• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Reologi Dan Stabilitas Fisik Minuman Emulsi Minyak Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Reologi Dan Stabilitas Fisik Minuman Emulsi Minyak Sawit"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT REOLOGI DAN STABILITAS FISIK

MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT

NURLITA DIANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Reologi dan Stabilitas Fisik Minuman Emulsi Minyak Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NURLITA DIANINGSIH. F251140381. Sifat Reologi dan Stabilitas Fisik Minuman Emulsi Minyak Sawit. Di bawah bimbingan EKO HARI PURNOMO dan TIEN R. MUCHTADI.

Minyak sawit mempunyai aplikasi yang sangat luas dalam bidang pangan serta telah diketahui sebagai sumber alami pro-vitamin A ( -karoten) yang tinggi. Tingginya pro-vitamin A dapat dimanfaatkan untuk mencegah dan menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A di Indonesia. Meskipun Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di Dunia, asupan kebutuhan vitamin A masih terpenuhi oleh produk impor. Untuk itu dilakukan upaya diversifikasi produk melalui pembuatan minuman emulsi berbahan baku minyak sawit. Bahan-bahan pembuatan minuman emulsi minyak sawit adalah air, olein, pengemulsi, serta bahan tambahan pangan lainnya seperti pemanis, pengawet, dan perisa. Proses pasteurisasi dilakukan pada suhu 70°C selama 10 menit untuk mempertahankan

kandungan -karoten yang sifatnya tidak stabil terhadap pemanasan suhu tinggi. Permasalahan yang sering terjadi pada produk emulsi ialah proses destabilisasi, seperti pemisahan akibat gravitasi (kriming dan sedimentasi), agregasi droplet (flokulasi dan koalesens), maupun pertumbuhan droplet (Ostwald ripening). Proses destabilisasi diakibatkan oleh perbedaan sifat fisikokimia dari setiap komponen dalam produk.

Minuman emulsi minyak sawit merupakan tipe emulsi o/w konsentrat karena mengandung lebih banyak fase terdispersi di dalam medium pendispersinya (perbandingan medium pendispersi dan fase terdispersi adalah 3:7). Rendahnya medium pendispersi menyebabkan droplet saling berdesakan sehingga interaksi yang terjadi di antara droplet-droplet tersebut menjadikan sifat reologi, ukuran dan distribusi droplet, serta stabilitas sistem emulsinya berbeda dengan produk minuman emulsi komersial yang umumnya memiliki lebih sedikit fase terdispersi (<1%). Informasi ilmiah mengenai perubahan ukuran droplet dan distribusinya, sifat reologi, dan stabilitas emulsi minuman emulsi minyak sawit selama penyimpanan masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi-informasi tersebut, serta korelasi antar ketiganya. Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu pembuatan minuman emulsi minyak sawit, dan pengujian terhadap parameter-parameter terpilih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya waktu penyimpanan menyebabkan penurunan stabilitas emulsi, peningkatan distribusi dan ukuran droplet, serta peningkatan nilai indeks perilaku aliran, indeks konsistensi dan viskositas minuman emulsi minyak sawit. Ukuran droplet berkorelasi positif dengan indeks perilaku aliran (R= 0.778, α= 0.01) dan indeks konsistensi (R=

0.9γ9, α = 0.01). Sebaliknya, ukuran drolet berkorelasi negatif dengan stabilitas emulsi (R= -0.907, α= 0.01). Berdasarkan model matematik yang diperoleh dari hubungan antara ukuran droplet dan waktu penyimpanan, reduksi ukuran droplet menjadi 0.61 µm akan meningkatkan umur simpan dan stabilitas minuman emulsi minyak sawit hingga 90 hari penyimpanan.

(5)

SUMMARY

NURLITA DIANINGSIH. F251140381. Rheological Properties and Physical Stability of Palm Oil Emulsion Beverage. Supervised by EKO HARI PURNOMO and TIEN R. MUCHTADI.

Palm oil has very a wide application in food sector and has been known as a high natural source of pro-vitamin A ( -carotene). The high pro-vitamin A can be used to prevent and reduce the prevalence of vitamin A deficiency in Indonesia. Although Indonesia is the largest palm oil producer in the world, its vitamin A needs still fulfilled by imported products. The efforts to diversity products through the manufacture of emulsion drink from palm oil. The composition were water, olein, emulsifier, and other food additives such as sweeteners, preservatives, and flavoring agent. Its pasteurization process was conducted at 70°C for 10 minutes in order to

maintain the content of -carotene that are unstable to high-temperature heating. Problems often occur in the emulsion product is the process of destabilization, such as separation due to gravity (creaming and sedimentation), droplet aggregation (flocculation and coalescence), and the droplet growth (Ostwald ripening). The destabilization process caused by the difference of physicochemical properties of each component in the product.

Palm oil emulsion beverage is a type of oil-in-water concentrate because it contains more of the dispersed phase in the dispersion medium (the ratio between dispersion medium and the dispersed phase is 3:7). The low content of dispersion medium causes droplets packed tightly together so that the interaction that occurs between the droplets makes the rheological properties, droplets size and distribution, as well as stability system of emulsion are different from the commercial beverages emulsion which generally had less of dispersed phase (<1%). Scientific information on changes in droplet size and distribution, rheological properties and emulsion stability of palm oil emulsion drink during storage are very limited. Therefore, this study was conducted to provide this information, as well as the correlations between parameters. This research consisted of two stages. The first stage was emulsion drink preparation, while the second stage was testing of the parameters selected.

This study showed that increased of storage time cause a decrease in emulsion stability. It also increased the droplet size and distribution, and the flow behavior index, consistency index, and the viscosity of palm oil emulsion drink. The droplet

size was positively correlated with the flow behavior index (R= 0.778, α= 0.01) and consistency index (R= 0.9γ9, α= 0.01). Whereas the droplet size is negatively correlated with the emulsion stability (R= -0.907, α= 0.01). Based on a mathematical model from the relationship between the droplet size and its storage time, reduction droplet size becomes 0.61 µm will increase the shelf-life and stability of palm oil emulsion drink up to 90 days of storage.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SIFAT REOLOGI DAN STABILITAS FISIK

MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)

Judul Tesis : Sifat Reologi dan Stabilitas Fisik Minuman Emulsi Minyak Sawit Nama : Nurlita Dianingsih

NIM : F251140381

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Eko Hari Purnomo, STP, MSc Ketua

Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul

“Sifat Reologi dan Stabilitas Fisik Minuman Emulsi Minyak Sawit” yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2016 ini dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih khususnya disampaikan kepada Dr Eko Hari Purnomo, STP, MSc selaku ketua komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pemikirannya membantu penulis selama menyelesaikan studi dan tugas akhir. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS selaku anggota komisi pembimbing atas saran, bimbingan serta mengijinkan penulis turut serta dalam rangkaian penelitian Prospek Industrialisasi Produk Hilir Minyak Kelapa Sawit. Kepada penguji luar komisi Dr Ing Dase Hunaefi, STP, MFoodST yang berkenan memberikan banyak masukan, serta Ketua Program Studi Ilmu Pangan, Dr Ir Harsi D. Kusumaningrum. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana bantuan penelitian dalam komponen Beasiswa Pra S2 dan S2 SAINTEK dan atas dukungan dana penelitian dari Hibah Kompetensi 2 tahun 2015 atas nama Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS, serta PT Salim Ivomas Pratama Jakarta yang telah menyediakan bahan baku crude palm oil.

Ungkapan terima kasih tak terhingga untuk Papa, Mama, Bapak, Ibu, Kakak serta Adik tercinta, dan seluruh keluarga terkasih yang senantiasa memberikan doa juga dukungan sehingga penulis bisa melalui tahap ini. ATB, pria hebat, kekasih, motivator pribadi yang tanpa henti selalu memberikan dukungan dan semangat. Terima kasih kepada seluruh teknisi dan staf di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, SEAFAST Centre, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor, teman-teman, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan tesisi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan masukan untuk konten yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Minyak Sawit dan Proses Pemurniannya 4

Komponen Minor Minyak Sawit 6

Reologi Emulsi 9

Stabilitas Emulsi 9

Minuman Emulsi Minyak Sawit 11

3 METODE 14

Waktu dan Tempat Penelitian 14

Bahan dan Alat Penelitian 14

Tahapan Penelitian 14

Prosedur Analisis Data 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Distribusi Ukuran Droplet 17 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Penampakan Mikroskopik 20 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Reologi 22 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Stabilitas Emulsi 25 Korelasi Ukuran Droplet dengan Sifat Reologi dan Stabilitas Emulsi 26 Aplikasi Laju Pertumbuhan Droplet pada Perkitaan Umur Simpan Minuman

Emulsi Minyak Sawit 28

5 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 39

(12)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik CPO, olein, dan stearin 5

2 Komponen minor dalam CPO 6

3 Kandungan karotenoid dalam CPO 7

4 Aktivitas pro-vitamin A beberapa jenis karotenoid 7 5 Diameter rata-rata droplet, indeks span, dan ukuran droplet minuman

emulsi minyak sawit selama penyimpanan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Buah sawit

