• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI LEMBAGA YANG INDEPENDEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI LEMBAGA YANG INDEPENDEN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI LEMBAGA YANG

INDEPENDEN

A. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan

seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana

pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor

keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan

dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.25

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan:26

“Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. “

Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah

sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar

modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada

dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan

tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan

25

Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011, hal. 44

26

(2)

didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena

itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi

yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam

sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas

sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih

terintegrasi.27

2. Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

(BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa

keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini

bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal,

modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang

menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. 28

Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan

bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan

jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu

alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa

BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan.

27

Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2013, hlm 2

28

(3)

Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia

mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat

itu.29 Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sektor

jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan

stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.30

Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan

moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan

sektor perekonomian.31

Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang

independen ini terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk

melahirkan pengawasan sistem keuangan inipun membutuhkan waktu hingga 12

tahun sampai lembaga ini lahir.32

Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan sebagai berikut:33

a. Tahun 1999

Pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun

1997-1998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas

dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia. Didalam Pasal 34 disebutkan bahwa:

29

Ibid.

30

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 4

31

Afika Yumya, Op.cit,.hal. 29

32

Selamat datang wasit baru industri keuangan,

tanggal 19 Oktober 2013)

33

(4)

(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor

jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang

(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002

b. Tahun 2004

Tenggat waktu yang diberikan sampai tahun 2002 dalam pembentukan OJK

tak juga lahir di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah dan DPR hanya bisa

merevisi UU BI. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank

Indonesia telah lahir. Didalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 terdapat bahasan tentang

OJK, yaitu:

(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor

jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang

(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa, amandemen UU BI tersebut

merupakan sebuah perselisihan pandangan antara BI dengan Departemen

Keuangan (Kementrian Keuangan). Objek dari perselisihan ini berupa

perebutan wewenang dalam mengontrol industri perbankan. Hal inilah yang

mati-matian dilawan BI dan akhirnya berhasil. Dalam rumusan amandemen

yang telah disepakati, pemindahan kekuasaan industri perbankan dari BI ke

(5)

c. Tahun 2010

Lagi-lagi amandemen UU itu meleset dari yang diharapkan. Batas waktu

kembali terlewati. Sampai tutup buku tahun 2010, UU OJK masih belum juga

selesai. RUU OJK yang akan disahkan dalam rapat paripurna pada 17

Desember 2010 malah menemui jalan buntu, karena pemerintah dan DPR tak

menemukan kata sepakat terhadap struktur dan tata cara pembentukan Dewan

Komisioner OJK.

d. Tahun 2011

Tahun ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, terutama bagi sistem keuangan

di Indonesia. Pimpinan DPR, Priyo Budi Santoso, akhirnya mengetuk palu

tanda disetujuinya pengesahan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa

keuangan (RUU OJK) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR,

pada Kamis 27 Oktober 2011. Dalam keputusan tersebut disebutkan supaya

panitia seleksi DK OJK harus terbentuk awal 2012.

e. Tahun 2012

Pada awal tahun 2012, Presiden telah membentuk Panitia Seleksi dalam

pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa keuangan yang

secara keseluruhan terdiri dari 9 orang. Menteri Keuangan Agus

Martowardojo terpilih menjadi ketua seleksi sekaligus anggota, sedangkan

anggota lainnya adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin nasution,

Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany, Wakil Menteri BUMN Mahmuddin

Yasin, dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Kemudian Komisaris Bank

(6)

Direktur BEI Mas Achmad Daniri mewakili pasar modal, Komisaris Wana

Arthalife Ariyanti Suliyano mewakili asuransi/lembaga jasa keuangan non

bank, dan akademisi Muhammad Chatib Basri.

Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua DK OJK terpilih.

Seluruhnya berjumlah 9 orang dan dengan melewati proses seleksi yang ketat.

Pada bulan ini pula seluruhnya disahkan oleh Paripurna DPR.

f. Tahun 2013

Bapepam-LK akan melebur ke OJK dan sebagian besar pekerja dari lembaga

ini juga akan berubah status kepegawaiannya. Pada tahun ini jugalah OJK

akan mulai dalam penarikan iuran dari industri keuangan non bank.

g. Tahun 2014

Setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur ke OJK, diharapkan

tahun ini adalah serah terimanya pengawasan perbankan dari tangan bank

sentral ke OJK

3. Tujuan Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan

Sejak lama, pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan ini

diamanatkan oleh Undang-Undang Bank Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

(7)

sudah tepatkah pemindahan fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani

oleh Bank Indonesia.34

Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011,

pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank

Indonesia telah dialihkan pada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penjelasan

Undang-undang OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan

pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar

dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani

permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin

tercapainya stabilitas sistem keuangan.35

Dalam penjelasan tersebut di identifikasi beberapa permasalahan yang

melatarbelakangi dibutuhkannya sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi dalam suatu lembaga. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem

keuangan, pesatnya kemajuan di bidang tegnologi juga inovasi finansial telah

menciptakan sistem keuangan yang begitu kompleks, dinamis dan saling terkait

antar subjektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

Disamping itu adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan

kepemilikan di berbagai subsektoral keuangan telah menambah kompleksitas

transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan didalam sistem keuangan.

