• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN NILAI MPPA PRODUKSI SUSU ANTARA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DAN PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN NILAI MPPA PRODUKSI SUSU ANTARA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DAN PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERBANDINGAN NILAI MPPA PRODUKSI SUSU ANTARA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DAN PERANAKAN FRIESIAN

HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN

HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO

Oleh Febi Aditya

Nilai Most Probable Producing Ability (MPPA) merupakan suatu pendugaan secara maksimum dari kemampuan berproduksi seekor ternak betina yang diperhitungkan atau diduga atas dasar data performan yang sudah ada.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan nilai MPPA produksi susu dan menentukan individu-individu dengan nilai MPPA produksi susu yang terbaik antara sapi perah FH dan PFH di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari catatan dua masa laktasi 39 ekor sapi perah impor dan 39 ekor sapi perah lokal.

Metode yang digunakan adalah metode studi kasus yang dilakukan di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto yang dilaksanakan pada bulan April 2014. Peubah yang diamati dalam peneltian ini adalah umur produksi, produksi susu laktasi pertama dan kedua, lama laktasi, dan manajemen pemeliharaan.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata produksi susu terkoreksi sapi perah FH dan PFH sebesar 5.346,50 ± 476,11 : 4.403,26 ± 539,70 liter; nilai ripitabilitas sebesar 0,29 : 0,13; rata-rata nilai MPPA produksi susu sebesar

5.346,50 ± 214,06 : 4.403,26 ± 124,18 liter, dan berdasarkan uji t-student rata-rata nilai MPPA sapi perah FH lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan sapi PFH.

(2)
(3)

PERBANDINGAN NILAI MPPA PRODUKSI SUSU ANTARA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DAN PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN

HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO

(Skripsi)

Oleh

Febi Aditya

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A.Deskripsi Sapi Perah FH ... 5

B. Deskripsi Sapi Perah PFH ... 6

C. Produksi Susu ... 7

D. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Produksi Susu ... 8

E. Faktor Koreksi ... 11

F. Ripitabilitas ... 12

G. Nilai Most Probable Producing Ability ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 16

(5)

ii

B. Bahan dan Objek Penelitian ... 16

C. Metode Penelitian ... 16

D. Prosedur Penelitian ... 16

E. Peubah yang Diamati ... 17

1. Produksi susu laktasi pertama dan kedua ... 17

2. Umur produksi ... 18

3. Lama laktasi ... 18

4. Manajemen pemeliharaan ... 18

F. Analisis Data ... 18

IV. PEMBAHASAN ... 23

A. Kondisi Umum Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden ... 23

B. Manajemen Pemeliharaan ... 24

C. Produksi Susu ... 26

D. Nilai Ripitabilitas Produksi Susu ... 27

E. Nilai MPPA Produksi Susu ... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ripitabilitas produksi susu sapi FH berbagai perusahaan di

Indonesia ... 13

2. Nilai MPPA produksi susu sapi FH beberapa perusahaan di Indonesia ... 15

3. Faktor koreksi untuk lama laktasi kurang dari 305 hari ... 19

4. Faktor koreksi untuk lama laktasi lebih dari 305 hari ... 19

5. Faktor koreksi untuk umur sapi perah FH ke arah umur dewasa tubuh ... 19

6. Komposisi konsentrat untuk sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden... 25

7. Analisis statistik produksi susu sapi perah FH dan PFH di BBPTU-HPT Baturraden ... 26

8. Hasil uji t-student nilai MPPA produksi susu sapi perah FH dan PFH di BBPTU-HPT Batrurraden ... 30

9. Sapi perah FH dan PFH dengan nilai MPPA tertinggi ... 31

10. Produksi susu terkoreksi laktasi I sapi perah FH ... 38

11. Produksi susu terkoreksi laktasi II sapi perah FH ... 40

12. Produksi susu terkoreksi laktasi I sapi perah PFH ... 42

13. Produksi susu terkoreksi laktasi II sapi perah PFH ... 44

14. Analisis calving interval sapi perah FH ... 46

(7)

iv

16. Analisis ripitablitas sapi perah FH ... 50

17. Analisis ripitabilitas sapi perah PFH ... 52

18. Analisis nilai MPPA produksi susu sapi perah FH ... 55

19. Analisis nilai MPPA produksi susu sapi perah PFH ... 57

20. Uji t-student MPPA produksi susu ... 59

21. Uji normalitas nilai MPPA produksi susu sapi perah FH ... 60

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, kerja sama, dan bantuan banyak pihak sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Sulastri, M.P.--selaku dosen pembimbing utama--atas bantuan, bimbingan, ilmu, motivasi, dan nasihatnya selama proses penyusunan skripsi; 2. Bapak Ir. Novirzal--selaku dosen pembimbing anggota--atas bantuan

bimbingan, ilmu, motivasi, dan nasihat selama proses penyusunan skripsi; 3. Bapak Dr. Ir. Didik Rudiono, M.S.--selaku dosen pembahas--atas bantuan bimbingan, ilmu, motivasi, dan nasihat selama proses penyusunan skripsi; 4. Ibu Ir. Idalina Harris, M.S.--selaku dosen pembimbing akademik--atas

bimbingan, ilmu, motivasi, dan nasihatnya selama penulis menjadi mahasiswa;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin melaksanakan penelitian dan nasihat yang diberikan selama ini;

