do’a, cinta, kasih sayang, perhatian, dan dukungan. Ini Jawaban dari Pertanyaan yang selalu kalian tanyakan selama ini, maaf sudah membuat kalian berdua menunggu.

7. Kepada Adik-adikku, yang senantiasa menjadi pelipur lelah penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan ANE’07 : Aan, Ujang, Catur, Hendy, Nia, Boncu, Amoy, Syeni, Lia, Tomas, Enal, Agung, Candra, Nanda, Riesa, Saligi, Ami, Richo, Yuni, Diah, Berly, Yeni, Akmal, Bachtiar, Rio, Bro, Nofi, Zulisa, Isty, Tiar, Evi, Yunita, Fitri, Rifka, Ijul, Bob, Ruth, Melly, Debi, Shinta, Hot, Junarko. Semoga persahabatan ini tidak hanya terukir sampai disini saja. Percayalah bahwa kesuksesan akan menanti kita disana. Amin yaa rabbal ‘alamiin.

(14)

11. Teman-teman “Softball Baseball MOHICANS”: yang mengajarkan saya lebih dewasa baik dipergaulan dan kepribadian.

12. Kepada semua orang yang hadir dalam kehidupan penulis dan tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih kalian telah menggoreskan lirik sederhana dalam kehidupan penulis, baik itu hitam maupun putih. Terima kasih telah menjadi bagian pendewasaan diri penulis.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb...

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis

(15)

DAFTAR ISI

2. Definisi Kinerja Organisasi Publik ... 9

3. Pengukuran Kinerja ... 10

4. Indikator Kinerja ... 14

5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja ... 21

B. Komunikasi Dan Telekomunikasi ... 27

1. Definisi Komunikasi ... 27

2. DefinisTelekomunikasi ... 27

3. Sistem Telekomunikasi ... 29

4. Jaringan Telekomunikasi ... 30

5. Penyelenggaraan Jaringan Komunikasi ... 31

(16)

B. Fokus Penelitian ... 35

A. Sejarah Singkat Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 49

B. Visi dan Misi... 52

C. Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) ... 54

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Kinerja Hasil Penelitian Tentang Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung ... 57

1. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Produktifitas ... 57

2. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Kualiats Layanan ... 75

3. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Responsifitas ... 85

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Menara Telekomunikasi Tahun 2011-2013 di

Kota Bandar Lampung ... 5 Tabel 2. Daftar Jumlah Menara Telekomunikasi di Kota Bandar

Lampung... 57 Tabel 3. Jumlah Menara Telekomunikasi yang Telah Diterbitkan oleh

BPMP dari Tahun 2013 Sampai Maret 2014... 60

Tabel 4. Sanksi Administratif yang Dikeluarkan oleh BPMP dari Tahun

2013 Sampai Maret 2014... 73 Tabel 5. Latar Belakang Pendidikan Pegawai BPMP Kota Bandar

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi di Indonesia sampai dengan saat ini

berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi, sehingga mampu

menciptakan alat-alat yang mendukung perkembangan teknologi informasi.

Perkembangan tersebut, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat

komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang

sedang berkembang, Indonesia selalu mengadaptasi berbagai teknologi informasi

hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana penggunaan internet mulai menjadi

kebutuhan.

Sebelum berkembangnya teknologi, orang-orang Indonesia harus menempuh jarak

yang jauh untuk mengantarkan sebuah surat atau pesan kepada orang lain, tetapi

lain dengan zaman sekarang dan perkembangan itu sendiri di Indonesia dimulai

dengan Satelit Palapa yang memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni

telepon, fax dan lain-lain. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan

(19)

kemudian berkembang kembali ke generasi ketiga atau 3G dan saat ini sudah

mulai memasuki era LTE (4G).

Perkembangan media telekomunikasi yang terus tumbuh dan berkembang pesat

menjadi pendorong pertumbuhan industri menara telekomunikasi di Indonesia.

Operator seluler dan operator penyedia jasa internet membutuhkan jumlah menara

transmisi (penyalur) yang cukup banyak untuk menyediakan kapasitas yang besar

bagi layanan telekomunikasi yang canggih dan dapat mencapai wilayah yang luas.

Saat ini terdapat sekitar 54 ribu menara telekomunikasi yang beroperasi di

Indonesia dengan nilai investasi Rp 81,3 triliun, jumlah ini dapat terus bertambah

tergantung dengan jumlah kebutuhan.

Data dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) menunjukkan bahwa

jumlah pelanggan seluler di Indonesia per tahun 2011 telah mencapai lebih dari

240 juta pelanggan pada akhir tahun 2011 lalu, naik 60 juta pelanggan dibanding

tahun 2010. Angka ini mendekati jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 258

juta penduduk pada Desember 2010. Perkembangan jumlah pelanggan seluler di

Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. Tak mengherankan jika pertumbuhan

menara telekomunikasi juga cukup tinggi dan berkembang pesat (sumber:

http://www.teknojurnal.com/2012/01/18/jumlah-pelanggan-seluler-di-indonesia-hampir-mendekati-jumlah-penduduk-indonesia/).

