PERIZINAN (BPMP) DALAM PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG 2013
Oleh
BACHTIAR SANJAYA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
KINERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) TERHADAP PENGENDALIAN MENARA KOMUNIKASI DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
Oleh: Bachtiar Sanjaya
Meningkatnya kegiatan usaha jasa dibidang telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas alat komunikasi,telah mendorong peningkatan pembangunan menara telekomunikasi dan sarana pendukungnya.Menara telekomunikasi yang ada diKota Bandar Lampung pada tahun 2013 berjumlah 304 menara. Akan tetapi dari 304 menara tersebut terdapat 107 menara yang tidak memiliki izin. Dari 304 tersebut didalamnya adalah Telkomsel, Indosat, XL, Three, Smart Fren, Esia, danlainnya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal danPerizinan dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung.
Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Peneliti dalam hal ini berusaha untuk mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam pengendalian menar telekomunikasi di Kota Bandar Lampung.Metode pengumpulan data digunakan adalah wawancara, dokumentasi dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kinerja BPMP Kota Bandar Lampung dalam pengendalian menara telekomunikasi berdasarkan indicator Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung berdasarkan indicator produktifitas, indikator kualitas layanan, indicator responsifitas dan indikator Responsibilitas belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dari terdapat 107 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin sepanjangtahun 2013. Akan tetapi saat ini sudah mulai dilakukan perbaikkan kinerja. BPMP selama tahun 2013 sampai dengan bulanMaret 2014 telah menerbitkan IMB menara telekomunikasi untuk 97 menara telekomunikasi yang belum memiliki izin dan sisanya 10 menara telekomunikasi masih dalam proses pengurusan izin di BPMP Kota Bandar Lampung.
LICENSING (BPMP) IN CONTROLLING
COMMUNICATION TOWER IN BANDAR LAMPUNG By
Bachtiar Sanjaya
The rise of telecommunications services business activity in Bandar Lampung and the development of the social demand for communications equipment facilities, has pushed the building development of telecommunication towers and other support facilities. In 2013 there are 304 towers of telecommunications in Bandar Lampung. However, from 304 there are 107 towers that do not have a license. The 304 towers consist service provide such as Telkomsel, Indosat, XL, Three, Smart Fren, Esia and others. The purpose of this study was to determine the work performance of the Instution of Investment and Licensing in controlling communication towers in Bandar Lampung.
Type of this study was descriptive study. Researchers determine the performance of Institution of Investment and Licensing towards the controlling of communication tower in Bandar Lampung. Data collected through interviews, documentation and observations method.
The results of this study showed: the performance of BPMP towards controlling the communication tower in Bandar Lampung based on productivity indicators, indicators of quality of service, responsiveness indicators and indicators of responsibility is not yet maximized.It is shown from there were 107 towers that do not have a license in 2013.However, the improvements of work performance already begun. BPMP during 2013 until March 2014, had published building permit to 97 telecommunications towers that do not have building permit remaining 10 towers are still in the process of obtaining their permit in BPMP Bandar Lampung.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 16
November 1988 Sebagai putra pertama dari pasangan
Syamsuddin dan Ros Nana.
Selama masa pendidikan formalnya, penulis menempuh
pendidikan di SDN 1 Gotong Royong (1995-2001), SLTPN 25
Bandar Lampung (2001-2004), SMAN 3 Bandar Lampung
(2004-2007) dan pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Program
Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung yang kemudian menjadi
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung melalui jalur SPMB.
Penulis merupakan satu dari beberapa siswa SMAN 3 Bandar Lampung yang
diterima di Universitas Lampung. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi
“
Kehidupan memberikan 1000 alasan untuk kecewa, marah ,menangis. Tapi
Allah swt memberikan kita sejuta alasan untuk tetap tersenyum setiap waktu
karena Allah swt memberikan apa yannng kita butuhkan, bukan apa yang
kita inginkan.
Saat Allah menjawa
b do’amu, ia meminta imanmu. Saat Allah belum
menjawab do’amu, ia memintakesabaranmu, Dan saat Allah menjawab tapi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kupersembahkan sebuah karya sederhana ini
untuk:
Kedua orangtuaku “Syamsuddin dan Ros Nana” Atas segala do’a, cinta, kasih sayang,
perhatian, dan dukungan. (baik moril maupun materiil)
Adik-adik Ku Tersayang yang selalu mendukung dan mendoakan .
Untuk diriku sendiri
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah subhanawata alla karena atas izin dan
ridha-Nya skripsi ini dapat penulis selesaikan. Shalawat beserta salam semoga
selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam juga
untuk keluarganya, sahabat-sahabatnya beserta umatnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian peneliti pada Badan Penanaman Modan dan
Perizinan Kota Bandar Lampung, penelitian ini dilakukan sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Administrasi Negara pada jurusan Ilmu
Administrasi Negara Universitas Lampung. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Tahun 2013”
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah azza wa jalla dan setiap kesalahan ada pada diri penulis
yang merupakan proses pembelajaran penulis untuk menjadi lebih baik lagi
dikemudian hari. Akhir kata saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya. Amin.
Bandar Lampung, Januari 2015
Penulis
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr. Wb..
Alhamdulillahirobil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan RidhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan saran, serta bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada (tidak ada perbedaan rasa hormat berdasarkan urutannya):
1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Unila beserta jajarannya dari PD 1 sampai staf tata usaha.
2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si. Selaku Kepala Jurusan Ilmu Administrasi Negara.
3. Bapak Simon Sumanjoyo Hutagalung, S.A.N., M.P.A Selaku selaku dosen penguji utama atas kesediaan menguji, yang telah memberikan masukan, kritik dan saran dalam proses penyempurnaan skripsi ini dan Selaku Sekretais Jurusan Ilmu Administrasi Negara.