34

Ahmad Taqiyuddin, Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi, (Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 2012) hal. 15

35

(8)

Selain alasan tersebut Undang-undang OJK dibuat dengan semangat untuk

mengurangi moral hazard36 dalam sektor jasa keuangan, kemudian

mengoptimalkan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.37

OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan

pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan,

pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini.38

Pasal 4 UU OJK disebutkan bahwa:39

“OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

berkelanjutan dan stabil; dan

c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Sesungguhnya tujuan OJK adalah untuk menyelenggarakan sektor jasa

keuangan secara teratur, adil, transparan, akuntabel, yang mana mengingatkan

pemikiran pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar (Good

Corporate Governance) yang terdiri dari 5 prinsip yang disingkat dengan TARIF,

yaitu:40

1. Transparency (keterbukaan informasi)

36

Moral hazard adalah suatu tindakan yang dilakukan bank untuk memanfaatkan celah hukum dan keadaan demi keuntungan pribadi dan pihak lain dari adanya keterbukaan kebijakan

37

Ahmad Taqiyuddin. Op.cit.,hal. 15

38

Ibid., Pasal 1 angka 1

39

Ibid., Pasal 4

40

(9)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu

2. Accuntability (akuntabilitas)

Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem, kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada.

3. Responsibility ( pertanggungjawaban)

Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pembayaran pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya

4. Independency (kemandirian)

Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun maupun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan

5. Fairness (kesetaraan atau kewajaran)

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak

shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Tujuan lain dari pembentukan OJK ini adalah agar keseluruhan kegiatan

di dalam sektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan yang

tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Dalam konsep berkelanjutan dimaksud

adalah untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development). Sebagaimana menurut The World Business Council of for

Sustainable Development (WBSCSD) yang menggambarkan sebagai “business

commitment to contribute to sustainable economic development, working with

employees, their, the local community, and society at large to improve their

quality if life” yaitu suatu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pegawai,

keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas

hidup bersama.41

41

(10)

Adapun pernyataan Ketua Dewan Direksi Ford Motor, William Clay

Ford, Jr., yang menyatakan bahwa adanya perbedaan antara perusahaan yang baik

dengan perusahaan yang sangat baik. Didalam perusahaan yang baik menawarkan

produk dan layanan yang memuaskan. Sedangkan perusahaan besar tidak hanya

menawarkan produk dan layanan yang memuaskan, tetapi juga turut berusaha

menciptakan dunia yang lebih baik.42

Berdasarkan pernyataan tersebut hendaknya menjadi pemikiran

mendalam bagi DK OJK untuk mencapai tujuan terselenggaranya sistem

keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. DK OJK juga harus

menyadari pentingnya tujuan pembentukan OJK untuk melindungi kepentingan

nasabah/konsumen dan masyarakat termasuk perlindungan terhadap pelanggaran

dan kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dan berbagai bentuk

penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan. DK OJK juga diharapkan dapat

mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu

meningkatkan daya saing nasional, mampu menjaga kepentingan nasional

meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di

sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.43

Adapun maksud dari pembentukan Otoritas Jasa Keuangan menurut

beberapa ahli/pakar perbankan adalah sebagai berikut:44

1. Menkeu Agus Matroardojo:

42

Ibid.

43

Ibid.,hal. 109

44

(11)

Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global

dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen

pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia

2. Fuad Rahmany:

OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang

selama ini cenderung muncul. Sebab didalam OJK, fungsi pengawasan dan

pengaturan dibuat terpisah

3. Darmin Nasution

OJK adalah untuk mencari efesiensi di sektor perbankan, pasar modal dan

lembaga keuangan. Sebab suatu perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya

saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.

4. Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad:

Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK.

Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua,

persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa

berdampak sistemik. Ketiga lembaga keuangan membuat surat wasiat jika

terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus

dijaga.

4. Perbandingan Dengan Berbagai Negara

Pembentukan OJK di Indonesia tidak terlepas dari akibat krisis ekonomi

pada tahun 1997 dan mengikuti trend Bank Sentral di beberapa negara antara lain

(12)

sentral independen, bebas dari campur tangan pihak manapun. OJK mengadopsi

beberapa sistem yang sudah digunakan oleh negara lain. Beberapa diantaranya

adalah dari yang berhasil hingga yang gagal menjalankan fungsinya dan kembali

ke wewenang semula. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mulaiman D Hadad

mengatakan bahwa sistem pengawasan dan perlindungan konsumen diadopsi dari

sejumlah negara, beberapa diantaranya antara Inggris, Australia dan Korea

Selatan.45

Adapun perbandingan yang diteliti terhadap beberapa negara yang

pernah menganut sistem yang sama seperti OJK yang ada di Indonesia,

diantaranya:46

1. Inggris

Latar belakang dibentuknya sistem pengawasan tunggal di Inggris adalah

kasus kegagalan beberapa bank di Inggris seperti Neural Banker dan Baring

Bank. Kegagalan kedua bank ini juga disertai dengan penutupan 12 bank

lainnya. Tepatnya pada 1 Juni 1998 dibentuklah OJK di Inggris yang

dinamakan Financial Supervisory Agency (FSA). FSA ini memiliki tugas

yaitu melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap lembaga keuangan,

(termasuk perbankan), perlindungan konsumen dan juga pelaksanaan hukum.

