• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009)."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Balita

Balita (Bawah lima tahun) didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009).

2.2 Definisi Gizi

Zat gizi merupakan hasil interaksi akhir organisme pada makanan yang dikonsumsi. Zat gizi dapat berupa zat organik,

non organik, dan sumber energi dimana pada semua elemen ini mengandung nutrient-nutrien yang semuanya dibutuhkan oleh tubuh (Kozier & Erb’s, 2002).

2.3 Definisi Status Gizi dan Cara Pengukurannya

Status gizi merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi penggunaan konsumsi pangan yang dikonsumsi oleh seseorang dan penggunaannya oleh tubuh (Jonny, 2002; Sunarti, 2004). Penilaian status gizi balita dengan standar nasional yang di terbitkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia hanya menggunakan pengukuran antropometri (penilaian gizi secara langsung) yaitu berdasarkan BB/U (berat badan/umur) dengan klasifikasi gizi kurang, gizi buruk, gizi baik,

(2)

gizi lebih. Berdasarkan TB/U (tinggi badan/umur) di klasifikasikan menjadi sangat pendek, pendek ,normal ,tinggi, dan berdasarkan BB/TB (berat badan/tinggi badan) dengan klasifikasi sangat kurus, kurus, gemuk (DEPKES RI, 2012). Pengukuran langsung selain antropometri adalah pengukuran secara klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung adalah dengan survei konsumsi makanan

dan statistik vital (Supariasa, dkk., 2013).

Tabel 2.1

Pengukuran Status Gizi Balita Berdasarkan Z- Score

Indeks yang dipakai

Batas

Pengelompokan Sebutan Status Gizi

BB/U < -3 SD Gizi buruk

- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang

- 2 s/d +2 SD Gizi baik

> +2 SD Gizi lebih

TB/U < -3 SD Sangat Pendek

- 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk

(3)

2.4 Definisi Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi seseorang dengan nutrisi di bawah rata-rata. Gizi buruk merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Balita disebut gizi buruk apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) <-3 SD (Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat,

2013).

2.5 Definisi Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan kondisi dimana seseorang tidak memiliki nutrien yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau kekurangan asupan makanan. Secara sederhana kondisi ini terjadi akibat kekurangan zat gizi secara terus menerus dan menumpuk dalam derajat ketidakseimbangan yang absolute dan bersifat immaterial. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein dan sering disebut dengan KKP (kekurangan Kalori Protein). Dalam standar yang ditetapkan oleh Pemerintah, balita gizi kurang apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) –3 s/d <-2 SD (Wong, 2002; Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat, 2013).

(4)

2.6 Faktor risiko gizi buruk dan gizi kurang

Penyebab gizi buruk secara mendasar terdiri dari dua hal yakni sumber daya potensial dan sumber daya manusia. Sumber daya potensial seperti politik, ideology, suprastruktur, struktur ekonomi dan sumber daya manusia seperti pengawasan, ekonomi, pendidikan/pengetahuan dan penyakit (Priharsiwi, dkk.,2006).

Sumber lain menjelaskan beberapa penyebab gizi kurang dan buruk adalah asupan makanan, penyakit penyerta,

infeksi, sosial ekonomi, pendidikan, persediaan makanan, perawatan anak dan kesehatan ibu pada masa kehamilan (Supariasa, dkk, 2013) :

a. Asupan makanan

Kondisi gizi seseorang dipengaruhi oleh masuknya zat makanan dan kemampuan tubuh manusia untuk menggunakan zat makanan tersebut. Sedangkan masuknya zat makanan kedalam tubuh manusia ditentukan oleh perilaku berupa sikap seseorang memilih makanan ,daya seseorang dalam memperoleh makanan dan persediaan

makanan yang ada. Kemampuan tubuh untuk

(5)

tubuh orang atau manusia yang bersangkutan (Wise, dkk,. 2004).

b. Status sosial ekonomi

Salah satu faktor yang mempengaruhi rantai tak terputus gizi buruk adalah status ekonomi yang buruk, secara langsung ataupun tidak keadaan financial

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh

kelayakan pangan dan fasilitas untuk menunjang kesehatannya (Gibney, dkk, 2009).

c. Pendidikan ibu

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan, dalam hal ini gizi buruk dan gizi kurang karena orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih berpeluang terpapar informasi kesehatan dan tingkat pemahaman mengenai informasi kesehatan juga lebih baik (Ismail, dkk. 2007).

