EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIENCONGESTIVE HEART
FAILURE(CHF) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI
RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JULI–DESEMBER 2012 KAJIAN : KEAMANAN PENGOBATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Ventaria Paska Pradibta NIM : 108114068
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIENCONGESTIVE HEART
FAILURE(CHF) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI
RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JULI–DESEMBER 2012 KAJIAN : KEAMANAN PENGOBATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Ventaria Paska Pradibta NIM : 108114068
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Pekerjaan hebat tidak dilakukan dengan kekuatan,
Tetapi dengan ketekunan dan kegigihan. –Samuel
Jhonson-Allah memberikan kepada kita buak roh ketakutan,
melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertibatn
-Timotius
1:7-Karya kecil ini ku persembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Bapak dan Ibu Adiku
Ajeng, Yulia, Cips
Tyas, Ndanda, Agnes, Ciptaning, Elvira Petrus Kiki
Teman-teman FKK A 2010 Teman-teman angkatan 2010
Serta
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu penulisan skipsi ini, antara lain :
1. Bapak Antonius Sudibya, S.Pd dan Ibu Veronicha Tri Hartatik, M.Pd atas kasih sayang, doa, dukungan berupa dukungan moral dan moril, serta pengertiannya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. 2. Dra. Th.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt selaku Dosen
Pembimbing atas bimbingan, kesabaran, perhatian, dukungan, serta saran-saran yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Dra. A.M. Wara Kusharwanti, M.Si., Apt. Apt selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan, kesabaran, perhatian, dukungan, serta saran-saran yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.
4. Direktur Rumah Sakit, Unit Personalia, Unit Rekam Medik serta seluruh staff Rumah Sakit Panti Rapih yang telah memberikan ijin penelitian.
5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji atas bimbingan dan saran-saran dalam penulisan skripsi.
viii
7. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
8. Adikku, Vera Paska Pradibta atas doa dan dukunganya dalam penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan dalam tim Tyas, Ciptaning, Giovana, Agnes, dan Elvira yang selalu berbagi semangat dalam penulisan skripsi ini.
10. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga Tuhan yang Maha Kuasa memberikan berkat-Nya kepada seluruh pihak yang berperan dalam penyelesaian sripsi ini. Dengan segala rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menjadikan skripsi ini lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi banyak pihak.
Yogyakarta, 7 Agustus 2014
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
PRAKATA... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
INTISARI... xx
ABSTRACT... xxi
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 3
x
3. Manfaat Penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan Umum ... 6
2. Tujuan Khusus ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7
A. Congestive Heart Failure(CHF) ... 7
1. Epidemiologi ... 7
2. Etiologi ... 8
3. Patofisiologi... 9
4. Manifestasi Klinis... 12
5. Klasifikasi... 13
B. TerapiCongestive Heart Failure(CHF)... 14
C. Keamanan Penggunaan Obat ... 26
D. Keterangan Empiris... 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 29
C. Subjek Penelitian... 31
D. Bahan dan Instrumen Penelitian... 32
E. Lokasi Penelitian... 33
F. Tata Cara Penelitian ... 33
xi
2. Tahap Pengumpulan Data... 33
3. Tahap Pengolahan Data dan Analisis Hasil... 33
G. Keterbatasan Penelitian ... 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Karakteristik Demografi Pasien ... 36
1. Jenis Kelamin ... 36
2. Usia... 37
3. Lama Perawatan ... 38
4. Penyakit Penyerta ... 39
B. Profil Pengobatan ... 41
1. Penggunaan Obat pada Pasien CHF ... 41
2. Penggunaan Obat Kardiovaskuler ... 43
3. Penggunaan Obat Lain ... 49
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) terkait Aspek Keamanan Pengobatan ... 55
1. Kajian Interaksi Obat... 55
2. Kajian Kontraindikasi... 59
3. KajianAdverse Drug Reaction... 60
4. Kajian Dosis ... 61
D. Rangkuman EvaluasiDrug Related Problems(DRPs)... 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 64
xii
B. Saran... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
LAMPIRAN ... 96
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kelas Fungsional Congestive Heart Failure menurut
NYHA... 13
Tabel II. Penggolongan American College of Cardiology-American Heart Association (ACC/AHA) dan
KlasifikasiNew York Association (NYHA)... 13
Tabel III. Terapi Obat Gagal Jantung Menurut NYHA... 14
Tabel IV. Obat yang Digunakan Untuk Terapi Congestive Heart
Failure... 22
Tabel V. Obat yang Golongan Diuretika yang Digunakan Untuk
TerapiCongestive Heart Failure... 26
Tabel VI. PenggolonganDrug Theraphy Problems... 27
Tabel VII. Kategori dan Penyebab UtamaDrug Therapy Problems
Terkait Aspek Keamanan ... 28
Tabel VIII. Distribusi Jumlah Kasus Penyakit Penyerta pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 41
Tabel IX. Distribusi Kelas Terapi Obat pada Pengobatan CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
xiv
Tabel X. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Diuretika pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 44
Tabel XI. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Antihipertensi pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 45
Tabel XII. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Antikoagulan, Antiplatelet, dan Antifibrinolitik pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 46
Tabel XIII. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Anti Angina pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 47
Tabel XIV. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Obat Inotropik Positif dan Obat Aritmia pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Juli-Desember 2012... 47
Tabel XV. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Obat Hipolipidemik, Obat Syok dan Hipotensi, dan Obat Gangguan Sirkulasi Darah pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
xv
Tabel XVI. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Obat Sistem Saraf Pusat pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012 ... 50
Tabel XVII. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Obat Saluran Pernapasan pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012 ... 51
Tabel XVIII. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Obat Saluran Pencernaan pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012 ... 52
Tabel XIX. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Anti Infeksi pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 52
Tabel XX. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Analgesika dan Antigout pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
xvi
Tabel XXI. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Obat Sistem Endokrin pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012 ... 54
Tabel XXII. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Obat Gizi pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 54
Tabel XXIII. Distribusi Jumlah Kasus DRPs Potensial Interaksi Obat pada Pengobatan CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember
2012 BerdasarkanDrug Interaction Facts2007 ... 59
Tabel XXIV. Distribusi Jumlah Kasus DRPs Dosis Kurang pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 ... 61
Tabel XXV. Rangkuman DRPs yang Terjadi pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Algoritma Terapi Menurut ACCF/AHA untuk Stage C... 15
Gambar 2. Skema Pemilihan Subjek Penelitian ... 32
Gambar 3. Distribusi Jumlah Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37
Gambar 4. Distribusi Jumlah Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012 Berdasarkan Usia Menurut WHO ... 38
Gambar 5. Distribusi Jumlah Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012 Berdasarkan Lama Rawat... 39
Gambar 6. Perbandingan Jumlah Pasien yang Terdapat DRPs
dengan yang Tidak Terdapat DRPs ... 62
Gambar 7. Bagan Jumlah Rekomendasi Terhadap DRPs Potensial atau Aktual yang Terjadi pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 1 ... 70
Lampiran 2. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 2 ... 73
Lampiran 3. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 3 ... 76
Lampiran 4. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 4 ... 78
Lampiran 5. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 5 ... 81
Lampiran 6. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 6 ... 84
Lampiran 7. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 7 ... 87
Lampiran 8. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 8 ... 89
Lampiran 9. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 9 ... 91
Lampiran 10. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 10 ... 93
Lampiran 11. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 11 ... 95
Lampiran 12. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 12 ... 97
Lampiran 13. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 13 ... 99
Lampiran 14. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 14 ... 102
Lampiran 15. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 15 ... 104
xix
Lampiran 17. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 17 ... 108
Lampiran 18. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 18 ... 111
Lampiran 19. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 19 ... 113
Lampiran 20. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 20 ... 115
Lampiran 21. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 21 ... 117
Lampiran 22. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 22 ... 119
Lampiran 23. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 23 ... 122
Lampiran 24. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 24 ... 124
Lampiran 25. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 25 ... 127
Lampiran 26. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 26 ... 129
Lampiran 27. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 27 ... 132
Lampiran 28. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 28 ... 134
Lampiran 29. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 29 ... 136
Lampiran 30. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 30 ... 138
Lampiran 31. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 31 ... 140
Lampiran 32. Analisis SOAP Rekam Medik Subjek No. 32 ... 142
xx INTISARI
Pada penderita Congestive Heart Faliure (CHF) secara fisiologis diikuti dengan penyakit penyerta lain baik itu sebagai penyakit komplikasi maupun penyakit penyebab, misalnya hipertensi sehingga dalam terapinya membutuhkan beberapa macam obat. Pemberian bermacam-macam obat tanpa memperhitungkan dengan baik terapi justru akan merugikan pasien karena dapat mengakibatkan
Drug Related Problems (DRPs) sehingga peran farmasi sangatlah penting.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi profil penggunaan obat dan mengevaluasi DRPs dari sisi keamanan yang terjadi pada pasien CHF.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskripstifcross-sectional, pengambilan data secara retrospektif dengan menggunakkan lembar rekam medik. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode Subjective, Objective, Assesment, Plan dan dibandingkan dengan standar yang sesuai.