Hampir sama seperti yang terjadi di Indonesia, OJK didirikan karena

dilatarbelakangi oleh ditutupnya berbagai bank yang ada di Indonesia dan

45

Belajar yang baik dan buruk dari negeri orang,

tanggal 10 Oktober 2013).

46

Stehpanie Rebecca Ester, , Ironisme OJK: Gagal di Negara Maju, namun Diminati di

Indonesia,

(13)

tugas OJK juga sama-sama melakukan pengawasan terhadap sistem keuangan

yang ada. Tetapi, ada juga hal yang dapat menjadi pembeda antara OJK di

Indonesia dengan Financial Services Authority, yaitu:

a. Aspek pembiayaan,

Di Inggris, sumber dana untuk membiayai operasional FSA berasal dari

pungutan terhadap lembaga-lembaga yang diawasi oleh FSA melalui

mekanisme pungutan dan denda. Dalam mengenakan pungutan terhadap

Lembaga Keuangan, FSA harus mempertimbangkan kondisi finansial dan

intensitas kegiatan dari tiap-tiap Lembaga Keuangan dengan tujuan untuk

memastikan bahwa pungutan yang dikenakan bisa dibayar oleh Lembaga

Keuangan bersangkutan dan tidak memberatkan antara Lembaga

Keuangan satu dengan lainnya bisa saja berbeda. Sedangkan di Indonesia,

sumber dana untuk membiayai operasional OJK berasal dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan dari pungutan atas Lembaga

Keuangan yang diawasi. Pungutan tersebut antara lain biaya perizinan,

persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan, biaya pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, serta penelitian dan transaksi perdagangan efek. Pungutan

digunakan untuk membiayai anggaran OJK yang tidak dibiayai Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara. Pungutan ini digunakan untuk membiayai

kegiatan operasional, administrasi dan pengadaan asset serta kegiatan

pendukung lainnya dalam penyesuaian biaya-biaya yang dimaksud

terhadap standar yang wajar di industri jasa keuangan. Pembiayaan OJK

(14)

2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan “Anggaran OJK

bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau

pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.

b. Sifat Independen Sebagai Lembaga Negara

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai Lembaga Pengawas Sektor Jasa

Keuangan, OJK terlepas dari campur tangan pihak lain. Di dalam ayat (2)

tahun 2011 tentang OJK disebutkan bahwa “OJK adalah lembaga yang

independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari

campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam Undang-Undang ini”.

Sedangkan di Inggris, FSA diberikan independensi dalam pelaksanaan

tugasnya, namun dalam kondisi tertentu, Departemen Keuangan

mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah kepada FSA.

Departemen keuangan mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan

memberhentikan ketua dan anggota dewan komisioner. Departemen

Keuangan juga diberikan kewenangan memerintahkan kepada FSA untuk

merubah ketentuan-ketentuan dan pelaksanaan tugasnya, misalnya pada

saat terjadi kerugian yang disebabkan oleh kegagalan FSA dalam

mengawasi persaingan usaha atau ketika FSA gagal dalam penerapan

ketentuan-ketentuan tata kelola lembaga yang baik. Dari keterangan diatas

dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menjalankan kewenangannya

sebagai lembaga pengawas jasa keuangan, FSA belum sepenuhnya

(15)

2. Australia

APRA adalah otoritas pengawas sektor keuangan di Australia dan mengambil

alih tugas Reserve Bank of Australia (RBA) dan Insurance and Supernuation

Committee (ISC). Lembaga ini dibentuk pada 1 Juli 1998 yang menjalankan

fungsi pengawasan lembaga keuangan yang terdiri dari bank, credit union,

building society, dan perusahaan asuransi. Disamping itu, APRA juga

menjalankan pengawasan terhadap industridana pensiun (superannuation

funds). APRA adalah lembaga yang pada awalnya dianggap pemerintah

Australia dapat membantu dalam mengatasi kebangkrutan yang dulu dialami

oleh konglomerat asuransi di Australia karena miss manajemen keuangan.

Namun, yang diharapkan pemerintah Australia berbeda jauh dengan

kenyataan, Pasalnya APRA mengakui kegagalanya dalam mendeteksi dan

mencegah kebangkrutan tersebut yang tidak lepas dari minimnya waktu untuk

menuntaskan transfer di atas, termasuk penyempurnaan sistem pengawasan.