(9)

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, arahan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis;

8. Bapak Ir. Ali Rachman, M.Si.--selaku Kepala BBPTU-HPT Baturraden atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian;

9. Bapak Herry, pak Naswin, pak Nana, pak Teguh, dan pak Ponco atas bantuan selama penulis melakukan penelitian;

10. Orangtua atas doa, kesabaran, nasihat, ilmu, dan kasih sayang yang tak tergantikan;

11. Kakak-kakak dan adik untuk pengertian, saran, dan doanya;

12. Rahmadhanil Putra Rusadi, Fandi Abdillah, dan Yuli Prasetiyo--selaku tim penelitian atas kerjasama, bantuan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi; 13. Rekan-rekan di HIMAPET dan peternakan angkatan 2010 dalam indahnya kebersamaan, serta semua teman-teman angkatan 2011, 2012, dan 2013 atas bantuannya dan kerja sama selama ini;

14. Teman-teman seperjuangan di sekretariat selama penulis menjadi mahasiswa; 15. Henrica Agustina Grace atas kebersamaan, curahan motivasi, dan inspirasi,

serta doa yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

berbagai pihak yang membutuhkan. Amin.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis,

(10)
(11)
(12)

BERKAT RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KUPERSEMBAHKAN KARYA INI BERSAMA

UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA ORANGTUA

ATAS PENGORBANAN DAN KASIH SAYANG

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.

(Pengkh.3:1)

There are two ways live your life. One is as though nothing is miracle. The other

is as though everything is miracle.

Albert Einstein

Sadar bahwa waktu merupakan hal yang sangat berharga akan mengajari kita

untuk menikmati hidup dengan terus berkarya semaksimal yang bisa kita

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Banyak pada 4 Februari 1993, anak keempat dari lima bersaudara keluarga Bapak Iskandar Sihite dan Ibu Nurlela.

Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SD Negeri 1 Tanjung Harapan, Seputih Banyak pada 2004; sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Seputih Banyak, Lampung Tengah pada 2007; sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Seputih Banyak, Lampung Tengah pada 2010. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia yaitu Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi perah Friesian Holstein (FH)

merupakan bangsa sapi perah yang berasal dari daerah beriklim sedang tepatnya Belanda bagian Utara (Pane, 1993). Menurut Sudono, dkk. (2003), bangsa sapi perah FH merupakan bangsa sapi perah yang dapat dikembangkan di daerah tropis. Produksi susu Sapi FH di negara asalnya pada laktasi I dan II sebanyak 4.128 dan 4.852 kg/laktasi (The Dairy Herd in the Netherland, 1969), sedangkan di daerah tropis masing-masing sebanyak 2.709 dan 3.209 kg/laktasi (Mc Intyre, 1971). Menurut Wijono, dkk. (1992), faktor bangsa yaitu sapi perah FH dan PFH memunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi susu. Produksi susu sapi perah FH dan PFH masing-masing mencapai 4.052,61 ± 819,11 l/laktasi dan

2.961,24 ± 647,17 l/laktasi.

Sapi FH pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1891--1892 di daerah Grati, Pasuruan, Jawa Timur (Siregar, 1995). Menurut Payne (1970), Sapi Grati

(15)

2

Perbedaan kemampuan produksi susu antara sapi FH dan PFH antara lain faktor lingkungan. Menurut Anggraeni (2000), lingkungan eksternal merupakan faktor yang berpengaruh dari luar tubuh ternak seperti iklim, pemberian pakan, dan manajemen pemeliharaan; sedangkan lingkungan internal merupakan aspek biologis dari sapi laktasi seperti lama laktasi, lama kering, periode kosong, dan selang beranak.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sapi perah PFH yaitu dengan melakukan perbaikan mutu genetik ternak melalui seleksi. Seleksi merupakan suatu usaha untuk memilih individu-individu ternak yang dianggap bermutu genetik baik dalam suatu populasi sebagai tetua untuk mendapatkan keturunan yang lebih baik pada generasi berikutnya (Hardjosubroto, 1994). Seleksi individu sapi perah untuk dijadikan calon tetua pengganti dapat dilakukan berdasarkan nilai Most Probable Producing Ability (MPPA). Nilai MPPA merupakan suatu pendugaan secara maksimum dari kemampuan berproduksi seekor betina yang diperhitungkan atau diduga atas dasar data performan yang sudah ada (Warwick, dkk., 1990).

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang perbandingan nilai MPPA produksi susu antara sapi perah FH dan PFH di BBPTU-HPT Baturraden , Purwokerto.

B. Tujuan Penelitian

(16)

3

produksi susu yang terbaik antara sapi perah FH dan PFH di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk melakukan seleksi terhadap sapi perah FH maupun PFH berdasarkan MPPA produksi susu.

D. Kerangka Pemikiran

Sapi perah FH merupakan bangsa sapi perah yang berasal dari Belanda. Sapi tersebut diimpor dan banyak dipelihara di Indonesia karena memiliki kemampuan produksi susu yang tinggi. Sapi perah PFH merupakan sapi perah lokal hasil persilangan antara Sapi FH dengan Sapi Grati yang tidak memiliki genetik murni penghasil susu, dan merupakan hasil persilangan antara sapi lokal (Sapi Jawa, Sapi Madura) dengan Sapi Ayrshire, Jersey dan Friesian Holstein yang telah lama beradaptasi di Indonesia (Payne, 1970).

Kemampuan produksi susu sapi FH dan PFH masing-masing sebanyak

4.052,6 ± 819,11 liter/laktasi dan 2.961,24 ± 647,17 liter/laktasi (Wijono, dkk., 1992). Perbedaan kemampuan produksi tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik.

(17)

4

(1994), nilai MPPA diperoleh dari perhitungan yang melibatkan banyaknya

laktasi, nilai ripitabilitas, rerata produksi susu sapi yang diukur, dan rerata

produksi susu dari populasi sapi yang diukur. Sapi dengan kemampuan produksi

yang tinggi akan memunyai peringkat MPPA yang tinggi pula dibandingkan dengan rataan populasi. Semakin tinggi nilai MPPA produksi susu seekor induk, maka semakin tinggi pula kemampuan induk dalam mewariskan keunggulannya dalam produksi susu.

E. Hipotesis

(18)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Sapi Perah FH

Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, Belanda. Sapi tersebut di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau

disingkat Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Sapi perah FH termasuk bangsa Bos Taurus yang hidup pada daerah beriklim sedang di daratan Eropa (Pane, 1993). Sapi perah jantan masuk ke Indonesia pada jaman Hindia Belanda (1891--1892) di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Pejantan-pejantan tersebut digunakan untuk grading-up sapi-sapi setempat (Siregar, 1995).

(19)

6 yang baik, tumit rendah dengan telapak yang rata, ambing besar dan menggantung di bawah perut bagian belakang diantara kedua paha.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008), bibit sapi perah impor adalah sapi perah yang berasal dari luar negeri dan memunyai ciri serta kemampuan produksi sesuai standar dari negara asalnya sebagai bibit yang bertujuan untuk produksi susu dan menghasilkan anak.

B. Deskripsi Sapi Perah PFH

Sapi perah di Indonesia berasal dari sapi impor dan hasil dari persilangan sapi impor dengan sapi lokal. Pada tahun 1955, di Indonesia terdapat sekitar 200.000 ekor sapi perah dan hampir seluruhnya merupakan sapi FH dan keturunannya (Prihadi,1997).

Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi FH sering disebut sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di daerah Boyolali, Solo, Ungaran, Semarang, dan Jogjakarta (Prihadi,1997). Sapi PFH merupakan sapi perah yang telah lama dipelihara oleh peternak. Sapi perah lokal yang banyak dikenal yaitu sapi Grati. Sapi Grati adalah sapi perah lokal yang telah beradaptasi dan berkembang di wilayah dataran rendah Pasuruan. Sapi Grati merupakan hasil persilangan antara sapi lokal (Sapi Jawa, Sapi Madura) dengan sapi-sapi Ayrshire, Jersey dan Friesian Holstein (Payne, 1970).

(20)

7 serta kemampuan produksi sesuai persyaratan tertentu sebagai bibit yang

bertujuan untuk produksi susu dan menghasilkan anak.

C. Produksi Susu

Bath, dkk. (1985) menyatakan bahwa produksi susu merupakan hasil sekresi yang berasal dari kelenjar ambing mamalia dan merupakan proses berkesinambungan dari aktivitas sel-sel sekretoris. Rice, dkk. (1975) menyatakan bahwa produksi susu merupakan hasil akhir dari rangkaian kejadian proses fisiologis yang

komplek dan berulang sehingga kemungkinan terdapat banyak interaksi gen yang berperan dalam menentukan produksi susu.

