• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPETENSI SOSIAL REMAJA DITINJAU DARI GAYA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOMPETENSI SOSIAL REMAJA DITINJAU DARI GAYA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI SOSIAL REMAJA DITINJAU DARI GAYA

KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA

SKRIPSI

Oleh :

Ilham Yanuar Kharisma

201210230311222

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kompetensi Sosial Remaja Ditinjau dari Gaya Kelekatan terhadap Orang Tua” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari segala pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dr. Iswinarti, M.Si, dan Ari Firmanto, S.Psi, M.Si, selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta arahan yang sangat berguna hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Zainul Anwar, M.Psi, selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberikan arahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya studi ini.

5. Muhammad Shohib, S.Psi, M.Si, selaku Kepala UPT BK UMM yang telah memberi kesempatan untuk belajar di UPT BK UMM.

6. Segenap dosen Fakultas Psikologi UMM yang telah memberikan ilmu dan pelajaran selama proses perkuliahan hingga saat ini.

7. Kepala Sekolah MTs Al-Hidayah Karangploso dan jajaranya yang telah member izin untuk melakukan tryout isntrumen penelitian.

8. Kepala Sekolah MTsN Grogol dan jajaranya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

9. Kedua orang tua saya, Bapak Suwardi (Alm) dan Ibu Evvy Maria Hanifah serta kakak-kakak dan adik saya yang selalu memberi dukungan dari awal sampai akhir perkuliahan. 10. Segenap keluarga HMI Komisariat Psikologi UMM, Psychology Club (PC), teman-teman

Psikologi D 2012, UPT. BK UMM yang telah memberi kesempatan penulis untuk selalu berproses menjadi lebih baik.

(6)
(7)

v

DAFTAR ISI

Cover

Halaman Sampul

Lembar Pengesahan ... i

Surat Pernyataan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran ... viii

Identitas ... 1

Abstrak ... 1

Kata Kunci / Keyword ... 1

Pendahuluan ... 1

Landasan Teori ... 5

Metode Penelitian ... 9

Hasil Penelitian ... 12

Diskusi ... 15

Simpulan dan Implikasi ... 18

Daftar Pustaka ... 20

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas Skala Penelitian ... 11

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Skala Penelitian ... 11

Tabel 3. Deskripsi Subjek Penelitian... 12

Tabel 4. Perhituangan T-Score Skala Kompetensi Sosial ... 13

Tabel5. Hasil Analisis Menggunakan One Way ANOVA ... 15

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Blueprint Skala Penelitian Sebelum Tryout ... 21

Lampiran 2. Skala Penelitian Sebelum Tryout... 24

Lampiran 3. Tabulasi Hasil Tryout Skala Penelitian ... 32

Lampiran 4. Hasil Analisis Validitas & Reliabilitas Skala Penelitian ... 37

Lampiran 5. Tabel Blueprint Skala Penelitian ... 44

Lampiran 6. Skala Penelitian ... 47

Lampiran 7. Tabulasi Hasil Penelitian ... 54

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas Kompetensi Sosial ... 80

(11)

1

KOMPETENSI SOSIAL REMAJA DITINJAU DARI GAYA KELEKATAN

TERHADAP ORANG TUA

Ilham Yanuar Kharisma

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Seketo@ymail.com

Kompetensi sosial diperlukan remaja untuk dapat membina hubungan baik dengan lingkungan sosialnya. Meskipun demikian, tidak semua remaja memiliki kompetensi sosial yang baik. Kompetensi sosial yang buruk bisa sampai pada masalah perilaku. Banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi sosial, salah satunya adalah gaya kelekatan terhadap orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kompetensi sosial pada remaja ditinjau dari gaya kelekatan terhadap orang tua. Subjek penelitian adalah siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri Grogol-Kabupaten Kediri mulai dari kelas 7 sampai dengan kelas 9 dengan jumlah total 265 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratifiedrandomsampling. Analisa data dengan menggunakan uji One Way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi sosial pada remaja ditinjau dari gaya kelekatan terhadap orang tua dengan nilai signifikan sebesar 0.000< 0.05.

Kata kunci: Kompetensi Sosial, Gaya Kelekatan, Remaja

Social competence is required by teenager to perform a good relation with their social environment. But than, not every teenager have a minimum degree of it to conduct such relation. Poor social competence can be up to behavior problems. Some factor effecting the social competence, one of this factor is attachment stye to parents. The purpose of this research is to understand the different between social competence of teenager according to their attachment style with parents. Participants were 265 of student in seventh to ninth grade of state Islamic junior high school of Grogol of Kediri. Sampling technique used stratified random sampling and analyze the data with One Way ANOVA. The result showed that there are different in social competence according to attachment style with their parents by significant value of 0,000 < 0.05.

Keyword: Social Competence, Attachment Style, Teenager.

(12)

2

bahagia serta kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan yang akan datang (Hurlock, 1980).

Salah satu tugas perkembangan yang paling sulit bagi remaja adalah yang berkaitan dengan penyesuaiansosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan orang-orang di luar keluarga yang sebelumnya belum pernah ada. Di samping itu individu selalu dituntut oleh adanya harapan sosial yang barupada setiap fase perkembangannya. Setiap kelompok budayamengharapkan anggotanya untuk menguasai kemampuan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang dapat diterimadiberbagai usia sepanjang kehidupan. Hal ini tentunya juga berlaku bagi individu dimasa remaja (Hurlock, 1980).

Di sisi lain remaja seringkali mempunyai kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya maupun kelompok tertentu. Hal ini membuat merekamerasa senang apabila diterima dan sebaliknya mereka akan merasatertekanapabila dikeluarkan atau diremehkan oleh teman sebaya maupun kelompoknya. Sebab kebanyakan remaja menganggap bahwa pandangan teman-teman terhadap dirinya merupakan hal yang palingpenting (Santrock, 2007).

Oleh karena itu remaja membutuhkan sejumlah kemampuan agar dapat menyesuaikan diri dan memenuhi harapan-harapan sosialnya. Kemampuan yang dibutuhkan oleh remaja itu disebut sebagai kompetensi sosial. Clikeman (2007) menjelaskan kompetensi sosial sebagai kemampuan individu dalam mengambil perspektif orang lain saat berinteraksi yang diperoleh melalui pengalaman dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi sosial. Kemampuan inilah yang digunakan individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dengan adanya kemampuan ini masing-masing individu akan memiliki cara tersendiri dalam melakukan interaksi sosial.

Individu yang memiliki kemampuan sosial yang baik cenderung lebih disukai, dan sebagian besar dari mereka menjadi anak yang populer (Desmita, 2014; Durkin, 1995; Santrock, 2007).Hal itulah yangmenyebabkan remajadengan kemampuan sosial yang baik akan memiliki hubungan yang baik pula dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian mereka tidak akan melakukan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial. Sementara itu, individu yangtidak memiliki kemampuan sosialcenderung menilai interaksi dengan orang lain secara negatif dan bereaksi dengan kecemasan. Mereka membatasi diri dalam berinteraksi dengan orang lain guna menghindari penolakan serta mengambil sedikit inisiatif dan sangat sedikit mengungkapkan mengenai diri mereka. Bahkan seseorang yang tidak memiliki kemampuan sosial berpeluang lebih besaruntuk menjadi individu yang tidakdisukai dan terlibat dalam perilaku yang tidak menyenangkan bagi orang lain (Baron & Byrne,2005).

Di sisi lain Santrok (2007) menjelaskan bahwa remaja membutuhkan relasi yang baik dengan teman sebaya gunamemperoleh perkembangan sosial yang normal dimasanya. Relasi dengan teman sebaya pada masa ini akan mempengaruhi perkembangan individu di masa selanjutnya. Hal ini memungkinkan remaja yang memiliki relasi buruk dengan teman sebayanya akan mengalami tekanan berat dan berpotensi memunculkan tindak perilaku yang bertentangan dengan norma sosial.

(13)

3

Kasus-kasus tersebut terdiri dari 15 kasus perkelahian antar siswa, 13 kasus bolos sekolah, dan 7 kasus pelanggaran lainya.

Penelitian yang dilakukan oleh Groot (2009) di Amerika menunjukkan bahwa anak-anak muda yang mengalami masalah perilakuternyata memiliki kompetensi sosial yang rendah. Penelitian tersebut dilakukan pada 113 remaja yang diidentifikasi mengalami gangguan emosional berat dan dirawat pada sebuah pusat perawatan setempat. Hasilnya ditemukan bahwa subjek penelitian tersebut memang memiliki masalah perilaku yang serius dan kekurangankompetensi sosial.