Sebagai contoh, Excelcomindo selama periode tahun 2011, XL menambah jumlah

base transceiver station (BTS) sebanyak 4.084 BTS (2G/3G) di seluruh

Indonesia, dimana 1.220 merupakan 3G BTS (3G BTS meningkat sebesar 53

(20)

total BTS XL hingga akhir Juni 2011 telah mencapai 24.971 BTS. (sumber:

http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/11/07/29/lp3dey-xl-bukukan-pendapatan-bersih-rp-16-triliun).

Bisnis menara makin berkembang sejak keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi

dan Informatika No. 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan

Menara Bersama Telekomunikasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam

Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan

Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Sejak dua aturan itu muncul,

selain operator, banyak perusahaan independen yang menyewakan menara

bersama. Perusahaan independen tersebut antara lain Indonesian Menara, Menara

Bersama Group, Protelindo, Komet Konsorsium, Bali Telecom, Pandu Sarana

Global, Telcentec Indonesia, Wahana Lintas Sentral Telekomunikasi dan

Deltacomsel Indonesia.

Setiap pembangunan, penyelenggaraan, pengoperasian menara telekomunikasi

harus memperoleh izin dari pemerintah kabupaten, diantaranya izin usaha, izin

prinsip, izin lokasi, mendirikan menara, izin gangguan, rekomendasi operasional

menara. Izin-izin tersebut telah dijabarkan dalam peraturan daerah yang didukung

oleh peraturan walikota/bupati, serta petunjuk pelaksana teknis dari

masing-masing sataun kerja yang membidanginya.

Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler merupakan izin yang

diberikan untuk kegiatan pendirian bangunan menara telekomunikasi seluler.

(21)

tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama

Telekomunikasi.

BPMP (Badan Penanaman Modal dan Perizinan) adalah instansi atau badan

pemeritah yang berwenang mengeluarkan izin usaha, izin mendirikan bangunan,

izin gangguan dan izin-izin lainnya. BPMP dalam hal ini juga berwenang

mengeluarkan usaha di bidang usaha komunikasi. BPMP merupakan gerbang

awal bagi para pengusaha untuk mendapatkan izin usaha meraka. BPMP Kota

Bandar Lampung terbetuknya pada tahun 2009 dan tersebut berperan besar dalam

peningkatan PAD Kota Bandar Lampung dari sektor perizanan usaha.

PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah yang merupakan

modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah. Salah satu sumber PAD adalah perizinan. Saat ini di

Indonesia, khususnya di daerah, penarikan sumber daya ekonomi melalui

perizinan daerah dilakukan dengan aturan hukum yang jelas, yaitu dengan

peraturan daerah dan keputusan kepala daerah, sehingga dapat diterapkan sebagai

salah satu sumber penerimaan daerah.

Meningkatnya kegiatan usaha jasa di bidang telekomunikasi di Kota Bandar

Lampung yang sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap

fasilitas alat komunikasi, telah mendorong peningkatan pembangunan menara

telekomunikasi dan sarana pendukungnya. Dengan meningkatnya kegiatan usaha

jasa di bidang komunikasi di Kota Bandar Lampung tentunya mempengaruhi

(22)

Data dari BPMP Kota Bandar Lampung menyebutkan jumlah data menara

telekomunikasi di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Menara Telekomunikasi Tahun 2011-2013 di Kota Bandar Lampung

No Tahun Jumlah Menara Telekomunikasi

1 2011 156

2 2012 284

3 2013 304

Sember: BPMP Kota Bandar Lampung tahun 2013

Berdasarkan jumlah menara yang tertera ditabel di atas, jumlah tersebut masih

banyak menara komunikasi yang masih belum memiliki izin. Jumlah menara

telekomunikasi yang ada di Kota Bandar Lampung berjumlah 304 menara yang

terdiri dari: sebanyak 241 menara di atas tanah, 34 menara di atas gedung, dan 29

monopoli. Dari 304 tersebut di dalamnya adalah Telkomsel, Indosat, XL, Three,

Smart Fren, Esia, dan lainnya. Untuk yang sedang memproses perizinan IMB ke

BPMP sebanyak 197 menara, 107 yang belum miliki IMB.

Hal ini dipertegas oleh pernyataan dari Bapak Ansori selaku kepala BPMP yang

mengatakan:

“Untuk satu menara menurut Kepala BPMP Kota Bandar Lampung Nizom

Ansori, biaya retribusi HO yang harus dibayarkan mencapai Rp 40 juta.

Jadi untuk 107 menara yang tidak memiliki izin gangguan, pemkot merugi

(23)

Hal ini tentunya merugikan PAD dari sektor perizinan dan juga menjadi

permasalahan BPMP terkait kinerja BPMP dalam meningkatkan PAD Kota

Bandar Lampung. Kewajiban untuk membayar retribusi izin gangguan sendiri

diatur pemerintah kota dalam Peraturan Daerah (Perda) Bandar Lampung No. 7

Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, dan diturunkan dalam Peraturan

Wali Kota (Perwali) No. 69 Tahun 2011 tentang Pembangunan Penataan Menara

Telekomunikasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: “Kinerja Badan Penanaman Modal Dan Perizinan (BPMP)

Terhadap Pengendalian Menara Komunikasi di Kota Bandar Lampung.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

Bagaimanakah kinerja BPMP Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam

pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini,

adalah:

Mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam

(24)

2. Manfat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan secara praktis

1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu

memperkaya khazanah keilmuan ilmu administrasi negara terutama tentang

kinerja organisasi sektor publik.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau

bahan evaluasi bagi sataun kerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan

Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan kinerja terkait pengendalian

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Kinerja

1. Definisi Kinerja

Menurut Wibowo (2008: 7), kinerja berasal dari pengertian performance, yaitu

sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah tentang melakukan

pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Selain itu, menurut

Amstrong dan Baron dalam Wibowo, (2008: 7), kinerja merupakan hasil

pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,

kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Sedangkan

menurut Mahsun (2006: 25), kinerja (performance) adalah gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam

strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk

menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.

Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu mempunyai

kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa

(26)

Menurut Tika (2006: 212-122), kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau

kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh

berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu. Fungsi

kegiatan atau pekerjaan yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan hasil pekerjaan

atau kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung

jawabnya dalam suatu organisasi. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam

kinerja terdiri dari:

a. Hasil-hasil fungsi pekerjaan;

b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai

seperti: motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya;

c. Pencapaian tujuan organisasi; dan

d. Periode waktu tertentu.

Menurut Pasolong (2010: 175), konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari

dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja

pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan

kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi.

Kinerja pegawai dan kinerja organisasi keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya

tujuan organisasi tidak bisa terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh

organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai

pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja sebagai hasil

(27)

atau sekelompok orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu dalam periode

tertentu.

2. Definisi Kinerja Organisasi Publik

Menurut Mahsun (2006: 1), organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang

yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai

tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama. Sedangkan

menurut Mahmudi (2010: 33) organisasi publik merupakan organisasi birokrasi

pemerintahan yang menarapkan kewenangan dan kekuasaan yang legal (formal)

dengan adanya kualitas keahlian dalam pola struktur yang hirarkis.

Kinerja organisasi mempunyai banyak pengertian. Menurut Pasolong (2010: 175),

kinerja organisasi adalah sebagai totalias hasil kerja yang dicapai suatu organisasi.

Sedangkan menurut Wibawa dalam Pasolong (2010: 176), mengemukakan bahwa

kinerja organisasi adalah sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk

kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui

usaha-usaha yang sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus

menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif.

Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan

strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan

kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan

(28)

Berdasarkan uraian di atas, maka Peneliti menyimpulkan bahwa kinerja organisasi

publik adalah totalias hasil kerja yang dicapai suatu organisasi birokrasi

pemerintahan secara menyeluruh sesuai tujuan instansi pemerintah sebagai

penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan

tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan

program dan kebijakan yang ditetapkan.

3. Pengukuran Kinerja

Menurut Mahmudi (2010: 12), pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai

kesuksesan suatu organisasi. Dalam konteks organisasi sektor publik, kesuksesan

organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan

publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui

kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah

dan berkualitas. Pelayanan publik tersebut yang menjadi bottom line dalam

organisasi sektor publik. Selain itu, menurut Mahsun (2006: 26), pengukuran

kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai

pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi

sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam bukunya pun Mahsun (2006: 34)

mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan

merupakan alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi

peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberi tahu mengenai

apa yang telah terjadi, bukan mengapa hal itu terjadi atau apa yang harus

(29)

Menurut Wibowo (2008: 320), pengukuran hanya berkepentingan untuk

mengukur apa yang penting dan relevan. Untuk itu, perlu jelas tentang apa yang

dikatakan penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus

digunakan. Hal-hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting oleh

stakeholders dan pelanggan. Pengukuran mengatur keterkaitan antara strategi

berorientasi pelanggan dan tujuan dengan tindakan. Pengukuran kinerja yang tepat

dapat dilakukan dengan cara:

a. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi;

b. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan;

c. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja;

d. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu

prioritas perhatian;

e. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas;

f. Mempertimbangkan penggunaaan sumber daya; dan

g. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

Selain itu, menurut Sedarmayanti (2007: 195-196), pengukuran kinerja digunakan

untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program.

kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka

mewujudkan misi dan visi organisasi. Karenanya sudah merupakan suatu hal yang

mendesak untuk menciptakan sistem yang mampu untuk mengukur kenierja dan

keberhasilan organisasi. Untuk dapat menjawab pertanyaan tingkat keberhasilan

organisasi, maka seluruh aktivitas organisasi tidak semata-mata kepada input dari

program organisasi, tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan

(30)

Terlepas dari besar, jenis, sektor atau spesialisasinya, setiap organisasi biasanya

cenderung untuk tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut ini:

a. Aspek Finansial

Meliputi anggaran suatu organisasi. Karena aspek finansial dapat dianalogikan

sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial merupakan aspek

penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.

b. Kepuasan pelanggan

Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan samgat krusial dalam

penentuan strategi perusahaan. Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat

akan pelayanan yang berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus

memberi pelayanan berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu

didesain sehingga pimpinan dapat memperoleh informasi relevan atas tingkat

kepuasan pelanggan.

c. Operasi bisnis internal

Informasi operasional bisnis internal diperlukan ntuk memastikan bahwa seluruh

kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi

seperti tercantum dalam rencana startegis. Informasi operasional bisnis internal

diperlukan utuk melakukan perbaikan terus menerus atau efesien dan efektivitas

operasi organisasi.

d. Kepuasan karyawan

Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam

organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat

nyata. Apabila karyawan tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran organisasi

(31)

e. Kepuasan komunitas dan shareholder/stakeholder

Kegiatan instansi pemerintahan berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh

kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari pengukuran kinerja

perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari para stakeholder.

f. Waktu

Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain

pengukuran kinerja. Kita sering membutuhkan informasi untuk pengambilan

keputusasn, namun informasi tersebut lambat diterima, kadang sudah tidak

relevan/kadaluarsa.