Kapasitas produksi susu pada sapi perah mengalami peningkatan dari laktasi pertama (umur 2 tahun) sejalan dengan meningkatnya umur, penurunan kapasitas produksi susu mulai terjadi setelah umur 6--8 tahun (Johanson dan Rendel, 1968). Pernyataan tersebut didukung oleh Schmidt dan Van Vleck (1974) yang

menyatakan bahwa kapasitas produksi susu seekor sapi perah pada umur 4--5 tahun adalah 95--98 % dari puncak laktasi yang dicapai pada 6--8 tahun.

Sapi perah yang baik memiliki lama laktasi 10 bulan dengan produksi susu yang terus meningkat secara relatif setelah melahirkan dan mencapai puncak produksi pada minggu ketiga sampai dengan minggu keenam, selanjutnya produksi mengalami penurunan secara perlahan sampai mencapai mengalami produksi terendah yakni pada bulan kesepuluh menjelang dikeringkan. Tinggi rendahnya produksi susu pada laktasi pertama merupakan pedoman yang dapat

(21)

8 laktasi pertama dapat digunakan sebagai dasar pemilihan atau penyingkiran sapi perah yang akan digunakan sebagai tetua pada generasi berikutnya (Bath, dkk., 1985).

Produksi susu rata-rata sapi FH di negara iklim subtropis seperti di Amerika Serikat sebanyak 7.245 kg/laktasi (Sudono, dkk., 2003). Angka produksi tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan produksi susu di daerah tropis seperti BBPTU Baturraden dan BPPT Cikole di Indonesia yaitu 3.733,75 ± 736,22 kg/laktasi dan 4.265,46 ± 1.428,00 kg/laktasi (Indrijani, 2008).

Produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, kualitas pakan, seleksi yang kurang ketat, manajemen, dan mungkin juga sapi yang dikirim ke Indonesia memiliki kualitas genetik tidak sebaik sapi yang dikembangkan di negara asalnya. Rata-rata produksi susu sapi FH murni yang ada di Indonesia sekitar 10 l/hari dengan lama laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu rata-rata 2.500--3.000 l/laktasi (Prihadi,1997).

D. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Produksi Susu

Menurut Utomo, dkk. (2000), kemampuan sapi perah dalam menampilkan

produksi susu tergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu bangsa dan besarnya tubuh sapi, sedangkan faktor eksternal yaitu pakan, ke-tinggian tempat, dan lama kering kandang.

(22)

9 dengan produksi tinggi. Bibit ternak yang dihasilkan melalui metode seleksi yang tepat akan menghasilkan keturunan dengan produksi susu tinggi.

Produksi susu sapi perah yang dipelihara di daerah tropis pada umumnya lebih rendah daripada yang dipelihara di wilayah subtropis. Interaksi faktor-faktor klimat, pakan, pemuliaan, penyakit, dan manajemen pemeliharaan merupakan penyebab terjadinya perbedaan produksi susu sapi perah di wilayah tropis dan subtropis. Pengaruh klimat terhadap produksi susu sangat beragam karena klimat dipengaruhi oleh hal-hal yang komplek dan sangat bervariasi di daerah tropis (Reksohadiprodjo, 1995).

Mc. Intyre (1971) menjelaskan bahwa sapi perah yang berasal dari Eropa dapat berproduksi secara optimal pada suhu lingkungan 10--20º C tetapi pada suhu lingkungan lebih dari 21º C akan terjadi penurunan produksi. Bath, dkk. (1985) menyatakan bahwa suhu 15,50º C merupakan suhu optimal yang diperlukan agar sapi berproduksi maksimal. Sapi perah akan mengalami penurunan produksi susu jika dipelihara pada suhu lingkungan kritis yaitu sebesar 27º C. Reksohadiprodjo (1995) mengungkapkan hal yang sama bahwa suhu optimal yang diperlukan sapi perah untuk berproduksi adalah 10º C dengan suhu kritis 21--27º C.

(23)

10 dan kuantitas susu yang dihasilkan tidak mengalami penurunan sampai lebih rendah daripada standar yang ditetapkan.

Umur sapi perah juga berpengaruh terhadap produksi susu. Sapi yang beranak pertama umur 24--30 bulan akan berproduksi susu tinggi dengan masa produksi yang cukup panjang. Produksi susu tersebut akan terus meningkat dengan

bertambahnya umur sapi hingga 7--8 tahun. Setelah umur tersebut, produksi susu akan mengalami penurunan sedikit demi sedikit sampai sapi berumur

11--12 tahun. Peningkatan produksi susu setiap laktasi pada umur 2--7 tahun disebabkan oleh pertumbuhan dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel ambing seiring dengan bertambahnya ukuran tubuh sapi. Sebaliknya, penurunan produksi susu dapat disebabkan oleh semakin rendahnya kondisi tubuh dan sudah mencapai masa senilitas (ketuaan) sehingga aktivitas kelenjar ambing menurun (Sudono, dkk., 2003). Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa lama laktasi juga berpengaruh terhadap produksi susu. Rata-rata lama laktasi sapi perah yang normal selama 305 hari.