S.IP., M.Si., Prof. Dr. Bapak Yulianto, M.S., Bapak Fery Triatmojo, S.A.N., M.P.A., Bapak Eko Budi Sulistyo, S.Sos., M.AP., Bapak Drs Noverman Duadji, M.Si., Ibu Dra. Dian Kagungan, M.H, Ibu Meiliyana, S.IP., M.A.,. Ibu Novita Tresiana, S.Sos., M.Si., Ibu Susana Indriyati Caturiani, S.IP., M.Si., Ibu Dewi Brima Atika, S.IP., M.Si., Ibu Intan Fitri Meutia, S.A.N., Ibu Devi Yulianti, S.A.N. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Kedua orang tua penulis. Syamsuddin dan Ros Nana. Atas segala do’a, cinta, kasih sayang, perhatian, dan dukungan. Ini Jawaban dari Pertanyaan yang selalu kalian tanyakan selama ini, maaf sudah membuat kalian berdua menunggu.
7. Kepada Adik-adikku, yang senantiasa menjadi pelipur lelah penulis.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan ANE’07 : Aan, Ujang, Catur, Hendy, Nia, Boncu, Amoy, Syeni, Lia, Tomas, Enal, Agung, Candra, Nanda, Riesa, Saligi, Ami, Richo, Yuni, Diah, Berly, Yeni, Akmal, Bachtiar, Rio, Bro, Nofi, Zulisa, Isty, Tiar, Evi, Yunita, Fitri, Rifka, Ijul, Bob, Ruth, Melly, Debi, Shinta, Hot, Junarko. Semoga persahabatan ini tidak hanya terukir sampai disini saja. Percayalah bahwa kesuksesan akan menanti kita disana. Amin yaa rabbal ‘alamiin.
11. Teman-teman “Softball Baseball MOHICANS”: yang mengajarkan saya lebih dewasa baik dipergaulan dan kepribadian.
12. Kepada semua orang yang hadir dalam kehidupan penulis dan tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih kalian telah menggoreskan lirik sederhana dalam kehidupan penulis, baik itu hitam maupun putih. Terima kasih telah menjadi bagian pendewasaan diri penulis.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb...
Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis
DAFTAR ISI
2. Definisi Kinerja Organisasi Publik ... 9
3. Pengukuran Kinerja ... 10
4. Indikator Kinerja ... 14
5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja ... 21
B. Komunikasi Dan Telekomunikasi ... 27
1. Definisi Komunikasi ... 27
2. DefinisTelekomunikasi ... 27
3. Sistem Telekomunikasi ... 29
4. Jaringan Telekomunikasi ... 30
5. Penyelenggaraan Jaringan Komunikasi ... 31
B. Fokus Penelitian ... 35
A. Sejarah Singkat Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 49
B. Visi dan Misi... 52
C. Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) ... 54
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
A. Kinerja Hasil Penelitian Tentang Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung ... 57
1. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Produktifitas ... 57
2. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Kualiats Layanan ... 75
3. Kinerja BPMP Dalam Pengendalian Menara Telekomunikasi Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Indikator Responsifitas ... 85
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Jumlah Menara Telekomunikasi Tahun 2011-2013 di
Kota Bandar Lampung ... 5 Tabel 2. Daftar Jumlah Menara Telekomunikasi di Kota Bandar
Lampung... 57 Tabel 3. Jumlah Menara Telekomunikasi yang Telah Diterbitkan oleh
BPMP dari Tahun 2013 Sampai Maret 2014... 60
Tabel 4. Sanksi Administratif yang Dikeluarkan oleh BPMP dari Tahun
2013 Sampai Maret 2014... 73 Tabel 5. Latar Belakang Pendidikan Pegawai BPMP Kota Bandar
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi di Indonesia sampai dengan saat ini
berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi, sehingga mampu
menciptakan alat-alat yang mendukung perkembangan teknologi informasi.
Perkembangan tersebut, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat
komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang
sedang berkembang, Indonesia selalu mengadaptasi berbagai teknologi informasi
hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana penggunaan internet mulai menjadi
kebutuhan.
Sebelum berkembangnya teknologi, orang-orang Indonesia harus menempuh jarak
yang jauh untuk mengantarkan sebuah surat atau pesan kepada orang lain, tetapi
lain dengan zaman sekarang dan perkembangan itu sendiri di Indonesia dimulai
dengan Satelit Palapa yang memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni
telepon, fax dan lain-lain. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan
kemudian berkembang kembali ke generasi ketiga atau 3G dan saat ini sudah
mulai memasuki era LTE (4G).
Perkembangan media telekomunikasi yang terus tumbuh dan berkembang pesat
menjadi pendorong pertumbuhan industri menara telekomunikasi di Indonesia.
Operator seluler dan operator penyedia jasa internet membutuhkan jumlah menara
transmisi (penyalur) yang cukup banyak untuk menyediakan kapasitas yang besar
bagi layanan telekomunikasi yang canggih dan dapat mencapai wilayah yang luas.
Saat ini terdapat sekitar 54 ribu menara telekomunikasi yang beroperasi di
Indonesia dengan nilai investasi Rp 81,3 triliun, jumlah ini dapat terus bertambah
tergantung dengan jumlah kebutuhan.
Data dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) menunjukkan bahwa
jumlah pelanggan seluler di Indonesia per tahun 2011 telah mencapai lebih dari
240 juta pelanggan pada akhir tahun 2011 lalu, naik 60 juta pelanggan dibanding
tahun 2010. Angka ini mendekati jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 258
juta penduduk pada Desember 2010. Perkembangan jumlah pelanggan seluler di
Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. Tak mengherankan jika pertumbuhan
menara telekomunikasi juga cukup tinggi dan berkembang pesat (sumber:
http://www.teknojurnal.com/2012/01/18/jumlah-pelanggan-seluler-di-indonesia-hampir-mendekati-jumlah-penduduk-indonesia/).