Menurut Mahmudi (2010: 14), pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari

proses pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun

karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor

swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan.

Adapun tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah:

a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi;

b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai;

c. Memperbaiki kinerja periode berikutnya;

d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan

pemberian reward and punishment;

e. Memotivasi pegawai; dan

(32)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu cara untuk

mengetahui atau menilai sejauh mana tujuan, sasaran dan program dari suatu

organisasi tercapai bisa tercapai. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan

suatu kinerja organisasi.

4. Indikator Kinerja

Menurut Mahmudi (2010: 155-156), indikator kinerja merupakan sarana atau alat

(means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan

hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor

publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar

untuk menilai kinerja organisasi. Secara umum, indikator kinerja memiliki peran

antara lain:

a. Membantu memperbaiki praktik manajemen;

b. Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung

jawab secara eksplisit dan pemberian bukti atas suatu keberhasilan atau

kegagalan;

c. Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan

pengendalian;

d. Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga

memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja di

semua level organisasi; dan

(33)

Di samping itu, menurut Sedarmayanti (2007: 198), indikator kinerja adalah

ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian

suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja digunakan untuk

meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan

menunjukkan kemampuan dalam rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan. Sementara itu, menurut Mahsun (2006: 71), indikator kinerja

(performance indicators) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance

measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria

pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada

penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya

merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif.

Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian

kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif.

Adapun beberapa indikator yang perlu digunakan untuk mengukur kinerja

birokrasi publik menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178-180), antara lain

yaitu:

1. Produktifitas

Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur

efektifitas pelayanan. Produktifitas pada umumnya dipahami sebagai ratio antara

input dan output. Konsep produktifitas dirasa terlalu sempit dan kemudian

General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran

produktifitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan

publik itu memiliki hasil yang diharapkan salah satu indikator kinerja yang

(34)

Nasional, adalah suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai

pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini (harus) lebih baik dari hari kemarin,

dan hari esok lebih baik dari hari ini.

2. Kualitas Layanan

Kualitas layanan cenderung menjadi penting dalam menjelaskan kinerja

organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai

organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan

demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja

birokrasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai

indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali

tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan masyarakat

terhadap terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa

atau diskusi publik. Kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu

ukuran kinerja birokrasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan

masyarakat dapat menjadi indikator untuk menilai kinerja birokrasi publik.

3. Responsifitas

Responsifitas yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,

menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi

masyarakat. Secara singkat Responsifitas disini menunjuk pada keselarasan antara

program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Responsifitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja karena

Responsifitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi publik

(35)

masyarakat. Responsifitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan

antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Organisasi yang memiliki

Responsifitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.

4. Responsibilitas

Responsibilitas yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik

itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan

kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu,

responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsifitas.

5. Akuntabilitas

Akuntabilitas menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi

publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya ialah

bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya

akan selalu memprioritaskan kepentingan publik. Dalam konteks ini, konsep

akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan

kegiatan birokrasi publik itu konsisten dengan kehendak publik. Kinerja birokrasi

publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh

birokrasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya

harus dilihat dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang

berlaku di masyarakat. Suatu kegiatan birokrasi publik memiliki akuntabilitas

yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan

niali-nilai-norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Selain itu menurut Kumorotomo dalam Pasolong (2010: 180), beberapa indikator

kinerja yang dapat dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik,

(36)

1. Efisiensi

Yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan

publik mendapat laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan

yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

2. Efektivitas

Yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan publik tersebut tercapai.

Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan

organisasi serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan

Yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh

organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep

ketercukupan atau kepantasan.

4. Daya tanggap

Yaitu berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta,

organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau

pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak.

Sedangkan menurut Nasucha dalam Pasolong (2010: 180), terdapat lima dasar

yang bisa dijadikan indikator kinerja sektor publik, antara lain:

1. Pelayanan yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang diberikan.

2. Ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah dari

pada yang direncanakan.

3. Efisien, yang menunjukkan perbandingan hasil yang dicapai dengan

(37)

4. Efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya dengan

hasil yang dicapai.

5. Equity, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan yang

dihasilkan.