3. Jepang

Didalam negara Jepang, Otoritas Jasa Keuangan lebih dikenal dengan

namaThe Financial Supervision Agency (FSA). FSA dibentuk tanggal 22 Juni

1998 oleh pemerintah Jepang demi membantu Bank of Japan (BOJ) dalam

melakukan fungsi pengawasan. BOJ yang awalnya memiliki kewenangan atas

pengawasan kini hanya menangani kebijakan, perumusan sistem moneter dan

implementasinya.. Berbagai informasi tentang kondisi keuangan lembaga

keuangan yang diperoleh BOJ tersebut sangat bermanfaat bagi BOJ, baik

(16)

Jepang maupun dalam hal perumusan kebijakan moneter. Sehingga akan

memperoleh kondisi perbankan secara akurat dan cepat. FSA yang awalnya

dibentuk agar dapat membantu BOJ, dalam hal pengawasan belum

memberikan kinerja yang efektif. Ini dibuktikan dengan masih adanya resiko

sistemik yang tinggi dan penerapan prinsip prudensial yang belum ketat.

Sehingga jika harus menjadi perbandingan dalam pembentukan OJK yang di

Indonesia, tentunya memiliki perbedaan yang mendasar. Perbedaan ini,

tentunya dapat menarik kesimpulan bahwa FSA yang dipakai oleh Jepang,

berbeda dengan OJK yang dibentuk pemerintah Indonesia. Sebab OJK yang

dibentuk pemerintah Indonesia, tidak melakukan pengawasan dalam bidang

moneter, namun dalam bidang pengawasan perbankan dan mengenai bidang

moneter masih dalam genggaman Bank Indonesia dalam mengambil

kebijakan dan pengawasan.

4. Korea

Negara Korea juga salah satu negara yang memiliki lembaga jasa keuangan

yang diberi nama Financial Supervisory Service (FSS). Lembaga yang

didirikan oleh pemerintah Korea ini dipimpn oleh seorang Gubernur yang

juga merangkap sebagai Gubernur Komisi Jasa Keuangan yang

mempertanggung jawabkan tugasnya kepada pemerintah. Namun hal yang

disayangkan adalah tatanan seperti ini menimbulkan persoalan independensi

dan kerancuan koordinasi dengan otoritas moneter. Hal ini terjadi karena

lembaga ini dipimpin oleh anggota pemerintahan, sehingga kekuasaan yang

(17)

keputusan. Keadaan FSS yang dimiliki oleh Korea ini cukup jauh berbeda

dengan OJK yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. OJK yang didirikan oleh

pemerintah Indonesia, memiliki independensi yang cukup baik, manakala

para komisioner yang dikenal sebagai pemimpin OJK tidak berada dalam

kedudukan pemerintahan. Namun pihak-pihak yang duduk didalam anggota

komisioner di OJK adalah orang-orang yang mengetahui mengenai sistem

perekonomian dunia dan berasal dari kalangan yang awalnya pemimpin dari

lembaga keuangan, bukan dari anggota pemerintahan. Walaupun dalam

pemilihan anggota komisioner OJK dipilih oleh lembaga legislatif (DPR),

namun dalam mengambil keputusan tidak dipengaruhi oleh DPR, tetap pada

kolektif kolegial dan berdiri sebagai lembaga independen.

B. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Perbankan Nasional

1. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia didasari dari

keinginan pemerintah dalam melakukan regulasi baru dalam hal pengawasan

perbankan yang dianggap mulai mengalami kelemahan. Kedudukan OJK yang

menjadi lembaga yang independen dan memiliki kewenangan yang cukup luas

dan tegas dalam pengawasan perbankan diharapkan dapat memperbaiki

permasalahan yang saat ini timbul di bidang pengawasan perbankan.

Dengan besarnya kedudukan dan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga

yang satu ini, tentunya harus ada suatu pengaturan yang jelas dan tertulis demi

(18)

masih belum memiliki suatu pengaturan yang jelas. Namun dengan dilahirkan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

memberikan kepastian hukum, dan undang-undang tersebut menjadi dasar hukum

dalam melaksanakan kewajiban dan kewenagan dari lembaga tersebut.

Mengenai fungsi OJK itu sendiri telah dijabarkan dalam UU No.21 Tahun

2011, dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa:47

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Selanjutnya di dalam Pasal 6 undang-undang teresebut juga menyebutkan

mengenai tugas pengaturan dan pengawasannya, yaitu:48

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan

sebagaimana yang dimaksud didalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai

wewenang:49

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran

dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

47

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 5

48

Ibid., Pasal 6

49

(19)

1. Likudasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur:

4. Pengujian kredit (credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank meliputi: 1. Manajemen risiko;

2. Tata kelola bank;

3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan

4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank

Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,

OJK mempunyai wewenang:50

a. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statute pada Lembaga Jasa Keuangan

h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Selanjutnya, untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:51

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,

50

Ibid., Pasal 8

51

(20)

dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e. Melakukan penunjukan pengelola statute; f. Menetapkan penggunaan pengelola statute;

g. Menetapkan sanksi administrative terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. Memberikan dan/atau mencabut; 1. Izin usaha;

2. Izin orang perseorangan;

3. Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. Surat tanda terdaftar;

5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. Pengesahan;

7. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8. Penetapan lain,

Sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

2. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Perbankan

OJK merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan

dalam rangka mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan.52 Didalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK merupakan lembaga yang

independen seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang

OJK diatas bahwa OJK merupakan lembaga yang independen dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain,

kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. 53

52

Ibid., Pasal 5

53

(21)

Setiap pihak dilarang campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan

wewenang OJK dengan maksud bahwa untuk menjamin terselenggaranya

pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang optimal dan mampu

meningkatkan daya saing nasional, maka OJK harus dapat bekerja secara

independen dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Oleh

karena itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU OJK, dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya, OJK bebas dari campur tangan pihak lain.