2 Struktur kimia α-, dan -karoten 4

3 Struktur kimia tokoferol dan tokotrienol 8

4 Mekanisme destabilisasi emulsi 8

5 Jenis sistem emulsi 12

6 Distribusi ukuran droplet minuman emulsi minyak sawit selama

penyimpanan 18

7 Mikrograf droplet emulsi dengan menggunakan mikroskop polarisasi

selama penyimpanan 21

8 Tahap awal proses koalesens droplet minyak dalam minuman emulsi

minyak sawit 22

9 Kurva aliran dan kurva viskositas minuman emulsi minyak sawit 22 10 Kurva hubungan antara indeks perilaku aliran dan lama penyimpanan 23 11 Kurva hubungan antara indeks konsistensi dan lama penyimpanan 24 12 Kurva hubungan antara viskositas terukur dan lama penyimpanan 24 13 Kurva hubungan antara stabilitas emulsi dan lama penyimpanan 25 14 Korelasi antara ukuran droplet dan reologi serta stabilitas emulsi 27 15 Kurva hubungan lama penyimpanan terhadap perubahan ukuran

droplet 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir tahapan penelitian 41

2 Diagram alir pembuatan minuman emulsi minyak sawit 41 3 Diagram alir pengukuran dan pengamatan minuman emulsi minyak sawit

selama penyimpanan 42

4 Nilai potensial zeta minuman emulsi minyak sawit 42 5 Pengamatan visual minuman emulsi minyak sawit selama

penyimpanan 42

6 Analisis korelasi Pearson antar parameter 43

7 Ukuran diameter rata-rata droplet (d4,3) selama penyimpanan 43

8 Ukuran diameter rata-rata distribusi 10% droplet (Dv10) selama

penyimpanan 43

9 Ukuran diameter rata-rata distribusi 50% droplet (Dv50) selama

(13)

10 Ukuran diameter rata-rata distribusi 90% droplet (Dv90) selama

penyimpanan 44

11 Analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai d4,3

(µm) 44

12 Analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai Dv10

(µm) 45

13 Analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai Dv50

(µm) 45

14 Analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai Dv90

(µm) 46

15 Analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai

Span 47

16 Indeks sifat aliran minuman emulsi minyak sawit selama penyimpanan 47 17 Indeks konsistensi minuman emulsi minyak sawit selama

penyimpanan 48

18 Viskositas terukur minuman emulsi minyak sawit selama

penyimpanan 48

19 Stabilitas emulsi minyman emulsi minyak sawit selama penyimpanan 48 20 Spesifikasi spindel dan wadah yang digunakan, rumus perhitungan laju

geser, gaya geser, dan viskositas emulsi 49

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditas kelapa sawit di Indonesia telah menjadi tanaman primadona dan memiliki prospek masa depan yang sangat cerah. Saat ini 86% dari total produksi minyak sawit di Dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia (Bangun 2015). Minyak sawit merupakan minyak nabati dengan perbandingan kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang, yaitu 40% asam oleat, 10% asam linoleat, 45% asam palmitat, dan 5% asam stearat. Komposisi ini menjadikan minyak sawit sebagai edible oil yang cocok diaplikasikan dalam berbagai produk pangan (Khomsan dan Anwar 2008), contohnya minyak goreng, margarin, shortening, cocoa butter substitutes, dan berbagai ingredien pangan lainnya (Hariyadi 2014). Selain itu, minyak sawit mengandung komponen aktif, seperti karotenoid pro-vitamin A ( -karoten), karotenoid nonpro-vitamin A, tokoferol, tokotrienol, dan fito-sterol (Khomsan dan Anwar 2008).

World Health Organization (WHO) telah mengelompokkan kekurangan vitamin A (KVA) sebagai masalah kesehatan yang mempengaruhi sekitar sepertiga dari anak usia 6 sampai 59 bulan. Pada tahun 2013, persentase tertinggi KVA terjadi di sub-Sahara Afrika (48%) dan Asia Selatan (44%) (WHO 2016). Sementara itu, total prevalensi balita dan anak-anak penderita KVA di Indonesia khususnya di pedesaan dinilai cukup tinggi yaitu 1.3%, sedangkan pada daerah perkotaan sebesar 0.4% (Sandjaja et al. 2013). Penanggulangan masalah KVA telah dilaksanakan secara intensif oleh Kementerian Kesehatan melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan sekali. Namun, sebagian besar kebutuhan vitamin A tersebut masih diperoleh dari luar negeri. Menurut data Badan Pusat Statistik (2016) impor vitamin A dan turunannya dari Januari hingga September 2016 mencapai 300,163 kg atau senilai US$ 10,725,093.

Tingginya kandungan -karoten dalam minyak sawit dapat dimanfaatkan sebagai salah satu diversifikasi produk pangan fungsional tinggi pro-vitamin A. Salah satunya ialah pembuatan minuman emulsi. Minuman emulsi minyak sawit merupakan tipe emulsi oil-in-water (o/w) yang melibatkan pencampuran dua cairan sebagai fase terdispersi dan medium pendispersi (Fernandez et al. 2005). Secara khusus, minuman emulsi minyak sawit adalah jenis emulsi o/w konsentrat karena mengandung lebih banyak minyak di dalam medium pendispersinya, dibandingkan dengan minuman emulsi komersial lain yang telah banyak beredar di pasaran. Pada penelitian ini, pembuatan minuman emulsi minyak sawit mengikuti formulasi Surfiana (2002) dengan beberapa modifikasi. Komposisi utama minuman emulsi minyak sawit ialah fraksi olein minyak sawit dan air minum dalam kemasan (perbandingan 7:3), serta pengemulsi Twen 80 (1%). Selain itu, ditambahkan bahan tambahan pangan lainnya yaitu pemanis sirup fruktosa (15%), perisa melon (1%), kalium sorbat (0.1%), BHT (200 ppm), dan EDTA (200 ppm).

Olein sebagai bahan baku pembuatan minuman emulsi dihasilkan tanpa melalui proses bleaching dengan tujuan mempertahankan kandungan -karotennya. Proses pasteurisasi dilakukan pada suhu 70°C selama 10 menit sehingga diharapkan

(16)

2

2015), namun tetap aman dari cemaran mikroba (Rita 2011). Kedepannya, diharapkan minuman emulsi minyak sawit dapat menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan vitamin A di Indonesia.

Permasalahan utama dalam produk emulsi ialah proses destabilisasi, seperti pemisahan akibat gravitasi (kriming dan sedimentasi), agregasi droplet (flokulasi dan koalesens), maupun pertumbuhan droplet (Ostwald ripening) (McClements et al. 2007). Pada produk-produk emulsi, stabilitas menjadi penting karena sangat mempengaruhi masa simpan produk. Proses destabilisasi emulsi disebabkan oleh perbedaan sifat fisikokimia dari setiap komponen dalam produk (Piorkowski dan McClements 2013), misalnya densitas, viskositas, polaritas, dan kelarutannya. Sebagai contoh, hasil studi Kipdiyah (2010) pada sampel emulsi o/w minyak sawit merah menunjukkan terjadinya kriming dan/atau oiling off setelah tiga hari penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan rendahnya stabilitas emulsi produk. Kriming dan/atau oiling off pada produk disebabkan oleh tingginya perbedaan densitas dan viskositas antara fase terdispersi dan medium pendispersi, yang pada akhirnya meningkatkan laju pemisahan. Disamping itu, laju pemisahan emulsi juga dipengaruhi oleh besarnya ukuran droplet. McClements (2016) menerangkan bahwa droplet dengan ukuran yang lebih besar cenderung mengalami kriming lebih cepat karena terjadinya peningkatan gaya gravitasi.

Sifat reologi merupakan sifat fisik produk pangan yang sangat penting kaitannya dengan mutu produk pangan berbentuk cair. Secara reologis sifat perilaku fluida yang penting adalah indeks perilaku aliran (n), indeks konsistensi (K), dan

gaya geser awal (τo). Parameter-parameter tersebut dapat dikorelasikan dengan

stabilitas emulsi (Tadros 2004). Menurut Stern et al. (2001) dan McClements (2005) ukuran droplet menentukan sifat reologi suatu produk, serta mempengaruhi tekstur sampai karakteristik suatu produk emulsi (Maruyama et al. 2007). Beberapa studi telah dilakukan mengenai sifat reologi, dan/atau sifat fisik minuman emulsi

minyak sawit. Pengukuran sifat reologi yang meliputi nilai n, nilai K, dan nilai τo

emulsi minyak sawit dengan Haake Rotovisco (Sabariman 2007; Kipdiyah 2010; Mubarok 2011). Pengukuran sifat fisik seperti prediksi dan distribusi ukuran droplet, serta penampakan mikroskopik (Sabariman 2007; Mubarok 2011; Rita 2011). Namun studi-studi tersebut tidak mengkaji lebih dalam dampak lama penyimpanan terhadap perubahan karakteristik droplet minyak, sifat reologi, stabilitas emulsi, serta hubungan antara parameter-parameternya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan tidak hanya untuk memberikan informasi mengenai sifat reologi, sifat fisik dan stabilitas emulsi selama penyimpanan, namun juga korelasinya. Dengan demikian, diharapkan dapat membantu formulasi produk sehingga dihasilkan produk dengan umur simpan dan stabilitas yang lebih baik.