Jika diamati dari berbagai pendapat di atas, terlihat bahwa indikator untuk

mengukur kinerja suatu organisasi dapat didekati dari berbagi pendekatan, baik

pendekatan ekonomi, sosial, keorganisasian maupun manajemen. Dalam

penelitian ini, peneliti menganalisis elemen indikator-indikator kinerja dengan

mengindentifikasi indikator yang dominan yang dipaparkan oleh para ahli di atas,

kemudian indikator-indikator yang digunakan akan disesuaikan dengan kondisi

organisasi yang diteliti serta permasalahan yang terjadi, sehingga data yang

diperoleh akan relevan.

Efesiensi dan efektivitas merupakan indikator yang paling dominan disebutkan di

atas. Namun, Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178) mengembangkan satu ukuran

lebih luas yaitu produktivitas yang mana tidak hanya mengukur efesiensi, tetapi

juga mengukur efektivitas. Konsep produktivitas digunakan juga untuk menilai

seberapa besar pelayanan publik memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah

satu indikator kinerja yang penting. Indikator tersebut termasuk ke dalam

indikator produktivitas yaitu terkait dengan output/keluaran dari suatu organisasi.

Dengan demikian, indikator produktivitas dapat menjadi suatu tolok ukur dalam

(38)

Indikator kualitas layanan merupakan indikator yang sangat penting untuk

dijadikan sebagai tolok ukur dalam penilaian kinerja. Hal tersebut karena banyak

pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena

ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Kualitas layanan berkaitan erat dengan

kepuasan masyarakat yang mengacu pada Responsifitas. Dengan demikian,

kualitas layanan tersebut dapat dijadikan salah satu elemen indikator kinerja

organisasi. Selanjutnya adalah indikator daya tanggap. Indikator daya tanggap

sangat relevan untuk dijadikan tolok ukur dalam penilaian kinerja organisasi.

Daya tanggap termasuk dalam Responsifitas yang ditunjukan oleh suatu

organisasi, sebab Responsifitas secara langsung menggambarkan kemampuan

birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas

pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai

dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat. Secara singkat

Responsifitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan

pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, daya

tanggap dimasukan dalam indikator Responsifitas dalam menilai kinerja

organisasi. Suatu organisasi yang memiliki Responsifitas rendah otomatis

memiliki kinerja yang tidak optimal pula. Hal inilah yang menjadi alasan

Responsifitas dilibatkan sebagai elemen indikator yang diteliti.

Kemudian adalah indikator keadilan (equity) yang mempertanyakan distribusi dan

alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Namun

menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 179), prinsip keadilan termasuk dalam

(39)

menunjukkan sejauhmana kegiatan yang diselenggarakan sesuai dengan kehendak

publik dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Akuntabilitas menjadi

penting, karena dengan melihat akuntabilitas suatu organisasi, maka akan dapat

diketahui orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh organisasi yang

bersangkutan. Dengan demikian, indikator akuntabilitas diikutsertakan sebagai

tolok ukur penilaian kinerja organisasi. Akuntabilitas juga terkadang seperti

Responsibilitas yang fungsinya sama penting dalam penilaian kinerja.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dari

beberapa indikator yang dipaparkan oleh para ahli mengenai penilaian indikator

kinerja organisasi. Peneliti merumuskan hanya 4 (empat) indikator yang dianggap

mewakili dari beberapa indikator yang telah disebutkan sebelumnya dan sesuai

dengan keadaan yang ingin diteliti. Adapun indikator yang dipakai meliputi

indikator produktifitas, responsifitas, responsibilitas dan indikator akuntabilitas.

5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja

Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensional yang mencakup banyak

faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mahmudi (2010: 20), faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja antara lain adalah:

1. Faktor personal/individual

Faktor ini meliputi pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan

diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu;

2. Faktor kepemimpinan

Dalam faktor ini meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,

(40)

3. Faktor tim

Faktor ini meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan

dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan

keeratan anggota tim;

4. Faktor sistem

Meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh

organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi;

5. Faktor konstektual (situasional)

Pada faktor ini meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Selain itu, dalam Pasolong (2010: 186-189), dikemukakan pula faktor-faktor yang

memengaruhi kinerja suatu organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kemampuan

Pada dasarnya kemampuan menurut Robbins dalam Pasolong (2010: 186-189)

adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu

pekerjaan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari dua segi, antara lain yaitu:

a. Kemampuan intelektual, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk melakukan

kegiatan mental, dan

b. Kemampuan fisik, yaitu kemampuan untuk diperlukan tugas-tugas yang

menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan ketrampilan.

Kemampuan dalam suatu bidang hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang

memiliki bakat dan intelegensi (kecerdasan) yang mencukupi. Sedangkan bakat

biasanya dikembangkan dengan pemberian kesempatan pengembangan

(41)

2. Kemauan

Kemauan atau motivasi menurut Robbins dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah

kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi.

Kemauan atau motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Pengaruh lingkungan fisik, yaitu setiap pegawai menghendaki lingkungan fisik

yang baik untuk bekerja, lampu yang terang, ventilasi udara yang nyaman,

sejuk, bebas dari gangguan suara berisik dan sebaiknya ada musik.

b. Pengaruh lingkungan sosial, yaitu sebagai makhluk sosial dalam melaksanakan

pekerjaan tidak semata-mata hanya mengejar penghasilan saja, tetapi juga

mengharapkan penghargaan oleh pegawai lain, pegawai lebih berbahagia

apabila menerima dan membantu pegawai lain.