Sementara penelitian yang dilakukan Langeveld, Gundersen& Svartdal (2012) membuktikan bahwa kompetensi sosial dapat mereduksi masalah perilaku. Penelitian tersebut dilakukan kepada 112 anak-anak dan remaja yang direkrut dari beberapa sekolah reguler di Norwegia. Dalam penelitian ini subjek diberi intervensi berupa Aggresion Replacement Training (ART). Setelah menjalani masa intervensi ternyata masalah perilaku dari peserta mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya aspek-aspek kompetensi sosial seperti kontrol diri (self-control) dan kooperatif (cooperation).

Sebuah studi yang dilakukan oleh Smart & Sanson (2003) terhadap 940 anak-anak muda Australia yang berusia 19-20 tahun menunjukkan bahwa kompetensi sosial jugamemberi kontribusi terhadap tercapainya penyesuaiansosial yang baik. Dari studi tersebut diketahui anak-anak muda yang memiliki kompetensi sosial tinggi lebih memiliki hubungan yang erat serta jarang mengalami konflik dengan orangtua mereka. Selain itu, mereka mampu menjalin hubungan pertemanan yang berkualitas dan sangat jarang mengalami keterasingan.

Kompetensi sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantara faktor tersebut ada yang bersifat herediter, serta ada yang disebabkan pengaruh lingkungan sekitar. Durkin (1995) menjelaskan setidaknya ada 3 (tiga) faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi sosial individu.

Menurut Durkin (1995) faktor pertama yang berperan dalam pembentukan kompetensi sosial adalah temperamen. Temperamen akan memberi perbedaan pada cara individu dalam memberikan respon dalam berbagai situasi sosial. Orang bertemperamen mudah umumnya memiliki kompetensi sosial yang lebih bagus daripada orang dengan temperamen sulit maupun lambat.

Faktor kedua yang berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi sosial adalah kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif seseorang dapat menggambarkan pemrosesan informasi yang dapat dilakukan individu untuk mmecahan masalah diberbagai situasi. Sehingga, individu dengan kemampuan kognitif yang bagus mampu melakukan adaptasi saat berinteraksi dengan orang lain di berbagai situasi dan kondisi. Sedangkan individu dengan kemampuan kognitif yang jelek akanmengalami hal yang sebaliknya (Durkin, 1995).

Faktor ketiga yang juga berperan dalam pembentukan kompetensi sosial adalah hubungan dengan keluarga. Hubungan yang baik dengan keluarga akan memberikan informasi kepada individu bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut kemudian dapat memberikan gambaran bagi individu dalam melakukan proses interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas (Durkin, 1995).

(14)

4

tokoh kelekatan dan sistem pendukung yang penting ketika remaja mulai mengeksplorasi dunia sosial yang lebih luas dan kompleks (Santrock, 2007; 2012). Penelitian yang dilakukan Lopez (1997) menunjukkan bahwa hubungan yang aman dengan orang tua akan membuat individu lebih mudah dalam membangun hubungan serupa dengan orang lain. Individu yang memiliki relasi hangat dengan orang tua diketahui mampu menjalin relasi dengan baik terhadap dosen dan mampu membaur dengan lingkungan sosialnya. Pernyataan tersebut dapat memberikan penjelasan bahwa selain ketiga faktor di atas, kelekatan dengan orang tua dimasa remaja juga berkaitan dengan kompetensi sosial yang dimiliki remaja. Kelekatan dengan orang tua merupakan bagian yang sangat penting di dalam hubungan remaja dengan keluarganya.

Penelitian yang dilakukan oleh Engels, Finkenauer, Meeus, & Dekovic (2001) kepada 412 remajajuga berhasil mengungkap bahwa kelekatan antara orang tua-remaja berhubungan dengan keterampilan sosial yang dimiliki remaja. Pada penelitian ini subjek dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok. Kelompok pertama berisi remaja yang berusia 12-14 tahun dan grup kedua berisi remaja berusia 15-18 tahun. Pada kelompok kedua ditemukan bahwa kelekatan remaja dengan orang tuanya terkait dengan keterampilan sosial, yang pada giliranya akan mempengaruhi kemampuan remaja dalam persahabatan dan hubungan romantis.

Selain itu para ahli perkembangan percaya bahwa relasi yang hangat dengan orang tua dimasa remaja dapat membantukompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja sebagaimana tercermin dalam beberapa ciri-ciri, seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Mereka meyakini bahwa hubungan tersebut mampu memudahkan remaja dalam membangun hubungan sosial (Desmita, 2014; Santrock, 2007)

Diantara faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi sosial remaja, kelekatan dengan orang tua menjadi hal yang sangat menarik untuk diteliti. Sebab, dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua arah gerakyaitu: pertama mulai mengurangi ketergantungan dengan orang tua karena adanya dorongan untuk menjadi sosok yang otonom dan bertanggungjawab, kedua lebih mengarah ke teman sebaya (Desmita, 2014;Monks, Knoers & Haditono,2002; Santrock, 2007; 2012). Padahal remaja akan lebih sehat secara psikologis apabila tetap mempertahankan kelekatanya dengan orang tua saat menjadi semakin otonom (Santrock, 2007).

Selain itu kelekatan dengan orang tua juga merupakan faktor eksternal dan bukan bawaan lahir seperti temperamen dan kemampuan kognitif. Sehingga, pengetahuan mengenai pentingnya kelekatan dengan orang tua di masa remaja dapat dijadikan sebagai langkah antisipasibagi orang tua dalam membentuk kompetensi sosial anaknya. Senada dengan hal tersebut Desmita (2014) menjelaskan bahwa kelekatan antara orang tua dan remaja merupakan faktor penting dalam menentukan arah perkembangan remaja. Sehingga, orang tua harus mampu menjaga dan mempertahankan kelekatan dengan anaknya.

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengungkap perbedaan kompetensi sosial remaja dilihat dari gaya kelekatan yang mereka miliki terhadap orang tua. Hal ini dimaksudkan agar orang tua dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan kepada anak remaja mereka melalui kelekatan yang mereka bangun. Dengan demikian orang tua dapat memilih dan menciptakan gaya kelekatan yang memiliki efek bagus bagi perkembangan kompetensi sosial anak di masa remaja.

(15)

5

pernah dilakukan. Sehingga hasil dari penelitian ini nantinya juga dapat digunakan untuk memperluas khazanah keilmuan yang berkaitan dengan kompetetensi sosial remaja dan gaya kelekatan orang tua remaja.

Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial merupakankemampuan individu dalam menjalin hubungan efektif dengan orang lain diberbagai situasi sosial (Clikeman, 2007; Thorndike, 1920, dalam Smart & Sanson, 2003). Sebagai mahluk sosial setiap orang membutuhkan kemampuan ini untuk berhubungan dengan orang lain. Dengan kemampuan ini individu akan mampu beradaptasi secara efektif diberbagai kondisi sosial. Hal ini sangat penting guna menciptakan relasi yang baik dengan lingkungan sekitar.

Kompetensi Sosial pada Remaja

Masa remaja merupakan periode perkembangan yang terjadi pada umur 10-12 hingga 18-21 tahun (Santrock, 2012). Pada masa ini remaja bukan lagi sebagai anak-anak yang selalu mebutuhkan bantuan orang tua dalam melakukan setiap aktivitasnya. Namun, remaja juga bukan orang dewasa yang memiliki kematangan dalam berbagai aspek kehidupan. Disamping itu remaja juga mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui.

Menurut Hurlock (1980) untuk mencapai tujuan perkembangan sosial pada tahap selanjutnya, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Dengan adanya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial menjadikan penyesuaian sosial sebagai hal yang paling penting dan paling sulit bagi remaja.

Individu yang mampu menjalin interaksi sosial dengan mudah, bisa memahami situasi sosial, memiliki keterampilan yang tinggi dalam hubungan antar pribadi, cenderung bertindak dengan cara-cara yang kooperatif, prososial, serta sesuai dengan norma kelompok, cenderung lebih disukai dan biasanya lebih populer (Desmita, 2014). Anak-anak yang populer biasanya memang memiliki sejumlah kemampuan bersosial yang membuat mereka disukai kawan-kawannya (Cillessen & Bellmore, dalam Smith & Hart, 2011; Santrock, 2007).Kemampuan-kemampuan itu menjadi faktor penting dalam terbentuknya relasi yang hangat dengan lingkungan sekitar. Dengan kemampuan tersebut remaja akan mampu berperilaku sesuai harapan sosial.

(16)

6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Sosial

Durkin (1995) dalam bukunya menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi sosial individu,diantaranya:

1. Faktor Kognitif

Kemampuan kognitif seseorang akan mencerminkan seberapa mampu individu memperoleh informasi, mengelola informasi, dan mengingat informasi yang didapatkan sebagai gambaran dalam berhubungan sosial dengan orang lain dikemudian hari. Kognitif juga menggambarkan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan individu diberbagai situasi sosial.

2. Hubungan Keluarga

Hubungan orang tua-anak yang terjalin secara terus menerus akan mempengaruhi kualitas hubungan anak dengan teman sebayanya. Keluarga merupakan awal mula individu melakukan aktivitas sosial. Jika hubungan individu terhadap keluarganya terjalin secara baik maka individu akan lebih nyaman dalam mengeksplorasi lingkup sosial yang lebih luas dikarenakan telah memiliki pengalaman sosial yang baik pula.

3. Tempramen

Temperamen merupakan faktor bawaan yang mempengaruhi suasana hati dan cara bersikap seseorang terhadap kondisi tertentu. Anak dengan temperamen mudah umumnya memiliki kompetensi sosial yang bagus. Hal tersebut dapat terjadi karena anak dengan temperamen mudah memiliki suasana hati yang positif, cepat membangun rutinitas, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman-pengalaman baru.

Aspek-aspek Kompetensi Sosial

Menurut Gresham & Elliot (1990, dalam Smart & Sanson, 2003) aspek-aspek kompetensi sosial meliputi:

1. Assertif

Perilaku inisiatif seperti menanyakan suatu informasi, memperkenalkan diri terlebih dahulu, dan memberikan tanggapan pada tindakan orang lain.

2. Kooperatif

Perilaku yang menggambarkan dapat diajak kerjasama seperti menolong orang lain, berbagi sesuatu, mematuhi aturan yang telah dibuat, dan memenuhi permintaan orang lain. 3. Empati

Perilaku yang menunjukkan kepedulian serta mampumelihat dan menghormati perasaan orang lain dari sudut pandang orang tersebut.

4. Tanggungjawab

Perilaku yang mencerminkan kemampuan berkomunikasi dengan orang dewasa serta penghormatan atas benda atau pekerjaan yang dimiliki.

5. Pengendalian diri

(17)

7

Aspek-aspek kompetensi sosial menurut Gresham & Elliot(1990, dalam Smart & Sanson, 2003) ini akan digunakan sebagai dasar pembuatan alat ukur dalam penelitian ini guna mengetahui kompetensi sosial subjek.

Kelekatan

Kelekatan merupakan ikatan emosional antara individu dengan individu lain yang terbentuk karena suatu interaksi (Papalia, Old & Feldman, 2009; Santrock, 2012). Pada mulanya konsep kelekatan hanya terbatas pada ikatan emosional antara bayi dengan ibunya. Namun, pada akhirnya konsep itu berkembang seiring dengan pengetahuan bahwa kelekatan bayi dengan ibunya akan terus dibawa oleh bayi ke masa perkembangan selanjutnya (Baron & Byrne, 2005). Saat ini kelekatan memiliki makna yang lebih luas dan tidak hanya terpaku pada hubungan ibu dan bayi. Kelekatan menggambarkan kadar kenyamanan individu saat berhubungan sosial dengan orang lain di berbagai masa kehidupan.

Kelekatan Orang Tua-Remaja

Remaja cenderung mempunyai perbedaan sikap dan nilai dengan orang tuanya. Pada masa ini individu menganggap bahwa mereka sudah mandiri dan mampu melakukan aktivitas-aktivitas layaknya orang dewasa. Di sisi lain orang tua menganggap bahwa remaja masih memerlukan bimbingan lebih serta batasan-batasan dari orang tua dalam menghadapi dunia sosial yang lebih kompleks.Hal itu dikarenakan remaja memiliki dorongan otonomi yang tinggi (Santrock, 2012).

Dorongan otonomi dan tanggungjawab yang dialami remaja membuat individu di masa ini mempunyai keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari orang tua. Pada fase ini remaja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkumpul bersama teman sebayanya. Pada akhirnya waktu berkumpul bersama orang tua menjadi berkurang.Orang tua seringkali mengantisipasi bahwa remaja akan kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada dalam kehidupanya. Namun, orang tua jarang memperhitungkan keinginan yang kuat dari remaja untuk meluangkan waktunya dengan teman sebaya serta keinginan membuktikan diri bahwa mereka sudah bisa mandiri dan bertanggungjawab atas tindakanya (Desmita, 2014; Monks, Knoers & Hadinoto, 2002; Santrock, 2007; 2012).

Konflik sehari-hari merupakan ciri-ciri yang mencerminkan relasi remaja dengan orang tuanya. Perselisihan dan negosiasi kecil yang terjadi antara remaja dengan orang tuanya dapat mendukung transisi remaja dari sosok yang masih ketergantungan dengan orang tua menjadi sosok yang otonom (Santrock, 2007;2012).

Model lama mengatakan bahwa remaja akan melepaskan diri dari orang tua dan mulai memasuki dunia otonomi yang terpisah dari orang tua saat mereka semakin matang Model lama ini juga menyatakan bahwa konflik orang tua-remaja menjadi lebih sering terjadi dan membuat remaja menjadi stres. Namun, model baru menekankan bahwa orang tua berfungsi sebagai tokoh kelekatan dan berperan sebagai sistem pendukung yang penting saat remaja melakukan relasi sosial yang lebih luas (Santrock, 2007; 2012).

Macam-macam Gaya Kelekatan

(18)

8

itu didasarkan pada konsep awal Bowlby mengenai kelekatan yang terbentuk olehself dan orang lain. Mereka membagi gaya kelekatan menjadi 4 (empat) jenis. Berikut merupakan gaya kelekatan menurut Griffin & Bartholomew (1994a, 1994b, dalam Baron & Byrne 2005): 1. Gaya Kelekatan Aman (Secure Attachment Style)

Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang tinggi dan kepercayaan interpersonal yang tinggi pula. Gaya kelekatan ini merupakan gaya kelekatan paling baik dan paling adaptif. Seseorang dengan gaya kelekatan ini memiliki hubungan yang hangat dikarenakan mempunyai harga diri yang tinggi sekaligus mengekspresikan kepercayaan terhadap lawan interaksinya.

2. Gaya Kelekatan Takut Menghindar (Fearful-avoident attachment style)

Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang rendah dan kepercayaan interpersonal yang rendah pula. Gaya kelekatan ini merupakan gaya kelekatan yang paling buruk dan tidak adaptif. Seseorang dengan gaya kelekatan ini akan meminimalkan kedekatan dengan orang lain serta menghindari hubungan akrab dengan harapan bisa terhindar dari rasa sakit akibat ditolak. Selain itu individu dengan gaya kelekatan ini tidak mengalami keintiman dan kesenangan saat menjalin relasi dengan orang lain.

3. Gaya Kelekatan Terpreokupasi (Preoccupied Attachment Style)

Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang rendah, namun memiliki kepercayaan interpersonal yang tinggi. Sebagai akibatnya individu dengan gaya kelekatan ini akan benar-benar mengharap sebuah hubungan dekat akan tetapi ia merasa tidak pantas mendapatkan hubungan tersebut. Selain itu individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi akan mencari kedekatan hubungan, namun mengalami kecemasan serta malu-malu saat berusaha mencapainya. Individu ini juga memiliki kebutuhan yang tinggi untuk dicintai.

4. Gaya Kelekatan Menolak (Dismissing attachment style)

Gaya kelekatan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik self-esteem yang tinggi, namun memiliki kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya kelekatan ini merupakan gaya kelekatan yang berisi konflik dimana individu merasa layak memperoleh hubungan akrab, namun tidak mempercayai objek lekat tersebut. Sebagai akibatnya individu dengan gaya kelekatan ini akan menolak seseorang dalam suatu titik hubungan. Hal ini menyebabkan ia digambarkan sebagai individu yang tidak ramah dan terbatas keterampilan sosialnya.

Gaya kelekatan menurut Griffin & Bartholomew(1994a, 1994b, dalam Baron & Byrne 2005)di atas akan digunakanuntuk pembuatan skala penelitian guna mengetahui gaya kelekatan yang dimiliki subjek terhadap orang tuanya.

Keterkaitan Kompetensi Sosial Remaja dengan Kelekatan Terhadap Orang Tua

Remaja dikatakan memiliki kompetensi sosial yang baik jika ia mampu memberikan suatu respon yang semestinya pada saat berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan remaja dalam melakukan hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah bagaimana hubungan remaja dengan keluarganya (Durkin, 1995).

(19)

9

mengenai cara berhubungan sosial dari hubunganya dengan keluarga tersebut. Hubungan yang menyenangkan dan memuaskan di dalam keluarga diasosiasikan dengan kemampuan empati, rasa percaya diri yang tinggi, dan kepercayaan interpersonal (Baron & Byrne, 2005). Keluarga juga merupakan tempat pertama kali interaksi sosial terjadiyang mana terdapat hubungan utama yaitu, hubungan dengan orang tua (Desmita, 2014). Relasi yang baik dengan orang tua memilikiperan penting bagi perkembangan remaja. Sebab relasi ini berfungsi sebagai model atau cetakan yang akan dibawa seumur hidup dan mempengaruhi terbentuknya relasi-relasi baru di kemudian hari (Santrock, 2007).

Remaja yang memiliki hubungan hangat dengan orang tua mereka, cenderung memiliki harga diri yang tinggi dan kesejahteraan emosional yang lebih baik. Sebaliknya, kurangnya ikatan emosional dengan orang tua berkaitan erat dengan perasaan-perasaan akan penolakan oleh orang tua yang lebih besar, serta perasaan lebih rendahnya daya tarik sosial dan romantic yang dimiliki seseorang (Desmita, 2014)

Oleh karena itu kelekatan dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi adaptif dan menyediakan landasan kokoh bagi remaja untuk dapat menjelajahi, serta menguasai lingkungan-lingkungan baru dan dunia sosial yang lebih luas dengan cara-cara yang sehat secara psikologis (Desmita, 2014). Memiliki hubungan yang aman dengan orang tua juga membuat lebih mudah bagi individu untuk membangun hubungan serupa dengan orang lain (Lopez, 1997, dalam Baron & Byrne, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa kelekatan remaja terhadap orang tuanya berkaitan dengan kemampuan remaja dalam bersosial.

Kerangka Berfikir

Hipotesis

Terdapat perbedaan yang signifikan pada kompetensi sosial remaja ditinjau dari gaya kelekatan terhadap orang tua.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif yaitu, penelitian yang berusaha menjelaskan faktor yang menyebabkan suatu fenomena. Penelitian ini secara khusus menjawab pertanyaan “mengapa” suatu fenomena ini terjadi. Sedangkan pendekatan yang dipakai adalah

(20)

10

pendekatan kuantitatif yaitu, pendekatan yang menekankan analisisnya pada data-data numerik (angka) yang diolah dengan metode statistika. Dengan perhitungan statistika nantinya akan diperoleh besarnya signifikansi untuk uji perbedaan.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa MTsN Grogol Kabupaten Kediri mulai dari kelas 7 sampai dengan kelas 9 baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Jumlah subjek penelitian didasarkan pada tabel yang dikembangkan Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2011). Populasi siswa MTsN Grogol Kabupaten Kediri saat ini sebanyak 1.055 siswa. Peneliti kemudian membulatkan populasi menjadi 1.100 siswa agar dapat disesuai dengan tabel Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2011). Dengan taraf kesalahan 5% maka subjek yang diambil sebagai sampel penelitian sebanyak 265 orang.

Sedangkan pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik probability berupa stratified random sampling. Pada teknik sampling ini populasi dibagi ke dalam kelompok strata dan kemudian peneliti mengambil sampel dari tiap kelompok tersebut. Dalam penelitian ini kelompok strata dibagi menjadi 3 jenis yaitu, siswa kelas 7, siswa kelas 8, dan siswa kelas 9. Semua siswa di setiap strata mempunyai peluang yang sama untuk mendapat jatah menjadi sampel.

Variabel dan InstrumenPenelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yakni variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Adapun yang menjadi variabel bebas (X) adalah gaya kelekatan (attachment style) dan variabel terikat (Y) adalah kompetensi sosial.

Gaya kelekatan merupakan derajat keamanan emosional yang dialami seseorang saat berhubungan sosial dengan orang lain. Gaya kelekatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya kelekatan yang dimiliki oleh siswa-siswi MTsN Grogol-Kabupaten Kediri terhadap orang tuanya.

Kompetensi sosial adalah kemampuan individu dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Kompetensi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi sosial yang dimiliki oleh siswa-siswi MTsN Grogol-Kabupaten Kediri. Kompetensi sosial ini akan dilihat perbedaanya berdasarkan gaya kelekatan yang dimiliki siswa-siswi terhadap orang tuanya.

Data penelitian diperoleh melalui skala yang disebarkan peneliti kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini digunakanduamacam skala. Skala pertama digunakan untuk mengukur kompetensi sosial yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan skala kedua digunakan untuk mengetahui gaya kelekatan yang dimiliki siswa terhadap orang tuanya.

(21)

11

diberikan skor 4. Skordari keseluruhan item digunakan untuk menggambarkan kompetensi sosial yang dimiliki subjek.

Sedangkan skala kedua disusun berdasarkan gaya kelekatan menurut Griffin & Bartholomew (1994a, 1994b, dalam Baron & Byrne 2005)yang terdiri dari gaya kelekatan aman, gaya kelekatan menolak, gaya kelekatan terpreokupasi, dan gaya kelekatan menghindar. Skala ini merupakan skala nominal dimana peneliti menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum pada setiap item guna mengetahui respon subjek dalam menentukan gaya kelekatanya. Setiap item memiliki empat alternatif jawaban yang masing-masing terdapat respon yang menggambarkan gaya yang dimiliki subjek terhadap orang tuanya. Peletakan alternatif jawaban tersebut diacak untuk memastikan bahwa subjek membaca skala dengan sungguh-sungguh. Setiap jawaban yang mencerminkan gaya kelekatan aman akan diberi lebel 1, gaya kelekatan menolak diberi label 2, gaya kelekatan terpreokupasi diberi label 3, dan gaya kelekatan menghindar diberi label 4. Kemudian peneliti menghitung jumlah jawaban yang mencerminkan masing-masing gaya kelekatan, lalu diolah menjadi Z-score untuk mengetahui gaya kelekatan yang dimiliki subjek..

Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian kedua skala tersebut diujikan terlebih dahulu melalui tryout guna mengetahui nilai validitas dan reliabilitasnya. Tryout tersebut dilakukan kepada 51 siswa yang ada di MTs Al-Hidayah Kec. Karangploso Kab. Malang. Menurut Azwar (2011) suatu item dalam instrumen dapat digunakan jika memiliki koefisien validitas ≥ 0,21. Sedangkan suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki Alpha ≥ 0,7.

Setelah diujikan diketahui pada skala kompetensi sosial dari 34 item yang disediakan valid sebanyak 21 item dengan indeks validitas 0,277–0,568. Sedangkan pada skala gaya kelekatan dari 18 item yang disediakan valid sebanyak 15 item dengan indeks 0,247– 0,574. Berikut merupakan tabel 1 indeks validitas skala penelitian.

Tabel 1.

Indeks Validitas Skala Penelitian

Sedangkan indeks reliabilitas pada skala kompetensi sosial menunjukkan Alpha 0,824. Sementara indeks reliabilitas pada skala gaya kelekatan menunjukkan Alpha 0,754. Berikut merupakan tabel 2 indeks reabilitas skala penelitian.

(22)

12

Prosedur dan Analisa Data

Secara umum penelitian ini memiliki tiga prosedur utama yaitu, tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisa data. Tahap persiapan dimulai dengan pembuatan rancangan penelitian serta membuat skala mengenai kompetensi sosial dan gaya kelekaan remaja terhadap orang tua. Skala yang dibuat kemudian diujikan terlebih dahulu melalui try outlalu, dianalisa menggunakan program SPSS for windowsuntuk memastikan bahwa setiap itemnya valid dan reliable.

Tahap pelaksanaan dimulai dengan memberikan skala yang telah diuji validitas dan reabilitasnya kepada sampel yang dijadikan subjek penelitian. Skala tersebut disebarkan kepada 265 siswa-siswi yang ada di MTsN Grogol-Kabupaten Kediri.

Tahap terakhir adalah analisa data hasil penelitian. Data kompetensi sosial yang diperoleh merupakan data ordinal. Sedangkan data yang diperoleh dari gaya kelekatan terhadap orang tua berupa data nominal. Metode analisa dilakukan menggunakan analisis of variance (ANOVA) berupa one-way ANOVA yang dibantu menggunakan program SPSS for windows. Dengan metode analisa tersebut peneliti akan dapat mengetahui perbedaan kompetensi sosial remaja berdasarkan gaya kelekatan yang mereka miliki terhadap orang tua.

HASIL PENELITIAN

Subjek dalam penelian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan dengan jumlah total sebanyak 265 orang yang terdiri dari kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Jumlahsubjek laki-laki adalah 130 orang (49,057%). Sedangkan jumlah subjek perempuan adalah 135 orang (50,943%). Sementara jumlah subjek kelas 7 sebanyak 98 orang (36,98%), kelas 8 sebanyak 99 orang (37,36%), dan kelas 9 sebanyak 68 orang (25,66%). Berikut merupakan tabel 3 deskripsi subjek penelitian.

Tabel 3.

Deskripsi Subjek Penelitian

Remaja yang memilikigaya kelekatan aman sebanyak 128 orang yang terdiri dari 56 orang berjenis kelamin laki-laki dan 72 orang berjenis kelamin perempuan. Remaja yang memiliki gaya kelekatan menolak sebanyak 40 orang yang terdiri dari 26 orang berjenis kelamin laki-laki dan 14 orang berjenis kelamin perempuan. Remaja yang memiliki gaya kelekatan

Kategori Frekuensi Persentase

Jenis Kelamin

Laki- laki 130 orang 49,06%

Perempuan 135 orang 50,94%

(23)

13

terporeokupasi sebanyak 62 orang yang terdiri dari 23 orang berjenis kelamin laki-laki dan 39 orang berjenis kelamin perempuan. Sedangkan remaja yang memiliki gaya kelekatan menghindar sebanyak 35 orang yang terdiri dari 25 orang berjenis kelamin laki-laki dan 10 orang berjenis kelamin perempuan. Berikut merupakan gambar 1 jumlah subjek berdasarkan gaya kelekatan.

Gambar 1. Jumlah subjek berdasarkan gaya kelekatan.

Hasil perhitungan menggunakan Tscore menunjukkan jumlah subjek yang memiliki kompetensi sosial tinggi berjumlah 142 orang (53,58%). Sedangkan subjek yang memiliki kompetensi sosial rendah berjumlah 123 orang (46,42%). Berikut merupakan tabel 4 perhitungan t-score skala kompetensi sosial.

Tabel 4.

Perhitungan T-Score Skala Kompetensi Sosial

Subjek laki-laki yang memiliki gaya kelekatan aman mempunyai rata-rata kompetensi sosial 67,82. Subjek perempuan yang memiliki gaya kelekatan aman mempunyai rata-rata kompetensi sosial 69,69. Subjek laki-laki yang memiliki gaya kelekatan menolak mempunyai rata-rata kompetensi sosial 62,08. Subjek perempuan yang memiliki gaya kelekatan menolak mempunyai rata-rata kompetensi sosial 64,86. Subjek laki-laki yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi mempunyai rata-rata kompetensi sosial 63,35. Subjek perempuan yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi mempunyai rata-rata kompetensi sosial 64,54. Subjek laki-laki yang memiliki gaya kelekatan menghindar mempunyai rata-rata kompetensi sosial 61,16. Sedangkan subjek perempuan yang memiliki gaya kelekatan menghindar mempunyai rata-rata kompetensi sosial 61,7. Berikut merupakan gambar 2 rata-rata kompetensi sosial berdasarkan gaya kelekatan.

Katergori Interval Frekuensi Persentase

Tinggi T-Score ≥ 50 142 53,58%

Rendah T-Score ≤ 50 123 46,42%

(24)

14

Gambar 2. Rata-rata kompetensi sosial berdasarkan gaya kelekatan.

Subjek dengan gaya kelekatan aman memiliki rata-rata asertif 3,03, rata-rata kooperatif 3,59, rata-rata empati 3,28, rata-rata tanggungjawab 3,37, dan rata-rata pengendalian diri 3,42. Sedangkan subjek dengan gaya kelekatan menolak memiliki rata-rata asertif 2,77, rata-rata kooperatif 3,47, rata-rata empati 3,05, rata-rata tanggungjawab 3,08, rata-rata pengendalian diri 2,98. Sementara subjek dengan gaya kelekatan terpreokupasi memiliki rata-rata asertif 2,8, rata kooperatif 3,46, rata empati 3,07, rata tanggungjawab 3,15, dan rata-rata pengendalian diri 3,11. Subjek dengan gaya kelekatan menghindar memiliki rata-rata-rata-rata asertif 2,63, rata-rata kooperatif 3,23, rata-rata empati 3,11, rata-rata tanggungjawab 2,98, dan rata-rata pengendalian diri 2,9. Berikut merupakan gambar 3 rata-rata kompetensi sosial setiap aspek berdasarkan gaya kelekatan.

Gambar 3. Rata-rata kompetensi sosial setiap aspek berdasarkan gaya kelekatan.

Uji Hipotesis

Hasiluji beda yang dilakukan terhadap 265subjek menggunakan One Way ANOVA menunjukkan nilai signifikan 0,000> 0,05 yang artinya Ho ditolak maka populasi tidak identik atau ada perbedaan. Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki gaya kelekatan aman adalah 68,88. Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki gaya kelekatan menolak adalah 63,05.Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi adalah 64,10. Rata-rata kompetensi sosial pada subjek yang memiliki

(25)

15

gaya kelekatan menghindar adalah 61,31. Berikut merupakan tabel 5 hasil analisis menggunakan one way anova.

Tabel 5.

Hasil Analisis Menggunakan One Way ANOVA

Kategori N Mean Std. Deviation F Sig

Gaya Kelekatan 42,730 0,000

Aman 128 68,88 4,190

Menolak 40 63,05 4,723

Terpreokupasi 62 64,10 3,933

Menghindar 35 61,31 4,951

Perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan aman dengan gaya kelekatan menolak adalah0,000 < 0,05. Perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan aman dengan gaya kelekatan terpreokupasi adalah 0,000 < 0,05. Sedangkan perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan aman dengan gaya kelekatan menghindar adalah 0,000 < 0,05. Perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan menolak dengan gaya kelekatan terpreokupasi adalah 0,234 > 0,05. Perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan menolak dengan gaya kelekatan menghindar adalah0,84 > 0,05. Sedangkan perbedaan kompetensi sosial antara subjek yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi dengan gaya kelekatan menghindar adalah 0,003 < 0,05. Berikut merupakan tabel 6 perbedaan kompetensi sosial antar gaya kelekatan.

Tabel 6.

Perbedaan Kompetensi Sosial Antar Gaya Kelekatan

(I) Kelekatan (J) Kelekatan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

Aman Menolak 5.825*

Menolak Terpreokupasi -1.047 .877 .234

Menghindar 1.736 1.000 .084

Terpreokupasi Menghindar 2.782*

.914 .003

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

DISKUSI

(26)

16

dengan orang tua memungkinkan individu tersebut akan mengembangkan relasi serupa dengan lingkungan sosialnya. Relasi inilah yang mempengaruhi cara individu dalam melakukan interaksi sosial saat bersama orang lain. Sebagaimana Santrock (2007) menjelaskan relasi yang karib dengan orang tua berperan penting bagi perkembangan remaja karena relasi ini berfungsi sebagai model atau cetakan yang akan dibawa seumur hidup dan mempengaruhi terbentuknya relasi-relasi baru bagi remaja di kemudian hari.

Kompetensi sosial remaja yang memiliki gaya kelekatan aman terhadap orang tua berbeda secara signifikan dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan lain. Remaja dengan gaya kelekatan aman diketahui mempunyai kompetensi sosial yang lebih tinggi dibanding dengan gaya kelekatan menolak, terpreokupasi, maupun menghindar. Hal ini menunjukkan bahwa remaja dengan gaya kelekatan aman memiliki kemampuan paling bagus dalam melakukan aktivitas-aktivitas sosial. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Allen, dkk. (2002) yang menunjukkanremaja dengan gaya kelekatan aman terhadap ibunya lebih memungkinkan mengalami peningkatan keterampilan sosial. Sedangkan remaja yang memiliki gaya kelekatan tidak aman dengan ibunya lebih beresiko mengalami penyimpangan dalam bersosial. Selain itu Green & Cambell (2000) menjelaskan diantara anak-anak dan orang dewasa, gaya kelekatan aman diasosiasikan dengan perilaku yang adaptif, seperti rasa ingin tahu dan eksplorasi pada lingkungan.

Sedangkan kompetensi sosial remaja yang memiliki gaya kelekatan menolak terhadap orang tua tidak berbeda secara signifikan dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi maupun menghindar. Ketiganya sama-sama mempunyai kompetensi sosial yang lebih rendah dibanding gaya kelekatan aman. Hal ini disebabkan gaya kelekatan menolak, terpreokupasi, dan menghindar sama-sama termasuk dalam jenis gaya kelekatan yang tidak adaptif. Penelitian yang dilakukakan oleh Osland (2001, dalam Baron & Byrne, 2005) mengungkap bahwa orang-orang dengan gaya kelekatan menolak, menghindar dan terpreokupasi diketahui mengalami kekurangan keterampilan empati jika dibanding dengan orang-orang yang memiliki gaya kelekatan aman. Sebagai akibatnya hubungan mereka dengan orang lain mengalami masalah. Gresham & Elliot (1990, dalam Smart & Sanson, 2003) menjelaskan bahwa keterampilan empati merupakan salah satu aspek yang ada didalam kompetensi sosial. Sehingga, semakin tinggi empati seseorang maka akan semakin tinggi pula kompetensi sosialnya. Sebaliknya jika semakin rendah empati seseorang maka akan semakin rendah pula kompetensi sosialnya.

(27)

17

orang lain, akan tetapi memiliki rasa tidak percaya pada orang lain. Sebagai akibatnya mereka memiliki kecenderungan untuk menolak orang lain dalam beberapa kondisi agar tidak menjadi individu yang ditolak. Hal ini yang menyebabkan mereka melakukan aktivitas sosial dengan cara yang kurang disukai oleh orang lain. Sehingga hubungan sosial remaja dengan gaya kelekatan ini menjadi tidak berjalan dengan baik.

Sedangkan gaya kelekatan terpreokupasi membentuk kompetensi sosial yang lebih baik daripada gaya kelekatan menolak meskipun sama-sama termasuk gaya kelekatan yang tidak adaptif. Lopez, dkk. (1997) menjelaskan bahwa individu yang terpreokupasi mencari kedekatan dalam hubungan, tetapi mereka mengalami kecemasan dan malu-malu karena merasa tidak pantas menerima cinta dari orang lain. Meskipun merasa cemas, individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi tidak menolak kehadiran orang lain seperti yang terjadi pada gaya kelekatan menolak. Hal ini yang membuat kompetensi sosialnya lebih tinggi dibanding dengan gaya kelekatan menolak. Sebab kompetensi sosial sejatinya merupakan keterampilan yang digunakan saat berinteraksi dengan orang lain.

Kompetensi sosial remaja yang memiliki gaya kelekatan menghindar terhadap orang tua berbeda secara signifikan dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi. Meskipun keduanya merupakan gaya kelekatan yang tidak adaptif, namun gaya kelekatan menghindar mempunyai rata-rata kompetensi sosial yang lebih rendah dibanding gaya kelekatan terpreokupasi. Hal ini menunjukkan bahwa gaya kelekatan menghindar menjadi gaya kelekatan yang paling tidak adaptif bagi remaja dalam pembentukan kompetensi sosial. Menurut Baron & Byrne (2005) individu yang mengalami gaya kelekatan menghindar memiliki harga diri yang buruk sekaligus kepercayaan yang rendah terhadap orang lain. Sebagai akibatnya remaja dengan gaya kelekatan menghindar akan meminimalisir hubungan akrab dengan orang lain untuk melindungi diri dari kecemasan akibat ditolak. Penelitian yang dilakukan Levy, Blatt, & Shaver (1998) menunjukkan bahwa individu dengan gaya kelekatan menghindar menggambarkan orang orang tua mereka secara negatif.

Selain beberapa hal di atas peneliti menemukan bahwa 123 remaja (46,42%) yang ada di Madrasah Tsanawiyah Negeri Grogol memiliki tingkat kompetensi sosial yang rendah. Jumlah yang besar itu menunjukkan bahwa kompetensi sosial menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap masalah perilaku remaja yang terjadi di sekolah tersebut. Sebab dengan rendahnya kompetensi sosial berarti remaja memiliki kemampuan yang rendah pula pada aspek-aspek yang mampu mencegah terjadinya masalah perilaku seperti, kontrol diri, tanggungjawab, dan lain sebagainya. Terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh Aroma & Suminar (2012) menunjukkan adanya korelasi negatif antara kontrol diri dengan perilaku kenakalan remaja.Semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remaja.

Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa remaja dengan jenis kelamin perempuan memiliki rata-rata kompetensi sosial yang lebih tinggi daripada remaja dengan jenis kelamin laki-laki pada setiap gaya kelekatanya. Hal ini menyebabkan remaja laki-laki memiliki resiko lebih besar untuk mengalami masalah perilaku daripada remaja perempuan. Seperti penelitian yang dilakukan Lopez, Perez, Ochoa, & Ruiz. (2008) menunjukkan bahwa dengan pengaruh gender, keluarga, dan lingkungan sekolah remaja laki-laki menyumbang angka yang lebih besar dalam tindakan agresi daripada remaja perempuan.

(28)

18

untuk orang dewasa. Sementara subjek yang digunakan dalam penelitian adalah remaja. Hal ini memungkinkan terjadinya bias antara konsep teori yang dipakai dengan hasil penelitian.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kompetensi sosial remaja ditinjau dari gaya kelekatan terhadap orang tua dengan nilai Sig. 0,000 < 0,05. Penelitian ini membuktikan bahwa gaya kelekatan terhadap orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan kompetensi sosial pada remaja. Remaja yang memiliki gaya kelekatan aman terhadap orang tua mempunyai tingkat kompetensi sosial yang lebih tinggi dibanding dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan menolak, terpreokupasi, maupun menghindar.

Selain itu peneliti menemukan bahwa kompetensi sosial pada remaja yang memiliki gaya kelekatan menolak tidak berbeda secara signifikan dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan terpreokupasi dan menghindar. Hal itu disebabkan ketiga gaya kelekatan tersebut sama-sama merupakan gaya kelekatan yang tidak sehat secara psikologis.

Sementara kompetensi sosial pada remaja dengan gaya kelekatan terpreokupasi memiliki perbedaan yang signifikan dengan remaja yang memiliki gaya kelekatan menghindar. Meskipun keduanya termasuk gaya kelekatan yang tidak sehat secara psikologis, namun remaja dengan gaya kelekatan terpreokupasi tidak memiliki kecenderungan untuk menolak kehadiran orang lain sebagaimana yang terjadi pada remaja dengan gaya kelekatan menolak dan menghindar.

(29)

19

DAFTAR PUSTAKA

Allen, J. P., dkk. (2002). Attachment and autonomy as predictors of the development of social skills and delinquency during midadolescence. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 70, (1), 56–66.

Aroma, I. S. & Suminar, D. R. (2012). Hubungan antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perekembangan, 01, (2), 1-6

Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial jilid II. (Terj. R. Djuwita, M. M. Parman, D. Yasmina, & L. P. Lunanta). Jakarta: Erlangga.

Cillessen, A. H. N. & Bellmore A. D. (tt).Social skills and social competence in interactions with peer.In Smith, Peter K., Hart, Craig H. (Eds). The Wiley-Blackwell Handbook of Childhood Social Development.Second Edition. (pp. 393-395). Blackwell Publishing Ltd.

Clikeman, M. S. (2007). Social competence in children. Michigan: Springer Science + Business Media, LLC.

Desmita. (2014). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Durkin, K. (1995). Developmental social psychology. Malden: Blackwell Publisher Ltd. Emilia & Leonardi, T. (2013). Hubungan antara kompetensi sosial dengan perilaku

cyberbullying yang dilakukan oleh remaja usia 15-17 tahun. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 2, (2), 79-89.

Engels, R. C. M. E., Finkenaur, C., Meeus W., &Dekovic, M. (2001). Parental attachment and adolescent’s emotional adjustment: the associations with social skills and relation competence. Journal of Counseling Psychology, 48, (4), 428-439.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan. (Terj. Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.

Green, J. D. & Cambell, W. K. (2000). Attachment and exploration in adults: Chronic and contextual accessibility. Personality ang Social Psychology Buletin, 26, (4), 452-461. Groot, Jodi Morstein. (2009). Assesing behavior and social competence of severely

emotionally disturbed youth admitted to psychiatric residential treatmen. Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nursing, 22, (3), 143-149.

Langeveld, J. H. & Gurdensen, K. K., & Svartdal, F. (2012). Social competence as a mediating factor in reduction of behavioral problems. Scandinavian Journal of Educational Research. 119, iFirst Article.

(30)

20

Lopez, E. E., Perez, S. M., Ochoa, G. M., & Ruiz, D. M. (2008) Adolescent agression: effect of gender and family and school environments. Journal of Adolescence, 31, 433-450. Lopez, F. G. (1997). Student-professor relationship styles, childhood attachment bond and

current academic orientation. Journal of Social and Personal Relationships, 14, 2, 271-282.

Lopez, F. G., dkk. (1997) Attachment styles, shame, guilt, and collaborative problem-solving orientations. Personal Relationship, 4, 187-199.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2002). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Papalia, D.E, Olds S. W., &Feldman R. D. (2009). Perkembangan manusia buku I. Jakarta: Salemba Humanika.

Santrock, J. W. (2007). Remaja jilid II. (Terj. B. Widyasinta). Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2012). Perkembangan masa hidup jilid I. (Terj. B. Widyasinta). Jakarta: Erlangga.

Smart, Diana.& Sanson, Ann. (2003). Social competence in young adulthood, its nature and antecendents. Family matter, no.64. Australian Institute of family studies.

(31)

21

Lampiran 1

(32)

22

TabelBlueprint

Skala Kompetensi SosialSebelum Tryout

No Aspek Indikator perilaku Item

Favorable Unfavorable

1. Asertif

Inisiatif menanyakan informasi 1 30

Memulai percakapan dengan orang lain 25 9

Memberi tanggapan pada tindakan orang lain 3 8

Memperkenalkan diri terlebih dahulu apabila

bertemu orang baru 27

Bersedia menyampaikan pendapatnya 14

2. Kooperatif

Dapat bekerjasama dengan orang lain 5, 6 10

Mampu berbagi sesuatu hal dengan orang lain 34

Mematuhi aturan-aturan yang dibuat 24 15

Mau memenuhi permintaan orang lain 7

3. Empati

Peduli dengan orang yang sedang mengalami

musibah atau masalah 16 19

Menghormati perasaan orang lain 28 20

Mampu melihat sesuatu dari sudut pandang

orang lain 11 23

4. Tanggungjawab

Bersedia mengkomunikasikan hal-hal yang

serius dengan orang dewasa 29 22

Bersedia melaksanakan tugas atau kewajibanya 12 2, 33

Menghormati pekerjaan yang dimiliki 17

5. Pengendalian diri

Mampu berkompromi dengan baik saat berada

dalam tekanan 31 18

Tidak gampang tersulut emosi 21 4

Melakukan tindakan-tindakan yang tepat saat

(33)

23

Tabel Blueprint

Skala Gaya KelekatanSebelum Tryout

No Gaya

Kelekatan Indikator perilaku Item

1. Aman Menunjukkan relasi yang hangat

dengan orang tua.

1b, 2c, 3c, 4d, 5a, 6a, 7d, 8b, 9d, 10c, 11b,

12c, 13c, 14a, 15b, 16d, 17b, 18d

2.

Takut-Menghindar

Meminimalkan hubungan akrab

dengan orang tua untuk

menghindari penolakan.

1c, 2b, 3d, 4a, 5b, 6d, 7b, 8a, 9c, 10b, 11a,

12b, 13b, 14b, 15d, 16a, 17d, 18c

3. Terpreokupasi

Menginginkan hubungan dekat

dengan orang tua tapi merasa

malu-malu melakukanya.

1d, 2a, 3b, 4c, 5c, 6b, 7a, 8c, 9b, 10a, 11d,

12a, 13c, 14c, 15a, 16c, 17c, 18b

4. Menolak Menolak orang tua pada suatu titik hubungan.

1a, 2d, 3a, 4b, 5d, 6c, 7c, 8d, 9a, 10d, 11c,

(34)

24

Lampiran 2

(35)

25

Isilah identitas saudara/i dibawah ini: (beri tanda centang (√ ) yang sesuai dengan anda)

Nama :

1. Pilihlahjawaban yang paling

sesuaidengankeadaansaudara/idenganmemberikantandacentang (√ ) padasalahsatujawaban yang telahtersediadenganketentuan :

SS : BilaandaSangatSetujudenganpernyataan

S : BilaandaSetujudenganpernyataan

TS : BilaandaTidakSetujudenganpernyataan

STS : BilaandaSangatTidakSetujudenganpernyataan

2. Apabila saudara/i inginmenggantijawaban, beritanda (=)padajawaban yang telahsaudara/i buatsebelumnya. Kemudianberilahtandasilang (√ )padajawabanbaru.

1. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keaadaan saudara/i dengan memberikan tanda (X) pada jawaban A, B,C atau D yang menurut saudara/i sangat sesuai dengan diri saudara/i.

2. Apabila saudara/i ingin mengganti jawaban,beri tanda (=) pada jawaban yang telah saudara/i buat sebelumnya. Kemudian berilah tanda (X) pada jawaban baru.

Contoh :

a. Saya anak pertama b. Saya anak kedua c. Saya anak ketiga d. Saya anak terakhir

(36)

26

SKALA 1

No. Pernyataan Respon

SS S TS STS

1. Ketika kurang mengerti sesuatu hal, saya selalu bertanya pada orang lain.

2. Sayasering mengabaikan tugas yang diberikan kepada saya.

3. Saya sering memberi tanggapan saat ada teman yang menyampaikan pendapatnya kepada saya.

4. Saya mudah tersulut emosi saat ada orang lain yang merugikan saya.

5. Ketika mendapat tugas kelompok, saya selalu melibatkan diri saya sepenuhnya.

6. Bagi saya bekerjasama akan membuat semua tujuan lebih mudah dicapai.

7. Saat teman saya meminta bantuan, saya akan berusaha membantu.

8. Saya jarang memberi komentar pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh teman saya.

9. Sayajarangmemulaipercakapandengan orang lain.

10. Saya sering merasa kesulitan saat bekerjasama dalam tim.

11. Saattemansayamenceritakansesuatu, sayadapatmemahamiapa yang iarasakan.

12. Sayaselaluberusahamenyelesaikantugas yang diberikan kepada saya.

13. Saat mengalami perselisihan dengan teman, saya memilih mengalah untuk menghindari perkelahian.

14. Sayaseringmenyampaikanpendapatsayakepada orang lain. 15. Saya bukan orang yang suka terikat dengan aturan.

16. Saat teman sedang bersedih, saya berusaha menghiburnya.

(37)

27

18. Saat ada teman yang salah faham, saya kesulitan untuk menjelaskan yang sebenarnya.

19. Sayabersikapbiasasajasaat ada teman yang sedang terkenamusibah.

20. Saat ada teman yang mencurahkan isi hatinya, saya jarang mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

21. Saya mampu bersikap tenang saatada orang yang mengolok-olok saya.

22. Saya enggan membicarakan masalah yang sedang saya hadapi dengan orang-orang yang lebih tua dari saya.

23. Sayakurangmampumemahamiperasaantemansaatiamenceri takanisihatinya.

24. Saya selalu mematuhi kesepakatan yang telah dibuat oleh kelompok saya.

25. Saatbertemuteman,

biasanyasayamemulaipercakapanlebihdulu.

26. Jika ada teman yang tiba-tiba marah pada saya, saya akan bertanya baik-baik penyebab kemarahanya.

27. Saya suka memperkenalkan diri terlebih dahulu saat berjumpa orang-orang baru.

28. Saatberbicaradengan orang lain, saya juga mempertimbangkansuasanahatinya.

29. Saya sering berkomunikasi dengan orang yang lebih tua untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

30. Sayajarangmenanyakansesuatu yang tidaksayamengerti kepada orang lain.

31. Ketika saya mengalami masalah dengan teman, saya akan membicarakanya secara baik-baik.

32. Saya sering berkelahi untuk menyelesaikan perselisihan yang saya alami.

(38)

28

34. Saya akan melakukan semua hal yang saya bisa agar kelompok saya dapat mencapai tujuan.

SKALA 2

1. Saat orang tua saya tiba di rumah, hal pertama yang saya lakukan adalah... a) Melanjutkan aktivitas seperti biasa tanpa terpengaruh kedatanganya. b) Menyambut dengan cara mengajak berbicara.

c) Pergi ke ruangan sebelah/tempat lain di luar rumah.

d) Melakukan aktivitas yang dapat menarik perhatian orang tua.

2. Ketika orang tua saya menanyakan masalah yang sedang saya hadapi, saya menanggapinya dengan cara...

a) Menceritakan sebagian saja agar tidak merasa malu. b) Melakukan aktivitas lain untuk mengalihkan pembicaraan. c) Menceritakan semua permasalahan yang sedang saya hadapi. d) Mengatakan ke orang tua bahwa saya bisa menyelesaikanya sendiri. 3. Harapan saya terhadap orang tua saya saat ini adalah...

a) Tidak terlalu mencampuri setiap aktivitas yang saya lakukan. b) Lebih memperdulikan saya sebagai anaknya.

c) Menjaga kasih sayangnya seperti sekarang. d) Tidak berlebihan dalam memperhatikan saya.

4. Saat orang tua saya pergi ke luar kota selama beberapa hari, saya merasa... a) Nyaman karena pertemuan saya dengan orang tua menjadi lebih sedikit. b) Senang karena tidak ada yang mencampuri aktivitas yang saya lakukan. c) Takut perhatian orang tua kepada saya semakin berkurang.

d) Rindu dengan keberadaan orang tua di rumah.

5. Jika orang tua mengajak saya makan bersama, maka saya akan... a) Menerima permintaan tersebut tanpa ragu-ragu.

b) Melakukan aktivitas lain agar orang tua membatalkan ajakanya.

c) Menanyakan beberapa hal mengenai aktivitas tersebut sebelum mengambil keputusan. d) Mengatakan kepada orang tua bahwa saya lebih suka makan sendiri.

(39)

29

b) Memperdulikan anaknya saat anak mencari perhatian saja. c) Terlalu mencampuri urusan anaknya.

d) Berlebihan dalam memperhatikan anaknya.

7. Ketika saya berada di samping orang tua, saya biasanya akan.... a) Kebingungan mencari cara untuk memulai percakapan.

b) Segera berpindah ke tempat lain untuk menghindari percakapan. c) Melakukan aktivitas seperti biasa tanpa terganggu keberadaanya. d) Melakukan obolan santai dengan orang tua.

8. Saat orang tua saya melakukan suatu aktivitas di depan saya, maka saya akan... a) Melakukan aktivitas lain agar tidak diajak mengerjakan aktivitas yang sama. b) Menawarkan diri untuk melakukan aktivitas bersama-sama.

c) Berharap orang tua menawarkan ajakan untuk melakukan aktivitas bersama. d) Membiarkan saja orang tua melakukan aktivitas tersebut.

9. Saat orang tua ikut menonton acara televisi yang sedang saya tonton, maka saya akan... a) Tetap menonton televisi tanpa menghiraukan keberadaan orang tua.

b) Menunggu orang tua mengajak bercakap-cakap lebih dulu.

c) Menyudahi aktivitas menonton televisi yang sedang saya lakukan.

d) Mengajak orang tua bercakap-cakap mengenai acara televisi yang saya tonton. 10. Saat orang tua saya hendak pergi ke suatu tempat, maka saya akan....

a) Berharap diajak pergi bersama.

b) Meninggalkan orang tua agar tidak diajak pergi bersama. c) Menawarkan diri untuk ikut pergi bersama.

d) Membiarkan orang tua pergi begitu saja.

11. Saat orang tua mengajak saya bercerita banyak hal, saya merasa... a) Cemas karena takut salah bersikap saat melakukanya.

b) Senang karena bisa saling berbagi dengan orang tua. c) Kurang tertarik dengan aktivitas tersebut.

d) Malu karena tidak terbiasa dengan aktivitas tersebut.

12. Saat mengetahui orang tua saya sedang memiliki banyak waktu luang di rumah, hal yang saya lakukan adalah...

(40)

30

d) Tetap melakukan aktivitas sebagaimana mestinya tanpa memperdulikan waktu luang orang tua.

13. Jika orang tua memarahi saya karena suatu kesalahan yang saya lakukan biasanya saya akan....

a) Tidak begitu mendengarkan kemarahanya. b) Menghindari kontak dengan orang tua. c) Mengakui kesalahan yang saya buat.

d) Kebingungan untuk memperbaiki hubungan dengan orang tua.

14. Jika orang tua saya memberi saran mengenai masalah yang sedang saya alami maka saya akan...

a) Menerima saran tersebut karena percaya dengan orang tua.

b) Berpura-pura setuju agar orang tua segera mengakhiri pembicaraan. c) Berbasa-basi sebelum menerima tawaran tersebut.

d) Mengatakan kepada orang tua untuk tidak terlalu ikut campur.

15. Saat orang tua sedang sibuk dengan pekerjaanya, hal yang sering saya fikirkan adalah... a) Cara agar orang tua tetap bisa memperhatikan saya ditengah kesibukanya.

b) Bangga dengan orang tua karena itu merupakan bukti tanggungjawabnya. c) Lebih baik orang tua saya seperti itu agar tidak mengganggu aktivitas saya. d) Saya bebas melakukan aktivitas tanpa takut mengecewakan orang tua.

16. Jika orang tua saya ingin mengetahui sesuatu yang saya rahasiakan dari kebanyakan orang, maka saya akan...

a) Mengalihkan pembicaraan agar orang tua tidak menanyakan hal itu lagi. b) Tidak menceritakan hal tersebut kepada orang tua untuk menjaga privasi saya. c) Merasa kebingungan harus menceritakan hal tersebut atau tidak.

d) Menceritakan apa yang ingin diketahui orang tua saya tersebut.

17. Saat orang tua melarang saya melakukan sesuatu yang saya inginkan, maka saya akan... a) Tetap melakukannya karena orang tua tidak mengerti apa-apa mengenai hal tersebut. b) Menurut karena yakin bahwa larangan tersebut demi kebaikan saya juga.

c) Tidak melakukanya karena takut dibenci orang tua.

(41)

31

18. Sebelum pergi bermain ke suatu tempat di luar rumah hal yang biasa saya lakukan adalah...

a) Langsung pergi ke tempat tersebut tanpa melakukan pembicaraan dengan orang tua. b) Meminta izin kepada orang tua agar mereka memberi perhatian pada saya.

(42)

32

Lampiran 3

(43)

33

Tabulasi Hasil Tryout Skala Kompetensi Sosial

SUBJEK ITEM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

(44)

34

(45)

35

Tabulasi Hasil Tryout Skala Gaya Kelekatan

SUBJEK ITEM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 1 1 1 3 3 1 3

2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 1 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

5 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3

6 2 1 1 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 1 1

7 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 1 3

8 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3

9 2 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 1 1 1

10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 1

12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

13 1 1 1 3 1 1 3 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 3

14 1 1 4 1 3 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 4 1 3

15 3 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1

16 2 2 2 1 2 1 2 1 2 3 2 1 1 1 3 3 4 2

17 1 1 3 1 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 3 3 1 3

18 2 1 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 3

19 1 1 1 1 1 1 2 1 1 3 1 1 1 1 1 2 1 1

20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 1

21 1 1 1 1 1 1 2 1 1 3 1 1 1 1 1 2 1 3

22 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 3

23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1

24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3

25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

27 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 3 3 1 3 3 2 1

(46)

36

29 1 1 1 1 1 1 1 1 4 3 1 1 1 1 3 1 1 1

30 2 4 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 4 1 3 4 1 1

31 1 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 2 2 4 4 2 2 1

32 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 4 4 2 2 1

33 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1

34 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 1 1 1 3 1 1 3

35 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3

36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1

37 2 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

38 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 4 2 1 1

39 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

40 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 1 2 1 1 1 1 1

41 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 3 1 3 3 1 3

42 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

43 1 4 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 4 1 1

44 1 1 1 1 1 1 1 3 2 2 1 1 1 1 1 4 1 3

45 2 2 1 1 3 1 1 1 2 1 3 3 1 1 3 2 1 3

46 3 3 3 3 1 1 1 2 2 3 1 3 1 1 1 4 1 2

47 3 1 1 1 1 1 1 3 4 3 3 1 1 1 3 1 1 3

48 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 2 3 4 2 3

49 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 3

50 1 1 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 2 1 1 2 1 3

(47)

37

Lampiran 4

Hasil Analisis Validitas & Reliabilitas Skala

(48)

38

Hasil Analisa Validitas & Reliabilitas Skala Kompetensi Sosial

(49)

Gambar

Tabel 1.
Tabel 3. Deskripsi Subjek Penelitian
Gambar 1. Jumlah subjek berdasarkan gaya kelekatan.
Gambar 2. Rata-rata kompetensi sosial berdasarkan gaya kelekatan.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tunjangan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah tunjangan yang diberikan setiap bulan kepada pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Selain itu dengan berinvestasi pada proyek-proyek yang memberikan return yang lebih besar dari biaya modal ( cost of capital ) berarti perusahaan hanya menerima proyek yang

Apabila peringatan, kewajiban dan atau perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dilaksanakan, pengawas pestisida melaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

 Injection Pump Inline. Pada sistem bahan bakar mesin ini menggunakan injection pump inline karena pompa injeksi tersebut dimana 1 plunger menyuplai 1 silinder, jadi

Pada hari ini, rabu tanggal delapan belas bulan september tahu dua ribu empat belas, Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Gabungan Antara Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing

Dengan ini mengundang Saudara untuk hadir pada tahapan Klarifikasi dan Pembuktian Kualifikasi, yang.. akan dilaksanakan

08 Retribusi Pengangkutan Sampah dari Sumbernya dan/atau Lokasi Pembuangan Sementara ke Lokasi Pembuangan/Pembuangan Akhir

Berdasarkan metode cross-sectional study maupun multivariate yang digunakan dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan