PENGARUH FUNGISIDA BERBAHAN AKTIF ASAM KLORO
BROMO ISOSIANURIK TERHADAP INTENSITAS
PENYAKIT BLAS, HAWAR PELEPAH DAUN
DAN BERCAK DAUN CERCOSPORA
PADA TANAMAN PADI DI GADINGREJO, PRINGSEWU
Oleh
Pendi Setiawan
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Pendi Setiawan
ABSTRAK
PENGARUH FUNGISIDA BERBAHAN AKTIF ASAM KLORO BROMO ISOSIANURIK TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT BLAS, HAWAR PELEPAH DAUN DAN BERCAK DAUN CERCOSPORA
PADA TANAMAN PADI DI GADINGREJO, PRINGSEWU Oleh
Pendi Setiawan
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi
makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk di Indonesia. Salah satu kendala dalam budidaya padi adalah karena serangan berbagai macam cendawan,
diantaranya cendawan Pyricularia oryzae Cav. (penyebab penyakit blas),
cendawan Rhizoctonia solani Khun. (penyebab penyakit hawar pelepah daun) dan cendawan Cercospora oryzae Miyake. (penyebab penyakit bercak daun
cercospora). Salah satu pengendalian yang dapat dilakukan adalah penggunaan fungisida sintetik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik terhadap intensitas penyakit blas,
hawar pelepah daun dan bercak daun cercospora pada tanaman padi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,
Lampung, pada bulan Desember 2012 sampai dengan Juni 2013. Perlakuan dalam percobaan ini disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan
menggunakan sidik ragam dan nilai tengah masing-masing perlakuan diuji dengan
uji BNT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik dapat menekan intensitas penyakit
blas leher dan penyakit hawar pelepah daun, tetapi tidak efektif dalam menekan intensitas penyakit blas daun dan penyakit bercak daun cercospora pada tanaman padi varietas Ciherang di Lampung. Tingkat konsentrasi fungisida yang efektif
dalam menekan intensitas penyakit blas leher adalah 0,5; 1,0; dan 1,5 g/L,
sedangkan tingkat konsentrasi fungisida yang efektif menekan intensitas penyakit
hawar pelepah daun adalah 1,0 g/L dan 1,5 g/L. Tidak ada perbedaan yang nyata antar tingkat konsentasi terhadap intensitas penyakit-penyakit tersebut.
Judul
:
PENGARUH FUNGISIDA BERBAHAN AKTIF ASAM KLORO BROMO ISOSIANURIK TERHADAPINTENSITAS PENYAKIT BLAS, HAWAR PELEPAH DAUN DAN BERCAK DAUN CERCOSPORA PADA TANAMAN PADI DI GADINGREJO, PRINGSEWU
Nama Mahasiswa : Pendi Setiawan
NPM : 0914013139
Jurusan : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI,
1. Komisi Pembimbing,
Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. Ir. Efri. M.S.
NIP 196201071986032001 NIP 196009291987031002
2. Ketua Jurusan Agroteknologi
Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. ...
Sekretaris : Ir. Efri, M.S. ...
Penguji
Bukan pembimbing : Dr. Ir. Suskandini Ratih D., M.P. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 21
4.1 Penyakit Blas Daun (Leaf Blast) ... 21
4.2 Penyakit Blas Leher Malai (Neck Blast) ... 23
4.3 Penyakit Hawar Pelepah Daun (Sheat blight ) ... 25
4.4 Penyakit Bercak Daun Cercospora (Cercospora leaf spot) ... 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 30
5.1 Simpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
PUSTAKA ACUAN ... 31
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Skoring penyakit blas. ... 19
2. Skoring penyakit bercak daun cercospora. ... 19
3. Skoring Penyakit hawar pelepah daun . ... 20
4. Keparahan penyakit blas daun. ... 22
5. Keparahan penyakit blas leher malai. ... 24
6. Keparahan penyakit hawar pelepah daun. ... 26
7. Keparahan penyakit bercak daun cercospora. ... 28
8. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-9. ... 36
9. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-9. ... 36
10. Data intensitas penyakit blas daun minggu ke-10. ... 36
11. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-10. ... 37
12. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-11. ... 37
13. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-11. ... 37
14. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-12. ... 38