3. Energi

Energi menurut Jordan E. Ayan dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah pemercik

api yang menyalakan jiwa. Tanpa adanya energi psikis dan fisik yang mencukupi,

maka perbuatan kreatif pegawai terhambat.

4. Teknologi

Teknologi dapat dikatakan sebagai “tindakan yang dikerjakan oleh individu atau

suatu objek dengan atau tanpa bantuan alat mekanikal, untuk membuat beberapa

perubahan terhadap suatu objek. Teknologi menurut Danise M. Rousseau dalam

Gibson dalam Pasolong (2010:186-189), mengatakan bahwa teknologi adalah

penerapan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan.

5. Kompensasi

Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa kinerja

(42)

6. Kejelasan tujuan

Kejelasan tujuan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian kinerja.

Oleh karena pegawai tidak mengetahui dengan jelas tujuan pekerjaan yang hendak

dicapai, maka tujuan yang tercapai tidak efisien dan atau kurang efektif.

7. Keamanan

Keamanan pekerjaan menurut George Strauss dan Leonard Sayles dalam

Pasolong (2010: 186-189) adalah sebuah kebutuhan manusia yang fundamental,

karena pada umumnya orang menyatakan lebih penting keamanan pekerjaan dari

pada gaji atau kenaikan pangkat.

Menurut Hennry Simamora dalam Mangkunegara (2005: 14), kinerja

(performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, faktor individual yang

terdiri dari; kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi. Kedua, faktor

psikologis yang terdiri dari: persepsi, attitude, personality, pembelajaran,

motivasi. Ketiga, faktor organisasi yang terdiri dari; sumber daya, kepemimpinan,

penghargaan, struktur , dan job design.

Menurut Soesilo dalam Tangkilisan (2007: 180-181), mengemukakan bahwa

kinerja suatu organisasi birokrasi dimasa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang antara lain yaitu:

a. Struktur organisasi, sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan

fungsi yang menjalankan aktifitas organisasi.

b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.

c. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk

(43)

d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data

base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.

e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan

penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap

aktivitas organisasi.

Sedangkan Atmosoeprapto dalam Tangkilisan (2007: 181-182), menjelaskan

bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor intenal

maupaun faktor ekstenal, meliputi:

1. Faktor eksternal yang terdiri dari:

a. Faktor Politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan

kekuatan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban yang

akan mempengaruhi ketenangan organisasi berkarya secara maksimal .

b. Faktor Ekonomi, yaitu tingkat perkembagan ekonomi yang berpengaruh

pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakan

sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang besar.

c. Faktor Sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat

yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang

dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

2. Faktor internal yang terdiri dari:

a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin

diproduksi oleh suatu organisasi.

b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan

(44)

c. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelola anggota organisasi

sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.

d. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identidas suatu organisasi dalam pola

kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

Dari berbagai argumen di atas, ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja

organisasi, maka akan sangat tegantung pada jenis, karakteristik dan tujuan

pembentukan organisasi itu sendiri. Dengan demikian dari faktor-faktor yang

telah disebutkan, maka dalam penelitian ini, Peneliti menganalisis faktor-faktor

mana yang relevan untuk diteliti sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja

Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Kota Bandar Lampung sesuai dengan

keadaan dan kondisi organisasi tersebut serta permasalahan yang terjadi di

lapangan.

B.Komunikasi dan Telekomunikasi

1. Definisi Komunikasi

Menurut Suprapto (2011: 7) ada tiga pengertian utama komunikasi, yaoti

pengertian secara etimologis, terminologis, dan paradigmatis.

a. Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu

komunikasi berasal dari Bahasa Latin communicati dan perkataan ini

bersumber dari kata comminis yang berarti sama makna mengenai sesuatu

hal yang dikomunikasikan.

b. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu

(45)

c. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah

komponen berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai

suatu tujuan tertentu. Contohnya adalah ceramah, kuliah, dakwah,

diplomasi, dan sebagainya. Demikian pula pemberitaan surat kabar dan

majalah, penyiaran radio dan televisi atau pertunjukkan film di gedung

bioskop, dan lain-lain.

Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis yang artinya sama.

Sehingga komunikasi berarti saling berusaha mengadakan suatu kesamaan

(commonness) dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa kita sedang berusaha

memberikan informasi atau pendapat kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam

proses komunikasi diperlukan tiga komponen:

a. Pengirim (komunikator) sebagai sumber;

b. Pesan (informasi); dan

c. Penerima (komunikasi) sebagai sasaran.

2. DefinisTelekomunikasi

Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronik yang menggunakan

perangkat-perangkat telekomunikasi. Telekomunikasi berasal dari kata tele, yang

artinya jauh dan komunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara

satu simpul dengan simpul yang lainnya. Telekomunikasi adalah penyampaian

informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya yang

berjarak jauh, sehingga definisi sesungguhnya dari telekomunikasi adalah

(46)

lainnya dengan mempergunakan bantuan peralatan khusus, contohnya telepon,

televisi dan lain sebagainya.