Perumusan Masalah

(17)

3 tersebut akan menjadikan sifat reologi dan tingkat stabilitas sistem emulsinya berbeda dibandingkan dengan sistem emulsi dengan jumlah fase terdispersi yang rendah. Semakin banyak jumlah minyak dalam produk menyebabkan meningkatnya tahanan alir sehingga produk cenderung lebih kental, dan sistem emulsinya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat minyak sebagai fase terdispersinya. Rendahnya jarak rata-rata pemisahan antar droplet sebagai akibat dari tingginya kandungan fase terdispersi, menyebabkan interaksi tolakan yang dibutuhkan harus lebih tinggi untuk menjaga stabilitas emulsi.

Dalam penelitian ini, usaha yang dikembangkan meliputi pengamatan terhadap perubahan sifat reologi dan sifat fisik minuman emulsi, serta stabilitas emulsi selama penyimpanan. Dengan demikian masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis sifat reologi minuman emulsi yang meliputi indeks sifat aliran

(n), indeks konsistensi (K), dan tekanan luluh (τo).

2. Menganalisis sifat fisik minuman emulsi melalui ukuran dan distribusi droplet, serta pengamatan mikroskopik emulsi.

3. Menganalisis stabilitas emulsi.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengevaluasi sifat reologi, sifat fisik, dan stabilitas emulsi selama penyimpanan.

2. Melihat hubungan antara perubahan ukuran droplet dengan sifat reologi dan stabilitas emulsi selama penyimpanan.

3. Memprediksi ukuran droplet untuk mencapai umur simpan tertentu dari emulsi.

Manfaat Penelitian

Pengkajian sifat reologi dan stabilitas fisik pada produk minuman emulsi minyak sawit mampu memprediksi ukuran droplet yang diperlukan agar emulsi stabil selama umur simpan tertentu.

Hipotesis

(18)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit dan Proses Pemurniannya

Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) merupakan salah satu komoditi penting yang mendorong perekonomian Indonesia. Buah sawit terdiri dari tiga bagian yaitu mesoskarp, endoskarp, dan kernel. Penampang melintang buah sawit dapat dilihat pada Gambar 1. Produk utama dari buah sawit adalah minyak sawit. Menurut Bangun (2015), produksi minyak sawit di Dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia dengan total produksi sekitar 86%. Minyak sawit dapat dihasilkan dari Palm Kernel Oil (PKO) maupun Crude Palm Oil (CPO) (Ketaren 2012). Perbedaan PKO dan CPO adalah adanya pigmen karotenoid dalam CPO sehingga berwarna kuning kemerahan.

Gambar 1 Buah sawit (Anonim 2016)

CPO terdiri dari fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik dari masing-masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 1. Olein dan stearin merupakan komponen penting untuk beberapa produk dalam industri pangan seperti shortening, margarin, pastry, cooking oil dan lainnya (Barriuso et al. 2013). Stearin seringkali digunakan sebagai ingredien dalam hard fat. Sementara olein lebih banyak diolah menjadi cooking oil. Potensi lain dari minyak sawit ialah sebagai bahan mentah untuk produksi lemak spesial (specialty fats), yaitu suatu jenis lemak yang mempunyai fungsionalitas khusus. Lemak spesial dapat pula dikategorisasi-kan sebagai lemak terstruktur (structure lipids atau structure fats) yaitu suatu lemak yang mengandung campuran dari asam lemak dengan karakteristik tertentu untuk tujuan memberikan fungsionalitas tertentu (Hariyadi 2014).

(19)

5 Tabel 1 Karakteristik CPO, olein dan stearin

Karakteristik Nilai

Keseluruhan Olein Stearin Titik leleh (°C) 31-38 19-24 44-56 Berat jenis pada 25 °C (g/ml) 0.892-0.893 0.909-0.903 0.882-0.891 Bilangan iod1 51-55 51-61 22-49 Bilangan penyabunan2 190-202 194-202 193-206 Titik asap (°C) 6-12 SUS Disaturated 38.5-50.3 37.6-46.1 43.9 SUU Monosaturated 31.8-44.4 41.3-49.1 25.6 UUU Triunsaturated 4.8-9.8 6.4-8.4 3.9 1Gram iod yang mengadisi 100 gram lemak

2Milligram NaOH untuk menyabunkan 1 gram lemak

Diolah dari: Mortensen (β00η); O’Brien (2009); Kok et al. (2011); Sampaio et al. (2011)

(20)

6

bebas, aldehida, keton, hidrokarbon, dan minyak esensial yang jumlahnya sekitar 0.1% dari berat minyak. Prinsipnya adalah destilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Fraksinasi merupakan suatu proses pemisahan olein dan stearin berdasarkan perbedaan titik lelehnya. Prinsip dari proses ini adalah pendinginan secara bertahap. Fraksi stearin yang mempunyai titik leleh lebih tinggi akan membentuk kristal terlebih dahulu. Sedangkan fraksi olein dengan titik leleh lebih rendah masih berada dalam bentuk cairnya. Proses ekstraksi lain yang dapat digunakan adalah aquoeus extraction processing (AEP), seperti supercritical fluid extraction (SFE). Salah satu keunggulan AEP dengan bantuan enzim adalah tidak memerlukan proses degumming (Latif dan Anwar 2011). Karbondioksida (CO2)

merupakan contoh fluida superkritis yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi dan fraksinasi minyak sawit. Menurut Zaidul et al. (2007), proses ekstraksi dan fraksinasi dengan SC-CO2 pada tekanan yang berbeda dapat mempengaruhi

kehadiran asam lemak yang dominan.

Komponen Minor Minyak Sawit

Komponen minor dalam CPO dapat dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah turunan asam lemak termasuk acylglycerides, terutama monogliserida dan digliserida, fosfatida, ester, dan sterol. Kategori kedua merupakan senyawa non asam lemak, khususnya senyawa hidrokarbon termasuk di dalamnya alkohol alifatik, free sterol, tokoferol, dan karotenoid (Edem 2002; Akanda et al. 2012). Diantara berbagai komponen minor yang ada dalam CPO, karotenoid, tokoferol dan tokotrienol merupakan komponen yang paling banyak dikaji karena peran fungsionalnya. Komponen tersebut merupakan komponen bioaktif yang bersifat antioksidan, juga secara fisiologis aktif sebagai vitamin A dan E. Komponen minor dalam CPO dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komponen minor dalam CPO (Gee 2007)

Komponen minor Total dalam CPO (mg/kg) Karotenoid

Skualen

Hidrokarbon non-terpenoid α- tokoferol + tokotrienol Sterol

Keunggulan utama minyak sawit dibanding minyak nabati lainnya adalah tingginya kandungan karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol dengan kisaran 500-3000 mg/kg (Lau et al. 2007). Diantara berbagai jenis senyawa karotenoid yang

(21)

7 sehingga disebut sebagai pro-vitamin A (Winarno 2008). Aktivitas dari karotenoid sebagai pro-vitamin A berbeda-beda sesuai dengan jenis karotenoidnya, dan - karoten memiliki aktivitas sebagai pro-vitamin A paling tinggi dibandingkan jenis

lainnya (Tabel ζ). Struktur α- dan - karoten dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 3 Kandungan karotenoid dalam CPO (Scrimshaw 2000)

Jenis Senyawa Karotenoid Kandungan dalam CPO (%)

Phytoene 1.3

cis -karoten 0.7

Phytofluene 0.1

-karoten 56

α-karoten 35

cis-α-karoten 2.5

-karoten 0.7

-karoten 0.3

δ-karoten 0.8

Neurosporene 0.3

-Zeakaroten 0.7

α-Zeakaroten 0.2

Likopen 1.3

Total (ppm) 500-700

Tabel 4 Aktivitas pro-vitamin A beberapa jenis karotenoid (Ball 2006) Nama Trivial Aktivitas Vitamin A (%)*

Likopen inaktif

-Karoten 42-50

-Zeakaroten 20-40

-Karoten 100

α-Karoten 50-54

-Kriptoxantin 50-60

Zeinoxantin inaktif

Lutein inaktif

*Aktivitas senyawa karotenoid bentuk all-transrelatif terhadap -Karoten

(22)

8

Selain senyawa karotenoid, komponen lain yang banyak dikaji terkait peranan fungsionalnya ialah tokoferol dan tokotrienol. Kedua senyawa ini merupakan isomer vitamin E yang larut dalam lemak dan dapat bersifat sebagai antioksidan. Kandungan total tokoferol dalam minyak sawit berkisar antara 500-600 ppm, yang terdiri atas 129-β1η ppm α-tokoferol, 22-γ7 ppm -tokoferol, 19-γβ ppm -tokoferol, dan 10-1θ ppm δ-tokoferol. Sedangkan total kandungan tokotrienolnya adalah 1000-1200 ppm, yang terdiri atas 44-73 ppm α-tokotrienol, 44-7γ ppm -tokotrienol, 262-ζγ7 ppm -tokotrienol, dan 70-117 ppm δ-tokotrienol (O’brien 2008). Bentuk α-tokoferol cenderung tidak stabil terhadap oksidasi dan pengolahan menggunakan suhu tinggi. Pengurangan kadar tokoferol dalam suatu produk pangan dapat terjadi selama pengolahan, dan/atau masa penyimpanan (Yang dan McClements 2013).