Sebagai pengamat ekonomi, Imam Sugema mengatakan bahwa OJK pada

prinsipnya pengawasan regulasi untuk berbagai lembaga keuangan mulai bank,

asuransi, multi finance, kemudian pasar modal, bursa berjangka, pengaturan dan

supervisinya disatukan, OJK sebagai regulatornya.54

Dengan munculnya OJK, maka akan membantu Depkeu dengan

sendirinya didalam memfokuskan tugasnya terhadap fungsi fiscal, yaitu mengurus

masalah penerimaan serta pengeluaran negara dan mengelola kekayaan negara

dan piutang negara.55

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK perlu melakukan

koordinasi dengan beberapa lembaga seperti BI, Lembaga Penjamin Simpanan,

serta Mentri Keuangan bahkan Presiden agar nanti kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan OJK dapat efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan di

sektor keuangan.56

54

Afika Yumya,Op.cit.,hal. 35

55

Ibid.

56

(22)

3. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam Bidang

Perbankan

Didalam Pasal 34 UU dikatakan bahwa tugas mengawasi Bank akan

dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan

dibentuk dengan undang-undang. Pembentukan lembaga pengawasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31

Desember 2002.57

Berdasarkan ketentuan didalam Pasal 34 Undang-undang tentang BI

beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK akan bertugas mengawasi

bank, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan lembaga-lembaga

lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK akan mengambil

alih sebagian tugas dan wewenang BI, Direktorat Jendral Lembaga Keuangan,

Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi-institusi pemerintah lain yang selama

ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat.58

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor

Perbankan, OJK mempunyai wewenang, yaitu:59

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana

kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akusisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,

produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa;

b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

57

Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 34

58

Afika Yumya., Op.cit.,hal. 15

59

(23)

1. likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank;

2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur;

4. pengujian kredit (credit testing); dan 5. standar akuntansi bank;

c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko;

2. tata kelola bank;

3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; d. pemeriksaan bank

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan

berlandaskan asas-asas sebagai berikut:60

1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral

dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

60

(24)

C. Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga yang Independen

1. Pengertian Independen dan Lembaga Independen

Makna independen tidak sama dengan pengertian netral. Independen

bukan berarti netral, demikian pula netral bukanlah sifat dari independen. Kedua

kata ini sesungguhnya berbeda satu sama lainnya namun di samping itu terdapat

persamaannya yakni dalam hal arti sama-sama menyatakan sifat. Sifat

independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Sedangkan sifat netral

tidak memihak sama sekali. Mengapa independensi harus berpihak kepada

kepentingan rakyat? Pertanyaan ini akan mengarahkan pemikiran terhadap teori

konstitusi dan teori negara hukum versi negara kesejahteraan (walfare state) yang

digunakan pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya

negara yang menganut sistem demokrasi.61

Independen dapat berarti ‘bebas’, ‘merdeka’, atau ‘berdiri sendiri.’62

Lembaga independen adalah lembaga yang bersifat mandiri, bebas dari

kekuasaan lainnya dan tidak memiliki hubungan organik ataupun hubungan secara

hirarki dengan lembaga negara/instansi pemerintah lainnya. Suatu lembaga atau

badan dikatakan independen jika memenuhi kriteria diantaranya kewenangan Pengertian independensi dapat dijelaskan sebagai berikut. Independensi adalah

suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terkait dengan pihak manapun.

Artinya keberadaan kita adalah mandiri, tidak mengusung kepentingan

pihak-pihak tertentu atau organisasi tertentu.

61

Bisdan Sigalingging, Op.cit.,hal. 38

(25)

yang dimiliki bukan merupakan derivasi dari kekuasaan lain atau dapat dikatakan

kewenangan bersifat atributif. Selain itu bukan merupakan bawahan dari suatu

lembaga lain yang lebih tinggi.63

Adapun beberapa undang-undang yang mengamanatkan independen

kepada lembaga-lembaga pengawas seperti:

1. Independensi Bank Indonesia;64

2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan;65

3. Independensi Lembaga Penjamin Simpana;66

4. Independensi Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi;67

5. Independensi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan68

Karakteristik pengaturan lembaga independen dapat dilihat dari berbagai

undang-undang yang ada (UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU),

karakteristik itu diantaranya:

, dan

lain-lain

69

1. Pengaturan lembaga independen dibatasi oleh negara yang berarti

tidak bersifat independen murni sebagaimana pada konsep negara

penjaga malam

64

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui UU No.3 Tahun 2004 kemudian diubah melalui UU No.6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Pasal 4 ayat 2

65

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.Pasal 1 ayat 1

66

Ibid., Pasal 2 ayat 3

67

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3

68

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 2

69

(26)

2. Masuknya unsur pemerintah ke dalam forum lembaga independen

3. Pengaturan lembaga pelaporan dan akuntabilitas dari lembaga

independen dalam UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU

PPTPPU, berbeda-beda dilaksanakan laporan lembaga independen

tersebut, ada yang diatur bertanggung jawab kepada Presiden, kepada

BPK, kepada DPR, dan kepada masyarakat luas.

Menurut Jimly Asshiddiqie welfare state dalam perundang-undangan

untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah “negara pengurus”. Negara pengurus

dalam konsep negara kesejahteraan berarti terdapat tanggung jawab negara untuk

mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan sebagai

wujud dalam pelaksanaan fungsi pelayanan umum (publik service)melalui

penyediaan intervensi-intervensi pemerintah. Karakter negara kesejahteraan

menempatkan lembaga yang bertugas mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Kedudukan unsur pemerintah tidak harus selalu dipandang bertentangan secara

diametral dengan kedudukan rakyat seperti didalam negara hukum liberal dan

negara hukum formal. Adapun pandangan negara kesejahteraan terhadap

pemerintah jauh lebih bersahabat daripada negara hukum formal. Pemerintah

tidak dianggap sebagai lawan melainkan sebagai rekan kerja dalam mencapai

tujuan kesejahteraan umum.70

Namun kewenangan bertindak lembaga-lembaga pemerintah atas inisiatif

sendiri dalam negara kesejahteraan menunjukkan suatu proses perubahan pola

pikir tujuan negara hukum negara kesejahteraan, dimana tujuan utama negara

70

(27)

hukum kesejahteraan adalah kemanfaatan sedangkan tujuan negara hukum formal

adalah kepastian hukum yang berdasarkan asas legalitas.71

Uraian diatas menunjukkan hakikat independensi yang sesungguhnya

yang merupakan abstraksi dari nilai-nilai yang digali dari perkembangan nilai

yang ada didalam masyarakat suatu bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah kedaulatan

rakyat dalam pembentukan kebijaksanaan dan kebijakan bukan semata-mata

karena kehendak penguasa atau pemerintah.72

Tetapi, pengaturan lembaga independen di Indonesia tidak menunjukkan

hakikat independensi yang sesungguhnya sebab lembaga independen yang diatur

dalam undang-undang tertentu dikenakan teori yang digunakan di negara

Indonesia adalah negara hukum materil atau negara hukum berdimensi pelayanan

politik. Sehingga, dalam melayani rakyatnya, pemerintah turut serta dalam

menentukan kebijaksanaan (wisdom) dan kebijakan (policy) yang berorientasi

pada kepentingan pemerintah dalam berbagai bidang khususnya dalam kegiatan

ekonomi yang tidak diserahkan sepenuhnya kepada rakyat, melainkan

dilibatkannya partisipasi pemerintah. Seperti yang ada didalam pengaturan

lembaga independen didalam UU OJK yang melibatkan peran serta Kemenkeu

(Koordinator FKSSK) sebagai wakilnya Pemerintah Republik Indonesia.73

71

Ibid.

72

Ibid.,hal. 48

73

(28)

2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan

Ketika masih dalam proses RUU, Bismar Nasution dalam artikelnya di

Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, mengatakan:74

Amanat Pasal 34 UU BI bila dilaksanakan akan mengakibatkan tidak efektifnya Bank Indonesia dalam menciptakan stabilitas nilai rupiah sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 7 UU BI. Tujuan BI sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 tersebut, hanya dapat dilaksanakan secara efektif apabila Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 UU BI.

Sama halnya dengan pendapat dari Ec. Abdul Mongid pada saat sebelum

UU OJK diundangkan mengatakan:75

Rencana pengalihan kewenangan dalam pengawasan bank menunjukan adanya upaya mengurangi kewenangan BI sehingga BI hanya berfungsi dari aspek moneter. Masalahnya adalah kalau kewenangan dalam mengawasi bank dicabut, maka secara otomatis kemampuan BI dalam menjalankan tugas moneternya terganggu karena bank merupakan lembaga keuangan yang sangat dominan dalam transmisi kebijakan moneter.

Menyikapi kedua pandangan diatas, salah satu masalah dalam

kekhawatiran ini dapat ditinjau dari sisi penentuan status suatu lembaga. Status BI

pada Pasal 4 ayat (2) UU BI menentukan lembaga ini independen, bebas dari

campur tangan pemerintah dan pihak lainnya. Sementara status OJK yang

ditentukan didalam Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2, UU OJK hanya menentukan

independen, bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas

74

Bismar Nasution, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 15

75

(29)

dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

sebagaimana dimaksud dalam UU OJK. UU OJK tidak menentukan bebas dari

campur tangan pemerintah, melainkan hanya menentukan bebas dari campur

tangan pihak lain seperti yang dijelaskan diatas. 76

Selanjutnya, didalam Penjelasan Umum antara lain dikemukakan bahwa

independensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam 2 hal, yaitu: secara

kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan

Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, independensi OJK tampaknya sulit untuk

diwujudkan karena:77

1. Proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur

dalam Pasal 10 UU OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi

secara ex officio78

2. Pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen,

karena ada yang perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan

melalui Mentri Keuangan kepada Presiden dan ada yang langsung

kepada Presiden (Pasal 11 dan Pasal 13).

, yaitu 1 dari Bank Indonesia, 1 dari Kementrian

Keuangan. Karena ex officio maka masalah jabatan Dewan Komisioner

tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya;

76

Ibid.

77

Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3, 2012 hal. 139

78

(30)

Pengaturan mengenai pengisian formasi Dewan Komisioner ini

tampaknya perlu dipertimbangkan ulang, agar makna independen dari lembaga ini

tidak terkesan menjadi sempit.

Keindependensian OJK akan sepenuhnya efektif, jika terdapat Good

Corporate Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena

penerapan sistem Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat

meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa

kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai

fundamental perusahaan. Fungsi pengawasan itu bukan terletak dari dibentuknya

lembaga baru atau tidak, tapi dari ada atau tidaknya penerapan good corporate

governance.79

Persoalan lain yang mempengaruhi independensi OJK adalah

pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak

yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan.80 Penetapan besaran

pungutan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang

melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.81

Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga

akan lebih baik apabila pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan

Belanja Negara (APBN). Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di

79

Wiwin Rahyani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No. 3, 2013 hal. 369

80

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 34 ayat 2

81

(31)

Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5

tahun pertama, tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu,

pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu

membebani APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki program yang

baik untuk pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini

nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan

manfaat dari lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini.82

Jika dilihat dari UU OJK, didalam Pasal 1 angka 1 diuraikan bahwa:

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.”

Didalam Pasal 2 juga ditegaskan kembali bahwa:

OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.”

Independensi OJK tercermin didalam kepemimpinan OJK itu sendiri.

Secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak

dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan seara tegas diatur dalam

Undang-Undang ini. Disamping itu, dalam mendapatkan pimpinan OJK yang tepat,

Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan

melibatkan partisipasi publik melalui suatu pantia seleksi yang unsur-unsurnya

terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan.83

82

Ibid.,hal. 369

83

(32)

Selanjutnya, terkait dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat 2 UU OJK

bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang

secara tegas diatur dalam Undang-undang ini.84 Adanya pengecualian terhadap

independensi OJK berlaku pula bagi ketentuan Bank Indonesia. Meskipun Bank

Indonesia dan OJK adalah lembaga yang independen, tetapi keindependensiannya

tidak berlaku secara absolut ataupun mutlak. Begitu juga dengan lembaga OJK

tidak mutlak sebagai lembaga yang independen. Didalam Undang-undang Nomor

23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun

2004 sebagaimana diubah melaui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang

Bank Indonesia (selanjutnya disingkat UU BI) menegaskan di Pasal 4 yat 2 UU

BI tidak berlaku keindependensian Bank Indonesia secaramurni sebab Pasal ini

merupakan Pasal pengecualian. Ketentuan pengecualian ini ditentukan, apabila

diatur dengan tegas didalam UU BI. UU OJK juga mengatur ketentuan

pengecualian di Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2 yang terdapat pengecualian juga

diatur secara tegas menurut UU OJK. 85

Independensi bagi BI dan juga OJK tidak diserahkan kepada kedua

lembaga ini secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan

penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 39 UU OJK. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK ketika

misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), sebab kondisi ini

84

Ibid., Pasal 2 ayat 2

85

(33)

dikategorikan tidak normal sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2

UU OJK. Sehingga independensi dalam pengaturan dan pengawasan perbankan

dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan

pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu lembaga yang

independen.86

3. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Lain

Pengesahan UU OJK pada tanggal 27 Oktober 2011 menandai babak

baru industri jasa keuangan di Indonesia. Kehadiran lembaga baru ini diharapkan

dapat mengatur dan mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal,

asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Semakin kompleksnya industri jasa keuangan memang meningkatkan resiko

sehingga mennuntut pengawasan lebih. Pengaturan dan pengawasan sejumlah

sektor jasa keuangan juga diharapkan menjadi sinergi kebijakan dan produk untuk

menurunkan biaya transaksi. Dengan demikian, dapat dibangun arsitektur jasa

keuangan yang lebih kuat dan terintegrasi. Oleh karena itu, peran OJK menjadi

taruhan agar kondisi jasa keuangan Indonesia lebih berdaya saing. Banyak

pelajaran berharga dapat dipetik dari krisis ekonomi 1997-1998 hingga krisis

ekonomi di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2010-2011

sampai sejumlah fraud87oleh sejumlah jasa keuangan besar di Amerika Serikat.88

86

Ibid.

87

Fraud (Penipuan),

Oktober 2013)

88

(34)

Membangun industri jasa keuangan Indonesia yang kuat memerlukan

totalitas sektor sebagai kesatuan industri misalnya pengaturan perbankan yang

bisa berdampak langsung dan tidak langsung pada sektor pasar modal ataupun

lembaga pembiayaan lain. Karena OJK hadir ditengah-tengah regulasi dan

ketentuan industri yang telah tertanam, tak mengherankan jika harmonisasi

kebijakan sektor perlu mendapat perhatian serius. Fungsi harmonisasi ini tidak

bisa mengandalkan pada fungsi komisioner dari BI ataupun Kementrian Keuangan

dan tim ad hoc89 tetapi jauh lebih penting adalah menentukan desain, struktur dan

proses oganisasi OJK yang efisien dan efektif.90

Adapun lembaga keuangan lain seperti yang dijelaskan diatas adalah

Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan

lembaga jasa keuangan lainnya.91

1. Pasar Modal

Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitand engan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.92

2. Perasuransian

Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian

89Ad hoc adalah sesuatu yang diciptakan, atau seseorang yang ditunjuk untuk tujuan

atau jangka waktu tertentu

Oktober 2013)

90

Ibid.,

91

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6

92

(35)

asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.93

3. Dana Pensiun

Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pension sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai dana pensiun.94

4. Lembaga Pembiayaan

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan.95

5. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya

Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.96

Dengan keluarnya UU OJK ini, maka tugas pengaturan dan pengawasan

terhadap sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pension, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya akan dilaksanakan oleh OJK.97

Didalam ketentuan peralihan UU OJK mengatakan, sejak tanggal 31

Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan

kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, perasuransian, dana pensiun,

lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Mentri

(36)

Keuangan dan Badan Pengawas pasar modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.98

Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 55, pejabat dan/atau pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan dan pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang

melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor

perbankan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 4 dialihkan untuk

dipekerjakan pada OJK.99

Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55: 100

a. kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan; dan

b. kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK.

Penggunaan kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bersama ataukeputusan Menteri Keuangan, Gubernur BankIndonesia, dan Ketua Dewan Komisioner yangditetapkan paling singkat 1 (satu) bulan sebelu beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 55 101

Yang dimaksud dengan kekayaan dan kekayaan negara adalah gedung,

kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor dan infrastruktur lainnya yang

(37)

merupakan penunjang dalam terselenggaranya kegiatan pengaturan dan

pengawasan sektor jasa keuangan. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen

adalah data dan informasi baik dalam bentuk tertulis maupun elektronik yang

dimiliki dan/atau digunakan dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor

jasa keuangan. Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementrian Keuangan,

dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan OJK

adalah kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan

sektor jasa keuangan. Sedangkan kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk

pengaturan dan pengawasan perbankan tetapi juga diperlukan oleh Bank

Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugasnya, digunakan secara bersama-sama.

Yang dimaksud dengan digunakan adalah dapat dimanfaatkan, dikelola dan

dipelihara oleh OJK.102

Keputusan bersama atau keputusan Menteri Keuangan Gubernur Bank

Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner antara lain keputusan mengenai jenis

kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen yang dapat digunakan, mekanisme

penggunaan, status kepemilikan, dan tata cara penggunaan secara

bersama-sama.103

102

Ibid., Penjelasan Pasal 66 ayat 1

103

Referensi

Dokumen terkait

Gagasan tersebut lantas menimbulkan sebuah kontroversi di tengah-tengah pengharaman prostitusi yang sudah ditetapkan hukumnya dalam nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah).

Berdasarkan perhitungan pembagian keuntungan diatas bahwa sumber bonus yang diberikan kepada nasabah pada produk Simpanan Berkah Plus adalah dari bagi hasil yang

Walaupun dalam fikih terdapat empat mazhab besar, tetapi dalam penelitian ini penulis membagi mazhab tersebut menjadi dua, dengan alasan adalah ulama Mazhab

Arah Pembangunan Bidang Politik Dalam Negeri RPJPN 2005-2025 PENYEMPURNAAN STRUKTUR POLITIK PENATAAN PERAN NEGARA & MASYARAKAT PENATAAN PROSES POLITIK PENGEMBANGA N BUDAYA

Bagi sekolah, hendaknya perlu mengoptimalkan kembali fasilitas yang dimiliki sekolah; mengoptimalkan kinerja tenaga kependidikan untuk melaksanakan apa

Hasil penelitian ini di harapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi oleh tenaga pendidik di Madrasah Aliyah Al-Ma’arif Pondok Pesantren Panggung Tulungagung

Setelah melihat hasil jawaban angket, pengolahan dan analisis data, maka penulis menyarankan : (1) Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Pontianak Diharapkan siswa

Namun teori Dependensi Efek Komunikasi Massa mampu menjelaskan mengenai pengaruh positif yang ada antara terpaan berita kasus pembunuhan pada remaja di media massa