Pemerahan susu sapi biasanya dilakukan dua kali sehari dengan interval pe-merahan 12 jam. Namun pada sapi yang berproduksi tinggi akan lebih meng-untungkan jika frekuensi pemerahan dilakukan lebih dari dua kali sehari.

Frekuensi pemerahan yang lebih sering dapat meningkatkan produksi susu. Oleh karena itu, sapi perah yang berproduksi susu lebih dari 20 l/hari, sebaiknya dilakukan pemerahan tiga kali dalam sehari semalam (Basya, dkk., 1996).

(24)

11 estradiol, progesteron, dan prolaktin. Estradiol adalah hormon yang disekresikan oleh folikel de graff yang berperan dalam perkembangan duktus. Progesteron disekresikan oleh corpus leteum yang bertanggung jawab terhadap pembentukan alveoli, prolaktin disekresikan oleh kelenjar pituitari yang menimbulkan aktivitas sekresi susu. Kesehatan ternak juga dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas susu. Penyakit tersebut akan berdampak pada denyut jantung yang akhirnya mengganggu jalannya peredaran darah ke kelenjar susu.

E. Faktor Koreksi

Faktor genetik dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap produksi susu sehingga produksi susu yang merupakan kriteria seleksi harus diseragamkan ke arah beberapa faktor sumber variasi yang disebut faktor koreksi. Faktor koreksi merupakan suatu cara untuk memperkecil atau menghilangkan penyimpangan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan (Lasley, 1978).

Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa produksi susu dapat disesuaikan atau dikondisikan ke arah keadaan tertentu sebagai patokan standar. Faktor koreksi yang banyak digunakan di berbagai negara adalah faktor koreksi produksi susu yang disesuaikan ke arah lama pemerahan 305 hari, umur induk dewasa, dan pemerahan dua kali per hari.

Menurut Lasley (1978), jarak beranak (calving interval) yang ideal untuk sapi perah adalah 12 bulan. Standarisasi terhadap umur sapi perah dilakukan

(25)

12 frekuensi pemerahan dilakukan terhadap dua kali pemerahan dengan interval pemerahan 12 jam sekali.

F. Ripitabilitas

Ripitabilitas merupakan korelasi penotipik pada waktu yang berbeda dari

individu–individu dan dapat digunakan untuk mengestimasi penotipik yang sama dari individu dalam kelompoknya pada masa yang akan datang. Jika nilai

ripitabilitas tinggi dalam suatu sifat, menandakan individu-individu cenderung untuk mengulangi penotipik yang serupa dari sifat tersebut pada periode berikutnya (Hardjosubroto, 1994).

Menurut Warwick, dkk. (1990), ripitabilitas merupakan bagian dari ragam total suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan antar individu yang bersifat permanen. Oleh karena itu, ripitabilitas meliputi semua pengaruh genetik ditambah dengan pengaruh lingkungan yang bersifat permanen. Pengaruh

lingkungan permanen adalah semua pengaruh yang bukan bersifat genetik tetapi berpengaruh terhadap produktivitas seekor hewan selama hidupnya.

(26)

13 memunyai kinerja yang tinggi pada suatu sifat yang diukur pada tahap awal

hidupnya atau memunyai nilai lebih tinggi daripada rata-rata dalam pengukuran berikutnya dari sifat yang sama atau sebaliknya.

Menurut Dakhlan dan Sulastri (2002), nilai ripitabilitas berguna dalam analisis pendugaan angka pewarisan yang dihitung berdasarkan rerata beberapa kali pencatatan dibandingkan dengan pendugaan yang hanya dikerjakan dengan satu kali pencatatan saja.

Nilai ripitabilitas dapat diestimasi dengan menggunakan dua metode yaitu : 1) korelasi antarkelas (interclass correlation), apabila hanya ada dua ukuran atau catatan pada setiap individu; 2) korelasi dalam kelas (intraclass correlation), apabila ada lebih dari dua pengukuran tiap individu. Korelasi dalam kelas merupakan ukuran korelasi keseluruhan antara semua pasangan yang

dimungkinkan. Korelasi ini sama dengan rata-rata kemungkinan korelasi antar-kelas (Warwick, dkk., 1990).

Menurut Hardjosubroto (1994), nilai ripitabilitas dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah apabila nilainya 0,00--0,20; sedang apabila nilainya 0,20--0,40; tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4. Nilai ripitabilitas produksi susu sapi FH berbagai perusahaan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ripitabilitas produksi susu sapi FH berbagai perusahaan di Indonesia.