Gambar 3 Struktur kimia tokoferol dan tokotrienol (Lampi 2015)

Melihat peranan komponen bioaktifnya, minyak sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional bila kandungan komponen bioaktifnya dapat dipertahankan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Minyak sawit dapat berperan sebagai carrier pro-vitamin A dalam bentuk -karoten dan α -tokoferol karena memiliki kadar lemak yang tinggi sehingga mempermudah

penyerapan senyawa larut lemak dalam tubuh. Selain itu -karoten dan α-tokoferol memiliki sifat antioksidan sebagai modulator sistem imun (Dauqan et al. 2011).

Reologi Emulsi

Sifat reologi merupakan sifat fisik produk pangan yang erat kaitannya dengan mutu produk pangan cair. Secara reologis, sifat perilaku fluida yang penting

adalah indeks perilaku aliran (n), indeks konsistensi (K), dan gaya geser awal (τo).

(23)

9 Sifat reologi suatu bahan ditetapkan dengan menganalisis hubungan antara gaya yang diberikan dan aliran yang dihasilkan, atau deformasi. Beragam sifat reologi ditunjukkan oleh produk emulsi pangan cair. Beberapa produk memiliki viskositas rendah dan mudah mengalir (misalnya susu dan minuman ringan), sementara yang lain sangat kental (misalnya mayonnaise dan double cream). Reologi dipengaruhi oleh konsentrasi pengemulsi, komposisi asam lemak, jenis minyak yang digunakan, suhu, serta pemberian laju geser (Suzuki et al. 1991; Driscoll et al. 2001; Granger et al. 2005; Arboleya et al. 2009).

Selama penyimpanan, dapat terjadi pergeseran nilai n, K, dan τ0. Berbagai

penelitian telah memperlihatkan bahwa perubahan tersebut dapat diakibatkan adanya perubahan ukuran dan distribusi droplet. Menurut Hayati et al. (2007), peningkatan ukuran droplet menyebabkan jumlah satuan droplet persatuan volume menurun sehingga terjadi peningkatan jarak rata-rata pemisahan antara droplet. Hal tersebut menyebabkan penurunan resistensi aliran karena droplet menjadi lebih mudah bergerak.

Konsentrasi droplet dalam produk akhir minuman emulsi seperti jus buah biasanya sangat rendah. Sehingga sifat reologi produk tersebut didominasi oleh sifat-sifat aquoeus medium pendispersi (Piorkowski dan McClements 2013). Sementara untuk sistem emulsi dengan konsentrasi fase terdispersi yang tinggi, sifat reologi akan sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fase terdispersi dan interaksi antar droplet di dalamnya. Selain itu, konsentrasi droplet emulsi juga dapat mempengaruhi tekstur, warna, stabilitas, sifat sensori, dan nutrisi (Stern et al. 2001; McClements 2005; McClements dan Rao 2011).

Stabilitas Emulsi

Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil dan dapat dengan mudah mengalami pemisahan selama penyimpanan melalui berbagai mekanisme destabilisasi (Gambar 4), seperti pemisahan akibat gravitasi (sedimentasi dan kriming), agregasi droplet (koalesens dan flokulasi), dan pertumbuhan droplet (Ostwald ripening) (McClements et al. 2007; McClements dan Rao 2011). Oleh karena itu sistem emulsi harus dirancang secara hati-hati sehingga dapat menghambat mekanisme destabilisasi dan mampu memberikan stabilitas yang cukup sepanjang masa simpan produk.

Sistem emulsi umumnya distabilkan oleh pengemulsi dan/atau penstabil dengan menggunakan komponen aktif seperti protein dan surfaktan (Dagleish 2006; Hayati et al. 2007). Komponen aktif tersebut berfungsi menurunkan tegangan antarmuka dan mendorong pembentukan droplet yang lebih kecil (Guo et al. 2006; Binks dan Rocher 2009). Pengemulsi berperan penting dalam formulasi makanan, terutama pada pembentukan produk pangan yang sangat kompleks seperti yoghurt, es krim, dan produk whipped (Leal-Calderon et al. 2007; Charcosset 2009).

(24)

10

(oiling off) (Given 2009). Untuk itu, minyak harus diubah terlebih dahulu ke dalam dispersi koloid yang dikemas dalam partikel-partikel kecil dalam suatu medium pendispersi (McClements dan Li 2010; McClements 2011).

Gambar 4 Mekanisme destabilisasi emulsi (Lopetinsky et al. 2006)

Pembentukan dan stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi sistem emulsi (jenis dan konsentrasi fase penyusun emulsi), viskositas medium pendispersi, ukuran rata-rata dan distribusi partikel, serta pengolahan dan penyimpanannya (Ghannam 2005; Leal-Calderon et al. 2007; Cho et al. 2014). Sementara itu perubahan stabilitas emulsi, reologi, dan distribusi molekul ditentukan oleh sifat dari droplet seperti komposisi, konsentrasi, ukuran, distribusi, dan muatannya (McClements 2005). Walstra (2003) mengemukakan bahwa viskositas minyak sebagai fase terdispersi mempengaruhi efisiensi penghancuran droplet pada saat homogenisasi. Semakin rendah viskositasnya, makin efisien penghancuran droplet sehingga ukuran partikel yang diproduksi semakin kecil. Sementara itu, densitas minyak dalam fase terdispersi sangat menentukan laju kriming atau sedimentasi dalam sistem emulsi (McClements 2005).

Distribusi ukuran droplet dalam minuman emulsi akan sangat mempengaruhi stabilitas fisiknya. Oleh karena itu, pengukuran perubahan distribusi ukuran droplet menjadi sangat penting bagi produk selama penyimpanan atau uji percepatan prediksi stabilitas umur simpan (McClements 2007). Proses pemisahan atau destabilisasi emulsi berawal dari droplet emulsi sebagai fase terdispersi yang terus-menerus bergerak dan seringkali bertumbukan satu sama lain. Setelah terjadinya tumbukan, droplet mungkin memisah kembali (emulsi stabil), menempel satu dengan lainnya namun masih mempertahankan keutuhan masing-masing droplet (flokulasi), atau bergabung membentuk droplet yang lebih besar (koalesens) (Ivanov et al. 1999).

(25)

11 Dalam banyak kasus destabilisasi emulsi, droplet emulsi dan medium pendispersi biasanya mempunyai densitas yang berbeda. Pengaruh gravitasi akan menyebabkan droplet bergerak ke atas atau ke bawah melewati medium pendispersi. Bila densitas droplet rendah, pergerakan droplet akan mengarah ke atas dan membentuk lapisan pada bagian atas emulsi (kriming). Sebaliknya, bila densitas droplet lebih tinggi maka droplet akan bergerak turun dan membentuk lapisan di bagian bawah emulsi (sedimentasi) (Tadros 2004; McClements 2011).

Proses destabilisasi secara flokulasi dan koalesens cenderung diakibatkan oleh keseimbangan gaya tarik menarik antar droplet. Keseluruhan interaksi antar droplet dapat dijelaskan dengan penjumlahan interaksi van der Waals (wVDV),

elektrostatik (wE), dan sterik (wS) (McClements 2005). Interaksi van der Waals

merupakan gaya tarik, sedangkan interaksi elektrostatik dan sterik ialah gaya tolak. Flokulasi droplet merupakan proses penyatuan dua atau lebih droplet, dimana droplet tersebut tetap mempertahankan keutuhan masing-masing. Flokulasi terjadi diakibatkan oleh besarnya gaya tarik yang terjadi dibandingkan gaya tolak yang bekerja antar molekul. Adanya pembentukan flocs droplet dalam emulsi dinilai dapat meningkatkan laju kriming (Pinfield et al. 1999; Shields et al. 2001). Berbeda dengan flokulasi, koalesens disebabkan oleh terjadinya penyatuan droplet-droplet berukuran kecil membentuk sebuah droplet dengan ukuran yang lebih besar (McClements 2016).

Ostwald ripening ialah proses destabilisasi emulsi yang mengakibatkan droplet berukuran lebih besar tumbuh dengan mengorbankan droplet yang lebih kecil. Ini terjadi karena perpindahan massa dari satu droplet ke droplet lainnya di fase terdispersi melalui intervensi medium pendispersi. Ostwald ripening dapat terjadi pada emulsi o/w dengan fase minyak yang kelarutannya tinggi, mengandung alkohol, atau karena terjadinya miselisasi surfaktan (McClements 2016). Ariyaprakai dan Duncan (2010) menyatakan bila medium pendispersi mengandung agregat surfaktan, hal itu akan memicu peningkatan laju Ostwald ripening karena meningkatkan kelarutan minyak. Pada emulsi konsentrat, ripening droplet dapat menjadi dua kali lebih cepat karena berada dalam kontak yang dekat (Schmitt et al. 2004).