Sebagai contoh, Excelcomindo selama periode tahun 2011, XL menambah jumlah
base transceiver station (BTS) sebanyak 4.084 BTS (2G/3G) di seluruh
Indonesia, dimana 1.220 merupakan 3G BTS (3G BTS meningkat sebesar 53
total BTS XL hingga akhir Juni 2011 telah mencapai 24.971 BTS. (sumber:
http://www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/11/07/29/lp3dey-xl-bukukan-pendapatan-bersih-rp-16-triliun).
Bisnis menara makin berkembang sejak keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika No. 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan
Menara Bersama Telekomunikasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Sejak dua aturan itu muncul,
selain operator, banyak perusahaan independen yang menyewakan menara
bersama. Perusahaan independen tersebut antara lain Indonesian Menara, Menara
Bersama Group, Protelindo, Komet Konsorsium, Bali Telecom, Pandu Sarana
Global, Telcentec Indonesia, Wahana Lintas Sentral Telekomunikasi dan
Deltacomsel Indonesia.
Setiap pembangunan, penyelenggaraan, pengoperasian menara telekomunikasi
harus memperoleh izin dari pemerintah kabupaten, diantaranya izin usaha, izin
prinsip, izin lokasi, mendirikan menara, izin gangguan, rekomendasi operasional
menara. Izin-izin tersebut telah dijabarkan dalam peraturan daerah yang didukung
oleh peraturan walikota/bupati, serta petunjuk pelaksana teknis dari
masing-masing sataun kerja yang membidanginya.
Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler merupakan izin yang
diberikan untuk kegiatan pendirian bangunan menara telekomunikasi seluler.
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama
Telekomunikasi.
BPMP (Badan Penanaman Modal dan Perizinan) adalah instansi atau badan
pemeritah yang berwenang mengeluarkan izin usaha, izin mendirikan bangunan,
izin gangguan dan izin-izin lainnya. BPMP dalam hal ini juga berwenang
mengeluarkan usaha di bidang usaha komunikasi. BPMP merupakan gerbang
awal bagi para pengusaha untuk mendapatkan izin usaha meraka. BPMP Kota
Bandar Lampung terbetuknya pada tahun 2009 dan tersebut berperan besar dalam
peningkatan PAD Kota Bandar Lampung dari sektor perizanan usaha.
PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah yang merupakan
modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah. Salah satu sumber PAD adalah perizinan. Saat ini di
Indonesia, khususnya di daerah, penarikan sumber daya ekonomi melalui
perizinan daerah dilakukan dengan aturan hukum yang jelas, yaitu dengan
peraturan daerah dan keputusan kepala daerah, sehingga dapat diterapkan sebagai
salah satu sumber penerimaan daerah.
Meningkatnya kegiatan usaha jasa di bidang telekomunikasi di Kota Bandar
Lampung yang sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap
fasilitas alat komunikasi, telah mendorong peningkatan pembangunan menara
telekomunikasi dan sarana pendukungnya. Dengan meningkatnya kegiatan usaha
jasa di bidang komunikasi di Kota Bandar Lampung tentunya mempengaruhi
Data dari BPMP Kota Bandar Lampung menyebutkan jumlah data menara
telekomunikasi di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Jumlah Menara Telekomunikasi Tahun 2011-2013 di Kota Bandar Lampung
No Tahun Jumlah Menara Telekomunikasi
1 2011 156
2 2012 284
3 2013 304
Sember: BPMP Kota Bandar Lampung tahun 2013
Berdasarkan jumlah menara yang tertera ditabel di atas, jumlah tersebut masih
banyak menara komunikasi yang masih belum memiliki izin. Jumlah menara
telekomunikasi yang ada di Kota Bandar Lampung berjumlah 304 menara yang
terdiri dari: sebanyak 241 menara di atas tanah, 34 menara di atas gedung, dan 29
monopoli. Dari 304 tersebut di dalamnya adalah Telkomsel, Indosat, XL, Three,
Smart Fren, Esia, dan lainnya. Untuk yang sedang memproses perizinan IMB ke
BPMP sebanyak 197 menara, 107 yang belum miliki IMB.
Hal ini dipertegas oleh pernyataan dari Bapak Ansori selaku kepala BPMP yang
mengatakan:
“Untuk satu menara menurut Kepala BPMP Kota Bandar Lampung Nizom
Ansori, biaya retribusi HO yang harus dibayarkan mencapai Rp 40 juta.
Jadi untuk 107 menara yang tidak memiliki izin gangguan, pemkot merugi
Hal ini tentunya merugikan PAD dari sektor perizinan dan juga menjadi
permasalahan BPMP terkait kinerja BPMP dalam meningkatkan PAD Kota
Bandar Lampung. Kewajiban untuk membayar retribusi izin gangguan sendiri
diatur pemerintah kota dalam Peraturan Daerah (Perda) Bandar Lampung No. 7
Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, dan diturunkan dalam Peraturan
Wali Kota (Perwali) No. 69 Tahun 2011 tentang Pembangunan Penataan Menara
Telekomunikasi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: “Kinerja Badan Penanaman Modal Dan Perizinan (BPMP)
Terhadap Pengendalian Menara Komunikasi di Kota Bandar Lampung.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
Bagaimanakah kinerja BPMP Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam
pengendalian menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini,
adalah:
Mengetahui kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam
2. Manfat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan secara praktis
1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu
memperkaya khazanah keilmuan ilmu administrasi negara terutama tentang
kinerja organisasi sektor publik.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau
bahan evaluasi bagi sataun kerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan
Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan kinerja terkait pengendalian
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Kinerja
1. Definisi Kinerja
Menurut Wibowo (2008: 7), kinerja berasal dari pengertian performance, yaitu
sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Selain itu, menurut
Amstrong dan Baron dalam Wibowo, (2008: 7), kinerja merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Sedangkan
menurut Mahsun (2006: 25), kinerja (performance) adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk
menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.
Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu mempunyai
kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa
Menurut Tika (2006: 212-122), kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau
kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu. Fungsi
kegiatan atau pekerjaan yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan hasil pekerjaan
atau kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung
jawabnya dalam suatu organisasi. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam
kinerja terdiri dari:
a. Hasil-hasil fungsi pekerjaan;
b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai
seperti: motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya;
c. Pencapaian tujuan organisasi; dan
d. Periode waktu tertentu.
Menurut Pasolong (2010: 175), konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari
dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja
pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan
kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi.
Kinerja pegawai dan kinerja organisasi keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya
tujuan organisasi tidak bisa terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai
pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja sebagai hasil
atau sekelompok orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu dalam periode
tertentu.
2. Definisi Kinerja Organisasi Publik
Menurut Mahsun (2006: 1), organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang
yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai
tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama. Sedangkan
menurut Mahmudi (2010: 33) organisasi publik merupakan organisasi birokrasi
pemerintahan yang menarapkan kewenangan dan kekuasaan yang legal (formal)
dengan adanya kualitas keahlian dalam pola struktur yang hirarkis.
Kinerja organisasi mempunyai banyak pengertian. Menurut Pasolong (2010: 175),
kinerja organisasi adalah sebagai totalias hasil kerja yang dicapai suatu organisasi.
Sedangkan menurut Wibawa dalam Pasolong (2010: 176), mengemukakan bahwa
kinerja organisasi adalah sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk
kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui
usaha-usaha yang sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus
menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif.
Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan
strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan
Berdasarkan uraian di atas, maka Peneliti menyimpulkan bahwa kinerja organisasi
publik adalah totalias hasil kerja yang dicapai suatu organisasi birokrasi
pemerintahan secara menyeluruh sesuai tujuan instansi pemerintah sebagai
penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan
tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan
program dan kebijakan yang ditetapkan.
3. Pengukuran Kinerja
Menurut Mahmudi (2010: 12), pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai
kesuksesan suatu organisasi. Dalam konteks organisasi sektor publik, kesuksesan
organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan
publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui
kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah
dan berkualitas. Pelayanan publik tersebut yang menjadi bottom line dalam
organisasi sektor publik. Selain itu, menurut Mahsun (2006: 26), pengukuran
kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai
pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi
sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam bukunya pun Mahsun (2006: 34)
mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan
merupakan alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi
peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberi tahu mengenai
apa yang telah terjadi, bukan mengapa hal itu terjadi atau apa yang harus
Menurut Wibowo (2008: 320), pengukuran hanya berkepentingan untuk
mengukur apa yang penting dan relevan. Untuk itu, perlu jelas tentang apa yang
dikatakan penting dan relevan sebelum menentukan ukuran apa yang harus
digunakan. Hal-hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting oleh
stakeholders dan pelanggan. Pengukuran mengatur keterkaitan antara strategi
berorientasi pelanggan dan tujuan dengan tindakan. Pengukuran kinerja yang tepat
dapat dilakukan dengan cara:
a. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi;
b. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan;
c. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja;
d. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu
prioritas perhatian;
e. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas;
f. Mempertimbangkan penggunaaan sumber daya; dan
g. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.
Selain itu, menurut Sedarmayanti (2007: 195-196), pengukuran kinerja digunakan
untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program.
kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan misi dan visi organisasi. Karenanya sudah merupakan suatu hal yang
mendesak untuk menciptakan sistem yang mampu untuk mengukur kenierja dan
keberhasilan organisasi. Untuk dapat menjawab pertanyaan tingkat keberhasilan
organisasi, maka seluruh aktivitas organisasi tidak semata-mata kepada input dari
program organisasi, tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan
Terlepas dari besar, jenis, sektor atau spesialisasinya, setiap organisasi biasanya
cenderung untuk tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut ini:
a. Aspek Finansial
Meliputi anggaran suatu organisasi. Karena aspek finansial dapat dianalogikan
sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial merupakan aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.
b. Kepuasan pelanggan
Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan samgat krusial dalam
penentuan strategi perusahaan. Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat
akan pelayanan yang berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus
memberi pelayanan berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu
didesain sehingga pimpinan dapat memperoleh informasi relevan atas tingkat
kepuasan pelanggan.
c. Operasi bisnis internal
Informasi operasional bisnis internal diperlukan ntuk memastikan bahwa seluruh
kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi
seperti tercantum dalam rencana startegis. Informasi operasional bisnis internal
diperlukan utuk melakukan perbaikan terus menerus atau efesien dan efektivitas
operasi organisasi.
d. Kepuasan karyawan
Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam
organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat
nyata. Apabila karyawan tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran organisasi
e. Kepuasan komunitas dan shareholder/stakeholder
Kegiatan instansi pemerintahan berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh
kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari pengukuran kinerja
perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari para stakeholder.
f. Waktu
Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain
pengukuran kinerja. Kita sering membutuhkan informasi untuk pengambilan
keputusasn, namun informasi tersebut lambat diterima, kadang sudah tidak
relevan/kadaluarsa.
Menurut Mahmudi (2010: 14), pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari
proses pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun
karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor
swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan.