15. Analisis ragam data intensitas penyakit blas daun minggu ke-12. ... 38
16. Data pengamatan intensitas penyakit blas daun minggu ke-13. ... 38
18. Data pengamatan penyakit blas leher malai minggu ke-11. ... 39
19. Analisis Ragam data penyakit blas leher minggu ke-11. ... 39
20. Data pengamatan penyakit blas leher malai minggu ke-12. ... 40
21. Analisis Ragam data penyakit blas leher minggu ke-12. ... 40
22. Data pengamatan penyakit blas leher malai minggu ke-13. ... 40
23. Analisis Ragam data penyakit blas leher minggu ke-13. ... 41
24. Data pengamatan hawar pelepah daun minggu ke-11. ... 41
25. Analisis ragam data hawar pelepah daun minggu ke-11. ... 41
26. Data pengamatan hawar pelepah daun minggu ke-12. ... 42
27. Analisis ragam data hawar pelepah daun minggu ke-12. ... 42
28. Data pengamatan hawar pelepah daun minggu ke-13. ... 42
29. Analisis ragam data hawar pelepah daun minggu ke-13. ... 43
30. Data pengamatan intensitas penyakit bercak daun cercospora minggu ke-12. ... 43
31. Analisis ragam data intensitas penyakit bercak daun cercospora minggu ke-12. ... 43
32. Data pengamatan intensitas penyakit bercak daun cercospora minggu ke-13. ... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gejala penyakit blas pada daun. ... 7
2. Gejala penyakit blas pada leher malai. ... 7
3. Gejala penyakit hawar pelepah daun. ... 11
4. Gejala penyakit bercak daun cercospora. ... 13
5. Tata letak petak percobaan. ... 17
6. Gejala Penyakit blas daun. ... 22
7. Gejala penyakit blas leher malai. ... 24
8. Gejala penyakit hawar pelepah daun. ... 26
9. Gejala penyakit bercak daun cercospora. ... 28
10. Petak – petak percobaan pada 51 hari setelah tanam. ... 33
11. Pelarutan bahan aktif. ... 33
12. Pencampuran fungisida dengan air. ... 34
13. Penuangan cairan semprot ke dalam tangki Sprayer. ... 34
14. Aplikasi fungisida degan cara penyemprotan. ... 35
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang telah lama
menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia. Di Indonesia,
sekitar 90% penduduknya masih mengonsumsi beras sebagai bahan makanan
pokok. Oleh karena itu Indonesia masih harus melakukan impor beras untuk
mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri (Suparyono & A. Setyono, 2004
dalam Dahyar et al., 2010).
Tanaman padi di Indonesia pada umumnya tidak dapat berproduksi secara optimal
karena berbagai faktor, salah satunya adalah karena adanya serangan cendawan
penyebab penyakit pada tanaman padi, diantranya adalah cendawan Pyricularia
oryzae Cav. penyebab penyakit blas, cendawan Rhizoctonia solani Khun.
penyebab penyakit hawar pelepah daun dan cendawan Cercospora oryzae
Miyake. penyebab penyakit bercak daun cercospora pada tanaman padi
(Semangun, 2004).
Penyakit blas dilaporkan telah menurunkan hasil panen padi di Asia Tenggara dan
2
Cav. mencapai 19.629 ha dari total 12.883.578 ha luas areal pertanaman padi
pada tahun 2009 (Prayudi, 2001dalam Prayudi, 2008). Kehilangan hasil yang
disebabkan oleh penyakit hawar pelepah daun rata-rata di beberapa negara
berkisar 20-35%. Kehilangan hasil padi akibat gangguan penyakit hawar pelepah
daun di Indonesia sendiri sebesar 20%, dan pada keparahan penyakit di atas 25%
kehilangan hasil bertambah 4% untuk tiap kenaikkan 10% keparahan. Sedangkan
penyakit bercak daun cercospora dapat menyebekan kerugian sebesar 10% .
kerugian tersebut disebabkan oleh serangan cendawan C. oryzae Miyake yang
menyebabkan terganggunya proses asimilasi, terlambatnya pembungaan dan
pengisian biji tsehingga dapat mengakibatkan produksi berkurang (Semangun,
2004).
Salah satu cara pengendalian penyakit tanaman padi yang banyak digunakan
adalah dengan menggunakan fungisida sintetik. Meskipun telah diketahui bahwa
penggunaan fungisida sintetik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, tetapi
fungisida sintetik masih sering digunakan karena pertimbangan waktu. Aplikasi
fungisida sintetik pada umumnya menunjukkan pengaruh yang lebih cepat dalam
menghambat perkembangan penyakit (Djojosumarto, 2000).