Pasal 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

mengemukakan definisi atau pengertian telekomunikasi, bahwa telekomunikasi

adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda gambar,

suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau

sistem elektromagnetis lainnya, sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap alat

perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

Terlihat di sini bahwa hubungan itu tidak harus jauh (meskipun ada perkataan

tele) dekat pun bisa. Tidak harus berupa peralatan khusus (listrik) lainnya pun bisa

contohnya asap, bendera, genderang dan laen sebagainya. Selain itu, harus pula

dapat dibedakan antara telekomunikasi dengan komunikasi walaupun keduanya

saling berhubungan. Masalah-masalah yang timbul pada telekomunikasi yaitu:

a. Masalah terminal;

b. Masalah transmisi;

c. Bagaimana menyambungkan terminal-terminal tersebut dan bagaimana

mengontrol atau mengendalikan penyambungan dari terminal-terminal

tersebut.

Di dalam telekomunikasi terlebih dahulu harus mengenal prinsip dasar dari

telekomunikasi. Prinsip ini yaitu mengenai dua buah terminal yang dihubungkan

(47)

3. Sistem Telekomunikasi

Sistem telekomunikasi terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang

mamancarkan informasi dari satu tempat ke tempat lain. Sistem ini dapat

memancarkan teks, data, grafik, suara, dokumen, atau video. Komponen utama

suatu sistem telekomunikasi meliputi hal-hal berikut:

a. Perangkat keras semua jenis komputer (Desktop, Server, Mainframe) dan

pengolah komunikasi (modems atau komputer kecil yang digunakan untuk

komunikasi).

b. Media komunikasi media fisik, dimana sinyal elektronik dialirkan,

termasuk media tanpa kawat (digunakan dengan cell phone dan satelit).

c. Jaringan komunikasi jalur antar komputer dan alat komunikasi perangkat

lunak komunikasi perangkat lunak yang mengendalikan sistem

telekomunikasi dan keseluruhan proses transmisi.

d. Penyedia komunikasi data suatu perusahaan yang menyediakan jasa atau

layanan komunikasi data.

e. Protokol komunikasi aturan untuk mengirimkan informasi pada sistem

aplikasi komunikasi pertukaran data secara elektronik, teleconferencing,

videconferencing, e-mail, reproduksi, dan perpindahan data secara

elektronik. Untuk memancarkan dan menerima informasi, suatu sistem

telekomunikasi harus melaksanakan sejumlah fungsi terpisah yang

(48)

4. Jaringan Telekomunikasi

Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan

kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Penyelenggaraan

jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan

telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan telekomunikasi.

Penyelenggaraan telekomunikasi harus dilaksanakan oleh penyelenggara

telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi meliputi:

a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;

b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;

c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa

telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat

dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

c. Badan Usaha Swasta; atau

d. Koperasi.

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

huruf c dapat dilakukan oleh:

a. perseorangan;

(49)

c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau

d. penyelenggara jasa telekomunikasi.

Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun

dan/atau menyediakan jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jaringan

telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara jaringan

telekomunikasi dalam membangun dan/atau menyediakan jaringan

telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan

teknis dalam Rencana Dasar Teknis. Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

5. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi

Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya

telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya. Penyelenggara

jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui

jaringan yang dimiliki dan disediakannya. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi

harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan

yang sudah ada. Untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi penyelenggara

jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa

(50)

6. Hak dan Kewajiban Penyelenggara Jasa Telekomunikasi

Dalam Rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan

telekomunikasi, berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi mempunyai hak

dan kewajiban sebagai berikut:

a. Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah

negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.

b. Pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan

telekomunikasi dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari

instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang

menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak

mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.

d. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa

telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan

telekomunikasi berdasarkan prinsip:

a. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan

b. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan

(51)

Berdasarkan Undang-Undang No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi, untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi, pemohon

wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Menteri. Dalam Pasal

57 Undang-Undang No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi, dalam mengajukan permohonan izin pemohon wajib memenuhi

persyaratan:

a. Berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang

telekomunikasi;

b. Mempunyai kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia di bidang

telekomunikasi.

Sedangkan tata cara pengajuan izin diatur dengan keputusan menteri. Pemberian

izin untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi dilakukan melalui evaluasi atau

seleksi. Persyaratan permohonan izin terdiri atas:

a. Profil perusahaan;

(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif (menggambarkan) dengan

pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (2005: 55), penelitian deskriptif yakni tipe

penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, hal tersebut

didasarkan karena penelitian ini menghasilkan data-data berupa kata-kata menurut

responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian

dianalisis pula dengan kata-kata yang melatarbelakangi responden berperilaku

(berpikir, berperasaan, dan bertindak), direduksi, ditriangulasi, disimpulkan

(diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi, adapun tujuannya adalah untuk

menggambarkan secara tepat mengenai suatu keadaan, sifat-sifat individu atau

gejala yang terjadi terhadap kelompok tertentu.

Penelitian ini ditekankan pada metode kualitatif deskriptif yang menekankan

proses penelitian daripada hasil penelitian sehingga bukan kebenaran mutlak yang

dicari tapi pemahaman yang mendalam tentang sesuatu. Penelitian ini

memberikan pemahaman menyeluruh dan mendalam mengenai Perizinan

pembangunan menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung tahun 2013

melalui proses wawancara kepada pihak-pihak yang terkait serta data-data yang

(53)

B.Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2004: 97), dalam penelitian kualitatif hal yang harus

diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus memberikan batasan

dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga dengan batasan ini

peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian.

