PADA D.I. PERKOTAAN KABUPATEN BATUBARA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh : ARIS MUNANDAR
08 04040 012
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
Sungai adalah jalan air alami yang mengalir ke laut atau danau atau ke sungai yang lain. Selain mengalirkan air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu. Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan (transport), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Sedimentasi sungai juga berpengaruh terhadap daerah irigasi. Lokasi penelitian adalah Daerah Irigasi Perkotaan yang teletak pada Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara, dan letak koordinat bendung (weir) 3°15’34,9” LU dan 99°20’5 8” BT Bendung Gerak Perkotaan dibangun tahun 1985 memiliki 5 pintu. Dari hasil survei awal, tinggi sedimen pada saluran primer mencapai 0,8 m. Pada saluran primer Sta ± 10 km sudah tidak mampu lagi mensuplai air. Maka dengan areal irigasi ± 3.350 Ha diperkirakan akan berkurang suplai air, terutama di hilir areal.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa prediksi erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon dengan menggunakan metode USLE dan menghitung sedimentasi pada DAS Bah Bolon. Lalu menganalisa laju angkutan sedimen dan menghitung volume sedimen yang masuk ke dalam saluran irigasi Perkotaan dengan menggunakan estimasi sedimen metode Yang’s, metode Engelund and Hansen, metode Shen and Hung, dan dengan metode Meyer Petter Muller (MPM). Kemudian dihitung berapa besar panjang dan lebar kantong lumpur sehingga dapat menampung besarnya sedimen yang masuk ke dalam jaringan irigasi Perkotaan
Hasil perhitungan yang dilakukan didapat bahwa besarnya erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon mencapai 31,331 ton/ha/tahun atau sebesar 3.574.604,08 ton/tahun dengan sedimentasi yang dihasilkan adalah sebesar 300.606,98 ton/tahun. Estimasi sedimen metode Y ng’ didapat hasil sedimen 18,888 ton/hari, dengan metode Engelund and Hansen didapat hasil sedimen 15,341 ton/hari, dengan metode Shen and Hung didapat hasil sedimen 0,448 ton/hari, dengan metode Sampling Meyer, Petter, and Muller (MPM) didapat hasil sedimen 33,385 ton/hari.
Maka dapat disimpulkan bahwa angkutan sedimen yang masuk ke saluran irigasi Perkotaan adalah 4,054 % dari yang dihasilkan DAS Bah Bolon. Metode estimasi angkutan sedimen yang dipakai dalam perhitungan muatan sedimen saluran irigasi Perkotaan adalah metode Sampling Meyer, Petter, and Muller karena hasilnya lebih memungkinkan dan jumlah muatan sedimen yang dihasilkan lebih besar daripada metode lainnya. Dari jumlah muatan sedimen maka didapat volume kantong lumpur Daerah Irigasi Perkotaan adalah 200 m3, dengan dimensi kantong lumpur adalah panjang 54 m dan lebar 6,6 m, dan kedalaman kantong lumpur pada saat kosong adalah 0,4525 m.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Kuasa-Nya, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Analisis Laju Angkutan Sedimen untuk Perencanaan Kantong Lumpur pada D.I. Perkotaan
Kabupaten Batubara” Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Bidang Studi Teknik Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun segi bahasa dan cara penyusunannya serta dari segi teori dan perhitungannya, oleh karena itu bersedia menerima kritikan dan saran yang membangun demi hasil yang lebih baik.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas bimbingan dan bantuan yang diberikan sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ayahanda Burhanuddin dan Ibunda Murliana yang telah membesarkan, mendidik, selalu mendukung saya dalam do’a, memberikan dorongan material, sepiritual serta memotivasi saya dengan sabar dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
membangun dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT, selaku dosen pembanding/penguji yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini dan telah banyak membantu dan
7. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada kakak, abang dan adik-adikku tersayang, yang mendukung penyelesaian Tugas Akhir ini. Bang Putra, Kak Nona, Kak Putri, dan kepada adik-adikku Andi, Aulia, Dinda, Kiki, Denni, dan lain-lain.
9. Adik Lia Arrumaisha yang telah memberikan motivasi, inspirasi, semangat, dan selalu mendukung serta medo’akan penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
10.Semua sahabat-sahabatku khususnya kepada Fadil, Muazzi, Dedi, Khatab, Imam, Amec, Riza, Al, Andy, Denny, Hafizh obama, Fadhlan, Nelwan, Berry, dan Hafiz yang telah memberikan dukungan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
Mustapa, Doni, dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 13.Adik-adik Teknik Sipil USU yang telah membantu dan memberi semangat
kepada penulis; Rico 11, Reno 11, Subar 11, Dian 11, Arif gumit 11, Dhika 11, Sormin 11, Yazid 09, Azam 09, Khairun 09, Ian 09, Ari 10, Rahmat 10, Fauzi 10, Dikki 10, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
14.Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2014 Hormat Saya
iv
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi ... 14
2.2.2.1Iklim ... 15
2.2.2.5Manusia ... 18
2.2.3 USLE Sebagai Model Perkiraan Besarnya Erosi ... 19
2.2.3.1Faktor Erosivitas Hujan (R) ... 20
2.2.3.2Faktor Erodibilitas Tanah (K) ... 20
2.2.3.3Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) ... 24
2.2.3.4Faktor Pengolahan Lahan (C) ... 25
2.2.3.5Faktor Konservasi Tanah (P) ... 25
2.3Sedimentasi ... 27
2.3.1 Pembagian Sedimen ... 32
2.3.2 Angkutan Sedimen ... 35
2.3.2.1Ukuran Partikel Sedimen ... 36
2.3.2.2Berat Spesifik Partikel Sedimen... 36
2.3.2.3Kecepatan Jatuh (Fall Velocity) ... 37
2.3.2.4Tegangan geser kritis ... 38
2.3.3 Persamaan Angkutan Sedimen ... 41
2.3.3.1Yang’s ... 41
2.3.3.2Engelund and Hansen ... 43
2.3.3.3Shen and Hungs ... 43
2.3.3.4Metode Sampling Meyer Petter Muller... 44
2.4Hubungan Erosi dengan Besarnya Sedimentasi ... 45
2.5Debit Air... 46
vi
2.6.1 Dimensi Kantong Lumpur... 57
2.6.2 Kecepatan Endap ... 59
2.6.3 Volume Tampungan ... 60
2.6.4 Pemeriksaan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur ... 62
2.6.4.1Efisiensi pengendapan ... 62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Lokasi Penelitian ... 66
3.2Metode Kerja ... 68
3.3Pelaksanaan Penelitian ... 70
3.3.1 Studi Pustaka ... 70
3.3.2 Survei Pengambilan Data ... 70
3.3.3 Pengujian Sampel ... 73
3.3.3.1Konsentrasi Sedimen ... 74
3.3.3.2Diameter Butiran Sedimen ... 76
3.3.3.3Berat Jenis Partikel (Specific Gravity) ... 77
3.3.4 Perhitungan Prediksi Volume Erosi dengan Metode USLE ... 78
3.3.5 Perhitungan Laju Angkutan Sedimen ... 83
3.3.6 Perencanaan Kantong Lumpur ... 86
3.3.7 Kesimpulan dan Saran... 88
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1Analisa Erosi ... 89
4.1.4 Faktor Penggunaan dan Pengelolaan Lahan (CP) ... 99