Kasus yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 32 pasien. Golongan obat kardiovaskuler yang paling banyak digunakan adalah diuretika. Hasil evaluasi menunjukkan adanya DRPs meliputi potensial interaksi obat sebanyak 14 kasus, Adverse Drug Reaction sebanyak 1 kasus, dosis kurang sebanyak 2 kasus, tidak ditemukan kasus DRPs dosis berlebih, dan tidak ditemukan kasus DRPs kontraindikasi. Dari DRPs yang terjadi dilakukan pemantauan sebanyak 14 kasus dan penyesuaian dosis sebanyak 3 kasus. Pada penelitian ini masih ditemukan
Drug Related Problemsterkait aspek keamanan pengobatan.
xxi ABSTRACT
Patient with Congestive Heart Failure (CHF) are physiologically often accompanied by a range of co morbidities either complication or cause disease. For example in hypertension disease, it requires some kinds of medicine in its therapy process. The provision of various medicines which does not consider the therapy well may harm the patients since it can cause Drug Related Problems (DRPs). Therefore, the role of pharmacist is very important here. This study aims to identify the profile of medicines usage and evaluate DRPs from the safety aspects of the CHF patients.
This research was an observational research in the form of a cross-sectional descriptive research. The data were obtained retrospectively using medical records. The data were analyzed using Subjective, Objective, Assessment, Plan methods and compared to the appropriate standards.
There were 32 patients who belonged to the inclusion criteria was the cardiovascular drug which was mostly used. The evaluation result indicated that there were DRPs in 14 cases of potential drug interactions, one case of Adverse Drug Reaction, 2 cases of dose too low, no cases of dose too high, and no case of contraindication. Based on the DRPs there were monitoring toward 14 cases and dose adjustment toward 3 cases. It was found that there were Drug Related Problems in safety aspect for medical treatment.
Keywords: Congestive Heart Failure (CHF), safety, Drug Related Problems
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Congestive Heart Faliure (CHF) merupakan suatu sindrom klinik yang dicirikan oleh kegagalan ventrikel kiri dan/atau kanan jantung dalam mempertahankan aliran darah yang memadahi di dalam sistem sirkulasi sehingga proses penyaluran oksigen, serta zat-zat lain yang diperlukan oleh tubuh ke jaringan terganggu (SIGN, 2007). Sesuai data Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) dari 5 rumah sakit di Indonesia tahun 2006, menunjukkan angka mortalitas pasien dengan gagal jantung mencapai 6,7%. Sedangkan data dari RS Jantung Harapan Kita (2008) menunjukkan peningkatan rawat inap dan mortalitas akibat gagal jantung sekitar 12%. Follow up jangka panjang dari pasien ADHERE di RS Jantung Harapan Kita Jakarta, mortalitas mencapai 50% dalam 4 tahunfollow up(Arivianti, 2012).
berinteraksi menurun, sehingga efek farmakologi dari obat yang berinteraksi tersebut malah justru tidak tercapai.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2008) DRPs pada pasien gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode Juni 2007 hingga November 2007 menemukan 19 kasus dari 29 pasien yang diteliti dengan 31 kejadian meliputi indikasi yang tidak diterapi 3 kejadian (9,68%), obat dengan indikasi yang tidak sesuai 3 kejadian (9,68%), obat salah 6 kejadian (19,35%), dosis terlalu rendah tidak ada (0%), reaksi obat yang tidak diinginkan 14 kejadian (45,16%), dosis terlalu tinggi 2 kejadian (6,45%), serta gagal menerima obat 3 kejadian (9,68%). Hal tersebut menuntut pemerintah dan praktisi kesehatan yang lain, terutama farmasis untuk terus meningkatkan pelayanan dibidang kesehatan, salah satunya dengan mengadakan pengobatan yang aman. Pengobatan yang tepat, aman, dan efektif sangat penting untuk mencapai tujuan terapi sehingga dapat mengurangi gejala, tanda, serta dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyakit Congestive Heart Faliure yang dapat berujung pada kematian (Depkes RI, 2008).
penting dilakukan. Penelitian akan dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta karena Rumah Sakit ini termasuk salah satu Rumah Sakit Swasta terkenal di Yogyakarta dan Rumah Sakit ini memiliki tenaga ahli, sarana, dan prasarana kesehatan yang baik, sehingga dinilai dapat memberikan pelayanan medis bagi kasus-kasus berat, termasukCongestive Heart Faliure.
1. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, masalah yang muncul diuraikan sebagai berikut : a. Seperti apakah profil penggunaan obat pada pasien Congestive Heart
Failure?
b. Drug Related Problems apa saja yang mungkin timbul terkait aspek keamanan pengobatan pada pasienCongestive Heart Failuremeliputi :
1) Interaksi obat 2) Kontraindikasi
3) Adverese Drug Reaction
4) Dosis Obat
c. Bagaimana rekomendasi yang dapat diberikan terkait Drug Related Problemspotensial atau aktual yang terjadi ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis, beberapa penelitian yang
(CHF) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 (Kajian : Keamana Pengobatan)” antara lain :
a. Gambaran Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Congestive Heart Failure (CHF) Rawat Jalan RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Periode April-Juni 2011 oleh Widhi (2011). Penelitian yang dilakukan oleh Widhi merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif dengan pengambilan data bersifat prospektif dan menggunakan metode kuesioner.
b. Identifikasi Drug Related Problem’s (DRP’s) pada Pasien dengan DiagnosisCongestive Heart Failuredi Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang (Hadiatussalamah, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan rancangan studi non-eksperimental, serta pengambilan data secara retrospektif. Evaluasi pengobatan menggunakan Guideline American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) dan identifikasi Drug Related Problem’smeliputi faktor indikasi yang tidak diterapi, obat dengan indikasi yang tidak sesuai, obat salah, dosis terlalu rendah, reaksi obat yang tidak diinginkan, dosis terlalu tinggi, serta kepatuhan.
keamanan dilihat dari Adverse Drug Reaction dan dose too high yang dikaitkan dengan aspekcompliance.