Karena itu menurut Moleong, fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi

studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang

relevan dan mana data yang tidak relevan. Untuk dapat memahami secara lebih

luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus penelitian. Spradley dalam

Sugiyono (2006: 234), mengemukakan ada empat alternatif untuk menetapkan

fokus yaitu:

1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan.

2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu organisasi

domain.

3. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek.

4. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan

teori-teori yang telah ada.

Adapun beberapa indikator yang perlu digunakan untuk mengukur kinerja

birokrasi publik menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178-180) pada kinerja

Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) dalam pengendalian menara

telekomunikasi di Kota Bandar Lampung, yaitu:

1. Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota

(54)

a. Jumlah menara telekomunikasi yang tidak berizin;

b. Jumlah menara telekomunikasi yang sedang dalam proses

perizinan.

2. Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota

Bandar Lampung berdasarkan indikator kualitas layanan.

a. Penyusunan dan penerapan standar pelayanan;

b. Sarana prasarana pendukung pelayanan perizinan.

3. Responsifitas, yaitu kepekaan BPMP untuk mengenali dan memahami

kebutuhan perusahaan operator telekomunikasi di Bandar Lampung

dengan indikator tingkat penanganan atas keluhan terhadap prosedur

penerbitan izin menara telekomunikasi.

C.Lokasi Penelitian

Menurut Moleong (2005: 128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana

peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau

peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka

mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Dalam penentuan lokasi penelitian,

cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan

menjajaki dengan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan

kenyataan. Selain di perlu pertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian

seperti, keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya serta tenaga.

Dengan mempertimbangkan hal di atas dan membatasi penelitian, maka lokasi

(55)

dilakukan di Kota Bandar Lampung. Beberapa alasan yang menjadi dasar

pemilihan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masih banyak menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang

belum memiliki izin.

2. Badan Penanaman Modal dan Perizinan selaku instansi pemerintah yang

mengurusi soal perizinan di Kota Bandar Lampung dituntut untuk

memberikan pengawasan terhadap menara telekomunikasi.

D.Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Menurut Nawawi dan Martini (2006: 98), data merupakan bentuk tanggapan,

pendapat, kenyakinan, perasaan, hasil pemikiran dan pengetahuan seseorang

tentang segala sesuatu yang dipertanyakan sehubungan dengan masalah

penelitian. Data penelitian terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang

memerlukannya.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang

melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya

diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan peneliti terdahulu. Adapun data

(56)

2. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2005: 157), sumber data utama

dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan yang didapat dari

informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen

dan lain-lain. Sumber data merupakan suatu benda, hal atau orang maupun tempat

yang dapat dijadikan sebagai acauan peneliti untuk mengumpulkan data yang

diinginkan sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Sumber-sumber data

dalam penelitian ini adalah:

a. Informan

Informan yang diwawancarai yaitu informan yang terkait dalam kinerja

Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam pengendalian menara

telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang terdiri dari berbagai unsur,

yaitu Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan, Pegawai Badan

Penanaman Modal dan Perizinan, Anggota Tim Pengawas Badan Penanaman

Modal dan Perizinan, Anggota DPRD Kota Bandar Lampung, Bagian Humas

Perusahaan Operator Seluler dan masyarakat Kota Bandar Lampung. Tabel.

Daftar Nama Informan

b. Dokumen-Dokumen.

Dokumen-dokumen yang digunakan merupakan dokumen yang berhubungan

dengan penelitian ini, yang di dapat dari berbagai sumber meliputi:

peraturan-peraturan daerah, surat-surat keputusan, catatan-catatan, arsip-arsip, foto dan

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perizinan di Kota Bandar

Gambar

Tabel 1. Jumlah Menara Telekomunikasi Tahun 2011-2013 di Kota Bandar Lampung

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Venny Faradika Anggi, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH DAYA TARIK IKLAN DAN SELEBRITI ENDORSER

Setelah diperoleh nilai MSE dari penaksir rasio regresi menggunakan dua karakter tambahan untuk rata-rata populasi pada sampling acak sederhana, kemudian

Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi yang berasal dari alam Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi yang berasal dari alam ataupun buatan yang pada dsis

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa pemberian pupuk organik cair berpengaruh berbeda nyata terhadap parameter jumlah polong per tanaman, berat 100

lahir dari ibu pengidap virus hepatitis B (VHB) selain imunisasi yang dilakukan. kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap pengunjung Dolly terhadap penayangan iklan kondom di televisi serta situasi dan kondisi apa saja yang menentukan sikap pengunjung

[3.7] Menimbang bahwa Pemohon dalam permohonan a quo adalah Habel Rumbiak, S.H., SPN, yang mendalilkan dan menganggap hak konstitusional yang diberikan oleh Pasal 27 ayat

Saat pertama kali seseorang mulai tertidur, Anda memasuki tahap pertama di mana Anda mengalami tidur ringan atau tidur dangkal, di mana otot tubuh akan mengendur