4.2Analisa Sedimentasi DAS ... 101
4.3Analisa Angkutan Sedimen Pada Saluran Irigasi Perkotaan ... 102
4.3.1 Perhitungan Angkutan Sedimen Dengan Formula Yang’s ... 106
4.3.2 Perhitungan Angkutan Sedimen Dengan Formula Engelund and Hansen ... 108
4.3.3 Perhitungan Transportasi Sedimen Dengan Formula Shen and Hung ... 110
4.3.4 Perhitungan Transportasi Sedimen Dengan Formula Meyer Petter Muller (MPM) ... 112
4.4Perencanaan Kantong Lumpur ... 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 127
5.2Saran ... 128
DAFTAR TABEL
Tabel Uraian
2.1 Kode Struktur Tanah ...22
2.2 Kode Permeabilitas Profil Tanah ...22
2.3 Nilai M untuk Beberapa Tekstur Tanah ...23
2.4 Nilai K untuk Berbagai Jenis Tanah ...24
2.5 Nilai CP untuk Berbagai Macam Penggunaan Lahan ...26
2.6 Nilai Faktor P untuk berbagai Tindakan Konservasi Tanah ...27
2.7 Pengaruh Luas DAS terhadap NLS ...30
2.8 Klasifikasi Kondisi Dasar Sungai ...35
2.9 Klasifikasi Ukuran Partakel Sedimen ...36
3.1 Data perhitungan kecepatan ...72
3.2 Pengujian Konsentrasi Sedimen ...76
3.3 Berat Jenis Partikel Sedimen ...77
4.1 Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (2001-2010) Sub DAS Bah Bolon ...91
4.2 Perhitungan Erosivitas Hujan (R) Sub DAS Bah Bolon ...92
4.3 Lokasi Pengamatan Hujan Sub DAS Bah Bolon ...92
4.4 Kemiringan lereng dan nilai faktor S pada Sub DAS Bah Bolon ....96
DAFTAR GAMBAR
Gambar Uraian
2.1 Nomograf untuk menghitung nilai erodibilitas tanah (K) dalam
satuan metrik (Wischmeier, et.al., 1971) ... 21
2.2 Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai (Fadlun, 2009) ... 29
2.3 Diagram Klasifikasi Angkutan Sedimen ... 32
2.4 Grafik Hubungan Diameter Butiran Dengan Kecepatan Jatuh Sedimen... 38
2.5 Gaya Yang Bekerja Pada Butiran di Dasar Sungai ... 39
2.6 Diagram Shields ... 41
2.7 Sketsa Isometris Alat Ukur Romijn ... 47
2.8 Gambar Skat Ukur Cipoletti ... 48
2.9 Gambar Skat Ukur Thompson ... 49
2.10 Gambar Alat Ukur Parshall Flume ... 50
2.11 Jenis-jenis Pelampung ... 52
2.12 Sketsa alur sungai untuk pengukuran kecepatan metode pelampung ... 53
2.13 Sketsa Pelampung Tungkai ... 54
2.14 Skema Kantong Lumpur ... 57
2.15 Hubungan Antara Diameter Saringan dan Kecepatan Endap untuk Air Tenang ... 60
2.16 Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur yang Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan... 61
2.17 Grafik Pembuangan Sedimen Camp untuk Aliran Turbelensi (Camp, 1945 dalam KP-02) ... 64
3.1 Lokasi Penelitian Tugas Akhir... 67
3.2 Diagram Alir Penelitian ... 69
3.3 Sketsa Pengambilan Data di Lapangan ... 70
3.4 Penampang Saluran Primer Daerah Irigasi Perkotaan Debit Banjir... 71
3.5 Model Pelampung yang Digunakan ... 72
4.1 Peta Polygon Thiessen DAS Bah Bolon ... 93
4.2 Peta Jenis Tanah DAS Bah Bolon ... 95
4.3 Peta Kemiringan Lereng DAS Bah Bolon ... 98
4.4 Peta Penutup Lahan DAS Bah Bolon ... 100
4.5 Penampang Saluran Primer Daerah Irigasi Perkotaan ... 104
4.6 Peta DAS Bah Bolon ... 105
4.7 Grafik Perbandingan Hasil Perhitungan Angkutan Sedimen ... 114
4.8 Potongan Melintang Kantong Lumpur dalam Keadaan Konsong (Qs) ... 119
4.9 Potongan Memanjang Kantong Lumpur ... 120
4.10 Kondisi Existing Daerah Irigasi Perkotaan ... 121
4.11 Penampang Saluran Existing ... 122
4.12 Kantong Lumpur Rencana ... 123
4.13 Detail Kantong Lumpur Rencana ... 124
4.14 Detail Pintu Saluran Primer ... 125
DAFTAR NOTASI c = Kode Kelas permeabilitas tanah
LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng
L = Panjang lereng --- m S = Kemiringan lereng --- % z = Konstanta yang besarnya bervariasi tergantung besarnya
kemiringan lereng
C = Indeks pengelolahan lahan
P = Indeks upaya konservasi tanah atau lahan
d = Diameter sedimen --- mm
� = Kinematik viscositas --- m2/s
T = Suhu air --- C
� = Tegangan geser --- kg/m2
� = Tegangan geser kritis --- kg/m2
d50 = Diameter sedimen 50% dari material/diameter rata-rata ---- mm
d90 = Diameter sedimen 90% dari material --- mm
Vcr = Kecepatan kritis --- m/s
V = Kecepatan aliran --- m/s Ss = Kemiringan sungai
U* = Kecepatan geser --- m/s
Ct = Konsentrasi sedimen total--- ppm
Re = Bilangan Reynold
qb = Tingkat bedload dalam saluran, berat per waktu dan
(Ks/Kr)S = Konstanta untuk mencari nilai Sr
Ps = Persentase Sedimentasi --- % k = Koefisien pelampung
u = Kecepatan pelampung --- m/det λ = Kedalaman tungkai (h) per kedalaman air (d)
n = Koeffisien kekasaran dinding dan dasar saluran Manning K = Koeffisien kekasaran dinding dan dasar saluran Strickler w = Kecepatan endap partikel-partikel yang ukurannya di
luar ukuran partikel yang direncana --- m/det w0 = Kecepatan endap rencana --- m/det
Foto Dokumentasi
Data Primer dan Uji Laboratorium
Data Curah Hujan Bulanan 2001-2010
Peta Daerah Aliran Sungai Bah Bolon
Data Tata Guna Lahan
Peta DEM
Sungai adalah jalan air alami yang mengalir ke laut atau danau atau ke sungai yang lain. Selain mengalirkan air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu. Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan (transport), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Sedimentasi sungai juga berpengaruh terhadap daerah irigasi. Lokasi penelitian adalah Daerah Irigasi Perkotaan yang teletak pada Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara, dan letak koordinat bendung (weir) 3°15’34,9” LU dan 99°20’5 8” BT Bendung Gerak Perkotaan dibangun tahun 1985 memiliki 5 pintu. Dari hasil survei awal, tinggi sedimen pada saluran primer mencapai 0,8 m. Pada saluran primer Sta ± 10 km sudah tidak mampu lagi mensuplai air. Maka dengan areal irigasi ± 3.350 Ha diperkirakan akan berkurang suplai air, terutama di hilir areal.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa prediksi erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon dengan menggunakan metode USLE dan menghitung sedimentasi pada DAS Bah Bolon. Lalu menganalisa laju angkutan sedimen dan menghitung volume sedimen yang masuk ke dalam saluran irigasi Perkotaan dengan menggunakan estimasi sedimen metode Yang’s, metode Engelund and Hansen, metode Shen and Hung, dan dengan metode Meyer Petter Muller (MPM). Kemudian dihitung berapa besar panjang dan lebar kantong lumpur sehingga dapat menampung besarnya sedimen yang masuk ke dalam jaringan irigasi Perkotaan
Hasil perhitungan yang dilakukan didapat bahwa besarnya erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon mencapai 31,331 ton/ha/tahun atau sebesar 3.574.604,08 ton/tahun dengan sedimentasi yang dihasilkan adalah sebesar 300.606,98 ton/tahun. Estimasi sedimen metode Y ng’ didapat hasil sedimen 18,888 ton/hari, dengan metode Engelund and Hansen didapat hasil sedimen 15,341 ton/hari, dengan metode Shen and Hung didapat hasil sedimen 0,448 ton/hari, dengan metode Sampling Meyer, Petter, and Muller (MPM) didapat hasil sedimen 33,385 ton/hari.