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang “Evaluasi Pengobatan pada Pasien Congestive Heart Faliure(CHF) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 (Kajian : Keamana Pengobatan)”belum pernah dilakukan.
Perbedaan penelitian ini dibandingan dengan penelitian di atas adalah terletak pada subjek penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, variabel penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif cross-sectional yang menggunakan data retrospektif. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi DRPs terkait keamanan serta memberikan rekomendasi terhadap DRPs potensial atau aktual yang terjadi.
3. Manfaat penelitian Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan pemilihan terapi Congestive Heart Failure yang mendukung kerasionalan pengobatan.
b. Bagi Peneliti
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Drug Related Problems
(DRPs) berdasarkan aspek keamanan pengobatan pada pasien Congestive Heart Failure.
2. Tujuan Khusus:
a. Memberi gambaran profil penggunaan obat pada pasien Congestive Heart Failure.
b. Evaluasi DRPs terkait aspek keamanan pada pasien Congestive Heart Failure, meliputi :
1) Identifikasi jumlah dan jenis kasus interaksi obat 2) Identifikasi jumlah dan jenis kasus kontraindikasi
3) Identifikasi jumlah dan jenis kasusAdverese Drug Reaction
4) Identifikasi jumlah dan jenis kasus dosis obat
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Congestive Heart Failure(CHF) 1. Epidemiologi
Jantung merupakan organ utama dan terpenting dalam sistem sirkulasi. Fungsi jantung dalam sistem sirkulasi adalah memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, baik pada saat istirahat maupun melakukan aktivitas. Congestive Heart Failure merupakan sindrom klinis yang kompleks yang dapat mengakibatkan gangguan jantung struktural maupun fungsional sehingga mengganggu kemampuan ventrikel menerima atau memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Manifestasi klinis dariCongestive Heart Failureantara lain dyspnea (sesak napas) dan fatique (kelelahan) yang dapat membatasi aktivitas, serta retensi cairan yang dapat menyebabkan kongesti paru dan edema perifer (Kimbleet al, 2009).
Diperkirakan terdapat 5 juta orang di Amerika Serikat (1,5% sampai 2% dari populasi) mengidap Congestive Heart Failure. Prevalensi terus meningkat dengan 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kejadian Congestive Heart Failure kira-kira sebesar 10 per 1000 pada populasi dengan usia diatas 65 tahun sehingga merupakan penyebab umum hospitalisasi pada pasien usia tua (Kimbleet al, 2009).
2. Etiologi
Penyebab Congestive Heart Faliure dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama, yaitu :
a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch block), dan berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati). b. Kegagalan yang berhubungan denganoverload(hipertensi).
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikardium atau efusi perikardium (tamponade).
3. Patofisiologi a. Mekanisme Dasar
Disfungsi miokardial dan berkuranganya curah jantung akibat disfungsi menyebabkan adanya pembesaran volume intravaskular dan mengaktivasi sitem neurohormonal, terutama pada sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensin. Kemudian terjadi respon kompensasi untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital melalui mekanisme peningkatan preload ventrikel kiri, menstimulasi kontraktilitas miokardial, dan peningkatan tonus arteri. Secara akut, respon kompensasi ini berfungsi untuk menjaga curah jantung dengan membiarkan jantung bekerja pada volume diastolik akhir yang lebih tinggi, yang mengakibatkan peningkatan volume sekuncup. Vasokonstriksi perifer yang terjadi memungkinkan terjadinya redistribusi regional curah jantung ke organ-organ vital. Tetapi, respon kompensasi yang terjadi akan mendorong berlangsungnya penyakit (Bruntonet al, 2011).
(seperti norepinefrin (NE) dan angiotensin II) dapat bekerja langsung pada miokardium (Bruntonet al, 2011).
Beberapa menit setelah serangan jantung akut, usaha tubuh akan berlanjut ke stadium berikutnya. Pada stadium lanjutan ini, secara khas akan ditdanai oleh dua peristiwa, yaitu :
1) Retensi air oleh ginjal sehingga volume darah meningkat.
2) Pemulihan fungsi jantung secara progresif yang dapat berlansung dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan (Herman, 2011).
Pada Congestif Heart Failure, curah jantung berkurang dibdaningkan normal yang menyebabkan aliran darah ke ginjal juga akan berkurang sehingga fungsi ginjal akan mengalami gangguan. Akibatnya, pembentukan urin juga akan berkurang. Apabila curah jantung berkurang sampai setengah atau dua-pertiga curah jantung normal, akan mengakibatkan anuria yang dikarenakan produksi urin terhenti. Gangguan produksi urin akan menetap selama curah jantung masih kurang dari normal (Herman, 2011).
b. Mekanisme Kompensasi
Setelah mengalami kegagalan, jantung mempunyai mekanisme kompensasi untuk mempertahan curahnya, antar lain :
1) Mekanisme Frank-Starling
pada filament aktin dan miosin sehingga dapat meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Mekanisme ini mendukung cardiac output jantung. Pada
Congestive Heart Failure, cardiac output mungkin akan normal pada kondisi istirahat. Mekanisme ini tidak efektif ketika jantung mengalami pengisisn yang berlebihan dan filament otot jantung mengalami peregangan yang berlebihan (Herman, 2011).
2) Aktivitas Neurohormonal yang Mempengaruhi Sistem Saraf Simpatetik Stimulasi sistem saraf simpatetik berperan dalam penurunan cardiac output dan patogenesis Congestive Heart Failure. Sistem saraf simpatetik menstimulasi langsung irama jantung dan kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone sehingga dapat membatu memelihara perfusi berbagai organ, terutama otak dan jantung. Tetapi stimulasi sistem saraf simpatetik yang berlebihan justru akan mengakibatkan penurunan aliran darah ke kulit, otot, ginjal, dan organ abdominal, serta dapat meningkatkan sistem tahanan vaskuler dan stress berlebihan pada jantug (Herman, 2011).
3) Mekanisme Renin-Angiotensisn-Aldosteron
meningkatkan reabsorbsi natrium dengan meningkatkan retensi air (Herman, 2011).
4) Hipertrofi Otot Jantung dan Remodeling
Peningkatan kerja jantung yang berlebih akan mengakibatkan mekanisme perkembangan hiprtrofi otot jantung dan remodeling yang dapat menyebabkan perubahan struktur (massa otot, dilatasi camber) dan fungsi (gangguan fungsi sitolik dan diastolik) (Herman, 2011).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik padaCongestive Heart Failureantara lain :
1) Gejala yang dirasakan pasien bervariasi dari asimptomatis (tak bergejala) hingga syok kardiogenik.
2) Gejala utama yang timbul adalah sesak nafas (terutama ketika bekerja) dan kelelahan yang dapat menyebabkan intoleransi terhadap aktivitas fisik. Gejala pulmonari lain termasuk diantaranya orthopnea, dyspnea, dan batuk.
3) Tingginya produksi cairan menyebabkan kongesti pulmonari dan oedema perifer.
5. Klasifikasi
Berdasarkan New York Heart Association (NYHA), pasien dengan penyakit jantung diklasifikasikan menjadi :
Tabel I. Kelas FungsionalCongestive Heart FailureMenurut NYHA Kelas
Fungsional
Penilaian Objektif
I
Pasien dengan penyakit jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menimbulkan keluhan berupa kelelahan yang sangat, sesak napas, palpitasi, maupun nyeri dada angina.
II
Pasien dengan gagal jantung disertai dengan pembatasan aktivitas fisik minimal atau ringan, nyaman saat istirahat. Aktivitas fisik biasa sudah menimbulkan keluhan lelah yang sangat, sesak napas, palpitasi, maupun nyeri dada angina.
III
Pasien dengan penyakit jantung disertai pembatasan aktivitas fisik yang nyata, nyaman dengan istirahat. Aktivitas fisik lebih ringan dari biasa sudah menimbulkan keluhan lelah yang sangat, sesak nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina.
IV
Pasien dengan penyakit jantung yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik sama sekali. Keluhan lelah yang sangat, sesak nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina bahkan dapat timbul saat istirahat.
(Irnizarifka, 2011)
Tabel II. PenggolonganAmerican College of Cardiology-American Heart Association (ACC/AHA) dan KlasifikasiNew York Association (NYHA)
ACC/AHA Kelas Fungsional
NYHA A.Resiko tinggiHeart Failure, tanpa penyakit jantung
structural (kerja jantung normal) atau symptomHeart Faliure(hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, alcoholism)
Tidak ada kategori
B. Adanya penyakit jantung structural (contoh: LV, hipertropi, dilatasi, fibrosis, infark miokard), tanpa symptomHeart Failure.
I
C.Penyakit jantung sruktural dengan symptomHeart Failure II dan III D.Gagal jantung refrakter yang membutuhkan spesialisasi
intervensi
IV
B. TerapiCongestive Heart Failure(CHF)
Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk menghilangkan gejala, memperlambat progresivitas penyakit, serta mengurangi hospitalisasi dan mortalitas. Pada dasarnya, tatalaksana terapi bertujuan untuk mengembalikan fungsi jantung untuk menyalurkan darah ke seluruh tubuh. Selain itu, terapi juga ditujukan kepada faktor-faktor penyebab atau komplikasinya (Ritter, 2008). Terapi CHF juga bertujuan untuk pengurangan preload dan afterload, serta peningkatan keadaan inotropik (Bruntonet al, 2011).
1. Terapi Heart Failure menurut New York Heart Association (NYHA) dan Algotitma Terapi Menurut American College of Cardiology Foundation/American Heart Association(ACCF/AHA)
Terapi Heart Failure menurut NYHA dibagi berdasarkan kelas fungsional pasien yang terdiri dari kelas I, kelas II, kelas III dan kelas IV, yaitu :
Tabel III. Terapi Obat Gagal Jantung Menurut NYHA Status Fungsional
Pasien
Kelas Terapi Obat
Asimptomatik
I
ACE Inhibitor (Jika dikontraindikasikan atau toleransi rendah, digunakan ARB, digoksin atau hidralazin + isosorbit dinitrat).
II Ditambah dengan diuretik (umumnya loop diuretic), jika cocok diberikan karvedilol atau bisoprolol.
Simptomatik III/IV
Jika cocok, diberikan tambahan lain - Carvedilol atau bisoprolol - Spironolakton
- Digoksin - Metolazone
- Hidralazin + Isosorbit dinitrat
2. Terapi Farmakologi
Secara umum golongan obat yang digunakan untuk terapi Congestive Heart Failureadalah sebagai berikut:
a. Golongan Penghambat SRAA (Sistem Renin Angiotensin Aldosteron) Golongan obat ini antara lainAngiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)danAngiotensin II Reseptor Blockers (ARBs)(BNF, 2011).
1) PenghambatAngiotensin Converting Enzyme (ACEIs)
Penghambat ACE dapat mengurangi resiko kematian dan mengurangi hospitalisasi pada pasien Congestive Heart Failure dengan penurunan EF (Ejection Fraction). Penghambat ACE diberikan pada seluruh pasien dengan penurunan EF. Kecuali ada kontraindikasi, Pemberian terapi penghambat ACE dapat dikombinasikan dengan beta bloker. Penghambat ACE diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistemik yang sangat rendah (<80 mmHg), adanya peningkatan kadar serum kreatinin (>3 mg/dL), dengan stenosis arteri renal bilateral, atau peningkatan kadar serum potassium (>5,0 mEq/L) (ACCF/AHA, 2013).
Penghambat ACE mempunyai mekanisme aksi penghambatan secara kompetitif aktivitas ACE/kinase II sehingga mencegah terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I. Mekanisme ini terjadi dalam darah dan jaringan termasuk ginjal, jantung, pembuluh darah, kelenjar adrenal, dan otak. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang poten, memicu pelepasan aldosteron, memfasilitasi aktivitas simpatik dan memiliki efek berbahaya lain pada sistem kardiovaskular. Penghambatan aktivitas ACE (kinase II) menyebabkan akumulasi kinin termasuk bradikinin yang mengakibatkan aktivitas vasodilatasi (BNF, 2011).
Penghambat ACE berinteraksi dengan obat yang mengdanung garam kalium, diuretik kalium, NSAIDs dan ARBs karena risiko hiperkalemia, terutama apabila ada faktor risiko gangguan ginjal (BNF, 2011). Penghambat ACE juga dapat berinteraksi dengan furosemid sehingga dapat mengakibatkan hipokalemia, allopurinol, dan digoxin (Tatro, 2007).
2) Angiotensin II Reseptor Blockers (ARBs)
Angiotensin II Reseptor Blockers (ARBs) digunakan pada pasien
Congestive Heart Failure dengan penurunan EF yang intoleran terhadap penghambat ACE. Angiodema terjadi pada <1% pasien yang mendapat terapi penghambat ACE sehingga penghambat ACE tidak dapat diberikan pada pasien yang pernah mengalami angiodema. Pasien tersebut dapat diberikan terapi ARBs sebagai pengganti penghambat ACE (ACCF/AHA, 2013).
Terapi dengan ARBs sebaiknya dimulai dengan dosis awal yang rendah yang telah direkomendasikan, diikuti dengan peningkatan dosis bertahap apabila dosis awal tersebut sudah dapat ditoleransi dengan baik. Fungsi renal dan kadar kalium dalam serum harus dimonitoring selama 1 hingga 2 minggu setelah pemberian pertama terapi (ACCF/AHA, 2013).
Mekanisme aksi ARB adalah dengan mengeblok reseptor angiotensin II sehingga angiotensin II tidak terbentuk dan terjadi vasodiltasi dan penurunan volume retensi. Perbedaannya dengan obat golongan penghambat ACE, ARBs tidak menghasilkan akumulasi bradikinin sehingga mengurangi efek samping batuk dan angioedema. Efek samping ARBs adalah hipotensi, hiperkalemia, dan lebih kecil risiko efek samping batuk. Penggunaan ARBs dikontraindikasikan pada ibu hamil dan stenosis arteri ginjal bilateral (BNF, 2011).
b. Golongan Penghambat Reseptor (Simpatolitik)
penghambat ACE, beta bloker juga dapat mengurangi risiko kematian dan hospitalisasi pasien. Beta bloker direkomendasikan untuk digunakan pada pasien Heart Failure dengan penurunan EF yang stabil kecuali pasien yang intoleran terhadap beta bloker (ACCF/AHA, 2013).
Beta bloker merupakan antagonis stimulasi adrenergik yang dihasilkan oleh beta adrenoreseptor melalui jalur kompetitif karena memiliki struktur yang sama dengan katekolamin. Katekolamin berperan dalam sistem kardiovaskular dengan mempengaruhi sistem saraf pusat, ganglia simpatetik, jantung, arteri periperial dan ginjal. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis.
Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan
curah jantung dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan renin, meningkatkan aktivitas sistem RAA. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta bloker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah ( Gorre dan Vdanekerckhove, 2010).
Beta bloker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective
beta‐blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1, tetapi tidak
spesifik untuk reseptor beta‐1 saja. Oleh karena itu penggunaannya pada pasien
dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus hati-hati. Beta bloker yang
bloker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsik), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulan‐beta
pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa beta bloker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoreseptor alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta‐2 atau vasodilator ( Gorre dan Vdanekerckhove, 2010).
Beta bloker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena
rebound (naiknya tekanan darah secara mendadak). Blokade reseptor beta‐2 pada
bronkus dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐bloker
kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangan kaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade
reseptor beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala
hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena beta bloker memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk
“memberi peringatan” jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan beta bloker yang larut lipid seperti
propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Beta bloker non‐selektif juga
dikontraindikasikan bagi wanita hamil sebelum trimester ketiga, ibu menyusui, dan penderita hiperlipidemia (Gorre dan Vdanekerckhove, 2010).
c. Golongan Vasodilator Langsung
Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil) menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi oedema perifer. Diuretik dapat diberikan bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja langsung untuk mengurangi edema. Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah. Penghambat beta seringkali diberikan bersama-sama dengan vasodilator arteriola untuk menurunkan denyut jantung, hal ini melawan refleks takikardia (WHO, 2003).
Tabel IV. Obat yang Digunakan untuk TerapiCongestive Heart Failure
(ACCF/AHA, 2013)
Obat Dosis Inisial Harian Dosis Maksimal
Penghambat ACE
Captopril 6,25 mg 3 kali 50 mg 3 kali
Enalapril 2,5 mg 2 kali 10-20 mg 2 kali
Fisionopril 5-10 mg sekali 40 mg sekali
Lisionopril 2,5-5 mg sekali 20-40 mg sekali
Perindopril 2 mg sekali 8-16 mg sekali
Quinapril 5 mg 3 kali 20 mg 2 kali
Ramipril 1,25-2,5 mg sekali 10 mg sekali
Trdanolapril 1 mg sekali 4 mg sekali
ARBs
Cdanesartan 4-8 mg sekali 32 mg sekali
Losartan 25-50 mg sekali 50-150 mg sekali
Valsartan 20-40 mg 2 kali 160 mg 2 kali
Antagonis Aldosteron
Spironolakton 12,5-25,0 mg sekali 25 mg 1 atau 2 kali
Eplerenone 25 mg sekali 50 mg sekali
Beta Bloker
Bisoprolol 1,25 mg sekali 10 mg sekali
Carvedilol 3,125 mg 2 kali 50 mg 2 kali
Carvedilol CR 10 mg sekali 80 mg sekali
Metoprolol CR 12,5-25 mg sekali 200 mg sekali
Hidralazin dan Isorsobid Dinitrat
Kombinasi 37,5 mg hidralazin/20 mg isorsobid dinitrat 3 kali
75 mg hidralazin/40 mg isorsobid dinitrat 3 kali
sehari Hidralazin dan
Isorsobid Dinitrat
Hidralazin : 25-50 mg, 3 atau 4 kali sehari dan Isorsobid dinitrat : 20-30
mg 3 atau 4 kali sehari
Hidralazin : 300 mg sehari dalam dosis terbagi dan isosorbid dinitrat 120 mg sehari dalam dosis terbagi
d. Golongan Diuretika
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal. Diuretika kuat lebih direkomendasikan untuk pengobatan Heart Failure untuk mengurangi retensi cairan dalam tubuh. Pada pasien Heart Failure dengan hipertensi dan pasien dengan retensi cairan yang ringan, pemberian diuretika tiazid lebih karena diuretik tiazid memiliki efek antihipertensi yang lebih lama. Diuretika biasanya digunakan bersama dengan penghambat ACE, beta bloker, dan aldosteron antagonis. (ACCF/AHA, 2013).
Diuretika yang digunakan pada terapi Congestive Heart Hailure dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1) Diuretika Kuat (bumetanide, furosemide, dan torsemide)
Obat ini bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi pembawa klorida. Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini. Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretik kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid. Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars ascenden ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun (NICE, 2011).
jumlah urin yang sangat jelas), peningkatan nitrogen urea darah dan peningkatan kreatinin darah (NICE, 2011).
Interaksi obat yang paling utama adalah dengan preparat digitalis, Jika pasien menggunakan digoksin dengan diuretik kuat, bisa terjadi keracunan digitalis, pasien ini memerlukan kalium tambahan melalui makanan atau obat. Hipokalemia memperkuat kerja digoksin dan meningkatkan risiko keracunan digitalis (NICE, 2011). Diuretika kuat juga dapat menimbulkan interaksi obat apabila digunakan bersama dengan captopril atau ramipril (Tatro, 2007).
2) Diuretika Thiazid (chlortiazid, hidrochlortiazid, indapamid, dan metolazone)
Diuretika tiazid bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida dengan menghambat kotransporter Na+/Cl- pada membran lumen, yang meningkatkan ekskresi air, natrium, dan klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung, edema, dan pada diabetes insipidus nefrogenik. Efek samping dan reaksi yang merugikan dari tiazid mencakup ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, dan kehilangan bikarbonat), hiperglikemia (gula darah meningkat), hiperurisemia (kadar asam urat serum meningkat), dan hiperlipidemia (kadar lemak darah meningkat). Efek samping lain mencakup pusing, sakit kepala, mual, muntah, konstipasi, urtikaria, dan diskrasia darah (jarang) (NICE, 2011).
sangat jelas), peningkatan nitrogen urea darah dan peningkatan kreatinin darah. Dari berbagai interaksi obat, yang paling serius adalah interaksi diuretika tiazid jika digunakan bersama digoksin. Tiazid dapat menyebabkan hipokalemia, yang menguatkan kerja digoksin, sehingga bisa menyebabkan keracunan digitalis. Tdana dan gejala keracunan digitalis (bradikardia, mual, muntah, perubahan penglihatan) harus dilaporkan. Tiazid memperkuat kerja obat obat antihipertensi lainnya, yang mungkin dipakai secara kombinasi (NICE, 2011).
3) Diuretika Hemat Kalium (amilorid, spironolakton, dan triamterene) Amilorid dan triamteren pada pengobatan tunggal merupakan diuretika dengan kerja lemah. Kedua obat tersebut menyebabkan retensi kalium sehingga sering digunakan sebagai alternatife suplementasi kalium pada penggunaan diuretika kuat maupun diuretika tiazid. Pemberian diuretika hemat kalium ini dapat menyebabkan hiperkalemia berat pada pasien yang menerima terapi penghambat ACE atau ARBs (IONI, 2008).
Tabel V. Obat Golongan Diuretika yang Digunakan untuk TerapiCongestive Heart Failure(ACCF/AHA, 2013)
Obat Dosis Inisial Harian Dosis Maksimal
Diuretik Kuat
Bumetanid 0,5-1,0 mg 1 atau 2 kali 10 mg
Furosemid 20-40 1 atau 2 kali 600 mg
Toresemid 10-20 mg sekali 200 mg
Diuretik Tiazid
Chlorthiazid 250-500 mg 1 atau 2 kali 1.000 mg
chlorthalidon 12,5-25,0 sekali 100 mg
Hidrochlorthiazid 25 mg 1 atau 2 kali 200 mg
Indapamid 2,5 mg sekali 5 mg
Metolazone 2,5 mg sekali 20 mg
Diuretik Hemat Kalium
Amilorid 5 mg sekali 20 mg
Spironolakton 12,5-25,0 mg sekali 50 mg
Triamterene 50-75 mg 2 kali 200 mg
C. Keamanan Penggunaan Obat
Penggunaan obat yang rasional dapat dilihat dari sisi efektivitas, ketepatan, serta keamanan terapi. Terjadi ketika pasien mendapatkan obat dan dosis yang sesuai dengan kebutuhan klinik pasien dalam periode waktu yang cukup lama dengan harga terjangkau untuk pasien dan komunitasnya. Peresepan yang rasional memiliki kriteria antara lain : indikasi yang tepat, obat yang tepat, pasien yang tepat, dosis dan cara penggunaaan yang tepat, informasi yang tepat, evaluas dan tindak lanjut yang tepat (Joenoes,2001).
terapi pasien (Cipolle et al, 2008). Drug Related Problems mempunyai dua komponen utama :
a. Pasien mengalami keadaan yang tidak dikehendaki atau kecendrungan menghadapi resiko. Dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit kerusakan, cacat atau sindrom dan dapat berakibat psikologis, fisiologis, sosial, bahkan kondisi ekonomi.
b. Ada hubungan antara keadaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat. Hubungan yang biasanya terjadi antara keadaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat adalah kejadian itu akibat dari terapi obat atau kejadian itu membutuhkan terapi obat (Cipolleet al, 2008).
Tabel VI. PenggolonganDrug Related Problems Drug Related Kategori DTP
INDIKASI
1. Mendapatkan terapi obat yang tidak penting 2. Membutuhkan tambahan terapi obat
EFEKTIVITAS
3. Obat yang tidak efektif
4. Dosis yang digunakan terlalu rendah
KEAMANAN 5. Reaksi obat yang merugikan
6. Dosis yang digunakan terlalu tinggi
KEPATUHAN 7. Ketidakpatuhan pasien
Tabel VII. Kategori dan Penyebab UtamaDrug Related ProblemsTerkait Aspek Keamaman Pengobatan
Drug Therapy Problem
Penyebab Utama DTPs
Reaksi obat yang merugikan
1. Produk obat dapat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan (tidak tergantung dosis)
2. Diperlukan produk obat yang lebih aman terkatit faktor resiko
3. Interaksi obat dapat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan (tidak tergantung dosis)
4. Pemberian atau penggantian regimen dosis yang terlalu cepat
5. Produk obat menyebabkan reaksi alergi
6. Produk obat yang digunakan mempunyai kontraindikasi terkait faktor resiko
Dosis obat terlalu tinggi
1. Dosis yang digunakan terlalu tinggi 2. Frekuensi dosis obat terlalu pendek 3. Durasi terapi obat terlalu lama
4. Interaksi obat yang terjadi menyebabkan reaksi toksik
5. Dosis obat yang diberikan terlalu cepat (Cipolleet al, 2008).
D. Keterangan Empiris
29 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
rancangan deskriptif cross-sectional. Penelitian observasional karena dalam penelitian ini hanya dilakukan pengamatan pada subyek penelitian tanpa
dilakukan intervensi. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cross-sectional karena penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kejadian tertentu dalam satu waktu, yaitu periode Juli-Desember 2012.
Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan melakukan
penelusuran dokumen terdahulu, yaitu rekam medis pasien Congestive Heart Faliuredi Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-Desember 2012.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel
Variabel penelitian meliputi kelas terapi obat, golongan obat, jenis
obat, dosis obat, interaksi obat, kontraindikasi obat, danAdverse Drug Reaction. 2. Definisi operasional
a. Pasien Congestive Heart Failure adalah pasien yang mendapat diagnosis akhir Congestive Heart Failure yang menjalani pengobatan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama periode
b. Profil pengobatan meliputi penggunaan obat pada pasien CHF,
penggunaan obat kardiovaskuler, dan penggunaan obat lain.
c. Penggolongan obat didasarkan pada Informatorium Obat Nasional
Indonesia 2008, Formularium Rumah Sakit 2014, dan Drug Information Handbook2008.
d. Interaksi obat pada penelitian ini adalah interaksi obat yang bersifat toksik
dan dievaluasi berdasarkan acuan pustakaDrug Interaction Facts2007. e. Kontraindikasi dievaluasi berdasarkan kondisi patofisiologis pasien CHF
yang dilihat dari hasil laboratorium, ACC/AHA Guideline for the Management of Heart Failure 2013, Drug Information Handbook 2008, serta Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008.
f. Adverese Drug Reaction dievaluasi berdasarkan kondisi patofisiologis pasien CHF yang dilihat dari hasil laboratorium, ACC/AHA Guideline for the Management of Heart Failure 2013, serta Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008.
g. Dosis obat pada penelitian ini terkait dengan dosis kurang dan dosis
berlebih.
h. Dosis obat dievaluasi berdasarkan ACC/AHA Guideline for the Management of Heart Failure 2013 dan Drug Information Handbook
2008.
i. Hasil laboratorium digunakan sebagai data pendukung untuk
j. Evaluasi DRPs pada penelitian ini dilihat dari aspek keamanan pengobatan
yang meliputi dosis kurang dan berlebih, interaksi obat, kontraindikasi
obat, sertaAdverese Drug Reactionyang terjadi selama proses terapi.
C. Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh pasien yang mendapat diagnosis
Congestive Heart Faliure(CHF) di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012.
1. Kriteria inklusi subyek :
a. Pasien rawat inap dengan diagnosis akhir utama Congestive Heart Failure
dengan atau tanpa diagnosis sekunder yang mendapatkan terapi obat
kardiovaskuler selama periode Juli-Desember 2012.
b. Pasien rawat inap yang mempunyai catatan rekam medik lengkap yang
mencakup usia, jenis kelamin, diagnosis, catatan keperawatan, catatan
penggunaan obat, dan hasil laboratorium.
2. Kriteria eksklusi subyek :
a. Pasien rawat inap dengan catatan rekam medik yang tidak lengkap.
b. Pasien rawat inap yang meninggal dunia selama periode penelitian.
Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi sampel. Selama
periode Juli-Desember 2012, populasi pasien yang mendapatkan diagnosis akhir
CHF sebanyak 73 pasien. Dari populasi tersebut 16 pasien meninggal, 25 pasien
data Rekam Mediknya tidak lengkap (21 pasien data catatan keperawatannya
data laboratorium), 2
didapatkan 32 pasien
Gamb
Bahan penel
rekam medis pasien
Rawat Inap Rumah Sa
Instrument pe
en yang memenuhi kriteria inklusi subyek penel
mbar 2. Skema Pemilihan Subjek Penelitian
D. Bahan dan Instrumen Penelitian
nelitian yang digunakan dalam penelitian ini
n Congestive Heart Faliure (CHF) yang dira h Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-Dese
nt penelitian yang digunakan dalam penelit
ine for the Management of Heart Failur ndbook 2008, Informatorium Obat Nasional I ah Sakit 2014 danDrug Interaction Facts2007.
73 populasi pasien CHF
usi : 32
ien Eksklusi : 41
pasien
ini adalah lembar
dirawat di Instalasi
esember 2012.
nelitian ini adalah
E. Lokasi Penelitian
Pengambilan data dilakukan di Unit Rekam Medis Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
1. Tahap perijinan penelitian
Surat ijin penelitian diajukan kepada Direktur Pelayanan Kesehatan
dan Infrastruktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta untuk mendapat ijin
penelitian dengan tembusan kepada Kepala Bidang Pengelola Pelayanan
Kesehatan sebagaimana prosedur resmi untuk melakukan penelitian di Rumah
Sakit.
2. Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat dara dari lembar
Rekam Medik. Data yang diambil berupa nomor Rekam Medik, nama inisial,
jenis kelamin, umur, lama rawat inap, riwayat sakit, anamneses, riwayat
pengobatan, diagnosis akhir utama, diagnosis sekunder, tanda-tanda vital
(tekanan darah, suhu, nadi, Respiration Rate), catatan perawat, terapi yang diberikan, serta hasil laboratorium.
3. Tahap pengolahan data dan analisis hasil
Data yang telah diperoleh diolah secara deskriptif evaluatif sebagai berikut :
Karekteristik pasien CHF dianalisis dengan mengelompokkan data yang
telah diperoleh berdasarkan jenis kelamin, umur, lama perawatan, serta
penyakit penyerta. Kelompok umur dibagi berdasarkan Kriteria WHO.
b. Profil pengobatan
Profil pengobatan dianalisis berdasarkan Informatorium Obat Nasional
Indonesia 2008 dan Formularium Rumah Sakit 2014 dengan
mengelompokkan data yang telah diperoleh kedalam beberapa
kelompok pembahasan meliputi: penggunaan obat pada pasien CHF
berdasarkan kelas terapi, penggunaan obat kardiovaskuler, serta
penggunaan obat lain.
c. Evaluasi pengobatanCongestive Heart Failure(CHF)
Evaluasi Pengobatan CHF terkait aspek keamanan yang meliputi
interaksi obat, kontraindikasi, dan Adverse Drug Reaction dievaluasi dengan metode Subjective, Objective, Assessment, dan Plan (SOAP). Pada Subjektif berisi nama inisial, jenis kelamin, umur, keluhan
pasien, riwayat sakit, riwayat pengobatan, diagnosis akhir utama,
diagnosis sekunder, dan lama perawatan. Objektif berisi tanda vital
(tekanan darah, suhu, nadi, dan RR), terapi yang didapat, dan hasil
laboratorium. Assessment berisi evaluasi pengobatan terkait aspek
Drug Interaction Fact 2007, serta Formularium Rumah Sakit 2014. Pada Plan berisi rekomendasi saran untuk pengatasan DRPs yang muncul terkait dengan aspek keamana berdasarkan acuan.
d. Penyajian hasil penelitian
Hasil penelitian berupa karakteristik demografi pasien CHF, profil
pengobatan, dan evaluasi pengobatan Congestive Heart Failure
diuraikan secara deskriptif yang kemudian disajikan dalam bentuk
gambar diagram dan tabel.
G. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini digunakan data retrospektif yaitu lembar rekam
medik. Kekurangannya adalah tidak semua data yang diperlukan untuk
menunjang penelitian tersedia. Misalnya, untuk mengevaluasi dosis penggunaan
suatu obat dibutuhkan adanya catatan riwayat pengobatan, tetapi pada penelitian
ini tidak semua rekam medik mempunyai catatan riwayat pengobatan sehingga
evaluasi dosis obat tidak dapat terkaji dengan tepat.
Pada analisis profil penggunaan obat dan analisis DRPs dosis kurang atau
berlebih, penulis tidak dapat mengkaji keseluruhan obat yang diterima pasien,
dikarenakan ada data pemberian obat yang tidak dicantumkan dengan jelas dosis
pemberiannya atau tulisan catatan pemberian terapi farmakologi tidak dapat
terbaca dengan jelas sehingga analisis profil penggunaan obat dan analisis analisis
36 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian akan disajikan secara sistematis, mulai dari karakteristik demografi pasien hingga kajian dosis obat sekaligus dengan pembahasannya.
A. Karakteristik Demografi Pasien
Karakteristik demografi pasien yang akan dibahas meliputi jenis kelamin, usia, lama perawatan, serta penyakit penyerta. Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Jenis Kelamin
Jumlah pasien yang terdiagnosa menderita CHF adalah sebanyak 32 pasien, yang terdiri dari pasien laki-laki sebesar 34,38 % (11 pasien) dan perempuan sebesar 65,62 % (21 pasien). Dari hasil penelitian didapatkan persentase pasien perempuan lebih besar daripada pasien laki-laki. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Anggraini (2007) hal ini kemungkinan disebabkan karena perempuan mempunyai faktor risikoCongestive Heart Failure
Rangkuma berikut :
Gambar 3. Distribu Sakit Panti Rapih Y
2. Usia
Usia pasie pasien CHF yang pal paling tinggi berada pa tahun) yaitu sebesar 43,7 (2009) yang menyebut CHF paling banyak pa
Prevalensi memasuki usia 70 ta Negara berkembang, tahun (Dickstein et al
65.62%
kuman hasil penelitian ini disajikan pada Gam
ibusi Jumlah Pasien CHF di Instalasi Rawai ih Yogyakarta Periode Juli–Desember 2012 B
Jenis Kelamin
sien CHF yang paling tua adalah 82 tahun paling muda adalah 24 tahun dengan persentase
a pada kelompok pasien lanjut usia (rentang usi r 43,75 %. Hasil penelitian ini sesuai dengan pe
ebutkan bahwa jumlah pasien yang mendapa k pada kelompok usia 65-75 tahun.
nsi Congestive Heart Failure meningkat 70 tahun sampai 80 tahun yaitu sekitar 10% sa
g, usia rata-rata pasien Congestive Heart Fai t al., 2008). Pada usia sangat tua (>90 tahun) t
hun sedangkan usia ntase jumlah pasien usia 60 sampai 75 n penelitian Ananda ndapatkan diagnosis
kat tajam setelah sampai 20%. Di
Failure adalah 75 ) tidak ditemukan Laki-Laki
adanya pasien CHF, harapan hidup di Indone
Cardiology Founder and
kemungkinan kejadia pertambahan usia. K untuk setiap 1000 popul individu untuk setiap 100
Rangkuma
Gambar 4. Distribu Sakit Panti Rapih
3. Lama Perawatan Dari penelitia adalah berkisar anta terbanyak dirawat sel
43.75%
15.62% 0.00%
F, hal ini dikarenakan adanya kemungkinan ndonesia belum mencapai usia >90 tahun.Ameri ounder and American Heart Association(2013) meny dian Congestive Heart Failure akan meningkat . Kejadian Congestive Heart Failure mencap populasi dengan usia 65 sampai 69 tahun ser ap 1000 populasi dengan usia lebih dari 85 tahun.
kuman hasil penelitian ini disajikan pada Gambar
ibusi Jumlah Pasien CHF di Instalasi Rawai ih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 B
Usia Menurut WHO atan
litian yang telah dilakukan, durasi lama rawat ina ntara 4 sampai 11 hari dengan persentase Lanjut usia (60 -Lansia tua (75 - 9 Sangat tua (> 90
nan bahwa angka
erican College of
enyebutkan bahwa kat seiring dengan ncapai 20 individu serta lebih dari 80
hun.
bar 4 berikut :
ai Inap Rumah 2012 Berdasarkan
sesuai dengan Amand jumlah pasien paling pasienHeart Failure, angka mortalitas 5-20%
Gambar 5. Distribu Sakit Panti Rapih
4. Penyakit Penyer Pada penelit CHF tetapi ada bebera sekunder tersebut dala penyerta merupakan yang dapat memperpa ditemukan beberapa kasus), atrial fibrilasi diabetes mellitus (1 k
0% ng banyak menjalani rawat inap selama 3 sampa
ure, durasi rata-rata lama lawat inap adalah sekita 20% (Anonim, 2006).
ibusi Jumlah Pasien CHF di Instalasi Rawai ih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 B
Lama Rawat
yerta
litian ini, pasien tidak hanya mendapatkan di erapa pasien yang mendapatkan diagnosis sekund dalam penelitian ini disebut sebagai penyakit pen
n manifestasi klinik CHF maupun merupaka perparah perkembangan penyakit CHF. Dari
a penyakit penyerta pada pasien CHF yait lasi (5 kasus), gastritis (1 kasus), hiperurike 1 kasus), renal failure (1 kasus), dyspepsia (1
1 - 3 hari 4 - 6 hari > 6 hari 0%
37.50%
62.50%
t diketahui bahwa pai 10 hari. Pada kitar 6 hari dengan
ai Inap Rumah 2012 Berdasarkan
paru (2 kasus), Iskemik Heart Disease (11 kasus), dan Coronary Artery Disease
(1 kasus) dengan Iskemik Heart Disesase sebagai penyakit penyerta terbanyak dengan jumlah 11 kasus.
Hipertensi, diabetes mellitus, dan hiperlipidemia adalah penyebab
Congestive Heart Failure (Hunt dkk., 2005). Hipertensi adalah salah satu penyebab paling sering terjadinya Congestive Heart Failure dan berperan langsung terhadap perkembangan Congestive Heart Failure. Sekitar dua per tiga pasien Congestive Heart Failure sebelumnya mempunyai riwayat penyakit HT (Parker et al., 2008). Seseorang yang sudah terkena hipertensi mempunyai risiko lebih tinggi terkenaCongestive Heart Failuredaripada seseorang tanpa hipertensi. Kejadian Congestive Heart Failure meningkat seiring dengan tingginya tekanan darah, bertambahnya usia, dan lamanya terkena hipertensi. Adanya penyakit diabetes juga meningkatkan perkembangan penyakit Congestive Heart Failure
pada pasien tanpa penyakit jantung struktural. (ACCF/AHA, 2013).
Pasien dengan Congestive Heart Failure memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terkena Atrial Fibrilasi daripada pasien tanpa Congestive Heart Failure. Terdapat hubungan langsung antara klasifikasi keparahan penyakit jantung menurut NYHA dengan prevalensi Atrial Fibrilasi pada pasienCongestive Heart Failure. Atrial Fibrilasi meningkat 4% pada pasien NYHA kelas I kemudian 40% pada pasien NYHA kelas IV. Atrial Fibrilasi dapat memperburuk symptom pada pasien dengan Congestive Heart Failure dan sebaliknya,
Rangkuman hasil penelitian ini disajikan pada Tabel VIII sebagai berikut:
Tabel VIII. Distribusi Jumlah Kasus Penyakit Penyerta pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012
No. Jenis Penyakit No. Kasus Jumlah Kasus
1. Hipertensi 5, 13 2
2. Atrial fibrilasi 1, 3, 14, 29, 30 5
3. Infeksi Saluran Kemih 3 1
4. Gastritis 2 2
5. Hiperurikemia 2, 4, 6, 11, 16, 17, 21, 22 8
6. Diabetes Melitus 10 1
7. Renal Failure 4 1
8. Dyspepsia 27 1
9. Dislipidemia 6, 21, 23 3
10. Edema paru 3, 6, 2
11. Iskemik Heart Disease 5, 6, 7, 12, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 30
11
12. Coronary Artery Disease 28 1
B. Profil Pengobatan
Pada profil pengobatan pasien CHF, hasil penelitian yang dikaji meliputi penggunaan obat pada pasien CHF berdasarkan kelas terapi, penggunaan obat kardiovaskuler berdasarkan golongan obat dan jumlah kasus penggunaan obat pada pasien CHF, serta penggunaan obat lain golongan obat dan jumlah kasus penggunaan obat pada pasien CHF.
1. Penggunaan obat pada pasien CHF
Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada pengobatan CHF yang mendapatkan obat dengan kategori obat kardiovaskuler sebanyak 32 pasien, obat sistem saraf pusat sebanyak 16 pasien, obat saluran pernapasan sebanyak 14 pasien, obat saluran cerna sebanyak 14 pasien, anti infeksi sebanyak 15 pasien, analgetika sebanyak 15 pasien, obat sistem endokrin sebanyak 2 pasien, serta obat gizi sebanyak 29 pasien.
Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui bahwa penggunaan obat kardiovaskuler pada 32 pasien, hal ini berarti pengobatan yang diberikan sudah sesuai dengan tujuan utama pengobatan, yaitu untuk pengobatanCongestive Heart Failure. Diketahui pula bahwa seorang pasien CHF tidak hanya mendapatkan jenis obat kardiovaskuler saja tetapi pasien tersebut juga mendapatkan obat-obat jenis lain selama proses pengobatannya karena pada dasarnya pasien CHF juga mempunyai penyakit penyerta lain, baik sebagai penyakit penyebab dari CHF itu sendiri maupun penyakit komplikasi.
Rangkuman hasil penelitian ini disajikan pada Tabel IX sebagai berikut :
Tabel IX. Distribusi Kelas Terapi Obat pada Pengobatan CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember
2012
No. Kelas Terapi Jumlah Pasien (n=32)
1. Obat Kardiovaskuler 32
2. Obat Sistem Saraf Pusat 16
3. Obat Saluran Pernapasan 14
4. Obat Saluran Cerna 14
5. Anti Infeksi 15
6. Analgesika 15
7. Obat Sistem Endokrin 2
2. Penggunaan obat kardiovaskuler
Penggunaan obat kardiovaskuler pada pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 2012 dikelompokkan menjadi sembilan golongan yaitu : obat inotropik positif, obat aritmia, obat antihipertensi, obat anti angina, obat diuretika, obat antikoagulan, antiplatelet, dan fibrinolitik, obat hipolipidemik, obat syok dan hipotensi, serta obat gangguan sirkulasi darah. Pengelompokan golongan obat kardiovaskuler berdasarkan Formularium Rumah Sakit 2014, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008, danDrug Information Handbook2008.
digunakan bersama dengan penghambat ACE, beta bloker, dan aldosteron antagonis. (ACCF/AHA, 2013).
Tabel X. Distribusi Jumlah Kasus Penggunaan Diuretika pada Pasien CHF di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2012
Golongan Obat Nama Generik Nama Obat Jumlah Kasus - Tiazid
Indapamid - NatrilixSR 2
Hidroklortiazid - HCT 1
- Diuretika Kuat Furosemid - Furosemid - Lasix
7 27 - Diuretika Hemat
Kalium
Spironolakton - Spironolakton 1
Total kasus 38