Minuman Emulsi Minyak Sawit

Pangan merupakan sistem fisikokimia yang kompleks. Suatu produk pangan dapat mengandung berbagai komponen makro dan/atau mikromolekul dengan sifat fisikokimia yang berbeda-beda. Perbedaan itu berpengaruh terhadap karakter fisik, sensori, sampai umur simpannya. Industri pangan merupakan salah satu dari banyak industri yang sangat bergantung pada pemanfaatan emulsi dan pengemulsi. Sebagian besar produk pangan pada dasarnya berada dalam bentuk emulsi dan digunakan dalam berbagai aplikasi, terutama untuk mensuspensikan lemak atau komponen larut lemak dalam fase aquoeus.

(26)

12

2015). Sistem emulsi lainnya adalah emulsi oil-in-oil (o/o). Beberapa sistem emulsi dapat mengandung dua (atau lebih) fase terdispersi, dan dikategorikan menurut lokasi dari fase terdispersi yang berada paling dalam. Contoh dari emulsi ganda ini adalah emulsi oil-in-water-in-water (o/w1/w2), emulsi water-in-oil-in-water

(w1/o/w2), dan emulsi oil-in-water-in-oil (o1/w/o2) (Dickinson 2011; McClements

2012; Jimenez-Colmeneron 2013). Beberapa contoh jenis sistem emulsi disajikan pada Gambar 5.

Salah satu bentuk emulsi yang sampai saat ini banyak dikonsumsi ialah minuman emulsi. Setiap jenis minuman emulsi dapat mengandung berbagai komponen hidrofobik, seperti flavor oils, clouding agents, dan vitamin larut minyak. Untuk mendispersikannya diperlukan proses emulsifikasi. Proses ini terjadi melalui pembentukan lapisan antarmuka dan biasanya dicapai dengan homogenisasi atau high-shear mixing (Hodge dan Rousseau 2005). Minuman emulsi minyak sawit tergolong dalam sistem emulsi o/w, dimana fase terdispersinya berupa minyak dengan medium pendispersi air. Formula dasar pembuatan minuman emulsi minyak sawit adalah air, fraksi olein minyak sawit, pengemulsi, serta bahan tambahan pangan lainnya seperti pemanis, pengawet, dan perisa (Rita 2011).

Gambar 5 Jenis sistem emulsi (Bakry et al. 2015)

(27)

13 penelitian ini adalah formula Surfiana (2002) dengan modifikasi penggunaan kalium sorbat sebagai pengawet dan perisa melon.

(28)

14

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Januari sampai April 2016 di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Biokimia Departemen Ilmu Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Mikrobiologi Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, serta Laboratorium Nanoteknologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman emulsi minyak sawit ialah fraksi olein dari CPO (crude palm oil) yang diperoleh dari PT Salim Ivomas Pratama (Jakarta, Indonesia), serta air minum dalam kemasan. Bahan tambahan pangan yang digunakan adalah kalium sorbat (merck, Germany), BHT (merck, Germany), EDTA (Merck, Germany), pengemulsi Tween 80 (Merck, Germany), perisa melon, dan sirup fruktosa. Perisa melon dan sirup fruktosa diperoleh dari toko bahan makanan Yoek’s, Bogor.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain homogenizer (CAT Ultra-Turrax Type X520), viskometer rotasional dial reading (Brookfield Engineering Labs Inc, US), Sentrifus (Eppendorf 5810 R), penangas air, particle size analyzer (Malvern Instrument Ltd, UK), mikroskop polarisasi Olympus model BH-2 (Olympus Co, Japan), timbangan analitik sartorius model BSA 224, alat gelas serta alat penunjang lainnya.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini meliputi dua tahap, yaitu (1) Pembuatan minuman emulsi minyak sawit, dan (2) Pengukuran sifat reologi, sifat fisik serta stabilitas emulsi. Secara umum, skema penelitian terangkum pada Lampiran 1.

1. Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit

(29)

15 digunakan dalam pembuatan minuman emulsi minyak sawit adalah 7:3. Diagram alir tersaji pada Lampiran 2.

2. Pengukuran Sifat Reologi, Sifat Fisik, serta Stabilitas Emulsi

Sampel minuman emulsi yang telah dikemas dalam botol gelap kemudian disimpan pada suhu ruang. Pengukuran reologi, analisis ukuran dan distribusi droplet, pengamatan dengan mikroskop, serta pengukuran stabilitas emulsi dilakukan setiap empat hari selama dua puluh hari. Diagram alir pengukuran dan pengamatan sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3. Setiap pengukuran diulang sebanyak tiga kali, dan setiap ulangan dianalisis duplo.

Prosedur Analisis Data

Analisis Sifat Reologi

Pengukuran sifat reologi dilakukan menggunakan viskometer rotasional dial reading (Brookfield Engineering Labs Inc, USA) dengan spindel silindris. Sebanyak 300 ml minuman emulsi dimasukkan ke dalam wadah sampel hingga batang spindel terendam. Spindel diputar dengan kecepatan putaran 3 rpm, 6 rpm, 12 rpm, 30 rpm, dan 60 rpm, sehingga didapatkan nilai torsi pada kisaran 3-97%. Data kemudian dimasukkan pada persamaan (1) dan (2) untuk memperoleh nilai laju geser (�̇) dan gaya geser (�). Nilai indeks perilaku aliran (n) dan indeks konsistensi (K) diperoleh dari hasil regresi linear terhadap grafik ln � versus ln �̇. Viskositas terukur ( app) ditetapkan saat spindel berputar pada kecepatan 60 rpm.

Spesifikasi spindel dan wadah yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 20. Laju geser (sec -1) : ̇ = β ω Rcβ Rbβ

Distribusi ukuran droplet dianalisis dengan metode dynamic light scattering menggunakan Zetasizer Ver. 7.03 (Malvern Instrument Ltd.). Sebanyak 5 ml sampel didispersikan ke dalam 20 ml air destilasi. Software Malvern menggunakan indeks relatif sampel (1.47) dan indeks relatif pendispresi (1.330) untuk menghitung indeks dispersi (span). Faktor span relatif merupakan parameter yang mengindikasikan keseragaman distribusi ukuran droplet yang ditetapkan dengan:

Span =Dv90D-Dv10

vη0

Dv10, Dv50, dan Dv90 merupakan diameter yang mewakili 10%, 50%, dan

(30)

16

dipresentasikan dalam volume-weighted mean diameter (dv atau d4,3). Nilai d4,3 atau

diameter rata-rata de Brouckere (de Brouckere mean diameter) merupakan nilai diameter rata-rata partikel bola yang memiliki nilai perbandingan massa/volume partikel yang sama.

Pengamatan Mikroskopik Emulsi

Mikrograf dari emulsi diamati dengan menggunakan mikroskop polarisasi merk Olympus model BH-2. Sampel minuman emulsi tanpa pengenceran ditempatkan pada kaca objek kemudian perlahan ditutup menggunakan kaca penutup. Gambar mikrostruktur emulsi o/w diambil menggunakan kamera digital pada perbesaran 200x.

Analisis Stabilitas Emulsi

Pengukuran stabilitas emulsi ditentukan pada kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah dengan memanaskan sampel minuman emulsi dalam penangas air bersuhu 80°C selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan berikut:

Stabilitas emulsi (%) = volume campuran yang teremulsi (ml)volume total campuran (ml) ×100

Analisis Data

Parameter statistika sederhana seperti rata-rata dan standard error of the mean (SEM) dihitung menggunakan Microsoft excel 2013 (Microsoft Office Co. Inc, USA). Sedangkan data ukuran dan distribusi droplet diolah dengan software Zetasizer Ver.7.03. (Malvern Instruments Ltd.). Interpretasi data ukuran dan distribusi droplet selama penyimpanan dilakukan secara deskriptif menggunakan Analisis Sidik Ragam (α=0.05) serta dilanjutkan dengan uji Tukey HSD.

(31)

17

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Distribusi Ukuran Droplet

Droplet minyak dalam fase terdispersi dan pengemulsi yang terlarut dapat mempunyai muatan elektrostatik. Muatan elektrostatik yang terdapat di dalam sistem emulsi mempengaruhi tingkat agregasi droplet minyak. Konfigurasi elektrostatik emulsi yang berkaitan dengan stabilitas emulsi disebut potensial zeta. Nilai potensial zeta yang dihasilkan dalam sampel minuman emulsi minyak sawit berkisar antara -0.112 sampai -0.703 mV (Lampiran 4). Untuk menghasilkan minuman emulsi yang stabil melalui interaksi elektrostatik, nilai potensial zeta harus berada di atas 20 mV hingga 30 mV (Mirhosseini et al. 2007). Menurut Shannora (2015), rendahnya nilai potensial zeta disebabkan karena sifat non-ionik Tween 80 sehingga tidak memberikan sumbangan muatan positif atau negatif terhadap potensial zeta pada sampel nanoemulsi. Tween 80 menstabilkan emulsi dengan membentuk lapisan monomolekuler pada wilayah antarmuka antara droplet minyak dan air. Bagian hidrofobik dari Tween 80 (rantai oleat tak jenuh) mengarah ke droplet minyak, sementara bagian hidrofilik berupa kepala non-ionik dengan gugus oksietilennya mengarah ke medium pendispersi. Gugus oksietilen tersebut bersifat sangat larut dalam air dan memiliki kecenderungan untuk dikelilingi oleh pelarut daripada mengalami interpenetrasi ketika dua droplet berdekatan, sehingga menjadikannya halangan sterik (Athas et al. 2014).

Fraksi partikel dalam ukuran dapat difenisikan dengan beberapa cara yang berbeda, misalnya, perbandingan jumlah, fi=ni/N, dimana N adalah total jumlah

droplet, atau perbandingan volume, ϕi=vi/V, dimana viadalah total volume droplet

dalam ukuran i dan V adalah total volume droplet dalam emulsi. Bentuk perubahan distribusi ukuran partikel bergantung pada penyajiannya, yaitu perbandingan jumlah atau volume. Volume droplet proporsional dengan x3 sehingga distribusi volume lebih condong ke arah droplet yang lebih besar, sedangkan distribusi jumlah umumnya condong ke arah droplet lebih kecil (McClements 2016). Oleh karena itu, data distribusi ukuran partikel (PSD, particle size distribution) dalam penelitian ini diplotkan antara perbandingan volume dan ukuran partikel karena dinilai lebih peka terhadap kehadiran partikel berukuran besar.

Perubahan dalam distribusi ukuran partikel sampel minuman emulsi minyak sawit selama penyimpanan disajikan pada Gambar 6. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa sampel membentuk pola distribusi relatif tidak seragam dan monomodal, dimana kurva yang dihasilkan cenderung membentuk satu puncak (terkecuali pada hari ke-20), dan lama penyimpanan mengakibatkan terjadinya sejumlah besar perubahan ukuran droplet. Pola distribusi seperti ini juga ditemukan pada sampel orange o/w emulsion (Li et al. 2013). Sementara penelitian Ng et al. (2014) pada sampel mayonnaise menunjukkan pola distribusi bimodal, dengan dua atau tiga puncak.

(32)

18

bergeser ke arah kanan, dengan puncak yang lebih tinggi. Hal ini merubah bentuk kurva yang awalnya berbentuk lebar di bagian bawahnya, menjadi lebih ramping.

Gambar 6 Distribusi ukuran droplet minuman emulsi minyak sawit selama penyimpanan

Pengamatan di hari ke-20 penyimpanan memperlihatkan adanya droplet berukuran kecil (< 2 µm), yang tidak teramati pada hari-hari sebelumnya. Menurut McClements (2016), hal ini mengindikasikan adanya proses Ostwald ripening. Ostwald ripening adalah proses dimana droplet tumbuh membesar karena transportasi massa fase terdispersi dari satu droplet ke droplet lainnya melalui intervensi fase pendispersi. Proses ini menyebabkan droplet berukuran lebih besar tumbuh dan droplet dengan ukuran yang lebih kecil menyusut. Beberapa zat tertentu dinilai dapat meningkatkan laju Ostwald ripening, misalnya pembentukan misel surfaktan karena dapat meningkatkan kelarutan lemak dalam air (Ariyaprakai dan Dungan 2010). Proses miselisasi terjadi pada Tween 80 saat pemanasan. Hal ini menyebabkan pengemulsi mengalami penurunan hidrasi dari gugus oksietilen hidrofobik serta meningkatkan kerusakan struktur air yang mengelilinginya (Mahmood dan Al-Koofee 2013).

Perubahan diameter rata-rata droplet minyak, indeks span dan ukuran droplet minyak sampel minuman emulsi minyak sawit selama penyimpanan disajikan pada Tabel 5. Pengukuran seluruh parameter dalam penelitian ini didasarkan pada nilai volumetrik. Ukuran rata-rata droplet pada sampel minuman emulsi minyak sawit dipresentasikan dalam volume-weighted mean diameter (dv atau d4,3). Nilai d4,3 atau

diameter rata-rata de Brouckere (de Brouckere mean diameter) merupakan nilai diameter rata-rata partikel bola yang memiliki nilai perbandingan massa/volume partikel yang sama. Pemilihan nilai d4,3 dinilai lebih sensitif digunakan dalam

memantau perubahan ukuran partikel (Chen et al. 2011) yang melibatkan proses destabilisasi (Sosa et al. 2015).

(33)

19 Tabel 5 Diameter rata-rata droplet, indeks span, dan ukuran droplet minuman

emulsi minyak sawit selama penyimpanan Lama

Hasil analisis menunjukkan ukuran rata-rata droplet di awal penyimpanan adalah 4.83 µm (Tabel 5). Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa molekul surfaktan efektif dalam menghasilkan droplet berukuran kecil selama homogenisasi, karena mobilitas dan kemampuannya yang efisien dalam menurunkan tegangan antarmuka (Kralova dan Sjöblom 2009; Rao dan McClements 2010). Pengukuran sampel di hari ke-4 menunjukkan terjadinya peningkatan ukuran rata droplet menjadi 4.92 µm. Peningkatan ukuran rata-rata juga terjadi pada hari ke-12, 16, dan 20 yaitu 5.36; 5.76 dan 6.12 µm. Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya waktu penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan ukuran droplet. Pichot (2010), mengemukakan bahwa peningkatan ukuran rata-rata droplet selama penyimpanan cenderung mengindikasikan adanya proses destabilisasi dalam sistem emulsi, terutama melalui koalesens dan Ostwald ripening. Berbagai penelitian telah memperlihatkan bahwa peningkatan nilai d4,3

selama penyimpananhampirselalu terjadi di setiap emulsi pangan (Choi et al. 2011; Jafari et al. 2012; Li et al. 2013; Ng et al. 2014).

Peningkatan ukuran droplet turut dipengaruhi oleh jenis dan sifat fisikokimia pengemulsi yang digunakan. Tween 80 dengan nilai HLB 15.0 dapat diaplikasikan dalam sistem emulsi o/w dengan medium pendisersi yang lebih rendah dibanding fase terdispersinya (Surfiana 2002). Namun Chaudhari et al. (2014) menyatakan bahwa emulsi minuman yang distabilkan dengan Tween cenderung tidak stabil terhadap pemanasan, sehingga berpotensi meningkatkan ukuran rata-rata droplet. Selain menyebabkan kemungkinan pembentukan ikatan hidrogen antara Tween dan droplet minyak menjadi lebih rendah, proses pemanasan juga mengakibatkan peningkatan pemecahan struktur air yang mengelilingi gugus hidrofobik (Mohajeri dan Noudeh 2012; Mahmood dan Al-Koofee 2013) sehingga kemampuan Tween 80 dalam menstabilkan emulsi dianggap tidak optimal.

Tabel 5 juga memperlihatkan adanya peningkatan 10% (Dv10), 50% (Dv50),

dan 90% (Dv90) distribusi kumulatif ukuran droplet minuman emulsi minyak sawit.

Peningkatan nilai-nilai tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Ng et al. (2014) pada mayonnaise dan Ruttarattanamongkol et al. (2015) pada emulsi o/w dengan penambahan minyak jagung atau butter. Ng et al. (2014) menyatakan peningkatan nilai Dv10, Dv50, dan Dv90 mengindikasikan adanya proses

(34)

20

dan diameter rata-rata droplet selama penyimpanan merupakan indikator yang jelas terhadap adanya droplet berukuran besar dan kemungkinan terjadinya koalesens. McClements (2016) menerangkan bahwa proses koalesens hanya dapat terjadi ketika droplet-droplet berada dalam jarak yang cukup dekat, dan film yang memisahkan kedua droplet pecah. Sampel minuman emulsi minyak sawit merupakan jenis emulsi konsentrat dengan kandungan fase terdispersi yang lebih tinggi dibanding medium pendispersinya. Kondisi tersebut menyebabkan droplet berada dalam jarak yang cukup dekat satu sama lain, sehingga dibutuhkan gaya tolak yang lebih tinggi untuk mencegah terjadinya agregasi. Pengemulsi Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik dengan sifat geometri molekuler yang rentan terhadap pemanasan. Saat terjadi peningkatan suhu, rantai samping oksietilen Tween 80 semakin terdehidrasi dan menurunkan kemampuannya mengikat air (Joshi et al. 2012). Peristiwa ini mengakibatkan pengemulsi kehilangan potensinya dalam mencegah droplet beragregasi sehingga droplet menjadi lebih rentan terhadap koalesens. Proses koalesens kemudian menyebabkan peningkatan ukuran droplet minyak (McCLements 2016).

Distribusi ukuran droplet juga memberikan informasi mengenai wilayah antarmuka fase terdispersi. Peningkatan nilai Dv90 pada sampel minuman emulsi

minyak sawit dari 6.03 µm menjadi 6.37 µm menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan menyebabkan terjadinya penurunan wilayah antarmuka. Kondisi ini turut menyebabkan wilayah antarmuka yang tidak terlapisi molekul pengemulsi atau titik kontak antara droplet semakin luas (Maruyama et al. 2007) sehingga melemahkan interaksi sterik dan menjadikan koalesens berlangsung lebih cepat (Hadnadev et al. 2013; Reichert dan Walker 2015).