Maka dapat disimpulkan bahwa angkutan sedimen yang masuk ke saluran irigasi Perkotaan adalah 4,054 % dari yang dihasilkan DAS Bah Bolon. Metode estimasi angkutan sedimen yang dipakai dalam perhitungan muatan sedimen saluran irigasi Perkotaan adalah metode Sampling Meyer, Petter, and Muller karena hasilnya lebih memungkinkan dan jumlah muatan sedimen yang dihasilkan lebih besar daripada metode lainnya. Dari jumlah muatan sedimen maka didapat volume kantong lumpur Daerah Irigasi Perkotaan adalah 200 m3, dengan dimensi kantong lumpur adalah panjang 54 m dan lebar 6,6 m, dan kedalaman kantong lumpur pada saat kosong adalah 0,4525 m.
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Air merupakan senyawa yang sangat penting untuk kehidupan di Bumi yang diketahui sampai saat ini. Semua makhluk hidup bergantung terhadap air. Air merupakan zat pelarut yang penting untuk makhluk hidup dan berperan penting dalam proses metabolisme. Didalam usaha pertanian selain sebagai alat transportasi makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan yang sangat penting dalam proses penguapan. Karena dalam proses penguapan, suhu tanaman akan tetap terjaga.
Sumber air di darat yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air yang mengalir di permukaan berupa aliran sungai. Sungai adalah jalan air alami yang mengalir ke laut atau danau atau ke sungai yang lain. Selain mengalirkan air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sungai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman di persawahan. Cara pensuplaian air dari sungai ke sawah biasanya digunakan sistem irigasi. Irigasi adalah pemberian air kepada tanah dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan bagi pertumbuhan tanaman, sehingga pada musim kemarau tanaman tidak kekurangan air dan pada musim penghujan air tidak berlebih. Salah satu Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Perkotaan, sekarang disebut dengan Daerah Irigasi Bah Bolon.
dialirkan untuk kegiatan irigasi. Bendung Perkotaan merupakan bendung gerak yang terletak pada Sungai Sipare-pare yaitu anak sungai dari Sungai Bah Bolon. Jaringan irigasi Sungai Sipare-pare termasuk kedalam Daerah Irigasi Bah Bolon.
Dari hasil wawancara, Bendung Gerak Perkotaan dibangun tahun 1985 memiliki 5 pintu yang bertujuan untuk mengendalikan elevasi muka air ketika banjir dan menyapu sedimen yang terdapat di hulu bendung. Sekarang hanya satu pintu yang masih berfungsi. Kerusakan dapat terjadi dikarenakan sedimen yang menumpuk di hulu bendung sudah sangat banyak, sehingga membuat pintu tidak dapat dibuka lagi. Akibat dari tidak berfungsinya pintu bendung, maka akan terjadi kenaikan elevasi dasar sungai pada hulu bendung setiap tahunnya.
Akibat sedimentasi sungai juga berpengaruh terhadap daerah irigasi dimana dari hasil survei awal, tinggi sedimen pada saluran primer mencapai 0,8 m. Pada saluran primer Sta 10±000 sudah tidak mampu lagi mensuplai air (debit air berkurang akibat sedimentasi), padahal saluran primer mencapai 19 km. maka dengan areal irigasi ± 3.350 Ha diperkirakan akan berkurang apabila suplai air irigasi terus menurun terutama di hilir areal.
Untuk mengatasi sedimen tersebut Kementrian PU yang berwenang menangani Daerah Irigasi Perkotaan melakukan pengerukkan sedimen dengan alat berat di saluran primer dan beberapa saluran skunder pada setiap tahunnya. Ini akan membutuhkan biaya operasional yang sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lama.
maka perlu dilakukan pengujian sampel sedimen pada saluran jaringan irigasi, untuk mengetahui berapa volume sedimen yang masuk ke saluran irigasi per harinya, untuk mendapatkan panjang dan lebar atau dimensi dalam perencanaan kantong lumpur dan juga untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan sedimen dalam memenuhi valume tampungan dari kantong lumpur yang akan direncanakan.
1.2Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada penelitian tugas akhir ini antara lain: 1. Menghitung erosi yang terjadi pada Sungai Sipare-pare.
2. Melakukan analisis laju angkutan sedimen yang terdapat pada saluran irigasi Perkotaan.
3. Merencanakan kantong lumpur yang dapat memenuhi, sesuai dengan hasil analisis laju angkutan sedimen.
1.3Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah yang diambil dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah:
1. Sampel yang akan diuji pada laboratorium adalah sampel sedimen melayang (suspended load) dan sampel sedimen dasar (bed load).
2. Perhitungan angkutan sedimen didasarkan pada debit harian yang terjadi. 3. Perhitungan debit dilakukan secara tidak langsung.
4. Perencanaan kantong lumpur tidak mempertimbangkan lahan dan masalah sosial.
1.4Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Mengetahui prediksi volume erosi yang terjadi pada sekitar Sungai Sipare-pare.
2. Mengetahui laju angkutan sedimen besarnya volume sedimen yang terlewati saluran irigasi Perkotaan dari Sungai Sipare-pare.
3. Merencanakan kantong lumpur dalam menanggulangi permasalahan sedimentasi di saluran irigasi pada Sungai Sipare-pare.
1.5Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan tugas akhir Analisis Laju Angkutan Sedimen Untuk Perencanaan Kantung Lumpur Pada Daerah Irigasi Perkotaan Kabupaten Batubara adalah:
1. Dapat membantu pemerintah terkait yang menangani permasalahan di Daerah Irigasi Perkotaan.
1.6Metodologi Penelitian
Tugas akhir ini disusun dalam ruang lingkup sebagai berikut:
1. Pengumpulan data primer berupa pengambilan sampel sedimen, mengukur debit yang masuk ke intake, dan foto dokumentasi lokasi penelitian.
2. Melakukan studi pustaka yang berasal dari buku, jurnal dan catatan kuliah. 3. Menguji sampel sedimen, baik sampel sedimen melayang maupun sedimen dasar dengan menganalisa ukuran butiran, tes hidrometer, dan kecepatan jatuh.
4. Pengumpulan data sekunder meliputi data curah hujan, peta lokasi, data tanah dan data tataguna lahan.
5. Menghitung besar erosi yang terjadi di sekitar sungai sipare-pare dengan menggunakan metode USLE.
6. Menganalisa laju angkutan sedimen dan menghitung volume sedimen 7. Merencanakan kantong lumpur dengan menghitung dimensi kantong
1.7Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari: Bab I Pendahuluan
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, manfaat penulisan, lokasi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini dijabarkan uraian teoritis tentang sedimen, kantong lumpur, dan metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisa masalah.
Bab III Metodelogi Penelitian
Menjelaskan metodelogi mencakup konsep berpikir, diagram alir, lokasi penelitian, pengambilan data, analisa data, dan berbagai pendekatan yang dipakai dalam pelaksanaan penelitian.
Bab IV Analisa dan Pembahasan
Berisikan pembahasan mengenai analisa perhitungan yang meliputi analisa prediksi erosi, laju angkutan sedimen dan perencanaan kantong lumpur.
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB II
Manusia mutlak membutuhkan air, begitu juga tumbuhan dan binatang.
Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Semua
makhluk hidup di bumi mutlak membutuhkan air, tanpa air semua akan mati. Bisa
dikatakan bahwa air merupakan salah satu sumber kehidupan.
Untuk tanaman, kebutuhan air juga mutlak dibutuhkan. Pada kondisi tidak
ada air terutama pada musim kemarau tanaman akan segera mati. Sehinggga
dalam pertanian disebutkan bahwa kekeringan merupakan merupakan bencana
terparah dibandingkan dengan bencana lainnya. Bila kebanjiran tanaman masih
bisa hidup, kekerungan pupuk juga masih bisa hidup.
Air bersifat sumber daya alam yang terbarukan dan dinamis. Artinya
sumber utama air yang berupa hujan akan selalu turun sesuai dengan waktunya
atau musimnya sepanjang tahun.
Sebagian air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke
tempat-tempat yang rendah dan setelah mengalami bermacam perlawanan akibat gaya
berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas
sungai. Perpaduan antara alur sungai dengan aliran air di dalamnya disebut sungai
(Sosrodarsono, 1984).
Daerah Aliran Sungai disingkat DAS adalah air yang mengalir pada suatu
kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air
hujan yang jatuh dan terkumpul pada kawasan tersebut. Adapun DAS berguna
untuk menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya
melalui sungai.
Sumber daya air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung
didalamnya. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah (UU No. 7 2004).
Dalam proses perjalanannya sumber daya air dimanfaatkan untuk berbagai
macam keperluan. Daya air dipakai untuk energi misalnya pembangkit tenaga air
(PLTA). Mata air dipakai sebagai salah satu sumber air, demikian pula waduk
dipakai sebagai wadah air yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Air baku
digunakan untuk irigasi, air bersih dipakai untuk keperluan domestik dan
nondomestik. Secara alami dipakai tumbuhan (flora) dan binatang (fauna) untuk
melangsungkan kehidupannya.
Sungai sebagai sumber air merupakan sumber alam yang memiliki multi
fungsi bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah penyediaan air untuk
pengairan/irigasi. Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk
mengairi lahan pertanian. Jaringan irigasi dalah satu kesatuan saluran dan
bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan,
pengambilan, pembagian, dan penggunaannya. Suatu kesatuan wilayah yang
2.2Erosi
Secara umum erosi dan sedimentasi proses terjadinya perlepasan butiran
tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh
gerakan air dan angin kemudian diikuti dengan preoses pengendapan pada tempat
yang lain (Suripin, 2001).
Lahan pertanian paling rentan terjadinya erosi. Lahan-lahan pertanian
yang ditanami terus-menerus tanpa istirahat (fallow), dan tanpa disertai
pengelolaan tanaman, tanah, dan air yang baik dan tepat, khususnya daerah yang
curah hujannya mencapai 1500 mm per tahun, akan mengalami penurunan
produktif tanah. Penurunan kesuburan tanah ini bisa disebabkan oleh menurunnya
tingkat kesuburan tanah, yang dikarenakan unsur hara dalam tanah hilang
bersamaan dengan terjadinya proses erosi.
Bahaya erosi ini banyak terjadi pada daerah-daerah lahan kering yang
memiliki kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih. Keadaan ini sebagai akibat
dari pengelolaan tanah yang keliru, tidak mengikuti kaidah-kaidah air dan tanah,
dan akibat pola pertanian yang berpindah-pindah setiap tahunnya (shifting
cultivation) (Suripin, 2001).
Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan
aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah
dan proses yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami.
Sedangkan erosi karena ativitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan
tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan
kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak
2.2.1 Mekanisme Erosi
Erosi tanah terjadi melalui tiga tahapan, yaitu tahap pelepasan partikel
tunggal dari massa tanah dan tahap pengankutan oleh media yang erosif seperti
pada aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi
cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap ke tiga yaitu
pengendapan (Suripin, 2001).
Percikan air hujan merupakan penyebab terjadinya erosi tanah. Tetesan air
hujan adalah media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan
mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan
terlempar sampai beberapa centimeter ke udara. Pada lahan datar partikel-partikel
tanah tersebar lebih kurang merata ke segala arah, tapi untuk lahan miring terjadi
dominasi kearah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas ini
akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju
infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan
terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran
permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut
partikel-partikel yang terlepas baik oleh tetesan air hujan maupun oleh adanya
aliran permukaan itu sendiri. Pada saat aliran permukaan menurun dan tidak
mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut
akan diendapkan (Suripin, 2001).
Ada beberapa bentuk erosi tanah yang dapat terjadi, yaitu:
1. Erosi Percikan
Erosi percikan (splash erosion) adalah proses terlepas dan terlemparnya
sebagai air lolos secara langsung. Tenaga kinetik tersebut ditentukan oleh dua hal,
massa dan kecepatan jatuhan air. Tenaga kinetik bertambah besar dengan
bertambahnya besar diameter air hujan dan jarak antara ujung daun penetas
(driptis) dan permukaan tanah (pada proses erosi di bawah tegakan vegetasi).
Ada tiga tahapan terjadinya erosi percikan, antara lain (Suripin, 2002):
Terjadinya pengemburan yang cepat pada permukaan tanah sehingga
kohesinya munurun, akibatnya laju erosi percikan meningkat.
Terjadi pemadatan permukaan akibat pukulan air hujan yang jatuh
sehingga tebentuk lapisan kerak tipis yang akan menurunkan jumlah
partikel tanah yang terlempat ke udara dan meningkatkan air
permukaan.
Terjadinya turbulensi aliran permukaan yang mampu mengangkut
sebagian lapisan kerak pada permukaan tanah.
2. Erosi Kulit
Erosi kulit (sheet erosion) adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis
permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air
limpasan (runoff). Tipe erosi ini disebabkan oleh kombinasi air hujan dan air
limpasan yang mengalir ke tempat yang lebih rendah. Berdasarkan sumber tenaga
penyebab erosi kulit, tenaga kinetik air hujan lebih penting karena kecepatan air
jatuhan lebih besar, yaitu antara 0,3 sampai 0,6 m/dtk. Tenaga kinetik air hujan
akan menyebabkan lepasnya partikel-partikel tanah dan bersama-sama dengan
pengendapan sedimen di atas permukaan tanah, menyebabkan turunnya laju
infiltrasi karena pori-pori tanah tertutup oleh kikisan partikel tanah. Bentang lahan
lapisan bawah permukaan yang solid merupakan bentang lahan dengan potensi
terjadinya erosi kulit besar. Besar kecilnya tenaga penggerak terjadinya erosi kulit
ditentukan oleh kecepatan dan kedalaman air limpasan.
3. Erosi Alur
Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan
pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air limpasan yang terkonsentrasi
sehingga membentuk alur-alur kecil. Hal ini terjadi ketika air limpasan masuk ke
dalam cekungan permukaan tanah, kecepatan air limpasan meningkat dan
akhirnya terjadilah laju angkutan sedimen.
Tipe erosi alur umumnya dijumpai pada lahan-lahan garapan dan
dibedakan dari erosi parit (gully erosion) dalam hal erosi alur dapat diatasi dengan
pengerjaan/pencangkulan tanah. Tipe erosi ini terbentuk oleh tanah yang
kehilangan daya ikat partikel-partikel tanah sejalan dengan meningkatnya
kelembapan tanah di tempat tersebut. Kelembapan tanah yang berlebihan akan
mengakibatkan tanah longsor. Bersama dengan longsornya tanah, kecepatan air
limpasan meningkat dan juga terkonsentrasi di tempat tersebut. Limpasan ini akan
mengangkut sedimen hasil erosi dan ini menandai awal dari terjadinya erosi parit.
4. Erosi Parit
Erosi parit (gully erosion) akan membentuk jajaran parit yang lebih dalam
dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi parit dapat
diklasifikasikan sebagai parit bersambungan dan parit terputus-putus. Erosi parit
terputus dapat dijumpai di daerah yang bergunung. Erosi tipe ini biasanya diawali
oleh adanya gerusan yang melebar dibagian atas hamparan tanah miring yang
Kedalaman erosi parit ini menjadi berkurang pada daerah yang kurang terjal.
Erosi parit bersambungan berawal dari terbentuknya gerusan-gerusan permukaan
tanah oleh air limpasan kearah tempat yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk
jari-jari tangan. Pada tahap awal, proses pembentukan erosi parit tampak
mempunyai kecenderungan kearah keseimbangan dinamis. Pada tahap lanjutan,
proses pembentukan erosi parit tersebut akan kehilangan karekteristik dinamika
perkembangan gerusan-gerusan pada permukaan tanah oleh aliran air dan pada
akhirnya terbentuk pola aliran-aliran kecil atau besar yang bersifat permanen.
Namun demikian, proses pembentukan erosi parit tidak selalu beraturan seperti
yang disebut diatas. Pada kondisi tertentu, terutama oleh perubahan-perubahan
geologis karena pengaruh aktivitas manusia, proses erosi parit tidak pernah
sampai pada tahap lanjutan. Secara umum erosi parit dapat terjadi serentak atau
pada waktu yang berbeda.
5. Erosi Tebing
Erosi tebing (stream bank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat
pengikisan tebing tanah oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh
terjangan air sungai yang kuat terutama pada daerah tikungan-tikungan sungai.
Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah oleh adanya gerusan aliran
sungai dan oleh adanya longsoran tanah pada tebing sungai. Proses yang pertama
berkorelasi dengan kecepatan aliran sungai. Semakin cepat laju aliran sungai
(debit puncak atau banjir) semakin besar kemungkinan terjadinya erosi tebing.
Erosi tebing sungai dalam bentuk gerusan dapat berubah menjadi tanah longsor
ketika permukaan sungai surut (meningkatnya gaya tarik kebawah) sementara
tebing sungai terjadi setelah debit yang kedua lebih ditentukan oleh keadaan
kelembapan tanah di tebing sungai menjelang terjadinya erosi. Dengan kata lain,
erosi tebing sungai dalam bentuk longsoran tanah terjadi karena beban meningkat
oleh adanya kelembapan tanah yang tinggi dan beban ini lebih besar dari pada
gaya yang mempertahankan tanah tetap pada tempatnya.
6. Erosi Internal
Erosi internal (internal or surface erosion) adalah proses tersangkutnya
partikel-partikel tanah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran
bawah permukaan. Akibat erosi ini tanah menjadi kedap air dan udara, sehingga
menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan atau erosi
alur.
Erosi bawah permukaan juga berupa erosi terowongan (piping), diman
tanah tersangkut kebagian ke bagian bawah dan terbentuk semacam pipa dan
terowongan dari permukaan ke bawah tanah. Erosi jenis ini hanya terjadi di
tanah-tanah tertentu yang kurang baik untuk pertanian.
7. Tanah Longsor
Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan
dan pergerakan massa tanah pada suatu saat dalam volume yang relatif besar.
Berbeda dengan jenis erosi yang lain, pada tanah longsor pengangkutan tanah
terjadi sekaligus dalam jumlah yang besar.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Pada dasarnya erosi adalah akibat dari interaksi kerja antara faktor iklim,
topografi, tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan. adapun faktor-faktor
2.2.2.1Iklim
Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung.
Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama intensitas dan
diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu
pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas
lebih kecil dengan waktu yang lebih lama. Pengaruh iklim tidak langsung
ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi.
Di daerah beriklim basah, faktor yang mempengaruhi erosi adalah hujan.
Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan
dispersi hujan terhadap tanah, sehingga jumlah dan kecepatan aliran permukaan
meningkat dan kerusakan oleh erosi juga meningkat. Besarnya curah hujan adalah
volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat
dinyatakan dalam meter kubik per areal atau dinyatakan tinggi jumlah air yaitu
mm. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau massa
tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun. Kemampuan hujan
untuk menyebabkan erosi disebut daya erosi atau erosivitas hujan.
Intensitas curah hujan adalah menyatakan besar curah hujan yang jatuh
dalah waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam
mm/jam atau cm/jam (Rauf A, 2011).
2.2.2.2Topografi
Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsur karakteristik
topografi yang paling menentukan terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain
memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga
angkut air. Kecepatan air limpasan yang besar umumnya ditentukan oleh
kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada
saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar terjadinya erosi alur dan
erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng
bagian bawah lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas karena momentum
air limpasan lebih besar dan kecepatan dan terkonsentrasi ketika mencapai lereng
bagian bawah.
Daerah tropis vulkanik dengan topografi bergelombang dan curah hujan
tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor. Oleh karena itu,
dalam program konservasi tanah dan air di daerah tropis, usaha-usaha pelandaian
permukaan tanah seperti pembuatan teras di lahan-lahan pertanian, peruntukan
tanah-tanah dengan kemiringan lereng besar untuk kawasan lindung seringkali
dilakukan. Usaha tersebut dilakukan terutama untuk menghindari terjadinya erosi
yang dipercepat dan meningkatnya tanah longsor.
2.2.2.3Vegetasi
Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak
jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan
tanah sangat kurang.
Adapun pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah sebagai
berikut (Asdak, 2007):
1. Melalui fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbuhan air hujan
2. Menurunkan kecepatan air limpasan
3. Menahan partikel-partikel tanah agar tetap pada tempatnya
Dalam meninjau vegetasi terhadap mudah-tidaknya tanah tererosi, harus
dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang
berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan
memperkecil diameter tetesan air hujan. Telah dikemukakan bahwa yang lebih
berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena
tumbuhan bawah merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan
besar kecilnya erosi percikan. Dengan kata lain, semakin rendah dan rapat
tumbuhan bawah semakin efektif pengaruh vegetasi dalam melindungi permukaan
tanah terhadap ancaman erosi karena akan menurunkan besarnya tumbukan
tetesan air hujan ke permukaan tanah. Oleh karena itu dalam melaksanakan
program konservasi tanah dan air melalui vegetasi, sistem pertanaman (tanah
pertanian) dan pengaturan struktur tegakan (vegetasi hutan) diusahakan agar
tercipta struktur pelapisan tajuk yang serapat mungkin. Hutan yang terpelihara
dengan baik, terdiri dari pepohonan yang dikombinasikan dengan tanaman
penutup tanah, seperti rerumputan, semak atau perdu, dan belukar merupakan
pelindung tanah yang ideal terhadap bahaya erosi.
2.2.2.4Tanah
Tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda.
Kepekaan erosi tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai
interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
kepekaan erosi adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi,
permeabilitas, dan kapasitas menahan air dan sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
ketahanan struktur tanah disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh
2.2.2.5Manusia
Manusia sangat berperan dalam mempercepat proses terjadinya erosi.
Manusia merupakan faktor sangat menentukan apakah suatu tanah yang
diusahakannya akan rusak atau produktif secara berkelanjutan. Banyak faktor
yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan merawat serta
mengusahakan tanahnya secara bijak sehingga menjadi lebih baik dan dapat
memberikan pendapatan yang cukup dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Adapun faktor yang berkenaan dengan fungsi manusia terhadap tanah yang
diusahakannya dengan erosi antara lain (Rauf A, 2011):
Luas tanah pertanian yang diusahakan Sistem pengusaha tanah
Status pengusahaan tanah
Tingkat pengetahuan dan keterampilan Harga hasil usaha tani
Ikatan hutan
Pasar dan sumber keperluan usaha tani Infrastruktur dan fasilitas kesejahteraan Mentalitas manusia itu sendiri
Meskipun faktor-faktor tersebut dapat diprediksi menggunakan teknologi
canggih yang berkembang saat ini, tapi fenomena alam merupakan rahasia alam
yang sangat sulit untuk diprediksi dengan tepat. Menurut Wischemeier dan Smith
dalam Asdak (2007)menyebutkan bahwa ada empat faktor utama yang dianggap
terlibat dalam proses erosi, yaitu; sifat tanah, topografi, dan vegetasi penutup
tanah. Keempat faktor tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menentukan laju
erosi tanah melalui sebuah persamaan umum yang dikenal sebagai USLE
2.2.3 USLE Sebagai Model Perkiraan Besarnya Erosi
Untuk menghitung prediksi erosi yang terjadi pada suatu DAS dapat
menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Prediksi erosi
adalah suatu pendugaan besarnya erosi yang dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah,
topografi dan penggunaan lahan. Menyadari adanya keterbatasan dalam
memperkirakan besarnya erosi untuk tempat-tempat di luar lokasi yang telah
diketahui spesifikasi tanahnya tersebut, maka di kembangkan cara untuk
memperkirakan besarnya erosi dengan menggunakan persamaan matematis
seperti dikemukakan oleh Wischemeier dan Smith (1978) (Asdak, 2007).
USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi
rata-rata erosi jangka panjang dari erosi alur di bawah keadaan tertentu. USLE
dikembangkan di USDA-SCS (United State Departemen of Agriculture-Soil
Conservation Service) bekerja sama dengan Universitas Purdue oleh Wischemeier
dan Smith, 1965. Berdasarkan analisis statistic terhadap lebih dari 10.000 tahun
data erosi dan aliran permukaan, parameter fisik, dan pengelolaan di kelompokkan
menjadi lima variabel utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan
dengan numeris (Suripin, 2001).
Rumus USLE dapat dinyatakan sebagai:
Ae = R x K x LS x C x P ………(2.1)
Dimana:
Ae = perkiraan besarnya jumlah erosi (ton/ha/tahun) R = faktor erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (mm) K = indeks erodibilitas tanah
LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolahan lahan
2.2.3.1Faktor Erosivitas Hujan (R)
Faktor erosivitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebabkan
timbulnya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan.
Erosivitas hujan tahunan yang dapat dihitung dari data curah hujan yang diperoleh
dari pengukuran hujan. Erosivitas hujan merupakan fungsi dari energi kinetik total
hujan dengan intensitas hujan maksimum Selama 30 menit. Perlu diperhatikan
juga bahwa curah hujan bulanan rata-rata yang digunakan adalah data jangka
panjang minimal 5 tahun dan akan lebih baik jika 20 tahun atau lebih. Faktor
erosivitas hujan bulanan (Rm) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Rm = 2.21 (Rain)m1.36……… (2.2)
Untuk memperoleh nilai R dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan
sebagai berikut:
Nilai erosivitasi hujan setahun dihitung dihitung dengan menjumlahkan
erosivitas hujan bulanan selama satu tahun (12 bulan).
2.2.3.2Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah, atau faktor kepekaan erosi tanah (K) merupakan
daya tahan tanah baik terhadap pengelepasan dan pengangkutan, terutama
tergantung pada sifat-sifat tanah, seperti tekstur, stabilitas agregat, kekuatan geser,
kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi. Atau faktor
erodibilitas tanah adalah jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun per
kerentanan tanah terhadap erosi air. Indeks erodibilitas tanah ini ditentukan untuk
tiap satuan lahan. Indeks ini memerlukan data ukuran partikel tanah, % bahan
organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah. Data tersebut didapat dari hasil
analisis laboratorium contoh tanah yang diambil di lapangan atau dari data dalam
laporan survei tanah yang dilampirkan pada peta tanah. Ketersediaan peta satuan
tanah pada penelitian ini sangat membantu dalam efisiensi waktu dan biaya dalam
menentukan faktor K. Apabila tidak tersedianya peta satuan tanah maka faktor K
dapat ditentukan dari penyelidikan lapangan dan menentukan nilai K dengan
menggunakan nomograf seperti gambar 2.1 berikut.
Sumber: (Suripin, 2001)
Tabel 2.1 Kode Struktur Tanah
Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Kode
Granuler sangat halus (< 1 mm) 1
Granuler halus (1 sampai 2 mm) 2
Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) 3
Berbentuk blok, pelat, masif 4
Sumber: Wischmeier dan Smith, 1978, dalam Suripin, 2001
Tabel 2.2 Kode Permeabilitas Profil Tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan Kode
Sangat lambat < 0,5 1
Sumber: Wischmeier dan Smith, 1978, dalam Suripin 2001
Tabel 2.1 dan tabel 2.2 digunakan untuk menentukan nilai kode yang
terdapat pada nomograf untuk menghitung nilai erodibilitas tanah (k) dalam
satuan metrik pada gambar 2.1.
Atau nilai K secara pendekatan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (Rauf A, 2011):
K = {2.7131,14.M (10-4 x 12 – a) + 3,25 (b - 2)+2,5(c - 3)} /100 ……...(2.4)
Dimana:
Tabel 2.3 Nilai M untuk Beberapa Tekstur Tanah
Kelas Tekstur Tanah Nilai M
Lempung Berat 210
Lempung Sedang 750
Lempung Pasiran 1213
Lempung Ringan 1685
Geluh Lempung 2160
Pasir Lempung Liatan 2830
Geluh Lempungan 2830
Pasir 3035
Pasir Geluhan 1245
Geluh Berlempung 3770
Geluh Pasiran 4005
partikel) dalam menghitung nilai k pada persamaan 2.4.
Nilai erodibilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan identifikasi jenis
tanah dalam satuan pemetaan tanah. Tabel 2.4 memperlihatkan besaran nilai K
Tabel 2.4 Nilai K untuk Berbagai Jenis Tanah
NO Jenis Tanah Nilai K Rataan
1 Latosol (Haplorthox) 0,09
2 Latosol merah (Humox) 0,12
3 Latosol merah kuning (Typic haplorthox) 0,26
4 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,23
5 Latosol (Epiaquic tropodult) 0,31
6 Regosol (Troporthents) 0,14
7 Regosol (Oxic dystropept) 0,12 – 0,16
8 Regosol (Typic entropept) 0,29
9 Regosol (Typic dystropept) 0,31
10 Gley humic (Typic tropoquept) 0,13
11 Gley humic (Tropaquept) 0,20
12 Gley humic (Aquic entroopept) 0,26
13 Lithosol (Litic eutropept) 0,16
14 Lithosol (Orthen) 0,29
15 Grumosol (Chromudert) 0,21
16 Hydromorf abu-abu (Tropofluent) 0,20
17 Podsolik (Tropudults) 0,16
18 Podsolik Merah Kuning (Tropudults) 0,32
19 Mediteran (Tropohumults) 0,10
20 Mediteran (Tropaqualfs) 0,22
21 Mediteran (Tropudalfs) 0,23
Sumber: (Asdak, 2007dan Rauf A, 2011)
2.2.3.3Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Faktor LS, merupakan kombinasi antara faktor panjang lereng (L) dan
kemiringan lereng (S) yang mana merupakan nisbah besarnya erosi dari suatu
lahan. Nilai LS untuk sembarang panjang dan kemiringan lereng dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
LS = (L/22)z (0,006541S2 + 0,0456S + 0,065) ……… (2.5)
Dimana:
L = panjang lereng (m)
S = kemiringan lereng (%), dan
z = konstanta yang besarnya bervariasi tergantung besarnya S. z = 0,5 jika S > 5%
z = 0,4 jika 5% > S > 3% z = 0,3 jika 3% > S > 1% z = 0,2 jika S < 1%
2.2.3.4Faktor Pengolahan Lahan (C)
Faktor menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan yang
bertanaman tertentu dan dengan manajemen tertentu terhadap besarnya erosi yang
tidak ditanami dan diolah bersih. Factor ini mengukur kombinasi pengaruh
tanaman dan pengelolaannya. Faktor C ditunjukkan sebagai angka perbandingan
yang berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang bervegetasi
dengan areal yang sama jika areal tersebut kosong dan ditanami secara teratur.
Nilai faktor C berkisar antara 0.001 pada hutan tak terganggu hingga 1.0 pada
tanah kosong.
2.2.3.5Faktor Konservasi Tanah (P)
Faktor konservasi tanah ialah tindakan pengawetan yang meliputi
usaha-usaha untuk mengurangi erosi tanah yaitu secara mekanis maupun
biologis/vegetasi. Nilai P berkisar dari 0 untuk tanah praktek pengendalian erosi
sempurna, sampai bernilai 1 untuk tanah tanpa tindakan pengendalian erosi.
konservasi tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP. Tabel 2.5 menjelaskan
nilai CP untuk berbagai macam penggunaan lahan.
Tabel 2.5 Nilai CP untuk Berbagai Macam Penggunaan Lahan
No. Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor CP
6 Pertanian lahan kering campur 0.19
7 Pertanian lahan kering 0.28
8 Hutan lahan kering sekunder 0.01
9 Hutan mangrove sekunder 0.01
10 Hutan rawa sekunder 0.01
Sumber: BPDAS Wampu-Sei Ular dalam Jayusri (2012)
Hasil perhitungan faktor erosi metode USLE akan diperoleh suatu prediksi
erosi yang mempunyai nilai-nilai indeks yang kemudian di klasifikasikan
berdasarkan jumlah tanah yang hilang akibat erosi tersebut. Nilai faktor P dalam
Tabel 2.6 Nilai Faktor P untuk berbagai Tindakan Konservasi Tanah
No. Tanpa Tindakan Pengendalian Erosi Nilai P
1 Tanpa tindakan
Proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan),
pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri.
Proses tersebut berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang
menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu
tanah menjadi partikel tanah menjadi partikel halus lalu menggelinding bersama
aliran permukaan, sebagian akan tertinggal diatas tanah dan sebagian yang lain
akan masuk kedalam sungai dan akan terbawa aliran menjadi angkutan sedimen
Sungai juga menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus sepanjang
masa existensinya dan terbentuklah lembah-lembah sungai. Volume sedimen yang
sangat besar yang dihasilkan dari keruntuhan tebing-tebing sungai di daerah
pegunungan dan tertimbun di dasar sungai tersebut, terangkut kehilir oleh aliran
sungai. Karena di daerah pegunungan kemiringan sungai curam, gaya tarik aliran
airnya cukup besar. Tetapi setelah aliran sungai mencapai daratan, maka gaya
tariknya sangat menurun. Dengan demikian beban yang terdapat dalam arus
sungai berangsur-angsur diendapkan. Karena itu ukuran butiran sedimen yang
mengendap di bagian hulu sungai lebih besar dari pada di bagian hilir sungai
(Sosrodarsono, 1984).
Proses sedimentasi pada alur sungai adalah sebagai berikut (Fadlun, 2009):
a. Bagian Hulu
Bagian hulu sungai merupakan daerah sumber sedimen yang
tererosi. Pada bagian ini kecepatan aliran menjadi lebih besar karena
umumnya alur sungai yang dilalui pada daerah pegunungan, bukit, atau
lereng gunung yang kadang-kadang mempunyai ketinggian yang cukup
besar dari muka air laut.
b. Bagian Tengah
Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir.
Kemiringan dasar sungai lebih landai dari bagian hulu sehingga kecepatan
aliran relatif lebih kecil. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan
antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke
c. Bagian Hilir
Alur sungai dibagian hilir biasanya melalui dataran yang
mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan
alirannya lambat. Keadaan ini sangat memudahkan terbentuknya
pengendapan atau sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa
endapan pasir halus, lumpur, endapan organik, dan jenis endapan lain yang
sangat labil.
Gambar 2.2 Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai (Fadlun, 2009)
Bahan sedimen hasil erosi seringkali bergerak menempuh jarak yang
pendek sebelum akhirnya diendapkan. Sedimen ini masih tetap berada di lahan
atau diendapkan di tempat lain yang lebih datar atau sebagian masuk ke sungai.
Persamaan umum untuk menghitung sedimentasi suatu DAS belum tersedia,
untuk lebih memudahkan dikembangkan pendekatan berdasarkan luas area. Rasio
sedimen terangkut dari keseluruhan material erosi tanah disebut Nisbah Pelepasan
Sedimen/NLS (Sediment Delivery Ratio/SDR) yang merupakan fungsi dari luas
Nilai NLS mendekati satu artinya semua tanah yang terangkut erosi masuk
ke dalam sungai. Kejadian ini hanya terjadi pada DAS atau Sub DAS kecil yang
tidak memiliki daerah-daerah datar, tetapi memiliki lereng yang curam, banyak
butir halus (liat) yang terangkut, memiliki kerapatan yang tinggi, atau secara
umum dikatakan tidak memiliki sifat yang cenderung menyebabkan pengendapan
sedimen diatas lahan DAS tersebut. Perhitungan Nisbah Pelepasan Sedimen
(NLS) adalah perhitungan untuk memperkirakan besarnya hasil sedimen dari
suatu daerah tangkapan air. Perhitungan besarnya NLS dianggap penting dalam
menentukan perkiraan realitas besarnya hasil sedimen total berdasarkan
perhitungan erosi total yang berlangsung didaerah tangkapan air. Besarnya NLS
dalam perhitungan-perhitungan erosi atau hasil sedimen untuk suatu daerah aliran
sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan luas DAS dan
besarnya NLS seperti dikemukakan oleh Roehl (1962) dalam Asdak C. (2007).
Nilai NLS sebagai fungsi luas daerah aliran sungai dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Pengaruh Luas DAS terhadap NLS
Sedang cara lain untuk menentukan besarnya NLS adalah dengan
menggunakan persamaan:
LS S ……… (2.6)
Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air
akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau
berhenti. Peristiwa mengendap ini dikenal dengan proses sedimentasi, yaitu
proses yang bertanggung jawab atas terbentuknya dataran-dataran aluvial yang
luas dan banyak terdapat di dunia. Ini merupakan suatu keuntungan karena
memberikan lahan untuk perluasan pertanian dan permukiman. Akan tetapi,
sedimen yang dihasilkan oleh erosi yang cepat pada tanah salah kelola lebih
banyak kerugian bagi kehidupan manusia. Sedimen yang terendapkan di dalam
saluran, sungai, waduk, dan muara sungai akan menyebabkan pendangkalan
badan air tersebut, yang dapat menimbulkan kerugian karena mengurangi fungsi
badan air itu sendiri.
Besarnya perkiraan hasil sedimen menurut Asdak C.2007 dapat ditentukan
berdasarkan persamaan sebagai berikut :
Y ( LS) W ……… (2.7)
Dimana:
Y = hasil sedimen persatuan luas
A = Erosi total
Ws = Luas Daerah Aliran Sungai NLS = Nisbah Pelepasan Sedimen
Besarnya nilai NLS dalam perhitungan hasil sedimen suatu daerah aliran
sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.8 hubungan antara
2.3.1 Pembagian Sedimen
Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan
sedimen yang terbawa oleh aliran sungai, material tersebut dapat terangkut
kembali apabila kecepatan aliran cukup tinggi. Besarnya volume angkutan
sedimen tergantung dari kecepatan aliran dan adanya kegiatan di palung sungai.
Sebagai akibat dari perubahan volume angkutan sedimen adalah terjadinya
pergerusan di beberapa tempat dan akan mengendap di tempat lain pada dasar
sungai. Sehingga denga demikian bentuk dasar sungai akan selalu berubah. Untuk
memperkirakan perubahan dasar sungai tersebut telah dikembangkan banyak
rumus berdasarkan percobaan di lapangan maupun di laboratorium. Walaupun
demikian perhitungan angkutan sedimen tidak teliti, karena (Loebis, 1993):
1. Interaksi antara aliran air dan angkutan sedimen adalah sangat komplek
dan oleh karena itu sulit untuk dirumuskan secara matematis.
2. Pengukuran angkutan sedimen sulit dilaksanakan dengan teliti, sehingga
rumus angkutan sedimen tidak dapat dicek dengan baik.
Angkutan sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan pembagian sebagai
berikut (Loebis, 1993):
Aliran air akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut
mekanisme pengangkutannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu
(Sosrodarsono, 1984):
a. Muatan dasar (bed load)
Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara
menggelinding, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar
sungai.
b. Muatan melayang (suspended load)
Terdiri dari butiran halus yang ukurannya lebih kecil dari 0,1 mm
dan senantiasa melayang di dalam aliran sungai. Partikel cendrung
mengendap apabila kecepatan aliran melambat dan akan bergerak kembali
karena turbulen aliran air sungai. Lebih-lebih butiran yang sangat halus,
walaupun air tidak lagi mengalir, tetapi butiran tersebut tetap tidak
mengendap dan airnya akan tetap saja keruh dan sedimen semacam ini
disebut muatan kikisan (wash load)
Untuk membedakan muatan laying dan muatan dasar cukup sulit. Kriteria
umum untuk menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan
gesek (U*) dan kecepatan jatuh (W), yaitu apabila U*/W > 1,5 maka termasuk
sebagai muatan melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi
partikel pada saat pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari
ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang
Sedimen dari sungai harus dielakkan pada tubuh bendung beserta
bangunan-bangunan pelengkapnya, sehingga tidak mencapai saluran pembawa
(primer, sekunder, maupun tersier). Penumpukan sedimen di saluran irigasi akan
mempersingkat umur pelayanan jaringan irigasi karena pendangkalan dan
penurunan kapasitas. Selanjutnya, penumpukan sedimen di petak sawah akan
menaikkan permukaan sawah, sehingga mempersulit air untuk mencapai
permukaan sawah dan mengairi sawah. Partikel sedimen yang halus bahkan bisa
menyumbat pori-pori tanah dan menghambat penyerapan air oleh tanaman.
Meskipun demikian tidak semua fraksi sedimen berpotensi merusak jaringan
irigasi.
Fraksi sedimen batuan dan bed load biasanya sudah teratasi dengan
konstruksi pembilas bawah (under sluice) sehingga tidak masuk ke intake. Dalam
kondisi debit normal. Tetapi fraksi pasir, lanau, dan lempung akan terbawa
melewati pintu intake dan dapat mencapai saluran irigasi dan petak sawah. Fraksi
lanau dan lempung (< 70 µm) diperbolehkan masuk ke sawah, karena dapat
meningkatkan kesuburan tanah (Puslitbang Pengairan, 1986). Fraksi pasir
(> 0.063 mm), disisi lain, harus ditahan jangan sampai masuk ke sawah. Fraksi
pasir ini diusahakan untuk mengendap di penangkap sedimen (sediment
trap/settling basin), yang berada di hilir pintu pengambilan (intake) (Hanwar dan
Herdianto, 2007).
Pada kenyataannya pada tiap satu satuan waktu pergerakan angkutan
sedimen yang dapat diamati adalah bed load dan suspended load, sehingga
penjumlahan keduanya dapat didefinisikan sebagai total load transport. Beban
2.3.2 Angkutan Sedimen
Pengertian umum angkutan sedimen adalah sebagai pergerakan
butiran-butiran material dasar saluran yang merupakan hasil erosi yang disebabkan oleh
gaya dan kecepatan aliran sungai. Di dalam perhitungan sifat-sifat sedimen yang
dipakai adalah: ukuran, kerapatan atau kepadatan, kecepatan jatuh dan porositas.
Laju angkutan sedimen, perubahan dasar dan tebing saluran, perubahan morfologi
sungai dapat diterangkan jika sifat sedimennya diketahui (Ronggodigdo, 2011).
Prinsip dasar angkutan sedimen ayaitu untuk mengetahui perilaku sedimen
pada kondisi tertentu, apakah keadaan sungai seimbang, erosi, maupun
sedimentasi. Juga untuk prediksi kuantitas sedimen dalam proses tersebut. Proses
yang terjadisecara alami ini kuantitasnya ditentukan oleh gaya geser aliran serta
diameter butiran sedimen.
Angkutan sedimen dapat menyebabkan terjadinya perubahan dasar sungai.
Angkutan pada suatu ruas sungai akan mengalami erosi atau pengendapan
tergantung dari besar kecilnya angkutan sedimen yang terjadi sebagaimana dapat
dilihat pada tabel 2.8.
Table 2.8 Klasifikasi Kondisi Dasar Sungai
Angkutan T1 > T2 Sedimentasi Agradasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi angkutan sedimen adalah:
2.3.2.1Ukuran Partikel Sedimen
Pengukuran ukuran butiran tergantung pada jenis bongkahan, untuk
berangkal pengukuran dilakukan secara langsung, untuk kerikil dan pasir
dilakukan dengan analisa saringan sedangkan untuk lanau dan lempung dilakukan
dengan analisa sedimen. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan ukuran butir dapat
dilihat pada Tabel 2.9 berikut (Ronggodigdo, 2011):
Tabel 2.9 Klasifikasi Ukuran Partakel Sedimen
No. Organisasi
Ukuran Butir (mm)
Kerikil Pasir Lanau Lempung
(Gravel) (Sand) (Silt) (Clay)
Classification System 4,75-76,2 0,075-4,75 Fines (< 0,075)
Sumber: Ronggodigdo (2011)
2.3.2.2Berat Spesifik Partikel Sedimen
Berat spesifik adalah berat sedimen per satuan volume dari bahan
angkutan sedimen. Dirumuskan sebagai berikut:
..………. (2.8)
Dimana:
2.3.2.3 Kecepatan Jatuh (Fall Velocity)
Karakteristik dari sedimen adalah kecepatan jatuhnya atau fall velocity ( ),
yang mana adalah kecepatan maksimum yang dicapai oleh suatu partikel akibat gaya
gravitasi. Ukuran pasir yang tersuspensi dalam suatu sungai akan tergantung kepada
nilai fall velocity-nya. Untuk suatu ukuran butiran sedimen yang besar, akan jatuh
dengan cepat dan akan lebih sedikit mendapat tahanan dari air dibandingkan dengan
butiran sedimen yang lebih halus.
Persamaan umum untuk mencari nilai fall velocity:
menentukan fall velocity dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar 2.4
Sumber: Grafik 1.3 buku sediment transport, Chi Ted Yang, halaman 10
Gambar 2.4 Grafik Hubungan Diameter Butiran Dengan Kecepatan Jatuh Sedimen
Yang mana:
√ ………(2. 0)
Dimana:
= factor bentuk
= diameter paling panjang sedimen = diameter paling pendek sedimen b = diameter rata-rata sedimen
2.3.2.4Tegangan geser kritis
Tegangan geser kritis merupakan parameter penting dalam angkutan
sedimen. Pergerakan sedimen dipengaruhi oleh tegangan geser, kecepatan kritis
dan gaya angkat. Partikel sedimen akan terangkat apabila tegangan geser dasar
lebih besar dari tegangan geser kritis erosi dan tegangan geser kritis erosi melebihi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tegangan geser kritis sangat
bergantung pada riwayat proses pengendapan dan konsolidasi. Untuk itu beberapa
penelitian tegangan geser kritis sedimen kohesif biasanya dilakukan dengan
menghubungkan antara tegangan geser dan massa jenis sedimen pada berbagai
variasi ketinggian sampel.
Sedimen bergerak tergantung dari besarnya gaya seret dan gaya angkat
dan dapat digambarkan pada gambar 2.5 sebagai berikut.
Gambar 2.5 Gaya Yang Bekerja Pada Butiran di Dasar Sungai
W’ ( s - )*g ……… (2.11)
FD = ……….. (2.12)
FL = ……….. (2.13)
Partikel sedimen akan mulai bergerak pada kondisi kecepatan geser kritis
terlampaui, karena gaya dorong lebih besar dari gaya gesek.
Persamaan tegangan geser Shield adalah: Ss = kemiringan saluran
d = diameter butiran sedimen (mm) = tegangan geser kritis
Apabila bilangan Reynold diketahui maka tegangan geser kritis dapat
diketahui dengan melihat grafik 2.2 buku Sediment Transport, Chi Ted Yang
Viskositas kinematik dari air (v) adalah perbandingan antara viskositas
dinamik ( ) dengan berat jenis air (ρ). Sebagian besar buku Mekanika Fluida mempunyai tabel dan diagram dari viskositas air sebagai fungsi dari temperatur.
Misalnya harga yang mewakili v = 1.10-6 m2/s untuk air bersih pada suhu 20oC. Viskositas kinematik juga dapat dihitung menggunakan rumus:
. 2 x 0 6
.0 0.0 0.00022 2
……… (2. )
Dimana :