No Lokasi Ripitabilitas Sumber

1 PT Taurus Dairy Farm Sumber Susu Indonesia

(27)

14 G. Nilai Most Probable Producing Ability

Lasley (1978) menyatakan bahwa daya produksi susu adalah kemampuan produksi seekor ternak yang erat kaitannya dengan nilai ripitabilitas, rata-rata produksi, rata-rata produksi populasi, dan banyaknya catatan produksi. Nilai MPPA merupakan suatu pendugaan secara maksimum dari kemampuan

berproduksi seekor ternak betina yang diperhitungkan atau diduga atas dasar data performan yang sudah ada. MPPA merupakan suatu taksiran yang mendekati kemampuan produksi secara riil dari seekor ternak betina yang dinyatakan sebagai simpangan terhadap rata-rata kelompok (Warwick, dkk., 1990).

Apabila dalam suatu populasi diperoleh nilai MPPA dari salah satu individu atau

seekor induk dengan nilai yang tinggi maka dapat diduga bahwa kemampuan

berproduksi selanjutnya dari individu yang bersangkutan akan tinggi pula

(Warwick, dkk., 1990). Hal yang sama dinyatakan oleh Muliadi (1990) bahwa

apabila seekor induk memiliki nilai taksiran MPPA yang tinggi dibandingkan

dengan individu lainnya, maka dapat diduga bahwa induk tersebut di masa yang

akan datang akan memiliki produksi yang tinggi pula.

Nilai MPPA produksi susu menurut Hardjosubroto (1994) diperoleh dari

perhitungan yang melibatkan banyaknya laktasi, nilai ripitabilitas, rerata produksi

susu sapi yang diukur, dan rerata produksi susu dari populasi sapi yang diukur.

Nilai MPPA produksi susu sapi FH beberapa perusahaan di Indonesia dapat

(28)

15 Tabel 2. Nilai MPPA produksi susu sapi FH beberapa perusahaan di Indonesia.

No Lokasi MPPA Sumber

1 2 3

PT Taurus Dairy Farm BBPTU-HPT Baturraden BBPTU-HPT Baturraden

4.181,47 6.152,80 7.701,00

(29)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian ini yaitu rekording produksi susu laktasi I dan II dari induk sapi perah FH dan PFH masing-masing sebanyak 39 ekor. Alat yang digunakan yaitu kertas dan program komputer microsoft office excel.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Data yang diambil berupa data sekunder meliputi produksi susu per laktasi dari setiap individu baik sapi perah FH maupun PFH yang telah mengalami dua kali masa laktasi, umur sapi, lama laktasi, dan manajemen pemeliharaan.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini sebagai berikut :

(30)

17

2. menentukan sapi perah FH dan PFH yang akan digunakan sebagai sampel; 3. menyalin data rekording untuk dianalisis sesuai tujuan penelitian;

4. melakukan tabulasi data;

5. melakukan koreksi terhadap data produksi susu sapi perah FH dan PFH berdasarkan lama laktasi dan umur produksi;

6. menghitung produksi susu sapi perah FH FH dan PFH; 7. menghitung estimasi nilai ripitabilitas;

8. menghitung nilai MPPA produksi susu sapi perah FH dan PFH;

9. membandingkan nilai MPPA produksi susu antara sapi perah FH dan PFH; 10. menentukan induk sapi perah FH dan PFH yang berpotensi genetik terbaik

untuk dikembangkan lebih lanjut berdasarkan nilai MPPA produksi susu.

E. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini sebagai berikut: 1. umur produksi

Umur produksi (tahun) adalah umur pada saat sapi perah beranak dan mulai memasuki masa laktasi (Anggraeni, 2000);

2. produksi susu laktasi pertama dan kedua

(31)

18

3. lama laktasi

Lama laktasi (hari) adalah jumlah hari sapi diperah untuk memproduksi susu yaitu dari awal sapi beranak sampai dengan awal masa kering, dalam

penelitian ini diukur berdasarkan jumlah hari dimana sapi memproduksi susu atau catatan produksi yang ada;

4. manajemen pemeliharaan

Pola pemeliharaan meliputi frekuensi pemerahan, rangsangan masalah pemerahan, jarak melahirkan, dan pencegahan terhadap penyakit (Saleh, 2004).

F. Analisis Data

Data produksi susu sapi perah FH dan PFH laktasi I dan II yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel koreksi sehingga akan diketahui besarnya produksi susu setelah dikoreksi terhadap lama laktasi 305 hari serta umur setara dewasa (mature equivalent). Faktor koreksi lama laktasi dan umur setara dewasa meng-gunakan rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagaimana pada Tabel 3, 4, dan 5.

Tabel 3. Faktor koreksi untuk lama laktasi kurang dari 305 hari

(32)

19

Tabel 3. (lanjutan)

Lama laktasi (hari) Faktor koreksi umur induk < 36 bulan ≥ 36 bulan Sumber : Hardjosubroto (1994)

Tabel 4. Faktor koreksi untuk lama laktasi lebih dari 305 hari Lama laktasi

(hari)

Faktor koreksi Lama laktasi Faktor koreksi (hari) Sumber : Hardjosubroto (1994)

Tabel 5. Faktor koreksi untuk umur sapi perah FH ke arah umur dewasa tubuh

(33)

20

Tabel 5. (lanjutan)

Umur Sumber : Hardjosubroto (1994)

Setelah itu, data dihitung untuk menentukan nilai ripitabilitas dengan meng- gunakan metode korelasi antarkelas (Warwick, dkk., 1990).

(34)

21

MPPA : most probable producing ability n : banyaknya laktasi

r : ripitabilitas

P : rerata produksi susu sapi yang diukur (l) P : rerata produksi susu sapi populasi (l)

Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji t-student menurut Nazir (1988) yaitu

x1 -x2

t =

Sx1-x2 Keterangan :

x1 : nilai rata-rata MPPA produksi susu sapi perah FH x2 : nilai rata-rata MPPA produksi susu sapi perah PFH

Sx1-x2 : standar error dari beda

Rumus standar error dari beda:

Sx1-x2 =  Rumus jumlah kuadrat:

(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di BBPTU-HPT Baturraden, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. rata-rata nilai MPPA produksi susu sapi perah FH sebesar 5.346,50 ± 214,06 liter dan sapi perah PFH sebesar 4.403,26 ± 124,18 liter;

2. rata-rata nilai MPPA sapi perah FH lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan sapi perah PFH;

3. peringkat nilai MPPA sapi perah FH tertinggi yaitu sapi perah nomor eartag

016 dengan nilai MPPA sebesar 5.686,90 l, sedangkan pada sapi perah PFH

yaitu sapi perah nomor eartag 0402-08 dengan nilai MPPA sebesar 4.740,47 l.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disampaikan saran yaitu: 1. pengawasan terhadap persilangan sapi FH agar sapi disilangkan dengan sapi

perah genetik murni penghasil susu;

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ako, A. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor

Akramuzzein. 2009. Program Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Untuk Tingkat Peternak Dan Koperasi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak. Gramedia. Jakarta

Anggraeni, A. 2000. Keragaan Produksi Susu Sapi Perah: Kajian pada Faktor Koreksi Pengaruh Lingkungan Internal. Wartazoa 9(2): 41--49

Atabany A., B.P. Purwanto, T. Toharmat, dan A. Anggraeni. 2011. Hubungan Masa Kosong dengan Produktivitas pada Sapi Perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia. Jurnal. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2735-2008 Bibit Sapi Perah Indonesia. http://pphp.

deptan.go.id/xplore/files/mutu-standarisasi/standar-mutu/Standar_nasional/ SNI_Ternak/Produk%20dan%20Olahan/70.pdf [diakses 24 Maret 2014]

. 1998. SNI 01-3141-1998 Susu Segar. http://www.

agribisnis.web.id/download/layanan_informasi/mutu_dan_standarisasi/sni-sni_peternakan/sni_2735-2008_bibit_sapi_perah_indonesia.pdf [diakses 24 Maret 2014]

Basya, S., M. Rangkuti, Y.T. Rahardjo, dan H. Budiman. 1996. Budidaya Pascapanen dan Analisi Usaha Ternak Sapi Perah. Laporan Informasi Teknologi. Kerjasama antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Penelitian Bogor. Bogor Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker, and R.D. Appleman. 1985. Dairy Cattle

Principles, Practice, Problems, Profit. Lea and Febiger. Philadelphia Dakhlan, A., dan Sulastri. 2002. Ilmu Pemuliaan Ternak. Buku Ajar. Jurusan

(37)

34 Ensminger, M.E. 1980. Dairy Cattle Science. 2nd Ed. The Interstate Ed. Printers

and Publisher Inc, Danville. Illinois

Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Longmann. Malaysia

Gushairiyanto. 1994. Parameter Genetik Produksi Susu dan Reproduksi, Evaluasi Nilai Pemuliaan Pejantan serta Induk Sapi Perah Fries Holland di Beberapa Peternakan. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Guthrie, L.D. 1994. Factor that influence milk fat test. Bulletin 836. clases.aces. Uiuc.edu/AnSci308/factorsaffecting.html. the University of Georgia College of Agricultural and Environmental Sciences

Harjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta. Gramedia Widiasarana

Indrijani, H. 2008. Penggunaan Catatan Produksi Susu 305 Hari dan Catatan Produksi Susu Test Day (Hari Uji) untuk Menduga Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung

Johanson, I. and J. Rendel. 1968. Genetic and Animal Breeding. W.H. Freeman and Company. San Fransisco

Lasley, J.F. 1978. Genetic of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice Hall of India Private. New Delhi

Maylinda, S. 1986. Pendugaan Nilai Pemuliaan dan Keefisienan Reproduksi Sapi Perah di Beberapa Peternakan Sapi Perah di Kabupaten dan Kotamadya Malang. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Insitut Pertanian Bogor. Bogor

Mc. Intyre, K.H. 1971. Milk Production in Warm Climates. W.H. Freeman and Co. USA

Muliadi, D.N. 1990. “Pendugaan Daya Produksi Susu Sapi pada Sapi Perah Fries Holland”. Skripsi. Universitas Padjajaran. Bandung

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia. Indonesia

Nurdin E. 2011. Manajemen Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta

Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Payne, W.J.A. 1970. Cattle Production in the Tropics. Logman Group Ltd.

(38)

35 Pirchner, F. 1969. Population Genetics in Animals Breeding. W.H. Freeman and

Co. San fransisco

Prahanisa, H. 2011. Estimasi Potensi Genetik Sapi Perah Friesian Holstein di Taurus Dairy Farm, Cicurug, Sukabumi. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

. 2008. Estimasi Nilai Most Probable Producing AbilitySapi Perah Friesian Holstein Eks Impor New Zealanddi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah Baturraden, Banyumas. Skripsi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Prihadi, S. 1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Edisi kedua. BPFE. Yogyakarta

Rice, V.A., F.N. Andrew, K.J. Warwick, and J.E. Legates. 1975. Breeding and Improvement of Farm Animal. 5th Ed. Tata Mc. Graw-Hill Book. New York

Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan Samad, M.S. dan Soeradji. 1990. Peternakan Umum. CV. Yasaguna. Jakarta Schmidt, G.H. and L.D. Van Vleck. 1974. Biology of Lactation. W.H. Freeman

and Company. San Fransisco

Siregar. S. B. 1996. Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi di Daerah Dataran Rendah. Majalah Ilmiah Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor

. 1995. Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta

Soeharsono. 2008. Laktasi. Produksi dan Peranan Air Susu Bagi Kehidupan Manusia. Widya Padjajaran. Bandung

Sridianti. 2014. Pengertian Keragaman Genetik. http://www.sridianti.com/peng ertian-keragaman-genetik.html [diakses 7 Oktober 2014]

Sudono, A., F. Rosdiana, dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

(39)

36 The Dairy Herd in the Netherland. 1969. Progeny Testing Minister of Agriculture

and Fisheres. Foreign Information Service. Holland Publication

Trisnadi, G. 2013. Biosekuriti. http://karyadrh.blogspot.com/p/blog-page_13.html [diakses 7 Oktober 2014]

Utomo, B.S., Sudjadmogo, U. Nushati, Mudjiono, dan P. Lestari. 2000. Pengkajian Teknologi Sistem Usaha Tani Perbaikan Ransum dan Reproduksi Sapi Perah Rakyat (PFH). Laporan Hasil Pengkajian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jawa Tengah

Wahyuni, E.S. 2012. Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU Sapi Perah Baturraden, Purwokerto. Skripsi. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Warwick, E.J., J.M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Wijono, M. A. Yusran, A. Rasyid, dan Mariyono. 1992. Kemampuan Produksi Susu Sapi Perah Lokal pada Peternakan Rakyat di Daerah Grati Pasuruan. Pros. Agro Industri Peternakan di Pedesaan. Balitnak

Gambar

Tabel 1. Ripitabilitas produksi susu sapi FH berbagai perusahaan di Indonesia.
Tabel 2. Nilai MPPA produksi susu sapi FH beberapa perusahaan di Indonesia.
Tabel 3. Faktor koreksi untuk lama laktasi kurang dari 305 hari
Tabel 5. Faktor koreksi untuk umur sapi perah FH ke arah umur dewasa tubuh
+2

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatnya kompetensi menggambar anak juga dapat dilihat dari beberapa indikator hasil gambar antara lain: anak dapat menghasilkan gambar sesuai dengan dengan

[r]

Program Studi Baru Doktor Ilmu Farmasi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki

Fasihtas pendukung yang dimaksud disini adalah peraiatan yang mendukung berlangsungnya aktivitas pekerjaan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan peraiatan meliputi kapasitas

Tanggal terakhir pencatatan dalam Daftar Pemegang Saham SCMA 20 Maret 2013 dan IDKM yang berhak untuk hadir dalam RUPSLB dan mempunyai. Hak untuk

Jumlah saham yang ditawarkan 900.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal Rp 100,- /saham beserta Waran Seri I sebanyak 90.000.000 yang diberikan cuma-cuma dengan

Compared with the other ethnic group, more parents from Malay Malaysian prepare their children for bias, like telling their children that their ethnic is different with

Adapun saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah : (1) bagi guru matematika SMP, hendaknya guru sudah mengidentifikasi terlebih dahulu