Adapun tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah:
a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi;
b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai;
c. Memperbaiki kinerja periode berikutnya;
d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
pemberian reward and punishment;
e. Memotivasi pegawai; dan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu cara untuk
mengetahui atau menilai sejauh mana tujuan, sasaran dan program dari suatu
organisasi tercapai bisa tercapai. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan
suatu kinerja organisasi.
4. Indikator Kinerja
Menurut Mahmudi (2010: 155-156), indikator kinerja merupakan sarana atau alat
(means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan
hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor
publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar
untuk menilai kinerja organisasi. Secara umum, indikator kinerja memiliki peran
antara lain:
a. Membantu memperbaiki praktik manajemen;
b. Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung
jawab secara eksplisit dan pemberian bukti atas suatu keberhasilan atau
kegagalan;
c. Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan
pengendalian;
d. Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga
memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja di
semua level organisasi; dan
Di samping itu, menurut Sedarmayanti (2007: 198), indikator kinerja adalah
ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian
suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja digunakan untuk
meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan
menunjukkan kemampuan dalam rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Sementara itu, menurut Mahsun (2006: 71), indikator kinerja
(performance indicators) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance
measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria
pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada
penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya
merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif.
Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian
kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif.
Adapun beberapa indikator yang perlu digunakan untuk mengukur kinerja
birokrasi publik menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178-180), antara lain
yaitu:
1. Produktifitas
Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur
efektifitas pelayanan. Produktifitas pada umumnya dipahami sebagai ratio antara
input dan output. Konsep produktifitas dirasa terlalu sempit dan kemudian
General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran
produktifitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan
publik itu memiliki hasil yang diharapkan salah satu indikator kinerja yang
Nasional, adalah suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini (harus) lebih baik dari hari kemarin,
dan hari esok lebih baik dari hari ini.
2. Kualitas Layanan
Kualitas layanan cenderung menjadi penting dalam menjelaskan kinerja
organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai
organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan
demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja
birokrasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai
indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali
tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan masyarakat
terhadap terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa
atau diskusi publik. Kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu
ukuran kinerja birokrasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan
masyarakat dapat menjadi indikator untuk menilai kinerja birokrasi publik.
3. Responsifitas
Responsifitas yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi
masyarakat. Secara singkat Responsifitas disini menunjuk pada keselarasan antara
program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Responsifitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja karena
Responsifitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi publik
masyarakat. Responsifitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan
antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Organisasi yang memiliki
Responsifitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.
4. Responsibilitas
Responsibilitas yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik
itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan
kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu,
responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsifitas.
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi
publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya ialah
bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya
akan selalu memprioritaskan kepentingan publik. Dalam konteks ini, konsep
akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan
kegiatan birokrasi publik itu konsisten dengan kehendak publik. Kinerja birokrasi
publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh
birokrasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya
harus dilihat dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Suatu kegiatan birokrasi publik memiliki akuntabilitas
yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan
niali-nilai-norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.
Selain itu menurut Kumorotomo dalam Pasolong (2010: 180), beberapa indikator
kinerja yang dapat dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik,
1. Efisiensi
Yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan
publik mendapat laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan
yang berasal dari rasionalitas ekonomis.
2. Efektivitas
Yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan publik tersebut tercapai.
Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan
organisasi serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan
Yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh
organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep
ketercukupan atau kepantasan.
4. Daya tanggap
Yaitu berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta,
organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau
pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak.
Sedangkan menurut Nasucha dalam Pasolong (2010: 180), terdapat lima dasar
yang bisa dijadikan indikator kinerja sektor publik, antara lain:
1. Pelayanan yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang diberikan.
2. Ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah dari
pada yang direncanakan.
3. Efisien, yang menunjukkan perbandingan hasil yang dicapai dengan
4. Efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya dengan
hasil yang dicapai.
5. Equity, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan yang
dihasilkan.
Jika diamati dari berbagai pendapat di atas, terlihat bahwa indikator untuk
mengukur kinerja suatu organisasi dapat didekati dari berbagi pendekatan, baik
pendekatan ekonomi, sosial, keorganisasian maupun manajemen. Dalam
penelitian ini, peneliti menganalisis elemen indikator-indikator kinerja dengan
mengindentifikasi indikator yang dominan yang dipaparkan oleh para ahli di atas,
kemudian indikator-indikator yang digunakan akan disesuaikan dengan kondisi
organisasi yang diteliti serta permasalahan yang terjadi, sehingga data yang
diperoleh akan relevan.
Efesiensi dan efektivitas merupakan indikator yang paling dominan disebutkan di
atas. Namun, Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178) mengembangkan satu ukuran
lebih luas yaitu produktivitas yang mana tidak hanya mengukur efesiensi, tetapi
juga mengukur efektivitas. Konsep produktivitas digunakan juga untuk menilai
seberapa besar pelayanan publik memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah
satu indikator kinerja yang penting. Indikator tersebut termasuk ke dalam
indikator produktivitas yaitu terkait dengan output/keluaran dari suatu organisasi.
Dengan demikian, indikator produktivitas dapat menjadi suatu tolok ukur dalam
Indikator kualitas layanan merupakan indikator yang sangat penting untuk
dijadikan sebagai tolok ukur dalam penilaian kinerja. Hal tersebut karena banyak
pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena
ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Kualitas layanan berkaitan erat dengan
kepuasan masyarakat yang mengacu pada Responsifitas. Dengan demikian,
kualitas layanan tersebut dapat dijadikan salah satu elemen indikator kinerja
organisasi. Selanjutnya adalah indikator daya tanggap. Indikator daya tanggap
sangat relevan untuk dijadikan tolok ukur dalam penilaian kinerja organisasi.
Daya tanggap termasuk dalam Responsifitas yang ditunjukan oleh suatu
organisasi, sebab Responsifitas secara langsung menggambarkan kemampuan
birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas
pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat. Secara singkat
Responsifitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan
pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, daya
tanggap dimasukan dalam indikator Responsifitas dalam menilai kinerja
organisasi. Suatu organisasi yang memiliki Responsifitas rendah otomatis
memiliki kinerja yang tidak optimal pula. Hal inilah yang menjadi alasan
Responsifitas dilibatkan sebagai elemen indikator yang diteliti.
Kemudian adalah indikator keadilan (equity) yang mempertanyakan distribusi dan
alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Namun
menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 179), prinsip keadilan termasuk dalam
menunjukkan sejauhmana kegiatan yang diselenggarakan sesuai dengan kehendak
publik dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Akuntabilitas menjadi
penting, karena dengan melihat akuntabilitas suatu organisasi, maka akan dapat
diketahui orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh organisasi yang
bersangkutan. Dengan demikian, indikator akuntabilitas diikutsertakan sebagai
tolok ukur penilaian kinerja organisasi. Akuntabilitas juga terkadang seperti
Responsibilitas yang fungsinya sama penting dalam penilaian kinerja.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dari
beberapa indikator yang dipaparkan oleh para ahli mengenai penilaian indikator
kinerja organisasi. Peneliti merumuskan hanya 4 (empat) indikator yang dianggap
mewakili dari beberapa indikator yang telah disebutkan sebelumnya dan sesuai
dengan keadaan yang ingin diteliti. Adapun indikator yang dipakai meliputi
indikator produktifitas, responsifitas, responsibilitas dan indikator akuntabilitas.
5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensional yang mencakup banyak
faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mahmudi (2010: 20), faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain adalah:
1. Faktor personal/individual
Faktor ini meliputi pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan
diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu;
2. Faktor kepemimpinan
Dalam faktor ini meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,
3. Faktor tim
Faktor ini meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan
dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan
keeratan anggota tim;
4. Faktor sistem
Meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh
organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi;
5. Faktor konstektual (situasional)
Pada faktor ini meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Selain itu, dalam Pasolong (2010: 186-189), dikemukakan pula faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja suatu organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kemampuan
Pada dasarnya kemampuan menurut Robbins dalam Pasolong (2010: 186-189)
adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari dua segi, antara lain yaitu:
a. Kemampuan intelektual, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan mental, dan
b. Kemampuan fisik, yaitu kemampuan untuk diperlukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan ketrampilan.
Kemampuan dalam suatu bidang hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang
memiliki bakat dan intelegensi (kecerdasan) yang mencukupi. Sedangkan bakat
biasanya dikembangkan dengan pemberian kesempatan pengembangan
2. Kemauan
Kemauan atau motivasi menurut Robbins dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi.
Kemauan atau motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Pengaruh lingkungan fisik, yaitu setiap pegawai menghendaki lingkungan fisik
yang baik untuk bekerja, lampu yang terang, ventilasi udara yang nyaman,
sejuk, bebas dari gangguan suara berisik dan sebaiknya ada musik.
b. Pengaruh lingkungan sosial, yaitu sebagai makhluk sosial dalam melaksanakan
pekerjaan tidak semata-mata hanya mengejar penghasilan saja, tetapi juga
mengharapkan penghargaan oleh pegawai lain, pegawai lebih berbahagia
apabila menerima dan membantu pegawai lain.
3. Energi
Energi menurut Jordan E. Ayan dalam Pasolong (2010: 186-189) adalah pemercik
api yang menyalakan jiwa. Tanpa adanya energi psikis dan fisik yang mencukupi,
maka perbuatan kreatif pegawai terhambat.
4. Teknologi
Teknologi dapat dikatakan sebagai “tindakan yang dikerjakan oleh individu atau
suatu objek dengan atau tanpa bantuan alat mekanikal, untuk membuat beberapa
perubahan terhadap suatu objek. Teknologi menurut Danise M. Rousseau dalam
Gibson dalam Pasolong (2010:186-189), mengatakan bahwa teknologi adalah
penerapan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan.
5. Kompensasi
Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa kinerja
6. Kejelasan tujuan
Kejelasan tujuan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian kinerja.
Oleh karena pegawai tidak mengetahui dengan jelas tujuan pekerjaan yang hendak
dicapai, maka tujuan yang tercapai tidak efisien dan atau kurang efektif.
7. Keamanan
Keamanan pekerjaan menurut George Strauss dan Leonard Sayles dalam
Pasolong (2010: 186-189) adalah sebuah kebutuhan manusia yang fundamental,
karena pada umumnya orang menyatakan lebih penting keamanan pekerjaan dari
pada gaji atau kenaikan pangkat.
Menurut Hennry Simamora dalam Mangkunegara (2005: 14), kinerja
(performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, faktor individual yang
terdiri dari; kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi. Kedua, faktor
psikologis yang terdiri dari: persepsi, attitude, personality, pembelajaran,
motivasi. Ketiga, faktor organisasi yang terdiri dari; sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur , dan job design.
Menurut Soesilo dalam Tangkilisan (2007: 180-181), mengemukakan bahwa
kinerja suatu organisasi birokrasi dimasa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang antara lain yaitu:
a. Struktur organisasi, sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan
fungsi yang menjalankan aktifitas organisasi.
b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.
c. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk
d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data
base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.
e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan
penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap
aktivitas organisasi.
Sedangkan Atmosoeprapto dalam Tangkilisan (2007: 181-182), menjelaskan
bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor intenal
maupaun faktor ekstenal, meliputi:
1. Faktor eksternal yang terdiri dari:
a. Faktor Politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan
kekuatan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban yang
akan mempengaruhi ketenangan organisasi berkarya secara maksimal .
b. Faktor Ekonomi, yaitu tingkat perkembagan ekonomi yang berpengaruh
pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakan
sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang besar.
c. Faktor Sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat
yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang
dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
2. Faktor internal yang terdiri dari:
a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
diproduksi oleh suatu organisasi.
b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan
c. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelola anggota organisasi
sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.
d. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identidas suatu organisasi dalam pola
kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
Dari berbagai argumen di atas, ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja
organisasi, maka akan sangat tegantung pada jenis, karakteristik dan tujuan
pembentukan organisasi itu sendiri. Dengan demikian dari faktor-faktor yang
telah disebutkan, maka dalam penelitian ini, Peneliti menganalisis faktor-faktor
mana yang relevan untuk diteliti sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja
Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Kota Bandar Lampung sesuai dengan
keadaan dan kondisi organisasi tersebut serta permasalahan yang terjadi di
lapangan.
B.Komunikasi dan Telekomunikasi
1. Definisi Komunikasi
Menurut Suprapto (2011: 7) ada tiga pengertian utama komunikasi, yaoti
pengertian secara etimologis, terminologis, dan paradigmatis.
a. Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu
komunikasi berasal dari Bahasa Latin communicati dan perkataan ini
bersumber dari kata comminis yang berarti sama makna mengenai sesuatu
hal yang dikomunikasikan.
b. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu
c. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah
komponen berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Contohnya adalah ceramah, kuliah, dakwah,
diplomasi, dan sebagainya. Demikian pula pemberitaan surat kabar dan
majalah, penyiaran radio dan televisi atau pertunjukkan film di gedung
bioskop, dan lain-lain.
Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis yang artinya sama.
Sehingga komunikasi berarti saling berusaha mengadakan suatu kesamaan
(commonness) dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa kita sedang berusaha
memberikan informasi atau pendapat kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam
proses komunikasi diperlukan tiga komponen:
a. Pengirim (komunikator) sebagai sumber;
b. Pesan (informasi); dan
c. Penerima (komunikasi) sebagai sasaran.
2. DefinisTelekomunikasi
Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronik yang menggunakan
perangkat-perangkat telekomunikasi. Telekomunikasi berasal dari kata tele, yang
artinya jauh dan komunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara
satu simpul dengan simpul yang lainnya. Telekomunikasi adalah penyampaian
informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya yang
berjarak jauh, sehingga definisi sesungguhnya dari telekomunikasi adalah
lainnya dengan mempergunakan bantuan peralatan khusus, contohnya telepon,
televisi dan lain sebagainya.
Pasal 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
mengemukakan definisi atau pengertian telekomunikasi, bahwa telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda gambar,
suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau
sistem elektromagnetis lainnya, sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap alat
perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
Terlihat di sini bahwa hubungan itu tidak harus jauh (meskipun ada perkataan
tele) dekat pun bisa. Tidak harus berupa peralatan khusus (listrik) lainnya pun bisa
contohnya asap, bendera, genderang dan laen sebagainya. Selain itu, harus pula
dapat dibedakan antara telekomunikasi dengan komunikasi walaupun keduanya
saling berhubungan. Masalah-masalah yang timbul pada telekomunikasi yaitu:
a. Masalah terminal;
b. Masalah transmisi;
c. Bagaimana menyambungkan terminal-terminal tersebut dan bagaimana
mengontrol atau mengendalikan penyambungan dari terminal-terminal
tersebut.
Di dalam telekomunikasi terlebih dahulu harus mengenal prinsip dasar dari
telekomunikasi. Prinsip ini yaitu mengenai dua buah terminal yang dihubungkan
3. Sistem Telekomunikasi
Sistem telekomunikasi terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang
mamancarkan informasi dari satu tempat ke tempat lain. Sistem ini dapat
memancarkan teks, data, grafik, suara, dokumen, atau video. Komponen utama
suatu sistem telekomunikasi meliputi hal-hal berikut:
a. Perangkat keras semua jenis komputer (Desktop, Server, Mainframe) dan
pengolah komunikasi (modems atau komputer kecil yang digunakan untuk
komunikasi).
b. Media komunikasi media fisik, dimana sinyal elektronik dialirkan,
termasuk media tanpa kawat (digunakan dengan cell phone dan satelit).
c. Jaringan komunikasi jalur antar komputer dan alat komunikasi perangkat
lunak komunikasi perangkat lunak yang mengendalikan sistem
telekomunikasi dan keseluruhan proses transmisi.
d. Penyedia komunikasi data suatu perusahaan yang menyediakan jasa atau
layanan komunikasi data.
e. Protokol komunikasi aturan untuk mengirimkan informasi pada sistem
aplikasi komunikasi pertukaran data secara elektronik, teleconferencing,
videconferencing, e-mail, reproduksi, dan perpindahan data secara
elektronik. Untuk memancarkan dan menerima informasi, suatu sistem
telekomunikasi harus melaksanakan sejumlah fungsi terpisah yang
4. Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan telekomunikasi.
Penyelenggaraan telekomunikasi harus dilaksanakan oleh penyelenggara
telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. Badan Usaha Swasta; atau
d. Koperasi.
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan;
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
d. penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun
dan/atau menyediakan jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam membangun dan/atau menyediakan jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan
teknis dalam Rencana Dasar Teknis. Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
5. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya
telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya. Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui
jaringan yang dimiliki dan disediakannya. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan
yang sudah ada. Untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa
6. Hak dan Kewajiban Penyelenggara Jasa Telekomunikasi
Dalam Rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi, berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi mempunyai hak
dan kewajiban sebagai berikut:
a. Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah
negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.
b. Pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari
instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang
menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
d. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan
telekomunikasi berdasarkan prinsip:
a. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
b. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
Berdasarkan Undang-Undang No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi, untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi, pemohon
wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Menteri. Dalam Pasal
57 Undang-Undang No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi, dalam mengajukan permohonan izin pemohon wajib memenuhi
persyaratan:
a. Berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang
telekomunikasi;
b. Mempunyai kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia di bidang
telekomunikasi.
Sedangkan tata cara pengajuan izin diatur dengan keputusan menteri. Pemberian
izin untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi dilakukan melalui evaluasi atau
seleksi. Persyaratan permohonan izin terdiri atas:
a. Profil perusahaan;
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif (menggambarkan) dengan
pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (2005: 55), penelitian deskriptif yakni tipe
penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, hal tersebut
didasarkan karena penelitian ini menghasilkan data-data berupa kata-kata menurut
responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian
dianalisis pula dengan kata-kata yang melatarbelakangi responden berperilaku
(berpikir, berperasaan, dan bertindak), direduksi, ditriangulasi, disimpulkan
(diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi, adapun tujuannya adalah untuk
menggambarkan secara tepat mengenai suatu keadaan, sifat-sifat individu atau
gejala yang terjadi terhadap kelompok tertentu.
Penelitian ini ditekankan pada metode kualitatif deskriptif yang menekankan
proses penelitian daripada hasil penelitian sehingga bukan kebenaran mutlak yang
dicari tapi pemahaman yang mendalam tentang sesuatu. Penelitian ini
memberikan pemahaman menyeluruh dan mendalam mengenai Perizinan
pembangunan menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung tahun 2013
melalui proses wawancara kepada pihak-pihak yang terkait serta data-data yang
B.Fokus Penelitian
Menurut Moleong (2004: 97), dalam penelitian kualitatif hal yang harus
diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus memberikan batasan
dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga dengan batasan ini
peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian.
Karena itu menurut Moleong, fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi
studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang
relevan dan mana data yang tidak relevan. Untuk dapat memahami secara lebih
luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus penelitian. Spradley dalam
Sugiyono (2006: 234), mengemukakan ada empat alternatif untuk menetapkan
fokus yaitu:
1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan.
2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu organisasi
domain.
3. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek.
4. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan
teori-teori yang telah ada.
Adapun beberapa indikator yang perlu digunakan untuk mengukur kinerja
birokrasi publik menurut Dwiyanto dalam Pasolong (2010: 178-180) pada kinerja
Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) dalam pengendalian menara
telekomunikasi di Kota Bandar Lampung, yaitu:
1. Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota
a. Jumlah menara telekomunikasi yang tidak berizin;
b. Jumlah menara telekomunikasi yang sedang dalam proses
perizinan.
2. Kinerja BPMP dalam pengendalian menara telekomunikasi di Kota
Bandar Lampung berdasarkan indikator kualitas layanan.
a. Penyusunan dan penerapan standar pelayanan;
b. Sarana prasarana pendukung pelayanan perizinan.
3. Responsifitas, yaitu kepekaan BPMP untuk mengenali dan memahami
kebutuhan perusahaan operator telekomunikasi di Bandar Lampung
dengan indikator tingkat penanganan atas keluhan terhadap prosedur
penerbitan izin menara telekomunikasi.
C.Lokasi Penelitian
Menurut Moleong (2005: 128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana
peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau
peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka
mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Dalam penentuan lokasi penelitian,
cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan
menjajaki dengan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan
kenyataan. Selain di perlu pertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian
seperti, keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya serta tenaga.
Dengan mempertimbangkan hal di atas dan membatasi penelitian, maka lokasi
dilakukan di Kota Bandar Lampung. Beberapa alasan yang menjadi dasar
pemilihan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masih banyak menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang
belum memiliki izin.
2. Badan Penanaman Modal dan Perizinan selaku instansi pemerintah yang
mengurusi soal perizinan di Kota Bandar Lampung dituntut untuk
memberikan pengawasan terhadap menara telekomunikasi.
D.Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Menurut Nawawi dan Martini (2006: 98), data merupakan bentuk tanggapan,
pendapat, kenyakinan, perasaan, hasil pemikiran dan pengetahuan seseorang
tentang segala sesuatu yang dipertanyakan sehubungan dengan masalah
penelitian. Data penelitian terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di
lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang
memerlukannya.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya
diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan peneliti terdahulu. Adapun data
2. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2005: 157), sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan yang didapat dari
informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain. Sumber data merupakan suatu benda, hal atau orang maupun tempat
yang dapat dijadikan sebagai acauan peneliti untuk mengumpulkan data yang
diinginkan sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Sumber-sumber data
dalam penelitian ini adalah:
a. Informan
Informan yang diwawancarai yaitu informan yang terkait dalam kinerja
Badan Penanaman Modal dan Perizinan dalam pengendalian menara
telekomunikasi di Kota Bandar Lampung yang terdiri dari berbagai unsur,
yaitu Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan, Pegawai Badan
Penanaman Modal dan Perizinan, Anggota Tim Pengawas Badan Penanaman
Modal dan Perizinan, Anggota DPRD Kota Bandar Lampung, Bagian Humas
Perusahaan Operator Seluler dan masyarakat Kota Bandar Lampung. Tabel.
Daftar Nama Informan
b. Dokumen-Dokumen.
Dokumen-dokumen yang digunakan merupakan dokumen yang berhubungan
dengan penelitian ini, yang di dapat dari berbagai sumber meliputi:
peraturan-peraturan daerah, surat-surat keputusan, catatan-catatan, arsip-arsip, foto dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perizinan di Kota Bandar