Asam kloro bromo isosianurik merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan aktif pestisida untuk mengendalikan penyakit tanaman.
Senyawa kimia ini pada awalnya digunakan sebagai mikrobiosida (Kegley et al.,
2010) dan selanjutnya digunakan sebagai bahan aktif fungisida untuk
kimia ini juga sudah pernah diteliti pengaruhnya terhadap penyakit blas pada
pertanaman padi di Cianjur dan Karawang (Wibowo, 2010).
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh fungisida berbahan aktif asam
kloro bromo isosianurik terhadap intensitas penyakit blas, hawar pelepah daun
dan bercak daun cercospora pada tanaman padi varietas Ciherang.
1.3 Kerangka Pemikiran
Penyakit pada tanaman padi sebagian besar disebabkan oleh cendawan Cendawan
penyebab penyakit pada umumnya dapat berkembang dengan baik pada kondisi
lingkungan yang mendukung. Pada kondisi lingkungan yang mendukung,
penyakit tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang cukup serius pada tanaman
padi. Penyakit tersebut dapat menginfeksi hampir semua bagian tanaman padi,
sehingga dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar terhadap petani (Amir,
2001 dalam Tandiabang dan Pakki, 2007).
Sampai saat ini penggunaan fungisida merupakan teknologi pengendalian yang
sangat praktis dalam mengatasi penyakit tanaman. Akan tetapi fungisida sintetik
dapat menimbulkan efek samping yang kurang baik diantaranya menimbulkan
resistensi cendawan terhadap fungisida dan pencemaran lingkungan. Oleh karena
itu agar fungisida dapat digunakan seefektif mungkin dengan efek samping yang
4
memperhatikan tentang jenis, dosis, konsentrasi, dan waktu aplikasi yang tepat
(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).
Asam kloro bromo isosianurik dengan konsentrasi 20-50% dapat digunakan untuk
mengendalikan cendawan C. gloesporiodes. Wibowo (2010) juga pernah
melakukan penelitian tentang pengaruh fungisida berbahan aktif asam kloro
bromo isosianurik terhadap intensitas penyakit blas yang dilakukan di Cianjur
dan Karawang. Hasil penelitan tersebut menunjukkan bahwa fungisida tersebut
efektif menekan intensitas penyakit blas pada tanaman padi. Sehingga muncul
dugaan bahwa fungisida berbahan aktifasam kloro bromo isosianurik juga dapat
digunakan untuk mengendalikan cendawan penyebab penyakit pada tanaman
padi di Lampung.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik dapat menekan
intensitas penyakit blas, hawar pelepah daun dan bercak daun cercospora pada
tanaman padi varietas Ciherang.
2. Terdapat tingkat konsentrasi bahan aktif asam kloro bromo isosianurik yang
paling efektif dalam menekan intensitas penyakit blas, hawar pelepah daun
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Padi
Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili
rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat.
Sampai saat ini beras masih digunakan sebagai bahan pangan pokok yang
dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk Indonesia. Meskipun padi bisa digantikan
oleh bahan makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang
yang biasa mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya sehingga tidak dapat
dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (Suparyono dan Setyono, 2004 dalam Dahyar et al., 2010).
Padi dapat tumbuh di daerah tropis sampai subtropis pada 450 LU sampai 450 LS,
dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan.
Rata-rata curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 200 mm /
bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau
musim penghujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi
selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah tetapi produksi dapat
menurun karena penyerbukan kurang intensif (International Rice Research
6
2.2 Penyakit Blas (Blast Disease)
Sampai saat ini penyakit blas (blast disease), disebabkan oleh cendawan
Pyricularia oryzae Cav. merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman
padi (Semangun, 2004). Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase vegetatif
menyebabkan gejala blas daun (leaf blast) sedangkan pada fase generatif
menyebabkan busuk leher malai (neck blast) sehingga bulir padi menjadi hampa
(Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008). Telah dilaporkan bahwa penyakit blas
dapat menyebabkan gagal panen sebesar 30-50% di Amerika Selatan dan Asia
Tenggara dengan kerugian mencapai jutaan dolar Amerika. Di Indonesia
serangan cendawan P. oryzae Cav. mencapai 19.629 ha dari total 12.883.578 ha
luas areal pertanaman padi pada tahun 2009 (Prayudi, 2001 dalam Prayudi,
2008). Daerah endemis penyakit blas tersebar di beberapa provinsi diantaranya
adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Bali, Banyuwangi,
Sukabumi, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara (Tandiabangdan Pakki,
2007).
2.2.1 Gejala Penyakit
Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase vegetatif menyebabkan blas daun
(leaf blast). Ciri-ciri gejala penyakit blas pada daun adalah timbulnya bercak
berbentuk belah ketupat dengan ujung yang meruncing (Gambar 1). Bercak yang sudah berkembang, bagian tepinya akan berwarna coklat dan bagian tengahnya
berwarna putih keabu-abuan. Bercak tersebut akan terus meluas pada varietas
(halo area), terutama pada lingkungan yang kondusif seperti keadaan yang
lembab (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008).
Gambar 1. Gejala penyakit blas daun (leaf blast)
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, (2009)
Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase generatif menyebabkan gejala
berupa busuk leher malai (neck blast) (Gambar 2). Ciri-ciri gejala serangan
penyakit blas pada leher malai adalah adanya bercak coklat pada cabang malai
dan bercak coklat pada kulit gabah.
Gambar 2. Gejala penyakit blas leher (neck blast)
8
Infeksi cendawan P. oryzae Cav. pada malai akan menyebabkan leher malai
membusuk dan bulir padi menjadi hampa. Blas leher lebih merugikan dari pada
blas daun karena mengakibatkan gabah menjadi hampa sehingga hasil produksi
gabah akan menurun (Semangun, 2004).
2.2.2 Daur Penyakit
Satu daur penyakit blas dimulai ketika spora cendawan P. oryzae Cav.
menginfeksi dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan daur tersebut
akan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui
udara. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan untuk perkembangan
penyakit blas, maka satu daur penyakit dapat terjadi dalam kurun waktu waktu
sekitar 7 hari. Selanjutnya dari satu bercak dapat rnenghasilkan ratusan sampai
ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus rnenghasilkan spora selama lebih
dari 20 hari (Scardaci, 1997 dalam Semangun, 2004).
Inang utama cendawan P. oryzae Cav. adalah tanaman padi sedangkan inang
alternatifnya adalah rumput-rumputan seperti Digitaria cilaris dan Echinochloa
colona. Cendawan P. oryzae Cav. juga dapat menginfeksi tanaman jagung untuk
mempertahankan hidupnya. Miselia cendawan P. oryzae Cav. tersebut dapat
bertahan selama satu tahun pada jerami sisa panen tanaman padi (Prayudi, 2001
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Perkembangan penyakit blas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
seperti kelembapan udara, suhu udara, embun, teknik budidaya dan varietas
tanaman padi yang digunakan (Mukhlis dan Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008).
Kelembapan yang tinggi menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Agar
terjadi infeksi diperlukan kelembaban relatif yang tinggi yaitu lebih dari 90%
dengan suhu sekitar 240 C selama minimal dua jam. Sedangkan embun
berpengaruh terhadap pelepasan spora dan infeksi penyakit (Semangun, 2004).
Faktor teknik budidaya juga dapat mempengaruhi perkembangan penyakit blas.
Populasi tanaman yang lebih tinggi dan penggunaan pupuk nitrogen yang
berlebihan akan memperparah gejala serangan penyakit blas. Hal ini terjadi
karena tanaman menjadi rimbun sehingga iklim mikro disekitar tanaman padi
sangat kondusif bagi perkembangan penyakit blas dan kelebihan nitrogen
membuat tanaman padi menjadi lebih rentan terhadap penyakit blas (Semangun,
2004). Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit blas adalah sifat
cendawan P. oryzae Cav.yang dapat dengan cepat membentuk ras baru sehingga
suatu varietas yang tadinya tahan terhadap penyakit blas dapat menjadi rentan
terhadap penyakit blas setelah ditanam dalam dua musim tanam atau lebih
10
2.3 Penyakit Hawar Pelepah Daun Padi (Sheat blight)
Penyakit hawar pelepah daun disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani khun.
Miselium cendawan ini mempunyai lebar 6-10 μm dan mempunyai percabangan
yang membentuk sudut runcing. Hifanya bersel pendek dan mempunyai
percabangan. Cendawan R. Solani khun. berkembang baik pada kelembaban
optimum 96% dan suhu optimum 30-320 C. Cendawan ini dapat membentuk
sklerotium yang bentuknya tidak teratur, sedangkan badan intinya berwarna
coklat atau coklat kehitaman (Semangun, 2004).
2.3.1 Gejala Penyakit
Gejala penyakit ini berupa timbulnya bercak berbentuk lonjong dengan bagian
tepi yang tidak teratur yang terdapat pada upih daun dan juga seludang daun
bercak tersebut berwarna coklat kemerahan seperti jerami , oker muda atau kuning
kehijauan (Gambar 3).
Sering kali bercak terdapat didekat lidah daun. Pada batang padi bercak
mempunyai ukurang yang lebih kecil. Pada keadaan yang lembab dari bercak
dapat muncul benang-benang miselia cendawan yang tebal dan pendek berwarna
Gambar 3. Gejala penyakit hawar pelepah daun padi
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009 )
2.3.2 Daur Penyakit
Miselium dan sklerotium dapat bertahan pada jerami dan rumput-ruputan.
Cendawan R. solani Khun. juga dapat menyerang semua spesies Azolla yang
sering terdapat pada areal persawahan. Infeksi pada tanaaman padi dapat terjadi
pada saat tanaaman padi berada pada persemaian dan tanaman-tanaman dewasa
jika keadaan mendukung perkembangan penyakit. R. solani Khun. adalah
cendawan yang umum terdapat dalam tanah dan jika keadaan mendukung,
cendawan ini dapat menyerang bernacam-macam tanaman muda (Semangun,
2004).
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini adalah jarak tanam
12
terhadap serangan cendawan R. solani Khun. Varietas tanaman padi yang
berbatang pendek dan cenderung mempunyai anakan banyak lebih rentan
terhadap serangan cendawan R. solani Khun. (Semangun, 2004). Selain itu,
penggunaan pupuk yang tidak seimbang atau berlebihan dapat menyebabkan
tanaman padi menjadi lebih sukulen, sehingga memudahkan cendawan untuk
melakukan penetrasi (Ekawati, 2006).
2.4 Penyakit Bercak Daun Cercospora (Cercospora leaf spot)
Penyakit bercak daun cercospora atau yang sering disebut bercak coklat sempit
disebabkan oleh cendawan Cercospora oryzae Miyake. Penyakit bercak daun
cercospora merupakan salah satu penyakit yang sangat merugikan terutama pada
lahan sawah yang kahat kalium. Penyakit bercak daun cercospora dapat
mengakibatkan daun padi menjadi kering sebelum waktunya sehingga berdampak
buruk terhadap turunnya hasil panen tanaman padi dan juga dapat menyebabkan
kerebahan tanaman padi (Semangun, 2004).
2.4.1 Gejala Penyakit
Gejala penyakit bercak daun cercospora biasanya muncul pada saat tanaman padi
menjelang panen yaitu sekitar 11-12 minggu setelah tanam. Gejala awal berupa
timbulnya bercak berbentuk sempit dan memanjang dengan posisi sejajar dengan
tulang daun. Bercak tersebut berukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar
Gambar 4. Gejala penyakit bercak daun cercospora
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009 )
Cendawan C. oryzae Miyake mampu bertahan dalam jerami atau daun tanaman
yang sakit. Perkembangan penyakit bercak daun cercospora sangat dipengaruhi
oleh faktor ketahanan varietas,cuaca dan pemupukan (Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, 2009).
2.4.2 Daur Penyakit Bercak Daun Cercospora
Konidium cendawan C. oryzae Miyake dapat disebarkan oleh angin dan infeksi
melalui mulut kulit daun. Gejala baru akan tampak pada 30 hari setelah infeksi
terjadi. Hal ini menyebabkan lambatnya gejala di lapang, meskipun penyakit ini
dapat menginfeksi daun muda maupun daun tua. Cendawan C. oryzae Miyake
dapat mempertahankan diri dari musim ke musim pada biji-biji dan jerami.
14
cendawan C. oryzae Miyake dapat menginfeksi lempuyangan (Penicium respens)
di India (Semangun, 2004).
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Pada musim kemarau terdapat gejala penyakit yang lebih berat , meskipun
korelasi dengan curah hujan dan lamanya penyinaran matahari belum diketahui.
Penyaki ini sangat dipengaruhi oleh varietas tanaman padi yang digunakan.
Penggunaan varietas yang tahan sangat efektif dalam menekan perkembangan
penyakit bercak daun cercospora. Pada varietas yang tahan, bercak yang timbul
lebih sempit, lebih pendek dan lebih tua warnanya (Semangun, 2004).
2.5 Senyawa Asam Kloro Bromo Isosianurik
Asam kloro bromo isosianurik merupakan salah satu bahan aktif fungisida dengan
cara kerja yang bersifat kontak dan sistemik. Bahan aktif ini merupakan
mikrobiosida yang termasuk dalam kelas bahan kimia triazinetrione (Kegley et
al., 2010). Mikrobiosida merupakan bahan beracun yang digunakan untuk
membunuh mikroba seperti bakteri dan cendawan. Asam sianurik awalnya hanya
digunakan sebagai senyawa stabilisator pada kolam renang untuk membunuh
mikroba yang ada pada kolam renang tersebut seperti cendawan, bakteri dan
Dilaporkan bahwa suatu fungisida yang mengandung 20-50% dari bahan aktif ini
dapat mengandalikan cendawan Colletotrichum gloesporiodes (Anonim, 2010).
Selain itu Wibowo (2010) melaporkan bahwa fungisida berbahan aktif asan kloro
bromo isosianurik dapat mengendalikan penyakit hawar daun bakteri dan blas
16
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman padi sawah di Desa Wonodadi,
Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Penelitian ini
mulai dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Juni 2013.
3.2 Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Knapscak sprayer,
label, alat tulis, meteran, tali rafia, gelas ukur, ember, kaca pembesar, benih padi
varietas ciherang dan fungisida dengan bahan aktif asam kloro bromo isosianurik.
3.3 Metode Penelitian
Perlakuan dalam percobaan ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan empat kelompok berdasarkan lokasi. Perlakuan terdiri
dari empat taraf konsentrasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo
isosianurik yaitu kontrol (P0), 0,5 g/L (P1), 1,0 g/L (P2) dan 1,5 g/L (P3). Setiap
petak perlakuan berukuran 8m x 10 m, sehingga total luasan petak percobaan
perlakuan dalam satu kelompok ditentukan secara acak dengan metodeundian
(Gambar 5).
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (Anova). Nilai tengah
masing-masing perlakuan diuji dengan uji BNT pada taraf nyata 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Penanaman padi
dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan sistem tanam
jajar legowo (6:1). Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea dan KCL dengan
dosis Urea sebanyak 50 kg/ha dan KCL sebanyak 100 kg/ha (untuk satu kali
U
Gambar 5. Tata letak petak percobaan
P0 = Kontrol
P1 = 0,5 g/L
P2 = 1,0 g/L
P3 = 1,5 g/L
18
pemupukan). Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam
dengan dosis yang sama. Pengendalian hama dilakukann secara kimiawi sesuai
dengan kebutuhan dan pengendalian gulma dilakukan secara manual. Aplikasi
fungisida dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada saat 14, 28, dan 42 hari setelah
tanam . Aplikasi fungisida dilakukan dengan cara penyemprotan dengan
menggunakan knapsack sprayer. Pembuatan larutan semprot dilakukan dengan
cara mencampurkan setiap konsentrasi perlakuan dengan 1 liter air. Volume
semprot yang digunakan adalah 350 L/ha.
3.5 Pengamatan
Pengamatan pertama dilakukan pada saat tanaman padi berumur 13 hst (satu hari
sebelum dilakukan aplikasi pertama) dan pengamatan selanjutnya dilakukan setiap
minggu selama satu musim tanam. Penentuan terok dilakukan secara acak dengan
metode undian. Penerokan dilakukan dengan mengamati 10 rumpun yang
ditetapkan secara acak dalam setiap petak percobaan. Unit terok adalah satu
rumpun padi yang terdiri dari beberapa individu tanaman padi. Pengamatan pada
semua unit terok dilakukan setiap minggu untuk mengetahui intensitas penyakit
yang dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterjadian Penyakit
Keterangan : KT = Keterjadian penyakit
= Jumlah rumpun yang terserang
= Jumlah rumpun yang diamati
Keparahan Penyakit
Keterangan : KP = Keparahan Penyakit
n = Jumlah rumpun yang terserang dalam setiap kategori
serangan
v = Kategori (skor) serangan
N = Jumlah rumpun yang diamati
Z = Kategori (skor) tertinggi yang digunakan
Skoring penyakit pada tanaman padi ditentukan berdasarkan panduan sistem
karakteristik dan evaluasi tanaman padi (diterjemahkan dari Standard Evaluation
System (SES) for Rice edisi ke-4, (1996) yaitu:
Tabel 1. Skoring penyakit blas
Kategori (skor) Keterangan
0 Tidak ada gejala penyakit
1 Gejala belum terlihat jelas
2 Gejala <5% dalam satu rumpun
3 Gejala ≥5% - <25% dalam satu rumpun
4 Gejala ≥25% - <50% dalam satu rumpun
5 Gejala ≥50 % dalam satu rumpun
Tabel 2. Skoring penyakit bercak daun cercospora
Kategori (skor) Keterangan
1 Gejala < 1% dalam satu rumpun
3 Gejala 1-5% dalam satu rumpun
5 Gejala 6-25% dalam satu rumpun
7 Gejala 26-50% dalam satu rumpun
9 Gejala 51-100% dalam satu rumpun
20
Tabel 3. Skoring penyakit hawar pelepah daun
Kategori (skor) keterangan
0 Tidak ada gejala penyakit
1 Gejala < 20% dalam satu rumpun
3 Gejala 20-30% dalam satu rumpun
5 Gejala 31-45% dalam satu rumpun
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik efektif
menekan intensitas penyakit blas leher dan penyakit hawar pelepah daun,
tetapi belum efektif dalam menekan intensitas penyakit blas daun dan penyakit
bercak daun cercospora.
2. Aplikasi fungisida berbahan aktif asam kloro bromo isosianurik pada semua
taraf konsentrasi (0,5 g/L; 1,0g/L; dan 1,5 g/L) efektif menekan intensitas
penyakit blas leher. Akan tetapi hanya taraf konsentrasi 1,0 g/L dan 1,5 g/L
yang efektif menekan penyakit hawar pelepah daun pada pertanaman padi
varietas Ciherang di Desa Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten
Pringsewu, Lampung.
5.2 Saran
Penelitian mengenai bahan aktif asam kloro bromo isosianurik masih sangat
jarang dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian serupa terhadap penyakit
31
PUSTAKA ACUAN
Agrios, N.G. 2005. Plant Pathology- Fifth Edition. Departmen of Plant Pathology. University of Florida. United States of America.
Anonim. 2010. Agent for Preventing and Treating Colletotrichum gloesporiodes
and Preparation MethodeThereof. 18 Mei 2011. IP. com. dalam:
http://ip.com/patfam/en43992598. Diakses tanggal 20 Desember 2012.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Penyakit Padi (Jamur). dalam http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/penyakit-padi-karena-jamur. diakses pada tanggal 23 Desember 2012.
Dahyar, A.Rugayadan A. K. Parawansah. 2010. Efektivitas bakteri antagonis Corynebacterium sp terhadap penyakit blas (Pyricularia grisea Sacc) pada
tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan
PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian . Kanisius. Yogyakarta.
Ekawati S. 2006. Perkembangan penyakit pada tiga sistem budidaya pertanian di
Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Program Studi
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
International Rice Research Institute (IRRI). 1996. Panduan Sistem Karakterisasi
dan Evaluasi Tanaman Padi. Diterjemahkan dari Standard Evaluation
System (SES) for rice. Penerjemah: T.S Silitonga, I.H. Somantri, A.A.
Daradjat, dan H. Kurniawan. Departemen Pertanian Bogor. ISBN 979-8393-03-1
Kegley, SE, BR. Hill, S. Orme dan A.H. Choi 2010. Bromo chloro isocyanuric
acid– Identification , toxicity, use, water pollution potential, ecological
toxicity and regulatory information. PAN Pesticide Database Chemicals.
Lestari. F dan E. Suryanto. 2012. Efikasi Bacillus thuringiensis terhadap hama ulat daun gaharu Heortia vitessoides. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Kalimantan Selatan.
Prayudi, B. 2008. Pengendalian penyakit blas pada tanaman padi (kasus di lahan
sawah irigasi sri agung, tanjung jabung barat, jambi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jambi, Kotabaru. Jambi
Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Tandiabang, J.dan S. Pakki. 2007. Penyakit blas (Pyricularia Grisea) dan strategi pengendaliannya pada tanaman padi. Prosiding Seminar Ilmiah dan
Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Sulawesi Selatan
Wibowo, B. 2010. Karakteristik penyakit blas dan hawar daun bakteri (HBD) dan
hasil pengujian. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(BBPOPT). Jatisari