d. Penyakit penyerta dan infeksi

Antara status gizi kurang atau status gizi buruk dan infeksi atau penyakit penyerta terdapat interaksi bolak-balik yang dapat menyebabakan gizi kurang dan gizi buruk melalui berbagai mekanisme fisiologis dan biologis. Yang terpenting ialah efek langsung dari infeksi sistemik pada

(6)

katabolisme jaringan. Walaupun hanya terjadi infeksi ringan sudah dapat mempengruhi status gizi (Suharjo ,2005).

e. Pengetahuan ibu

Tingkat pengetahuan yang rendah dapat

menyebabkan kesalahan dalam pemahaman , kebenaran yang tidak lengkap dan tidak terstruktur dimana manifestasinya berupa kesalahan manusia atau individu

dalam melakukan praktek kehidupannya karena dilandasi pengetahuan yang salah. Pengetahuan yang salah, dalam

hal ini mengenai kesehatan tentunya juga akan mempengaruhi perilaku dan kualitas kesehatan orang tersebut (Watloly, 2001).

f. BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang ketika dilahirkan mempunyai berat badan kurang dari 2500 gram. Berat lahir yang rendah disebabkan oleh kelahiran premature atau retardasi pertumbuhan intrauteri. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan

(7)

komplikasi akibat kurang matangnya organ karena kelahiran prematur (Wong, dkk,. 2008).

g. Kelengkapan imunisasi

Imunisasi adalah pemberian vaksin (bibit penyakit menular yang telah dilemahkan atau dimatikan) kepada bayi atau anak-anak, vaksin ini pada awalnya berasal dari penyakit menular yang menyebabkan kecacatan atau

kematian yang telah dimatikan. Dengan pemberian vaksin , tubuh bayi atau anak akan membentuk antibody, sehingga

tubuh bayi atau anak telah siap (telah kebal) bila terinfeksi oleh penyakit menular tersebut. Dengan kata lain terhindarnya bayi atau anak dari berbagai penyakit dapat memperbaiki status gizi anak tersebut (Wise, 2004).

h. ASI

Wanita menyusui mempunyai air susu yang bersifat spesifik, sesuai dengan kebutuhan laju pertumbuhan dan kebiasaan menyusui bayinya yang tidak bisa didapatkan dari susu atau sumber lainya (Wise, 2004). Pemberian ASI ekslusif merupakan salah satu cara efektif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi dan kematian pada bayi, pemberian ASI ekslusif dapat memberikan manfaat bagi ibu maupun bayinya, dengan

(8)

pemberian ASI ekslusif dapat memberikan kekebalan bagi bayi dan secara emotional kedekatan ibu dan anaknya akan semakin terjalin dengan baik (Kahleen, 2009).

2.7 Penelitian sebelumnya

Berdasarkan hasil penelitian, banyak faktor yang memberikan kontribusi terjadinya angka gizi buruk dan gizi kurang, antara lain faktor kemiskinan, pendidikan dan

pengetahuan orang tua, makanan pendamping, kebudayaan, infeksi dan penyakit penyerta seperti HIV aids, kondisi psikologi

anak, keamanan negara, terbatasnya fasilitas kesehatan, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), dan nutrisi pada masa kehamilan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jamra dan Banwar (2013) di salah satu daerah perkumuhan di India, dengan melibatkan 281 partisipan menunjukan hasil 22,1% anak menderita kekurangan gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor status sosial ekonomi, pengetahuan/pendidikan orang tua, urutan kelahiran, dan kelengkapan imunisasi. Setelah memperoleh data mengenai status gizi anak di wilayah tersebut peneliti melakukan intervensi dengan memberikan pendidikan kesehatan selama enam bulan dan diperoleh hasil 41 anak mengalami kenaikan berat badan. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua sangat

(9)

memiliki pengaruh yang signifikan untuk meningkatkan status gizi anak.

Jansen, dkk., (2013) melakukan penelitian di Belanda dengan melibatkan 4987 partisipan anak. Peneliti menggunakan metode Cross-Sectional study dengan menggunakan instrument

penelitian berupa kuisioner, kuisioner berisi tentang jenis makanan apa yang disukai anak, tingkat kekenyangan anak,

pola minum anak, pengawasan orang tua, pembatasan makanan oleh orang tua, nafsu makan anak dan jenis makanan.

Hasil yang diperoleh adalah bahwa perilaku makan anak dan praktek pemberian makan orang tua sangat mempengaruhi status gizi anak ,sedangkan Pei, dkk., (2012) melakukan penelitian pada suatu daerah pedesaan di China dengan sampel sebanyak 13.532 anak di 45 kabupaten dan menunjukan hasil bahwa ada pengaruh yang siginifikan antara gizi anak dengan pemberian ASI, kemiskinan, etnis minoritas dan pendidikan orang tua.

Lingkungan yang aman juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak. Hal ini ditunjukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ghazi, dkk., (2013) dari hasil penelitian yang dilakukan dengan sampel sejumlah 220 anak berusia 3 sampai 5 tahun menunjukan

(10)

bahwa daerah konflik memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap status gizi anak. Hal yang cukup menarik adalah di daerah tersebut tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan gizi anak. Hal ini menunjukan bahwa potensial penyebab terjadinya angka gizi buruk pada setiap daerah berbeda-beda.

Multikopleksitas penyebab gizi buruk memiliki

keterikatan antara BBLR, penyakit penyerta dan infeksi. Mcdonald, dkk., (2012) dengan metode multivariate untuk

mengetahui hubungan antar faktor penyebab memperoleh hasil bahwa ada hubungan antara infeksi ,penyakit seperti HIV aids, bayi prematur , dan BBLR dengan status gizi anak.

ASI merupakan hal yang sangat penting dalam pemenuhan nutrisi anak . Tidak ada sumber nutrisi lain yang lebih baik dari ASI. Hassiotao dkk.,(2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ASI adalah komponen nutrisi yang penting bagi bayi karena dapat memberikan kekebalan atau anti body

sehingga anak dapat terhindar dari infeksi, hal ini dapat mempengaruhi dalam pemenuhan zat gizi anak.

Dalam penelitian lainnya, hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI

(11)

eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah. Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2008).

Perbedaan pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan antara orang miskin dengan orang tidak miskin juga

sangat mempengaruhi kesehatan dan gizi anak. Berdasarkan penelitian Singh dan Kumar (2013) di India kesenjangan yang terjadi antara orang miskin dan kaya mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diberikan dan hal ini secara langsung ataupun tidak langsung dan secara bertahap menyebabkan terjadinya gizi buruk.

Saputra dan Nurizka (2012) melakukan penelitian di Sumatra Barat dengan jumlah sampel sebanyak 572 yang merefleksikan situasi rumah tangga di Sumatera Barat yang bercirikan masyarakat nelayan, masyarakat pertanian dan perkebunan, dan masyarakat perkotaan. Penarikan sampel dilakukan secara sytematical random sampling. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terjadi prevalensi gizi buruk sekitar

(12)

17,6 persen dan gizi kurang sekitar 14 persen, dengan faktor penyebab kemiskinan dan tingkat pendidikan orang tua yang merupakan faktor utama penyebab balita menderita gizi buruk dan gizi kurang.

Pengetahuan berkaitan erat dengan tingkat pemahaman seseorang tentang suatu hal dalam hal ini adalah mengenai kesehatan. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010,

sebagian besar rumah tangga di Indonesia masih menggunakan air yang tidak bersih (45 %) dan sarana pembuangan kotoran

yang tidak aman (49 %) hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang rendah dari masyarakat. Minimal satu dari setiap empat rumah tangga dalam dua kuintil termiskin masih melakukan buang air besar di tempat terbuka. Perilaku tersebut berhubungan dengan penyakit diare, yang selanjutnya berkontribusi terhadap gizi kurang. Diare merupakan salah satu penyebab kematian yang berkontribusi besar di Indonesia tercatat 31 persen anak usia 1 sampai 11 bulan meninggal akibat diare dan 25 persen kematian pada anak-anak antara usia satu sampai empat tahun (UNICEF Indonesia 2012).

Kebudayaan juga merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya angka gizi buruk. Evans, dkk., (2011) dalam penelitiannya dengan menggunakan total sample

(13)

721 orang tua dengan anak berusia 1-5 tahun di bagian selatan Amerika Serikat. Dengan menggunakan cross-sectional study

menemukan bahwa ada perbedaan cara pemberian makan dan pemilihan jenis makanan. Praktek pemberian makanan dapat menentukan pola perilaku anak dalam makan, terutama bagi anak untuk dapat memiliki isyarat lapar yang normal.

Dari hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat

bahwa gizi buruk dan gizi kurang merupakan permasalahan yang multikompleks dan memiliki kesinambungan antar faktor penyebab. Berdasarkan metode cross-sectional study maupun multivariate yang digunakan dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, makanan pendamping, kebudayaan, infeksi dan penyakit penyerta seperti HIV aids, kondisi psikologi anak, keamanan negara, terbatasnya fasilitas kesehatan, BBLR dan nutrisi pada masa kehamilan berpengaruh dan memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk dan gizi kurang. Dari hasil penelitian juga menunjukan bahwa faktor ekonomi, pendidikan, dan pengetahuan yang selama ini menjadi salah faktor utama penyebab gizi buruk dan gizi kurang tidak dapat diberlakukan secara universal terhadap seluruh wilayah dan lapisan masyarakat yang ada.

(14)

Melihat pemaparan tentang gizi kurang tersebut baik secara teoritis maupun berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan menunjukan bahwa balita merupakan periode yang rentan terhadap kejadian gizi kurang, gizi kurang memberikan kontribusi yang sangat besar untuk terjadinya gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan balita dengan manifestasi klinis paling fatal dapat menyebabkan kematian (Priharsiwi,

2006). Wilayah kerja Puskesmas Jetak memiliki balita dengan jumlah angka gizi kurang yang tidak sedikit yaitu sebanyak 62

penderita, sangatlah penting melakukan pencegahan untuk menekan angka gizi kurang tersebut, pencegahan dapat dilakukan secara efektif ketika mengetahui faktor yang paling berpotensi terhadap kejadian gizi kurang, hal yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan melakukan sebuah penelitian.

2.8 Kerangka Teori

Dalam Penelitian ini sesuai dengan teori dan hasil penelitian sebelumnya, gizi kurang didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak memiliki nutrien yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau kekurangan asupan makanan. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein dan sering disebut dengan KKP

(15)

(kekurangan Kalori Protein). Dalam standar yang ditetapkan oleh Pemerintah, balita gizi kurang apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) –3 s/d <-2 SD (Wong, 2002; Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat, 2013). Faktor yang menyebabkan kekurangan gizi diantaranya adalah faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, ASI (Air Susu Ibu), makanan pendamping, infeksi dan penyakit penyerta

seperti HIV AIDS, kondisi psikologi anak, keamanan lingkungan, terbatasnya fasilitas kesehatan, BBLR (Berat Bayi Lahir

Rendah), dan nutrisi pada masa kehamilan (Supariasa, 2013., Priharsiwi 2006.,Ghazi dkk,. 2011; Mc Donald dkk.,2012; Kumar & Singh, 2013; Evans dkk., 2011).

(16)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Keterangan :

Area yang diteliti

Balita gizi kurang apabila indeks Berat

Badan menurut Umur (BB/U) –3 s/d <-2 SD (Wong, 2002; Departemen Gizi dan

Kesehatan Msyarakat, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang (Supariasa, 2013., Priharsiwi 2006.,Ghazi dkk,. 2011; Mc Donald dkk.,2012; Kumar & Singh, 2013; Evans dkk., 2011):

● Kemiskinan/Pendapatan ● Praktek pemberian makan ● Pendidikan ibu

● Keamanan lingkungan ● Pemberian ASI ekslusif ● Kondisi psikologi anak ● Penyakit penyerta ● Pengetahuan Ibu ● Nutrisi masa kehamilan ● Fasilitas kesehatan terbatas ● Kelengkapan Imunisasi ● Kebudayaan

(17)

2.9 Kerangka Konseptual Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Gizi Kurang Pendidikan Ibu Pengetahuan Ibu Tingkat Pendapatan Kelengkapan Imunisasi Pemberian ASI Ekslusif BBLR

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka dari penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, maka penulis akan membangun sistem pakar yang dapat mendiagnosa kelainan sistem ortopedi

dapat ditentukan dengan pertamaa, dinyatakan sebagai besaran dan sudutnya dari sumbu x horizontal positif atau kedua dinyatakan sebagai komponen kearah sumbu x dan komponen

Pada tahap ini direncanakan akan dapat melayani daerah pelayanan Ibu Kota Kecamatan (IKK) yaitu Desa Hutaraja Tinggi dan desa-desa yang berdekatan dengan IKK

Di era globalisasi saat sekarang ini kemajuan teknologi berkembang sangat pesat, telah banyak diciptakan suatu teknologi baru yang dapat membantu pekerjaan

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

Dari uraian di atas dapat diambil hipotesis dalam penelitian ini bahwa hubungan kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan adalah kualitas pelayanan mempunyai

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to,

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar(prisma dan limas)  Luas Permukaan Prisma  Menyelesaikan masalah yang