Indeks span merupakan parameter tidak berdimensi yang mengindikasikan keseragaman (homogenitas) distribusi ukuran droplet, dan menunjukkan lebar distribusi tanpa memperhitungkan ukuran rata-rata (Palazolo et al. 2004). Hasil perhitungan indeks span sampel minuman emulsi minyak sawit di awal penyimpanan cenderung rendah yaitu 0.67 (Tabel 5). Rendahnya nilai tersebut dipengaruhi oleh penggunaan Tween 80 sebagai pengemulsi. Menurut Polychniatou dan Tzia (2014), Tween 80 dapat menghasilkan emulsi dengan homogenitas yang tinggi (<1). Pengukuran indeks span sampel di hari ke-4, 12, 16 dan 20 memperlihatkan terjadinya penurunan nilai polidispersitas menjadi 0.65; 0.63; 0.61 dan 0.46. Fenomena ini juga ditunjukkan pada beberapa studi sebelumnya, bahwa semakin lama waktu penyimpanan mengakibatkan penurunan indeks span seperti pada sampel mayonnaise (Domian et al. 2015) dan pada salad dressing (Perrechil et al. 2010). Sebaliknya, hasil yang berbeda ditunjukkan dalam penelitian Jafari et al. (2012) pada sampel ᴅ-limonene o/w emulsions. Menurut Hayati et al. (2007), penurunan indeks span berhubungan dengan peningkatan diameter droplet-droplet berukuran kecil yang menyumbang 10% distribusi ukuran droplet (nilai Dv10≥3 µm pada sampel minuman emulsi minyak sawit).

Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Penampakan Mikroskopik

(35)

21 minuman emulsi minyak sawit. Visualisasi pengamatan mikrograf droplet selama penyimpanan pada perbesaran 200× dapat diamati di Gambar 7. Hasil pengamatan terhadap sistem emulsi menunjukkan bahwa di awal penyimpanan droplet berukuran relatif kecil dan tidak seragam, berbentuk bulat, dengan struktur yang kompak (Gambar 7a). Selama penyimpanan terlihat adanya peningkatan ukuran droplet (Gambar 7b-f). Hasil ini didukung oleh data PSD yang menunjukkan peningkatan nilai d4,3 (Tabel 5). Pengamatan sampel di hari keempat hingga hari

terakhir penyimpanan masih memperlihatkan kekompakan struktur emulsi (Gambar 7f).

Keterangan: a (hari 0), b (hari 4), c (hari 8), d (hari 12), e (hari ke-16), f (hari ke-20). Perbesaran 200x

Gambar 7 Mikrograf droplet emulsi dengan menggunakan mikroskop polarisasi selama penyimpanan

Perubahan struktur emulsi yang cenderung tidak berubah dapat dihubungkan dengan terjadinya pemisahan sampel emulsi menjadi dua bagian, yaitu lapisan yang secara optik terlihat opaque (fraksi emulsi) dan lapisan yang terlihat sedikit opaque (medium pendispersi) (McClements 2016). Kedua lapisan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 7 secara khusus memvisualisasikan fraksi emulsi. Pada minuman emulsi komersial, umumnya peningkatan ukuran droplet menyebabkan jarak rata-rata pemisahan antar droplet juga meningkat sehingga emulsi memperlihatkan struktur yang lebih terbuka (Piorkowski dan McClements 2013). Namun, sampel minuman emulsi minyak sawit menunjukkan hasil yang berbeda. Lamanya waktu penyimpanan tidak hanya meningkatkan ukuran droplet, tetapi juga mengakibatkan semakin banyak medium pendispersi yang terpisah dari fraksi emulsi sehingga struktur emulsi masih terlihat kompak meskipun terjadi peningkatan ukuran droplet.

Selain perubahan dari ukuran droplet dan struktur emulsi, pengamatan mikroskopik juga dapat memperlihatkan secara langsung mekanisme ketidakstabilan yang terjadi di dalam emulsi. Misalnya, tahapan awal dari proses koalesens yang teramati pada Gambar 8. Tahap awal dari koalesens adalah drainase film yang terbentuk pada wilayah antarmuka antara dua droplet terdekat. Saat

a

10 µm

b c

(36)

22

interaksi tarik menarik kedua droplet cukup kuat, lapisan tersebut akan mengalir menjauh sampai dua droplet akhirnya bersentuhan. Kondisi tersebut menyebabkan kedua droplet berkoalesens (Reichert dan Walker 2015).

Gambar 8 Tahap awal proses koalesens droplet minyak dalam sampel minuman emulsi minyak sawit

Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Reologi

Data mengenai nilai indeks perilaku aliran (n), indeks konsistensi (K), dan viskositas terukur ( app) sampel minuman emulsi minyak sawit yang disimpan pada

suhu ruang selama 20 hari penyimpanan diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan instrumen Brookfield dial reading. Kurva aliran emulsi diperoleh dengan memplotkan nilai laju geser ( ̇) terhadap nilai gaya geser (τ). Kurva aliran merupakan hal utama dalam pengukuran sifat reologi. Nilai n merupakan indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik aliran sampel.

Gambar 9 (a) Kurva aliran, dan (b) Kurva viskositas sampel minuman emulsi minyak sawit

Gambar 9a menunjukkan kurva hubungan antara gaya geser dan laju geser yang diberikan. Kurva aliran tersebut memperlihatkan bahwa hubungan gaya geser dan laju geser tidak linear sehingga fluida merupakan fluida bertipe non-Newtonian. Pemberian laju geser yang semakin besar akan mengakibatkan gaya geser yang diterima oleh fluida juga makin besar. Jika data pada Gambar 9a diplotkan pada grafik ln τ versus ln ̇ dan dilakukan regresi linear maka akan diperoleh nilai indeks konsistensi dan indeks perilaku aliran.

(37)

23

τ = K. ṅ (4)

Hasil regresi linear kurva aliran selama waktu penyimpanan disajikan pada Gambar 10. Dari Gambar 10 terlihat bahwa selama penyimpanan, sampel minuman emulsi minyak sawit menghasilkan nilai n<1 dan dapat disimpulkan sampel bersifat pseudoplastik atau shear-thinning. Sabariman (2007) dan Mubarok (2011) yang melakukan pengukuran reologi terhadap minuman emulsi minyak sawit merah juga mendapatkan nilai indeks perilaku aliran n<1. Begitu pula Kipdiyah (2010) yang melakukan pengukuran reologi terhadap emulsi o/w minyak sawit merah yang memperoleh nilai n<1. Hal ini menunjukkan bahwa semua minuman emulsi o/w minyak sawit merah merupakan fluida non-Newtonian tipe pseudoplastik. Fluida non-Newtonian tipe pseudoplastik merupakan fluida yang mempunyai sifat mengalami penurunan viskositas ketika laju geser ditingkatkan seperti yang terlihat pada Gambar 9b. Fluida tipe ini juga dapat ditemui pada bahan pangan seperti salad dressing (Perrechil et al. 2010) dan orange o/w emulsion (Li et al. 2013).

Gambar 10 Kurva hubungan antara indeks perilaku aliran dan lama penyimpanan (hari)

Gambar 10 memperlihatkan hasil pengukuran nilai n sampel minuman emulsi minyak sawit di awal penyimpanan adalah 0.978. Nilai tersebut cenderung naik pada pengukuran hari ke-4, 8, 12, 16 dan 20 menjadi 0.79; 0.982; 0.983 dan 0.987. Ini menyatakan bahwa meningkatnya waktu penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan nilai n. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hayati et al. (2007) pada concentrated o/w emulsions juga menunjukkan peningkatan nilai n selama 30 hari penyimpanan. Hayati et al. (2007) dan Ng et al. (2014) menyatakan bahwa meningkatnya nilai n menunjukkan berkurangnya perilaku shear-thinning dibandingkan dengan emulsi yang baru terbentuk.

(38)

24

Gambar 11 Kurva hubungan antara indeks konsistensi (Pa.sn) dan lama penyimpanan (hari)

Menurut Chatsisvili et al. (2012) nilai K emulsi o/w bergantung pada perbandingan fraksi minyak dan air, atau keberadaan minyak dalam emulsi. Pada minuman emulsi minyak sawit, lamanya waktu penyimpanan menyebabkan semakin banyak medium pendispersi yang terpisah dari sistem emulsi akibat kriming (Lampiran 5). Oleh karena itu, terdapat perbedaan banyaknya fraksi minyak dalam sistem emulsi pada hari ke-0 dengan hari ke-4, 8, 12, 16, dan 20. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan nilai K. Pada sistem emulsi konsentrat, pemisahan medium pendispersi dari sistem emulsi juga menyebabkan sifat reologi emulsi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat dalam fase terdispersi, misalnya viskositas minyak. Menurut Nasir (2005), penyimpanan menyebabkan peningkatan nilai K pada sampel minyak sawit RBD yang mengindikasikan bahwa sampel menjadi lebih kental sehingga memberikan tahanan yang lebih tinggi untuk mengalir.

Gambar 12 Kurva hubungan antara viskositas terukur (Pa.s) dan lama penyimpanan (hari)

Viskositas terukur (Pa.s) dari emulsi ditetapkan saat spindel berputar pada kecepatan 60 rpm. Hubungan antara lama waktu penyimpanan terhadap viskositas sampel minuman emulsi minyak sawit disajikan dalam Gambar 12. Viskositas

(39)

25 sampel di awal penyimpanan adalah 0.322 Pa.s. Pengukuran sampel saat hari ke-4 menunjukkan terjadinya peningkatan viskositas menjadi 0.360 Pa.s. Viskositas sampel minuman emulsi minyak sawit terus meningkat di hari ke-8, 12, 16, dan 20 menjadi 0.398; 0.430; 0.459 dan 0.479 Pa.s. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan menyebabkan peningkatan viskositas sehingga menurunkan kemampuan emulsi untuk mengalir. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Hayati et al. (2007) yang menunjukkan terjadinya peningkatan viskositas pada sampel concentrated o/w emulsions selama 30 hari penyimpanan, dan Domian et al. (2015) pada mayonnaise.

Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Stabilitas Emulsi

Istilah stabilitas emulsi mengacu pada kemampuan suatu emulsi untuk menahan perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Semakin stabil suatu emulsi menyebabkan perubahan yang terjadi semakin lambat (McClements 2016). Pengukuran stabilitas emulsi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode sentrifugasi. Prinsip pengukurannya didasarkan pada kemampuan sistem emulsi setelah dilakukan proses pemanasan dan sentrifugasi. Volume campuran yang masih membentuk emulsi setelah melalui proses pemanasan dan sentrifugasi diukur dan dinyatakan dalam persentase stabilitas emulsi.

Gambar 13 Kurva hubungan antara stabilitas emulsi dan lama penyimpanan (hari) Pengaruh lamanya penyimpanan terhadap stabilitas emulsi ditunjukkan pada Gambar 13. Hasil pengukuran menunjukkan terjadinya penurunan stabilitas emulsi dari 0.880 di awal penyimpanan menjadi 0.858; 0.848; 0.837 dan 0.823 pada hari ke-4, 12, 18, dan 20. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan stabilitas emulsi dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Proses destabilisasi emulsi berawal dari pergerakan droplet. Untuk emulsi dengan ukuran droplet relatif besar (diameter >0.05 µm), pergerakan droplet didominasi oleh gaya gravitasi (McClements 2011). Gaya gravitasi mengakibatkan proses pemisahan berupa kriming atau sedimentasi yang disebabkan oleh perbedaan densitas kedua fase (Leal-Calderon 2012). Faktor utama yang mempengaruhi kriming pada sampel adalah perbedaan densitas diantara medium pendispersi (densitas air 0.9982 g/ml) dan terdispersi (densitas olein 0.8978 g/ml). Penambahan Tween 80 (densitas 1.06

(40)

26

sampai 1.10 g/ml) ke dalam medium pendispersi meningkatkan perbedaan densitas kedua fase, menyebabkan fase terdispersi dengan densitas lebih rendah bergerak ke atas (kriming). McClements (2016) menyatakan bahwa semakin besar perbedaan densitas antara medium pendispersi dan fase terdispersi mampu mengakibatkan permisahan akibat gravitasi berlangsung makin cepat. Besarnya perbedaan ini mengakibatkan kriming pada sampel terjadi cukup cepat, yaitu di hari keempat penyimpanan dan memperlihatkan pemisahan sampel emulsi menjadi dua bagian (Lampiran 5). Fraksi medium pendispersi yang terlihat memisah terus meningkat hingga akhir penyimpanan. Hal inilah yang mendorong terjadinya penurunan stabilitas emulsi seiring bertambahnya waktu penyimpanan.

Proses pemanasan dengan metode sentrifugasi dilakukan di dalam penangas air pada suhu 80oC selama 30 menit (Rita 2011). Pengamatan pada sampel

minuman emulsi minyak sawit memperlihatkan adanya pemisahan medium pendispersi yang cukup tinggi di bawah gaya sentrifugal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penurunan stabilitas emulsi dipengaruhi oleh pemanasan dan sentrifugasi. Menurut Becher (2001), pemanasan akan meningkatkan pergerakan droplet emulsi yang diinduksi secara termal sehingga meningkatkan kemungkinan droplet-droplet tersebut bertumbukan. Pemanasan juga dapat menurunkan viskositas pada lapisan antarmuka, yang akhirnya meningkatkan kemungkinan pecahnya film. Sementara itu menurut Joshi et al. (2012), pengadukan yang terlalu lama menyebabkan keefektifan pengemulsi menurun. Pengadukan yang intens mampu mengakibatkan pengemulsi keluar dari lapisan antarmuka antara minyak dan air.

Penurunan stabilitas emulsi juga dapat dipengaruhi oleh komposisi dan konsentrasi bahan penyusunnya. Penambahan pemanis yang berlebih dinilai dapat menyebabkan penurunan efisiensi pemecahan droplet saat homogenisasi (Chanamai dan McClements 2000). Menurut Pramesti (2014) peningkatan jumlah konsentrasi fruktosa berbanding terbalik terhadap stabilitas emulsi. Penambahan sirup fruktosa pada minuman nanoemulsi minyak sawit di kisaran 10% sampai 30% cenderung meningkatkan ukuran droplet. Hal ini karena penambahan sirup fruktosa meningkatkan perbedaan densitas antara kedua fase. Perbedaan densitas tersebut dapat mempercepat terjadinya kriming (Li et al. 2013).

Korelasi Ukuran Droplet Dengan Sifat Reologi dan Stabilitas Emulsi

Hasil analisis koefisien korelasi Pearson menunjukkan bahwa ukuran droplet dan indeks perilaku aliran serta indeks konsistensi emulsi memiliki nilai

koefisien korelasi Pearson R = 0.778 dan R = 0.9γ9 pada tingkat kepercayaan α =

0.01 yang berarti ukuran droplet mempunyai korelasi yang signifikan dengan karakteristik reologi emulsi. Begitu pula dengan ukuran droplet dan stabilitas emulsi yang memiliki nilai koefisien korelasi Pearson R = -0.907 pada tingkat

(41)

27 Regresi linear pada Gambar 14 menghasilkan tiga persamaan matematik, yaitu: persamaan 5 yang menyatakan hubungan antara ukuran droplet (x) dengan stabilitas emulsi (y1), persamaan 6 untuk hubungan antara ukuran droplet (x)

dengan indeks konsistensi (y2), dan persamaan 7 untuk hubungan antara ukuran

droplet (x) dengan indeks sifat aliran (y3). Hasil regresi ke empat persamaan

tersebut memiliki nilai R2≥ 0.90 yang artinya memiliki realibilitas baik.

y1 = -0.0873x + 1.0508 (5)

y2 = 1.1703x + 1.9379 (6)

y3 = 0.0065x + 0.9472 (7)

Gambar 14Korelasi antara ukuran droplet dan reologi serta stabilitas emulsi Gambar 14 memperlihatkan bahwa peningkatan ukuran droplet berhubungan dengan penurunan stabilitas emulsi. Saat sebuah partikel mempunyai densitas yang lebih rendah dibandingkan dengan cairan yang mengelilinginya, gaya gravitasi akan menyebabkan partikel tersebut bergerak ke atas (Estiasih et al. 2015). Meningkatnya ukuran droplet menyebabkan pengaruh gaya gravitasi yang mendorong droplet minyak bergerak ke atas jauh lebih besar daripada gaya friction (McClements 2016). Kondisi ini menyebabkan kriming berlangsung semakin cepat, dan semakin banyak medium pendispersi terpisah dari sistem emulsi (Lampiran 5). Dengan demikian, semakin besar ukuran droplet menyebabkan makin menurunnya stabilitas emulsi.

Disamping itu, Gambar 14 juga memperlihatkan bahwa peningkatan ukuran droplet berhubungan dengan meningkatnya nilai n dan K. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan ukuran droplet berdampak terhadap banyaknya medium pendispersi yang terpisah dari sistem emulsi. Semakin besar ukuran droplet, makin besar gaya gravitasi yang diterima oleh droplet sehingga kriming berlangsung semakin cepat. Dengan semakin banyaknya medium pendispersi yang terpisah maka keberadaan minyak dalam sistem yang masih membentuk emulsi juga akan meningkat. Fraksi emulsi dengan jumlah minyak lebih banyak menghasilkan nilai K yang lebih tinggi (Chatsisvili et al. 2012).

Gambar

Gambar 1 Buah sawit (Anonim 2016)
Tabel 1 Karakteristik CPO, olein dan stearin
Gambar 2  Struktur kimia α-, dan �-, karoten (Molnár et al. 2012)
Gambar 4 Mekanisme destabilisasi emulsi (Lopetinsky et al. 2006)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh,

Artikasari, K. Hubungan Antara Primigravida Dengan Angka Kejadian Preeklamsia/Eklamsia di RSUD Dr. Moerwati Surakarta Tahun 2008.Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam: Berbasis Integrasi dan Kompetensi, .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Usman,

Peserta lelang sudah melakukan registrasi dan telah terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Muara Enim di situs internet

Penelitian yang menggunakan data media sosial Twitter sudah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian analisis konten jejaring sosial Twitter

Kelompok perusahaan yang tergabung ke dalam industri food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dipilih untuk diteliti dengan mempertimbangkan bahwa perusahaan

Bagaimana perubahan bentuk Pertunjukan Joged Bumbung Bina Remaja di Banjar Sindu, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, faktor-faktor apa yang mempengaruhi

Dalam penelitian ini, inventarisasi dilakukan untuk mendapatkan data dimensi tegakan sengon diantaranya diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc),